Anda di halaman 1dari 9

“ EKSISTENSI PEMBERLAKUAN HUKUM ADAT, PADA SISTEM

HUKUM POSITIF INDONESIA”


Oleh : Annisha Rahma Zhafira1

Hukum Adat2

Abstract

Adat is a custom of society that is carried out continuously and preserved from one
generation to another. Habits that exist in society are identity nation or a reflection of the
personality of a nation. In implementing the law, Indonesia uses Dutch law more, given the
principle of legality adopted, and the principle of concordation due to Dutch colonialism.
Therefore customary law needs to carry out its existence in implementing the law in Indonesia.
Considering Indonesian original law is Adat Law.

Keyword : Adat Law, Indonesian positive law, the existence of Adat Law

Abstrak

Adat adalah kebiasaan masyarakat yang dilakukan secara terus-menerus dan


dilestarikan dari satu generasi ke generasi. Kebiasaan dimasyarakat tersebut merupakan
identitas bangsa atau cerminan kepribadian suatu bangsa. Dalam pemberlakuan hukum,
Indonesia lebih banyak menggunakan hukum Belanda, mengingat adanya asas legalitas yang
dianut, serta asas konkordasi karena penjajahan Belanda. Terkait hal ini, hukum adat perlu
melakukan eksistensinya dalam melakukan penerapan hukum di Indonesia. Mengingat hukum
asli Indonesia adalah hukum adat.

Kata kunci : Hukum Adat, Hukum Positif Indonesia, Eksistensi Hukum Adat.

PENDAHULUAN

Di dalam masyarakat terdapat suatu perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang


secara terus menerus hingga menjadi suatu kebiasaan. Kebiasaan ini meskipun tidak tertulis
namun disadari keberadaannya dan dilestarikan oleh masyarakat, Kebiasaan yang bertahan
selama bertahun-tahun dan tertanam di dalam hati nurani masyarakat ini dapat menjadi suatu
kebudayaan. Dari suatu kebudayaan tersebut akan lahir suatu hukum adat yang akan berlaku
di dalam masyarakat. Karena hubungan kebudayaan dan hukum adat adalah sangat erat,
bagaikan ibu dan anak3. Sebab kebudayaan dapat menghasilkan hukum adat yang berlaku di
masyarakat.

1
NIM : 180710101143. Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Jember.
2
Mata Kuliah Hukum Adat, Kelas B
3
Aliefa Dwiwandana “Kompasiana “Ada apa dengan budaya dan hukum adat”
https://www.kompasiana.com/aliefiarizky/54f82ef1a33311ae608b4d71/ada-apa-dengan-budaya-dan-hukum-
adata. (diakses 12 April 2018 pukul 15:14)
Bangsa Indonesia sendiri, merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beragam suku bangsa,
sehingga kebudayaan mereka pun beragam4. Karena suatu keberagaman ini, terdapat suatu
perbedaan kebudayaan, hal ini juga akan berpengaruh terhadap hukum adat di dalamnya.

Oleh karena keberagaman hukum adat tersebut, Van Vollenhoven juga membagi Indonesia
dalam 19 (sembilan belas) lingkungan hukum adat yaitu: Aceh, Tanah Gayo (Alas,dan Batak
berserta Nias), Daerah Minangkabau (berserta Mentawai), Sumatra Selatan, Daerah Melayu,
Bangka Belitung, Kalimantan (Tanah Dayak), Minahasa, Gorontalo, Daerah Toraja, Sulawesi
Selatan, Kepulauan Ternate, Maluku (Ambon), Irian, Kepulauan Timor, Bali dan Lombok
(berserta Sumbawa Barat), Jawa Tengah dan Timur (berserta Madura), Daerah-Daerah
Swapraja Solo dan Yogyakarta, Jawa Barat5. Mpu Tantular juga memberikan suatu konsep
yang sangat tepat untuk menggambarkan kondisi keberagaman ini, yang disebut Bhinneka
Tunggal Ika, Tan Hanna Dharma Mangruwa

Meskipun hukum asli Indonesia adalah hukum adat, namun hukum adat tidak dijadikan sebagai
dasar dalam penegakan hukum di Indonesia. Selain karena hukum di Indonesia memegang asas
legalitas tertulis yaitu “Nullum delictum nulla poena sine previa lege poenali” yang tertulis
jika perbuatan tersebut merupakan sifat yang melawan hukum dan dapat dipidana jika
perbuatan tersebut telah diatur di dalam UU, hal ini juga dipekuat dengan pasal 1 ayat 1 KUHP,
sedangkan hukum adat adalah hukum tidak tertulis oleh karena itu kelegalitasannya untuk
menegakan hukum tersebut lemah dan memungkinkan terjadi kesewenang-wenangan bagi
pihak tertentu. Faktor lain juga berpengaruh seperti, Bangsa Indonesia telah menjadi jajahan
bangsa Belanda selama 142 tahun 6, maka berlakunya asas korkordasi dilakukan oleh bangsa
belanda, agar tidak terjadi suatu kekosongan hukum di Indonesia. Lalu adanya, faktor
pengabaian eksistensi hukum adat sebagai salah satu sumber hukum di Indonesia, karena
anggapan bahwa hukum adat sangat bersifat tradisional dan tidak dapat menjangkau
perkembangan zaman (globalisasi dan teknologi)7. Maka dari itu, pada tulisan ini akan dibahas
tentang bagaimana eksistensi pemberlakuan hukum adat pada sistem hukum positif Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Adat

Adat adalah kebiasaan suatu masyarakat yang bersifat ajeg (dilakukan terus-menerus),
dipertahankan oleh para pendukungnya8.

4
Dr. Dominikus Rato, S.H., M.S.i., 2009, “Pengantar Hukum Adat”, Yogyakarta: LaksBang Pressindo,
hlm. 3.
5
R. Van Dijk, Pengantar Hukum Adat Indonesia, diterjemahkan oleh A. Soehardi, (Bandung:S
6
Detik.com “Benarkah Indonesia dijajah oleh belanda tak selama 350 tahun?”
https://news.detik.com/berita/d-2830581/benarkah-indonesia-dijajah-belanda-tak-selama-350-tahun
(diakses 12 April 2019 pukul 16:40)
7
Lastuti Abubakar, “Revitalisasi hukum adat sebagai sumber hukum dalam membangun system
hukum di Indonesia”, hlm.319
8
Dr. Dominikus Rato, S.H., M.S.i., 2009, “Pengantar Hukum Adat”, Yogyakarta: LaksBang Pressindo,
hlm. 1.
Adat juga dapat diartikan sebagai, gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan,
norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah.
Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang menimbulkan sanksi tak
tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap menyimpang.

B. Pengertian Hukum Adat

Hukum adat atau “Adatrecht” adalah hukum yang tidak tertulis, berisi ketentuan adat istiadat
seluruh bangsa Indonesia, berurat dan berakar pada nilai-nilai budaya rumpun bangsa
Indonesia, serta ditaati dan dihormati oleh masyarakat. Hukum Adat bukan bersumber dari
hukum tertulis dalam undang-undang, tetapi hukum sebagai hasil konstruksi sosial budaya
yang ada di masyarakat. Oleh karena itu Cicero (seorang ahli hukum yunani) menyatakan
bahwa hukum adat adalah perwujudtan istilah dari “Ibi ius Ubi sociates”.9

Meskipun hukum adat itu bersumber ketentuan adat-istiadat bangsa Indonesia, tetapi tidak
semua adat istiadat menjadi sumber hukum adat. Hanya adat istiadat yang mempunyai hukum
atau bersanksi saja yang dapat menmjadi hukum adat. Sedangkan adat-istiadat yang tidak
mempunyai akibat hukum bukan merupakan hukum adat.10

C. Pengertian Eksistensi

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Eksistensi adalah keberadaan. Menurut Abidin
Zaenal, Eksistensi adalah suatu proses yang dinamis, suatu, menjadi atau mengada. Ini sesuai
dengan asal kata eksistensi itu sendiri, yakni exsistere, yang artinya keluar dari, melampauiatau
mengatasi.11

D. Pengertian Sistem Hukum Positif Indonesia

Hukum positif adalah hukum yang berlaku bagi seluruh masyarakat dalam suatu daerah atau
tempat tertentu. Hukum positif disebut ius constitutum. Hukum positif bersifat nasional.
Hukum posif (ius constitutum) berkaitan dengan ius constituendum. Ius constituendum adalah
hukum yang yang berlaku disuatu tempat yang berlaku kemudian atau hukum yang dicita-
citakan untuk diberlakukan dimasa yang akan datang12.

Sistem hukum dapat diartikan suatu kesatuan peraturan-peraturan hukum yang terdiri atas
bagian-bagian (hukum) yang mempunyai kaitan (interaksi) satu sama lain, yang tersusun
sedemikian rupa menurut asas-asasnya, dimana berfungsi untuk mencapai tujuan masing-
masing bagian tidak berdiri sendiri, tetapi saling terikat13.

9
Dr. Dominikus Rato, S.H., M.S.i., 2009, “Pengantar Hukum Adat”, Yogyakarta: LaksBang Pressindo,
hlm. 4.
10
Dr. Ishaq, S.H., M.Hum, “Pengantar Hukum Indonesia”, Depok: PT RajaGrafindo Persada, hlm.302.
11
Unila.ac.id, “Pengertian Eksistensi”, http://digilib.unila.ac.id/4230/14/BAB%20II.pdf (diakses 14
April 2019 jam 22:59)
12
Hukum Online, “Arti Ius Constitum dan Ius constituendum”,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt56777c031ec1c/arti-ius-constitutum-dan-ius-
constituendum (diakses 14 April 2019 jam 23.02)
13
Academiaedu, “Sistem Hukum Indonesia”,
https://www.academia.edu/29828279/SISTEM_HUKUM_INDONESIA, (diakses 13 april 2019 pada jam 4:38)
PEMBAHASAN PERMASALAHAN

Setelah membahas tentang dasar pengertian dari Adat, Hukum Adat, Hukum Positif dan Sistem
hukum Indonesia. Kembali pada permasalahan yaitu Bagaimana Eksistensi Pembelakuan
Hukum Adat, dalam Sistem Hukum Positif Indonesia?

Pada pengertian sistem hukum positif Indonesia menerangkan bahwa, Indonesia memiliki
beberapa sistem hukum yang dipakai dalam menegakan hukum di Indonesia yaitu sistem
hukum sipil (civil law), sistem anglo saxon, sistem hukum agama Islam , dan sistem hukum
adat. Pemakaian hukum ini juga didasari oleh faktor-faktor tententu seperti: pemakaian sistem
(hukum civil law, dan anglo saxon) hukum eropa di Indonesia tidak lepas karena poengaruh
Indonesia yang dulu bekas dari jajahan belanda, jadi tidak heran bahwa selam 142 tahun dijajah
belanda dapat mempengaruhi sistem hukum di Indonesia dengan menerpakna asas konkordasi
tersebut.

Lalu hukum Islam, hukum islam dipakai di Indonesia karena mayoritas masyarakat Indonesia
beragama Islam, dan untuk wilayah Aceh Indonesia juga memberikan kebebasan untuk mereka
dalam menegakan hukum secara islam.

Dan terakhir hukum adat adalah hukum yang diberlakukan di Indonesia, karena hukum asli
Indonesia adalah hukum adat. Sebelum belanda datang ke Indonesia sistem hukum di Indonesia
masih plural atau belum terjadi unifikasi hukum. Karena setiap wilayah di indoneasia
mempunyai hukum adatnya sendiri-sendiri. Setiap hukum adat berbeda, hal ini juga dapat
dilihat dari kebiasaan yang tertanam di daerah mereka dan pengaruh faktor wilayah dan
kepercayaan masyarakat setempat, oleh karena itu hukum adat dapat di jadikan sebagai
ceminan dari suatu bangsa.

Hukum adat di berlakukan di Indonesia karena nilai dasar hukum yang ada di Indonesia adalah
hukum adat sebelum masuk sistem hukum eropa, lalu banyaknya suku ras dan budaya yang
beragam di Indonesia juga dapat menjadi salah satu faktor dalam penegakan hukum adat di
Indonesia.

Eksistensi hukum adat di Indonesia dari Zaman kolonial hingga kini. Itu dapat dilihat seperti,
Pada zaman kolonial sudah ada suatu peraturan mengenai hukum adat di Indonesia itu sendiri,
seperti: Adanya ketentuan tentang hukum adat pertama kali serta istilah tentang penegakan
hukum adat diatur di zaman kolonial belanda14, Dalam zaman kolonial ini pengaturan hukum
adat dapat dilihat dengan adanya aturan bagi hakim Landraad dan hakim Peradilan Adat 15
disana terdapat perbedaan antar penegakan hukum bagi daerah yang langsung dikuasai oleh
belanda di luar jawa dan madura16, Sedangkan bagi daerah swapraja dasar
hukumnya berlakunya Hukum Adat mempunayi pengaturan sendiri17.

14
Pasal 75 baru RR Tahun 1925
15
Pasal 131 dan 134 IS
16
Pasal 3 stb nomor 80 Tahun 1932
17
13 ayat 3 stb nomor 529 tahun 1938
Setelah berkembangnya berbagai peraturan hukum adat di zaman kolonial belanda, hukum adat
ini mulai lebih di kembangkan lagi di zaman kemerdekaan indonesia. Banyak sekali pasal-
pasal yang mengatur mengenai keberlakuan hukum adat di indonesia seperti pada pasal :
Seperti aturan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI18, Adanya aturan tentang tindakan
sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan kekuasaan dan acara pengadilan sipil19,
Lalu adanya peraturan tentang pelimpahan wewenang kembali kepada masyarakat hukum
adat untuk melaksanakan hak menguasai atas tanah20, Aturan tentang pelaksanaan hak
ulayat masyarakat hukum adat21, Adapula UU tentang Pokok Kehutanan yang
menegaskan bahwa pelaksanaan hak-hak masyarakat adat22, Adanya aturan tentang hak
pemungutan hasil Hutan23, Ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman24, Perihal
perkawinan juga diatur25 dan tentang harta benda dalam perkawinan26. Selanjutnya tentang
hak karena menduduki tanah dan menjadikannya sebagai hak milik 27, lalu tentang
Pengelolaan Perikanan untuk kepantingan penengkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus
mempertimbangkan hukum adat atau kearifan lokal28. Yang terakhir tentang Minyak dan Gas
pada kegiatan usaha mminyak dan gas bumi tidak dapat dilaksanakan pada huruf b yaitu :
tempat pemakaman, tempat yang dianggap suci, tempat umum, sarana dan prasana
umum, cagar alam, cagar budaya, serta tanah milik masyarakat adat.29

Dari segala inventarisir aturan diatas mengenai hukum adat yang diberlakuan di Indonesia,
dapat menyatakan bahwa dari zaman hukum belanda banyak hukum-hukum indonesia yang
dibuat untuk melindungi masyarakat hukum adat, selain untuk menjaga kelestariannya hal ini
juga digunakan untuk menegakan hak-hak dari masyarakat adat itu sendiri.

Contoh Penerapan hukum adat sebagai sistem hukum didalam masyarakat.

Dalam perkawinan dan kewarisan adat. Pertama, pada hukum waris nasional terdiri atas
hukum waris adat dan hukum waris Islam, dimana hukum waris adat terdiri atas hukum waris
masing-masing masyarakat adat. Sistem perwarisan masyarakat adat ini sangat dipengaruhi
oleh susunan pertalian yang dianutnya. Pada masyarakat yang mengambil garis keturunan
pertalian matrilineal akan berbeda sistem perwarisannya dengan masyarakat patrilineal dan
parental. Dikarenakan hukum waris nasional adalah hukum waris masing-masing masyarakat
adat maka keberadaan hukum pertalian sanak atau hukum keluarga tidak dapat dipisahkan
keberadaannya dari hukum waris adat. Adapun untuk hukum perkawinan, berdasarkan

18
Pasal 18 b ayat (2) Undang Undang Dasar NRI 1945
19
UU Drt nomor 1 tahun 1951 pada Pasal 1 ayat 2 UU drt 1 tahun 1951
20
UU nomor 5 tahun 1960 tentang UUPA pada Pasal 2 ayat 4 UUPA
21
Pasal 3 UUPA
22
UU Nomor 41 tahun 1999
23
PP nomor 21 tahun 1971
24
UU Nomor 4 Tahun 2004 yang menggantikan UU nomor 14 tahun 1970
25
UU no 1 tahun 1974 Pasal 35
26
37 UU nomor 1 tahun 1974
27
PP nomor 24 tahun 1997
28
UU NO.31 TAHUN 2004
29
UU No.22 tahun 2001
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan telah terjadi unifikasi hukum,
dimana perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut agamanya masing-masing.
Ketentuan tersebut telah mengesampingkan keberadaan sistem perkawinan berdasarkan hukum
adat. Artinya masyarakat yang melangsungkan perkawinan berdasarkan hukum adat maka
Negara tidak mengakuinya. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 maka
hukum perkawinan adat tidak diakui sebagai hukum yang mengikat dan sebagai sesuatu yang
menimbulkan akibat hukum. Dengan demikian keberadaan hukum adat sudah tidak relevan
lagi.

Setelah itu Dalam Hukum Tanah dan Hukum Agraria,mengenai transaksi tanah, hukum adat
membedakan antara transaksi tanah dengan transaksi yang bersangkutan dengan tanah. Dalam
transaksi tanah hanya dikenal satu jenis perbuatan hukum yakni jual, yaitu perpindahan hak
milik atas tanah, baik untuk selama lamanya atau jual lepas, perpindahan tanah dengan
pembayaran sejumlah uang yang dibayar dengan tunai dan orang yang memindahkan hak tanah
itu dapat memperoleh kembali tanah itu jika ia membayar kembali sebanyak uang yang ia
terima atau jual gadai. Si pemegang gadai memperoleh hak untuk menarik segala manfaat dari
tanah tersebut, namun tidak boleh menyewakan dan menjual lepas dan jual tahunan yakni suatu
bentuk perpindahan tanah dan si pemilik untuk waktu yang tertentu dengan pembayaran
sejumlah uang tunai kepada orang lain dan setelah sampai waktu tertentu maka tanah akan
kembali kepada si pemiliknya.

Hukum Adat selain mengenal transaksi tanah yang objeknya tanah, mengenal pula transaksi
yang bersangkutan dengan tanah. Dalam transaksi ini tanah bukanlah objek perjanjian, namun
tidak dapat dipisahkan dari perjanjian. Dalam masyarakat adat misalnya dikenal perjanjian
maro atau belah pinang dan mertelu. Perjanjian belah pinang adalah suatu perjanjian dalam
mana si pemilik tanah mengijinkan orang lain mengerjakan, menanami, dan memetik hasil
tanahnya dengan tujuan membagi hasilnya menurut perbandingan yang telah diperjanjikan
sebelumnya. Perjanjian belah pinang biasanya datang dari pihak pemilik tanah, hal itu
dikarenakan pemilik tanah tidak memiliki cukup tenaga untuk menggarap tanahnya sendiri.
Pada model perjanjian belah pinang, kebanyakan menerapkan perjanjian bagi dua, dimana
masing-masing pihak menerima masing-masing setengah dari hasilnya. Bila tanahnya subur,
mudah diolah, si pemilik tanah menyediakan alat-alat dan benih. Pemilik tanah menerima 2/3
bagian sementara penggarap menerima 1/3 bagian. Pada tanah yang kurang subur dan sulit
dikerjakan, pemilik tanah mendapat 1/3 bagian dan penggarap mendapat 2/3 bagian. Hal ini
tercantum dalam Pasal 5 UUPA.

Permasalahan hukum adat serta Kontribusi Pemerintah dalam melakukan eksistensi


pemberlakuan hukum adat, pada sistem hukum positif Indonesia.

Di Indonesia terdapat suatu AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nasional) yang terdiri dari 1163
komunitas di seluruh Indonesia, AMAN ini adalah suatu komunitas yang memperhatikan
keberlangsungan hukum adat di Indonesia, Karena selama ini masyarakat hukum adat kerap
ada di pusaran konflik. Berdasarkan data Vote for Forest, pada 2018 terjadi 326 konflik sumber
daya alam yang melibatkan sekitar 176 ribu jiwa masyarakat adat, Permasalahan ini terkait
dengan adanya kerusakan hutan yang dibuat oleh beberapa pihak yang tidak bertanggung
jawab, hutan adalah tempat keberlangsungan hidup bagi masyarakat adat. Dimana masyarakat
adat mencari berburu, mencari ikan, mencari obat,serta berladang dihutan, hutan bagi
masyarakat adat juga sebagai sumber kehidupan. Masyarakat ini juga punya hukum adat
mereka sendiri dalam mengolah sesuatu yang berasal dari hutan. Namun adanya pembukaan
hutan untuk perkebunan kelapa sawit dan lahan industri yang dilakukan dengan cara
pembukaan hutan dengan melakukan penebangan pohon tanpa adanya tebang pilih, serta
pembakaran hutan yang dilakuakn dengan tidak memperhatikan masyarakat adat setempat ini
dapat mengancam keberlangsungan masyarakat adat setempat selain masyarakat akan terjadi
degradasi hutan yang secara siginifikan. Selain persoalan hak atas lahan, banyak masyarakat
adat yang belum tercatat kewarganegaraannya atau stateless. Hal itu mengakibatkan mereka
tidak bisa mengikuti Pemilu 2019.

Sejatinya, Keberadaan masyarakat hukum adat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
mesti dipertahankan, terlebih keberadaannya dijamin konstitusi. Karenanya, eksistensi
masyarakat hukum adat mesti diperkuat dan dilestarikan. Oleh sebab itu, RUU pengesahan
tentang masyarakat hukum adat itu perlu adanya. RUU ini dibuat pada zaman pemerintahan
SBY, dan sampai saat ini pada pemerintahan Jokowi belum rampung.Menurut Wakil Ketua
Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Subagyo mengatakan bahwa “Namun di Baleg sudah
selesai administrasinya, tapi di pemerintahan belum,”. Hal ini menyatakan bahwa draf RUU
Masyarakat Hukum Adat sebetulnya telah selesai disusun DPR tahun lalu. Draf RUU tersebut
telah disampaikan melalui surat Nomor LG/03105/DRPRI/2018 kepada Presiden RI.
“direspons Presiden Joko Widodo pada 9 Maret 2018 dengan mengeluarkan Surat Perintah
Presiden (Supres) melalui Kementerian Sekretariat Negara No.B-186/M.Sesneg/D-
1/HK.00.03/03/2018.30 Supres itu mengatur tentang pembentukan tim pemerintah yang akan
membahas RUU bersama DPR RI. Namun, kini undang-undang mengenai masyarakat hukum
adat tersebut sudah selesai dibuat, hanya tinggal menunggu di sahkannya oleh presiden,
mengingat Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada pesta demokrasi, oleh karenanya
pengesahan RUU ini sedikit tertunda. Jika kita melihat Perjalanan pembuatan RUU tentang
masyarakat hukum adat sebagai berikut yaitu :

Tahun 2013 : RUU Masyarakat Hukum adat pertama kali masuk dalam program legislasi
nasional (Prolegnas ). DPR RI membentuk Pansus RUU Masyarakat Hukum Adat.

Tahun 2014 : RUU masyarakat Hukum adat kembali kepada prolegnas dalam status luncuran.

Tahun 2016 : AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Indonesia) menggelar aksi damai di bundaran
HI, mendesak DPR agar segera mengesahkan RUU masyarakat Hukum adat.

Tahun 2019 : RUU masyarakat Hukum adat masuk dalam prolegnas prioritas.

Oleh karena itu, Penyelesaian RUU tentang Masyarakat Hukum Adat penting karena ada
berbagai undang-undang seperti (UU Kehutanan, UU Minerba,UU Agraria, UU Pernikahan

30
Fahdiyah Alaidrus, “Pembahasan RUU masyarakat Adat mandek, warga terabaikan”,
https://tirto.id/pembahasan-ruu-masyarakat-adat-mandek-hak-warga-terabaikan-de5s (diakses 13 april 2019
jam 8.11)
dan waris, UU Perikanan dll) yang terkait dengan masalah adat31, selain itu hal ini bertujuan
untuk memberikan perhatian kepada masyarakat adat Indonesia serta kejelasan hak masyarakat
adat sebagai warga negara yang patut dilindungi.

PENUTUP

Hukum adat adalah hukum asli Indonesia, ada suatu anggapan dalam masyarakat bahwa hukum
adat tidak dipakai dan diberlakuan hukum nya pada sistem hukum indonesia. Karena sifatnya
yang tradisional dan bukan bersifat modern, selain itu bentuknya yang tidak tertulis menjadikan
munculnya pemikiran masyarakat Indonesia bahwa hukum adat tidak mempunyai
eksistensinya dalam penegakan hukum. Namun seperti yang dibahas pada tulisan di atas sistem
hukum Indonesia berlaku civil law,anglo saxon, hukum islam dan hukum adat. Sistem hukum
yang berlaku di Indonesia ini sendiri tidak terlepas dari keadaan historis bangsa Indonesia dan
kebudayaan yang lahir pada masyarakat. Namun ternyata di Indonesia, eksistensi hukum adat
sangat diakui dengan banyaknya munculnya peraturan-peraturan adat yang di tetapkan secara
legalitas di dalam undang-undang. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya undang-undang atau
inventarisir aturan mengenai adat di Indonesia dari zaman penjajahan sampai sekarang ini.
Dalam kehidupan sehari-hari pemberlakuan hukum adat dalam penikahan dan kewarisan,
dalam hukum tanah atau agrarian, hukum minyak dan gas bumi, hukum perikanan dan masih
banyak lagi.

Kontribusi pemerintah dalam pemberlakuan hukum adat yang dapat kita lihat sekarang ini
adalah adanya RUU masyarakat hukum adat. Hal ini menunjukan bahwa, eksistensi
pemberlakuan hukum adat, pada sistem hukum positif Indonesia sangat diperhatikan dengan
banyaknya hukum-hukum yang berisi untuk melindungi masyarakat adat.

Hal ini dilakukan agar tidak ada lagi kesewenang-wenangan penguasa yang ingin melakuakn
perbuatan semena-mena pada masyarakat adat tertentu, diharapakan masyarakat hukum adat
di Indonesia juga tetap terjaga dan terlindungi dengan adanya hukum yang dibuat oleh
pemerintah bukan malah berlaku sebaliknya.

Maka dari itu sebagai para calon penerus bangsa yang nanti akan menduduki profesinya,
khususnya profesi-profesi hukum di Indonesia, harus pintar dan mempunyai kemampuan
intelektual dalam hukum, khususnya hukum adat yang hukum asli bangsa Indonesia sendiri.
Karena jika tidak ada yang melestarikan atau menjaga hukum Negara sendiri yaitu hukum adat,
maka identitas bangsa Indonesia pun akan hilang. Karena identitas suatu bangsa dapat dilihat
dari bagaimana sistem pemberlakuan hukum yang diberlakukan pada bangsa tersebut

DAFTAR PUSTAKA

Abubaka Lastuti, “Revitalisasi hukum adat sebagai sumber hukum dalam membangun
system hukum di Indonesia”, hlm.319

31
Rofiq Hidayat, “Pentingnya penegasan hukum adat dalam RUU masyarakat hukum adat” ,
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5bb75041b8672/pentingnya-penegasan-hukum-adat-dalam-
ruu-masyarakat-hukum-adat (diakses 14 april 2019 jam 13.38)
Academiaedu, “Sistem Hukum Indonesia”,
https://www.academia.edu/29828279/SISTEM_HUKUM_INDONESIA, (diakses 13 april
2019 pada jam 4:38)
Aliefa Dwiwandana “Kompasiana “Ada apa dengan budaya dan hukum adat”
https://www.kompasiana.com/aliefiarizky/54f82ef1a33311ae608b4d71/ada-apa-dengan-
budaya-dan-hukum-adata. (diakses 12 April 2018 pukul 15:14)
Detik.com “Benarkah Indonesia dijajah oleh belanda tak selama 350 tahun?”
https://news.detik.com/berita/d-2830581/benarkah-indonesia-dijajah-belanda-tak-selama-
350-tahun
(diakses 12 April 2019 pukul 16:40)
Fahdiyah Alaidrus, “Pembahasan RUU masyarakat Adat mandek, warga terabaikan”,
https://tirto.id/pembahasan-ruu-masyarakat-adat-mandek-hak-warga-terabaikan-de5s (diakses
13 april 2019 jam 8.11)
Dominikus Rato Prof. Dr. , S.H., M.S.i., 2009, “Pengantar Hukum Adat”,
Yogyakarta: LaksBang Pressindo.
Dr. Ishaq, S.H., M.Hum, “Pengantar Hukum Indonesia”, Depok: PT RajaGrafindo
Persada.
J. Sahalessy, “Peran Latupati Sebagai Lembaga Hukum Adat Dalam Penylesaian
Konflik Antar Negeri Di
Kecamatan Leihitu Propinsi Maluku”, Jurnal Sasi, Vol. 17 No. 3 Juli-September 2011, hlm.
45. Institusi Adat (Latupati) di kecamatan Leihitu-Maluku merupakan alternatif yang efisien
dalam penyelesaian konflik horizontal dalam rangka menciptakan perdamaian antar negeri
Adat di Kemacamatan Leihitu. Lihat pula Renny H Nendisa, “Eksistensi Lembaga Adat
Dalam Pelaksanaan Hukum Sasi Laut di Maluku Tengah”, Jurnal Sasi, Vol. 15 No. 4
Oktober-Desember 2010,.
Rofiq Hidayat, “Pentingnya penegasan hukum adat dalam RUU masyarakat hukum
adat” , https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5bb75041b8672/pentingnya-penegasan-
hukum-adat-dalam-ruu-masyarakat-hukum-adat (diakses 14 april 2019 jam 13.38)
R. Van Dijk, Pengantar Hukum Adat Indonesia, diterjemahkan oleh A. Soehardi,
(Bandung:S

Anda mungkin juga menyukai