PENELITIAN HUKUM
EKSISTENSI HUKUM ADAT
DALAM PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DESA
study Empiric Di Bali Judul Penelitian Hukum: “EKSISTENSI HUKUM ADAT DALAM
PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DESA Study Empiric Di Bali”.
Pokok Permasalahan Penelitian: (1) Bagaimana penerapan Hukum
Adat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa ?; (2) Bagaimana
dampak penerapan Hukum Adat dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Desa; (3) Apa kendala untuk diterapkannya Hukum
Adat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan bagaimana
solusinya ?
Tujuan dan kegunaan penelitian, mencakup banyak hal termasuk di
Dikerjakan Oleh Tim dalamnya: fact finding, problem finding, dan problem solving.
Di bawah Pimpinan: Kata Kunci : Hukum Adat, Pemerintahan Desa, dan Bali
Metode Penelitian : Digunakan metode penelitian dengan tive
SUHERMAN TOHA,SH.,MH.,APU penelitian yuridis sosiologis dengan objek utama eksistensi Hukum
Adat dan system Pemerintahan Desa. Devenden variable adalah
Hukum Adat, indevenden variable adalah system Pemerintahan
Desa, intervining variable adalah penomena-penomena empiric
lainnya yang berpengaruh pada pelaksanaan system Pemerintahan
Desa.
Sifat penelitian adalah diskriptif , untuk menerangkan secara jelas
perihal eksistensi Hukum Adat dalam system Pemerintahan Desa di
Bali, berdasarkan data yang dikumpulkan, setelah sebelumnya
melalui proses analisis kwalitatif dan untuk kemudian hasilnya
didiskripsikan untuk menjawab pokok permasalahan penelitian.
Kesimpulan : (1) Pemerintahan Desa sejak Hidia Belanda, bahkan
jauh sebelum itu yaitu sejak zaman kerajaan-kerajaan di nusantara
Pemerintahan Desa telah ada, tapi dengan nama dan system
BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL pemrintahan yang berbeda-beda karena sangat diwarnai kemauan
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM R.I politik yang ada pada zamannya. Begitu juga tentang eksistensi
Hukum Adat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa telah ada
TAHUN 2011 sejak lama, aturan hukum yang mengakomodir dan melegalkan
Hukum Adat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa telah ada
dan berstrata dari mulai tingkat Hukum Dasar (konstitusi) sampai
aturan yang operasional untuk pengimplementasiannya, ada yang KATA PENGANTAR
mengaplikasikan secara langsung ada yang secara tidak langsung,
tergantung pada karakteristik tempat dan waktu dimana Hukum Adat
diterapkan. Di Bali, Desa Pakraman mengaplikasikan Hukum Adat
secara langsung pada warga masyarakat dalam bentuk pelayanan
Tim penelitian hukum tentang “EKSISTENSI HUKUM ADAT
untuk kepentingan keagamaan/ adat; sedang Desa Dinas
mengaplikasikan secara tidak langsung, yaitu dalam Peraturan Desa DALAM PELASANAAN PEMERINTAHAN DESA Study Empiric Di
untuk melayani kebutuhan kemasyarakatan berdasarkan
Bali” ini dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak
kebersamaan dan gotong-royong; (2) Dampak penerapan Hukum
Adat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa terutama pada Asasi Manusia R.I Nomor: PHN-14. LT.01.05 Tahun 2011 tentang
faktor sikap dan prilaku warga masyarakat terhadap
Pembentukan Tim Penelitian Hukum Eksistensi Hukum Adat Dalam
penyelenggaraan System Pemerintahan Desa. Dengan berperannya
Hukum Adat warga masyarakat merasa ikut bertanggungjawab Pelaksanaan Pemerintahan Desa, kegiatan Badan Pembinaan
terhadap terselenggaranya System Pemerintahan Desa. Masyarakat
Hukum Nasional Tahun Anggaran 2011 tgl. 01 April 2011.
mematuhi aturan Hukum Adat / Keagamaan karena mereka takut
akan sanksi Hukum Adat bila dia melanggarnya; (3) Kendala untuk Penelitian ini dikerjakan dalam rangka pelaksanaan pembinaan
diterapkannya Hukum Adat dalam penyelenggaraan Pemerintahan
hukum nasional sesuai tugas dan fungsi Badan Pembinaan Hukum
Desa bila terjadi perbedaan norma antara Hukum Negara dan
Hukum Adat, diperlukan solusi antisipasi yang bijak dan tepat. Nasional dalam upaya terciptanya hukum nasional yang adil,
Rekomendasi: (1) Keanekaragaman system Pemerintahan Desa
konsekuen, dan tidak diskriminatif.
perlu disikapi sebagai suatu realitas sosial yang memberi petunjuk
bagi pembuat aturan hukum agar lebih hati-hati dalam hal pembuat Pendekatan dalam kegiatan penelitian ini adalah yuridis sosiologis,
aturan perihal desa-desa di Indonesia sehingga di satu sisi tidak
yang bermaksud untuk mengetahui eksistensi Hukum Adat dalam
menimbulkan dampak yang dirasa kurang tepat oleh masyarakat,
disisi lain juga harus tetap dalam koridor mempertahankan aturan- System Pemerintahan Desa, dari segi normatif dan juga dari segi
aturan sesuai dengan kebutuhan kesinambungan N.K.R.I ; (2)
pelaksanaannya di lapangan.
Kesatuan awig-awig di seluruh Bali perlu diwujudkan, dalam rangka
memperlancar interaksi sosial antar warga masyarakat Bali; (3) Dari hasil penelitian terlihat bahwa: (1) Pemerintahan Desa
Solusi bila terjadi hambatan berupa perbedaan norma hukum
sejak Hindia Belanda, bahkan jauh sebelum itu yaitu sjak zaman
Negara dengan Hukum Adat antisipasinya adalah sinkkronisasi.
Seperti di Bali bahwa dengan living law dan living etik maka hukum kerajaan-kerajaan di nusantara Pemerintahan Desa telah ada, tapi
dapat dipatuhi di Bali.
dengan nama dan system pemerintahan yang berbeda-beda karena
sangat diwarnai kemauan politik penguasa yang ada pada
zamannya. Begitu juga tentang eksistensi Hukum Adat dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa telah ada sejak lama, aturan
hukum yang mengakomodir dan melegalkan Hukum Adat dalam Alam Semesta yang telah memberikan nikmat sehat sehingga kami
penyelenggaraan Pemerintahan Desa telah ada dan berstrata dari dapat menyelesaikan tugas kegiatan penelitian ini tepat pada
mulai tingkat Hukum Dasar (Konstitusi) sampai aturan yang waktunya.
operasional untuk pengimplementasiannya, ada yang Selanjutnya atas nama tim, terimakasih kami sampaikan kepada
mengaplikasikan secara langsung ada yang secara tidak langsung, Bapak Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional yang telah
tergantung pada karakteristik tempat dan waktu dimana Hukum Adat memberikan kepercayaannya untuk pelaksanaan kegiatan tim
diterapkan. Di Bali, Desa Pakraman mengaplikasikan Hukum Adat penelitian ini. Tak lupa kami sampaikan pula terimakasih kepada
secara langsung pada warga masyarakat dalam bentuk pelayanan segenap anggota tim penelitian ini atas segala masukan materi
untuk kepentingan keagamaan/ adat, sedang Desa Dinas pemikiran serta kontribusinya untuk selesainya laporan penelitian ini.
mengaplikasikan secara tidak langsung, yaitu dalam Peraturan Desa Harapan kami kiranya laporan tim Penelitian Hukum: “EKSISTENSI
untuk melayani kebutuhan kemasyarakatan berdasarkan HUKUM ADAT DALAM PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DESA
kebersamaan dan gotong-royong ; (2) Dampak penerapan Hukum Sudy Empiric Di Bali ” ini dapat memenuhi harapan B.P.H.N
Adat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa terutama pada (Badan Pembinaan Hukum Nasional) dan dapat memberikan
faktor sikap dan prilaku warga masyarakat terhadap manfaat bagi siapa saja yang membacanya.
penyelenggaraan system Pemerintahan Desa. Dengan berperannya
Hukum Adat warga masyarakat merasa ikut bertanggungjawab Jakarta, September 2011
terhadap terselenggaranya system Pemerintahan Desa. Masyarakat Ketua Tim,
mematuhi aturan Hukum Adat/ Keagamaan karena mereka takut
akan sanksi Hukum Adat bila dia melanggarnya; (3) Kendala untuk
diterapkannya Hukum Adat dalam penyelenggaraan Pemerinthan
Desa terjadi bila ada perbedaan antara norma Hukum Negara dan
Hukum Adat, sehingga diperlukan solusi yang bijak dan tepat agar Suherman Toha, SH.,MH.,APU.
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dengan selesai dibuatnya Laporan Akhir Penelitian ini
pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kepada Allah Pencipta
DAFTAR ISI A. Sejarah Perkembangan Pengaturan
Desa………………… 27
B. Sistim Pemerintahan Desa Dilihat Dari Undang-
ABSTRAK Undang
Halaman No. 32 Tahun 2004 Dan Peraturan Pemerintah No.
KATA PENGANTAR 72
DAFTAR ISI Tahun
2005…………………………..………………………… 52
BAB. I PENDAHULUAN
dari hukum adat dalam system pemerintahan yang paling bawah dan kehidupan di Eropah yang saat itu berbasis pertanian berlangsung
paling dekat pada rakyat yaitu dalam pemerintahan desa. dalam komunitas kecil, terbatas dan otonom. Tetapi kemudian
Pada awalnya desa merupakan organisasi komunitas lokal yang karena pengaruh perkembangan sosial ekonomi yang didukung
mempunyai batas-batas wilayah, dihuni oleh sejumlah penduduk,dan industrialisasi menjadikan komunitas saat itu dirasakannya sebagai
mempunyai adat-istiadat untuk mengelola dirinya sendiri. Inilah yang sesuatu keterbatasan yang ketinggalan zaman dan tidak memadai
disebut dengan self-governing community. Sebutan desa sebagai lagi. Sehingga dengan tujuan produktivitas , secara ekonomi, sosial,
kesatuan masyarakat hukum baru dikenal pada masa kolonial politik dicarikan solusi.
Belanda. Pada umumnya desa punya pemerintahan sendiri yang Sebagai solusinya maka sekitar abad XVIII membentuk komonitas
dikelola secara otonom tanpa ikatan hirarkhis - struktural dengan dan tatanan baru yang disebut ‘negara modern’ yang mempunyai
1
struktur yang lebih tinggi. struktur, argument, prosedur serta bentuk yang berbeda.
adat, terlihat dari kaidah-kaidah yang terkandung dalam peraturan “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil,
dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan
perundang-undangan. Sebagai hukum dasar Undang-Undang Dasar dengan undang-undang, dengan memandang dan
mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem
1945 dengan tegas mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-
3
daerah yang bersifat Istimewa”.
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa
serta mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat Dalam bagian Penjelasan juga dinyatakan bahwa:
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup “Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan
daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara kecil. Dalam teritoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang
250 Zelfbesturende landschappen dan
Kesatuan Republik Indonesia. Selain mengakui dan menghormati Volksgemeenschappen, seperti Desa di Jawa dan Bali,
Nagari di Minangkabau, Dusun dan Marga di Palembang
satuan-satuan pemerintah daerah yang bersipat khusus, negara juga dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan
asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah
4
mengakui dan menghormati hukum adat yang berlaku dalam yang bersifat istimewa”.
Undang Undang Dasar 1945, pemerintah menuangkannya kembali 1965,dipertegas lagi melalui Undang-Undang No. 19 Tahun 1965
ke dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 tentang tentang Desapraja (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang
8
Pemerintahan Daerah. Desapraja). Daerah Istimewa kemudian berubah namanya menjadi
Pemerintahan Desa (selanjutnya disebut Undang-Undang tentang 1999 tentang Pemerintahan Daerah (yang selanjutnya disebut
9 10
Pemerintahan Desa). dengan Undang-Undang No. 22/ 1999) memberikan pengakuan
Volksgemeenschappen seperti Desa di Jawa dan Bali, Nagari di governing community, yang tentu saja merupakan manifestasi
Minangkabau, Dusun dan marga di Palembang dan sebagainya,
yang bukan bekas swapraja adalah Desapraja menurut Undang- terhadap makna “istimewa” dalam Pasal 18 Undang Undang Dasar
Undang Desapraja. Dengan demikian, persekutuan-persekutuan 11
masyarakat hukum yang berada dalam (bekas) daerah swapraja 1945. Menurut Undang Undang No.22 Tahun 1999,tentang
tidak berhak atas status sebagai Desapraja. Keseluruhan kesatuan
masyarakat hukum di wilayah Indonesia yang mempunyai nama asli Pemerintahan Daerah, desa didefinisikan sebagai berikut:
beragam sebagaimana yang termaktub dalam Penjelasan Undang
Undang Dasar 1945 Pasal 18, diganti namanya menjadi Desapraja.
Dalam penjelasan umum tentang Desapraja itu terdapat keterangan “Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
yang menyatakan bahwa Undang-Undang No. 19 Tahun 1965 tidak disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
membentuk baru Desapraja, melainkan mengakui kesatuan- memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kesatuan masyarakat hukum yang telah ada di seluruh Indonesia kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul
dengan berbagai macam nama menjadi Desapraja. Kesatuan- dan adat istiadat setempat yang diakui dalam system
12
kesatuan masyarakat hukum lain yang tidak bersifat teritorial dan pemerintahan nasional dan berada di Daerah Kabupaten”.
belum mengenal otonomi seperti yang terdapat di berbagai wilayah
daerah administratif tidak dijadikan Desapraja, melainkan dapat
langsung dijadikan sebagai unit administratif dari daerah tingkat III.
Penjelasan juga menyatakan bahwa Desapraja bukan merupakan masyarakat, termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum
satu tujuan tersendiri, melainkan hanya sebagai bentuk peralihan yang mempunyai organisasi pemerintaha.”
untuk mempercepat terwujudnya daerah tingkat III dalam rangka
Undang-Undang No.18 Tahun1965 tentang Pokok-pokok 10
Indonesia, Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah,
Pemerintahan daerah. Suatu saat bila tiba waktunya semua Undang-Undang No.22 Tahun 1999, (LN Tahun 1999 No.60., TLN.
Desapraja harus ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat III dengan Tahun 1999 No.3839), Pasal 239.
atau tanpa penggabungan lebih dahulu mengingat besar kecilnya
Desapraja yang bersangkutan. 11
Naskah Akademis Rancangan Undang-Undang tentang Desa,
loc.cit.
9
Undang-undang ini menegaskan bahwa: “Desa adalah wilayah
12
yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai persatuan Indonesia, Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, Loc.Cit.
13
Pada tahun 2000 M.P.R melakukan amandemen II terhadap keberadaan kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat tersebut.
U.U.D 1945 dan pengaturan tentang keberadaan M.H.A (Masyarakat Asal-usul dan kedudukan istimewa yang dimiliki daerah-daerah
Hukum Adat) yang keberadaannya diatur di dalam Pasal 18 B ayat tersebut sebagaimana diakui oleh Pasal 18 Undang Undang Dasar
(2) dalam bab tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 28 l ayat (3) 1945 lama tidak lagi diakui, sehingga harus dihapuskan dengan tidak
dalam bab tentang Hak Asasi Manusia. dicantumkannya kembali dalam U.U.D 1945 amandemen II.
Pasal 18 B ayat (2) : tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut dengan Undang-
14
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan Undang Pemda) , maka Udang-Undang No. 22 Tahun 1999
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan dinyatakan tidak berlaku lagi. Melalui Undang-Undang Pemda ini,
masyarakat dan prinsip Negara Keratuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”. Desa tidak termasuk dalam skema desentralisasi teritorial. Undang-
Kemudian dipertegas lagi melalui Pasal 200 ayat (1) Pasal 200 sampai Pasal 216 UU Pemda. Untuk menjalankan
Undang-Undang Pemerintah Daerah yang menyatakan, bahwa Undang Undang Pemda, dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 76
dalam pemerintahan daerah kabupaten/ kota dibentuk Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa
pemerintahan desa yang terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan (untuk selanjutnya disebut dengan Peraturan Pemerintah No. 76
17
Forum Pengembangan Pembaharuan Desa. Tahun 2001) .
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
yang sudah ada sejak sebelum kemerdekaan. Hal ini ditandai Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-
dengan rumusan konsepsi tentang Desa atau yang disebut dengan Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
nama lain (untuk selanjutnya disebut Desa). sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, maka
18
Menurut Undang Undang Pemda, Desa adalah: Peraturan Pemeritah Daerah menjadi undang-undang, karenanya
Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa (untuk selanjutnya desa sebagai penyelenggara pemerintahan yang langsung
disebut dengan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005). berhubungan dengan masyarakat. Namun dalam konteks empiris
Menurut Pasal 206 Udang-Undang Pemerintah Daerah, ada empat muncul sejumlah pertanyaan yang bersumber pada permasalahan
urusan pemerintahan Desa, yaitu: perihal ada tidaknya peran hukum adat dalam penyelenggaraan
a. Urusan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul Desa; di daerah-daerah ada hubungan yang khas antara penerapan adat
b. Urusan yang menjadi kewenangan kabupaten/ kota yang dan penyelenggaran pemerintahan desa. Di Papua, lembaga adat
diserahkan pengaturannya kepada Desa; sangat dominan sedangkan desa dinas tidak memiliki pengaruh.
c. Tugas pembantuan dari Pemerintah, provinsi, dan/ atau Berbeda dengan di Jawa, sebagian besar Sulawesi, Kalimantan
pemerintah kabupaten/ kota; Timur, dan sebagian Sumatera, di daerah tersebut, pengaruh adat
d. Urusan lainnya yang oleh peraturan perundang- sangat kecil. Desa dinas sudah tumbuh kuat. Di Sumatera Barat
perundangan diserahkan kepada Desa. terjadi kompromi antara adat dan desa dinas, karenakan lembaga
Negara Kesatuan Republik Indonesia menempatkan Kalimantan Barat, Aceh, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku,
19
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat pada proporsi yang pengaruh lembaga adat jauh lebih kuat ketimbang Desa dinas.
19
Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang, Undang-Undang Provinsi Bali telah mengeluarkan Peraturan Daerah No. 6
No. 8 (LN No. 108 Tahun 2005, TlN No. 4548). Tahun 1986 tentang Kedudukan, Fungsi, dan Peranan Desa Adat
Bali, terlihat aktif dalam memperhatikan masyarakat adat adat merupakan kesatuan masyarakat hukum adat. Akan tetapi
dan untuk itu telah mengeluarkan berbagai kebijakan, diantaranya disamping sebagai kesatuan masyarakat hukum adat, desa adat
Pemda Bali mengeluarkan Peraturan Daerah No. 6 Tahun 1986 juga sekaligus merupakan suatu organisasi pemerintah yang tidak
tentang Kedudukan, Fungsi, dan Peranan Desa Adat sebagai langsung di bawah camat. Pembinaan desa adat dilakukan oleh
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Provinsi Bali (selanjutnya gubernur yang dibantu oleh Majelis Pembinaan Lembaga Adat dan
disebut dengan Perda Desa Adat). Perda Desa Adat ini merupakan Badan Pembinaan Lembaga Adat.
pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1997 Dangan adanya berbagai fariasi penerapan adat dalam
tentang pemberdayaan dan Pelestarian serta Pengembangan Adat sistym pemerintahan yang memunculkan dualisme kepemimpinan
Istiadat, Kebiasaan-kebiasaan Masyarakat, dan Lembaga Adat di lokal pada gilirannya dapat berakibat
bahkan dengan derasnya arus globalisasi bila tidak upaya penyelenggaraan pemerintahan desa?
perlindungannya dimungkinkan tidak ada lagi lembaga adat dan 3. Apa kendala untuk diterapkannya hukum adat dalam
tidak ada lagi desa dinas. Dimungkinkan komunitas global penyelenggaraan pemerintahan desa dan bagaimana solusi
Dengan semakin derasnya arus globalisasi, dan kwalifikasi bahwa C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Bali adalah daerah yang terkenal akan budaya dan kepatuhannya Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
eksistensi hukum adat di daerah ini untuk masa yang akan datang. 1. Secara Umum
Untuk itulah Badan Pembinaan Hukum Nasional Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
memandang perlu untuk melakukan penelitian hukum dengan judul:
“PENELITIAN HUKUM TENTANG EKSISTENSI HUKUM ADAT menganalisis eksistensi hukun adat dalam penyelenggaraan
DALAM PEMERINTAHAN DESA Study Empiric Di Bali”.
pemerintahan desa .
B. Pokok Permasalahan
2. Secara Khusus
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka pokok
permasalahan yang kami angkat adalah: Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk:
hukum adat dalam penyelenggaraan pemerintahan hukum adat dan penyelenggaraan pemerintahan desa.
desa.
1. Secara Teoritis
Perihal Kelembagaan
Untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi tentang
Hukum adat adalah bagian dari materi kelembagaan
eksistensi hukum adat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa .
(institution) karena itu untuk meneliti lebih jauh perihal eksistensi
(1990) mendefinisikan kelembagaan sebagai batasan-batasan yang individu akan terima sebagai buah dari tindakan yang dilakukannya.
Selanjutnya Hamilton (1932) mengartikan kelembagaan kelembagaan formal adalah peraturan tertulis seperti undang-
adalah, cara berpikir dan bertindak yang umum dan berlaku, serta undang, kesepakatan (agreements), perjanjian kontrak, peraturan
telah menyatu dengan kebiasaan dan budaya masyarakat tertentu. bidang ekonomi, bisnis, politik dan lain-lain. Kesepakatan-
Menurut Jack Knight (1992), kelembagaan adalah serangkaian kesepakatan yang berlaku pada level international, nasional,
peraturan yang membangun struktur interaksi dalam sebuah regional maupun lokal termasuk ke dalam kelembagaan formal.
komunitas. Sedangkan Ostrom (1990) mengartikan kelembagaan Menurut Wiliamson (2000), yang dimaksud kelembagaan formal
sebagai aturan yang berlaku dalam masyarakat (arena) yang adalah kelembagaan yang kelahirannya umumnya dirancang secara
menentukan siapa yang berhak membuat keputusan, tindakan apa sengaja seperti undang-uudang (konstitusi) yang dibuat oleh
yang boleh dan tidak boleh dilakukan, aturan apa yang berlaku lembaga legislatif/ pemerintah. Namun demikian, hal ini bukan
umum di masyarakat, prosedur apa yang harus diikuti, informasi apa merupakan kreteria mutlak, karena banyak kasus kelembagaan
formal yang merupakan hasil evaluasi dari kelembagaan informal merupakan rule yang mengatur tentang bagai mana para aktor yang
sebagaimana undang-undang perikatan di Jepang yang berasal dari diberi kewenangan bekerja pada Collectif Choice Level dalam
hukum adat atau tradisi yang hidup dan menyatu dalam masyarakat melakswanakan kewenangannya. Dengan demikian aturan hukum
selama ratusan tahun. Perurabahan kelembagaan pada level ini yang mengatur tentang anggota DPRD adalah berada pada
dapat berlangsung dalam kurun waktu puluhan bahkan ratusan Constitutional Choice Level dan disebut Constitutional Rule. Sedang
tahun. aturan hukum yang dibuat oleh DPRD dengan Kepala Daerah
ekonomi dll subsidiaritas itu inisiatif lokal Desa akan sulit tumbuh, dan Desa kian
Pengakuan atau rekognisi dalam penelitian ini adalah Perihal penyelenggaran pemerintahan yang baik
adanya pengakuan terhadap satuan-satuan pemerintahan daerah Agar penyelenggaraan pemerintahan Desa dapat lebih peka
yang bersifat khusus atau bersifat istimewa serta adanya pengakuan dalam memahami aspirasi dan permasalahan yang dihadapi
dan penghormatan terhadap kesatuan-kesatuan masyarakat hukum masyaraka maka ada 7 asas yang setidaknya harus ada dalam
adat beserta hak-hak tradisionalnya, sepanjang masih hidup dan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, yaitu:
pisau analisis untuk mengetahui apakah dengan diterapkannya dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
keterbukaan, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas Adat-Istiadat atau yang biasa disebut dengan adat
E. Definisi Operasional masyarakat lainnya serta nilai atau norma lain yang masih dihayati
Adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas- hati nurani warga masyarakat dan tercermin dalam pola-pola
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus tindakan mereka sesuai dengan adat istiadatnya dan pola-pola
dinas dan desa adat yang lebih dikenal dengan nama desa Meliputi data primer dan data sekunder. Untuk penelitian
pakraman. Melalui hasil penelitian lapangan yang terpusat di Bali segi normatif digunakan data sekunder berupa bahan-bahan
tersebut di harapkan setidaknya akan dapat mengungkap fenomena- kepustakaan yang meliputi bahan-bahan hukum (Undang-Undang
fenomena aktual untuk bahan analisis penelitian ini. Dasar 1945, Undang-Undang, aturan hukum lainnya ) dan bahan-
bahan bacaan yang terkait dengan judul penelitian. yang diperoleh Informan yang di wawancarai antara lain Dr. I. Wayan Wana
melalui studi dokumen (studi kepustakaan). Untuk penelitian empirik Pariharta SE.MSI (Sekretaris LPM Provinsi Bali0; I. Wayan Kendere (Dekan
dikumpulkan data primer berupa data hasil wawancara dengan para Fakultas Hukum Universitas Udayana); I.Wayan Supat (Juru Bedesa di Desa
pakar dan juga informan (pihak yang kompeten untuk di Pakraman Panglipuran dan lain- lainnya lagi.
wawancarai).
5. Teknik Analisis
Untuk data sekunder berupa bahan-bahan pustaka di kumpulkan diklasifikasi sedemikian rupa untuk kemudian didiskriptifkan untuk
Pelaksanaan kegiatan penelitian ini adalah 6 bulan dengan I. Personalia Tim Penelitian
jadwal kegiatan Sesuai Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
yang diundangkan pada tahun 1854, yang dalam Pasal 71 nya itu
BAB. II ditegaskan :
TINJAUAN PUSTAKA PERIHAL DESA Pertama, bahwa Desa yang dalam peraturan itu disebut “inlandsche
Desa merupakan unsur system pemerintahan paling bawah gementen” atas penegasan kepala daerah (residen), berhak untuk
dan paling dekat dengan warga masyarakat. Keadaannya sangat memilih kepalanya dan pemerintah Desanya sendiri.
adaptif dengan keadaan sosial politik yang melatar belakanginya. Kedua, bahwa Kepala Desa itu diserahkan hak untuk mengatur dan
Karena itu untuk memahaminya harus dipelajari perkembangannya mengurus rumah tangganya sendiri dengan memperhatikan
secara historis dari masa kemasa. Dengan memahami sejarah peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh gubernur jenderal atau
perkembangan pengaturan desa, maka setidaknya akan dipahami dari kepala daerah (residen). Saat itu sebagai penguasa, Gubernur
bagaimana pengaturan desa untuk saat ini dan bagaimana Jenderal menjaga kewenangannya itu terhadap segala
A. Sejarah Perkembangan Pengaturan Desa dan anggota Pemerintah Desa diangkat oleh Penguasa yang
1. Masa Pemerintahan Hindia Belanda ditunjuk untuk itu. Kepala Desa bumiputera diberikan hak mengatur
21
Direktorat Pemerintahan Desa dan Kelurahan, Direktorat Jenderal
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Departemen Dalam Negeri., Naskah
Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Desa, Jakarta,2007.
dan mengurus rumah tangganya sendiri (otonom) dengan Peraturan perundang-undangan Hindia Belanda tersebut
memperhatikan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur diatas walaupun dari semuanya itu telah berhasil menghilangkan
Jenderal, Pemerintah Wiilayah dan Residen atau Pemerintah keragu-raguan tentang kedudukan Desa sebagai badan hukum,
Otonom yang ditunjuk dengan ordonansi. Selain itu, dalam lebih dari sekedar kesatuan komunal masyarakat dan juga telah
ordonansi diatur kewenangan Desa Bumiputera untuk: (a) memungut berhasil mengembangkan kemajuan kedudukan hukum desa
pajak di bawah pengawasan tertentu; (b) di dalam batas-batas sebagai pemilik harta benda, namun telah menimbulkan perdebatan
tertentu menetapkan hukuman terhadap pelanggaran atas aturan dikalangan akademisi juga dikalangan internal pemerintah colonial
yang diadakan oleh Desa. sendiri. Dimana ujungnya menjadikan kelompok-kelompok pendapat
Selanjutnya dengan Ordonansi tanggal 3 Februari 1906, yang berbeda satu sama lain yaitu: Kelompok pertama adalah
lahirlah peraturan yang mengatur pemerintahan dan rumah tangga mereka yang berpendapat bahwa dengan dikeluarkannya peraturan
Desa di Jawa dan Madura. Peraturan itu yang dimuat dalam tentang desa, maka hak Desa untuk mendapatkan dan menguasai
Staasblad, 1906 No. 83, diubah dengan Staablad 1910 No. 591, milik sendiri telah diberi dasar hukum. Berdasarkan hak itu berarti
Staadblad 1913 No. 235 dan Staadblad, 1919 No 217 dikenal Desa akan dapat menyusun ‘pendapatan desa’ sendiri. Hal ini
dengan nama “Islandsche Gemeente-Ordonnantie”. Dalam penting pada waktu itu, berhubung dengan akan didirikannya
penjelasan atas Ordonantie itu yang dimuat dalam Bijblad 6567 Sekolah Desa dan Lumbung Desa; Kelompok kedua, adalah mereka
disebutkan bahwa ketetapan-ketetapan dalam Ordonnantie secara yang berpendapat bahwa peraturan itu merupakan peraturan
konkret mengatur bentuk, kewajiban dan hak kekuasaan pemerintah tatapraja untuk Desa, yang dimasukan dengan paksa ke dalam
Desa baik berdasarkan hukum ketataprajaan maupun berdasarkan suatu susunan tatapraja dalam daerah. Bahkan ada yang
hukum perdata. berpendapat bahwa dalam peraturan itu membuat ordonansi kurang
cukup mengindahkan sifat-sifat asli Desa di daerah Jawa, Madura Yogyakarta penjualan tanah milik Desa kepada seorang yang bukan
dan Pasundan. Dengan adanya perbedaan-perbedaan pendapat penduduk desa, harus mendapat ijin dari rapat Desa.
tersebut maka akhirnya “Islandsche Gemeent Ordonanntie” tahun Menurut riwayat pasal 71 Regeringsreglement 1854
1906 tidak berlaku untuk empat daerah Swapraja di Surakarta dan memang yang hendak diatur hanya kedudukan Desa di Jawa dan
Di daerah-daerah tadi, yang pada hakekatnya adalah daerah mengetahui bahwa di luar Jawa dan Madura ada juga daerah-
Negorogung di jaman dahulu, dimana otonomi desa karena daerah hokum seperti Desa-Desa di Jawa. Karena itu, pemerintah
percampuran kekuasaan Raja-Raja antara lain disebabkan oleh colonial juga menyusun peraturan untuk mengatur kedudukan
apanage-stelsel sejak 1755 telah menjadi rusak, maka kedudukan daerah-daerah itu semacam Inlandsche Gemeente Ordonantie yang
Desa sebagai daerah hukum otonom sudah rusak pula. berlaku di Jawa dan Madura.
Meskipun hukum asli yang menjadi pokok-pokok dasar Aturan-aturan desa yang dibuat pemerintah colonial tersebut, disatu
kebudayaan bangsa, telah terpendam di bawah reruntukan Desa asli sisisi dibuat secara beragam (plural) yang disesuaikan dengan
selama ratusan tahun, setelah kesatuan Desa sebagai daerah konteks local yang berbeda. Disisi lain berbagai aturan itu tidak lepas
hukum ini di daerah swapraja di Jawa dihidupkan kembali, maka dari kelemahan antara berbau barat, dan seolah-olah dipaksakan.
hidup kembali juga. Begitu kuatnya, hingga waktu permulaan Di Bali, pada jaman kolonial, bahkan jauh sejak jaman raja-
kemerdekaan di daerah Yogyakarta muncul peraturan untuk raja, ada dua macam desa yaitu desa dinas dan desa adat. Ini
menggabungkan Desa-Desa yang kecil-kecil menjadi kesatuan merupakan keunikan yang tidak dimiliki di daerah lain di nusantara.
daerah yang lebih besar. Peraturan tersebut mengalami kesulitan. Secara historis sebenarnya wilyah Bali habis terbagi dengan desa
Terutama disebabkan belum diketahui umum, bahwa daerah adat (desa pakraman), yaitu desa yang khusus mengurus persoalan
adat , budaya, dan agama. Disisi lain ada desa dinas yaitu desa Desa dimobilisasi untuk kepentingan perang, menjadi satuan-satuan
yang pada zaman colonial dan zaman raja-raja adalah disebut milisi, seperti Heiho, Kaibodan, Seinendan,dan lain-lain. Kepala
Keperbekelan yang fungsinya adalah untuk mengurus upeti dari Desa difungsikan sebagai pengawas rakyat untuk menanam
rakyat pada pemerintah colonial/ raja. Perkekelan ini adalah cikal tanaman yang dikehendaki Jepang, seperti jarak, padi dan tebu.
bakal dari desa dinas. Pemerintah Desa pada zaman pendudukan Jepang terdiri
2. Desa Dimasa Pemerintahan Jepang Desa dan Amir (mengerjakan urusan agama).
Pada zaman pemerintahan Jepang, pengaturan mengenai Di Bali, seperti halnya jaman Kolonial Belanda di jaman
Desa diatur dalam Osamu Seirei Nomor 7 yang ditetapkan pada pemerintahan Jepangpun tetap mempertahankan adanya dua
tanggal 1 Maret Tahun Syoowa 19 (1944) Dari ketentuan Ossamu macam desa, yaitu desa adat (desa pakraman), dan desa dinas
Seirei ini ditegaskan bahwa Kucoo (Kepala Ku, Kepala Desa) yang dibentuk pemerintah Militer Jepang utuk kepentingan mobilisasi
diangkat dengan jalan pemilihan. Sedangkan dewan yang berhak kekuatan rakyat untuk Pemerintah Militer Jepan.
pemilihan Kucoo adalah Guncoo. Sedangkan untuk masa jabatan 3. Desa Dimasa Awal Kemerdekaan
Kucoo adalah 4 tahun. Kucoo dapat dipecat oleh Syuucookan. Desetralisasi dan otonomi daerah menjadi perhatian awal
Pada masa Jepang, Desa ditempatkan di atas aza menyusul lahirnya U.U.D 1945.
(kampong, dusun) yang merupakan institusi terbawah. Pada zaman Pada bab IV Pasal 18 U.U.D 1945 yang mengatur masalah
pendudukan Jepang, otonomi Desa kembali dibatasi bahkan Desa di Pemerintahan disebutkan bahwa:
Selanjutnya dinyatakan juga: tidak hanya dipemerintahan dalam negeri, tetapi juga digunakan di
”Negara Republik Indionesia menghormati kedudukan lingkungan akademik khususnya ilmu-ilmu sosial.
daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan
Negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengikuti Untuk mengatur pemerintahan pasca proklamasi, Badan
hak-hak asal-usul daerah tersebut”.
Pekerja Komite Nasional Pusat mengeluarkan pengumuman No.2
Untuk Volksgemeenschappen penjelasan pasal 18 UUD
yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1945 tidak menyebutkan jumlah tertentu, akan tetapi menyebutkan
1945. Undang-undang ini mengatur tentang kedudukan Desa dan
contoh yaitu Desa di Jawa dan Bali. Nagari di Minangkabau, Dusun
kekuasaan Komite Nasional Daerah, sebagai badan legisatif yang
dan Marga di Palembang dan sebagainya.
dipimpin oleh seorang Kepala Daerah, yang menurut Prof. Koentjoro
Walaupun U.U.D 1945 memperlakukan Zelfbesturende
Poerbopranoto bahwa undang-undang ini dapat dianggap sebagai
Landschappen sama dengan Volksgemeenschappen namun
peraturan dalam rangka desentralisasi yang pertama di Republik
demikian antara keduanya ada perbedaan mendasar. Secara factual
Indonesia. Di dalamnya terlihat bahwa letak otonomi terbawah
bukanlah kecamatan melainkan Desa, sebagai kesatuan masyarakat undang-undang. Daerah istimewa adalah daerah yang mempunyai
yang berhak mengatur rumah tangga pemerintahannya sendiri. hak asal usul yang dijaman sebelum N.K.R.I mempunyai
Desentralisasi itu hanyalah sempat dilakukan sampai pada daerah pemerintahan yang bersifat istimewa. Undang-Undang Nomor 22
tingkat II. Tahun 1948 menegaskan pula bahwa bentuk dan susunan serta
Karena isinya terlalu sederhana, Undang-Undang Nomor 1 wewenang dan tugas pemerintahan Desa sebagai suatu daerah
Tahun 1945 ini dianggap kurang memuaskan, maka dirasa perlu otonom yang berhak mengatur dan mengurus pemerintahannya
untuk membuat undang-undang baru yang lebih sesuai dengan sendiri pada periode Republik Indonesia Serikat (R.I.S), Pemerintah
pasal 18 U.U.D 1945. Pada saat itu pemerintah menunjuk R.P. Negara Republik Indonesia Timur (N.I.T) menetapkan suatu
Suroso sebagai ketua panitia untuk membuat RUU tentang peraturan desentralisasi yang dinamakan undang-undang
Pemerintah Daerah. Setelah melalui berbagai perundingan, R.U.U ini pemerintah daerah di daerah Indonesia Timur, yang dikenal dengan
akhirnya disetujui BP K.N.I.P, yang kemudian pada tanggal 10 Juli Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1950. Mengenai tingkatan daerah
1948 lahirlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 Tentang otonom, menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1950, tersusun
Pemerintahan Daerah. Bab 2 Pasal 3 Angka 1 Undang-Undang atas dua atau tiga tingkatan. Masing-masing adalah (1) Daerah; (2)
Nomor 22 Tahun 1948 menegaskan bahwa daerah yang dapat Daerah Bahagian dan (3) Daerah Anak Bahagian.
mengatur rumah tangganya sendiri dapat dibedakan dalam dua Pada bulan Juni 1956 sebuah R.U.U tentang Pemerintah
jenis, yaitu daerah otonomi biasa dan daerah otonomi istimewa. Daerah diajukan Menteri Dalam Negeri ketika itu, Prof. Sunaryo,
Daerah-daerah ini dibagi atas tiga tingkatan, yaitu Propinsi, kepada D.P.R R.I hasil Pemilu 1955. Selajutnya setelah melalui
Kabupaten/ Kota Besar, Desa/ Kota Kecil. Sebuah skema tentang perdebatan dan perundingan antara Pemerintah dan Fraksi-fraksi
pembagian daerah-daerah dalam 3 tingkatan itu menjadi lampiran dalam D.P.R R.I waktu itu, maka R.U.U tersebut diterima dan
disetujui secara aklamasi. Pada Tanggal 19 Januari 1957 R.U.U itu lain-lain. Karena itu Desapraja (sebagai Daerah Tingkat III) dan
diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang sebagai Daerah Otonom terbawah hingga Undang-Undang Nomor 1
Pokok-Pokok Pemerintah Daerah. Tahun 1957 digantikan Undang-Undang yang lain, belum dapat
mengenai pengaturan tentang, antara lain, jumlah tingkatan daerah Pada tanggal 5 Juli 1959 keluarlah Dekrit Presiden, yang
sebanyak-banyaknya tiga tingkatan, kedudukan kepala daerah dan menyatakan berlakunya kembali U.U.D 1945. Atas dasar dekrit ini
tentang pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Daerah U.U.D.S 1950 tidak berlaku lagi. Dekrit Presiden ini mengatur
Otonom terdiri dari dua jenis, yaitu otonom biasa dan daerah Republik Indonesia kealam demokrasi terpimpin dan kegotong-
swapraja. Mengenai pembentukan daerah Tingkat III, menurut royongan, maka pada tanggal 9 September 1959 Presiden
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, harus dilakukan secara hati- mengeluarkan Penpres Nomor 6 Tahun 1959 tentang Pemerintah
hati, karena daerah itu merupakan batu pertama landasan dari Daerah.
susunan Negara, sehingga harus diselenggarakan secara tepat pula Dari pidato Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah ketika
karena daerah itu bertalian dengan masyarakat hukum Indonesia menjelaskan isi Penpres Nomor 6 Tahun 1959, dapat ditarik
yang coraknya beragam, yang sulit sembarangan untuk dibikin kesimpulan pokok, bahwa dengan memberlakukan Penpres Nomor
menurut satu model. 6 Tahun 1959 terjadilah pemusatan kekuasaan ke dalam satu garis
Dalam rangka pembentukan daerah Tingkat III, disebutkan birokrasi yang bersifat sentralistis.
pula bahwa pada dasarnya tidak akan dibentuk kesatuan Mejelis Permusyawaratan Rakyat Sementara juga terbentuk
masyarakat hukum secara bikinbikinan tanpa berdasarkan kesatuan- atas Penpres Nomor 12 Tahun 1959, yang antara lain menetapkan
kesatuan masyarakat hukum seperti Desa, Nagari, Kampung dan Ketetapan M.P.R.S No. III/ MPRS/ 1960 tentang Garis-Garis Besar
Pola Pembangunan Sementara Berencana Tahapan Pertama 1961- Karena tuntutan itu, pemerintah membentuk Panitia Negara
1969, yang dalam beberapa bagiannya memuat ketentuan- Urusan Desentralisasi dan Otonomi Daerah yang diketuai oleh R.P.
ketentuan tentang Pemerintah Daerah. Masing-masing adalah: (a) Soeroso, atas dasar Keputusan Presiden Nomor 514 tahun 1960.
Paragraf 392 mengenai pembagian Daerah dan jumlah tingkatan; (b) Tugas-tugas yang harus diselesaikan oleh panitia adalah:
pemerintahan daerah; (d) Paragraf 396 mengenai Pemerintah Desa. a. Menyusun Rencana Undang-undang Organik tentang
Dalam setiap paragraf antara lain termuat amanat agar Pemerintahan Daerah Otonom sesuai dengan cita-cita
dilakukan pembentukan Daerah Tingkat II sebagaimana dalam Demokerasi Terpimpin dalam rangka Negara Kesatuan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957; dan menyusun Rancangan Republik Indonesia yang mencakup segala pokok-pokok
Undang-Undang Pokok-Pokok Pemerintahan Desa, yang dinyatakan (unsur-unsur) Progresif dari Undang-Undang Nomor 22
berhak mengatur dan mengurus rumahtangganya sendiri, sebagai Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Perpres
pengganti segala peraturan dari masa kolonial dan nasional yang Nomor 6 Tahun 1959 (disempurnakan), Perpres Nomor 5
dianggap belum sempurna, yang mengatur tentang kedudukan Desa Tahun 1960 (disempurnakan), dan Perpres Nomor 2 Tahun
Desa; tugas dan kewajiban, hak dan kewenangan pemerintah Desa; b. Menyusun Rencana Undang-Undang tentang Pokok-pokok
keuangan pemerintah Desa; serta kemungkinan-kemungkinan Pemerintah Desa, yang berhak mengatur dan mengurus
badan-badan kesatuan pemerintah Desa yang sekarang ini menjadi rumahtangganya sendiri, sebagai pengganti segala
satu pemerintahan yang otonom. peraturan perundangan dari masa kolonial mengenai
pemerintahan Desa sehingga dewasa ini masih berlaku; yang dahulu menurut penjelasan Undang-Undang
rencana akan mengatur hal-hal pokok tentang: Nomor 1 Tahun 1957 diharapkan akan dijadikan tugas
(1). Kedudukan desa dalam rangka ketatanegaraan. 2). Tuntutan-tuntutan tentang pembagian daerah
(2). Bentuk dan susunan pemerintahan desa. (pemecahan, pemisahan, penghapusan dan
(3). Tugas kewajiban, hak dan kewenangan pemerintahan pembentukan baru), peluasan batas-batas wilayah
pemerintah desa yang sekarang ini menjadi satu Setelah bekerja selama dua tahun Panitia Suroso berhasil
pemerintahan desa yang otonom. menyelesaikan dua rancangan undang-undang, yaitu R.U.U tentang
c. Mengajukan usul-usul penyelesaian mengenai: Daerah saat itu, Ipik Gandamana, pada tahun 1963, menyampaikan
1). Penyerahan urusan-urusan pemerintahan pusat yang Sebelumnya pada bulan Januari 1963 kedua rancangan itu dibuat
menurut sifatnya dan sesuai dengan kemampuan dan dalam sebuah konferensi yang diikuti oleh seluruh gubernur.
1 September 1965, D.P.R.G.R menetapkan R.U.U tentang Pokok- hukum yang berada dalam (bekas) daerah swapraja tidak berhak
pokok Pemerintah Daerah dan Rancangan Undang-Undang tentang atas status sebagai Desapraja.
Desa Praja yang di sampaikan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Dengan menggunakan nama Desapraja, Undang-Undang
Daerah saat itu, Ipik Gandamana, setelah melalui proses berbagai Nomor 19 Tahun 1965 memberikan istilah baru dengan satu nama
perundingan maka kedua rancangan tersebut masing-masing seragam untuk menyebut keseluruhan kesatuan masyarakat hukum
menjadi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 Tentang Pokok- yang termasuk dalam penjelasan Pasal 18 U.U.D 1945, padahal
pokok Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun kesatuan masyarakat hukum diberbagai wilayah Indonesia
1965 tentang Desapraja. mempunyai nama asli yang beragam. Undang-Undang Nomor 19
Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965, Tahun 1965 juga memberikan dasar dan isi Desapraja secara hukum
yang dimaksud dengan Desapraja adalah kesatuan masyarakat yang berarti kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas-batas
hukum yang tertentu badas-batas daerahnya, berhak mengurus daerahnya dan berhak mengurus rumahtangga sendiri, memilih
rumah tangganya sendiri, memilih penguasanya, dan mempunyai penguasaannya, dan memiliki harta benda sendiri.
harta bendanya sendiri. Dalam penjelasan umum tentang Desapraja itu terdapat
Dalam penjelasan dinyatakan bahwa kesatuan-kesatuan yang keterangan yang menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 19
tercakup dalam penjelasan U.U.D 1945 Pasal 18, Tahun 1965 tidak membentuk baru Desapraja, melainkan mengakui
Volksgemeenschappen seperti Desa di Jawa dan Bali, Nagari di kesatuan-kesatuan masyarakat hukum yang telah ada di seluruh
Minangkabau, Dusun dan Marga di Palembang dan sebagainya, Indonesia dengan berbagai macam nama menjadi Desapraja.
yang bukan bekas swapraja adalah Desapraja menurut undang- Kesatuan-kesatuan masyarakat hukum lain yang tidak bersifat
territorial dan belum mengenal otonomi seperti yang terdapat Kepala Desapraja tidak diberhentikan karena suatu keputusan
diberbagai wilayah daerah administratif dari Daerah Tingkat III. musyawarah; dan Kepala Desapraja menjadi Ketua Badan
Penjelasan juga menyatakan bahwa Desapraja bukan merupakan Musyawarah Desapraja. Sedangkan anggota Badan Musyawarah
satu tujuan tersendiri, melainkan hanya sebagai bentuk peralihan Desapraja dipilih menurut peraturan yang ditetapkan oleh Peraturan
untuk mempercepat terwujudnya Daerah Tingkat III dalam rangka Daerah Tingkat I.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965,
Pemerintah Daerah. Suatu saat bila tiba waktunya semua Desapraja maka warisan kolonial yang sekian lama berlaku di Negara Republik
harus ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat III dengan atau tanpa Indonesia, seperti I.G.O dan I.G.O.B serta semua peraturan-
penggabungan lebih dahulu mengingat besar kecilnya Desapraja peraturan pelaksanaannya tidak berlaku lagi. Tetapi Undang-Undang
yang bersangkutan. Nomor 19 Tahun 1965 tidak sempat pula dilaksanakan dibanyak
Alat-alat perlengkapan Desapraja menurut Undang-Undang daerah. Pelaksanaannya ditunda, tepatnya dibekukan, atas dasar
Nomor 19 Tahun 1965 adalah: (a) Kepala Desa, (b) Badan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969, yaitu Undang-
Masyarakat Desa, (c) Pamong Desapraja, (d) Panitera Desapraja, Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(e) Petugas Desapraja, (f) Badan Pertimbangan Desapraja. 1965, meski dinyatakan juga bahwa pelaksanaannya efektif setelah
Disebutkan pula bahwa Kepala Desa dipilih langsung oleh adanya undang-undang baru yang menggantikannya. Tapi
penduduk; Kepala Desapraja adalah penyelenggara utama urusan anehnya, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 sendiri
rumahtangga. Desapraja dan sebagai alat pemerintah pusat ; Kepala sebenarnya sudah terlebih dahulu ditangguhkan melalui Instruksi
Desapraja mengambil tindakan dan keputusan-keputusan penting Menteri Dalam negeri Nomor 29 Tahun 1966. Karena itu sejak
setelah memperoleh persetujuan Badan Musyawarah Desapraja; Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 dan Undang-Undang Nomor
19 Tahun 1965 berlaku, maka praktis apa yang dimaksudkan bekerja di daerah (the local state government). Ini dapat dilihat
dengan Daerah Tingkat III dan Desapraja itu tidak terwujud. Secara dengan ketatnya skema dekonsentrasi (desentralisasi administrative)
informal Pemerintahan Desa kembali diatur berdasarkan I.G.O dan ketimbang desentralisasi politik di dalam Undang-Undang Nomor 5
4. Dimasa Pemerintahan “Orde Baru” mengemuka pada tahun 1950 an tidak diakomodasi oleh “Orde
Pemerintah “Orde Baru” menempatkan asas desentralisasi Baru”. Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
pada pemerintahan Desa/ Desa setelah atau bahkan di bawah 1979 tentang Pemerintahan Desa yang betul-betul parallel dengan
agenda konsolidasi politik dan pembangunan. Pada tahun 1969 semangat sentralisasi dan regimentasi dalam Undang-Undang
pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969 Nomor 5 Tahun 1974, serta parallel dengan Undang-Undang
yang dimaksudkan untuk membekukan undang-undang sebelumnya. Kepartaian yang melancarkan kebijakan massa mengambang di
Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 membuat format
yang betul-betul merupakan versi Orde Baru. Undang-undang ini pemerintahan Desa secara seragam di seluruh Indonesia. Undang-
otoritarianisasi, sentralisasi, dan pembangunan. undang-undang Desa adalah wilayah yang ditempati oleh sejumlah
penduduk sebagai persatuan masyarakat, termasuk di
tersebut tidaklah berorientasi pada desentralisasi untuk memperkuat dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
organisasi pemerintah terendah langsung di bawah camat
ekonomi daerah atau membentuk pemerintahan daerah (local dan ber hak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri”.
pemerintah berpendapat: “Bahwa Desa sebagaimana dimaksudkan Tengah, dan Sulawesi Selatan, Sentani di Irian Jaya dll.
dalam R.U.U ini, bukanlah merupakan salah bentuk daripada Kesatuan masyarakat hukum yang telah dijadikan Desa itu
pembagian Daerah Indonesia atas Daerah besar dan kecil harus dimiliki pemerintahan yang akan melaksanakan kewenangan,
sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 18 U.U.D 1945. Masalah hak dan kewajiban Desa serta menyelenggarakan pemerintahan
pembagian Daerah besar dan kecil itu kiranya sudah cukup diatur Desa, seperti ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974. Pengertian Daerah 1979. Kesatuan masyarakat hokum tidak hanya secara formal dan
besar adalah wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan seterusnya, nomenklatur berganti nama menjadi Desa, tetapi harus secara
karena itu sulit untuk dimaknai, bahwa daerah yang lebih kecil itu operasional segera memenuhi segala syarat yang ditentukan oleh
juga mencakup Desa sebagaimana dimaksud dalam R.U.U ini”. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979.
Bagi masyarakat terutama masyarakat adat di luar Jawa dan Dengan pergantian dari Nagari, Dusun, Marga, Gampong,
Madura implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 Huta, Sosor, Lumban, Binua, Lembang, Kampung, Paraingu,
tersebut menimbulkan dampak negatif. Dalam pengertian Temukung, dan Yo menjadi Desa berdasarkan Undang-Undang
Pemerintah Daerah di luar Jawa dipaksa berlawanan dengan Nomor 5 Tahun 1979 maka Desa-Desa hanya berhak
masyarakat adat karena harus menghilangkan kesatuan masyarakat menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, dan tidak dinyatakan
hukum (Rechtsgemeenschap) yang dianggap tidak menggunakan dapat “mengurus dan mengatur rumahtangganya sendiri”. Dengan
kata Desa seperti Nagari di Minangkabau, Dusun dan Marga di kata lain, Desa tidak lagi otonom. Karena tidak lagi otonom,
Palembang, Gampong di Aceh, Huta, Sosor dan Lumban di karenanya kemudian Desa tidak lebih dari sekedar ranting patah
direncanakan rezim “Orde Baru”. ketat oleh Negara. Sehingga yang paling menonjol dari pilkades
Secara substantif Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 adalah sebuah proses politik untuk penyelesaian hubungan
menempatkan Kepala desa bukanlah pemimpin masyarakat Desa, kekuasaan local, ketimbang sebagai arena kedaulatan rakyat.
melainkan sebagai kepanjangan tangan pemerintah supra Desa, Kekurang sempurnaan demokrasi Desa tidak hanya terlihat
yang digunakan untuk mengendalikan penduduk dan tanah Desa. dari sisi pilkades, tetapi juga pada posisi kepala Desa. Undang-
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 menegaskan bahwa Kepala Undang Nomor 5 Tahun 1979 menobatkan Kepala Desa sebagai
Desa dipilih oleh rakyat melalui demokrasi langsung. Ketentuan “Penguasa Tunggal” di Desa. Kepala Desa sebagai kepanjangan
pemilihan Kepala Desa secara langsung itu merupakan sebuah sisi tangan birokrasi Negara, akibatnya dia harus mengetahui apa saja
demokrasi (electoral) di atas Desa. Di saat presiden, gubernur dan yang terjadi di Desa, termasuk “selembar daun yang jatuh dari pohon
bupati ditentukan secara oligarkis oleh parlemen, kepala Desa justru di wilayah yurisdiksinya”. Akibat selanjutnya, Kepala Desa terkadang
dipilih secara langsung oleh rakyat. mengendalikan seluruh hajat hidup orang banyak. Bahkan ada
Karena itu keistimewaan di atas Desa itu sering disebut sementara pihak yang berpendapat bahwa Kepala Desa sebagai
sebagai benteng demokrasi di level akar-rumput. Tetapi secara “fungsionaris Negara” ketimbang sebagai “perangkat Desa”,
empiric praktek pemilihan Kepala Desa tidak sepenuhnya dikarenakan dia lebih banyak menjalankan tugas Negara ketimbang
mencerminkan kehendak rakyat. Pilkades selalu sarat dengan sebagai pemimpin masyarakat Desa.
rekayasa dan control pemerintah Supra Desa melalui persyaratan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 sebenarnya juga
yang dirumuskan secara politis dan administratif. Ada mengenal pembagian kekuasaan di Desa, yaitu ada Kepala Desa
kecenderungan bahwa pilkades selalu diwarnai dengan intimidasi dan Lembaga Musyawarah Desa (L.M.D). Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1979 menegaskan, bahwa Pemerintah Desa terdiri Kepala Desa adalah diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/
dari Kepala Desa dan Lembaga Musyawarah Desa (L.M.D). Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II atas nama Gubernur
24
Lembaga Musyawarah Desa adalah lembaga permusyawaratan atau Kepala Daerah Tingkat I, untuk masa jabatan selama 8 tahun, dan
25
permufakatan yang keanggotaannya terdiri atas Kepala-kepala dapat dipilih kembali untuk satu masa jabatan berikutnya. Kepala
Dusun, Pimpinan Lembaga-lembaga Kemasyarakatan, dan pemuka- Desa menjalankan hak, wewenang, dan kewajiban pimpinan
22
pemuka masyarakat di desa yang bersangkutan. Meski ada pemerintahan Desa yaitu menyelenggarakan rumahtangganya
pembagian kekuasaan, tetapi L.M.D tidak mempunyai kekuasaan sendiri dan merupakan penyelenggara dan penanggungjawab utama
legislatif yang berarti. Lembaga Musyawarah Desa bukanlah wadah di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan dalam
representasi dan arena check and balances terhadap Kepala Desa, rangka penyelenggaraan urusan pemerintah Desa, urusan
bahkan juga ditegaskan bahwa Kepala Desa karena jabatannya (ex pemerintahan umum termasuk pembinaan ketentraman dan
Jika Kepala Desa menjadi penguasa tunggal di Desa, tetapi royong masyarakat sebagai sendi utama pelaksanaan pemerintah
kalau dihadapan Supra Desa maka Kepala Desa hanyalah sekedar Desa. Dalam menjalankan hak, wewenang, dan kewajiban pimpinan
kepanjangan yang harus tunduk dan bertanggungjawab kepada Pemerintah Desa, Kepala Desa bertanggungjawab kepada pejabat
Supra Desa . Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979, yang berwenang mengangkat melalui camat, dan memberikan
22
Indonesia., Undang-Undang Tentamng Pemerintahan Desa., Undang-
24
Undang No. 5 Tahun 1979 , Pasal.17. Indonesia.,Undang-Undang Tentang Pemerinta Desa.,Undang-Undang
23
________., Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979., Loc.Cit Pasal 17 No. 5 Tahun 1979., Pasal. 6 dan 9.
25
ayat 2. ________.,Undang-Undang No. 5 Tahun 1979.,Loc.Cit Pasal 7.
keterangan pertanggungjawaban tersebut kepada Lembaga berpijak pada semangat pengakuan itu, Undang-Undang Nomor 22
membangkitkan wacana, inisiatif dan eksperimentasi otonomi Desa, banyak pihak akan timbulnya kebangkitan feodalisme yang berpusat
telah mendorong bangkitnya identitas lokal di daerah, yang selama pada tokoh-tokoh adat.
“Orde Baru” identitas politik dihancurkan dengan proyek Pengalaman di Sumatera Barat dan Kalimantan Barat memang
penyeragaman Desa di Jawa. menunjukkan bahwa para tokoh adapt sangat dominant
Bagi pemimpin dan masyarakat lokal, identitas diyakini sebagai nilai, “memaksakan” pemulihan model lama untuk diterapkan masa
norma, symbol, dan budaya yang membentuk harga diri, sekarang. Di Sumatera Barat misalnya, euporia kembali ke Nagari
eksistensi,pedoman untuk mengelola pemerintahan dan relasi sosial, memang diwarnai oleh jebakan romantisme, formalisme, dan
dan senjata untuk mempertahankan diri ketika menghadapi konservatisme. Tetapi aspirasi di Nagari sekarang tidaklah tunggal.
gempuran dari luar. Suara-suara kritis generasi muda yang kosmopolit terus-menerus
Di Sumatera Barat telah kembali Nagari sejak 2000/ 2001, menyerukan tentang demokrasi, partisipasi, transparansi dan lain-
Kabupaten Tana Toraja telah mengukuhkan kembali ke Lembang, lain. Bahkan suara mereka berbeda jauh dengan aspirasi “kembali
dan beberapa kabupaten di Kalimantan Barat tengah berjuang untuk ke surau” yang diserukan golongan tua. Dengan demikian aspirasi
kembali ke pemerintahan Binua. Kembalinya ke pemerintahan asal- feodalisme golongan tua mau tidak mau harus mengakomodasi
usul diyakini sebagai upaya menemukan identitas local yang telah suara demokrasi dari kalangan muda.
lama hilang, sekaligus sebagai bentuk kemenangan atas Pengalaman “kembali ke Nagari” di Sumatera barat
penyeragaman (Jawanisasi) dimasa lampau. merupakan eksperimentasi local membangun otonomi Desa.
Dampak lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Sumatera Barat adalah “pelari terdepan” bila disbanding dengan
adalah bangkitkan semangat para pemimpin lokal untuk kembali ke daerah-daerah lain, termasuk Jawa, mesti kapasitas di Jawa
mungkin lebih baik ketimbang Nagari di Sumatera Barat. Sumatera adalah desa yang melayani masyarakat untuk kepentingan adat/
Barat seperti juga Bali, adalah merupakan daerah yang sangat unik agama. Sedang Desa Dinas adalah Desa Yang melayani
dan eksotik dalam hal desentralisasi dan demokrasi local, karena masyarakat untuk kepentingan administrasi pemerintahan.
mereka mempunyai sejarah “otonomi asli” yang di Sumatera Barat Eksperimentasi otonomi Desa serupa adalah dengan
berbasis pada Nagari dan di Bali berbasis pada desa adat (desa keluarnya kebijakan Alokasi Dana Desa (A.D.D) disebagian kecil
Di Sumatera Barat, sampai tahun 2002 pembentukan merupakan perintis A.D.D mulai 2001, kemudian disusul oleh
kembali (recreating ) Nagari di wilayah Kabupaten telah usai kabupaten-kabupaten lain. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
dilakukan. Sedangkan untuk di Bali, Desa Adat (Desa Pakraman) dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 memang tidak secara
tidak pernah lenyap pada jaman penjajahan dan sampai jaman eksplisit mengatur mengenai perimbangan keuangan yang
Pembentukan kembali Nagari prinsipnya adalah membentuk “Nagari keuangan dari Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten. Karena
Baru” yang menggabungkan antara selfgoverning community itu pemerintah Kabupaten mempunyai tafsir yang berbeda-beda.
(otonomi asli yang berbasis adat) dan local-self government Sebagian besar kabupaten hanya menerapkan konsep “bantuan”
(desentralisasi dari pemerintah). Pola penggabungan ini adalah untuk mengalihkan sebagian dananya kepada Desa, misalnya
format baru Nagari yang memungkinkan terjadinya “rekonsiliasi” dengan skema Dana Pembangunan Desa (D.P.D) bentuk lain dari
antara “Desa Adat” dan “Desa Dinas”. Lain dengan di Bali, “Desa Inpres Bandes, untuk membantu pembiayaan pemerintahan dan
Adat” dan “Desa Dinas” sama-sama otonom hanya fungsi pembangunan Desa.
membuat kebijakan alokasi dana yang menggunakan istilah mengedepankan komitmen, bahwa semangat perubahan system
perimbangan keuangan atau alokasi Dana Desa (A.D.D), dengan pemerintahan hendaknya tetap dalam koridor untuk kepentingan
cara mereplikasi formula perimbangan keuangan dalam Undang- Negara Kesatuan Republik Indonesia.
melakukan inovasi A.D.D dengan merujuk pada Undang-Undang B. Sistim Pemerintahan Desa Dilihat dari Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1999. Inovasi baru ini tidak lepas dari berbagai No 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No. 72
dorongan yang beragam, seperti: inisiatif populis seorang bupati, Tahun 2005
dorongan dari pemerintah pusat, asistensi teknis dari sejumlah Pada tanggal 15 Oktober 2004 telah disahkan Undang-
lembaga donor, serta tekanan dari organisasi masyarakat sipil Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerinthan Daerah,
maupun dari asosiasi Desa. sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Diluar skema otonomi Desa diatas, lompatan lain yang Pemerintah Daerah. Dalam undang-undang ini desa diatur dalam
tampak dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah Bab XI yang terdiri dari 17 (tujuh belas) pasal, yaitu dari Pasal 200 s/
pelembagaan demokrasi Desa dengan lahirnya Badan Perwakilan d Pasal 216. Terbagi atas enam bagian yaitu: (1) Umum; (2)
Desa (B.P.D) sebagai pengganti Lembaga Musyawarah Desa Pemerinta Desa; (3) Badan Permusyawaratan Desa; (4) Lembaga
Terhadap uporia bangkitkan semangat para pemimpin lokal untuk Secara diskriptif adalah sebagai berikut:
Pemerintahan desa adalah pemerintahan yang berada kekayaan desa menjadi kekayaan daerah, dan dikelola oleh
30
dalam pemerintahan daerah Kabpaten/ Kota. Secara kelembagaan kelurahan bersangkutan.
desa dimungkinkan adanya pembentukan, penghapusan dan/ atau Sesuai ketentuan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004,
31
penggabungan, dengan memperhatikan asal-usul atau prakarsa pemerintah desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa.
27
masyarakat. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 32Tahun 2004 Perangkat Desa terdiri dari Sekretaris Desa dan aparat desa lainnya.
32
menegaskan bahwa, secara bertahap desa di kabupaten/ kota Sekretaris Desa adalah P.N.S. Kepala Desa dipilih secara
diubah disesuaikan statusnya menjadi kelurahan sesuai asal-usul langsung oleh dan dari penduduk desa yang berstatus sebagai
dan prakarsa pemerintah desa bersama badan pewrmusyawaratan warga Negara R.I dengan syarat selanjutnya dan tata cara
28
desa yang ditetapkan dengan Perda. Dana yang dikeluarkan untuk pemilihannya diatur di dalam Perda yang berpedoman pada
33
perubahan status desa menjadi kelurahan dibebankan kepada Peraturan Pemerintah. Calon yang ditetapkan menjadi Kepala
29 34
A.P.B.D Kabupaten/ Kota. Desa adalah calon yang memperoleh suara terbanyak . Untuk
30
_______, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Loc.Cit, Pasal. 201 (2).
26 31
Indonesia, Undang-Undang No.32 Tahun 2004, Loc.Cit, Pasal 200 (1). _______, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Loc.Cit, Pasal 202 (1)
27 32
_______ , Undang-Undang, No. 32 Tahun 2004,Loc.Cit., Pasal 200 (2). _______, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Loc.Cit, Pasal 202 (3)
28 33
Indonesia,Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Loc.Cit, Pasal. 200 (3). _______, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Loc.Cit, Pasal 203 (1)
29 34
_______, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Loc.Cit, Pasal, 201 (1). _______, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Loc.Cit, Pasal 203 (2)
39
keberadaannya, berlaku ketentuan hukum adat setempat yang berikutnya. Adapun syarat dan tata cara penetapan anggota dan
ditetapkan dalam Perda dengan berpedoman pada Peraturan pimpinan badan permusyawaratan desa diatur dalam Perda yang
35 40
Pemerintah. Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 (enam) tahun berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan
3. Badan Permusyawaratan Desa Permusyawaratan Desa, juga dimungkinkan ada lembaga lainnya
desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi Undang-undang menentukan bahwa di desa dapat dibentuk
36
masyarakat. Anggota dari Badan Permusyawaratan Desa ini Lembaga Kemasyarakatan yang ditetapkan dengan peraturan desa
41
adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
37
dengan cara musyawarah dan mufakat. Lembaga Kemasyarakatan dimaksudkan bertugas untuk membantu
Pimpinan Badan Permusyawaratan Desa dipilih dari dan pemerintah desa dan merupakan mitra dalam pemberdayaan
38 42
oleh anggota Badan Permusyawaratan Desa. Untuk para anggota masyarakat desa.
tahun dan dapat dipilih lagi untuk 1 (satu) kali masa jabatan 5. Keuangan Desa
35 39
_______, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Loc.Cit, Pasal 203 (3). ________, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Loc.Cit, Pasal 210 (3).
36 40
Indonesia, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Loc.Cit, Pasal 209. _______., Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Loc.Cit, Pasal 210 (4).
37 41
________, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Loc.Cit, Pasal 210 (1). _______., Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Loc.Cit, Pasal 211 (1).
38 42
________, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Loc.Cit, Pasal. 210 (2). _______., Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Loc.Cit, Pasal, 211 (2).
Yang dimaksud keuangan desa, adalah semua hak dan Pedoman pengelolaan keuangan semuanya itu harus di tetapkan
kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala oleh Bupati/ Wali Kota dengan berpedoman pada peraturan
47
sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat perundang- undangan.
dijadikan milik desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan Untuk kepentingan keuangan desa, desa dapat mendirikan
43 48
kewajiban. Yang dimaksud dengan hak dan kewajiban tersebut, badan usaha milik desa sesuai kebutuhan dan potensi desa.
adalah hak dan kewajiban yang menimbulkan pendapatan, belanja Badan usaha milik desa tersebut berpedoman pada peraturan
44 49
dan pengelolaan keuangan desa. Adapun yang menjadi sumber perundang-undangan, dan dapat melakukan pinjaman sesuai
50
pendapatan desa terdiri dari: (1) pendapatan asli desa; (2) bagi hasil peraturan perundang-undangan.
pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten; (3) bagian dari dana
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima kabupaten/ 6. Kerjasama Desa
kota; (4) bantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah Untuk kepentingan desa, desa dapat mengadakan kerja
kabupaten/ kota; (5) hibah dan sumbangan dari pihak ketiga. sama yang diatur dengan keputusan bersama, dan dilaporkan
51
Perbelanjaan desa diperuntukan untuk penyelenggaraan kepada Bupati/ Walikota melalui camat. Kerjasama antar desa
45
pemerintahan desa dan untuk pemberdayaan masyarakat desa. dan desa dengan pihak ketiga tersebut dilakukan sesuai dengan
52
Keuangan desa dikelola oleh kepala desa yang dituangkan dalam kewenangannya. Kerjasama desa dengan pihak ketiga
46
peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja desa.
47
_______,. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Loc.Cit, Pasal 212 (6).
48
_______., Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Loc.Cit, Pasal 213 (1).
43 49
Indonesia Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Loc.Cit, Pasal, 212 (1). Indonesia, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Loc.Cit, Pasal 213 (2).
44 50
_______., Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Loc.Cit, Pasal, 212 (2). _______., Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Loc.Cit Pasal 213 (3).
45 51
________,Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Loc.Cit, Pasal 212 (4). _______., Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Loc.Cit,Pasal, 214 (1).
46 52
_______., Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Loc.Cit, Pasal 212 (5). _______., Undang-Undang,No. 32 Tahun 2004, Loc.Cit, Pasal, 214 (2).
sebagaimana dimaksud dapat dilakukan sesuai peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa:
53
perundang-undangan. Untuk pelaksanaan kerjasama tersebut Untuk melaksanakan Pasal 216 ayat (1) Undang-Undang
54
dapat dibentuk badan kerjasama. Nomor 32 Tahun 2004 tersebut maka Pemerintah menetapkan
57
Pembangunan kawasan pedesaan yang dilakukan oleh Peraturan Pemerintahan Nomor 72 Tahun2005 tentang Desa.
kabupaten/ kota dan atau pihak ketiga mengikutsertakan pemerintah Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005
desa dan badan permusyawaratan desa. Yang dalam tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
pelaksanaannya diatur dengan Perda, dengan memperhatikan: (1) Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-
kepentingan masyarakat desa; (2) kewenangan desa; (3) kelancaran Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
pelaksanaan investasi; (4) kelestarian lingkungan hidup; (5) Menjadi Undang-Undang, maka Peraturan Pemerintah Nomor 76
keserasian kepentingan antar kawasan dan kepentingan umum. Tahun 2001 diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
Daerah menentukan, bahwa pengaturan lebih lanjut mengenai desa Peraturan Pemerintahan Desa terdiri dari 107 pasal, yang materi
ditetapkan dalam Perda dengan berpedoman pada Peraturan muatannya terdiri dari 12 bab yaitu: (1) Ketentuan Umum; (2)
55
Pemerintah. Selanjutnya disebutkan, bahwa Perda dimaksud Pembentukan dan Perubahan Status Desa; (3) Kewenangan Desa;
wajib mengakui dan menghormati hak, asal-usul, dan adat istiadat (4) Penyelenggaraan Pemerintah Desa; (5) Peraturan Desa; (6)
56
desa. Perencanaan Pembangnan Desa; (7) Keuangan Desa; (8)
Dalam hal kaitannya dengan eksistensi hukum adat dalam Secara struktural pemerintah desa terdiri dari kepala desa
hal pemerintahan desa Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun dan perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
59
2005 tentang desa mengatur bahwa: desa. Sedangkan yang dimaksud dengan B.P.D (Badan
1. Desa dan Pemerintahan Desa perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa
60
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Peraturan
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan pemerintah menyebutkan pula perihal Lembaga Kemasyarakat, yaitu
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem dan merupakan mitra pemerintah desa dalam pemberdayaan
61
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan masyarakat. Untuk terselanggaranya system pemerintahan desa
yang dimaksud dengan pemerintahan desa, adalah penyelenggara maka Pemerintah Desa dan B.P.D membuat Anggaran Pendapatan
urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan dan Belanja Desa yang disingkat APB Desa yang ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama sedikitnya telah menjalani penyelenggaraan pemerintahan desa
63
Kepala desa. selama 5 (lima) tahun. Sedangkan untuk desa yang kondisi
Dalam hal pembentukan dan perubahan status desa Dalam wilayah desa dapat dibentuk Dusun atau sebutan lain
64
Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 menentukan bahwa : yang merupakan bagian wilayah kerja pemerintahan desa. Adapun
Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan mengenai penamaan atau sebutan bagian wilayah kerja
asal usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. pemerintahan desa disesuaikan dengan kondisi sosial budaya
Untuk pembentukan desa harus dipenuhi persyaratan:(a) jumlah masyarakat setempat yang semuanya itu ditetapkan dengan
65
penduduk;(b) luas wilayah;(c) bagian wilayah kerja;(d) perangkat peraturan desa. Pembentukan, penghapusan, dan penggabungan
dan;(e) sarana dan prasarana pemerintahan. Terjadinya desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota dengan
pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, berpedoman pada Peraturan Menteri. Sedangkan Peraturan Daerah
atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu Kabupaten/ Kota dimaksudkan disyaratkan wajib mengakui dan
desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar menghormati hak asal usul, adat istiadat dan sosial budaya
66
masyarakat setempat.
62
_______., Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, Loc.Cit, Pasal
12
63 65
Presiden Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun ________., Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, Loc.Cit, Pasal
2005, Loc.Cit, Pasal 14. 3
64 66
________, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, Loc.Cit, Pasal Presiden Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2 2005, Loc.Cit, Pasal 4
Dalam hal perubahan status desa Peraturan Pemerintah dikelola oleh kelurahan bersangkutan untuk kepentingan masyarakat
67
menentukan : Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya setempat. Pendanaan sebagai akibat perubahan status desa
menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa bersama menjadi kelurahan dibebankan pada anggaran pendapatan dan
BPD dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat. Untuk belanja daerah kabupaten/kota.
persyaratan berupa: (a) luas wilayah; (b) jumlah penduduk; (c) 3. Kewenangan Desa
prasarana dan sarana pemerintahan; (d) potensi ekonomi; dan (e) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa
kondisi sosial budaya masyarakat. Dengan ada perubahan status menentukan, bahwa urusan pemerintahan yang menjadi
desa menjadi kelurahan maka Lurah (yang tadinya kepala desa) kewenangan desa mencakup: (a) urusan pemerintahan yang sudah
beserta perangkatnya diisi dengan pegawai negeri sipil. Ketentuan ada berdasarkan hak asal usul desa;(b) urusan pemerintah yang
lebih lanjut mengenai perubahan status desa menjadi kelurahan menjadi kewenangan kabupaten/ kota yang diserahkan
diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota dengan pengaturannya kepada desa;(c) tugas pembantuan dari Pemerintah,
berpedoman pada Peraturan Menteri. Sedangkan Peraturan Daerah Pemerintah Provinsi; dan Pemerintah Kabupaten/ Kota dan; (d)
dimaksudkan wajib mengakui dan menghormati hak asal-usul, adat urusan Pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-
69
istiadat desa dan sosial budaya masyarakat setempat. undangan diserahkan kepada desa.
Selanjutnya, dalam hal desa berubah menjadi kelurahan Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
68
ditentukan bahwa: Kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan Kabupaten/ Kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa
67 69
_______., Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, Loc.Cit,Pasal 5 Presiden Republik Indonesia., Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
68
_______., Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, Loc.Cit Pasal 6. 2005, Loc.Cit, Pasal 7.
adalah urusan pemerintahan yang secara langsung dapat Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 mengatur
70
meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.. tentang Penyelenggaraan Pemerintahan desa sebagai berikut:
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penyerahan urusan Pemerintahan Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat
yang menjadi kewenangan Kabupaten/ Kota yang diserahkan Desa. Perangkat Desa terdiri dari Sekretaris desa dan Perangkat
pengaturannya kepada Desa diatur dengan Peraturan Daerah desa lainnya. Perangkat desa lainnya terdiri dari: (a) sekretaris desa;
Kabupaten/ Kota dengan berpedoman pada Peraturan Menteri.. (b) pelaksana teknis lapangan; (c) unsur kewilayahan. Jumlah
71
Penyerahan urusan disertai dengan pembiayaannya. perangkat desa sebagaimana dimaksud, disesuaikan dengan
Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Adapun
dan Pemerintah Kabupaten/ Kota kepada desa sebagaimana susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa ditetapkan
73
dimaksud, disertai dengan dukungan pembiayaan, sarana prasarana dengan peraturan desa.
serta sumber daya manusia. Untuk penyelenggaraannya Ketentuan lebih lanjut mengenai Pedoman Penyusunan
berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Terhadap tugas Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa diatur dengan
pembantuan yang tidak disertai dengan pembayaran, prasarana, Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota. Dimana Peraturan daerah
72
serta sumber daya manusia pihak desa ber hak untuk menolaknya. Kabupaten/ Kota tersebut sekurang-kurangnya memuat; (a) tata cara
4. Penyelenggara Pemerintah Desa penyusunan struktur organisasi; (b) perangkat; (c) tugas dan fungsi;
74
(d) hubungan kerja.
70
_______., Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005., Loc.Cit, Pasal 8
71
_______., Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, Loc. Cit, Pasal
73
9. Presiden Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
72
_______., Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, Loc.Cit, Pasal 2005, Loc.Cit, Pasal 12.
74
10. ________,Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, Loc.Cit, Pasal 13
Kepala Desa mempunyai tugas untuk menyelenggarakan kewajiban untuk membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai
urusan; pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. sosial budaya dan adat istiadat.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Kepala desa Untuk penyelenggaraan pemerintahan desa, Kepala desa wajib
mempunyai wewenang untuk: (a) memimpin penyelenggaraan membuat laporan kepada Bupati/ Wali Kota, memberi laporan
pemerintah desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama keterangan pertanggung jawaban kepada BPD, serta wajib
BPD; (b) mengajukan rancangan peraturan desa; (c) menetapkan menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa
peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD; (d) kepada masyarakat. Lapoan adalah sebagai bahan evaluasi bagi
menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai Bupati/ Wali Kota sebagai bahan pembinaan lebih lanjut. Juga bagi
APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama B.P.D; (e) Kepala Desa yang berakhir jabatannya harus lapor pada Bupati/
76
membina kehidupan masyarakat desa; (f) membina perekonomian Wali Kota melalui Camat dan kepada B.P.D.
desa; (g) mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif; Keluarnya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dan
(h) mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 masih meninggalkan
menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan beberapa persoalan dari segi substansi dan regulasi. Diantara
perundang-undangan; dan (i) melaksanakan wewenang lain sesuai persoalan adalah bahwa Undang-Undang Pemda tidak mengenal
75
dengan peraturan perundang-undangan. otonomi Desa, melainkan hanya mengenal otonomi daerah. Hal ini
Dalam hubungannya dengan eksistensi hukum adat, ditegaskan pada Pasal 2 Undang-Undang Pemda yang berbunyi:
Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya punya Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-
daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas
75
Presiden Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
76
2005, Loc.Cit, Pasal 14. ________, Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, Loc.Cit, Pasal, 15
Kabupaten dan Kota yang masing-masing mempunyai Desa (untuk selanjutnya disebut dengan Peraturan Pemerintah
pemerintahan daerah.
Nomor 76 Tahun 2001.
Kemudian dipertegas lagi melalui Pasal 200 ayat (1)
Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun
Undang-Undang Pemda yang menyatakan:
2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Dalam pemerintahan daerah kabupaten/ kota dibentuk
pemerintahan Desa yang terdiri dari Pemerintah Desa dan Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-
Badan Forum Pengembangan Pembaharuan Desa.
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Pemda mengakui satuan-satuan
77
Menjadi Undang-Undang, maka Peraturan Pemerintah Nomor 76
pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang
Tahun 2001 diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
sudah ada sejak sebelum kemerdekaan. Hal ini ditandai dengan
2005 tentang Desa.
rumusan konsepsi tentang Desa atau yang disebut dengan nama
Menurut Pasal 2006 Undang-Undang Pemda, ada empat urusan
lain (untuk selanjutnya disebut Desa).
pemerintahan Desa, yaitu:
Menurut Undang-Undang Pemda, Desa adalah:
pemerintah kabupaten/ kota; Kenyataannya menurut akhli purbakala ini, jumlah pura di Bali lebih
78
d. urusan lainnya oleh peraturan perundang-undangan dari 20.000 buah.
DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DESA DI BALI Bangli, terdiri dari 4 (empat) Kecamatan; (3) Kabupaten Buleleng,
A. Sistem Pemerintahan Desa Di Bali Kecamatan; (4) Kabupaten Gianyar, pusat pemerintahan di Gianyar,
Berbagai julukan telah diberikan oleh masyarakat terdiri dari 7 (tujuh) Kecamatan; (5) Kabupaten Jembrana, pusat
Internasional kepada pulau mungil yang memiliki keunikan tersendiri pemerintahan di Negara, terdiri dari 5 Kecamatan; (6) Kabupaten
dan banyak memikat mereka yang pernah tinggal dan atau Karangasem, pusat pemerintahan di Karangasem, terdiri dari 8
mengunjunginya, diantaranya julukan The Last Paradise on Earth (delapan) Kecamatan; (7) Kabupaten Klungkung, pusat
(Sorga terakhir di Bumi), The morning of the Word (Paginya Dunia), pemerintahan di Klungkung, terdiri dari 4 (empat) desa; (8)
The Islan of Gods (Pulau Dewa), The Inttresting Peacefull Island Kabupaten Tabanan, pusat pemerintahan di Tabanan, terdiri dari 10
Denpasar, terdiri dari 4 (empat) Kecamatan. mengurus upeti bagi pemerintahan Hindia Belanda. Adapun yang
Dengan demikian Bali terdiri dari 9 Kabupaten/ Kota yang terdiri dari dimaksud Desa Adat adalah pemerintahan desa yang telah ada
Dalam hal sistim pemerintahan tingkat desanyapun di Bali keberadaan desa adat/ desa pekraman telah lebih dulu dari desa
ada kekhususan-kekhususannya di banding dengan desa-desa dinas. Desa Adat, kemudian lebih dikenal dengan nama Desa
umumnya di Indonesia. Setelah hasil wawancara diinfentarisasi, dan Pakraman, kata Pakraman nya itu sendiri menurut penjelasan warga
diolah sedemikian rupa, memberikan informasi empirik bahwa: masyarakat, adalah berarti kumpulan banyak orang yang diikat
1. Ada dua macam desa di Bali 1473 buah, sedang Desa Dinas jumlahnya 700 an.
Sampai sekarang ini di Bali ada dua macam Desa yaitu: Dalam hal pemekaran, untuk Desa Dinas indikatonya adalah
pertama “Desa Dinas” atau “Desa Administratif” termasuk di jumlah KK (Kepala Keluarga) yaitu bila mencapai 40 KK, sedangkan
dalamnya adalah Kelurahan; dan yang berikutnya adalah “Desa untuk Desa Adat/ Desa Pakraman indikatornya didasarkan pada
Adat” atau “Desa Pakraman’. Ini suatu keunikan Bali, yang mungkin “kahiyangan tiga”, bila terpenuhi adanya tiga puru untuk satu Desa,
tidak ditemukan di daerah lain di Indonesia. Adanya dua macam yaitu Pura Desa, Pura Puseh, dan Pure Dalam, serta adanya Balai
desa ini secara historis sudah berlangsung lama. Semula di Bali Agung. Masyarakat suatu Desa Pakraman adanya tiga pura tersebut
hanya ada desa adat, semua wilayah Bali di bagi habis menjadi dengan latar belakang karena mereka disatukan dengan rasa
desa-desa Adat. Adanya dua macam desa di Bali seperti itu adalah pemilikan pure, dengan kata lain bahwa lain Desa Pakraman lain
kelanjutan dari zaman pemerintahan Hidia Belanda. Pada waktu itu pula purenya..
Dalam hal aturan hukum, yang menjadi acuan Desa Adat/
Dengan latar belakan perubahan sosial dan dicabutnya
Desa Pakraman utamanya adalah awig-awig, yang menjadi acuan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
desa dinas utamanya adalah aturan pemerintahan desa. Sanksi
Pemerintahan di Daerah, dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979
terhadap yang melanggar awig-awig adalah berupa sanksi adat/
tentang Pemerintahan Desa, maka diadakan pula perubahan
agama yaitu: teguran lisan, pengucilan, pemecatan; sanksi aturan
79
terhadap Perda Desa Adat sesuai kebutuhan masyarakat Bali.
Pemerintah Desa adalah berupa kesepakatan warga masyarakat
Undang-Undang tersebut adalah Peraturan Daerah Provinsi Bali
desa. Sanksi terhadap yang melanggar biasanya berupa denda.
Nomor 3 Tahun 2001, yang kemudian dirubah dengan Perda
karenanya pada urusan desa adat/ desa pakraman sangat menonjol Struktur pemerintahan Desa Adat/ Desa Pakraman adalah
perihal kearipan lokalnya. Masyarakat adat di Bali demikian kuat sebagai berikut:
Desa Pakraman, dan tindak lanjut dari Perda Bali tersebut, maka a. Juru Bendese (sebagai kepala Desa Adat/ Desa
80
didirikan Majelis Agung Desa Pakraman untuk di tingkat Propinsi, Pakraman) , Ia bukan aparat pemerintah tapi adalah
dan Majelis Madya Desa Pakraman di Tingkat Kabupaten dan Kota, parner pemerintah. Ia tidak mendapat gaji dari
dan di tingkat Kecamatan ada Majelis Alit Desa Pakraman yang pemerintah. Biaya hidup Juru Bedesa dan untuk
mempunyai fungsi antara lain memelihara dan mengembangkan pengurusan dan pendanaan system pemerinrahan desa
kehidupan beragama Hindu di Bali, melestarikan seni budaya dan adat/ desa pakraman didapat dari iuran warga, harta
adat istiadat yang merupakan warisan leluhur. kekayaan desa, dan dari sumbangan yang didapat dari
pihak ke tiga.
Desa Pakraman);
80
Ada juga Desa Adat yang Kepala Desanya disebut dengan Kelihang
Desa.
81
Petajeuh dibagi 3, yaitu; Petajeuh Parahiyangan, Petajeuh Palemahan, dan
Petajeuh Pawongan.
d. Petangen/ Juru Raksa (sebagai bendahara ada Desa Kulon, dan yang merupakan percontohan/ cagar budaya adalah
e. Upa desa (juru damai dalam penyelesaian sengketa bila Untuk kooordinasi dengan pihak Pemerintah, tiap desa
ada warga masyarakat adat yang tidak puas dan pakraman mempunyai satu atau beberapa lingkungan. Kepala
menuntut hak adatnya). Adapun lembaga tempat lingkunganlah yang melakukan Koordinasi dengan pihak pemerintah,
penyelesaian sengketa disebut Kerta Desa. Menurut karena kepala lingkungan adalah perpanjangan dari pihak kelurahan
penjelasan responden sekarang ini sengketa adat ada atau di bawah desa dinas.
kalanya di bawa para pihak ke Pengadilan Negeri tetapi Sebagai contoh untu Desa Pakraman Panglipuran hubungan
pihak Pengadilan Negeri biasanya kebingungan untuk strukturan dengan pihan Pemerintah adalah sebagai berikut:
memproses dan memutusnya. Dalam pengertian bahwa Lingkungan Panglipuran -- Desa Adat/ Desa Pakraman
penyelesaian sengketa perkara adat warga desa. Lingkungan Panglipuran -- Kelurahan Kubu -- Kecamatan
f. Pacalang (sebagai keamanan pada Desa Adat/ Desa Bangli -- Kabupaten Bangli.
Pakraman), tupoksinya menjaga keamanan masyarakat Urusan Desa Adat/ Desa Pakraman mengacu pada “Tri Hita
desa khususnya pada upacara adat dan hari-hari raya Karana yang terdiri dari: (1) urusan parahyangan, taitu urusan
Desa Adat/ Desa Pakraman antara lain: Desa Pakraman Lingkungan) seperti urusan tanah ayahan desa (untuk rumah),
Padang Sambian, Padang Sambian Rajeg, ada Padang sambian pekarangan desa (tanah tegalan).
4. Landasan Hukum Desa Dinas
“Kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
Pengaturan tentang Desa dimuat dalam Bab XI dimulai wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul
dari Pasal 216 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2005. Untuk dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik
menjalankan Undang-Undang Pemda, dikeluarkan Peraturan Indonesia.”
pedukuan, (pada saat penelitian untuk di desa Padang (1) Kecamatan Denpasar Barat; (2) Kecamatan Denpasar Utara; (3)
Sambian kepala desanya adalah Bapak Made Gede Kecamatan Denpasar Timur; dan (4) Kecamatan Denpasar Selatan.
Wijaya); Terdiri dari 27 buah yang namanya desa dan 16 buah yang
c. Kepala Urusan, terdiri dari; urusan umum, urusan Di Kecamatan Denpasar Barat terdiri dari 3 (tiga) Kelurahan
pembangunan, urusan kesra, urusan pemerintahan, yaitu: (1) Kelurahan Dauh Puri; (2) Kelurahan Padangsambian, dan
urusan keuangan; (3) Kelurahan Pemecutan. Dan terdiri dari 8 Desa yaitu: (1) Desa
d. Badan Musyawarah Desa (Prayoga Desa), adalah juru Dauh Puri Akuh; (2) Desa Dauh Puri Kangin; (3) Desa Dauh Puri
damai yang tupoksinya adalah menyelesaikan Kelod; (4) Desa Pamecutan Kelod; (5) Desa Padang sambian Kaje;
persoalan bila ada hal yang tidak diterima masyarakat. (6) Desa Padang Sambian Kelod; (7) Desa Tegal Kertha; (8) dan
Desa dinas di Bali ada yang disebut desa ada pula yang Di Kecamatan Denpasar Timur terdiri dari 4 (empat)
disebut kelurahan. Di Tabanan tidak ada desa yang ada hanya Kelurahan yaitu: (1) Kelurahan Dangin Puri; (2) Kelurahan Sumerta;
kelurahan. Pada tahun 1982 desa dinas di Bali di kembangkan . (3) Kelurahan Kesiman; (4) Kelurahan Panatih. Dan terdiri dari 7
83
Menurut Dewa Oka ada sekitar 700 an Desa Dinas. Desa yaitu: (1) Desa Dangin Puri Kelod; (2) Desa Sumerta Kauh; (3)
Desa Sumerta Kaja; (4) Desa Sumerta Kelod; (5) Desa Kasiman
Patilan; (6) Desa Kasiman Kartalangu; (7) dan Desa Penatih Dangi
83
Kepala Biro Hukum Pemerintah Daerah Propinsi Bali (sebagai informan
Puri.
saat penelitian ini dikerjakan).
Di Kecamatan Denpasar Utara terdiri dari 3 (tiga) Kelurahan demokratis pada warganya di 9 (sembilan) dusun yang terdiri dari:
yaitu: (1) Kelurahan Peguyangan; (2) Kelurahan Ubung; (3) (1) Dusun Batu Kande; (2) Dusun Uma Klungkung; (3) Dusun
Kelurahan Tonja. Dan terdiri dari 8 Desa yaitu: (1) Desa Dauh Puri Tegalinggah; (4) Dusun Probokan; (5) Dusun Batu Paras; (6) Dusun
Kaja; (2) Desa Pemecutan Kaja; (3) Desa Dangin Puri Kangin; (4) Pahutan; (7) Dusun Lepan; (8) DusunTegeh Sari; (9) Dusun Dukuh
Desa Dangin Puri Kaja; (5) Desa Peguyangan Kaja; (6) Desa Sari. Tiap dusun terdiri dari beberapa banjar. Contohnya Dusun Batu
Paguyangan Kangin; (7) Desa Ubung Kaja; (8) dan Desa Dangin Kande terdiri dari; (a) Banjar Batu Puras dan (b) Banjar Dukuh Sari.
Di Kecamatan Denpasar Selatan terdiri dari 8 (delapan) tunduk pada peraturan perundang-undangan dan juga hukum adat
Kelurahan yaitu: (1) Kelurahan Saringan; (2) Kelurahan edungan; (3) yang hidup dan masih berlaku di wilayah tersebut.
Kelurahan Sesetan; (4) Kelurahan Panjer; (5) Kelurahan Renon; (6) Berdasarkan struktur kepemerintahannya Desa Dinas (Desa dan
Kelurahan Sanur; (7) Kelurahan Sidakarya; (8) dan Kelurahan Kelurahan) berada di bawah Kecamatan. Jadi dalam satu
Pamogan. Dan terdiri dari 2 (dua) Desa yaitu: (1) Desa Sanur Kaja; Kecamatan di Bali, ada Desa dan ada Kelurahan.
dan (2) Desa Sanur Kauh. Secara struktural pemeritahan desa dinas punya hubungan
Diantara Desa Dinas di Kecamatan Denpasar Barat adalah langsung dengan kecamatan, dan seterusnya dengan pemerintahan
84
Desa Padang Sambian Kaja, desa dinas ini dipimpin oleh kepala Kabupaten/ Kota sampai dengan pemerintahan Provinsi Bali. Lain
desa, yang dalam system pemerintahan di desanya ia halnya dengan pemerintahan desa adat/ desa pakraman adalah
bertanggungjawab untuk menerapkan sistim pemerintahan yang otonom berdiri sendiri. Tidak ada hubungan striktural dengan
secara insidentil sesuai kebutuhan.Dalam hal urusan pelayanan Banjar Pakraman Pakutan; (7) Banjar Pakraman Lepan; (8) Banjar
kepentingan masyarakat antara kepala desa dinas dan Bedese Pakraman Tegeh Sari. Di Bali juga ditemukan ada beberapa Banjar
(kepala desa adat/ desa pakraman) terjalin koordinasi. Pakraman yang urusan kedinasan (kependudukannya) berada pada
6. Dusun dan Banjar, (Lembaga Pemerintahan Di bawah Banjar Pakraman Batu Kande dan juga Banjar Pakraman Gunung
Desa) Sahari sama-sama berada dalam kawasan Dusun Batu Kande. Ada
Desa baik itu desa dinas ataupun desa pakraman terdiri dari juga yang dalam satu Banjar Pakraman terdapat dua dusun.
beberapa Dusun dan Banjar (lembaga pemerintahan terbawah ada Contohnya, dimana Banjar Pakraman Batu Paras di dalamnya terdiri
di bawah desa). Ada Dusun Desa Dinas dan ada Banjar Desa Adat. dari Dusun Batu Paras dan Dusun Dukuh Sari.
Dalam satu desa di Bali terdapat beberapa Dusun. Kepala Dusun Desa Dinas disebut kepala lingkungan,
Contohnya Desa Padangsambian Kaja terdiri Dario 9 Dusun yaitu: kepala banjar desa adat disebut klian. Kepala Dusun/ Kepala
(1) Dusun Umah Klungkung; (2) Dusun Batu Kande; (3) Dusun Tegal Lingkungan berinduk kepada Desa Dinas. Klian Dinas juga klian
Linggal, (4) Dusun Robokan; (5) Dusun Batu Paras; (6) Dusun Adat dalam hal urusan adat/ keagamaan berinduk pada Desa Adat/
Pakutan; (7) Dusun Lepan; (8) Dusun Tegeh Sari; (9) Dusun Dukuh Desa Pakraman. Warga masyarakatpun berurusan dengan mereka
Sari; (10) Dusun. Dalam satu Desa juga terdapat satu atau sesuai kebutuhan. Untuk urusan dinas, seperti membuat K.T.P dan
beberapa Banjar Pakraman. Contohnya di Desa Padangsambian Akta Kelahiran maka menghubungi kepala lingkungan. Untuk urusan
Kaja terdapat: (1) Banjar Pakraman Batu Kande; (2) Banjar adat/ keagamaan seperti akan melakukan upacara perkawinan atau
Pakraman Gunung Sari; (3) Banjar Pakraman Gunung Sari; (4) upara ngaben maka berurusan dengan klian.
7. Pemekaran Desa Di Bali 8. Dampak Adanya Dua Macam Desa Di Bali
Semula jumlah desa adat dan jumlah desa dinas adalah Adanya dua jenis desa di Bali tidak menjadikan tumpang
berimbang, tapi kemudian dalam perkembangannya berubah. Satu tindih kewenangan, karena antara keduanya terjadi distribusi
desa pakraman bisa punya satu, dua atau lebih desa dinas, dan kewenangan yang saling melengkapi, urusan pelayanan
sebaliknya satu desa dinas bisa punya satu, dua, atau lebih desa kepentingan masyarakat antara kepala desa dinas dan Bedese
pakraman. Itu semua tergantung pada kemungkinan untuk (kepala desa adat/ desa pakraman) terjalin koordinasi.
terjadinya pemekaran desa. Desa dinas kemungkinan untuk Urusan desa pakraman adalah urusan adat yaitu “Tri Karya
pemekarannya mengacu pada jumlah KK (kepala keluarga) yaitu Parisuda” yang terdiri dari i: (1) urusan parahyangan, yaitu urusan
setiap mencapai 40 kk maka dimungkinkan pemekaran desa dinas. upacara keagamaan; (2) petajeuh pawongan (urusan manusia
Sedangkan untuk desa adat/ desa pakraman mengacu pada “tri dengan manusia); (3) petajeuh palemahan (urusan manusia dengan
kayangan” atau “kayangan tiga” yaitu adanya atau dimilikinya tiga lingkungannya seperti: tanah ayahan desa (untuk rumah),
pure yang terdiri dari Pura Dese, Pure Pusah, dan Pure Dalam, serta pekarangan desa (tanah tegalan). Urusan Desa dinas adalah urusan
adanya Balai Agung. Jadi dengan dapat menyediakan tiga pure kedinasan (administrasi pemeritahan) seperti urusan kartu keluarga,
tersebut maka desa adat/ desa pakraman dapat dimekarkan. Tapi urusan KTP, penyelenggaran pungutan pajak pemerintah. Dengan
nyatanya jumlah desa adat/ desa pakraman jumlahnya tidak lebih demikian ketika warga masyarakat desa berkepentingan dengan
banyak dari desa dinas. Disa adat/ desa pakraman sebanyak 1473 urusan adat dan keagamaan maka ia hadapkan pada desa adat/
sedang desa dinas sebanyak 700 desa. desa pakraman, dan ketika warga masyarakat berkepentingan
dan desa adat mengadakan koordinasi, sebagai contoh adalah pengaturan tata ruang yang mengacu pada awig-awig. Begitu juga
tentang pembuatan SK Bersama desa dinas dengan desa adat/ perihal adat istiadatnya yang masih mempertahankan tradisi Bali.
desa pakraman perihal pungutan retribusi diluar pasar desa Yang mengacu pada ‘Tri Karya Parisuda’ yang di implementasikan
9. Karakteristik Desa Di Bali cenderung pada perlindungan kepentingan batiniah dimana warga
Tingkat kemajuan dan karakteristik desa di Bali berpariasi, masyarakat dapat merasakan kenikmatan spiritualnya.
Trunyam, disini ada satu desa dinas dan satu desa adat. Di trunyam 10. Dana Kegiatan Pembangunan Desa
ini masyarakatnya homogien, kepercayaannya cenderung animisme, Untuk kegiatan pembangunan Desa Dinas, pendanaan
budaya yang sangat aneh dari mereka adalah adanya tradisi berasal langsung dari anggaran pemerintah daerah (Anggaran
’mengubur tanpa menanam’ dimana mayat dari warga yang Pendapatan dan Belanja Daerah). Sedangkan untuk kegiatan Desa
meninggal ditaroh di bawah sebuah pohon besar tanpa dikubur yang Adat/ Desa Pakraman pada dasarnya bersifat otonomi (dibiayai
anehnya bau busuk mayat terisap oleh pohon tersebut sehingga warga masyarakat adapt). Sumber dana Desa Adat/ Desa Pakraman
lingkungan tidak tercemar. Umumnya masyarakat desa di Bali setidaknya ada 3 sumber yaitu; iuran warga, harta kekayaan desa
terbuka terhadap pengaruh dari luar, sambil tetap mempertahankan (dengan wujud lembaga keuangan), dan sumber pihak ke tiga yang
tradisi adat dan agamanya. Untuk segi tradisional, di Bali ada desa tidak mengikat. Pemerintah daerah juga memberikan bantuan
pakraman Panglipuran, di desa ini terlihat adanya keaslian kepada seluruh Desa Adat/ Desa Pakraman di Bali.
85
Menurut penjelasan Desa Oka, bahwa dana hibah yang dewa Wisnu nya, dan (3) pure dalem yang ada patung Dewa
dikeluarkan Pemerintah Provinsi Bali untuk Desa Adat/ Desa Siwanya, serta adanya Bale Agung.
Pakraman adalah sebesar Rp. 55 .000.000,-(lama puluh lima juta Untuk urusan ekonomi desa, di setiap desa pakraman ada
rupiah), sedang dana yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten untuk L.P.D (Lembaga Perkreditan Desa) yang dibentuk berdasarkan
Desa Adat/ Desa Pakraman adalah Rp. 20.000.000 (duapuluh juta) Peraturan Daerah, bahkan dalam hal bantuan dana pemerintah
s/d Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) per tahunnya. daerah memberikan hibahnya pada desa pakraman melalui L.P.D
11. Pembinaan Desa Di Bali ini. Sehingga lebih efektif dalam hal penggunaannya. Sedangkan
Untuk pembinaan desa, di tingkat Provinsi dan di untuk desa dinas, seperti juga di desa-desa lainnya di Indonesia
Kabupaten/ Kota ada B.P.M.D (Badan Pembinaan Masyarakat Desa) untuk urusan ekonomi ada K.U.D (Koperasi Unit Desa).
Lembaga Pemerintahan yang tupoksinya melakukan berbagai Untuk urusan pertanian desa, di setiap desa pakraman ada
aktivitas dalam rangka pembinaan desa meliputi pembinaan desa Subak, yitu lembaga yang mengatur penggunaan air pesawahan.
dinas dan juga desa adat. Perihal pemekaran desa, ada perbedaan Dalam hal pendanaan, untuk kegiatan desa dinas didapat
indikator, sehingga peluang pemekarannyapun tentu berbeda. Untuk langsung dari agaran pemerintah daerah, sedangkan untuk
desa dinas indikatornya adalah jumlah kk (kepala keluaga), sedang kegiatan desa adat/ desa pakraman pada dasarnya otonom (dibiayai
untuk desa adat/ desa pakraman adalah didasarkan pada ‘kayangan warga masyarakat adat) antaranya pungut pajak ketika upacara
tiga’ yaitu terpenuhinya ada tiga pure yang terdiri: (1) pure dese yang adat. Selai itu ada juga bantuan dari pemerintah daerah. Menurut
ada patung Dewa Brahma nya, (2) pure puseuh yang ada patung penjelasan Dewa Oke (Kepala Biro Hukum Provinsi Bali) bahwa
Kabupaten untuk desa adat/ desa pakraman sebesar 20 juta/ 1 th. dan ‘Tri Karya Parisuda’ dasar susila yang memeritahkan agar
Dalam hal aturan hukum, yang menjadi acuan desa perpikir (manacika), berbicara (wacika), dan berbuat (kayika) yang
pakraman utamanya adalah awig-awig; yang menjadi acuan desa baik-baik karena pada prinsipnya semua orang akan menjalani
dinas utamanya adalah aturan pemerintahan desa. Sanksi terhadap karmanya masing-masing. Hukum adat di Bali diadopsi dalam
yang melanggar awig-awig adalah sanksi adat/ agama berupa system pemerintahan desa secara langsung melalui Desa
teguran lisan, pengucilan, pemecatan; sanksi aturan pemerintahan Pakraman, dan pengaplikasiannya keseluruh system pemerintahan
desa adalah kesepakatan warga masyarakat desa. Sanksi terhadap di Bali melalui Majelis Alit Pakraman (tingkat kecamatan), Majelis
yang melanggar biasanya berupa denda. Midel Pakraman ( tingkat kabupaten/ kota), dan Majelis Agung
B. Hukum Adat Dan Sistem Pemerintahan Desa Di Bali Bedesa di Desa Pakraman Panglipuran), menjelaskan, bahwa para
Setelah diinfentarisasi dan diolah sedemikian rupa hasil leluhurnya dulu consensus melalui “Tri Hita Karana” lebih
wawancara memberikan informasi empirik bahwa: mengutamakan kebersamaan dalam kesederhanaan dan tidak
1. Sumber Hukum Adat Bali tujuan utamanya adalah gotong royong atau kesejajaran. Untuk
Hukum adat di Bali bersumber pada awig-awig bersumber kesejajaran maka yang di jadikan tolok ukur permasalahan adalah
pada weda yang mengajarkan ‘Tri Hita Karana’ ( tiga Hubungan yang paling rendah. Adanya ‘megibung’ adalah makan bersama di
yang harus dijaga) yaitu: (1) Parahyangan yaitu hubungan dengan pure untuk menrcerminkan kehidupan gotong royong. Ini semua ada
Tuhan, (2) Pawongan yaitu hubungan dengan sesame manusia (2) di Desa Pakraman Panglipuran, sebagai desa yang mencerminkan
keaslian masyarakat Bali tempo dulu. Menurut keterangan I.Wayan Majelis Desa Pakraman Agung. Eksistensi hukum adat diaplikasikan
Supat, Desa Pakraman Panglipuran telah ada sejak 700 tahun lalu pembuatan aturan desa dan juga perda kabupaten/ kota, juga perda
(Abad ke 13/ 14). Luas Desa Pakraman Panglipuran 112 Hektar provinsi lewat Bedese (Kepala Desa Pakraman), Majelis Pakraman
.Dalam hal tata ruang wilayah Desa Pakraman Panglipuran dibagi Alit, Majelis Pakraman Midel, dan Majelis Pakraman Agung.
menjadi tiga lokasi yaitu: (1) Ruang Utama Mandala adalah untuk Sehingga tentunya nilai-nilai Hukum Adat ini menjadi menyeluruh
pure, (2) Ruang Madya Mandala untuk pemukiman (rumah-rumah untuk di Bali.
sampah). Di Desa Pakraman Panglipuran ada 76 pekarangan dan 3. Kepatuham Masyarakat Bali Terhadap Hukum Adat
ada 76 gerbang. Sekarang ini masyarakatnya terdiri dari 228 Kepala Disetiap desa pakraman mempunyai awig-awig (Aturan Adat
Keluarga. Bali), dan warga desa adat sangat menghargai aturan prararem
2. Pelaksana Hukum adat kecenerungan bahwa mereka lebih takut sanksi adat dibanding
Desa adat/ desa pakraman landasan normanya terutama terhadap sangsi hukum Negara. Karena begitu patuhnya adat
mengacu pada awig-awig (aturan adat Bali). Orang yang paling mereka, maka ada kecenderungan bahwa keluarga besar mengikat
bertanggung jawab dalam system pemerintahan di desa adat/ desa warga Bali dimanapun ia berada. Awig-awig di desa pakraman yang
pakraman adalah Juru Bedese (kepala desa adat/ pakraman), di satu bisa berbeda dengan awig-awig di desa lain, dikernakan atas
tingkat kecamatan ada lembaga yang mewadahi Bedese adalah kesepakatan warga maka awig-awig dapat dirubah, walaupun untuk
Majelis Desa Pakraman Alit, di tingkat kabupaten/ kota ada Majelis perubahan bukan suatu hal yang mudah. Masyarakat desa
maka awig-awig yang asli mereka taroh di pure. adat di tiap daerah berbeda-beda. Hal ini salah satunya dipengaruhi
Awig-awig diantaranya mengatur perihal urusan keluarga, oleh faktor agama. Di Minang dikenal istilah “adat bersandikan syara,
seperti urusan kasta, urusan sentana rajeg (untuk kelanjutan syara bersandikan kitabullah”. Di Bali, adat mereka dipengaruhi
penerus yang tidak selalu laki-laki). Mengatur juga tentang tata ruang Agama Hindu.
atau penggunaan lahan, ada yang disebut tanah ayahan desa (untuk Antara Agama Hindu dan Budaya Bali adalah ibarat tenunan
rumah), ada pekarangan desa (tanah tegalan yang dimiliki desa) benang pada kain endek Bali, yang sudah saling jalin-menjalin
utamanya untuk mempasilitasi kepentingan adapt, mengatur pula dengan warna dan coraknya yang khas. Bagi pengamat sepintas
tentang tempat-tempat yang disucikan seperti gunung, laut, muara. sulit membedakan anyara Agama Hindu dan Budaya Bali. Oleh
ANALISIS TENTANG EKSISTENSI HUKUM ADAT adalah merupakan jiwa dan nafas dari budaya dan kebudayaan ini.
86
Lingkungan adat di wilayah nusantara yang diungkapkan oleh Van
Vollenhoven itu adalah: (1) Aceh; (2) Gayo dan Batak; (3) Nias dan
Menurut Van Vollenhoven wilayah yang dikenal sebagai
sekitarnya; (4) Minangkabau; (5) Mentawai; (6) Sumatera Selatan;
(7)Enggano; (8) Melayu; (9) Bangka dan Belitung; (10) Kalimantan
Indonesia sekarang ini dapat dibagi menjadi beberapa lingkungan
(Dayak); (11) sangihe-Talaud; (12) Gorontalo; 13 (Toraja; (14) Sulawesi
Selatan; (15) Maluku Utara; (16) Maluku Ambon; (17) Maluku Tenggara;
atau lingkaran adat (Adatrechtkringen).
(18) Papua; (19) Nusa Tenggara dan Timor; (20) Bali dan Lombok; (21)
Jawa dan Madura (Jawa Pesisiran); (22) Jawa Mataraman; (23) Jawa Barat
(Sunda).
Konstitusi, memerintahkan agar hukum adat, adat istiadat, seperti ini berlaku untuk di daerah wilayah Indonesia lainnya, bisa ya
kebiasaan-kebiasaan msyarakat, dan lembaga-lembaga adat yang dan bisa juga tidak tergantung pada tingkat penghargaan warga
diakui keberadaannya dan digunakan dalam kehidupan oleh masyarakat terhadap aturan hukum adatnya.
masyarakat luas dan yang tumbuh berkembang di daerah-daerah, Pasal 206 Undang-Undang Pemerintah Daerah menentukan
berkualifikasi sebagai nilai-nilai dan ciri-ciri budaya serta kepribadian bahwa ada empat urusan Pemerinthan Desa yaitu: (1) Urusan yang
bangsa, perlu di berdayakan, dibina dan dilestarikan. Dalam rangka sudah ada berdasarkan hal asal-usul Desa; (2) Urusan yang menjadi
pemberdayaan, pembinaan, dan pemberdayaan hukum adat kewenangan Kabupaten/ Kota yang diserahkan pengaturannya
tersebut di perlukan informasi empirik tentang eksistensi hukum Kepada Desa; (3) Tugas pembantuan dari Pemerintah, Provinsi,
adat, khususnya dalam pemerintahan desa. Terutama perihal dan/ atau Pemerintah Kabupaten/ Kota; (4) Urusan lainnya yang
penerapannya, dampak penerapannya, dan kendala yang oleh Peraturan Perundang-undangan diserahkan kepada Desa.
A. Penerapan Hukum Adat Dalam Penyelenggaraan Pemerintah No 72 Tahun 2005 dijadikan kewenangan Desa.
Eksistensi hukum adat sangat kuat di Bali terutama karena pelaksanaan kewenangannya pada Desa adalah urusan
masyarat Bali cenderung sangat patuh pada aturan adat dan takut pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan
pada sanksi adat , bahkan melebihi rasa takut terhadap sanksi dan pemberdayaan masyarakat (Pasal 8 PP No. 72 Th. 2005).
hukum negara. Karenanya living law dan living etik menjadikan Ketentuan tersebut diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/
dorongan berlakunya aturan hukum di Bali. Lalu apakah keadaan Kota dengan berpedoman pada Peraturan Menteri (Pasal 9 ayat (1)
PP No.72 Th. 2005). Penyerahan tersebut disertai dengan pelantikan dan pemberhentian serta pengangkatan pejabat kepala
pembiayaan (Pasal 9 ayat (2) PP No.72 Th.2005). Desa, tunduk pada Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 3 Th.
Demikian hal nya dengan penyerahan tugas pembantuan kepada 2007 tentang Pemilihan, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan dan
Desa, maka Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pemberhentian serta Pengangkatan Pejabat Kepala Desa (yang
Kabupaten/ Kota wajib menyertai dukungan pembiayaan, sarana selanjutnya disebut dengan Perda Kota Denpasar tentang Tatacara
88
prasarana, serta sumber daya manusia (Pasal 10 ayat (1) PP No. 72 Pemilihan Kades.
Th. 2005). Desa berhak menolak tugas pembantuan itu jika tidak Dalam Pasal 9 Perda Kota Denpasar tentang Tata cara Pemilihan
89
disertai dengan pembiayaan, prasarana dan sarana, serta sumber Kades diuraikan persyaratan untuk menjadi Calon Kepala Desa
daya manusia (Pasal 10 ayat (3) PP No. 72 Th. 2005). adalah: (1) Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa; (2) Setia
Penyelenggaraan tugas pembantuan tersebut berpedoman pada Kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar
peraturan Perundang-undangan (Pasal 10 ayat (2) PP No. 72 Tahun Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan kepada Negara
Di Desa Padangsambian Kaja, menurut informasi I Made paling rendah tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan/ atau
87
Gede Wijaya , aplikasi Desa menjalankan urusan yang sudah ada
88
Hal tersebut sebagaimana amanat yang tertuang dalam Pasal 53 ayat (1)
berdasarkan hak asal usul Desa adalah pada proses penetapan
PP No. 72 Tahun 2005. Pasal tersebut menyatakan bahwa ketentuan lebih
lanjut mengenai Tata cara Pemilihan, Pencalonan, Pengangkatan,
Kepala Desa. Desa-desa yang berada dalam wilayah hukum Kota
Pelantikan, dan Pemberhentian Kepala Desa diatur dengan Peraturan
Daerah Kabupaten/ Kota.
Denpasar, dalam hal pemilihan, pencalonan, pengangkatan, 89
Kota Denpasar., Peraturan Daerah Kota Denpasar tentang Pemilihan,
Pencalonan, Pengangkatan, Pelatihan dan Pemberhentian serta
Pengangkatan Pejabat Kepala Desa, Perda Kota Denpasar No. 3 Tahun
87
I Made Gede Wijaya, Kepala Desa Padangsambian Kaja, informan saat 2007 (Lembaran Daerah Kota Denpasar No.3 Tahun 2007, Tambahan
penelitian ini dikerjakan. Lembaran Daerah Kota Denpasar No.2).
sederajat; (4) Berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun; (5) menjadi perhatian dalam proses pemilihan kepala Desa, dikarenakan
Bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa; (6) Penduduk Desa Desa tersebut telah ada terlebih dahulu sebelum adanya peraturan
pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan, dengan Menurut Kepala Desa Padangsambian Kaja, bahwa
hukuman paling singkat 5 (lima) tahun; (8) Tidak dicabut hak pilihnya Desanya tidak mendapat urusan yang menjadi kewenangan
sesuai dengan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan Kabupaten/ Kota yang diserahkan pengaturannya Kepada Desa dan
hukum tetap; (9) Belum pernah menjabat sebagai Kepala Desa juga tidak mendapatkan tugas pembantuan dari Pemerintah,
paling lama 10 (sepuluh) tahun atau dua kali masa jabatan; dan (10) Provinsi, dan/ atau Pemerintah Kabupaten/ Kota. Sedangkan urusan
Sehat jasmani dan rohani. lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan
Dalam pelaksanaannya, persyaratan tersebut haruslah kepada Desa adalah Penetapan Peratura Desa (Perdes). Bersama-
memperhatikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat kesatuan sama dengan Badan Permusyawaratan Desa (B.P.D), Kepala Desa
hukum adat setempat. Nilai adat istiadat dimaksudkan adalah nilai- menetapkan Perdes (Pasal 55 PP No. 72 Tahun 2005). Salah
nilai yang sudah menjadi tradisi di Desanya dalam hal proses satunya adalah Penetapan Rancangan Anggara Pendapatan
penentuan calon kepala Desa. Yaitu berdasarkan aspirasi warga Belanja Desa (R.A.P.B Desa) menjadi A.P.B Desa oleh Kepala Desa
Sekretaris Desa, pelaksana teksis lapangan, dan unsur kewilayahan kehidupan masyarakatnya bersifat khusus. Warga masyarakat Bali
90
sebagai perangkat Desa lainnya selain Sekretaris Desa. kalaupun merantau umumnya kalau mati berkehendak di di kuburkan
Kuatnya eksistensi hukum dalam penyelenggaraan di desanya. Landasan filosofis hukum adat di Bali mengacu pada ‘Tri
pemerintahan desa di Bali tercermin dengan adanya desa adat/ desa Hita Karana’ (tiga hal yang di syaratkan untuk terwujudnya
pakraman yang begitu melekat dengan sistem pemerintahan di kebahagiaan) yang terdiri dari: (1) perihal parahiyangan; (2) perihal
Provinsi Bali. Desa pakraman tumbuh dan berkembang sepanjang pawongan (urusan penduduk atau warga masyarakat); (3) perihal
sejarah selama berabad-abad, yang memiliki otonomi asli mengatur palemahan (kewilayahan). Menurut adat masyarakat Bali ‘Tri Hita
rumah tangganya sendiri, dan realitas menunjukkan bahwa desa Karana’ ini harus diaplikasikan oleh masyarakat Bali dalam pola
pakraman telah memberikan kontribusi yang positif bagi kehidupan pemikiran “Tri Karya Parisuda” yaitu dalam hal berpikir (manacika),
masyarakat dan pembangunan. Desa pakraman sebagai kesatuan dalam hal berbicara (wacika), juga dalam hal berbuat (kayika). Apabila
masyarakat hukum adat yang dijiwai oleh ajaran agama hindu dan dilanggar, maka menurut keyakinan mereka bagi ia yang melanggar
nilai-nilai budaya yang hidup di Bali besar peranannya dalam bidang akan mendapatkan karmanya sendiri. Penduduk atau warga
agama dan sosial budaya. masyaratkat adat pun dalam hal pembuatan rumah pun mengacu
Masyarakat Bali begitiu erat keterikatannya dengan Hukum pada ‘Tri Karya Parisuda’ yang terlihat dalam hal pembagian ruang
Adat dan agamanya sehingga beralasan bila masyarakat Bali tempat tinggal yang harus terdiri dari: (1) ada ruang bagian depan
mencanangkan konsep pemikiran ‘one island one managemen’ yaitu untuk urusan para hyangan dilengkapi ‘sanggah’ (tempat
yaitu untuk tualet, gudang dan sebagainya. kaidannya dengan urusan adat/ keagamaan.
Dalam Pemerintahan Desa maka Bedesa (kepala desa adat/ Mengacu pada uraian diatas yang menggambarkan adanya
pakraman) mengurus urusan warga dengan mengacu pada landasan kepatuhan masyarakat Bali terhadap norma adat/ keagamaan, berarti
filosofis ‘Tri Hita Karana’ dan landasan kinerja atau berkarya pada ‘Tri bahwa penerapan hukum adat/ keagaman dalam sistem
Karya Parisuda’ yang semuanya itu sudah dijabarkan di dalam awig- pemerintahan desa tidak ada hambatan. Penerapan hukum adat/
awig masing-masing desa pakramannya. Landasan pemikiran dalam agama di Bali ada dua cara yaitu, secara langsung melalui Desa Adat/
pengaturan desa pakraman adalah keanekaragaman, partisipasi, Desa Pakraman yang di pimpin oleh Bedesa (Kepala Desa Adat), dan
otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan krama desa, yang juga secara tidak langsung yaitu diaplikasikan dalam setiap urusan
urusanya meliputi: (1) Urusan parahyangan (ketuhanan), karenanya pemerintahan melalui aturan-aturan perihal kedinasan yang dalam
setiap desa pakraman punya pure sendiri, dan syarat untuk pembuatannya menghadirkan Bedesa (Kepala Desa Pakraman)
pemekaran/ dibentukannya Desa Pakraman haruslah memiliki tiga melalui Lembaga Pakraman Alit, Lembaga Pakraman Midel dan
pure yaitu: (a) pure desa, (b) pure puseh, (c) pure belakang; (2) lembaga pakraman Agung.
Urusan Pawongan, yaitu urusan orang-orang atau urusan Contoh: Untuk pemberantasan narkoba di undangkan Undang-
kependudukan dalam urusan pawongan ini Desa Pakraman pun Undang tentang Anti Narkoba. Maka Desa Pakraman sepakat untuk
mengatur dan melayani urusan hubungan antar manusia sepanjang memerangi narkoba. Kemudian timbul kebiasaan pada masyarakat
ada keterkaitan urusan adat/ keagamaan; (3) Urusan Palemahan Bali untuk menjauhi dan anti terhadap narkoba. Kebiasaan ini lalu
(kewilayahan), yaitu urusan lingkungan sekitarnya dalam hal kaitannya melembaga menjadi prararem (adat istiadat), dan kemudian lebih
dengan adat/ keagamaan, dalam hal ini desa pakraman mengatur dan melembaga lagi maka dibuatkan awig-awignya.
Produk hukum yang di buat pada lepel kolektif rule yang datang dari yang tidak boleh di tebang maka pohon yang dikeramatkan tersebut
pusat antara lain: (1) perihal tata ruang dengan aturan tentang tidak ditebang. Ini nilai kearipan lokal.
penangan lingkungan, masalah sanitasi; (2) urusan kebersihan desa Jadi jelas bahwa eksistensi hukum adat di Bali sangat kuat ,
dengan dibuat aturan swa kelola sampah; (3) Perda perihal dan menyeluruh untuk aturan hukum di masyarakat baik di kawasan
pembentukan L.P.D (Lembaga Perkreditan Desa); (4) aturan perihal desa dinas maupun di kawasan desa adat/ desa pakraman.
bantuan kelompok sosial keagamaan. Produk hukum pada level Semuanya mengacu pada landasan filosofis hukum adat yakni “ Tri
kolektif rule yang dibuat desa (peraturan desa) antara lain: (1) Karya Parisuda” dan “Tri Hita Karana” . Hanya saja untuk di desa
Peraturan Desa perihal Anggaran Pembangunan Desa; (2) Peraturan dinas dilaksanakan langsung melalui awig-awig, sedang untuk di desa
Desa Perihal Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa; (3) SK. dinas diaplikasikan dalam aturan Peraturan Desa.
Dalam penerapan aturan pusat dan aturan adat, contohnya Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
dalam hal menetapkan kepala dusun, selain mengacu pada aturan Data empirik menunjukkan bahwa dampak Penerapan
pusat juga ada memperhatikan nilai tradisional (aspirasi masyarakat). Hukum Adat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa adalah:
pelaksanaannya dipakai hukum adat (asas musyawarah). 1. Aktualisasi Nilai-nilai Luhur Budaya Bangsa
Contoh lain, Perda menentukan bahwa pepohonan tinggi sepanjang Hukum adat yang memuat nilai-nilai dan ciri-ciri budaya dan
jalan ke Bandara Ngurah Rai harus di tebang. Tapi dalam kepribadian bangsa itu merupakan faktor strategis dalam upaya
pelaksanaannya karena secara nilai adat/ keagamaan ada pohon mengisi dan membangun jiwa, wawasan, dan semangat bangsa
Indonesia sebagaimana tercermin dalam nilai-nilai luhur Pancasila 200 s/d pasal 216 Undang-Undang Pemda; (8) Peraturan
dan Undang-Undang Dasar 1945. Karenanya dengan diterapkannya Pemerintah No. 76 Th. 2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan
Hukum Adat berarti aktualisai nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Mengenai Desa; (9) Peraturan Pemerintah No. 72 Th. 2005 tentang
budaya masyarakat di Desa, sebagai budaya asli leluhur Bangsa Desa, pada Bab. III tentang Kewenangan Desa Pasal 7-10, Pasal 53
Indonesia. ayat (1); (10) Peraturan Daerah Propinsi Bali No. 6 Th. 1986 tentang
Aturan hukum yang yang mengakomodir dan melegalkan hukum Kedudukan, Fungsi, dan Peranan Desa Adat sebagai Kesatuan
adat dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa sebagai wujud dari Masyarakat Hukum Adat Dalam Propinsi Daerah Tingkat I Bali
penyelenggaraan pemerintahan daerah di tanah air antara lain: (1) (Perda Desa Adat).; (11) Peraturan Daerah Propinsi Bali No. 3
Undang Undang Dasar 1945 Bab VI tentang Pemerintahan Daerah Tahun 2001 tentang Desa Pakraman; (12) Peraturan Daerah Kota
Pasal 18 dan Penjelasannya; (2) Undang Udang Dasar RI Tahun Denpasar No. 1 Tahun 2009 tentang Pemilihan, Pencalonan,
1945 Pasal 18 B; (3) Undang-Undang No. 22 Th. 1948 tentang Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian serta Pengangkatan
Pemerintahan Daerah Bab. 2 Pasal 3 angka 1; (4) Undang-Undang Pejabat Kepala Desa; (13) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 1
No. 1 Th. 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah Pasal 1 Th. 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
jo Penjelasan Pasal 2; (5) Undang-Undang No. 19 Th. 1965 tentang Th. 2005-2025; (14) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3 Th. 1997
Desapraja sebagai bentuk peralihan untuk mempercepat tentang Pemberdayaan dan Pelestarian Serta Pengembangan Adat
terwujudnya Daerah Tingkat III di seluruh wilayah Republik Indonesia Istiadat; (15) Surat Keputusan Bersama Bedesa Adat Pakraman
(Penjelasan Umum); (6) Undang-Undang No. 22 Th. 1999 tentang Padangsambian dengan Kepala Padangsambian Kelod.
Pemerintahan Daerah Pasal 1 hurup o; (7) Undang-Undang No. 32 Di Bali , Agama Hindu dapat disebut sebagai isi dan budaya
Th. 2004 tentang Pemerintahan Daerah Bab XI dimulai dari Pasal Bali, sebagai ekspresi atau gerak aktivitasnya. Agama Hindu sesuai
sifat ajarannya senantiasa mendukung dan mengembangkan dan tugasnya tersebut diberi nama masing-masing “Desa Adat” dan
budaya setempat. Agama Hindu ibarat aliran sungai, kemana sungai “Desa Dinas” atau “Desa Administratif”.
mengalir disanalah lembah disuburkan. Budaya dapat pula Desa Adat dengan Banjar-Banjarnya adalah lembaga
dibandingkan sebagai wadah dan agama sebagai air nya. Warna masyarakat umat Hindu yang sepenuhnya berdasarkan keagamaan.
dan bentuk air di dalam wadah itu. Demikian eratnya hubungan Secara nyata dasar keagamaan itu dapat dilihat pada “Kahiyangan
antara Agama Hindu dengan budaya atau kebudayaan Bali. Dalam Tiga” dan upacara-upacara agama yang berlangsung di Desa Adat,
hubungannya dengan kebudayaan Bali, Agama Hindu yang seperti: upacara Tawur Kesanga, Usabha Desa dan lain-lain. Agama
merupakan jiwa, inti atau fokus budaya itu terpancar pada: (1) Hindu menjiawai dan meresapi segala kegiatan Krama Desa.
pandangan hidup masyarakat Bali; (2) seni budaya Bali; (3) adat Demikian pula jika dikaji ajaran agama tentang upaya untuk
istiadat dan hukum adat yang merupakan pengejawantahan dari mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran, dan kebahagiaan hidup
Hukum Hindu; (4) organisasi sosial kemasyarakatan tradisional serta membina hubungan harmonis antara manusia yang kemudian
seperti Desa Adat, Subak dan lain-lain. di kenal dengan “Tri Hita Karana”, maka Desa Adat tidak saja
Desa Adat yang sekarang dikenal, pada mulanya dikenal merupakan persekutuan teritorial dan persekutuan hidup atas
dengan sebutan “desa” saja. Tetapi dengan adanya pembentukan kepentingan bersama dalam masyarakat, tetapi juga merupakan
desa yang lain oleh Pemerintah Belanda, yang mempunyai tugas persekutuan dalam kesamaan agama dalam memuja Tuhan Yang
khusus dalam penanganan administrasi pemerintah ditingkat bawah, Maha Esa. Perpaduan ke tiga unsur ‘Tri Hita Karana”, yakni antara
maka terjadilah kerancuan pengertian “desa”. Oleh karena itu manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Diwujudkan dengan
memberikan perbedaan yang tegas maka desa yang berbeda fungsi mendirikan pura Kahiyangan Tiga atau Kahiyangan-Kahiyangan
aturan yang berlaku sebagai anggota Desa Adat atau Krama Desa hukum bagi Krama Desa; (9) mengikat persatuan dan kesatuan
dan Wilayah Desa Pakraman, yakni dengan pemeliharaan bersama antar sesama Krama Desa dengan cara gotong-royong dalam
desa, fasilitas desa dan Banjar masing-masing dengan baik dengan bidang ekonomi, teknologi, kemasyarakatan dan keagamaan; (10)
Parareman atau Pasangkepan rutin. Dengan demikian “Tri Hita menjunjung dan mensukseskan program pemerintah.
Karana”, yang menyebabkan kehidupan yang harmonis antara Penerapan hukum adat pada masyarakat Bali terlihat dari
sesama warga Desa Pakraman untuk mewujudkan kesejahteraan bagaimana masyarakat adat Bali mengatur tata ruang lingkungannya
dan kebahagiaan hidup merupakan landasan bagi Desa Pakraman. dengan mengacu pada “Tri Karya Parisuda”, maka lingkungan Desa
Fungsi Desa Pakraman yang paling menonjol bagi warga atau Adat/ Desa Pakraman terbagi tiga ruang yaitu ruang untuk urusan
Krama-nya, adalah untuk bersama-sama meringankan beban ketuhanan, ruang untuk urusan pawongan (manusianya), ruang
kehidupan baik suka dan duka (dalam Pasuka-dukan Desa). untuk urusan pekarangan. Begitu juga dalam hal rumah warga
Dengan demikian fungsi atau peranan Desa Pakraman masyarakat di Bali yang juga terdiri dari: jone untuk urusan
dalam pelaksanaan Agama Hindu secara detil adalah sebagai parahyangan tiap pekarangan/ rumah ada ‘sanggah’ (tempat
berikut: (1) mengatur hubungan Krama Desa dengan Kahiyangan; peribadatan, jone untuk urusan penghuni (pawongan), dan jone
(2) mengatur pelaksanaan Panca Yajna dalam masyarakat; (3) belakang yaitu untuk tempat tualet, ternak dan sebagainya. Dalam
mengatur penguasaan Setra; (4) mengatur hubungan antar sesama hal penataan ruang pekaranganpun ada ditentukan arah
Krama Desa; (5) mengurusi tanah, sawah dan barang-barang lain penempatannya, contoh; untuk kantin tidak boleh arah utara timur,
milik Desa Pakraman; (6) menetapkan sanksi-sanksi bagi dan untuk WC tidak boleh arah utara timur. Begitu juga dalam hal
pelanggaran Hukum Adat (awig-awig); (7) menjaga keamanan, tinggi bangunan ada stratifikasinya contohnya; dalam hal ketinggian
pure, pura yang satu ditentukan harus lebih tingga dari pura yang juga membutuhkan kepentingan duniawi. Hanya saja dalam batas-
lain. Dalam ketentuan ‘Hasta Kusala Kusali’ bahwa Pura Besakih batas yang tidak melanggar aturan adat.
karena diyakini sebagai tempat berkumpulnya Para Dewa maka Kuatnya eksistensi hukum adat pada masyarakat Bali sama
haruslah lebih tinggi dari pura yang lainnya. dengan kuatnya eksistensi hukum adat pada masyarakat adat
2. Tetap Konsisten dengan Negara Kesatuan Republik memelihara kebutuhan spiritual mereka begitu tertutup sehingga
Indonesia interaksi sosial terjadi hanya pada Baduy luar, lain halnya Bali yang
Dengan penerapan hukum adat dalam penyelenggaraan bersifat terbuka pada dunia luar sehingga interaksi sosial dalam hal
pemerintahan desa yang menjadikan semakin otonomnya penguasaan iptek tidak terhambat. Karenanya masyarakat Bali
pemerintahan desa, ada kekhawatiran sementara pihak untuk mendapatkan keduanya yaitu kebutuhan spiritual dan juga
tumbuhnya feodalisme yang terpusat pada pemimpin adat di desa- kebutuhan material.
tidak ada hal-hal yang menjurus pada hal seperti itu. C. Hambatan Untuk Diterapkannya Hukum Adat Dalam
Realitas menunjukkan bahwa perlindungan hukum kearah Sistem Pemerintahan Desa Dan Solusi Antisipasinya
memperkuat eksistensi hukum adat khususnya di Bali lebih Untuk diterapkannya Hukum Adat Dalam Sistem
cenderung pada perlindungan kepentingan batiniah dimana warga Pemerintahan Desa ada hambatan berupa:
Masyarakat Hukum Adat melaui Pasal II Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 tentang
Terdapatnya sejumlah peryaratan untuk diakuinya komunitas Perubahan Atas Peraturan Nomor 3 Tahun 2001 maka ketentuan
masyarakat sebagai M.H.A (Masyarakat Hukum Adat) dalam U.U.D bebas pajak tersebut dihapus, yang berarti bahwa tanah-tanah desa
1945 pasca amandemen menimbulkan tafsiran tentang adanya pakraman adalah juga merupakan objek pajak. Menurut warga
kekhawatiran terhadap MHA untuk dapat mengganggu jalannya masyarakat, sebetulnya para penggarap di lahan ini telah dikenai
demokrasi modern atau tatanan Negara Kesatuan Republik kewajiban untuk membayar kepentingan upacara adat. Akibatnya
Indonesia. Lebih jelas lagi bahwa dengan adanya persyaratan warga masyarakat terbebani dua kali pembiayaan dalam hal
tersebut mempersulit untuk dipenuhinya keberadaan suatu pengelolaan tanah adat. Sesuai Penjelasan Umum dari Undang-
Masyarakat Hukum Adat. Undang Nomor 3 Tahun 2003, bahwa tidak dapat dilaksanakannya
ketentuan Pasal 9 ayat (6) yang berkaitan dengan pajak buni dan
2. Ada kalanya tumpang tindih dan benturan dengan bangunan diatur secara nasional Undang-Undang Nomor 1 Tahun
aturan Hukum Nasional 2003 tentang Desa Pakraman dikernakan hal berdasarkan Undang-
Ada kalanya terjadi tumpang tindih atau benturan dalam Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
pengaturan kewenangan oleh aturan hukum adat dan aturan hukum sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor 12
Nasional, contohnya dalam hal pengenaan pajak terhadap tanah Tahun 1994, sehingga karena itu aturan yang membebaskan pajak
adat di desa pakraman. Semula melalui Pasal 9 Ayat (6) Perda tanah-tanah desa pakraman berdasar Pasal 9 ayat (6) Undang-
Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Desa Pakraman dihapus.
ditentukan, bahwa tanah desa pakraman dan atau tanah milik desa
Dalam hal pemilihan kepala Desa, bila tidak sesuai dengan BAB V
nilai-nilai yang sudah menjadi tradisi di Desa, maka masyarakat akan KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
berikut :
Di Bali tiap desa mempunyai awig-awig sendiri, dan 1. Pemerintahan Desa sejak Hindia Belanda, bahkan jauh
walaupun mempunyai landasan filosofis sama tapi norma-normanya sebelum itu yaitu sejak zaman kerajaan-kerajaan di
belum tentu sama karena ditentukan oleh perkembangan masing- nusantara pemerintahan desa telah ada, tapi dengan nama
masing desa adat dalam mengaplikasikan awig-awignya. Karena dan sistem pemerintahan yang berbeda-beda karena sangat
walaupun materi awig-awig pada dasarnya tidak mudah untuk diwarnai kemauan politik yang ada pada zamannya. Begitu
dirubah tapi atas kesepakatan warga desa adat dapat terjadi juga tentang eksistensi Hukum Adat dalam penyelenggaraan
perubahan. Keaneka ragaman ini dapat menimbulkan masalah Pemerintahan Desa telah ada sejak lama, aturan hukum
dalam rangka interaksi sosial bila terjadi pertautan atara warga desa yang mengakomodir dan melegalkan Hukum Adat dalam
adat yang satu dengan warga desa adat lain yang berbeda aturan penyelenggaraan pemerintahan desa telah ada dan
dalam pengaplikasiannya , ada yang mengaplikasikan penyelenggaraan Pemerintahan Desa bila terjadi perbedaan
secara langsung ada juga yang secara tidak langsung, norma antara Hukum Negara dengan Hukum Adat.
tergantung pada karakteristik tempat dan waktu dimana Diperlukan solusi antisipasi yang bijak dan tepat.
masyarakat dalam bentuk pelayanan untuk kepentingan Sesuai kesimpulan seperti terurai diatas kami
secara tidak langsung, yaitu dalam Peraturan Desa untuk 1. Keanekaragaman system pemerintahan desa perlu disikapi
melayani kebutuhan kemasyarakatan berasaskan sebagai suatu realitas sosial yang memberi petujuk bagi
kebersamaan dan gotong-royong. pembuat aturan hukum agar lebih hati-hati dalam hal
2. Dampak perapan Hukum Adat dalam penyelenggaraan membuat aturan perihal desa-desa di Indonesia, sehingga di
Pemerintahan Desa terutama pada faktor sikap dan prilaku satu sisi tidak menimbulkan dampak yang dirasa kurang
warga masyarakat terhadap penyelenggaraan Sistem tepat oleh masyarakat, disisi lain juga harus tetap dalam
Pemerintahan Desa. Dengan berperannya Hukum Adat koridur mempertahankan aturan-aturan sesuai dengan
rangka memperlancar interaksi sosial antar warga Kawasan Perkotaan dan Pedesaan (UU No. 24 Tahun 1992
3. Solusi bila terjadi hambatan berupa perbedaan norma Abdul Gaffar (edt).,Kompleksitas Persoalan Otonomi Di Indonesia,
Hukum Negara dengan Hukum Adat antisipasinya adalah Cet. 1., (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2003).
sinkronisasi.. Seperti halnya di Bali bahwa dengan living law Bayu Surianingrat, Desa dan Kelurahan Menurut UU No. 5 Tahun
dan living etik maka hukum dapat dipatuhi di Bali. 1979, (Jakarta: Metro Pos Jakarta, 1980).
Abdurrahman., Hukum Adat Menurut Perundang-undangan Republik Muslimin, Amrah.,Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, (Bandung,
Bumi Aksara, 1991). Tahun 1999 di Bali” (Laporan hasil penelitian, Pusat Studi
Purwita, I.B.P., Desa Adat dan Banjar Adat di Bali, (Denpasar: Hukum Adat,FH Unud, 2001).
Penerbit Kawi Sastra, 1984). _______., Sudantra, Ketut., Pengantar Hukum Adat Bali, (Denpasar,
Surianingrat, Bayu.,Desa dan Kelurahan Menurut UU No. 5 Tahun Lembaga Dokumantasi dan Publikasi Fakultas Hukum,
Soepomo,R., Bab-bab tentang Hukum Adat, (Jakarta, Penerbit _______., Bali Mawacara Kesatuan Awig-awig Hukum dan
Surpha, I Wayan., Eksistensi Desa Adat dengan Diundangkannya University Press, 2008).
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa: Suatu Telaah Indonesia., Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Undang-
Adminstrasi Negara, Cet. 1., (Jakarta: P.T RajaGrafindo Undang Dasar 1945
Windia, Wayan P., Wirta Griadhi, Ketut., Sudantra, Undang Nomor. 22 Tahun 1948.
Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Undang Nonor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun
Timur., Undang-ndang Nomor 64 Tahun 1958.,(Lembaran 2004 Nomor 125., Tambahan Lembaran Negara Tahun 2004
_______.,Undang-Undang tentang Desa Praja, Undang-Undang Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang
NO. 19 Tahun 1965 . Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Undang-Undang Nomor
_______.,Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di 34 Tahun 2000., (Lembaran Negara Tahun 246, Tambahan
_______.,Undang-Undang tentang Pemerintahan Desa, Undang- _______., Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1979. Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
_______,Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, Undang- Daerah, Undang-Undang Nomor 8 Tanhun 2005 (Lembaran
Undang Nomor 22 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran
1999 Nomor 60., Tambahan Lembaran Negara Tahun 1999 Negara Nomor 4548).
_______.,Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, Undang- Tentang Perubhan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun
Undang Nomor 39 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah
Penggati Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 (Lembaran Menteri Dalam Negeri RI, Keputusan Menteri Dalam Negeri Tentang
Negara Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa, Keputusan
Negara Nomor 4493). Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 1999 (Ditetapkan di
_______.,Peraturan Pemerintah tentang Desa, Peraturan Jakarta pada tgl. 6 Septembaer 1999).
Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 (Lembaran Negara Tahun Pemerintah Daerah Provinsi Bali, Peraturan Daerah tentang
2005 Nomor 158.,Tambahan Lembaran NegaraTahun 2005 Kedudukan, Fungsi, dan Peranan Desa Adat, Perda Provinsi
Menteri Dalam Negeri RI, Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang _______, Peraturan Daerah Propinsi Bali tentang Desa Pakraman,
Pemberdayaan dan Pelestarian Serta Pengembangan Adat Perda Propinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001,(Lembaran Daerah
Istiadat, Kebiasaan-Kebiasaan Masyarakat, Dan Lembaga Provinsi Bali Tahun 2001 Nomor 29 Seri D Nomor 29).
Adat Di Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 _______, Peraturan Daerah Propinsi Bali tentang Perubahan Atas
Tahun 1997 (Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Pebruari Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001
Menteri Dalam Negeri RI, Keputusan Menteri Dalam Negeri Tentang Tahun 2003 (Lembaran Daerah Propinsi Bali Tahun 2003
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Kelurahan, Desa Pakraman Padangsembian, Kelurahan Padangsambian, Desa
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 63 Tahun 1999 Padangsambian Kaja, Kepala Desa Padangsambian Kelod., Surat
(Ditetapkan di Jakarta Pada tgl. 6 September 1999). Keputusan Bersama Tentang Pengenaan Retribusi Pedagang Diluar