Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian lansia
Masa lanjut usia adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini
dimulai dari umur enam puluh tahun sampai meninggal, yang ditandai dengan adanya
perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun. Proses menua
(lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis
maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Menurut Hurlock (2002), tahap
terakhir dalam perkembangan ini dibagi menjadi usia lanjut dini yang berkisar antara usia
enam puluh sampai tujuh puluh tahun dan usia lanjut yang dimulai pada usia tujuh puluh
tahun hingga akhir kehidupan seseorang. Orangtua muda atau usia tua (usia 65 hingga 74
tahun) dan orangtua yang tua atau usia tua akhir (75 tahun atau lebih) dan orang tua lanjut
(85 tahun atau lebih) dari orang-orang dewasa lanjut yang lebih muda.
J.W. Santrock (Santrock, 2002:190) mengemukakan bahwa ada dua pandangan tentang
definisi orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan orang
Indonesia. Pandangan orang barat yang tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah
orang yang sudah berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini akan membedakan seseorang
masih dewasa atau sudah lanjut. Sedangkan pandangan orang Indonesia, lansia adalah
orang yang berumur lebih dari 60 tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umunya di
Indonesia dipakai sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan.
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa lanjut usia merupakan
periode di mana seorang individu telah mencapai kemasakan dalam proses kehidupan,
serta telah menunjukan kemunduran fungsi organ tubuh sejalan dengan waktu, tahapan ini
dapat mulai dari usia 55 tahun sampai meninggal. Tetapi bagi orang lain, periode ini
adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa
kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak
memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen .
Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda.

B. Masalah Psikologi Lansia


1. Demensia
a. Pengertian dimensia
Davison, Neale, dan Kring (2014:742) mengemukakan bahwa dimensia merupakan
istilah yang umum digunakan untuk menjelaskan kemunduran intelektual hingga ketitik
melemahkan fungsi sosial dan pekerjaan. Liftiah (2009:218) mengemukakan bahwa
demensia merupakan gangguan kognitif, meliputi berkurangnya ingatan secara bertahap,
ketidakmampuan mempelajari informasi baru, kemampuan berkomunikasi, berpendapat,
dan koordinasi motorik. Sunberk, Winebarge, dan Taplin (2007:304) mengemukakan
bahwa demensia merupakan gangguan kompeks yang mencakup beberapa entitas penyakit
yang khas. Dimensia ditandai dengan berkurangnya fungsi kognitif sehingga
mempengaruhi kegiatan sehari hari.
b. Penyebab demensia
Sunberk, Winebarge, dan Taplin (2007:304) mengemukakan bahwa dimensia
disebabkan oleh perubahan pada otak yang tidak dapat dipulihkan meliputi penyakit dan
kematian jaringan otak. Papalia dan Feldman (2014:242) mengemukakan bahwa dimensia
timbul disebabkan oleh penyebab fisiologis. Penyebab fisiologis utama dimensia yaitu
penyakit alzheimer dan parkinson.
c. Gejala dimensia
Davison, Neale, dan Kring (2014:743) mengemukakan bahwa simtom utama penyakit
demenisa yaitu kesulitan dalam mengingat banyak hal dan peristiwa baru. Dimensia
mengakibatkan penderitanya mengalami kesulitan dalam memahami pemikiran abstrak,
dan gangguan emosi menjadi hal umum, termasuk simtom depresi, afek datar, dan ledakan
emosional secara berkala.
Davison, Neale, dan Kring (2014:743) mengemukakan bahwa individu yang menderita
demensia memiliki kemungkinan gangguan pola bicara yang membingungkan. Meskipun
sistem motorik tetap berfungsi namun penderita demensia mengalami kesulitan berbagai
aktivitas motorik, seperti mengosok gigi, melambaikan tangan, dan berpakaian. Davison,
Neale, dan Kring (2014:743) mengemukakan bahwa lebih dari 50 persen penderita
demensia mengalami delusi dan halusinasi.

2. Alzheimer
a. Pengertian alzheimer
Davison, Neale, dan Kring (2014:743) mengemukan bahwa alzheimer merupakan
pengklasifikasian paling umum dari dimensia. Davison, Neale, dan Kring (2014:743)
mengemukakan bahwa alzheimer istilah untuk rusaknya jaringan otak yang tidak dapat
diperbaiki. Sunberk, Winebarge, dan Taplin (2007:304) mengemukakan bahwa penyakit
alzheimer disebabkan oleh perubahan besar pada otak yaitu pembentukan daerah yang
mengeras pada bagian otak. Plak merupakan bagian yang mengeras pada otak. Letak dari
plak mempengaruhi gejala yang muncul. Davison, Neale, dan Kring (2014:743)
mengemukakan bahwa penyakit alzheimer lebih umum terjadi pada perempuan. Papalia
dan Feldman (2014:242) mengemukakan bahwa penyakit alzheimer secara perlahan
merampas kecerdasan, keawasan, dan bahkan kemampuan penderitanya untuk mengontrol
fungsi tubuh mereka dan pada akhirnya menyebabkan kematian.
b. Gejala alzheimer
Papalia dan Feldman (2014:243) mengemukakan bahwa gejala klasik dari alzheimer
berupa kerusakan memori, kemunduran bahasa, kekurangan dalam pemrosesan visual dan
ruangan. Salah satu gejala yang paling jelas adalah ketidakmampuan mengingat kejadian
baru atau memproses informasi baru. Gejala lain yang cenderung muncul diawal penyakit
yaitu gangguan kepribadian secara cepat menjadi kaku, apatis, egosentris, dan kontrol
emosi yang terganggu.
Papalia dan Feldman (2014:243) mengemukakan bahwa semakin banyak gejala yang
mengikuti seperti mudah tersinggung, cemas, depresi, delusi, delirium, dan berkeliaran,
mengakibatkan kerusakan pada ingatan jangka panjang, penilaian, konsentrasi, dan
orientasi serta gangguan bicara. Individu yang mengalami alzheimer mengalami kesulitan
melakukan aktivitas rutin dikehidupan sehari-hari. Cummings (Papalia dan Feldman,
2014:244) mengemukakan bahwa pada akhirnya individu tidak bisa memahami atau
menggunakan bahasa, tidak mengenali anggota keluarga, tidak bisa makan tanpa bantuan,
tidak bisa mengatur kapan buang air, dan kehikangan kemampuan untuk berjalan, duduk
dan menelan makanan padat. Kematian biasanya datang sekitar 8 samapai 10 tahun setelah
gejala muncul.
c. Penyebab alzheimer
Papalia dan Feldman (2014:244) mengemukakan bahwa penyebab utama
perkembangan penyakit alzheimer yaitu kekusustan neurofibriler (massa neuron mati yang
terpelintir) dan sejumlah lilin plak amiloid (jaringan yang tidak berfungsi). Otak manusia
tidak dapat membersihkan plak karena plak tersebut tidak dapat larut. Lama kelamaan
jaringan tersebut akan mengeras / membaur dan menghancurkan neuron disekitarnya.
3. Gangguan anxietas
a. Pengertian anxietas
Liftiah (2009:63) mengemukakan bahwa anxietas merupakan perasaan khawatir yang
tidak nyata, tidak masuk akal, tidak sesuai, yang berlangsung intens, atas dasar prinsip
yang terjadi dan nyata. Davidson dan Neale (Liftiah, 2009:63) mengemukakan bahwa
anxietas juga dapat diartikan sebagai kondisi mood yang negatif yang ditandai dengan
simtom simptom tubuh, ketegangan fisik, dan keakutan terhadap kejadian yang akan
datang.
b. Penyebab anxietas
Anxietas pada individu berusia lansia merupakan kecemasan yang umumnya khawatir
pada munculnya berbagai macam penyakit dan mengalami kelemahan fisik dan khawatir
tidak mampu berperan penting sehingga akan tersingkir dari kehidupan sosial. Davison,
Neale, dan Kring (2014:764) mengemukakan bahwa masalah kecemasan lansia sering kali
dihubungkan dengan penyakit medis.orang orang yang mengidap demensia seperti
alzheimer mungkin mencerminkan kecemasan yang timbul akibat kebingungan dan
frustasi saat mereka tidak mampu melakukan hal yang tampak kecil seperti memakai jaket.
4. Parkinson
Santrock (2012:197) mengemukakan bahwa parkinson merupakan penyakit kronis dan
progresif yang ditandai oleh gemetar pada otot, gerakan yang melambat, kelumpuhan
sebagian wajah. Papalia dan Feldman (2014:242) mengemukakan parkinson merupakan
penyakit yang melibatkan degenerasi neurologis yang progresif, ditandai dengan tremor,
kekakuan, pergerakan lambat dan postur tubuh yang tidak stabil.
Penyakit parkinson ditangani dengan memberikan obat yang meningkatkan dopamin
kepada penderita yang berada ditahap awal penyakit, dan L-dopa, yang dapat diubah
menjadi dopamin oleh otak. Penanganan lainnya yaitu dengan menstimulasi otak secara
mendalam yang mencakup implantasi elektroda di dalam otak. Elektroda tersebut di
stimulasi oleh alat yang mirip alat pacu jantung (Santrock, 2012:198)
5. Delirium
Davison, Neale, dan Kring (2014:752) mengemukakan bahwa delirium merupakan
penggambaran untuk kondisi kaburnya kesadarana. Individu yang menderita delirium
kadang secara mendadak mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi dan memusatkan
perhatian serta tidak mampu mempertahankan alur pemikiran yang teratur dan terarah.
Liftiah (2009:219) mengemukakan bahwa delirium merupakan keadaan kebingungan
mental yang mengakibatkan penderitanya sulit berkonsentrasi dan berbicara secara jelas
dan masuk akal.
Individu yang menderita deirium tidak mungkin dapat terlibat dalam percakapan karena
perhatian mereka yang tidak dapat terfokus pada satu hal dan pikirannya terpecah-pecah.
Pada kondisi parah, cara berbicara menjadi parah dan tidak karuan. Delisah dan bingung,
penderita delirium dapat mengalami disorientasi waktu, tempat, dan kadang diri yaitu
mereka tidak dapat mengetahui dengan pasti hari apa sekarang dan dimana mereka
sekarang (Davison, Neale, dan Kring, 2014:753). Penderita delirium sering mengalami
gangguan perseptual dengan menganggap bedara dalam rumah bukan dalam rumah sakit.
Halusinasi umum terjadi, namun delusi tidak selalu terjadi dan cenderung berubah ubah,
tidak terlalu nyata, dan singkat.

6. Hipokonriasis
Siegler dan Costa (Davison, Neale, dan Kring, 2014:774) mengemukakan bahwa secara
luas hipokondriasis sangat umum terjadi dalam populasi lansia. Lansia dapat mengalami
berbagai macam masalah fisik, diantaranya sakit pada kaki dan punggung, pencernaan
yang buruk, sembelit, sesak napas dan keinginan yang amat sangat.secara kelompok para
lansia cenderung kurang melaporkan simpom somatik yang ia derita, sekali lagi mungkin
karena permasalahan kekhawatiran.
Davison, Neale, dan Kring (2014:774) mengemukakan bahwa para ahli klinis setuju
bahwa secara umum tidak ada gunanya meyakinkan orang yang bersangkutan bahwa ia
sehat karena orang tersebut tidak peduli dengan hasil tes laboratorium yang negatif atau
pendapat otoritatif dari berbagai sumber resmi. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan
mengajaknya berjalanmjalan dan membantunya mengalihkan pikirnnya dari rasa sakit.
Pengalihan aktivitas dapat membuat para individu bekerja lebih baik terlepas dari
penyakitnya dan lebih memperoleh kepuasan.
7. Gangguan tidur
Davison, Neale, dan Kring (2014:774) mengemukakan bahwa insomnia merupakan
gangguan yang umum terjadi pada lansia. Miles dan Dement (Davison, Neale, dan Kring,
2014:774) mengemukakan bahwa masalah tidur yang paling sering dialami oleh lansia
adaah sering terjaga pada malam hari, sering terbangun pada dini hari, sulit untuk tidur,
dan rasa lelah yang amat sangat di siang hari. Waktu tidur lansia agak singkat dan sering
terputus secara spontan. Selain itu lansia membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
dapat tertidur setelah mereka terbangun.
Gangguan tidur pada lansia disebabkan oleh penyakit, obat-obatan, kafein, stres,
kecemasan, depresi, kurang beraktivitas, dan kebiasaan tidur yang buruk. Prinz dan Raskin
(Davison, Neale, dan Kring, 2014:775) mengemukakan bahwa rasa sakit terutama arthritis
merupakan penyebab utama gangguan tidur pada lansia. Penanganan insomnia pada lansia
dapat melalui pemberian obat obatan, namun obat-obatan juga memiliki efek samping
berupa ketergantungan. Davison, Neale, dan Kring (2014:776) mengemukakan bahwa
penggunaan obat tidur secara terus menerus dapat mengakibatkan berkurangnya
kefektifitasan obat dan bahkan mengakibatkan tidur cenderung terputus putus dan
terganggunya tidur dalam kondisi REM.
DAFTAR PUSTAKA
Davison, G. C., Neale, J. M., Kring A. M. (2014). Psikologi abnormal (9th ed.). Depok: Kharisma
Putra Utama.

Hurlock, E. B. (2002). Psikologi Perkembangan. (5th ed.). Erlanga: Jakarta.

Litfiah (2009). Psikologi abnormal. Semarang: Widya Karya.

Santrock, J. W. (2012). Perkembangan masa hidup. Indonesia: PT Gelora Aksara Pratama

Sunberk, N. D., Winebarge, A. A., Taplin, J. R. (2007). Psikologi klinis (4th ed.). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai