Poros adalah sebuah elemen mesin berbentuk silinder pejal yang berfungsi sebagai
tempat “duduknya” elemen-elemen lain seperti puli, sproket, rodagigi, dan kopling dan
juga berperan sebagai elemen penerus daya dan putaran dari sebuah penggerak mula.
Hampir semua mesin yang mengandung mekanisme bergerak/berputar memiliki poros,
dari yang berukuran kecil hingga poros-poros besar. Kemudian berdasarkan posisi dalam
mesin, poros bisa diletakkan dalam arah vertikal ataupun horisontal.
Dalam merancang dimensi poros, sebagai langkah awal adalah menentukan panjang
poros. Panjang poros ditentukan berdasarkan pada jumlah dan elemen-elemen apa saja
yang duduk padanya serta jarak antar elemen-elemen itu.
2. Poros yang menerima beban momen lentur saja (atau disebut dengan istilah As).
Untuk keperluan modul ini, perancangan poros hanya didasarkan pada kombinasi beban
torsi dan momen lentur. Contoh aplikasi dari poros yang menerima beban momen puntir
dan momen lentur yaitu pada poros ban belakang sepeda motor. Poros roda ditumpu
pada rangka di kedua ujungnya dan di tengah poros terdapat dua bantalan yang terkena
beban dari pijakan ban. Beban yang disebutkan diatas menyebabkan momen lentur pada
poros.
Daya dan putaran dari mesin diteruskan ke transmisi rodagigi dan selanjutnya diteruskan
ke ban belakang melalui transmisi sproket+rantai. Beban yang terjadi pada sproket inilah
yang memunculkan torsi di poros. Oleh karenanya, poros ban belakang sepeda motor
selama beroperasi akan menerima momen lentur dan momen puntir.
1
Studio Elemen Mesin 1
Akibat momen lentur dan momen puntir pada poros memunculkan kombinasi tegangan
normal dan tegangan geser. Tegangan kombinasi ini hasil penjumlahan vektor tegangan
normal dan tegangan geser. Diameter poros pun merupakan hasil perhitungan dari
kombinasi kedua tegangan itu.
F
(dari suspensi &
Bantalan rangka)
F
(dari suspensi & Poros
rangka)
Bantalan
F
(dari pijakan ban)
F
(dari pijakan ban)
2
Studio Elemen Mesin 1
32 ⋅ M L 16 ⋅ T
2 2
σ 2
= 3 +
kombinasi
π ⋅d π ⋅d3
32 ⋅ M L 16 ⋅ T
2 2
... Pers. 1-2
σ kombinasi = 3 +
π ⋅d π ⋅d3
2
T
σ kombinasi =
32
π ⋅d3
(M ) L
2
+
2
Dengan memasukkan faktor keamanan ke dalam persamaan 1-2 diatas maka tegangan
kombinasi menjadi tegangan yang diizinkan.
2
T
(M )
Sy 32 2
= +
FS π ⋅ d 3 L
2
... Pers. 1-3
32 ⋅ FS
2
T
d3 =
π ⋅ Sy
(M )
L
2
+
2
Dari persamaan 1-3, variabel yang berpengaruh dalam menentukan diameter poros yang
terkena beban momen lentur dan momen puntir adalah :
Sebuah sabuk merupakan elemen penerus daya yang melilit pada sepasang puli. Puli
sendiri duduk pada poros. Selama meneruskan daya, sabuk digerakkan oleh puli
penggerak dan akhirnya memutarkan puli yang digerakkan. Gambar 1-3 berikut ini
memperlihatkan skematik transmisi sabuk lengkap dengan geometri dasar transmisi
sabuk.
3
Studio Elemen Mesin 1
Sisi kendor
Kec. Sabuk, V
Sisi kencang
Ketika digunakan sebagai penurun putaran, puli lebih kecil terpasang pada poros
kecepatan tinggi seperti poros sebuah motor listrik. Puli lebih besar terpasang pada poros
mesin yang digerakkan.
Pada saat pemasangan, jarak antar pusat puli diperkecil untuk memudahkan pemasangan
sabuk pada puli. Selanjutnya puli digerakkan dalam arah berlawanan sehingga sabuk
menerima beban tarik awal yang besar. Selama meneruskan daya, gesekan menyebabkan
sabuk mencengkram puli penggerak, meningkatkan tarikan disatu sisi yang disebut sisi
kencang. Sisi lain sabuk juga mengalami tarikan tetapi lebih kecil, selanjutnya disebut sisi
kendor.
F1 D2
ω
θ2
F1 + F2
F2
4
Studio Elemen Mesin 1
Gambar 1-4 diatas memperlihatkan potongan sabuk yang melilit pada puli besar. Jika F1
merupakan gaya tarik sabuk pada sisi kencang dan F2 adalah gaya tarik sabuk pada sisi
kendor, maka perbandingan dua gaya itu dapat dituliskan sebagai berikut :
F1
= e µθ ... Pers. 1-4
F2
dimana μ adalah koefisien gesek dan θ adalah sudut kontak. Besarnya rasio F1 dan F2
untuk sistem transmisi sabuk-V biasanya sebesar 5 sehingga F1 = 5 x F2.
Poros dimana puli terpasang akan mendapatkan beban yang berasal dari gaya-gaya
sabuk. Gaya F1 dan F2 yang bekerja pada potongan sabuk merupakan gaya-gaya yang
nantinya menjadi beban pada poros. Penjumlahan kedua gaya itulah yang menyebabkan
lenturan pada poros. Dalam buku ini gaya yang bekerja pada poros akibat gaya F1 dan F2
disebut dengan Fp.
Karena menghitung gaya F1 dan F2 relatif sulit maka didefinisikan gaya lainnya yang
merupakan selisih dari gaya F1 dan F2. Selisih dari kedua gaya ini sama dengan hasil
pembagian dari torsi terhadap diameter puli sebagai berikut :
Torsi , T = (F1 − F2 ) ⋅ D/ 2
π ⋅ n⋅ T ... Pers. 1-6
Daya , P = T ⋅ ω =
30
Karena F1 = F2 x 5, maka :
2T 2T
F1 − F2 = F1 − F2 =
D D
2T F1 2T
5F2 − F2 = F1 − =
D 5 D
2T 4 F1 2T
4 F2 = =
D 5 D
2T T 10T 2,5T
F2 = = F1 = =
4D 2D 4D D
Dengan menggabungkan gaya F1 dan F2 dan memasukkannya pada persamaan 1-5, maka
diperoleh persamaan akhir gaya yang bekerja pada poros,
5
Studio Elemen Mesin 1
F P = F1 + F 2
2,5T T 5T + T
FP = + = ... Pers. 1-7
D 2D 2D
6T 3T
FP = =
2D D
Formulasi gaya seperti yang ditunjukkan dalam persamaan 1-7 itu dihitung dengan
asumsi kedua diameter puli sama besar.
Jika gaya F1 dan F2 masing-masing merupakan gaya tarik kencang dan kendor pada sabuk,
maka penjumlahan gaya F1 dan F2 merupakan gaya yang bekerja pada poros.
Penjumlahan gaya F1 dan F2 itu menekan poros layaknya gaya radial yang membebani
poros. Dengan demikian penjumlahan kedua gaya itu menyebabkan momen lentur pada
poros.
Selain menyebabkan momen lentur pada poros, gaya F1 dan F2 juga menghasilkan torsi
pada poros. Besarnya torsi diperlihatkan dalam persamaan 1-6. Dengan adanya dua
beban akibat dari sistem transmisi puli-sabuk ini, maka bisa dipastikan bahwa poros yang
mengandung puli akan menerima beban berupa momen lentur dan momen puntir.
1.2. Beban pada Poros Akibat Gaya-gaya di Sabuk Datar dan Puli
Pada prinsipnya gaya-gaya yang terjadi pada sabuk datar tidak berbeda dengan apa yang
terjadi pada sabuk-V. Yang membedakan adalah besarnya perbandingan gaya pada sisi
tegang terhadap sisi kendor. Dalam hal itu, perbandingannya adalah :
F1
=3 ... Pers. 1-8
F2
2T 2T
F1 − F2 = F1 − F2 =
D D
2T F 2T
3F2 − F2 = F1 − 1 =
D 3 D
Dan
2T 2 F1 2T
2 F2 = =
D 3 D
T 6T 3T
F2 = F1 = =
D 2D D
6
Studio Elemen Mesin 1
Dengan menggabungkan gaya F1 dan F2 dan memasukkannya pada persamaan 1-5, maka
diperoleh persamaan akhir gaya yang bekerja pada poros akibat gaya-gaya yang terjadi
pada sabuk datar,
F p = F1 + F 2
3T T 4T ... Pers. 1-9
Fp = + =
D D D
Besarnya gaya pada poros akibat gaya-gaya pada sabuk datar lebih besar daripada gaya-
gaya pada sabuk-V.
Rantai yang membelit pada sebagian sproket selama beroperasi menghasilkan beban
terutama beban tarik. Beban tarik ini hanya akan bekerja pada sisi tegang, sedangkan
pada sisi kendornya tidak terdapat gaya. Skematik sistem transmisi yang menggunakan
rantai dan sproket ditunjukkan dalam gambar 1-5, sedangkan gaya-gaya yang bekerja
pada rantai diperlihatkan dalam gambar 1-6.
Rantai
Putaran
Sisi tegang
Sisi kendor
Sproket
penggerak Sproket yang
digerakkan
Sisi tegang pada rantai sangat bergantung pada arah putaran sproket. Pada gambar 1-5
diatas, sproket kecil yang berperan sebagai penggerak berputar berlawanan dengan arah
putaran jarum jam. Dengan kondisi seperti itu, rantai di sisi atas akan mengalami
“tegangan”. Akan tetapi jika sproket kecil berputar searah putaran jarum jam, maka sisi
tegang akan berada di bagian bawah. Untuk keperluan pemakaian, disarankan agar sisi
tegang selalu berada di sisi atas untuk keamanan dalam pemakaian.
7
Studio Elemen Mesin 1
Putaran Ft
Ft
TB
A B
TA
F=0
F=0
Gaya tarik (Ft) yang bekerja pada rantai di sisi tegang searah dengan arah rantai itu. Gaya
itu juga merupakan gaya tangensial yang bekerja pada sproket. Jika sproket kecil memiliki
diameter sebesar DA dan diameter sproket besar adalah DB, kemudian pada sproket itu
terdapat torsi yang berasal dari daya dan putaran penggerak, maka gaya tangensial (gaya
tarik) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini.
T T
Ft = DA
A
= DB
B
... Pers. 1-10
2 2
Gaya tangensial pada sproket A atau sproket B bernilai sama. Gaya tangensial pada
sproket A tergantung pada torsi dan diameter di sproket A, sedangkan gaya tangensial di
sproket B dipengaruhi oleh torsi dan diameter sproket B.
Gaya tarik yang bekerja pada rantai ini menyebabkan lenturan pada poros dimana
sproket itu terpasang. Dengan demikian, akibat gaya itu poros selain menerima beban
torsi yang menghasilkan tegangan geser juga mengalami tegangan normal di bagian
dalamnya akibat momen lentur.
8
Studio Elemen Mesin 1
Ft Poros
Bantalan
Ft
Torsi
9
Studio Elemen Mesin 1
mulai
Diketahui:
Daya yang ditransmisikan, P (hp),
Putaran poros, n (rpm), Diameter
sproket, Ds (mm)
Selesai
10
Studio Elemen Mesin 1
Pasak yang dipasangkan antara puli dan poros harus berada di tempat yang benar agar
berperan sebagai mana mestinya. Pada permukaan poros dimana akan dipasangkan puli,
harus dibuat alur sebagai tempat duduknya pasak. Ilustrasi berikut ini menggambarkan
sebuah pasak sebagai penetap puli pada poros.
Salah satu jenis pasak yang banyak dipakai dalam berbagai aplikasi adalah pasak parallel
persegi atau pasak parallel bujursangkar. Untuk poros berdiameter hingga 6,5 inch, pasak
berpenampang bujursangkar lebih disukai, sedangkan pasak berpenampang persegi
panjang diterapkan untuk poros berdiameter lebih besar.
Pasak yang berperan sebagai penetap elemen pada poros selama pemakaian menerima
gaya geser sebagai beban utama. Sebenarnya gaya geser ini berasal dari torsi yang
berasal dari poros. Besarnya gaya geser pada pasak sangat bergantung besarnya daya dan
putaran yang ditransmisikan melalui poros. Oleh karena itu, perencanaan pasak biasanya
dilakukan setelah merencanakan poros.
Standar ANSI B17.1-1967 menyediakan sebuah data spesifikasi pasak parallel persegi-
panjang dan bujursangkar. Data itu juga dikaitkan dengan dimensi poros yang digunakan.
Data pasak yang diperlihatkan itu mengikuti satuan inch, sehingga untuk keperluan
pemakaian dalam satuan metrik (mm) perlu dilakukan konversi satuan.
11
Studio Elemen Mesin 1
2¾ - 3¼ ¾ ¾ ½
3¼ - 3¾ ⅞ ⅞ ⅝
3¾ - 4½ 1 1 ¾
4½ - 5½ 1¼ 1¼ ⅞
5½ - 6½ 1½ 1½ 1
6½ - 7½ 1¾ 1¾ 1½
7½ - 9 2 2 1½
9 - 11 2½ 2½ 1¾
11 - 13 3 3 2
13 - 15 3½ 3½ 2½
15 - 18 4 - 3
18 - 22 5 - 3½
22 - 26 6 - 4
26 - 30 7 - 5
Pasak
Torsi F
Pasak R
Poros Poros
Torsi
Gambar 1-9. Gaya-gaya Pada Pasak
Jika poros sebagai tempat duduknya pasak berdiameter D (=2R) dan ada torsi bekerja
pada poros itu, maka gaya tangensial (berupa gaya geser) yang terjadi pada pasak adalah:
T
Ft = ... Pers. 1-11.
R
Akibat gaya geser pada pasak maka kegagalan mungkin terjadi pada pasak itu. Kegagalan
pada pasak ada dua jenis yaitu kegagalan akibat geseran dan kegagalan akibat tekanan.
12
Studio Elemen Mesin 1
Kegagalan akibat geseran menyebabkan pasak menerima tegangan geser (τ), sedangkan
kegagalan akibat tekanan (bearing) menjadikan bagian pasak mendapat tegangan normal
(σ).
F F
τ= =
As w × l
... Pers. 1-12.
F F
σ= =
Ap h1 × l
l l
h1
w
Apa yang tertulis dalam persamaan 1-12 tidaklah berarti apa-apa tanpa membandingkan
nya dengan kekuatan material pasak. Dengan mendefinisikan tegangan yang diizinkan
masing-masing untuk menggantikan tegangan normal dan tegangan geser maka
persamaan 1-12 memberikan makna yang lebih bermanfaat yaitu panjang pasak bisa
diperoleh.
F
σ=
h1 × l
F F
l= = ... Pers. 1-13.
h1 × σ h1 × σ allowable
F F × FS
l= =
h1 ×
Sy
FS
h1 × S y
Sedangkan untuk panjang pasak dari kegagalan akibat tegangan geser yaitu :
13
Studio Elemen Mesin 1
F
τ=
w× l
F F
l= =
w × τ w × τ allowable
F F × 2 FS
l= Sy =
w × 2 FS w × Sy
... Pers. 1-14.
Dari kedua persamaan diatas, persamaan yang menghasilkan panjang pasak yang lebih
panjang maka itulah panjang pasak yang dipilih.
Dalam persamaan 1-13 dan 1-14 terdapat variabel Sy atau kekuatan mulur material
pasak. Dalam menentukan material pasak sebaiknya mengacu pada material poros
terpilih, dalam arti pemilihan material pasak harus memenuhi kriteria lebih lunak (atau
memiliki kekuatan mulur lebih kecil) dibandingkan material poros. Hal ini dimaksudkan
agar kegagalan lebih diinginkan terjadi pada pasak daripada poros. Dimensi pasak yang
lebih kecil dan kemudahan dalam pembuatan pasak menjadi dasar pertimbangannya.
Cincin luar
Peluru
Cincin dalam
Diameter dalam
Diameter luar
14
Studio Elemen Mesin 1
dan diameter poros dimana akan dipasang bantalan. Jika gaya yang terjadi pada tumpuan
hanya berupa gaya radial saja maka dipilih jenis bantalan radial, sedangkan jika terdapat
gaya aksial maka dipilih jenis bantalan yang mampu menahan gaya radial dan aksial.
Gambar dibawah ini memperlihatkan sebuah skematik poros yang ditumpu di dua titik
dan gaya-gaya apa saja yang dialaminya.
Ft Poros
Bantalan
Putaran
Torsi
Sproket yang
digerakkan
Gambar 1-13. Skematik Sproket dan Bantalan Yang Terpasang pada Poros
Dalam gambar diatas, sproket yang digerakkan meneruskan daya dan putaran dari
sproket penggerak ke poros. Di dua titik terdapat bantalan yang menyangga poros. Beban
pada poros akibat sproket berupa tarikan di rantai sisi atas dan torsi. Kedua beban ini
selain diteruskan ke poros juga didistribusikan ke bantalan. Karena gaya pada sproket
hanya berupa tarikan dalam arah radial poros maka gaya-gaya pada bantalan juga berupa
gaya radial. Dalam konstruksi poros itu tidak ada gaya aksial. Oleh karena itu jenis
bantalan yang cocok dipilih adalah bantalan yang mampu menahan beban radial.
Selain sproket, elemen mesin lain yang juga memberikan gaya radial pada poros dan
bantalan antara lain sabuk+puli, rodagigi lurus dan berat dari elemen, sedangkan elemen
mesin seperti rodagigi miring, rodagigi cacing, dan rodagigi kerucut memberikan
kombinasi gaya radial dan gaya aksial pada poros.
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam memilih jenis bantalan. Faktor-faktor
itu saling berkaitan satu sama lain. Faktor-faktor itu adalah :
2. Gaya luar yang bekerja pada bantalan atau dikenal dengan istilah gaya ekivalen.
Besar gaya ekivalen merupakan hasil perkalian antara gaya radial (R, reaksi
tumpuan) dengan faktor putaran (fp).
15
Studio Elemen Mesin 1
P = R× fp … Pers. 1-15
Besarnya faktor putaran untuk sebuah bantalan radial ditunjukkan dalam tabel dibawah
ini.
Faktor Putaran, fp
Jika cincin dalam yang berputar 1,0
Jika cincin luar yang berputar 1,2
Hubungan antara beban dan umur bantalan dimanfaatkan untuk menghitung besarnya
parameter basic dynamic load rating (C). Parameter ini didefinisikan sebagai beban yang
diterima oleh bantalan ketika mencapai umur L10 = 1.000.000 putaran.
Bantalan memiliki umur terbatas walaupun terbuat dari baja berkekuatan tinggi dan akan
mengalami kegagalan fatik akibat tegangan kontak yang besar. Beban yang semakin
rendah akan menghasilkan umur semakin panjang. Hubungan antara beban (P) dan umur
(L) untuk rolling contact bearing dapat dituliskan sbb:
k
L2 P1
= … Pers. 1-16
L1 P2
dimana :
L2 = umur desain
Untuk menghitung basic dynamic load rating (C), persamaan 1-16 diatas menjadi:
16
Studio Elemen Mesin 1
k
P1 L
= 2
P2 L1
1/ k
… Pers. 1-17
L
P1 = P2 × 2
L1
4. Jenis beban yang bekerja pada bantalan. Ada dua jenis beban yang bekerja pada
bantalan yaitu beban radial dan beban aksial. Jika sebuah bantalan hanya
menerima beban radial maka jenis bantalan yang dipilih yaitu bantalan radial,
sedangkan jika kedua beban bekerja pada bantalan maka dipilih jenis bantalan yang
mampu menahan beban radial dan beban aksial.
5. Umur desain
Data Bearing
Pemilihan jenis bearing dari katalog melibatkan pertimbangan kapasitas membawa beban
(load carrying capacity) dan geometri bearing. Bearing Standar tersedia dalam berbagai
kelas, yaitu :
Desain bearing dibedakan menurut kelas dan ukuran diameter lubang (diameter lubang
poros). Dalam satuan metrik, nomor bearing dituliskan dalam 4 digit dimana dua digit
terakhir menunjukan ukuran diameter lubang. Untuk dua digit terakhir 04 dan diatasnya
maka ukuran diameter lubang sebesar 5X dua digit terakhir itu (dalam satuan mm).
17
Studio Elemen Mesin 1
Berat,
Ringan, seri 400
seri 200
Jari-jari dalam
bantalan
CL CL
Sebagai contoh bantalan dengan nomor seri 6205 (lihat tabel 4), digit kedua (angka 2)
menandakan bantalan seri 200, kelas ringan. Dua digit terakhir 05 dikalikan dengan 5
sama dengan 25 merupakan diameter dalam bantalan atau diameter poros dalam satuan
milimeter (mm).
18
Studio Elemen Mesin 1
(sumber: L. Mott, Robert, Machine Elements in Mechanical Design, Second Edition, Macmillan
Publishing Co., 1992, hal. 611)
Poros
Bahu
d D B r*
mm in mm in mm in in in in lb lb lb
6200 10 0.3937 30 1.1811 9 0.3543 0.024 0,500 0,984 0,07 520 885
6201 12 0.4724 32 1.2598 10 0.3937 0.024 0,578 1,063 0,08 675 1.180
6202 15 0.5906 35 1.3780 11 0.4331 0.024 0,700 1,181 0,10 790 1.320
6203 17 0.6693 40 1.5748 12 0.4724 0.024 0,787 1,380 0,14 1.010 1.660
6204 20 0.7874 47 1.8504 14 0.5512 0.039 0,969 1,614 0,23 1.400 2.210
6205 25 0.9843 52 2.0472 15 0.5906 0.039 1,172 1,811 0,29 1.610 2.430
6206 30 1.1811 62 2.4409 16 0.6299 0.039 1,406 2,205 0,44 2.320 3.350
6207 35 1.3780 72 2.8346 17 0.6693 0.039 1,614 2,559 0,64 3.150 4.450
6208 40 1.5748 80 3.1496 18 0.7087 0.039 1,811 2,874 0,82 3.650 5.050
6209 45 1.7717 85 3.3465 19 0.7480 0.039 2,008 3,071 0,89 4.150 5.650
6210 50 1.9685 90 3.5433 20 0.7874 0.039 2,205 3,268 1,02 4.650 6.050
6211 55 2.1654 100 3.9370 21 0.8268 0.059 2,441 3,602 1,36 5.850 7.500
6212 60 2.3622 110 4.3307 22 0.8661 0.059 2,717 3,996 1,73 7.250 9.050
6213 65 2.5591 120 4.7244 23 0.9055 0.059 2,913 4,390 2,18 8.000 9.900
6214 70 2.7559 125 4.9213 24 0.9449 0.059 3,110 4,587 2,31 8.800 10.800
6215 75 2.9528 130 5.1181 25 0.9843 0.059 3,307 4,783 2,64 9.700 11.400
6216 80 3.1496 140 5.5118 26 1.0236 0.079 3,504 5,118 3,09 10.500 12.600
6217 85 3.3465 150 5.9055 28 1.1024 0.079 3,740 5,512 3,97 12.300 14.600
6218 90 3.5433 160 6.2992 30 1.1811 0.079 3,937 5,906 4,74 14.200 16.600
6219 95 3.7402 170 6.6929 32 1.2598 0.079 4,213 6,220 5,73 16.300 18.800
6220 100 3.9370 180 7.0866 34 1.3386 0.079 4,409 6,614 6,94 18.600 21.100
6221 105 4.1339 190 7.4803 36 1.4173 0.079 4,606 7,008 8,15 20.900 23.000
6222 110 4.3307 200 7.8740 38 1.4961 0.079 4,803 7,402 9,59 23.400 24.900
6224 120 4.7244 215 8.4646 40 1.5748 0.079 5,197 7,992 11,4 26.200 26.900
6226 130 5.1181 230 9.0551 40 1.5748 0.098 5,669 8,504 12,7 29.100 28.700
6228 140 5.5118 250 9.8425 42 1.6535 0.098 6,063 9,291 19,6 29.300 28.700
6230 150 5.9055 270 10.6299 45 1.7717 0.098 6,457 10,079 25,3 32.500 30.000
6232 160 6.2992 290 11.4173 48 1.8898 0.098 6,850 10,886 32,0 35.500 32.000
6234 170 6.6929 310 12.2047 52 2.0472 0.118 7,362 11,535 38,5 43.000 36.500
6236 180 7.0866 320 12.5984 52 2.0472 0.118 7,758 11,929 41,0 46.500 39.000
6238 190 7.4803 340 13.3858 55 2.1654 0.118 8,150 12,717 50,5 54.500 44.000
6240 200 7.8740 360 14.1732 58 2.2835 0.118 8,543 13,504 61,5 60.000 46.500
19
Studio Elemen Mesin 1
(sumber: L. Mott, Robert, Machine Elements in Mechanical Design, Second Edition, Macmillan
Publishing Co., 1992, hal. 613)
Poros
Bahu
d D B r*
mm in mm in mm in in in in lb lb lb
6300 10 0.3937 35 1.3780 11 0.4331 0.024 0,563 1,181 0,12 805 1.400
6301 12 0.4724 37 1.4567 12 0.4724 0.039 0,656 1,220 0,13 990 1.680
6302 15 0.5906 42 1.6535 13 0.5118 0.039 0,781 1,417 0,18 1.200 1.980
6303 17 0.6693 47 1.8504 14 0.5512 0.039 0,875 1,614 0,25 1.460 2.360
6304 20 0.7874 52 2.0472 15 0.5906 0.039 1,016 1,772 0,52 1.730 2.760
6305 25 0.9843 62 2.4409 17 0.6693 0.039 1,220 2,165 0,52 2.370 3.550
6306 30 1.1811 72 2.8346 19 0.7480 0.039 1,469 2,559 0,76 3.150 4.600
6307 35 1.3780 80 3.1496 21 0.8268 0.059 1,688 2,795 1,01 4.050 5.800
6308 40 1.5748 90 3.5433 23 0.9055 0.059 1,929 3,189 1,40 5.050 7.050
6309 45 1.7717 100 3.9370 25 0.9843 0.059 2,126 3,583 1,84 6.800 9.150
6310 50 1.9685 110 4.3307 27 1.0630 0.079 2,362 3,937 2,42 8.100 10.700
6311 55 2.1654 120 4.7244 29 1.1417 0.079 2,559 4,331 2,98 9.450 12.300
6312 60 2.3622 130 5.1181 31 1.2205 0.079 2,835 4,646 3,75 11.000 14.100
6313 65 2.5591 140 5.5118 33 1.2992 0.079 3,031 5,039 4,63 12.600 16.000
6314 70 2.7559 150 5.9055 35 1.3780 0.079 3,228 5,433 5,51 14.400 18.000
6315 75 2.9528 160 6.2992 37 1.4567 0.079 3,425 5,827 6,61 16.300 19.600
6316 80 3.1496 170 6.6929 39 1.5354 0.079 3,622 6,220 7,93 18.300 21.300
6317 85 3.3465 180 7.0866 41 1.6142 0.098 3,898 6,535 9,37 20.400 22.900
6318 90 3.5433 190 7.4803 43 1.6929 0.098 4,094 6,929 10,8 22.500 24.700
6319 95 3.7402 200 7.8740 45 1.7717 0.098 4,291 7,323 12,5 24.900 26.400
6320 100 3.9370 215 8.4646 47 1.8504 0.098 4,488 7,913 15,3 29.800 30.000
6321 105 4.1339 225 8.8583 49 1.9291 0.098 4,685 8,307 17,9 32.500 31.700
6322 110 4.3307 240 9.4488 50 1.9685 0.098 4,882 8,898 21,0 38.000 35.500
6324 120 4.7244 260 10.2362 55 2.1654 0.098 5,276 9,683 27,6 38.500 36.000
6326 130 5.1181 280 11.0236 58 2.2835 0.118 5,827 10,315 40,8 44.500 39.500
6328 140 5.5118 300 11.8110 62 2.4409 0.118 6,220 11,103 48,5 51.000 43.500
6330 150 5.9055 320 12.5984 65 2.5591 0.118 6,614 11,890 57,3 58.000 47.500
6332 160 6.2992 340 13.3858 68 2.6772 0.118 7,008 12,677 58 58.500 48.000
6334 170 6.6929 360 14.1732 72 2.8346 0.118 7,402 13,465 84 73.500 56.500
6336 180 7.0866 380 14.9606 75 2.9528 0.118 7,795 14,252 98 84.000 61.500
6338 190 7.4803 400 15.7480 78 3.0709 0.157 8,346 14,882 112 84.000 61.500
6340 200 7.8740 420 16.5354 80 3.1496 0.157 8,740 15,669 127 91.500 65.500
Keterangan :
Didefinisikan sebagai beban yang dapat ditahan oleh bearing tanpa menyebabkan
terjadinya deformasi plastik pada komponen. Jika beban berlebih maka kejadian yang
paling mungkin terjadi adalah identasi rel (bearing races) oleh roller. Ciri-ciri terjadi
20
Studio Elemen Mesin 1
kegagalan ini yaitu terjadi bunyi yang bising dan bearing race atau roller menjadi cepat
aus akibat benturan.
Didefinisikan sebagai beban yang diterima oleh bearing ketika mencapai umur L10
= 1.000.000 putaran.
1. Rancanglah sebuah poros seperti dalam gambar 1-7 dengan besar daya yang
ditransmisikan sebesar 10 hp dan putaran 200 rpm. Sproket yang terpasang pada
poros memiliki diameter pitch 160 mm. Data-data lainnya yang diketahui antara lain:
Jarak antara bantalan 1 dan bantalan 2 = 120 mm.
Jarak antara sproket dan bantalan 2 = 150 mm.
Poros menerima beban normal.
Material poros ditentukan menggunakan baja St 50.
Ditanyakan:
a. Diameter poros di tempat sproket terpasang.
b. Diameter poros di bantalan 1.
c. Diameter poros di bantalan 2.
Jawab:
21
Studio Elemen Mesin 1
3. Hitung juga ukuran pasak yang digunakan untuk menetapkan sproket pada poros?
a) Untuk pasak persegi panjang
Diameter poros terpilih di tempat sproket:
Ukuran penampang pasak:
Panjang pasak:
4. Pilihlah nomor bantalan (ball bearing) yang diperlukan untuk bantalan A dan bantalan
B.
Diameter poros terpilih di bantalan A..?
Nomor bantalan A (berbasis diameter poros)..?
Nomor bantalan A (berbasis beban luar)..?
Nomor bantalan A terpilih..?
22
Studio Elemen Mesin 1
6. Gambarkan sketsa poros lengkap dengan ukuran. Jika poros itu adalah poros
bertingkat, berikan pula ukuran radius bahu poros yang diperlukan.
23