Oleh
(Muhammad Dilon Kurniadijaya)
(C1B180699)
PUBLIK
Pendahuluan
sektor publik, tanggung jawab besar birokrasi dalam memberi pelayanan kepada
masyarakat harus didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur yang
merupakan salah satu pilar perbaikan di samping aspek kelembagaan dan sistem
(lihat Kompas edisi 06 Juni 2011). Utilisasi SDM aparatur secara efektif dan
efisien menjadi fungsi utama MSDM bagi birokrasi mulai dari perencanaan
teknis lainnya. Jika dalam tahap perencanaan SDM bermutu memiliki peran
menjawab masalah peningkatan mutu aparat. Hingga saat ini mutu aparat
bentuk keluhan muncul mulai dari proses pelayanan, waktu yang dibutuhkan
dalam penyelesaian urusan, sikap dan perilaku aparat, hingga berkaitan dengan
kualitas hasil layanan. Permasalahan serius yang tak kunjung teratasi tersebut
pada ahirnya memposisikan Indonesia sebagai negara yang tidak kondusif bagi
pelayanan publik.
kondisinya dengan sektor privat (lihat Boselie et al, 2003). Secara historis
usaha sektor privat. Bagi perusahaan, MSDM tidak hanya sekadar merupakan
perusahaan dalam mencapai keunggulan bersaing di era global seperti saat ini.
demikian halnya di sektor publik. Salah satu faktor penentu efektifitas MSDM
berkaitan dengan budaya organisasi sektor privat yang sangat kontras dengan
sektor publik. Selain budaya, iklim organisasi yang tidak kondusif dan nilai-
Sangat penting artinya bagi dunia ilmu pengetahuan dan praktisi untuk
sebagai acuan untuk membangun birokrasi yang kuat dalam memberi pelayanan
MSDM
MSDM secara umum dapat dipahami baik dari makna sistem maupun fungsi.
Dari sisi makna sistem, MSDM tidak lain merupakan suatu sistem manajemen
yang sengaja dirancang untuk dapat memastikan bahwa potensi atau bakat semua
individu dalam organisasi dapat diutilisasi (digunakan) secara efektif dan efisien
merupakan salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang sangat besar kontribusinya
yaitu “semua kegiatan yang dimulai dengan perencanaan SDM sampai pada
pemberhentian atau terminasi SDM”. Di antara kegiatan vital lain setelah fungsi
rekrutmen SDM yang dilanjutkan dengan seleksi dan penempatan SDM dalam
life).
Namun demikian, MSDM tidaklah cukup dapat dipahami hanya dari sisi
sistem dan fungsi. MSDM akan memiliki arti yang lebih komprehensif bagi
organisasi jika dilihat pula dari sisi kebijakan (policy). Dari sisi kebijakan,
sebagai salah satu bentuk kebijakan organisasi yang sengaja dirancang untuk
baik dari sisi proses pelaksanaan maupun hasil dari pelaksanaan pekerjaan
pemikiran, bahwa makna utuh dari MSDM tidak terbatasi dalam pengertian
yang sekadar bersifat teknis. Lebih daripada masalah teknis, MSDM ternyata
Hall (2003: 33-43) peran MSDM yang mengalami konvergensi tersebut tidak
tantangan dan tuntutan yang ada di dalamnya. Dengan peran yang baru, MSDM
Berbagai macam persoalan yang muncul dalam era yang sedang mengalami
peran MSDM ini. Unit fungsional MSDM tidak sekadar berputar pada
adanya suatu upaya untuk mendefinisikan ulang baik tentang pekerjaan yang
secara kultural dapat dikonstruksikan sebagai suatu konsep yang utuh dan
akhir tahun 2000 misalnya, muncul suatu studi yang mencoba merumuskan
MSDM spesifik yang dapat membedakannya dengan negara lain yang memiliki
karakter lingkungan spesifik tertentu. Hal ini dapat diartikan bahwa suatu
teknik yang berbeda dalam utilisasi SDM. Praktek MSDM dengan demikian
tidak memiliki kesamaan antara satu negara atau organisasi dengan tempat
praktek terbaik yang berlaku di suatu tempat tertentu dapat diterapkan secara
INDONESIA
Sektor publik memiliki asas yang sama dengan sektor privat dalam
panduan umum yang oleh Wright & Rudolph (1994) ditekankan pada lima
Innovative workstyles; (4) Strong client orientation; dan (5) A mindset that
Dengan demikian unsur manusia dalam organisasi tidak hanya sekadar bersifat
pasif, namun lebih bersifat aktif untuk menghadapi sejumlah tantangan dan siap
kinerja organisasi.
pihak yang bersifat aktif, prinsip kedua inipun juga memposisikan figur
pemimpin sebagai pihak yang aktif dan tidak sekadar bersifat situasional.
terbaik dari yang terbaik adalah kemampuan penyesuaian diri pemimpin secara
aktif disertai tingkat pelibatan diri pada semua level organisasi secara intensif
Prinsip dasar ketiga MSDM merujuk pada perilaku inovatif yang tidak
berhenti maknanya pada hasil yang telah dapat dicapai seorang individu. Prinsip
ketiga ini merujuk pada kemampuan individu untuk dapat merefleksikan diri
pada kinerja (Vaughan, 2003) yang telah dicapai dan kemudian mempelajarinya
sedemikian rupa sehingga akan dapat mencapai tingkat yang lebih baik di masa
mendatang.
kepuasan pelanggan (untuk sektor privat) dan masyarakat (untuk sektor publik)
tidak hanya merupakan tujuan namun juga sekaligus sebagai “instrumen” bagi
MSDM memegang peranan yang sangat penting dalam era scarcity resources
sentral individu sebagai pihak yang memegang teguh sejumlah nilai luhur yang
konsep yang sangat penting untuk menunjukkan bahwa persepsi, sikap, dan
SEKTOR PUBLIK
Secara klasik MSDM sektor publik telah menjadi bagian penting dari
Di Inggris, misalnya, dua hal dicatat oleh Dorman B. Eaton (1880) tentang
MSDM yaitu “(1) in filling offices, it is the right of the people to have the
qualify him for such service; dan (2) the ability, attaintments, and character
requisite for the fit discharge of official duties of any kind, - in other words, the
personal merits of the candidate – are themselves the highest claim upon an
itu sendiri dalam mengelola SDM aparaturnya. Oleh karena itu, sudah saatnya
rekrutmen, pemilihan dan penempatan pekerjaan atau jabatan bagi staf dan
karakter, dan kompetensi individu. Semua fungsi MSDM harus dengan tegas
dominan MSDM sektor publik yang telah mewarnai birokrasi Amerika Serikat
(AS) sedemikian rupa sehingga memberi corak yang khas dalam memberikan
public human resource management was used to pry open public jobs for
continuing into our own time, it is being used to improve the management of
memiliki prospek masa depan yang cerah dengan segala penyesuaian yang
tambah.
Sejumlah fakta lain juga telah memberi keyakinan bahwa MSDM sektor
publik tidak hanya ampuh bagi birokrasi yang ada di negara-negara maju baik
maka MSDM dapat diandalkan oleh sektor publik sebagai instrumen utama
which they must cope effectively if they are to remain viable”. Dalam kondisi
resources management (HRM) needs with their long-term strategic plans. Dari
berbagai catatan inilah dapat ditarik sebuah nilai penting bahwa telah dan akan
ada banyak persoalan yang harus diatasi birokrasi ternyata dapat mengandalkan
dapat dilihat baik dari perhitungan statistik jumlah SDM aparatur atau Pegawai
Negeri Sipil (PNS), maupun dari sisi kualitatifnya. Dari sisi kuantitatif, jumlah
Birokrasi (Menpan & RB) EE. Mangindaan, jumlah PNS tersebut termasuk
Indonesia (RI) saat ini yang mencapai sekitar 224 juta jiwa, maka rasio
Apakah beban kerja (work-load) PNS telah dianalisis secara benar sedemikian
and demand) PNS yang tepat?; (2) Apakah PNS telah tersebar secara merata
dan proporsional baik dari sisi demografis maupun per satuan atau unit kerja?;
(3) Apakah semua PNS telah benar-benar bekerja sesuai dengan kebutuhan
organisasi?; dan (4) Apakah telah ada perhitungan secara eksak dan rasional
atas kontribusi dan kinerja PNS terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat dan
pertumbuhan negara RI? Daftar pertanyaan skeptis tersebut dapat saja terus
bertambah. Oleh karena itu respon strategis sangat diperlukan baik berupa
memberikan pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat. Dengan jumlah yang
sangat besar, PNS harus pula dapat memposisikan diri secara lebih dekat lagi
bahwa meskipun jumlahnya besar, ternyata kualitas PNS berada pada tingkat
baik tulis maupun elektronik menyajikan pemberitaan yang sangat tidak sedap
tentang perilaku negatif aparat dalam bertugas mulai dari kasus korupsi (lihat
lainnya. Sementara di sisi lain, ternyata negara ini juga telah banyak menyedot
anggaran untuk menggaji aparatnya dalam jumlah yang sangat besar sehingga
pesan yang sama bahwa perilaku PNS dan kinerja PNS berada pada tingkat
yang mengkuatirkan.
Di tengah berbagai kekuatiran dan keprihatinan terhadap kinerja
birokrasi dan perilaku aparat tersebut, ternyata ada satu berita yang
dalam kategori sebagai negara terbaik dalam memulai usaha. Survei tersebut
berbisnis, (2) tingkat kesulitan untuk memulai usaha, (3) penghargaan terhadap
menarik dari survei ini adalah tentang posisi Indonesia melampaui negara-
negara yang selama ini dianggap “super” yakni Amerika Serikat, Kanada, India
dan Australia. Sekalipun demikian, semua pihak tetap harus diingatkan bahwa
hasil survei bisa saja mengalami pembiasan dan oleh karena itu jangan
membuat bangsa Indonesia terlena seolah sudah tidak ada masalah lagi (lihat
(Apindo) Anton Supit, setiap hari di berbagai media muncul aneka keluhan dari
para pengusaha sehingga bisa jadi hasil survei tersebut dapat menyesatkan.
serius. Jika tidak, birokrasi tidak lagi enabling bagi RI untuk dapat bersaing
dengan negara lain. RI dalam berbagai bidang telah ketinggalan bahkan dengan
negara tetangga sekalipun, misalnya dalam menggaet investor dan menarik
untuk dilirik. Mutu birokrasi dan perilaku SDM aparatur dalam memberi
Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda Duda
kurang lebih 22 (dua puluh dua) Peraturan Pemerintah (PP). Berikut adalah
kepegawaian:
Pemberhentian PNS
2. PP Nomor 97 Tahun 2000 Formasi Pegawai Negeri Sipil
Jabatan Struktural
Sipil
Sipil
17. PP Nomor 13 Tahun 2002 Perubahan atas PP No. 100 Tahun 2000
tentang Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural
22. PP Nomor 4 Tahun 1976 Pegawai Negeri Yang Menjadi Pejabat Negara.
mengatur perilaku dan kinerja SDM aparatur. Namun demikian harus tetap
untuk mampu membentuk perilaku PNS yang disiplin, produktif, dan berkinerja
menjadi dasar bagi birokrasi untuk mengatur dirinya termasuk dalam masalah
SDM. Aspek hukum inilah yang menjadi penanda khas MSDM sektor publik
jika dibandingkan dengan MSDM sektor privat. Akan tetapi, pendekatan legal-
aspek lainnya. Dalam konteks yang demikian inilah, model hipotetis MSDM
model MSDM telah dilakukan sejak dekade 1980-an hingga 1990-an. Pada
dekade 1990-an misalnya, tiga ahli MSDM yaitu Karen Legge (1995),
klasifikasi model MSDM dari Tyson terdiri dari 3 (tiga) jenis yaitu Normative,
Desciptive, dan Analytical. Sama dengan model dari Tyson, klasifikasi model
MSDM yang dikembangkan Storey juga terdiri dari 3 (tiga) jenis namun
Selain ketiga ahli tersebut, para ahli MSDM lainnya juga telah
MSDM versi lainnya justru dikembangkan pada dekade 1980-an hingga awal
dekade 1990-an yang dapat diidentifikasi dalam 4 (empat) model lain yaitu:
(1) Michigan model (Fombrun et al, 1984), yang dterdiri dari 2 (dua) perspektif
yaitu the strategic and environmental perspective dan the human resource
(2) Harvard model (Beer et al, 1984) yang terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu: the
human resource system dan a map of the HRM territory. Bagian pertama,
kategori SDM yaitu employee influence, human resource flow, rewards, dan
work systems. Sedangkan bagian kedua yaitu a map of the HRM territory yang
organisasi). Guest’s (1987) model yang tediri dari 7 (tujuh) kebijakan MSDM
Dalam konteks seperti ini, model MSDM dari Guest memiliki kesamaan dengan
model MSDM dari Harvard, sekalipun berbeda dalam konsep dan jumlah
komponen dalam masing- masing model. Model dari Guest memiliki 7 (tujuh)
Kemiripan itu dapat ditunjukkan misalnya yaitu human resource flow dalam
model Harvard sama dengan manpower flow and recruitment, selection, dan
socialisation; sementara dalam model Harvard model terdapat work systems,
dalam model Guest tersaji organisational and job design. Kedua model MSDM
(3) Warwick model (Hendry and Pettigrew, 1992) yang terdiri dari 2 (dua)
konteks yakni inner dan outer context. Model ini dikembangkan berdasarkan
substansi dari Model MSDM Harvard, namun menekankan pada aspek strategi.
berikut: Jika model MSDM dari Harvard mengandung policy choices yang
terdiri dari employee influence, human resource flow, reward systems, work
HRM context, yang terdiri dari human resource flows, work systems, reward
systems dan employee relations. Contoh lainnya adalah jika dalam model
dalam model Warwick dapat ditemukan adanya business strategy content, dan
seterusnya.
model MSDM tersebut justru semakin membingungkan dan pada akhirnya tidak
model MSDM berdasarkan model bisnis (HRM business process model). HRM
tersebut terdiri dari 3 (tiga) komponen strategi yaitu (1) perumusan strategi
MSDM; (2) implementasi strategi MSDM; dan (3) pemantauan dampak atas
berikut.
berbagai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan; (c) plan activity,
menciptakan situasi dan kondisi kerja yang kondusif dan relevan dengan
melatih (to train), dan mendidik (to educate) SDM. Kesemuanya itu
bahwa SDM sudah terencana, terlaksana dan terpantau secara tepat dan
terdiri dari get order, develop product, fulfil order, dan support product;
Model yang ditawarkan Figen Cakar dan kawan-kawan tersebut tentu dapat
skills, dan teamwork and partnerships within and outside the public services.
Dari pandangan inilah model hipotesis dan ideal MSDM sektor publik
prinsip dasar dan peranan MSDM, permasalahan dalam MSDM sektor publik,
sound governance. Model MSDM sektor publik harus dibedakan secara tegas
publik saat ini cenderung mengarah pada pendekatan new management, yakni:
and was part of a broad strategy to achieve efficiency, effectiveness and quality
of service The new models of HRM in the public sector introduced the notion of
Tulisan ini telah menguraikan makna dan peran strategis MSDM, berbagai
yang oleh Way & Johnson (2005) disebutkan terdiri dari nilai-nilai struktural
external stakeholders).
rinci tentang berbagai elemen dalam organisasi dan MSDM, maka model
hipotetis MSDM sektor publik dapat mengadaptasi suatu kerangka kerja yang
dikembangkan oleh Way & Johnson (2005). Kerangka kerja ini merupakan
suatu model hipotetis yang juga berfungsi sebagai panduan bagi para ahli untuk
sektor publik tersebut bersifat ideal (normatif). Oleh karena kajian mendalam
waktu.
Daftar Bacaan
1. Amabilea, Teresa M.; Schatzela, Elizabeth A.; Monetaa, Giovanni B.; & Kramer.
Steven J., 2004. Leader behaviors and the work environment for creativity: Perceived
2. Beer, Michael; Spector, Bert; Lawrance, Paul R.; Mills, D. Quinn; & Walton, Richard
E., 1984. Managing human assets: The ground-breaking Harvard Business School
3. Boselie, Paul; Paauwe, Jaap, and Richardson, Ray., 2003. Human resource
4. Boyne, George & Gould-Williams, Julian S., 2003. Planning and performance in public
5. Brown, Kerry., 2004. Human resource management in the public sector. Public
6. Cakar, Figen.; Bititci, Umit S., & MacBryd, Jillian., 2003. A business process approach
207.
7. Chan, Lismen L.M.; Shaffer, Margaret A.; & Snape, Ed., 2004. In search of sustained
8. Eaton, Dorman B., (1880). Civil service reform in Great Britain: A history of abuses
and reforms and their bearing upon American politics, dalam: Shafritz, Jay M.; Hyde,
Albert C.; & Parkes, Sandra J., 2004. Classics of Public Administration.
Wadsworth/Thomson Learning., Belmont, CA.
10. Fombrun, Charles J.; Tichy, Noel M., & Devanna, Mary Anne, 1984. Strategic human
11. Gonza´lez, Santiago Melia´n & Tacorante, Domingo Verano., 2004. A new approach to
the best practices debate: are best practices applied to all employees in the same way?.
12. Guest, David E., 1987. Human resource management and industrial relations. Journal
13. Hendry, John; & Pettigrew, Andrew, 1992. Patterns of strategic change in the
137-56.
14. Henry, Nicholas., 2004. Public administration and public affairs (9th edition). Pearson
15. Hope, Kempe Ronald Sr., 1999. Human resource management in Botswana: approaches
16. Irianto, Jusuf., 2009. Manajemen SDM sebagai titik tumpu perubahan birokrasi. Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam bidang Ilmu Manajemen SDM. FISIP
17. Ivancevich, John M.; Donnely, James H. Jr., & Gibson, James, L., 2004. Management:
Principles and functions (4th edition). Richard D. Irwin, Inc., New Delhi.
18. Jacobs, Ronald L., & Washington, Christopher., 2003. Employee development and
19. Keenoy, Tom & Anthony, Peter., 1992. HRM: metaphor, meaning and morality, dalam
Publication.
20. Legge, Karen., 1995. Human resources management: Rhetorics and realities.
Macmillan, London.
21. Lengnick-Hall, Mark L. & Lengnick-Hall, Cynthia A., 2003. Human resource
22. Mathis, Robert L., & Jackson, John H., 2008. Human resource management (12th).
23. Pattanayak, Biswajeet, 2003. Gaining competitive advantage and business success
24. Pynes, Joan E., 2004. Human Resources Management for Public and Nonprofit
Organizations
25. Rahman, Abdul bin Idris, & Eldridge, Derek., 1998. Reconceptualising human
26. Stroh, Linda K. & Caligiuri, Paula M., 1998. Strategic human resources: a new source
for competitive advantage in the global arena. The International Journal of Human
27. Sadri, Golnaz & Lees, Brian., 2001. Developing corporate culture as a competitive
28. Storey, J., 1994. Developments in the management of human resources. Basil Blackwell,
Oxford.
29. Tyson, S., 1995. Human resource strategy: Towards a general theory of human
30. Vaughan, Sheila., 2003. Performance: self as the principal evaluator. Human Resoruce
31. Wallace, Joseph; Hunt, James & Richards, Christopher., 1999. The relationship
32. Wang, Yonggui & Lo, Hing-Po., 2003. Customer-focused performance and the
33. Way, Sean. A., & Johnson, Diane, E., 2005. Theorizing about the impact of
1-19.
34. Wright, Phillip C., & Rudolph, Jake J., 1994. HRM trends in the 1990s: Should local
government buy in?. International Journal of PublicSector Management. 7 (3): pp. 27-
43.
36. Gayus naik Air Asia di kursi 11F. Suara Pembaruan, 07/0/2011.
37. Iklim usaha: Jangan terlena dengan hasil survei. Kompas, 04/06/2011.
38. Sekretaris Daerah Bekasi divonis 3 tahun penjara. Koran Tempo, 16/11/2010.
39. Tersedot gaji pegawai, anggaran sektor pertanian merosot. Kompas, 04/01/2011.