Anda di halaman 1dari 11

RESUME BUKU

PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA

A. IDENTITAS BUKU:

Judul buku : Perencanaan Sumber Daya Manusia Sektor Publik


Penulis : 1. Dr. Neni Alyani, SE., M.P.d
2. M. Octaviano Pratama, M.Kom
Jumlah halaman : 63
Ukuran Buku : 14 cm X 21 cm (A5)
ISBN : 978 – 623 – 09 – 5059 - 9
Editor : M. Miftahul Madya, S.Si., M.Si
Penerbit : Pt. Penerbit Gramatikal Indonesia

B. IDENTITAS RESENSATOR :

Nama : Wadi Prasetyo Wibowo


NPP : 32.0317
Kelas : E4
Prodi/Jurusan : Manajemen Sumber Daya Manusia/Fakultas Manajemen Pemerintahan

1
BAB I
PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA
SEKTOR PUBLIK

Perencanaan Sumber Daya Manusia merupakan salah satu instrumen MSDM yang
penting dalam pemanfaatan individu bagi organisasi untuk mencapai berbagai tujuannya.
Bagi sektor publik, tanggung jawab besar birokrasi adalah memberi pelayanan kepada
masyarakat yang tentunya harus didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur yang
profesional dan kompeten.
Perencanaan SDM di sektor publik merupakan proses menyusun persyaratan dan
mengatur gerakan SDM aparatur secara efektif dan efisien dan hal ini menjadi fungsi utama
MSDM bagi birokrasi mulai dari perencanaan hingga tahap terminasi SDM. Selain budaya,
iklim organisasi yang tidak kondusif dan nilai-nilai manajerial yang tidak relevan dengan
perubahan menjadi ganjalan birokrasi dalam mencapai efektifitas organisasi.
Oleh sebab itu, sangat penting artinya bagi dunia ilmu pengetahuan dan praktisi untuk
menguraikan Perencanaan SDM dalam budaya, iklim organisasi dan nilai-nilai manajerial
khas birokrasi yang berbeda dengan perusahaan yang merepresentasikan sektor privat.
Dengan keyakinan terhadap pandangan bahwa budaya dan iklim organisasi serta nilai-nilai
manajerial dalam perencanaan dapat mendukung pencapaian keunggulan bersaing organisasi,
maka buku ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan fenomena dan pengantar pengembangan
model Perencanaan SDM dalam sektor publik sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk
membangun birokrasi yang kuat dalam memberi pelayanan yang mendukung peningkatan
daya saing bangsa Indonesia.
Dari sisi makna sistem, MSDM tidak lain merupakan suatu sistem manajemen yang
sengaja dirancang untuk dapat memastikan bahwa potensi atau bakat semua individu dalam
organisasi dapat digunakan secara efektif dan efisien (Mathis & Jackson, 2008). Pemanfaatan
individu tersebut dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan target yang telah ditentukan
organisasi.
MSDM merupakan salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang sangat besar
kontribusinya bagi organisasi untuk memetakan potensi individu menjadi teraktualisasikan
secara efektif dalam mendukung pelaksanaan pekerjaan. Di antara kegiatan vital lain setelah
fungsi perencanaan dan sebelum terminasi SDM adalah penyusunan analisis jabatan,
rekrutmen SDM yang dilanjutkan dengan seleksi dan penempatan SDM dalam jabatan yang
relevan, kemudian berturut-turut fungsi penggajian, penilaian kinerja, pelatihan dan
pengembangan, pengelolaan karir dalam jabatan, pembinaan hubungan antalain dimaksudkan
individu (employee relationships), serta perancangan berbagai dengan segala maca program
kualitas kehidupan kerja (quality of working life) Namun demikian, MSDM tidaklah cukup
dapat dipahami hanya dari sisi sistem dan fungsi.
Dengan perencanaan SDM merupakan ketentuan persyaratan sektor publik yang Jika
kita lihat dari sisi kebijakan, MSDM secara klasik sebagaimana dikembangkan oleh Guest
(1987) bermakna sebagai salah satu bentuk kebijakan organisasi yang sengaja dirancang
untuk memaksimalkan integrasi semua unsur organisasi (organizational integration),

2
membangun komitmen pegawai terhadap organisasi (employee commitment), prinsip
kelenturan dalam pelaksanaan fungsi manajerial dan pekerjaan (flexibility) untuk
menghindari kekakuan (rigidity). Serta pencapaian kualitas baik dari sisi proses pelaksanaan
maupun hasil dari pelaksanaan pekerjaan (quality of work) Dari sisi kebijakan inilah akhirnya
berkembang suatu pemikiran, bahwa makna utuh dari MSDM tidak terbatası dalam
pengertian yang sekadar bersifat teknis.
Sebagaimana pernah diuraikan oleh Lengnick-Hall & Lengnick- Hall (2003: 33-43)
peran MSDM yang mengalami konvergensi tersebut tidak lain dimaksudkan untuk merespon
perubahan lingkungan dengan segala macam tantangan dan tuntutan yang ada di dalamnya.
Perencanaan SDM merupakan proses awal sebagai antisipasi dan ketentuan persyaratan
dalam mengatur Gerakan SDM dalam sektor publik yang dapat melakukan pergerakan
didalam, keluar bekerja dan kedalam sebagaimana dikemukakan oleh Arthur W Sherman dan
George W Bohlander (2000:92) bahwa perencanaan SDM merupakan kegiatan
mempertahankan organisasi dengan membangun SDM yang kuat.
Sumber daya manusia Aparatur Sipil Negara telah memiliki manajemen Aparatur Sipil
Negara yang berdasarkan pada asas merit atau perbandingan antara kompetensi, kualifikasi,
dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi dan
persyaratan yang dimiliki oleh calon dalam rekruitmen, pengangkatan, penempatan dan
promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik.
Pola penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil atau Aparatur Sipil Negara (ASN) yang
dilaksanakan Pemerintah telah bergeser dari based on recruitment ke based on requiretment,
proses seleksi tidak lagi didasarkan pada pengerahan/usulan yang sifatnya kuantitatif, tetapi
pada kebutuhan objektif instansi yang secara kualitatif akuntabel. Berbagai studi tentang
perencanan SDM menjelang akhir tahun 2000 misalnya, muncul suatu studi yang mencoba
merumuskan kembali makna penting konsep perencanaan SDM dalam suatu lembaga
Pemerintahan yang sedang mengalami perubahan sebagaimana dilakukan oleh Rahman &
Eldridge (2008) di Malaysia. Suatu negara misalnya, membutuhkan model MSDM spesifik
yang dapat membedakannya dengan Negara lain yang memiliki karakter lingkungan spesifik
tertentu. Hal ini dapat diartikan bahwa suatu organisasi dengan karakteristik lingkungan
tertentu memiliki cara pandang.

3
BAB II
MODEL PERENCANAAN SDM SEKTOR PUBLIK

Sama dengan model dari Tyson, klasifikasi model MSDM yang dikembangkan Storey
juga terdiri dari 3 (tiga) jenis namun berbeda konsepnya yaitu Conceptual, Descriptive, dan
Prescriptive. Selain ketiga ahli tersebut, para ahli MSDM lainnya juga telah mengembangkan
model MSDM dengan versi yang berbeda.
Perspektif strategis dan lingkungan menunjukkan adanya hubungan antara strategi
MSDM dengan strategi organisasi secara keseluruhan dalam rangka menghadapi berbagai
tekanan dari faktor-faktor politik, ekonomi, dan budaya yang mendeterminasi organisasi. 3
Guest`s model Model ini tediri dari 7 (tujuh) kebijakan MSDM untuk dapat mencapai 4
(empat) outcomes SDM.Dengan demikian dapat diidentifikasi bahwa model MSDM dari
Guest memiliki tambahan 3 (tiga) kategori yaitu policy formulation & management of
change; employee appraisal, training & development; serta communication systems. HRM
business process model yang diusulkan Figen Cakar dan kawan-kawan tersebut terdiri dari 3
(tiga) komponen strategi yaitu: (1) perumusan strategi Perencanaan SDM; (2) implementasi
strategi perencanaan SDM; dan (3) pemantauan dampak atas hasil yang dicapai organisasi
(business results).
Perumusan strategi Perencanaan SDM Sub-proses ini dilakukan untuk merumuskan
suatu strategi MSDM secara terpadu, digunakan strategi dan tujuan organisasi serta berbagai
proses utama dalam organisasi. SDM yang ada sesuai dengan kebutuhan organisasi; (d)
manage HR performance, yakni kegiatan yang diarahkan untuk menentukan berbagai target
individual, pemantauan terhadap kemajuan dan perkembangan berdasarkan target yang telah
ditentukan serta melakukan identifikasi tentang kebutuhan pelatihan, pengembangan, dan
pendidikan sebagai respon atas hasil penilaian kinerja sebelum menentukan tindakan baik
dalam bentuk reward maupun discipline action; (e) manage redeployment, yakni kegiatan
untuk mengidentifikasi defisiensi posisi pekerjaan yang tidak dapat diatasi (rectified) baik
melalui pelatihan, pengembangan ataupun pendidikan yang diarahkan pada redeployment
bagi pemegang pekerjaan/jabatan baik di dalam maupun di luar organisasi; (f) negotiation for
working conditions, yakni kegiatan yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan SDM dan
pencapaian tujuan organisasi.
Pemantauan dampak Sub-proses ini dilakukan untuk memantau dampak proses MSDM
terhadap kinerja organisasi melalui monitoring konribusi MSDM terhadap pencapaian
strategi dan tujuan organisasi serta berbagai proses utama lainnya. Model perencanaan SDM
berdasar konteks tersebut dapat dibangun dengan memanfaatkan semua informasi yang tersaji
dalam berbagai literatur serta selanjutnya dapat terus dikembangkan dengan melibatkan para
ahli dan praktisi.

4
BAB III
PERENCANAAN SDM DI SEKTOR PUBLIK

Perkembangan teknologi yang terjadi di masa yang akan datang dapat mempengaruhi
kondisi lingkugan strategik yang menuntut agar sebuah organisasi publik mengembangkan
program-program yang sesuai dengan perkembangan zaman. Keselarasan perencanaan
Sumber Daya Manusia (SDM) dapat menguatkan dan membangun kekuatan organisasi
publik. Peramalan kebutuhan SDM Aparatur Sipil Negara (ASN) di masa yang akan datang
serta perencanaan pemenuhan kebutuhan SDM tersebut merupakan bagian dalam
perencanaan SDM yang meliputi pencapaian tujuan dan implementasi program-program.
Tujuan dari perencanaan SDM yaitu untuk memenuhi kebutuhan pelaksana tugas-tugas
pada suatu organisasi serta untuk memastikan bahwa kegiatan organisasi tersebut berjalan
dengan baik. Pada Bab ini mempelajari serta mengidentifikasi perencanaan Sumber Daya
Manusia (SDM) Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan bagian dalam perencanaan SDM
yang meliputi pencapaian tujuan dan implementasi program- program.
Dalam perkembangannya, perencanaan sumber, perencanaan SDM meliputi
pengumpulan data yang dapat digunakan mengevaluasi keefektifan program-program yang
sedang berjalan dan memberikan informasi kepada perencanaan bagi pemenuhan kebutuhan
untuk revisi program pada saat diperlukan.
Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan SDM Faktor Internal Yang dimaksud dengan
faktor internal adalah berbagai kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh organisasi dan
juga segala kendala yang ada dalam organisasi. Siagian yaitu meliputi: (i) Rencana strategic;
(ii) Anggaran; (iii) Estimasi produksi dan penjualan; (iv) Usaha atau kegiatan baru; (v)
Rancangan organisasi dan tugas pegawai. Dengan berdasar anggaran ini, maka akan dapat di
predikasi kemampuan untuk merekrut pegawai baru yang memungkinkan untuk dibiayai.
Demikian pula dengan usaha dan kegiatan baru dan rancangan serta tugas pegawai dari situ
dapat diketahui beban kerja sehingga mencerminkan kebutuhan tenaga tambahan.
Faktor eksternal adalah segala sesuatu yang berada di luar organisasi yang dapat
berpengaruh langsung atau tidak langsung pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan faktor
eksternal yang pada prinsipnya akan dipengaruhi oleh situasi di luar organisasi, keluasan
hubungan ketergantungan dengan pihak lain, arus informasi dan lain-lain. Jika terjadi gejolak
di luar maka dapat memunculkan gelombang pukulan ke arah organisasi dan berarti itu
merupakan hambatan yang muncul.
Yang dimaksud faktor eksternal adalah berbagai hal yang berkaitan dengan situasi baik
perkembangan, perubahan maupun pertumbuhan diluar organisasi yang dpat mempengaruhi
eksistensi kemampuan organisasi dan kebijakan organisasi. Siagian faktor ekternal yaitu
sebagai berikut: (i) Situasi ekonomi; (ii) Sosial budaya; (iii) Politik; (iv) Peraturan
perundang-undangan; (v) Teknologi; (vi) Pesaing Dari kedua pendapat diatas, ada beberapa
kemiripan seperti situasi ekonomi, politik, sosial dan budaya serta teknologi.
3 Penentuan kebutuhan Aparatur di sektor publik Untuk melaksanakan Manajemen
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17
Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang

5
Manajemen Pegawai Negeri Sipil dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 Peraturan
Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja, perlu menetapkan Peraturan Badan Kepegawaian Negara tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penyusunan Kebutuhan Aparatur Sipil Negara; Dasar Penentuan Kebutuhan
PNS:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6. Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5494)
2. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri
Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 63, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6037) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri
Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6477)
3. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2018 Nomor 224, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6264);
4. Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2013 tentang Badan Kepegawaian Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 128)
5. Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 29 Tahun 2020 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Badan kepegawaian negara (berita negara republik indonesia tahun
2020 nomor 1728)
Hasil dari analisis jabatan ini akan memandu kebutuhan anggaran kepegawaian dalam
kurun waktu tertentu. Hasil dari analisis jabatan berupa daftar uraian pegawai pernyataan
tertulis mengenai kewajiban- kewajiban pegawai dan juga dapat mencakup standar kualifikasi
yang merinci pendidikan dan pengalaman minimal yang dibutuhkan bagi seorang pegawai
untuk melaksanakan kewajiban atas kedudukannya secara memuaskan tersebut akan
berkaitan dengan tanggungjawab pegawai atas tugasnya dalam sebuah organisasi atau
instansi publik.
Setiap instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan
Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah dengan perjanjian kerja berdasarkan analisis
jabatan dan analisis beban kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan Pasal 94
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara serta untuk
melaksanakan Pasal 6 peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen
Pegawai Negeri Sipil, perlu ada pengaturan mengenai pedoman analisis jabatan dan analisis
beban kerja.
Berdasarkan pertimbangan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi tentang Pedoman Analisis Jabatan dan Analisis Beban Kerja atas dasar:
Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah
dengan Perjanjian Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 224,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6264); Pelaksana Analisis Jabatan
Dan Analisis Beban Kerja

6
(1) Analisis Jabatan dan Analisis Beban Kerja di instansi Pemerintah pusat
dilaksanakan oleh unit organisasi JPT Pratama yang secara fungsional membidangi
analisis jabatan dan analisis beban kerja.
(2) Analisis jabatan dan analisis beban kerja di lingkungan pemerintah provinsi
dilaksanakan oleh unit organisasi JPT Pratama yang secara fungsional membidangi
analisis jabatan dan analisis beban kerja.
(3) Analisis jabatan dan analisis beban kerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota
dilaksanakan oleh unit organisasi administrator yang secara fungsional membidangi
analisis jabatan dan analisis beban kerja.
(4) Tim Analisis Jabatan Dan Analisis Beban Kerja

Untuk kelancaran pelaksanaan analisis jabatan dan analisis beban kerja pada masing-
masing Instansi Pemerintah, Pejabat Pembina Kepegawaian membentuk Tim Pelaksana
Analisis Jabatan dan Analisis Beban Kerja. Tugas Tim Pelaksana Analisis Jabatan dan
Analisis Beban Kerja adalah mengumpulkan data, menyusun informasi jabatan,
memverifikasi data, serta mengumpulkan beban kerja dalam jangka waktu satu tahun.
Persyaratan untuk dapat diangkat menjadi anggota Tim Pelaksana Analisis Jabatan dan
Analisis Beban Kerja adalah: a. PNS dan/atau PPPK yang telah mengikuti pelatihan dan/atau
bimbingan teknis analisis jabatan serta analisis beban kerja dan/atau; b. syarat objektif lain
yang ditentukan oleh pejabat yang berwenang, termasuk pengalaman dan kemampuan lain
yang diperlukan dalam pelaksanan tugas tim Susunan keanggotaan Tim Pelaksana Analisis
Jabatan dan Analisis Beban Kerja.
Ketua Tim Pelaksana Analisis Jabatan dan Analisis Beban Kerja dapat ditunjuk dari
seorang pejabat JPT Pratama atau Administrator yang secara fungsional bertanggung jawab di
bidang organisasi dan/atau kepegawaian. Sekretaris Tim Pelaksana Analisis Jabatan dan
Analisis Beban Kerja dapat ditunjuk paling rendah seorang pejabat Pengawas yang memiliki
kemampuan dan pengalaman teknis di bidang analisis jabatan dan analisis beban kerja atau
Pejabat Fungsional yang membidangi analisis jabatan dan analisis beban kerja.
Tugas Ketua Tim Pelaksana Analisis Jabatan dan analisis beban kerja adalah: a.
membuat rencana kerja pelaksanaan analisis jabatan dan analisis beban kerja b. memberikan
pengarahan dan bimbingan kepada anggota Tim Pelaksana Analisis Jabatan dan Analisis
Beban Kerja; dan c. menyampaikan hasil pelaksanaan analisis jabatan dan analisis beban
kerja kepada Pejabat Pembina Kepegawaian instansi yang bersangkutan.
Hasil analisis jabatan dan analisis beban kerja oleh tim pelaksana analisis jabatan dan
analisis beban kerja pada instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ditetapkan oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Hasil analisis jabatan dan analisis beban kerja Instansi
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Menteri dan Kepala
Badan Kepegawaian Negara.
Selain penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hasil analisis jabatan dan
analisis beban kerja Instansi Pemerintah Daerah disampaikan juga kepada Menteri Dalam
Negeri Penyampaian hasil analisis jabatan dan analisis beban kerja kepada Menteri
menggunakan sistem aplikasi elektronik.

7
Pelaksanaan Analisis Jabatan Seiring dengan bergulirnya Reformasi Birokrasi di Instansi
Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah, maka perlu melakukan pembaharuan dan
perubahan mendasar terhadap system penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut
aspek kelembagaan (organisasi), sumber daya manusia aparatur dan ketatalaksanaan
(business process).

Aspek-Aspek Dalam Analisis Beban Kerja


(1) Norma Waktu (Variabel Tetap)
Waktu yang dipergunakan untuk menghasilkan /menyelesaikan produk/hasil kerja
adalah relatif tetap sehingga menjadi variabel tetap dalam pelaksanaan analisis beban kerja.
Norma waktu perlu ditetapkan dalam standar norma waktu kerja dengan asumsi tidak ada
perubahan yang menyebabkan norma waktu tersebut berubah. Perubahan norma waktu dapat
terjadi karena :
a. Perubahan kebijakan;
b. Perubahan peralatan
c. Perubahan kualitas SDM;
d. Perubahan organisasi, sistem, dan prosedur.

(2) Volume Kerja (Variabel tidak tetap)


Volume kerja diperoleh dari target pelaksanaan tugas untuk memperoleh hasil
kerja/produk. Setiap volume kerja yang berbeda-beda antar unit/jabatan merupakan variabel
tidak tetap dalam pelaksanaan analisis beban kerja. Jam Kerja Efektif Untuk dapat melakukan
analisis beban kerja secara baik dan benar, terlebih dahulu perlu ditetapkan alat ukurnya,
sehingga pelaksanaannya dapat dilakukan secara transparan.
Kriteria suatu alat ukur yaitu: (i) Valid, artinya alat ukur yang akan dipergunakan
mengukur beban kerja sesuai dengan material yang akan diukur; (ii) Konsisten, artinya dalam
melakukan analisis beban kerja harus konsisten dari waktu ke waktu; (iii) Universal, artinya
alat ukur harus dapat dipergunakan untuk mengukur berbagai unit kerja maupun hasil kerja,
sehingga tidak ada alat ukur yang lain atau khusus untuk suatu unit kerja atau hasil kerja.
Sesuai dengan kriteria alat ukur, maka dalam pelaksanaan analisis beban kerja yang
dipergunakan sebagai alat ukur adalah jam kerja efektif yang harus diisi dengan tindak kerja
untuk menghasilkan berbagai produk baik yang bersifat konkrit (benda) atau abstrak (jasa).
Dalam Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 1995 telah ditentukan jam kerja instansi
Pemerintah 37 jam 30 menit per minggu, baik untuk yang 5 (lima) hari kerja ataupun yang 6
(enam) hari kerja.
Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat dihitung hari kerja dan jam kerja efektif yang akan
digunakan sebagai alat ukur dalam melakukan analisis beban kerja. Hari kerja efektif adalah
jumlah hari dalam kalender dikurangi hari libur dan cuti.

8
1. Untuk 5 hari kerja - Jumlah hari per tahun 365 - Libur Sabtu-Minggu 104 hari - Libur
Resmi 14 hari - Cuti 12 Hari Jumlah Hari Libur 130 hari - Hari kerja efektif 365 hari di
kurangi jumlah hari libur 130 Hari = 235 hari
2. Untuk 6 hari kerja: - Jumlah hari per tahun 365-Libur Minggu 52 hari Libur Resmi 14 hari
- Cuti 12 hari - Jumlah Hari Libur = 78 hari - Hari kerja efektif 365 hari dikurangi hari libur
78 hari = 287 hari 287 hari.
Jam Kerja Efektif adalah jumlah jam kerja formal dikurangi dengan waktu kerja yang hilang
karena tidak bekerja (allowance) seperti istirahat makan, melepas lelah, buang air dan
sebagainya. Allowance rata- rata sekitar 30% ri jumlah jam kerja formal.

9
BAB IV
PERENCANAAN PENGEMBANGAN KARIR
SDM SEKTOR PUBLIK

Rencana pengembangan karier ASN merupakan proses manajemen yang


menggambarkan pergerakan posisi atau Jabatan ASN menuju peningkatan dan kemajuan
sepanjang pengabdiannya di Instansi Pemerintah, yaitu sejak awal menjadi CASN hingga
pemberhentian, yang digambarkan dalam pola karier ASN. Sedangkan penyusunan rencana
pengembangan karier ASN merupakan penyusunan data lengkap suksesor pada organisasi
pemerintah yang telah dinilai berdasarkan kualifikasi, kinerja, kompetensi, integritas, dan
moralitas.
Tujuan Sunrenbangrir adalah untuk menjaga keselarasan potensi ASN dengan
penyelenggaraan tugas pemerintah agar setiap ASN memiliki kesempatan yang sama dalam
pengembangan karier. Renbangrir PNS Instansi Pemerintah berisi program dan intervensi
pengembangan karier maupun kompetensi yang akan ditujukan untuk membekali para
Pegawai agar siap menduduki jalur posisi/jabatan yang telah diidentifikasi sesuai pola karier
instansi.
Rencana pengembangan karier ini memberikan semangat kerja bagi aparatur di sektor
publik memberdayakan segala kemampuan yang dimiliki oleh pegawai serta pegawai
merasakan ada jaminan atas pekerjaan yang diembannya sebagai tugas dimana
pengembangan karir ini akan mempertimbangkan masa kerja usia, kelas jabatan maupun
Pendidikan, tetapi yang terutama adalah Integritas dan moral yang dimiliki sangat
berpengaruh dalam pengembangan karir.
Jabatan adalah kedudukan yang menunjukan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan
hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi negara. Jabatan Struktural
adalah kedudukan yang menunjukan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang
Pegawai Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi Negara.
Pelaksana Tugas adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diperintahkan untuk
melaksanakan tugas jabatan struktural yang belum ada pemangkunya karena satu dan lain
hal. Jabatan Fungsional Tertentu adalah kedudukan yang menunjukan tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam suatu satuan organisasi
yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau keterampilan tertentu
serta bersifat mandiri dan untuk kenaikan pangkatnya disyaratkan dengan angka kredit.
Jabatan Fungsional Umum adalah kedudukan yang menunjukan tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang
dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keterampilan tertentu dan untuk kenaikan
pangkatnya tidak disyaratkan dengan angka kredit. Penyetaraan Jabatan Sejak
diluncurkannya kebijakan pemerintah tentang penyederhanaan birokrasi dan penyelenggaraan
pemerintah lima tahun ke depan yang berfokus pada pembangunan sumber daya manusia
yang disampaikan langsung oleh Presiden R.

10
Kementerian PAN RB telah menyusun strategi pencapaian yaitu melaksanakan
penyetaraan jabatan struktural eselon III dan IV menjadi jabatan fungsional. Dalam
implementasinya muncul masalah seperti kesiapan pegawai administrasi yang disetarakan
menjadi jabatan fungsional, pembagian pekerjaan, termasuk penilaian kinerjanya Peraturan
Menteri PANRB Nomor 28 Tahun 2019 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam
Jabatan Fungsional merupakan salah satu instrumen Pemerintah untuk memberikan peluang
setiap instansi Pemerintah dalam pengembangan karier agar organisasi berjalan lebih efektif
dan efisien juga memberikan peluang pengembangan karier yang berbasis pada sistem karier
jabatan fungsional (MENPANRB 2019) Terkait dengan pelaksanaan penyetaraan jabatan
yang telah berlangsung sejak akhir 2019 sampai dengan Juni 2020 tersebut, terdapat beberapa
kendala dalam Implementasinya atau faktor-faktor penghambat implementasi kebijakan
(Nalien 2021).
Dalam proses usulan penyetaraan yang sangat singkat menyebabkan kendala-kendala
yang timbul, salah satunya ditemukan bahwa adanya pola pikir mengenai susahnya pegawai
dalam memangku Jabatan Fungsional dan jelas berpengaruh pada kesiapan pegawai untuk
melaksanakan kebijakan penyetaraan jabatan. Permasalahan yang ditemukan adalah belum
selesai penyederhanaan Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK) unit kerja, sehingga terdapat
adanya tidak sejalannya dengan kebijakan penyetaraan jabatan, termasuk juga adanya
ketidaksesuaian antara jabatan fungsional yang diberikan dengan passion atau pilihan dari
pegawai yang disetarakan.
Arah penyelenggaraan pemerintah dalam 5 (lima) tahun ke depan berfokus pada
pembangunan sumber daya manusia, pembangunan infrastruktur, penyederhanaan birokrasi,
simplifikasi regulasi, dan transformasi ekonomi. Menindaklanjuti arahan tersebut, pemerintah
dalam hal ini melalui Kementerian PAN dan RB segera meluncurkan kebijakan melalui Surat
Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi Nomor 394 Tahun 2019
tentang langkah strategis penyederhanaan Birokrasi yang ditandatangani Menteri PANRB.
Salah satu inti kebijakan dalam penyederhanaan birokrasi adalah kebijakan
transformasi Jabatan Administrasi (Administrator dan Pengawas) setara engan level III dan
IVmenjadi Jabatan Fungsional. Adapun tujuan dari restrukturisasi menurut (Oden 1999)
adalah ‘‘Menyiapkan perusahan/organisasi untuk dapat mencapai tingkat kompetisi yang
digunakan, hal ini berhubungan dengan organisasi yang ramping dan fit‘‘ serta reformasi
perguruan tinggi (Aulia Rakhman 2020) Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan
Fungsional yang selanjutnya disebut penyetaraan Jabatan adalah Pengangkatan Pejabat
Administrasi ke dalam Jabatan fungsional melalui Penyesuaian/Inpassing pada jabatan
fungsional yang setara.
Penyetaraan jabatan administrasi ke jabatan fungsional bertujuan untuk menciptakan
birokrasi yang lebih dinamis dan profesional sebagai upaya peningkatan efektifitas dan
efisiensi untuk mendukung kinerja pelayanan pemerintah kepada publik.

11

Anda mungkin juga menyukai