Anda di halaman 1dari 5

Kasus Bullying di Indonesia

Hanif Hidayattulloh/170910201036
Program Studi Ilmu Administrasi Negara/Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Jember

Karya ini di susun untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah
Perumusan Kebijakan Publik. Permasalahan yang di pilih untuk menjadi objek kajian
pemetaan masalah adalah Kasus Bullying di Indonesia. Pemetaan masalah terdiri dari situasi
problematis, meta masalah, masalah substansif dan masalah Formal

Masalah Problematis:
Dalam sebuah video yang viral, “seorang siswi dari SDN 1 Cibodas, Pangauban,
Kecamatan Batujajar, Kabupaen Bandung, Jawa Barat menjadi korban bullying teman-
temannya. Faktor keadaan ekonomi menyebabkan dirinya menjadi bahan bullying teman-
temannya di sekolah, mulai dari dirinya yang yatim piatu hingga perihal sepatunya yang
rusak karena dia membeli sepatu trsebut atas usaha jerih payahnya sendiri.”
(Nabila, Siswi di sebuah SDN 1 Cibodas, Bandung)

Fenomena Bullying memang merupakan fenomena yang sering terjadi terutama


dalam lingkungan pendidikan di Indonesia. Bullying Nabila hanya salah satu dari sekian
kasus bullying yang terjadi terhadap siswa di Indonesia. Sebelumnya juga terjadi kasus
bullying yang terjadi di daerah Pontianak dimana siswa SMP yang dikeroyok oleh anak-anak
SMA. Terlepas dari mana yang benar atau salah, kekerasan yang terjadi dalam lingkungan
sekolah seharusnya menjadi perhatian khusus, mengingat sekolah merupakan tempat
pendidikan karakter yang seharusnya membentuk pribadi yang baik bukan yang doyan
kekerasan seperti itu.
Pemerintah dalam mengatasi permasalahan ini sebenarnya sudah banyak kebijakan
yang dilakukan, mulai dari penerapan disiplin positif terhadap para guru dan murid hingga
himbauan untuk meningkatkan hubungan emosional antara guru dan siswa, serta
diterbitkannya juga Peraturan Presiden (perpres) tentang pencegahan dan penanggulangan
perundungan atau tindakan kekerasan terus menerus (bullying).
Sebelumnya sudah ada produk hukum yang mengatur tentang hal tersebut, yaitu
Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015
tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan
Pendidikan. Namun peraturan stersebut dinilai kurang mencakup sasaran yang lebih luas, dan
diusulkan untuk menjadi perpres atau Peraturan Presiden yang dapat mencakup lebih luas lagi
sasarannya.
KPAI (Komisis Perlindungna Anak Indonesia) mencatat pada tahun 2018 kemarin ada
161 Kasus bullying yang terjadi dalam lingkungan pendidikan. Selain bullying juga terdapat
kasus-kasus yang lain seperti tawuran dan lain sebagainya. Sebenarnya ada beberapa faktor
penyebab terjadinya kasus bullying di lingkungan pendidikan, mulai dari faktor internal atau
dari sifatnya yang suka berkelahi, suka kekerasan dan lain sebagainya. Hingga faktor
eksternal dirinya seperti pengaruh dari film atau video game, hingga terkadang karena dia
pernah menjadi korban kekerasan dan ingin membalasnya melalui orang lain.
Uraian di atas sedikit banyaknya telah menjelaskan faktor-faktor di balik terjadinya
kasus bullying yang kerap terjadi terutama dalam lingkungan pendidikan. Sehingga masalah-
masalah tersebut akan di petakan melalui meta masalah.

Meta Masalah
Berdasarkan Situasi Problematis yang telah di paparkan di atas, ada beberapa masalah
yang dapat diidentifikasikan berkenaan dengan Kasus Bullying di Indonesia ini sebagai
berikut:
1. Permasalahan pertama, berkaitan pribadi dari masing-masing siswa, dimana
kebiasaan mengolok-ngolok hingga kebiasaan berlaku kekerasan terhadap
temannya dan anggapan bahwa hal tersebut adalah hal yang biasa, hal ini menjadi
faktor internal yang menyebabkan sering terjadinya tindak bullying di lingkungan
pendidikan.
2. Permasalahan kedua, berkaitan dengan faktor eksternal dari siswa itu sendiri,
mulai dari keadaan ekonomi, lingkungan keluarga hingga lingkungan sekolah itu
sendiri, atau bahkan terkadang pengaruh-pengaruh dari video game atau film yang
berbau kekerasan terkadang juga memotivasi siswa untuk berlaku kekerasan.
3. Permasalahan ketiga, kurang tegasnya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah, atau bahkan kurang tepat sasaran karena sudah banyak produk hukum
hingga himbauan yang dikeluarkan untuk menanggulangi permasalahan bullying,
namun masih saja terjadi terutama dalam lingkungan pendidikan. Kebijakan
mengeluarkan permen hingga perpres, kemudian penerapan disiplin positif hingga
yang terakhir himbauan agar setiap guru meningkatkan hubungan emosional
terhadap siswa. Hal-hal tersebut merupakan sedikit rangkaian kebijakan yang
telah dikeluarkan oleh pemerintah.

Masalah Substansi
Dari masalah-masalah tersebut di atas, akan disaring dan dipertajam untuk
mengetahui permasalahan yang terkait dengan Kasus Bullying di Indonesia. Pokok
permasalahan dari terjadinya kasus Bullying di Indonesia adalah dari faktor internal maupun
faktor eksternal terutama dari sisi personal siswa itu sendiri.
Faktor internal muncul dari sifat dan pribadinya yang berkembang, hal ini sebenarnya
juga terpengaruh dari faktor eksternal, terutama lingkungan yang ada di sekitarnya, pergaulan
hingga hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Karena secara psikologis hal-hal tersebut sangat
mudah masuk dalam pikiran polos siswa dan apabila sering terjadi ataupun berulang-ulang
kali terjadi di hadapan siswa, maka secara tidak sadar siswa tersebut akan membenarkan
perbuatan tersebut yang belum tentu benar.
Atau perilaku tersebut juga dapat dipengaruhi dari film maupun video game yang
sering mereka tonton. Berdasarkan pengalaman penulis sendiri, penulis pada masa-masa
sekolah dasar, sering melihat film-film yang berbau kekerasan seperti perkelahian hingga
bahkan perkelahian semacam kickboxing atau smackdown, alhasil dalam pergaulan sehari-
hari penulis, penulis sering menerapkan hal-hal yang dilihat dalam film tersebut dan
diterapkan dalam pergaulan bersama teman-teman yang lainnya, mulai dari memukul hingga
membanting.
Maka dari itu, permasalahan substansial harus dapat dicegah dari awal, mulai dari
pemantauan orang tua terhadap anak di lingkungan keluarga dan sekitarnya hingga
kebiasaan-kebiasaan dari si anak itu sendiri. Sekaligus pengawasan di lingkungan sekolah,
disini peran guru sebagai orang tua kedua di sekolah sangat dibutuhkan, karena guru bukan
hanya mengajar di dalam kelas, namun juga harus mengajarkan bagaimana bersikap dan
berkarakter yang baik kepada siswa. Penegasan kembali peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan juga penting untuk menekan angka bullying di Indonesia.

Masalah Formal
Permasalahan Kasus Bullying di Indonesia dapat di lihat dari beberapa yaitu aspek
Politik, aspek Yuridis, aspek sosial dan psikologis, dan aspek ekonomi.
Pertama, dilihat dari aspek politik. Berarti dari sisi legislatifnya, memang sudah ada
beberapa peraturan yang mengatur tentang penanggulangan tindak kekerasan termasuk
bullying di lingkungan pendidikan. Namun di sini yang menjadi perhatian adalah bagaimana
pencegahannya, bukan hanya tindak lanjut dari permasalahan yang sudah terjadi. Karena
seperti yang telah dibahas, sebagian besar kasus bullying sangat dipengaruhi oleh faktor-
faktor internal maupun eksternal, dimana artinya adalah harus lebih memasifkan pencegahan
melalui pengawasan dan pemantauan keseharian dari siswa itu sendiri.

Kedua, dari aspek yuridis. Hal ini juga berkaitan dengan produk hukum dan tindak
lanjutnya, tindakan bullying memang sudah diatur dalam Permendikbud Nomor 82 Tahun
2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan
Pendidikan, dan rencananya akan dinaikkan menjadi peraturan presiden agar cakupannya
lebih luas. Disamping itu sudah ada beberapa produk hukum lainnya seperti Undang-undang
nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak terutama dalam pasal 54 yang berbunyi
`”Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang
dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang
bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.” Dari undang-undang itu saja sebenarnya
sudah cukup, dimana anak yang masih bersekolah wajib dilindungi dan dijamin keamanannya
terutama oleh pihak sekolah. Sekarang, tergantung bagaimana pihak sekolah mampu
melaksanakan hal tersebut, dan pihak hukum untuk menindak lanjuti permasalahan bullying
yang telah terjadi.

Ketiga adalah Aspek Sosial, disini lingkungan keluarga, hingga masyarakat sekitar
menjadi kunci perilaku dari anak-anak. Karena lingkungan tersebut sangat mempengaruhi
bagaimana tingkah laku dari anak tersebut terbentuk. Lingkungan yang baik akan dapat
membentuk perilaku yang baik bagi anak dan begitu juga sebaliknya. Dari kasus Nabila yang
terjadi, dari sisi Nabila sendiri, dia terbentuk dari lingkungan yang bisa dikatakan broken
home, karena ditinggal oleh kedua orang tuanya dan harus hidup dengan kakek dan neneknya
dan harus menafkahi biaya hidupnya sendiri termasuk kebutuhan sekolah. dari hal tersebut
otomatis pembahasan mengenai orang tua kepada Nabila menjadi hal yang begitu sensitif,
maka dari itu dari video yang tersebar di media sosial, ketika teman-teman Nabila
menyinggung masalah orang tuanya, Nabila terlihat sedikit emosi dan agak meninggikan
nada bicaranya. Hal ini menandakan aspek sosial terutama lingkungan sangat berpengaruh
terhadap perilaku seorang anak. Maka dari itu keluarga, masyarakat dan sekolah harus
mampu menjadi lingkungan yang baik bagi seorang anak agar terbentuk perilaku-perilaku
yang bak pula.

Keempat Aspek Psikologis, secara psikologis anak akan mudah menrima dan meniru
hal-hal yang berkembang di sekitarnya. Sehingga apabila hal-hal yang berkembang disekitar
anak tersebut adalah hal-hal yang berbau kekerasan, maka akan dengan mudah masuk dan
diterima oleh anak sekaligus diyakini oleh anak tersebut bahwa hal tersebut adalah benar.
Untuk aspek psikologis sendiri, alangkah lebih baiknya dicegah mulai dari dini. Mengenalkan
dan mengajarkan bagaimana bersikap baik terhadap anak dan tentu saja hal ini harus
dilakukan secara rutin hingga doktrin tersebut melekat kuat dalam pikiran anak tersebut.

Terakhir aspek ekonomi. Hal ini juga menjadi faktor yang sedikit banyaknya
mempengaruhi bagaimana perilaku anak dalam pergaulannya. Anak yang secara ekonomi
kaya, maka akan jarang bergaul dengan anak yang secara ekonomi kurang mampu. Dan hal
ini juga mampu mendorong perilaku bullying. Namun tidak menutup kemungkinan jga akan
terjadi hal sebaliknya. Hal ini juga dapat dicegah melalui penanaman pemahaman kepada
anak bahwa pergaulan itu tidak hanya sebatas material, dan mengajarkan kepada anak agar
tidak memilih-milih dalam berteman.

Daftar Rujukan

Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak


Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan

Armenia, Resty. Kamis 21 Januari 2016. Atasi Bully Anak di Sekolah, Jokowi Mau
Terbitkan Perpres. https://m.cnnindonesia.com/nasional/20160121015705-20-105702/atasi-
bully-anak-di-sekolah-jokowi-mau-terbitkan-perpres. Diakses pada 21 April 2019

Wijaya, Cecep. Sabtu 20 April 2019. Kasus Nabila, Para Guru Diminta Tingkatkan
Hubungan Emosional dengan Siswa dan Orang Tua. https://pikiran-rakyat.com/bandung-
raya/2019/04/20/kasus-nabila-para-guru-diminta-tingkatkan-hubungan-emosional-dengan-
siswa-dan-orangtua. Diakses pada 21 April 2019.

Anda mungkin juga menyukai