Anda di halaman 1dari 7

ESAI ANALISIS

PENERAPAN TEORI KEPEMIMPINAN


Analisis Standar Kompetensi Pimpinan di Lingkup Pemerintahan sebagai Bentuk
Implementasi Teori Kepemimpinan Psikologi

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Magang Merdeka Penerapan Teori Kepemimpinan

Disusun Oleh :

Nama : Yutia Cesarinda Kusumawati


NIM : 20/462658/PS/08339

PROGRAM STUDI SARJANA PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2022
Analisis Standar Kompetensi Pimpinan di Lingkup Pemerintahan sebagai Bentuk
Implementasi Teori Kepemimpinan Psikologi

Kepemimpinan merupakan aspek penting dalam suatu organisasi khususnya dalam


lingkup administrasi pemerintahan. Menurut Misumi & Peterson (1985), kepemimpinan
merupakan subjek penting di dalam manajemen dan administrasi karena kepemimpinan terkait
dengan keterhubungan antara atasan dan bawahan dalam organisasi. Kepemimpinan merupakan
fenomena kemasyarakatan yang berpengaruh terhadap perkembangan corak dan arah kehidupan
kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan (Muladi & Sujatno, 2011). Oleh karenanya,
pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara Reformasi Birokrasi
Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia No. 35 tahun 2017 Tentang Standar Kompetensi Jabatan
Aparatur Sipil Negara. Peraturan tersebut mengatur standar kompetensi aparatur sipil negara
(ASN), salah satunya Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Utama yang berlaku sebagai pimpinan
level atas. Standar kompetensi yang dimaksudkan tersebut adalah deskripsi pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang dibutuhkan dalam suatu jabatan yang tersusun dari beberapa
aspek salah satunya kompetensi jabatan. Kompetensi jabatan terdiri dari tiga, yaitu kompetensi
manajerial, teknis, dan sosial kultural.
Lebih lanjut di tempat magang yaitu Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber
Daya Manusia (BKPSDM) Kota Yogyakarta bertanggung jawab dalam mengelola dua dari tiga
kompetensi di atas, yaitu kompetensi manajerial dan sosial kultural. Berdasarkan Permen
PANRB, terdapat delapan kompetensi manajerial yang harus dimiliki oleh JPT Utama, yaitu
integritas, kerja sama, komunikasi, orientasi pada hasil, pelayanan publik, pengembangan diri
dan orang lain, mengelola perubahan, dan pengambilan keputusan.
Kompetensi manajerial yang pertama adalah integritas. Integritas dalam Permen PANRB
tersebut dideskripsikan sebagai kemampuan menjadi role model dalam penerapan keadilan dan
etika. Menurut Dineen et al., (2006) integritas merupakan kekuatan personal yang membentuk
seseorang yang dapat dipercaya oleh orang atau pihak lain sehingga dapat mencapai tujuan yang
telah ditetapkan secara efektif. Oleh karenanya, integritas tidak dapat dipisahkan dari
kemampuan yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Kepemimpinan merupakan perpaduan dari
berbagai karakteristik, sifat, dan perilaku yang digunakan oleh para pemimpin saat berinteraksi
dengan karyawannya (Khajeh, 2018).
Hal tersebut sejalan dengan traits theory of leadership atau teori perilaku kepemimpinan.
Teori tersebut mempertimbangkan ciri-ciri kepribadian, sosial, fisik, atau kecerdasan untuk
membedakan pemimpin dan bukan pemimpin. Berdasarkan teori tersebut, traits atau ciri dari
pemimpin meliputi ambition and energy, keinginan untuk memimpin, jujur dan berintegritas,
percaya diri, cerdas, self-monitoring, pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan (Judge &
Robbins, 2017).
Kompetensi manajerial yang kedua adalah kerja sama. Dalam Permen PANRB tersebut,
kerja sama dideskripsikan sebagai kemampuan dalam menciptakan situasi kerja sama yang
konsisten baik di dalam maupun di luar instansi. Kerja sama bermanfaat untuk meningkatkan
kinerja individu (Ghulam et al., 2017). Kerja sama sendiri dapat dijelaskan melalui behavioral
theories of leadership dari University of Michigan bagian employee-oriented leader. Teori
tersebut mengemukakan bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai pemimpin apabila
mengembangkan hubungan interpersonal yang baik sesuai konteks serta menerima perbedaan
individu antar anggotanya, yang dalam konteks ini adalah karyawannya.
Selain itu, kompetensi kerja sama dapat dianalisis melalui path-goal theory. Path-goal
theory merupakan teori yang mengatakan bahwa tugas pemimpin adalah membantu bawahan
dalam mencapai tujuan bersama dan memberi mereka arahan dan/atau dukungan yang
diperlukan untuk memastikan bahwa tujuan mereka sesuai dengan tujuan keseluruhan kelompok
atau organisasi (House, 1971).
Kompetensi manajerial yang ketiga adalah komunikasi. Di deskripsikan dalam Permen
PANRB, komunikasi merupakan kemampuan untuk menciptakan sistem komunikasi yang
terbuka dan strategis guna meningkatkan kinerja. Menurut Robbins & Judge (2001), komunikasi
memegang peranan penting dalam organisasi karena bermanfaat untuk fungsi motivasi,
pengungkapan emosional, pengendalian (kontrol dan pengawasan), dan penyediaan informasi
untuk mengambil keputusan. Berdasarkan itu, dapat dilihat pentingnya seorang pemimpin
memiliki kompetensi komunikasi. Studi empiris oleh Gray & Laidlaw (2004), menemukan
komunikasi yang efektif merupakan penyebab kepuasan kerja menyeluruh (overall job
satisfaction), komitmen pegawai pada organisasi, absensi, turnover, produktivitas kerja, dan
pereduksi ambiguitas informasi bagi bawahan atau stafnya.
Selanjutnya, kompetensi manajerial keempat adalah orientasi pada hasil. Dideskripsikan
di Permen PANRB tersebut, orientasi pada hasil merupakan kemampuan untuk meningkatkan
mutu pencapaian kinerja organisasi. Pentingnya kompetensi tersebut ada pada seorang
pemimpin, lebih khususnya JPT Utama dapat dijelaskan melalui behavioral theories of
leadership dari studi dari University of Michigan aspek production-oriented leader, di mana
pemimpin menekankan pada produksi atau tugas pekerjaan agar mencapai kinerja yang
maksimal di organisasinya.
Kompetensi manajerial yang selanjutnya adalah pelayanan publik. Dalam Permen
PANRB tersebut, kompetensi tersebut dideskripsikan sebagai kemampuan untuk memastikan
kebijakan-kebijakan pelayanan publik yang menjamin terselenggaranya pelayanan publik yang
netral, objektif, tidak diskriminatif, tidak memihak, serta tidak terpengaruh oleh kepentingan
pribadi/kelompok/partai politik. Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (1998)
mendefinisikan pelayanan publik adalah segala bentuk pelayanan umum yang dilaksanakan oleh
Instansi pemerintahan di Pusat atau Daerah dan di lingkungan BUMN atau BUMD dalam bentuk
barang dan atau jasa dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Kompetensi manajerial yang keenam adalah pengembangan diri dan orang lain.
Dideskripsikan kompetensi tersebut memuat kemampuan untuk menciptakan situasi yang
mendorong organisasi untuk mengembangkan kemampuan belajar berkelanjutan dalam rangka
mendukung pencapaian hasil. Kompetensi manajerial pengembangan diri merupakan salah satu
traits atau ciri dari pemimpin yang dijelaskan melalui traits theories of leadership (Robbins,
2018). Sedangkan kemampuan manajerial pengembangan orang lain atau dalam kata lain
pengembangan karyawannya merupakan salah satu aspek consideration dalam Ohio State Study.
Dalam studi tersebut, pemimpin dicirikan dengan sikap yang mampu membina hubungan yang
baik dengan karyawannya dalam bentuk saling percaya, menghormati bawahannya, serta
menghargai perasaan bawahannya.
Kompetensi yang ketujuh adalah mengelola perubahan. Dalam Permen PANRB
tersebut, mengelola perubahan dideskripsikan sebagai kemampuan untuk memimpin,
menggalang, dan menggerakkan dukungan pemangku kepentingan untuk menjalankan
perubahan secara berkelanjutan. Hal tersebut dirasa penting, karena pada zaman ini perubahan
merupakan hal yang tidak dapat dielakkan. Hal tersebut sejalan dengan traits theories of
leadership dari Scandinavian studies aspek development-oriented leader. Di mana dalam teori
tersebut, disebutkan bahwa sikap menghargai eksperimen, mencari ide-ide baru, dan
menghasilkan serta menerapkan perubahan merupakan ciri seorang pemimpin. Harapannya
perubahan yang ada dapat dikelola dengan baik sehingga dapat meningkatkan kinerja organisasi,
bukan malah menghambatnya.
Kompetensi manajerial yang terakhir adalah pengambilan keputusan. Dalam Permen
PANRB, kompetensi tersebut dideskripsikan sebagai kemampuan untuk menghasilkan solusi dan
mengambil keputusan untuk mengatasi permasalahan jangka panjang/strategis. Menurut
Schoemaker & Russo (2016), pengambilan keputusan adalah proses dimana seorang individu,
kelompok atau organisasi mencapai kesimpulan tentang apa tindakan masa depan untuk
mengejar diberikan serangkaian tujuan dan batasan pada sumber daya yang tersedia. Proses
tersebut melibatkan analisis masalah, pengumpulan sumber daya, dan proses belajar dari
pengalaman. Kompetensi tersebut penting karena menurut Fitrah (2017), salah satu indikator
keberhasilan dalam proses pencapain tujuan sangat bergantung pada fungsi pemimpin dalam
menentukan kebijakan maupun mengambil keputusan.
Selanjutnya dalam Permen PANRB terdapat kompetensi sosial kultural berupa perekat
bangsa yang disyaratkan untuk dimiliki JPT Utama. Seorang JPT Utama diharapkan mampu
membangun hubungan sosial psikologis yang baik dengan masyarakat sehingga menciptakan
kelekatan yang kuat antara ASN dan para pemangku kepentingan serta di antara para pemangku
kepentingan itu sendiri. Hal tersebut dapat meminimalisir hindrance-related stress sehingga
menurut Schultz & Schultz (2010), dapat pula mengurangi terganggunnya pencapaian tujuan.
Selain itu, JPT Utama dapat mengakomodasi fasilitas untuk mendukung penuh karyawan.
Harapannya dengan itu, keamanan psikologis karyawan dapat dicapai dan memunculkan
perilaku saling percaya. Di mana hal tersebut merupakan faktor besar yang menentukan
kesuksesan dan kinerja organisasi.
Adanya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara Reformasi Birokrasi
Republik Indonesia No. 35 tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Jabatan Aparatur Sipil
Negara membuat kriteria kompetensi JPT Utama selaku pimpinan level atas tampak transparan
dan jelas. Peraturan mengenai kompetensi tersebut merupakan representasi usaha dalam
meregulasi sistem pemerintahan agar pengisian jabatan pemimpin dapat terisi oleh individu yang
memiliki kompetensi yang sesuai atau ‘the right man in the right place’.
Daftar Pustaka

Dineen, B. R., Lewicki, R. J., & Tomlinson, E. C. (2006). Supervisory guidance and behavioral
integrity: relationships with employee citizenship and deviant behavior. Journal of
applied psychology, 91(3), 622.

Fitrah, M. (2017). Peran kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan. Jurnal
Penjaminan Mutu, 3(1), 31-42.

Mustafa, G., Glavee-Geo, R., & Rice, P. M. (2017). Teamwork orientation and personal learning:
The role of individual cultural values and value congruence. SA Journal of Industrial
Psychology, 43(1), 1-13.

Gray, J., & Laidlaw, H. (2004). Improving the measurement of communication satisfaction.
Management communication quarterly, 17(3), 425-448.

House, R. J. (1971). A path goal theory of leader effectiveness. Administrative science quarterly,
321-339.

Judge, T. A., & Robbins, S. P. (2017). Organizational behavior. Pearson.

Khajeh, E. H. Al. (2018). Leadership Styles on Organizational Performance. Journal of Human


Resources Management Research, 2018, 1–10. https://doi.org/10.5171/2018.687849

Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2001). Organizational behavior, 14/E. E: Pearson Education
India.

Schoemaker, P. J., & Russo, J. E. (2016). Decision-making. The Palgrave Encyclopedia of


Strategic Management. Palgrave Macmillan, London.

Schultz, D. & Schultz, S.E. (2010). Psychology and Work Today. 10th Edition. USA: Pearson
Education, Inc

Misumi, J., & Peterson, M. F. (1985). The behavioral science of leadership: An interdisciplinary
Japanese research program. The University of Michigan Press.
Muladi, & Sujatno, A. (2011). Traktat etis kepemimpinan nasional & indeks kepemimpinan
nasional Indonesia. RMBooks.

Anda mungkin juga menyukai