SKRIPSI
HALIMAH HARFAH
1206239176
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana
HALIMAH HARFAH
1206239176
Segala puji dan syukur kepada Allah atas segala rahmat, hidayah dan karu-
nia yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang
berjudul : Metode Line Profile: Pendekatan terhadap Evaluasi Kuantitatif
Citra Computed Radiography Toraks pada Pasien Pediatrik, sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Fisika di Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-bersarnya kepada :
1. Ibu Kristina Tri Wigati, M.Si. , selaku dosen pembimbing I yang telah
dengan sabar dalam membimbing selama penelitian dan penulisan skripsi
ini berlangsung serta kesediaannya meluangkan waktu, tenaga dan nasi-
hat untuk membimbing dan mengarahkan penulis, serta atas segala per-
hatian selama penelitian hingga skripsi ini dapat diselesaikan, semoga
Allah selalu memberikan kesehatan dan kebahagiaan untuk Ibu.
5. dr. Fery Murtopo, Sp.Rad, selaku penguji II yang telah bersabar, berbaik
hati menunggu, mengajarkan, menasihati, dan memberikan motivasi,
serta memberikan saran-saran untuk keberlanjutan skripsi ini. Semoga
iv
v
6. Mama, Eva, Bang Samsul dan keluarga, yang selalu mendoakan serta
memberikan semangat selama perkuliahan hingga pengerjaan skripsi, se-
moga Allah mengumpulkan keluarga kita di syurga-Nya kelak.
10. Tutta Aurum Nisauf, Rofikoh, Muthiara Maharani, Sari, Yuli, Risa,
Ratih, Mutia, Stevy, Dede, Hamdi, Oka, teman-teman yang selalu men-
dukung dan teman seperjuangan penulis. Semoga Allah memberikan
perlindungan dan kesehatan untuk kalian.
11. Jeffry Marselie dan Rizki Andiarto yang selalu berkumpul bersama, men-
gobrol, dan menghibur penulis. Semoga Allah memberikan perlindungan
dan kesehatan untuk kalian.
12. Kak Septi yang telah sangat berbaik hati mendukung segala hal dalam
pembuatan skripsi. Semoga Allah membalas kebaikan Kakak.
13. teman-teman satu penelitian, Yuli Dewi Pratiwi dan Sari Yuliani yang
merupakan teman seperjuangan yang senantiasa mendukung dan mene-
mani penulis. Semoga Allah mempertemukan kita di syurga-Nya kelak.
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Kata Kunci:
Citra toraks, coefficient of variation, computed radiography, diskrepansi, kuan-
titatif, line profile, nilai piksel, pediatrik, ROI toraks, ROI tulang.
viii
ABSTRACT
This study was aimed to demonstrate the feasibility of line profile method
in quantitatively evaluating paediatric chest images acquired using computed
radiography (CR). A sample of 36 paediatric chest images, which is 26
normal chest images and 10 abnormal chest images, were obtained using
a CR system and were evaluated quantitatively using line profile. The
method involves the use of imageJ software for profile setting and fortran
90 for quantifying the results. Each line profiles were subjected using six
different quantization methods. These methods are pixel value without
any modification (method I), pixel value modification with contrast of
bone region of interest (ROI) (method II), pixel value modification with
contrast of thorax ROI (method III), filtering pixel value range (method
IV), filtering pixel value range with modification using bone ROI contrast
(method V), as well as filtering pixel value range with modification using
thorax ROI contrast (method VI). Methods were compared by means of
their coefficient of variation (CoV). The best method for normal images was
selected and was used to serve as baseline in distinguishing abnormal images.
To quantitatively compare normal and abnormal line profile, discrepancy (δ)
with the baseline set was used as parameter. Result shows that line profile
method with pixel value range filtering method (method IV) was able to
distinguish abnormal images. From this set of method, the abnormalities
with the smallest δ and the greatest δ was bronchitis and effusion. More thor-
ough studies are required to confirm and improve the feasibility of this method.
Keywords:
Bone ROI, chest images, coefficient of variation, computed radiography, dis-
crepancy, filtering, line profile, paediatric, pixel value, quantitatively, thorax
ROI.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR iv
ABSTRAK viii
Daftar Isi x
1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2 Batasan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
1.3 Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
1.4 Sistematika Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Prinsip Dasar Pembentukan Citra Radiografi . . . . . . . . . . . 5
2.2 Prinsip Dasar Computed Radiography (CR) . . . . . . . . . . . 7
2.3 Diagnosis dan Evaluasi Kualitatif Citra Toraks Pasien Pediatrik 10
2.4 Diagnosis dan Evaluasi Kuantitatif Citra Toraks Pasien Pediatrik 13
3 METODE PENELITIAN 15
3.1 Koleksi Data Sekunder . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15
3.2 Kuantisasi dan Analisis Citra . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15
3.2.1 Definisi Line Profile . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15
3.2.2 Metode Penentuan Line Profile . . . . . . . . . . . . . . 18
3.2.3 Preparasi Citra . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19
x
xi
Daftar Referensi 57
LAMPIRAN 1
Lampiran I 2
Lampiran II 14
Lampiran III 18
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
4.1 Grafik line profile metode I nilai piksel tanpa normalisasi dan
tanpa kontras pada garis ke-7. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26
4.2 Grafik line profile metode II nilai piksel tanpa normalisasi dan
dengan Kontras terhadap ROI tulang pada garis ke-7. . . . . . . 26
4.3 Grafik line profile metode III nilai piksel tanpa normalisasi dan
dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7. . . . . . . 27
4.4 Grafik line profile metode IV nilai piksel dengan normalisasi dan
tanpa kontras pada garis ke-7. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
4.5 Grafik line profile metode V nilai piksel dengan normalisasi dan
dengan Kontras terhadap ROI tulang pada garis ke-7. . . . . . . 28
xii
xiii
4.6 Grafik line profile metode VI nilai piksel dengan normalisasi dan
dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7. . . . . . . 28
4.7 Grafik line profile metode I nilai piksel dengan normalisasi dan
dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra nor-
mal dan Abnormal (pneumothorax). . . . . . . . . . . . . . . . . 31
4.8 Grafik line profile metode II nilai piksel dengan normalisasi dan
dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra nor-
mal dan Abnormal (pneumothorax). . . . . . . . . . . . . . . . . 31
4.9 Grafik line profile metode III nilai piksel dengan normalisasi
dan dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra
normal dan Abnormal (pneumothorax). . . . . . . . . . . . . . . 32
4.10 Grafik line profile metode IV nilai piksel dengan normalisasi
dan dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra
normal dan Abnormal (pneumothorax). . . . . . . . . . . . . . . 32
4.11 Grafik line profile metode V nilai piksel dengan normalisasi dan
dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra nor-
mal dan Abnormal (pneumothorax). . . . . . . . . . . . . . . . . 33
4.12 Grafik line profile metode VI nilai piksel dengan normalisasi
dan dengan Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra
normal dan Abnormal (pneumothorax). . . . . . . . . . . . . . . 33
4.13 Perbandingan line profile baseline dan line profile pneumothorax
garis uji ke-3 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 39
4.14 Perbandingan line profile baseline dan line profile effusion garis
uji ke-3 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 39
4.15 Perbandingan line profile baseline dan line profile effusion garis
uji ke-7 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40
4.16 Perbandingan line profile baseline dan line profile pneumonia
garis uji ke-3 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40
4.17 Perbandingan line profile baseline dan line profile cardiomegaly
garis uji ke-4 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41
4.18 Perbandingan line profile baseline dan line profile interstitial
pneumonia garis uji ke-5 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41
4.19 Perbandingan line profile baseline dan line profile cardiomegaly
garis uji ke-3 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 42
4.20 Grafik line profile metode I tanpa kontras dan tanpa normalisasi
pada garis ke-3 untuk citra terdiagnosis normal . . . . . . . . . 43
Universitas Indonesia
xiv
4.21 Grafik line profile metode II dengan kontras ROI tulang dan
tanpa normalisasi pada garis ke-3 untuk citra terdiagnosis normal 43
4.22 Grafik line profile metode III dengan kontras ROI toraks dan
tanpa normalisasi pada garis ke-3 untuk citra terdiagnosis normal 44
4.23 Grafik line profile metode IV tanpa kontras dan normalisasi
pada garis ke-3 untuk citra terdiagnosis normal . . . . . . . . . 44
4.24 Grafik line profile metode V dengan kontras ROI tulang dan
normalisasi pada garis ke-3 untuk citra terdiagnosis normal . . . 45
4.25 Grafik line profile metode VI dengan kontras ROI toraks dan
normalisasi pada garis ke-3 untuk citra terdiagnosis normal dan
abnormal (interstisial pneumonia). . . . . . . . . . . . . . . . . 45
4.26 Grafik line profile metode I tanpa kontras dan tanpa normal-
isasi pada Line profile 3 untuk citra terdiagnosis normal dan
abnormal (interstisial pneumonia). . . . . . . . . . . . . . . . . 47
4.27 Grafik line profile metode II dengan kontras ROI tulang dan
tanpa normalisasi pada Line profile 3 untuk citra terdiagnosis
normal dan abnormal (interstisial pneumonia). . . . . . . . . . . 48
4.28 Grafik line profile metode III dengan kontras ROI toraks dan
tanpa normalisasi pada Line profile 3 untuk citra terdiagnosis
normal dan abnormal (interstisial pneumonia. . . . . . . . . . . 48
4.29 Grafik line profile metode IV tanpa kontras dan normalisasi
pada Line profile 3 untuk citra terdiagnosis normal dan abnor-
mal (interstisial pneumonia). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 49
4.30 Grafik line profile metode V dengan kontras ROI tulang dan
normalisasi pada Line profile 3 untuk citra terdiagnosis normal
dan abnormal (interstisial pneumonia). . . . . . . . . . . . . . . 49
4.31 Grafik line profile metode VI dengan kontras ROI toraks dan
normalisasi pada Line profile 3 untuk citra terdiagnosis normal
dan abnormal (interstisial pneumonia). . . . . . . . . . . . . . . 50
4.32 Perbandingan line profile baseline dan line profile bronchitis
garis uji ke-6 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 53
4.33 Perbandingan line profile baseline dan line profile interstitial
pneumonia garis uji ke-6 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 53
4.34 Perbandingan line profile baseline dan line profile interstitial
pneumonia garis uji ke-6 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 54
Universitas Indonesia
xv
Universitas Indonesia
xvi
Universitas Indonesia
xvii
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
xviii
xix
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
gai standar kualitas citra oleh dokter radiologi. Hal ini dikarenakan diagno-
sis dokter radiologi bergantung pada observasi langsung yang mengutamakan
keahlian dokter dalam mendeteksi adanya kondisi kelainan (patologis) pada
citra pasien. Namun, kelemahan dari diagnosis ini adalah terdapat kemung-
kinan terjadinya kesalahan diagnosis akibat luputnya abnormalitas dalam ob-
servasi citra, serta interpretasi yang subyektif. Oleh karena itu, dibutuhkan
suatu proses kuantisasi citra yang dapat menghubungkan standar kualitas citra
dari fisikawan medis dan dokter radiologi.
Proses kuantisasi citra ini merupakan langkah awal terciptanya alat penun-
jang diagnosis dokter radiologi yang berperan dalam meningkatkan akurasi
dan konsistensi diagnosis citra. Alat penunjang ini disebut sebagai computer-
aided diagnosis (CAD). Belakangan ini, CAD telah menjadi salah satu sub-
yek penelitian utama dalam pencitraan medis dan radiologi diagnostik [8–20].
Konsep dasar CAD adalah untuk menyediakan computer output sebagai sec-
ond opinion untuk membantu dokter radiologi dalam interpretasi citra [8–14].
Berbagai macam tipe perencanaan CAD sedang dikembangkan untuk de-
teksi dan/atau karakterisasi berbagai abnormalitas dalam pencitraan medis,
meliputi radiografi, computed tomography (CT), magnetic resonance imag-
ing (MRI) dan ultrasonography (USG). Organ yang biasanya menjadi sub-
yek penelitian CAD meliputi payudara, toraks, usus besar, otak, hati, ginjal,
pembuluh, dan sistem kerangka [21].
Pada skripsi ini, digunakan citra CR toraks dari pasien pediatrik. Citra
tersebut akan dikuantisasi menggunakan metode line profile. Metode line pro-
file diharapkan mampu berperan sebagai pendekatan objektif dalam diagnosis
citra.
3. Melakukan pemilihan data sekunder dari 500 data citra computed radio-
graphy toraks menjadi 36 data yang terdiri dari 26 data citra normal dan
Universitas Indonesia
3
1.3 Tujuan
• Bab 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang dilakukan kuantisasi citra CR
menggunakan metode line profile, tujuan dilakukannya kuantisasi citra,
batasan masalah, dan sistematika penelitian.
Universitas Indonesia
4
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
5
6
It = I0 e−µx (2.1)
Universitas Indonesia
7
Tabel 2.1: Hubungan densitas material dengan koefisien atenuasi. (Sumber : telah diolah
kembali dari [22])
Densitas
Densitas µ @ 50 keV
Material Elektron
(g/cm3 ) (cm−1 )
(e/cm3 )
Hidrogen 0.000084 0.0005 0.000028
Uap air 0.000598 0.002 0.000128
Udara 0.00129 0.0038 0.00029
Lemak 0.91 3.04 0.193
Es 0.917 3.06 0.196
Air 1 3.34 0.214
Tulang padat 1.85 5.91 0.573
Universitas Indonesia
8
Universitas Indonesia
9
Gambar 2.2: Peristiwa ketika PSP diekspos dengan sinar-X. (Sumber : gambar ini diper-
oleh dari referensi [22])
ke pita valensi. Hal ini mengakibatkan tereduksinya atom Eu3+ menjadi Eu2+
(elektron kembali diserap oleh atom Eu).
Scanning dilakukan dengan mentranslasikan imaging plate pada arah ver-
tikal dan berkas laser merah menyapu pada arah horizontal, dimana kedua
pergerakan ini menghasilkan scan dengan pola raster (pola persegi panjang de-
ngan garis sejajar). Berkas laser melakukan scanning dengan menggunakan ro-
tating multifaceted mirror yang menyebabkan scanning dilakukan secara beru-
lang pada imaging plate (gambar 2.3). Hal ini dikarenakan satu kali scanning
hanya dapat melepaskan sebagian elektron sehingga diperlukan dua atau tiga
kali scanning. Proses scanning menghasilkan pelepasan energi yang bersesua-
ian dengan posisi (x,y) terjadinya penangkapan energi sinar-X. Cahaya biru-
hijau yang dipancarkan pada proses ini melintas melalui fibreoptic light guide
dan melalui optical filter untuk memastikan hanya cahaya biru-hijau yang
menuju photomultiplier tube (PMT) dan hasilnya dikonversi menjadi sinyal
elektronik. Sinyal ini diubah ke dalam bentuk digital dan disimpan didalam
memori. Oleh karena itu, nilai gray scale yang ditentukan akan bersesuaian
dengan setiap titik (x,y) pada citra sehingga citra digital dapat dihasilkan.
Proses scanning tidak secara sempurna melepaskan seluruh elektron pada
F-center, maka untuk mengosongkan F-center, imaging plate diekspos dengan
sumber cahaya putih yang terang. Hal ini menyebabkan hampir seluruh sisa
elektron pada F-center kembali pada keadaan dasar dan imaging plate dapat
digunakan kembali.
Universitas Indonesia
10
Gambar 2.3: Perangkat CR reader. (Sumber : gambar ini diperoleh dari referensi [22])
Universitas Indonesia
11
10 rusuk untuk bagian posterior dan 6-7 rusuk untuk bagian anterior. Jika
inspirasi tidak dilakukan dengan optimal, maka bagian tulang rusuk yang ter-
lihat hanya sekitar 7-8 rusuk posterior, 5-6 rusuk anterior. Fase respirasi yang
tidak benar juga menyebabkan bentuk dari anatomi bayangan jantung terdis-
torsi dan dapat menyebabkan kesalahan diagnosis.
Pengaruh teknis selanjutnya adalah gerakan rotasi pada saat pengambilan
citra. Posisi rotasi dapat terjadi dalam tiga orientasi yang berbeda, yaitu
x,y,z. Terjadinya rotasi dapat menyebabkan hasil citra yang berbeda dikare-
nakan distorsi pada bagian antomi yang rotasi. Rotasi pada arah sumbu x
(kiri-kanan) menyebabkan citra menjadi miring dan terdapat kemungkinan
adanya bagian anatomi yang tidak terlihat jelas. Rotasi pada arah sumbu y
(depan-belakang) dapat menyebabkan sinar-X datang tidak tegak lurus de-
ngan jaringan. Jika pengambilan citra tegak lurus, maka bagian puncak paru-
paru akan terlihat diatas bagian anatomi tulang selangka (clavicula). Rotasi
sumbu y dapat menyebabkan bagian puncak paru-paru menjadi terletak di-
belakang tulang selangka (clavicula). Pada posisi yang benar, letak vertebrae
spinous process adalah ditengah antara ujung tulang selangka. Adanya rotasi
pada arah sumbu z (salah satu sisi kiri/kanan ke arah depan/belakang) da-
pat menyebabkan vertebrae spinous process terletak lebih mendekati tulang
selangka sesuai arah rotasi.
Artefak dapat terjadi karena berbagai hal, dimana pada pasien pediatrik,
artefak sering terjadi pada citra yang diambil dari bayi yang berada pada inku-
bator. Pengaruh adanya inkubator memberikan bayangan tambahan berben-
tuk bulat pada citra yang dapat menyebabkan kesalahan interpretasi. Pada
pasien pediatrik perempuan, artefak pada citra dari disebabkan oleh rambut
dan objek eksternal lain.
Pengaruh usia juga mempengaruhi citra pasien pediatrik. Proses pertum-
buhan dan perkembangan anak terjadi dengan cukup cepat. Pada bayi, bentuk
toraks lebih mendekati segitiga dan memiliki diameter AP yang lebih lebar.
Selain itu, pada bagian anterior pada citra bayi diafragma lebih terlihat tinggi
dan costophrenic angle relatif dangkal.
Faktor lain yang mempengaruhi interpretasi citra toraks pasien pediatrik
adalah kelenjar timus. Pada pasien pediatrik bayi dan neonatal, kelenjar timus
terlihat mencolok sebagai bayangan pada bagian anterior mediastinal dengan
ukuran yang bervariasi yang berbentuk seperti layar kapal (gambar 2.4). Pada
pediatrik dengan rentang usia 2-8 tahun, kelenjar timus tidak terlalu terlihat
pada citra, bahkan tidak visible pada pasien pediatrik dengan usia diatas 8
Universitas Indonesia
12
Gambar 2.4: Kelenjar timus yang berbentuk seperti sail pada bagian kanan toraks ditun-
jukkan oleh panah. (sumber : gambar ini diperoleh dari referensi [22])
tahun [24]. Pengaruh adanya kelenjar timus ini harus dapat dibedakan dengan
abnormalitas.
Dalam meninjau kualitas citra radiografi pada pediatrik, kriteria citra
menurut European Guidelines on Quality Criteria for Diagnostic Radiographic
Images in Pediatrics ialah dilakukan pada saat inspirasi optimal (kecuali un-
tuk foreign body inspiration), reproduksi toraks tanpa rotasi dan miring, repro-
duksi toraks dari puncak paru-paru sampai toraks ke 12 (T12) atau lumbar ke 1
(L1), reproduksi trakea dan brokus, reproduksi yang jelas pada diafragma dan
costo-phrenic angle, dan reproduksi tulang belakang dan struktur paraspinal,
serta visualisasi retrocardiac lung dan mediastinum [25].
Struktur anatomi toraks dapat dilihat pada gambar 2.5. Pada pediatrik
usia muda (bayi), trakea sedikit bergerak dan melengkung secara anterior ke
arah kanan pada saat ekspirasi. Abnormalitas yang biasanya terjadi pada
trakea untuk pasien pediatrik adalah penyempitan subglottic trakea akibat
acute laryngo-tracheo-bronchitis, congenital trachea stenosis atau intralumi-
nal tumour. Pelebaran trakea juga sering terjadi pada pediatrik yang mengi-
dap batuk kronis (cystic fibrosis). Abnormalitas lain dapat berupa pelebaran
bayangan hilar yang disebabkan lymphadenopathy yang berhubungan dengan
pneumonia dan infeksi kronis [24].
Abnormalitas pada toraks juga dapat terlihat pada bagian mediastinum.
Abnormalitas ini dapat berupa massa mediastinal didaerah anterior yang
terindikasi dengan terdeviasinya trakea ke arah posterior pada pasien pen-
derita penyakit lymphoma atau tumor terato-dermoid.
Abnormalitas pada bagian jantung atau cardiac sillhoute dapat diketahui
Universitas Indonesia
13
Gambar 2.5: Anatomi toraks pada pediatrik. (Sumber : gambar ini diperoleh dari referensi
[22])
Evaluasi citra toraks pasien pediatrik dilakukan dengan metode line pro-
file, yaitu metode yang memanfaatkan plot profile pada analyze tool dari soft-
ware imageJ. Dengan memanfaatkan plot profile ini, maka dapat diketahui
distribusi gray value berdasarkan posisi dalam satuan milimeter yang bers-
esuaian dengan panjang line profile (gambar 2.6). Gray value pada sumbu
y dari grafik line profile atau yang disebut juga nilai piksel merupakan nilai
numerik yang menunjukkan tingkat keabu-abuan pada line profile dari garis
uji yang diletakkan di posisi anatomi yang bersesuaian. Tingkat keabu-abuan
ini berhubungan langsung dengan karakteristik atenuasi sinar-X (intensitas
sinar-X yang mencapai detektor).
Universitas Indonesia
14
Besarnya parameter eksposi (kVp dan mAs) dan ketebalan tubuh pasien meru-
pakan faktor yang mempengaruhi banyaknya sinar-X yang mencapai detektor
dan secara tidak langsung berdampak pada rentang nilai piksel pada citra. Ni-
lai piksel minimum direpresentasikan sebagai tingkat keabu-abuan yang ren-
dah, yaitu warna putih, sedangkan nilai piksel maksimum direpresentasikan
sebagai tingkat keabu-abuan tinggi, yaitu warna hitam (gambar 2.7).
Perbedaan nilai piksel di setiap titik pada citra dengan nilai piksel back-
ground menghasilkan citra yang kaya akan anatomic detail. Perbedaan nilai
piksel ini disebut sebagai kontras. Persamaan 2.2 menunjukkan definisi kon-
tras.
A−B
C= (2.2)
B
dimana C adalah Kontras, A adalah nilai piksel di titik tertentu pada citra,
dan B adalah nilai piksel background.
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
Koleksi data sekunder diperoleh dari instansi radiologi anak Rumah Sakit
Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita selama periode Mei 2015 hingga Jan-
uari 2016. Jenis citra yang digunakan adalah citra for presentation. Citra
yang telah dikoleksi dikelompokan berdasarkan diagnosis dokter untuk mem-
bedakan citra terdiagnosis normal dan abnormal.
Total jumlah data yang digunakan pada penelitian ini adalah 36 data
yang terdiri dari 26 data citra terdiagnosis normal dan 10 data terdiagno-
sis abnormal. Pengelompokan citra selanjutnya dilakukan berdasarkan jenis
proyeksi radiografi, yaitu anterior-posterior (AP) dan posterior-anterior (PA).
Sebanyak 26 data citra terdiagnosis normal dikelompokan menjadi 10 data
citra proyeksi AP dan 16 citra proyeksi PA. Untuk 10 data citra terdiagnosis
abnormal, pengelompokannya terdiri dari 7 data citra proyeksi AP dan 3 data
proyeksi PA. Abnormalitas yang terjadi terdiri dari 4 jenis patologis, yaitu
pneumothorax, effusion, bronchitis, dan interstitial pneumonia. Alur pengola-
han data penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1.
15
16
Mulai
Koleksi Citra CR
Toraks di RSAB
10 Citra Terdiagnosis
Apakah citra
tidak memiliki Abnor-
terdiagnosis
malitas (7 citra AP
normal?
dan 3 citra PA)
Pembuatan base-
line dengan meng- Line profile abnormal
gunakan metode dengan modifikasi
dengan CoV terkecil
Kesimpulan
Selesai
Universitas Indonesia
17
Universitas Indonesia
18
pada ordinat (sumbu-y) akan terdiri dari dua jenis nilai, yaitu nilai piksel dan
nilai kontras. Nilai kontras diperoleh dari persamaan 3.3
Universitas Indonesia
19
Universitas Indonesia
20
piksel sebesar 253 merupakan nilai piksel minimum terbesar dari seluruh citra,
sedangkan nilai piksel sebesar 4078 merupakan nilai piksel maksimum terkecil
dari seluruh citra. Pemilihan rentang tersebut dilakukan agar nilai rentang
piksel yang dipilih termasuk ke dalam nilai piksel yang dimiliki oleh seluruh
citra. Normalisasi rentang piksel dilakukan dengan menggunakan persamaan
3.1,
y − ymin
y = 253 + (4078 − 253) (3.1)
ymax − ymin
dimana y’ dan y adalah nilai piksel sesudah dan sebelum dilakukan penyamaan
rentang piksel, ymin dan ymax adalah nilai piksel minimum dan maksimum dari
line profile.
3.2.3.2 Resize
Untuk membuat sembilan line profile acuan dari seluruh citra terdiagnosis
normal, tiap garis uji yang dikelompokan berdasarkan garis ke-n kemudian
di-plot dalam satu grafik. Hasil plot dari satu line profile untuk setiap data
pasien menunjukkan perbedaan yang mencolok. Perbedaan mendasar yang da-
pat dilihat adalah perbedaan nilai maksimum dari sumbu-x yang merupakan
representasi dari panjang garis ke-n masing-masing citra. Telah diketahui
sebelumnya bahwa perbedaan karakteristik anatomi pasien pediatrik menye-
babkan perbedaan panjang garis dari tiap citra. Perbedaan panjang garis
uji juga berdampak pada perbedaan jumlah titik pada sumbu-x. Perbedaan
ini perlu ditiadakan agar dapat dilakukan proses pembandingan line profile
dari masing-masing citra. Oleh karena itu, dilakukan resize atau adjustment
dan interpolasi pada sumbu-x line profile. Proses resize ini dilakukan dengan
menormalisasi nilai sumbu-x terhadap nilai maksimum. dengan menggunakan
persamaan 3.2.
xmax global
x0 = x (3.2)
xmax
dimana x’ dan x adalah nilai x yang setelah dilakukan resize dan sebelum
dilakukan resize, dan xmax dan xmax global adalah nilai maksimum dari sumbu-
x pada satu line profile dan nilai maksimum dari sumbu-x seluruh citra pada
garis ke-n yang sama.
Setelah dilakukan resize, interpolasi juga dilakukan untuk memperoleh titik
yang bersesuaian. Hal ini dimaksudkan agar setiap titik pada garis uji dapat
diperbandingkan dan diolah menjadi satu baseline. Jenis interpolasi yang digu-
Universitas Indonesia
21
nakan adalah interpolasi lagrange orde-4, dimana interpolasi ini cukup relevan
dikarenakan tidak terjadi perubahan pola trend dari line profile sebelum dan
sesudah di interpolasi. Penerapan interpolasi dilakukan dengan menggunakan
bahasa Fortran 90.
3.2.3.3 Kontras
y−B
y0 = (3.3)
B
dimana y dan y’ adalah nilai piksel (sumbu-y) sebelum dan sesudah diku-
rangi efek background, dan B adalah nilai piksel background dari citra yang
terdiri dari nilai piksel jaringan tulang dan nilai piksel dari toraks. Penggu-
naan ROI tulang dan ROI toraks bertujuan untuk melihat perbedaan kontras
dari anatomi tanpa abnormalitas dan dengan abnormalitas. Bagian ROI tu-
lang dan toraks dibuat dengan perangkat lunak imageJ, dimana untuk bagian
tulang yang di kontur adalah pertemuan tulang rusuk ke-4 dan k-5 yang ada
dibagian kanan pasien (bagian kiri dari citra), sedangkan untuk bagian toraks
yang di kontur adalah daerah batas rusuk yang melingkupi paru-paru. Bentuk
dari kontur ROI ini dapat dilihat dari gambar 3.8.
Penerapan keenam metode dilakukan pada tiap titik data line profile bertu-
juan untuk menentukan metode terbaik yaitu metode yang berhasil memini-
malkan variasi nilai piksel (menghimpitkan line profile) dari berbagai data
Universitas Indonesia
22
Gambar 3.8: (a) ROI dari tulang dan (b) ROI anatomi toraks.
secara efektif. Metode yang terbaik ini akan digunakan sebagai line profile
acuan atau baseline.
Pada dasarnya, metode terbaik dapat ditentukan secara subjektif (visu-
alisasi dari data line profile). Namun, penentuan metode terbaik juga perlu
diverifikasi secara objektif. Oleh karena itu, digunakan parameter untuk men-
verifikasi secara objektif variasi nilai piksel dari seluruh citra pada line profile
dari garis uji yang sama. Parameter tersebut adalah coefficient of variation
(CoV). Nilai CoV dikalkulasi menggunakan persamaan 3.4,
SD
CoV = (3.4)
y
dimana SD adalah nilai standar deviasi dan y adalah nilai piksel rata-rata
dari tiap titik piksel masing-masing citra pada garis uji yang sama [26]. Uji
verifikasi metode terbaik dilakukan dengan membandingkan CoV rata-rata
dari tiap metode. Nilai CoV terkecil menunjukkan kecilnya variasi nilai piksel
masing-masing citra pada garis uji yang sama (berhimpitnya line profile). Oleh
karena itu, metode terbaik ditentukan dari nilai CoV terkecil.
Universitas Indonesia
23
Line profile pada baseline akan terdiri dari line profile rata-rata yang ter-
letak di antara line profile batas atas dan bawah yang merupakan batas toler-
ansi untuk citra normal. Adanya abnormalitas ditunjukkan dari adanya line
profile yang melewati batas atas dan bawah ini. Line profile batas atas meru-
pakan nilai piksel rata-rata dari line profile dijumlahkan dengan nilai tiga
kali standar deviasi, sedangkan line profile batas bawah merupakan nilai pik-
sel rata-rata dari line profile dikurangi dengan nilai tiga kali standar deviasi.
Pemilihan tiga kali standar deviasi ini dilakukan berdasarkan referensi [29,30]
dimana secara statistik nilai outlier merupakan nilai yang berada diluar batas
tiga kali standar deviasi dari nilai rata-rata. Outlier pada dasarnya adalah
nilai error yang bukan berasal dari data.
dimana y dan y berturut-turut adalah nilai piksel dari citra abnormal dan nilai
piksel rata-rata dari citra normal (baseline).
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
24
25
pada saat pengambilan citra, perbedaan fase respirasi pada pasien pediatrik,
dan perbedaan penetrasi (untuk memperjelas anatomi). Perbedaan pola line
profile dan fluktuasi yang besar dari line profile pada garis uji ke-1 juga dapat
disebabkan kurang jelasnya posisi acuan anatomi garis uji ke-1, yaitu daerah
diatas puncak paru-paru (apex), dimana pada daerah ini tulang rusuk I dan
II sangat mempengaruhi bentuk dari line profile garis uji ke-1. Tulang rusuk
ke I dan II memiliki kecenderungan posisi dan bentuk yang berbeda pada tiap
pasien, terlebih karena adanya perbedaan posisi tulang selangka (clavicula)
dan perbedaan kondisi pasien (dalam hal ini pasien pediatrik kurang kooper-
atif) sehingga hal ini menyebabkan fluktuasi yang besar pada line profile garis
uji ke-1. Selain itu, adanya anatomic variant pada tulang rusuk cervical yang
berbeda-beda pada tiap pasien juga mempengaruhi bentuk pola line profile
pada garis uji ke-1.
Fluktuasi yang lebih kecil terjadi pada line profile setelah garis uji ke-1,
meskipun pada dasarnya line profile garis uji ke-2 dan ke-3 masih sangat dipen-
garuhi oleh posisi tulang selangka. Fluktuasi line profile kembali besar pada
line profile dari garis uji ke-8. Hal ini dikarenakan, fase respirasi sangat mem-
pengaruhi besar volume paru, dimana line profile pada garis uji ke-8 terletak
di daerah perbatasan dasar paru-paru dan puncak abdomen sehingga dampak
respirasi (inspirasi penuh) sangat mempengaruhi daerah anatomi paru-paru
atau abdomen yang dilewati oleh garis uji. Untuk line profile pada garis uji
lainnya, bentuk line profile tidak terlalu fluktuatif dikarenakan posisi kelima
garis uji ini cukup konsisten, yaitu berada di area paru-paru, kecuali untuk
garis uji ke-9 (melewati daerah abdomen).
Universitas Indonesia
26
Gambar 4.1: Grafik line profile metode I nilai piksel tanpa normalisasi dan tanpa kontras
pada garis ke-7.
Gambar 4.2: Grafik line profile metode II nilai piksel tanpa normalisasi dan dengan Kon-
tras terhadap ROI tulang pada garis ke-7.
Universitas Indonesia
27
Gambar 4.3: Grafik line profile metode III nilai piksel tanpa normalisasi dan dengan
Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7.
Gambar 4.4: Grafik line profile metode IV nilai piksel dengan normalisasi dan tanpa
kontras pada garis ke-7.
Universitas Indonesia
28
Gambar 4.5: Grafik line profile metode V nilai piksel dengan normalisasi dan dengan
Kontras terhadap ROI tulang pada garis ke-7.
Gambar 4.6: Grafik line profile metode VI nilai piksel dengan normalisasi dan dengan
Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7.
Universitas Indonesia
29
Tabel 4.1: Rentang nilai piksel dan kontras untuk Referensi(normal) pada proyeksi AP
Gambar 4.1 menunjukkan plot dari line profile pada garis uji ke-7 untuk
seluruh citra dengan menggunakan metode I (nilai piksel tanpa normalisasi).
Gambar 4.1 memperlihatkan variasi pola trend line profile yang secara kuali-
tatif tidak terlalu besar, dimana hanya terdapat satu line profile yang terlihat
jelas tidak berhimpit. Perbedaan yang terjadi pada line profile dapat dise-
babkan oleh berbagai faktor, baik teknis, maupun teoritis. Ketiga faktor yang
telah dijelaskan sebelumnya (rotasi, respirasi, penetrasi) merupakan faktor
yang tidak dapat direduksi secara kuantitatif.
Berdasarkan teori, salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas citra
adalah parameter eksposi. Parameter eksposi adalah hal yang mendasari
perbedaan distribusi intensitas sinar-X yang diserap oleh tubuh pasien yang
berdampak langsung pada perbedaan rentang piksel. Hal ini dikarenakan, un-
tuk memperoleh penetrasi optimal bagi tubuh pasien, diperlukan penyesuaian
parameter eksposi terhadap medium yang dilalui sinar-X (tebal tubuh pasien).
Pengaturan parameter eksposi untuk mendapatkan penetrasi yang optimal
ditetapkan berdasarkan ketebalan tubuh pasien oleh radiografer, dimana peng-
ambilan keputusan ini lebih bersifat subjektif. Hal ini menyebabkan adanya
pengaruh besar perbedaan parameter eksposi tiap pasien yang berdampak
langsung pada rentang nilai piksel yang direpresentasikan dalam bentuk citra.
Adanya perbedaan rentang nilai piksel akan memberikan kesulitan dalam pem-
buatan baseline atau line profile standar. Metode ke-II hingga ke-VI meru-
pakan lima metode yang bertujuan untuk mereduksi efek dari berbagai faktor
sehingga diharapkan hal ini dapat mempermudah pembuatan baseline karena
Universitas Indonesia
30
Universitas Indonesia
31
Gambar 4.7: Grafik line profile metode I nilai piksel dengan normalisasi dan dengan
Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra normal dan Abnormal (pneumothorax).
Gambar 4.8: Grafik line profile metode II nilai piksel dengan normalisasi dan dengan
Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra normal dan Abnormal (pneumothorax).
Universitas Indonesia
32
Gambar 4.9: Grafik line profile metode III nilai piksel dengan normalisasi dan dengan
Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra normal dan Abnormal (pneumothorax).
Gambar 4.10: Grafik line profile metode IV nilai piksel dengan normalisasi dan dengan
Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra normal dan Abnormal (pneumothorax).
Universitas Indonesia
33
Gambar 4.11: Grafik line profile metode V nilai piksel dengan normalisasi dan dengan
Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra normal dan Abnormal (pneumothorax).
Gambar 4.12: Grafik line profile metode VI nilai piksel dengan normalisasi dan dengan
Kontras terhadap ROI toraks pada garis ke-7 citra normal dan Abnormal (pneumothorax).
Universitas Indonesia
34
Tabel 4.2: Rentang nilai piksel dan kontras untuk pasien dengan abnormalitas pada proyeksi AP
Gambar 4.7 menunjukkan perbandingan line profile citra normal dan ab-
normal pada garis uji ke-7 untuk metode I. Line profile ini memperlihatkan
pola yang berbeda antara line profile dari citra normal dan abnormal, dimana
peak pada line profile abnormal lebih rendah dari peak line profile normal yang
menunjukkan bahwa daerah paru-paru pada line profile abnormal lebih putih.
Walaupun metode I merupakan metode tanpa tambahan treatment pada nilai
piksel, metode ini cukup memperlihatkan fisibilitas metode line profile.
Gambar 4.27 menunjukkan perbandingan bentuk line profile dengan
metode II, yaitu kontras terhadap nilai piksel rata-rata dari ROI tulang refer-
ensi. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa metode ini tidak berpotensi sebagai
baseline, tetapi untuk menunjukkan perbedaan antara line profile normal dan
abnormal, cukup terlihat jelas bahwa line profile abnormal memiliki pola yang
tidak fluktuatif dan nilai kontras yang secara umum lebih rendah dari kontras
line profile normal. Hal ini memperlihatkan bahwa line profile yang terdapat
abnormalitas memiliki nilai piksel yang tidak terlalu kontras dengan nilai pik-
sel rata-rata dari ROI tulang, dimana telah diketahui bahwa pada citra abnor-
mal terdapat banyak abnormalitas yang direpresentasikan dengan warna putih
pada citra dengan nilai piksel yang rendah dan tidak berbeda jauh dengan ni-
lai piksel tulang. Oleh karena itu, line profile dari citra dengan abnormalitas
cenderung rendah, berbentuk datar dan monoton. Selain itu, dapat dikatakan
bahwa perhitungan kontras pada metode II cukup efektif dalam memberikan
perbedaan pada line profile normal dan abnormal, tetapi tidak berpotensi un-
tuk digunakan sebagai baseline, serta kurang efektif untuk mengetahui posisi
abnormalitas.
Gambar 4.9 menunjukkan bahwa penerapan metode III pada line profile
Universitas Indonesia
35
Universitas Indonesia
36
biasanya memiliki nilai piksel yang rendah sehingga akan terlihat perbedaan
antara citra normal dan abnormal dengan jelas melalui nilai piksel minimum
pada line profile tertentu. Rentang nilai piksel pada metode normalisasi meru-
pakan rentang nilai tidak dapat dibedakan karena telah dilakukan penyamaan
rentang piksel.
Perbandingan rentang piksel antara citra normal dan abnormal pada
proyeksi AP dapat dilihat dari tabel 4.1 dan 4.2. Rentang nilai piksel (metode
I) dari line profile normal secara umum lebih lebar dari rentang nilai piksel
dari line profile abnormal. Hal ini dapat dilihat dari rentang nilai piksel untuk
garis uji ke-3 pada tabel 4.1, yaitu 818-3353, sedangkan untuk garis uji yang
sama pada pasien 1 (tabel 4.2), rentang nilai pikselnya, yaitu 950-1852. Hal
ini terjadi karena citra dengan abnormalitas cenderung memiliki nilai piksel
yang rendah (tingkat keabu-abuan rendah atau warna putih).
Perbedaan rentang nilai kontras juga terlihat jelas antara line profile nor-
mal dan abnormal. Secara umum, terjadi penurunan nilai rentang kontras
ROI tulang pada line profile abnormal. Hal ini dapat dilihat dari garis uji
ke-3, rentang kontras ROI tulang (metode II) untuk citra normal, yaitu 2,49-
9,29, sedangkan rentang kontras citra abnormal, yaitu -0,09-0,78. Adanya
penurunan nilai kontras pada citra abnormal disebabkan oleh adanya abnor-
malitas yang berkontribusi pada rendahnya nilai piksel yang berdampak pada
kecilnya perbedaan dengan nilai piksel dari ROI tulang.
Tabel 4.1 dan 4.2 juga memperlihatkan perbandingan rentang nilai kon-
tras terhadap ROI toraks. Terdapat perbedaan rentang nilai kontras, dimana
pada line profile dengan abnormalitas terjadi penurunan nilai rentang dan
jangkauan (lebar rentang). Hal ini dapat dilihat dari garis uji ke-3, rentang
kontras ROI tulang (metode II) untuk citra normal, yaitu -0,72 - 0,86 sedan-
gkan rentang kontras citra abnormal, yaitu -0,58 - -0,19. Penurunan ini terjadi
dikarenakan adanya representasi abnormalitas (warna putih) pada citra mem-
berikan pengurangan perbedaan (kontras) jaringan normal dan abnormal.
Universitas Indonesia
37
Tabel 4.3: Perbandingan nilai CoV pada tiap metode (metode) untuk proyeksi AP
Universitas Indonesia
38
Nilai parameter kuantitatif lain yang digunakan pada penelitian ini adalah
diskrepansi (δ). Nilai ini menunjukkan besaran kuantitatif dari perbedaan
line profile citra pasien normal dan abnormal. Diskrepansi (δ) yang diper-
oleh berdasarkan hasil perhitungan dari data dengan penggunaan metode IV
menunjukkan bahwa citra dengan tingkat abnormalitas yang tinggi dapat di-
nyatakan dengan parameter δ yang besar, yaitu pada patologis effusion atau
citra abnormal ke-2 sebesar 6,53. Dilain sisi, citra dengan tingkat abnormali-
tas yang rendah ditunjukkan sebagai nilai parameter δ yang kecil, yaitu 3,26
untuk patologis interstitial pneumonia atau citra abnormal ke-7. Secara kual-
itatif, adanya abnormalitas cukup sebanding dengan besaran kuantitatif yang
diperoleh, dimana citra dengan abnormalitas effusion merupakan citra dengan
banyaknya warna putih pada daerah paru-paru pasien. Hal ini juga dapat
dilihat dari gambar 4.14 dan 4.18, dimana abnormalitas dengan nilai δ terbe-
sar (tingkat lanjut) untuk jenis patologi effusion dapat dilihat perbedaannya
yang cukup besar dengan baseline pada gambar 4.14, sedangkan abnormalitas
dengan nilai δ terkecil pada gambar 4.18 untuk jenis patologi interstitial pneu-
monia memiliki perbedaan yang tidak terlalu besar dengan baseline (perlu
pengembangan lebih lanjut). Gambar perbandingan baseline dan line profile
abnormal lainnya cukup dapat menunjukkan fisibilitas dari metode ini.
Universitas Indonesia
39
Gambar 4.13: Perbandingan line profile baseline dan line profile pneumothorax garis uji
ke-3
Gambar 4.14: Perbandingan line profile baseline dan line profile effusion garis uji ke-3
Universitas Indonesia
40
Gambar 4.15: Perbandingan line profile baseline dan line profile effusion garis uji ke-7
Gambar 4.16: Perbandingan line profile baseline dan line profile pneumonia garis uji ke-3
Universitas Indonesia
41
Gambar 4.17: Perbandingan line profile baseline dan line profile cardiomegaly garis uji
ke-4
Gambar 4.18: Perbandingan line profile baseline dan line profile interstitial pneumonia
garis uji ke-5
Universitas Indonesia
42
Gambar 4.19: Perbandingan line profile baseline dan line profile cardiomegaly garis uji
ke-3
Universitas Indonesia
43
Gambar 4.20: Grafik line profile metode I tanpa kontras dan tanpa normalisasi pada garis
ke-3 untuk citra terdiagnosis normal
Gambar 4.21: Grafik line profile metode II dengan kontras ROI tulang dan tanpa nor-
malisasi pada garis ke-3 untuk citra terdiagnosis normal
Universitas Indonesia
44
Gambar 4.22: Grafik line profile metode III dengan kontras ROI toraks dan tanpa nor-
malisasi pada garis ke-3 untuk citra terdiagnosis normal
Gambar 4.23: Grafik line profile metode IV tanpa kontras dan normalisasi pada garis ke-3
untuk citra terdiagnosis normal
Universitas Indonesia
45
Gambar 4.24: Grafik line profile metode V dengan kontras ROI tulang dan normalisasi
pada garis ke-3 untuk citra terdiagnosis normal
Gambar 4.25: Grafik line profile metode VI dengan kontras ROI toraks dan normalisasi
pada garis ke-3 untuk citra terdiagnosis normal dan abnormal (interstisial pneumonia).
Universitas Indonesia
46
Tabel 4.5: Rentang nilai piksel dan kontras untuk Referensi(normal) pada proyeksi PA
Gambar 4.20 menunjukkan line profile citra terdiagnosis normal yang meru-
pakan hasil penerapan metode I, dimana bentuk trend-nya cukup fluktuatif
dan terdapat tiga line profile yang berbeda. Hal ini dikarenakan adanya
perbedaan rentang nilai piksel yang cukup bervariasi. Penyebab lain dapat
disebabkan oleh adanya perbedaan anatomi yang dilalui oleh garis uji. Hal ini
merupakan limitasi dari metode ini karena hanya digunakan linewidth = 1.
Gambar 4.21 semakin menunjukkan secara kualitatif perbedaan trend antar
line profile. Hal ini didasari oleh adanya parameter eksposi yang berbeda.
Analog dengan citra proyeksi AP, metode II merupakan metode yang tidak
efektif untuk diterapkan pada line profile dalam pembuatan baseline.
Gambar 4.22 juga menunjukkan adanya perubahan trend yang tidak terlalu
mencolok. Hal ini disebabkan adanya kontras alami dari perbedaan parame-
ter eksposi dan belum dilakukannya normalisasi rentang piksel. Oleh karena
itu, metode ini juga tidak efektif untuk diterapkan pada line profile dalam
pembuatan baseline.
Gambar 4.23 memperlihatkan efektifitas metode normalisasi (metode IV)
karena mampu menghimpitkan salah satu line profile yang cukup berbeda se-
belum dilakukan normalisasi. Metode IV merupakan metode yang diterapkan
untuk mengurangi efek dari perbedaan parameter eksposi. Hasil gambar 4.23
menunjukkan secara kualitatif bahwa metode ini berpotensi untuk diterapkan
dalam pembuatan baseline.
Gambar 4.24 dan 4.25 analog dengan gambar 4.21 dan 4.22 yang me-
nunjukkan bahwa normalisasi tidak mengubah pola dari line profile. Pada
Universitas Indonesia
47
Gambar 4.26: Grafik line profile metode I tanpa kontras dan tanpa normalisasi pada Line
profile 3 untuk citra terdiagnosis normal dan abnormal (interstisial pneumonia).
Universitas Indonesia
48
Gambar 4.27: Grafik line profile metode II dengan kontras ROI tulang dan tanpa normal-
isasi pada Line profile 3 untuk citra terdiagnosis normal dan abnormal (interstisial pneu-
monia).
Gambar 4.28: Grafik line profile metode III dengan kontras ROI toraks dan tanpa nor-
malisasi pada Line profile 3 untuk citra terdiagnosis normal dan abnormal (interstisial pneu-
monia.
Universitas Indonesia
49
Gambar 4.29: Grafik line profile metode IV tanpa kontras dan normalisasi pada Line
profile 3 untuk citra terdiagnosis normal dan abnormal (interstisial pneumonia).
Gambar 4.30: Grafik line profile metode V dengan kontras ROI tulang dan normalisasi
pada Line profile 3 untuk citra terdiagnosis normal dan abnormal (interstisial pneumonia).
Universitas Indonesia
50
Gambar 4.31: Grafik line profile metode VI dengan kontras ROI toraks dan normalisasi
pada Line profile 3 untuk citra terdiagnosis normal dan abnormal (interstisial pneumonia).
Tabel 4.6: Rentang nilai piksel dan kontras untuk pasien dengan abnormalitas pada proyeksi PA
Tabel 4.5 dan 4.6 merupakan tabel yang berisi rentang nilai piksel pada
line profile citra normal dan abnormal. Secara umum, analog dengan citra
proyeksi AP, rentang nilai piksel dan kontras pada citra normal dan abnormal
pada proyeksi PA juga memiliki perbedaan yang cukup mencolok. Pada nilai
piksel garis uji ke-6 dari citra normal dan abnormal, terjadi penurunan nilai
dan jangkauan (lebar rentang) dari nilai piksel pada citra abnormal. Hal
ini dikarenakan adanya abnormalitas yang direpresentasikan dengan warna
putih pada citra membuat distribusi nilai piksel menjadi menurun. Untuk
rentang nilai kontras, hal yang terjadi pada citra proyeksi AP juga terjadi
pada citra proyeksi PA, dimana terdapat adanya penurunan nilai dari rentang
nilai kontras akibat kontribusi abnormalitas (tingkat keabu-abuan rendah pada
citra).
Universitas Indonesia
51
Tabel 4.7: Perbandingan nilai CoV pada tiap metode (metode) untuk proyeksi PA
Berdasarkan tabel CoV pada citra proyeksi AP, terlihat bahwa metode
terbaik yang direpresentasikan dengan nilai CoV terkecil adalah pada metode
IV. Hasil ini juga dapat dilihat dari tabel 4.7, dimana nilai CoV terkecil adalah
pada metode ke-IV, yaitu sebesar 0.28. Hasil kuantitatif ini juga menunjukkan
kesesuaian dengan hasil kualitatif sehingga dapat dinyatakan bahwa metode
yang efektif untuk membedakan citra normal dan abnormal adalah metode
ke-IV, yaitu normalisasi rentang piksel.
Universitas Indonesia
52
Universitas Indonesia
53
Gambar 4.32: Perbandingan line profile baseline dan line profile bronchitis garis uji ke-6
Gambar 4.33: Perbandingan line profile baseline dan line profile interstitial pneumonia
garis uji ke-6
Universitas Indonesia
54
Gambar 4.34: Perbandingan line profile baseline dan line profile interstitial pneumonia
garis uji ke-6
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
– Pada citra dengan proyeksi AP, metode IV memiliki nilai CoV terke-
cil, yaitu 0,27, dimana dibandingkan dengan nilai CoV metode yang
lain, yaitu 0,31 (metode I), 2,92 (metode II), 0,50 (metode III), 0,80
(metode V) dan 1,45 (metode VI).
– Pada citra dengan proyeksi PA, metode IV juga memiliki nilai CoV
terkecil, yaitu 0,28, dimana dibandingkan dengan nilai CoV metode
yang lain, yaitu 0,43 (metode I), 1,77 (metode II), 0,34 (metode III),
0,72 (metode V) dan 2,45 (metode VI).
– Pada citra dengan proyeksi AP, nilai diskrepansi (δ) terkecil adalah
3,26 untuk patologi interstitial pneumonia dan nilai diskrepansi (δ)
terbesar adalah 6,53 untuk patologi effusion.
– Pada citra dengan proyeksi PA, nilai diskrepansi (δ) terkecil adalah
0,22 untuk patologi bronchitis dan nilai diskrepansi (δ) terbesar
adalah 0,26 untuk patologi interstitial pneumonia.
5.2 Saran
55
56
• Perlu adanya penambahan database citra untuk tiap patologis agar dapat
ditentukan baseline sesuai jenis patologis.
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
[1] Seibert JA, Morin RL. The standardized exposure index for digital radio-
graphy: an opportunity for optimization ofradiation dose to the pediatric
population. Pediatr Radiol. 41(5):573-581. 2011.
[4] Charnock P, Connolly PA, Hughes D, Moores BM. Evaluation and testing
of computed radiography systems. Radiat Prot Dosim. 114:201-7. 2005.
[5] Rowlands JA. The physics of computed radiography. Phys Med Biol.
47:R123-66. 2002.
[8] Freer TW, Ulissey MJ. Screening mammography with computer-aided de-
tection: prospective study of 12,860 patients in a community breast center.
Radiology. 220:781-786. 2001.
[9] Gur D, Sumkin JH, Rockette HE, Ganott M, Hakim C, Hardesty L, Poller
WR, Shah R, Wallace L. Changes in breast cancer detection and mam-
mography recall rate after the introduction of a computer-aided detection
system. J Natl Cancer Inst. 96:185-190. 2004.
57
58
[12] Morton MJ, Whaley DH, Brandt KR, Amrami KK. Screening mammo-
grams: interpretation with computer-aided detection-prospective evalua-
tion. Radiology. 239:375-383. 2006.
[13] Dean JC, Ilvento CC. Improved cancer detection using computer-aided
detection with diagnostic and screening mammography: prospective study
of 104 cancers. AJR. 187:20-28. 2006.
[15] Butler SA, Gabbay RJ, Kass DA, Siedler DE, O’Shaughnessy KF,
Castellino RA. Computer-aided detection in diagnostic mammography: de-
tection of clinically unsuspected cancers. AJR. 183:1511-1515. 2004.
[17] Schmidt RA, Nishikawa RM, Osnis RB, Schreibman K, Giger ML, Doi
K. Computerized detection of lesions missed by mammography. In: K Doi,
Giger ML, Nishikawa RM, Schmidt RA., editors. Digital Mammography.
Elsevier Science; Amsterdam. pp. 105-110. 1996.
[18] Warren-Burhenne LJ, Wood SA, D’Orsi CJ, et al. Potential contribution
of computer-aided detection to the sensitivity of screening mammography.
Radiology. 215:554-562. 2000.
[19] Giger ML, Huo Z, Kupinski MA, Vyborny CJ. Computer-aided diagnosis
in mammography. In: Fitzpatrick JM, Sonka M, editors. The Handbook
of Medical Imaging, volume 2 Medical Imaging Processing and Analysis.
SPIE. pp. 915-1004. 2000.
[20] Giger ML. Computerized analysis of images in the detection and diagnosis
of breast cancer. Seminars in Ultrasound CT and MRI. 25:411-418. 2004.
Universitas Indonesia
59
[22] Bushberg JT, Seibert JA, Leidholt EMJ, Boone JM. The Essential Physics
for Medical Imaging, 2nd ed. Lippincott, William and Walkins. Baltimore.
MD. 2002.
[26] Reed GF, Lynn F, Meade BD. Use of Coefficient of Variation in Assess-
ing Variability of Quantitative Assays. Clinical and Diagnostic Laboratory
Immunology. 2002;9(6):1235-1239. doi:10.1128/CDLI.9.6.1235-1239.2002.
[27] Bramson RT, Griscom NT, Cleveland RH. Interpretation of chest radio-
graphs in infants with cough and fever. Radiology. 236:22-29. 2005.
[29] Ruan, Da; Chen, Guoqing; Kerre, Etienne. Wets, G., ed. Intelligent Data
Mining: Techniques and Applications. Studies in Computational Intelli-
gence Vol. 5. Springer. p. 318. Berlin. 2005.
[30] Cheung YY, Jung B, Sohn JH, Ogrinc G. Quality initiatives: statistical
control charts-simplifying the analysis of data for quality improvement.
RadioGraphics;32(7):2113-2126. 2012.
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
GRAFIK LINE PROFILE KESELURUHAN DATA
UNTUK SELURUH METODE
Gambar 1: Line profile dengan menggunakan metode I (resize tanpa normalisasi rentang
nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi
AP.
2
3
Gambar 2: Line profile dengan menggunakan metode II (kontras terhadap nilai minimum
piksel ROI tulang tanpa normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c),
4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
Universitas Indonesia
4
Gambar 3: Line profile dengan menggunakan metode III (kontras terhadap nilai maksi-
mum piksel ROI toraks tanpa normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b),
3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
Universitas Indonesia
5
Universitas Indonesia
6
Gambar 5: Line profile dengan menggunakan metode V (kontras terhadap nilai minimum
piksel ROI tulang dengan normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c),
4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
Universitas Indonesia
7
Gambar 6: Line profile dengan menggunakan metode VI (kontras terhadap nilai maksimum
piksel ROI toraks dengan normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c),
4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
Universitas Indonesia
8
Gambar 7: Line profile dengan menggunakan metode I (resize tanpa normalisasi rentang
nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi
PA.
Universitas Indonesia
9
Gambar 8: Line profile dengan menggunakan metode II (kontras terhadap nilai minimum
piksel ROI tulang tanpa normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c),
4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA.
Universitas Indonesia
10
Gambar 9: Line profile dengan menggunakan metode III (kontras terhadap nilai maksi-
mum piksel ROI toraks tanpa normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b),
3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA.
Universitas Indonesia
11
Gambar 10: Line profile dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi
rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada
proyeksi PA.
Universitas Indonesia
12
Gambar 11: Line profile dengan menggunakan metode V (kontras terhadap nilai minimum
piksel ROI tulang dengan normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c),
4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA.
Universitas Indonesia
13
Gambar 12: Line profile dengan menggunakan metode VI (kontras terhadap nilai maksi-
mum piksel ROI toraks dengan normalisasi rentang nilai piksel) untuk garis ke 1(a), 2(b),
3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA.
Universitas Indonesia
TABEL RENTANG NILAI PIKSEL SELURUH
ABNORMAL
14
15
Tabel 3: Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 4 (Effusion) pada proyeksi AP
Tabel 5: Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 6 (cardiomegaly dan interstitial pneu-
monia) pada proyeksi AP
Universitas Indonesia
16
Tabel 6: Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 7 (interstitial pneumonia) pada proyeksi
AP
Tabel 7: Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 8 (cardiomegaly ringan) pada proyeksi
AP
Tabel 8: Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 3 (bronchitis ringan) pada proyeksi PA
Universitas Indonesia
17
Tabel 9: Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 9 (interstitial pneumonia ringan) pada
proyeksi PA
Tabel 10: Rentang nilai piksel untuk Abnormalitas 10 (interstitial pneumonia ringan) pada
proyeksi PA
Universitas Indonesia
GRAFIK BASELINE DENGAN MENGGUNAKAN
METODE IV BESERTA ABNORMAL
Baseline-Abnormalitas Proyeksi AP
Gambar 13: Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang
nilai piksel) dan abnormalitas 1 (pneumotorax) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e),
6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
18
19
Gambar 14: Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang
nilai piksel) dan abnormalitas 2 (effusion) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f),
7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
Universitas Indonesia
20
Gambar 15: Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang
nilai piksel) dan abnormalitas 4 (effusion) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f),
7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
Universitas Indonesia
21
Gambar 16: Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang
nilai piksel) dan abnormalitas 5 (pneumonia) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f),
7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
Universitas Indonesia
22
Gambar 17: Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang
nilai piksel) dan abnormalitas 6 (cardiomegaly dan interstitial pneumonia) untuk garis ke
1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
Universitas Indonesia
23
Gambar 18: Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang
nilai piksel) dan abnormalitas 7 (interstitial pneumonia) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c),
4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
Universitas Indonesia
24
Gambar 19: Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang
nilai piksel) dan abnormalitas 8 (cardiomegaly ringan) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d),
5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi AP.
Universitas Indonesia
25
Baseline-Abnormalitas Proyeksi PA
Gambar 20: Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang
nilai piksel) dan abnormalitas 3 (bronchitis) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c), 4(d), 5(e), 6(f),
7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA.
Universitas Indonesia
26
Gambar 21: Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang
nilai piksel) dan abnormalitas 9 (interstitial pneumonia) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c),
4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA.
Universitas Indonesia
27
Gambar 22: Baseline dengan menggunakan metode IV (resize dengan normalisasi rentang
nilai piksel) dan abnormalitas 10 (interstitial pneumonia) untuk garis ke 1(a), 2(b), 3(c),
4(d), 5(e), 6(f), 7(g), 8(h) dan 9(i) pada proyeksi PA.
Universitas Indonesia