Disusun Oleh:
111.200.085
PLUG 11
LABORATORIUM HIDROGEOLOGI
YOGYAKARTA
2022
i
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun Oleh:
NIM : 111.200.085
Plug : 11
Mengetahui,
Asisten Hidrogeologi
( )
Di dalam laporan ini, saya menjabarkan beberapa tujuan yang kiranya hendak
dicapai dari kegiatan praktikum di Laboratorium Hidrogeologi, khususnya pada materi
uji pemompaan bagian Long Term Constant Rate Test. Tak lupa, saya juga mengucapkan
banyak terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Hidrogeologi, staff asisten
Laboratorium Hidrogeologi 2022, dan seluruh teman–teman saya yang telah memberikan
doa, dorongan, serta bantuan kepada saya sehingga laporan ini dapat diselesaikan,
khususnya juga pada saat kegiatan lapangan dilaksanakan sebelumnya.
Terlepas dari ucapan terima kasih diatas, saya menyadari dengan sepenuhnya
bahwa di dalam kepenulisan laporan ini masih terdapat beberapa kekurangan, baik dalam
segi penyusunan kalimat, tata bahasa, penyajian data, penjelasan, maupun yang lainnya.
Oleh karena itu, saya mengharap kritik dan saran yang membangun bagi para pembaca
supaya kedepannya dapat diperbaiki kembali. Besar harapan saya, semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya pada
cabang ilmu Hidrogeologi kedepannya.
BAB IV PENUTUP……………………………………………………………..28
4.1 Kesimpulan………………………………………………………………28
4.2 Saran……………………………………………………………………..28
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
yang secara permanen menjadi sumber pemenuh kebutuhan hidup manusia, baik itu
air tawar, air payau, maupun air laut yang secara keseluruhan memiliki sifat fisika,
kimia, maupun biologi yang berbeda satu dengan yang lainnya,
Pemompaan air tanah yang berlebihan dapat mengakibatkan menurunnya
permukaan air tanah yang berdampak pada pengurangan gaya angkat tanah, atau
dengan kata lain akan meningkatkan nilai dari tegangan efektif dari tanah.
Peningkatan tegangan efektif tanah ini akan menyebabkan penyusutan butiran tanah
kembali dan penurunan tanah (Terzhagi dalam Danaryanto, 2010). Disamping itu,
akan terjadi proses erosi atau terangkutnya butiran di bawah muka air tanah akibat
pemompaan sumur dalam (deep well) dalam jumlah yang berlebihan.
Dari pemaparan diatas, dapat menunjukkan bahwa kegiatan eksploitasi air tanah
yang berlebihan akan mengakibatkan erosi pada bagian dalam tanah karena butiran
sedimen yang ikut terangkut pada saat pemompaan, sehingga menyebabkan
penurunan muka air tanah yang dapat terjadi secara permanen dan berkepanjangan,
serta penurunan tanah pada areal yang cukup luas (land subsidence). Oleh karena itu,
maka debit pemompaan air tanah sendiri tidak boleh melebihi potensi dari akuifernya.
Pada pengukuran debit air untuk aliran air yang bergerak (tampak alirannya),
biasanya akan menggunakan metode pengukuran dengan current meter, float, atau
metode pengukuran debit lainnya. Namun berbeda dengan sumber air yang diam,
pengukuran debit ini cocok dilakukan dengan menggunakan metode pumping test
atau uji pemompaan. Uji pemompaan merupakan metode pengukuran debit air yang
didasarkan pada pengamatan kontinuitas sumber air dan ketersediaan air dari sumber
itu sendiri. Hal yang menjadi pokok pembahasan dalam metode uji pemompaan ini
adalah besarnya perbandingan antara penurunan muka air pada saat pemompaan
terhadap kenaikan muka air pada saat recovery atau ketika pemompaan dihentikan
pada saat tenggat waktu yang sama.
Untuk mendapatkan nilai debit yang sesungguhnya dari sumber, dapat dilakukan
dengan mengalikan luas area sumber dengan tinggi kenaikan muka air rata – rata pada
saat recovery (Marechal et al, 2010 pada Wahyu Gendam Prakoso, dkk, 2014). Uji
pemompaan (pumping test) pada sumur ini diperlukan untuk mengetahui kapasitas
atau potensi dari akuifer yang ada. Hal ini penting dilakukan agar diketahui batasan
maksimum debit pemompaan yang masih aman dan tidak terjadi “over draft”.
BAB II
DASAR TEORI
Gambar 1. Aliran air tanah pada sumur riverbank filtration (Ray et al, 2003 dalam Wahyu Gendam
Santoso, dkk, 2014)
Pada dasarnya, uji pemompaan melalui uji akuifer (long term constant rate
test) ini bertujuan untuk mengetahui ketetapan akuifer seperti transmisivitas
(transmissivity) dan koefisien penampungan (storativitas). Untuk menghitung
parameter – parameter ini, dilakukan beberapa tahapan pengujian akuifer atau
sering disebut dengan tahap pumping, yaitu:
a. Pemompaan Menerus
Uji pemompaan menerus dilakukan secara terus menerus dengan
debit tetap selama 45 menit. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan
pengamatan mengenai penurunan muka air tanah dan apabila didapatkan
penurunan muka air tanah secara drastis serta mempengaruhi sumur –
sumur lain yang ada, maka akan dilakukan uji pemompaan dengan
penurunan debit (Susiloputri dan Farida, 2011).
b. Uji Kambuh (Recovery Test)
Uji kambuh ini dilakukan setelah uji menerus selesai dilakukan,
yaitu pada saat pemompaan dihentikan serta melalui pengamatan kenaikan
muka air tanah (recharger) setelah pemompaan. Pada tahapan ini, dapat
dilihat apakah terjadi pengisian air tanah kembali atau tidak (Susiloputri
dan Farida, 2011).
2.1.2 Akuifer
Lapisan pembawa air tanah atau akuifer (aquifer) berasal dari kata “aqua”
yang berarti air dan “free” yang berarti mengandung. Akuifer ini dapat
diartikan sebagai lapisan tanah atau batuan yang bersifat dapat meloloskan air
dan menyimpan, serta mengalirkannya dalam jumlah yang cukup. Pada
keadaan geologi tertentu yang berupa cekungan (basin), dengan beberapa
lapisan pembawa air, dapat membentuk sebuah cekungan air tanah (Bisri,
2012). Beberapa macam akuifer yang dapat ditemui di alam dapat dibagi
berdasarkan ketebalan lapisan yang jenuh terhadap air (b), nilai transmisivitas
(T), nilai konduktivitas hidrolik (K), nilai debit pengambilan air tanah (Q), dan
kedudukan muka air tanah (h), antara lain sebagai berikut.
a. Akuifer Bebas (Unconfined aquifer), merupakan lapisan lolos air yang
hanya sebagian terisi oleh air dan berada di atas lapisan dengan sifat kedap
air / impermeable. Permukaan tanah pada akuifer ini disebut sebagai water
table (phreatic level), yaitu permukaan air yang mempunyai tekanan
hidrostatik yang nilainya sama dengan atmosfer.
b. Akuifer Tertekan (Confined aquifer), merupakan akuifer yang seluruh
jumlahnya air dibatasi oleh lapisan kedap air, baik yang diatas maupun di
bawah, serta memiliki tekanan jenuh yang lebih besar daripada tekanan
atmosfer, sehingga dapat disebut sebagai pressure aquifer (Suharyadi,
1984). Pada lapisan pembatasnya, dapat dipastikan tidak ditemukan
adanya sirkulasi atau pergerakan air yang mengalir (no flux).
c. Akuifer Semi Tertekan (Semi confined aquifer), merupakan akuifer yang
seluruhnya bersifat jenuh air, dimana bagian atasnya dibatasi oleh lapisan
semi permeable dan dibawahnya merupakan lapisan kedap air /
impermeable.
d. Akuifer Semi Bebar (Semi Unconfined Aquifer), merupakan akuifer yang
bagian bawahnya merupakan lapisan kedap air / impermeable, sedangkan
bagian atasnya merupakan material berbutir halur, sehingga pada lapisan
penutupnya masih memungkinkan adanya sirkulasi atau pergerakan air.
Sehingga, akuifer jenis ini dapat dikatakan sebagai akuifer peralihan
antara akuifer bebas dan akuifer semi tertekan.
Aliran tunak (steady aquifer) merupakan kecepatan aliran fluida yang tak
dipengaruhi oleh perubahan waktu. Dalam kondisi ini, aliran akan mempunyai
muka air yang sudah stabil, dimana tidak ditemukan adanya perubahan muka
air tanah berdasarkan parameter waktu pada saat proses pemompaan
berlangsung. Pada aliran tunak ini berlaku:
𝜕𝑦
= 0
𝜕𝑡
Keterangan:
n = Porositas (%)
Vv = Volume pori dalam batuan
VT = Volume total dalam batuan
Gambar 5. Nilai porositas dan parameter lain dalam batuan (Delleur, 1999 dalam Arsyad, 2017)
2.2.2 Konduktivitas
Konduktivitas atau koefisien permeabilitas merupakan ukuran dari
kemampuan media berpori untuk meloloskan fluida yang melewati atau
mengalir pada pori – porinya. Nilai dari konduktivitas hidrolik ini tergantung
dari jenis media berpoti serta fluida yang melewatinya dengan dimensi yang
sama dengan kecepatan, yaitu LT-1. Konduktivitas ini tergantung pada ukuran
rata – rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk
partikel, dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran butir
penyusun batuan, maka makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah pula
permeabilitasnya (Craig, 1991). Dari segi gradasi butiran, batuan dengan
sortasi butiran yang baik akan memiliki nilai konduktivitas hidrolik yang lebih
kecil daripada batuan dengan sortasi butiran yang buruk. Hal ini terjadi karena
pada batuan dengan sortasi atau derajat pemilahan yang baik, ruang pori yang
terbentuk diantara partikel kasar dapat tertutupi oleh partikel yang lebih halus.
Jika konduktivitas hidrolik pada dasarnya sama di daerah mana pun, akuifer
di daerah itu dikatakan homogen. Jika di sisi lain, konduktivitas hidrolik
berbeda dari satu bagian daerah ke daerah lainnya, akuifer dikatakan
heterogen. Konduktivitas hidrolik juga berbeda pada arah yang berbeda pada
suatu tempat di akuifer. Jika konduktivitas hidrolik pada dasarnya sama di
semua arah, akuifer dikatakan isotropik Jika berbeda pada arah yang berbeda,
akuifer dikatakan anisotropik.
Gambar 6. Kisaran konduktivitas untuk beberapa formasi geologi (Muhammad Hamzah, dkk, 2008)
2.2.3 Permeabilitas
Permeabilitas merupakan kemampuan batuan untuk meloloskan fluida
yang mengalir melalui pori – porinya. Batuan yang bersifat permeable akan
memiliki rongga pori yang saling berhubungan satu sama lainnya, sehingga
dapat meloloskan fluida yang meresap. Sedangkan batuan yang bersifat
impermeable tidak dapat meloloskan fluida yang berusaha meresap pada pori
– porinya.
Secara kualitatif, permeabilitas dinyatakan sebagai kapasitas batuan
berpori atau tanah melewatkan cairan, bukaan pori interkoneksi yang besar
dikaitkan dengan permeabilitas tinggi, sementara bukaan pori kecil yang tidak
berhubungan dikaitkan dengan permeabilitas rendah. Batuan berukuran butir
pasir hingga kerikil dengan bukaan pori interkoneksi yang besar memiliki
porositas dan permeabilitas tinggi. Batulempung cenderung memiliki
porositas tinggi, tapi bukaan yang sangat kecil cenderung menghalangi
jalannya air. Oleh karena itu, batulempung akan memiliki tingkat
permeabilitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan batupasir atau
kerikil.
2.2.4 Transmisivitas
Transmisivitas atau dapat disebut sebagai koefisien keterusan air
(coefficient of transmissivity) merupakan banyaknya air yang dapat mengalir
melalui suatu bidang vertikal setebal akuifer, selebar satuan panjang (Bisri,
2012). Koefisien keterusan air ini dapat diketahui melalui uji pemompaan
(pumping test) atau melalui perhitungan secara teoritis. Koefieisn keterusan
air ini dapat dinyatakan dalam persamaan :
T = K.D
Keterangan :
T = Koefisien keterusan atau transmisivitas akuifer (m3/hari)
K = Koefisien kelolosan air (m/hari)
D = Tebal dari akuifer (m)
2.2.5 Storativitas
Storativitas merupakan volume air yang dapat dilepaskan dari
penyimpanan butir akuifer per satuan luas permukaan akuifer per unit
penurunan komponen hydraulic head yang normal ke atas permukaan
tersebut. Pada kolom dengan posisi vertikal satuan area yang meluas melewati
akuifer tertekan, storativitas dapat dianggap sebagai volume air yang
dilepaskan dari akuifer saat permukaan piezometric turun di atas satu unit
jarak. Storativitas ini dapat dinyatakan dalam persamaan :
Storativitas melibatkan volume air per volume akuifer, kuantitas itu tidak
berdimensi. Nilai-nilainya di akuifer tertekan berkisar antara 5 x 10-5 sampai
5 x10-3
Pada saat melakukan pemompaan sumur yang benar – benar menembus akuifer
tertekan secara penuh, pengaruh dari pemompaan akan semakin meluas keluar secara
radial dari sumur seiring dengan bertambahnya waktu, dan air yang dipompa akan
ditarik sepenuhnya dari tempat penyimpanan pada lapisan akuifer. Secara teori,
karena air yang dipompa harus berasal dari pengurangan penyimpanan (sorage) di
dalam akuifer, maka aliran taktunak (unsteady) bisa saja terjadi. Namun dalam
prakeiknya, aliran air kedalam sumur dianggap menjadi sangat kecil terhadap waktu
selama perubahan drawdown sehingga aliran dianggap dalam kondisi tunak (steady).
a. Metode Jacob
Penggunaan metode analisa Jacob untuk uji akuifer tertekan ini didasarkan
pada kesesuaian antara kondisi dari geohidrologi di lapangan dengan persyaratan
dan pengambilan anggapan yang sudah ditetapkan di dalam penerapan metode
analisa Theis serta sifat hidrolik yang akana dicari nantinya. Informasi mengenai
karakteristik geohidrologi harus dapat memberikan gambaran mengenai
ketebalan, litologi, stratifikasi, kedalaman, ketinggian, kemenerusan, dan luasan
dari akuifer dan lapisan – lapisan yang mengekangnya. Untuk menganalisis dan
mengevaluasi karakteristik hidrolik dari akuifer tertekan dengan metode Jacob,
diperlukan tahapan kegiatan sebagai berikut.
1) Prosedur I
Penerapan Prosedur I pada pengujian di lapangan memerlukan satu sumur
uji dan paling sedikit satu sumur observasi atau pisometer dengan jarak r
terhadap sumur uji, sehingga sumur observasi atau pisometer ini masih berada
di dalam radius pengaruh uji pemompaan. Langkah pengerjaannya adalah
sebagai berikut.
a) Siapkan kertas grafik semi-log
b) Buat tabel surutan s untuk berbagai waktu t secara berurutan dari data uji
pemompaan di lapangan
c) Plot titik pasang s dan t pada kertas grafik semi log (dengan sumbuh s
tegak berskala linier dan sumbu t mendatar berskala log)
d) Buat grafik garis lurus pada kertas semilog tersebut melalui titik-titik
pasang nilai s terhadap t
e) Tarik garis lurus hingga memotong sumbu t
f) Dapatkan koordinat titik potong yaitu (s,t) = (0, t0)
g) Tentukan ∆s sebagai penurunan setiap 1 daur log t dari garis lurus yang
terlukis
h) Masukkan nilai Q dan ∆s untuk memperoleh nilai T atau kD dari
persamaan :
f) Tentukan nilai ∆s sebagai penurunan untuk tiap 1 daur log t/r2 terhadap
garis lurus yang dibuat
g) Masukkan nilai Q dan ∆s untuk memperoleh nilai T atau kD ke dalam
persamaan berikut.
Prosedur yang perlu dilakukan untuk menerapkan metode ini adalah sebagai berikut:
1) Siapkan kertas grafik semi-log
2) Plotkan data penurunan sisa Sd terhadap t/t'.Sd pada sumbu Y dengan skala linear
dan t/t' pada sumbu X dengan skala logaritmik.
3) Tarik garis lurus yang paling mewakili melalui titik-titik data yang didapat. Baca
selisih Sd’ dalam satu siklus logaritma t/t', sebut (Sd’)o.
4) Hitung T melalui persamaan rumus diatas
5) Ulangi prosedur diatas untuk semua piezometer
c. Metode Theiss
Metode Theiss ini berlaku untuk akuifer tertekan yang memiliki aliran tak tunak
atau dalam keadaan yang tidak setimbang (unsteady state flow). Di dalam aliran ini,
terdapat perubahan drawdown yang Bersama berlalunya waktu pemompaan sendiri
tidak dapat diabaikan. Terdapat beberapa asumsi yaitu air yang dikeluarkan dan
penyimpangan langsung diikuti dengan penurunan ambang pizeometrik dan diamater
sumur pompa sangat kecil sehingga faktor penyimpanan didalam sumur dapat
diabaikan. Dalam metode ini, terdapat prosedur dalam pengerjaannya, antara lain
sebagai berikut.
a. Persiapkan grafik fungsi theiss, yaitu nilai 1/u vs W(u) dalam skala double
logaritmik. Sumbu x memuat 1/u dan sumbu Y memuat W(u)
b. Plotkan nilai t/r² Vs sd yang diperoleh dari semua pizeometer, juga dalam skala
double logaritmik. t/r² dalam sumbu X dan sd dalam sumbu Y. Persiapkan gambar
ini dengan skala yang sama dengan grafik fungsi theiss yang dipersiapkan.
c. Tempatkan template yang dipersiapkan diatas ploting data t/r² Vs sd dengan
menjaga sumbu sumbu koordinat kedua grafik selalu sejajar, geser tenplate
hingga titik titik data jumlah sedekat mungkin dengan kurva fungsi
d. Kemudian pilih sembarang titik A yang overlap pada kedua grafik tersebut. Baca
nilai W(u), t/u, sd, dan t/r² dari titik A. Untuk memudahkan perhitungan, pilih titik
1 saja yang terletak padaW(u) = 1 dan 1/u = 10
e. Substitusikan nilai W(u), sd dan Q kedalam persamaan :
Q
T= 𝑊(𝑢)
4 x π x Δs
f. Hitung S juga melalui persamaan yang telah ditemukan dengan
mensumbstitusikan nilai T yang sudah ditemukan sebelumnya.
t
4 x π x T x ( 2)o
r
S=
1/u
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.2 Prosedur 1
Dalam prosedur 1 ini, persamaan yang digunakan setelah melakukan plot
data waktu (t) dan penurunan (s) pada grafik semi log, antara lain :
Sebagai syarat untuk mencari nilai transmisivitas (T) dan storativitas (S)
menggunakan metode Jacob, khususnya pada prosedur I ini terdapat syarat
yang harus dipenuhi, yaitu nilai Un < 0,01 harus berjumlah minimal 5 data.
Apabila syarat ini terpenuhi, maka nilai transmisivitas (T) dan storativitas (S)
dapat dicari menggunakan persamaan metode Jacob.
Dari prosedur 1, diketahui beberapa nilai parameter sebagai berikut.
= 34,249 m2/hari
b. Storativitas
2.25 x T x to
S = r²
2.25 x 34,249 x 4
S =
8100 x 1440
= 2,643 x 10− 5
3.1.3 Prosedur 2
Dalam prosedur 2 ini, persamaan yang digunakan setelah melakukan plot
data jarak antar sumur (r) dan penurunan (s) pada grafik semi log, antara lain:
2.3 x Q 2.25 x T x tn
T= Sn =
2 x π x Δs ro²
Dari prosedur 2, diketahui beberapa nilai parameter sebagai berikut.
= 30,644 m2/hari
b. Storativitas
2.25 x T x tn(hari)
Sn = ro²
2.25 x 61,288 x 1
1) S1 = = 1,197 x 10− 5
8100 x 1440
2.25 x 61,288 x 8
2) S8 = = 9,363 x 10− 5
8100 x 1440
2.25 x 61,288 x 12
3) S12 = = 1,413 x 10− 4
8100 x 1440
2.25 x 61,288 x 23
4) S23 = = 2,706 x 10− 4
8100 x 1440
2.25 x 61,288 x 48
5) S48 = = 5,669 x 10− 4
8100 x 1440
2.25 x 61,288 x 75
6) S75 = = 8,852 x 10− 4
8100 x 1440
2.25 x 61,288 x 115
7) S115 = = 1,358 x 10− 3
8100 x 1440
3.1.4 Prosedur 3
Dalam prosedur 3 ini, persamaan yang digunakan setelah melakukan plot
data t/r2 dan penurunan (s) pada grafik semi log, antara lain:
2.3 x Q
T= S = 2.25 x T x (t/r²)0
4 x π x Δs
Dari prosedur 2, diketahui beberapa nilai parameter sebagai berikut.
= 30,644 m2/hari
b. Storativitas
S = 2.25 x T x (t/r²)0
S = 2,25 x 30,644 x 8 x 10− 4
= 5,51 x 10− 2
3.2.2 Perhitungan
Dalam metode Kambuh Theis ini, persamaan yang digunakan setelah
melakukan plot data t/t’ dan penurunan (s) pada grafik semi log, antara lain:
2.3 x Q
T=
4 x π x Δs
Dari metode Kambuh Theis ini, diketahui beberapa nilai parameter sebagai
berikut.
2.3 x Q
T =
4 x π x Δs
2.3 x 317,952
T =
4 x 3,14 x 3,7
= 15,736 m2/hari
3.3 Metode Theis
4.3.1 Perhitungan
Dalam metode Theis ini, persamaan yang digunakan setelah melakukan
plot data t/r2 dan penurunan (s) pada grafik bilog dan kurva A3, antara lain:
t
Q 4 x π x T x ( 2 )o
r
T= W(u) S= 1
4 x π x Δs
u
Dari metode Theis ini, diketahui beberapa nilai parameter sebagai berikut.
= 36,917 m2/hari
b. Storativitas
t
4 x π x T x ( 2 )o
r
S = 1
u
= 5,249 x 10− 5
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dijabarkan pada BAB III, penulis menarik beberapa
kesimpulan yang dapat diambil, antara lain sebagai berikut.
4.2 . Saran
Dari pembahasan dan penelitian yang telah dilakukan, penulis memberikan
beberapa saran terhadap pelaksanaannya, antara lain sebagai berikut.
1. Sebaiknya asisten dapat menjelaskan materi dan prosedur secara runtut supaya dalam
mengerjakan laporan dan grafik, praktikan tidak mengalami kebingungan yang
berarti.
Arsyad, K.M. 2017. Modul 8 Pumping Test. Jakarta : Balai Pendidikan dan Pelatihan
Sumber Daya Air dan Konstruksi.
Charly, Vito, dkk. 2017. Analisa Karakteristik Hidraulis IAir Tanah Gambut
Berdasarkan Uji Pemompaan. Jurnal FTEKNIK Vol.4, No.1, Februari 2017.
Hamzah, Muhammad S, dkk. 2008. Permodelan Perembesan Air dalam Tanah. Semnas
Matematika dan Pendidikan Matematika 2008.
Harjito, 2014. Metode Pumping Test sebagai Kontrol Untuk Pengambilan Airtanah
Secara Berlebihan. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan, Vol.6, No.2, Juni
2014.
Khalimah, Dwi Aryani. 2016. Analisa aliran tak tunak konveksi paksa fluida Kendal
magnetohidrodinamik (MHD) melewati silinder eliptik.. Surabaya : ITS.
Prakoso, Wahyu Gendam, dkk 2014. Pendugaan Nilai Kelolosan Hidraulik Akuifer
dengan uji Pemompaan Sumur Filtrasi di Bantaran Sungai Cuhideung Bogor.
Jurnal Teknik Hidraulik, Vol. 5, No.2, Desember 2014 : 181 – 192.
Pranowo, Harri, dkk. Analisa Kuantitas dan Kualitas Air Tanah di Kabupaten Mojokerto.
Jurusan Teknik Pengairan Universitas Brawijaya.
SNI. 2012. Cara uji sifat hidraulik akuifer terkekang dan bebas dengan metode Jacob.
Jakarta : BSN
Sudarsono, Untung. 1998. Prosedur Pompa Uji Buletin Geologi Tata Lingkungan No.
23, Juni 1998.
Suwarno.2017. Bahaya Pemompaan Air Tahap Terhadap Land Subsidence Pada Lapisan
Tanah Lunak. Prosiding Simposium II-UNIID 2017.
LAMPIRAN