Anda di halaman 1dari 12

BAHAN TAMBANG ENERGI MINYAK DAN GAS BUMI

A. Pengertian
Minyak dan gas bumi adalah istilah Indonesia yang pemakaiannya telah meluas
dalam bahasa sehari-hari. Sebelumnya orang menggunakan istilah minyak tanah yang berarti
minyak yang dihasilkan dari dalam tanah. Oleh karena minyak tanah atau minyak mentah
terdapat bersama-sama dengan gas alam, maka istilah yang lazim sekarang adalah minyak
dan gasbumi. Dalam bahasa Inggris digunakan istilah petroleum (petro = batu dan oleum =
minyak). Jadi petroleum berarti minyak batu.
Istilah minyak bumi lebih tepat, karena memang minyak ini terdapat dalam bumi dan bukan
dalam tanah.
Istilah yang sering juga dugunakan adalah minyak mentah (crude oil) yang berarti
minyak yang belum dikilang, sedangkan gasbumi sering disebut juga gas alam (natural gas).
Minyak dan gas bumi merupakan senyawa hidrokarbon. Senyawa ini terdiri atas
unsur kimia sebagaimana tertera pada tabel di bawah (Tabel …). Dalam hal ini nampak
bahwa pada umumnya minyak bumi terdiri dari 80 – 85 % unsur C (karbon), 20 – 15 % unsur
H (hidrogen). Unsur lain seperti oksigen, nitrogen, belerang terdapat kurang dari 5% bahkan
kadang kurang dari 1%.
Zat hidrokarbon merupakan senyawa yang beraneka ragam. Ada 2 golongan, yaitu :
bitumina dan non bitumina. Zat bitumina sering disebut petroleum (ada kesamaan tetapi tidak
dengan zat hidrokarbon padat, piro-bitumina dll.).
Pembagian tersebut di atas sama sekali didasarkan atas kelarutan zat hidrokarbon
dalam CS2. dalam hal petroleum didefinisikan sebagai suatu campuran kompleks yang
terutama terdiri dari zat hidrokarbon yang terdapat secara alam dan dapat berupa cairan, gas
atau padat, yaitu minyak mentah dan gas alam serta aspal alam yang komersial di dalam
industri minyak. Istilah petroleum juga dipakai secara bersamaan dengan istilah bitumina
yang terdiri dari zat padat atau setengah padat yang biasanya terdiri dari hidrokarbon berat
(aspal, ter, albertit, gilsonit dll). Hidrokarbon yang larut dalam karbondisulfida (CS2)
dinamakan bitumina, sedangkan yang tak larut dinamakan non bitumina.
Di dalam reservoir, gas bumi bisa terdapat sebagai larutan yang berkisar dalam
jumlah sangat sedikit sekali sampai meliputi 100% dari resevoir. Gas bumi tersebut biasanya
terdiri hidrokarbon alam yang bertitik didih rendah (dapat terdiri atas gas hidrogen, nitrogen
atau karbondioksida) --- ini tak begitu memiliki nilai komersial.
Berbagai macam gas bumi dapat terjadi sebagai : 1) gas bebas, sama sekali
merupakan fase bebas daripada minyak bumi, 2) gas aterlarut dalam minyak, karena gas dan
minyak bumi adalah hidrokarbon, maka wajarlah jika jumlah gas yang larut dalam minyak
bumi tergantung dari sifat kedua zat tersebut dan juga dari tekanan dan temperatur di dalam
reservoir. Denga hanya abeberapa kekecualian, semua minyak bumi yang terdapat di dalam
reservoir mengandung gas dalam larutan dari hanya beberapa M3 sampai ke ribuan m3. Untuk
setiap m3 minyak bumi, jumlah gas yang terlarut di dalamnya dinyatakan dalam
perbandingan gas – minyak (Gas – Oil Ratio). Jika gas hanya terdapat dalam jumlah sedikit
saja, maka gas dapat dipisahkan dari minyak segera setelah dihasilkan dari sumur pemboran,
dalam suatu alat yang dinamakan “gas-separator” dan kemudian dibakar. Tetapi jika
jumlahnya cukup banyak, gas tersebut dapat digunakan untuk dikomersialkan atau
dipompakan kembali ke dalam reservoir.
Di bawah kedalaman 2.000 m biasanya keadaan reservoir mempunyai temperatur dan
tekanan yang tinggi, sehingga secara fisik gas dan minyak bumi tidak bisa dibedakan. Dalam
keadaan demikian didapatkan reservoir kondensat.
Teori terbentuknya minyak dan gasbumi tidak saja merupakan problema yang bersifat
akademis, tetapi juga mempunyai kepentingan langsung bagi eksplorasi. Apabila kita terlalu
fanatik dengan suatu teori dapat menyebabkan kita buta terhadap berbagai kemungkinan
lainnya dan dapat pula menghalangi usaha eksplorasi minyak dan gasbumi di suatu tempat.
Sebagai contoh konkrit dari pernyataan ini adalah usaha eksplorasi di Sumatera Selatan.
Pada awal abad ke XX, teori mengenai terjadinya minyak bumi adalah bahwa minyak
bumi selalu berasosiasi dengan lapisan batubara. Di Sumater Selatan, lapisan yang
mengandung batubara adalah lapisan yang regresif, yang kini dikenal sebagai Formasi Muara
Enim dan Formasi Air Benakat.
Pada waktu itu semua eksploarasi ditujukan kepada kedua formasi tersebut. Suatu
perusahaan yang mendapatkan konsesi di daerah Pendopo Talang Akar, kemudian
mengadakan berbagai pengeboran yang menembus kedua lapisan tersebut dan ternyata tidak
mendapatkan minyak. Kemudian ada perusahaan lain (Stanvac Indonesia) mendapatkan
kembali konsesi di daerah ini. Akan tetapi ia sadar bahwa selain di lapisan tersebut di atas,
minyak bumi dapat juga terdapat di lapisan transgresif dari Formasi Talang Akar.
Pada pengeboran selanjutnya perusahaan ini menemukan lapangan minyak Pendopo
Talang Akar, yang pada jaman sebelum perang dunia II merupakan lapangan minyak terbesar
di Asia Tenggara.

B. Teori Asal Pembentukan Minyak dan Gas Bumi


Pada dasarnya teori-teori tentang terjadinya minyak bumi dapat digolongkan menjadi
2 macam, yakni teori asal an organik dan teori asal organik. Pada awal abad ke XX teori
asal an organik sudah tidak banyak penganutnya, tetapi pada awal tahun 1960-an muncul
kembali di Uni Soviet.
Teori Asal An-organik tersebut dikemukakan oleh beberapa ahli, seperti :
a. Teori Alkali Panas dengan CO2 (Berthelot, 1866)
Berthelot adalah seorang ahli kimia Perancis yang pada tahun 1866 mengajukan hipotesis
yang menarik perhatian. Ia beranggapan bahwa di dalam bumi terdapat logam alkali
dalam keadaan bebas dan temperatur yang tinggi. Bila karbondioksida (CO2) dari udara
bersentuhan dengan alkali panas ini, maka asetilen dapat dibentuk dengan persamaan
sebagai berikut :
Ca + H2O -----------→ H2 + CaO
5 Ca + 2 CO2 -------→ Ca C2 + 4 CaO CaO + H2O -------→ Ca (OH)2
CaC + H2O ---------→ C2H2 + CaO Ca (OH)2 + CO2 -------→ CaCO3 + H2O
3 C2H2 -----------→ C6H6 (Benszen).
Menurut Berthelot, hidrokarbon lainnya dapat terjadi dengan reaksi berangkai antara
hidrokarbon yang terjadi dengan penambahan hidrogen. Jadi berdasarkan bersatunya air
panas dengan logam alkali, hidrokarbon tersebut mempunyai kecenderungan membentuk
bahan yang lebih padat atau lebih kompleks. Variasi lain dari teori ini adalah adanya besi
yang panas di dalam kerak bumi, yang karena aksi karbondioksida di atas. Air yang
mengandung asam karbonat biasanya datang dari laut yang masuk ke dalam kerak bumi
melalui rekahan-rekahan. Kelemahan teori ini adalah tidak adanya bukti terdapatnya
logam alkali dalam keadaan bebas dalam kerak bumi.
b. Teori Karbida Panas dengan Air (Mendeleyeff, 1877).
Mendeleyeff seorang ahli kimia Rusia (Uni Sovyet) di abad ke 19 beranggapan bahwa
di dalam kerak bumi terdapat karbida besi. Air yang masuk ke dalam kerak bumi
membentuk hidrokarbon yang menjadi minyak bumi. Teori ini didasarkan atas suatu
pengetahuan umum bahwa kalsium karbida ditambah air akan membentuk gas asetilen,
(gas hidrokarbon seperti yang dipakai tukang las). Teori ini kurang mendapat sambutan
karena pada tidak ada bukti kuat bahwa di kerak bumi terdapat karbida besi.
c. Teori Emanasi Volkanik (von Humbolt, 1805).
Asal volkanik minyak bumi, pada mulanya dikemukakan oleh von Humboldt pada
tahun1805, kemudian dikembangkan oleh sarjana lainnya seperti Virlet d’ Aoust (1934),
Silvertri (1877 – 1882) dan oleh Coste (1903). Teori ini pada mulanya didasarkan atas
pengamatan yang memperkirakan bahwa gunung api lumpur merupakan gunung api yang
sebenarnya. Gunung api lumpur banyak terdapat misalnya di daerah Baku (Rusia). Teori
ini diperkuat oleh pengamatan di Meksiko, yakni terdapatnya minyak bumi di dalam
batuan volkanik atau dekat dengan batuan beku. Selain itu juga didasarkan atas adanya
gas metan (CH4) di dalam emanasi gunung api lainnya. Hal ini diperkuat terutama oleh
Silvestri yang menemukan minyak cair dan parafin yang padat dalam rongga-rongga lava
basaltis di Gunung Etna. Pengamatan yang sama didapatkan juga oleh Brun (1909) pada
studinya mengenai gunung api di pulau Jawa, misalnya pada Gunungapi Papandayan.
Brun menganggap bahwa minyak bumi yang terdapat di pulau Jawa terutama berasal dari
gunung api. Coste (1903) sangat mendukung pendapat di atas dan mendasarkan teorinya
atas : 1) banyaknya contoh terdapatnya karbon dan hidrokarbon dalam batuan beku yang
tua ataupun dalam gunungapi pada masa kini, 2) adanya analogi antara emanasi dan
gejala volkanik dengan hasil serta keadaan dalam semua lapangan minyak dan gas, 3)
tidak memadainya teori organik untuk menerangkan banyak hal, antara lain bahwa
atmosfer di zaman pra-kambrium sangat kaya akan karbon dan karenanya juga banyak
sekali unsur C ini larut dalam magma di dalam kerak bumi. Juga Coste menganggap
bahwa zat organik yang terdapat dalam batuan sedimen tidaklah cukup untuk membentuk
minyak bumi, terutama tumbuh-tumbuhan yang tidak ada sebelum zaman karbon. Coste
menganggap bahwa hidrokarbon berasal dari magma dan keluar melalui patahan yang
menghasilkan gunung api lumpur dan juga gunung api volkanik.
d. Hipotesis Kimia.
Teori anorganik yang sudah surut pada awal abad ke XX diungkap kembali secara lebih
praktis oleh Porfir’ev (1974, Rusia) dan di Amerika Serikat oleh Marx (1964), sebagai
“teori baterai”, yang menyatakan bahwa di bawah kerak bumi terdapat kombinasi antara
air, granit dan sulfida besi yang bertindak sebagai suatu baterai besar, dengan grafit
sebagai penyalur listrik. Sebagai akibat reaksi ini, air terurai dan menghasilkan hidrogen
yang beraksi dengan grafit untuk membentuk hidrokarbon. Suatu seri hidrokarbon dapat
dibentuk, misalnya minyak, lilin, parafin dan zat-zat lain yang khas untuk minyak bumi.
Sir Robert Robinson (1964) percaya bahwa minyak bumi terbentuk dari dua asal ;
sebagian asal biologi (organik) dan sebagian lain asal abiologi (anorganik).
e. Hipotesis Asal Kosmik
Sesungguhnya tidak ada garis batas jelas yang membedakan hipotesis asal kosmik
dengan hipotesis lainnya, yang menyangkal bahwa zat organik memegang peranan dalam
terbentuknya hidrokarbon. Para penganut hipotesis kosmik mencari sumber penyebab
terjadinya minyak bumi di luar bumi, sedangkan mereka yang menganut hipotesis
volkanik mencari di dalam bumi. Di lain pihak kedua-duanya harus melihat ke angkasa
luar setidaknya ke dalam tata surya untuk mencari sumber terakhir dari hidrogen dan
karbon atau dari hidrokarbonnya sendiri. Dengan demikian menurut hipotesis ini semua
bahan yang ada di bumi harus datang juga dari luar planet. Teori ini terutama didasarkan
atas spekulasi bahwa dalam atmosfer planet terdapat hidrokarbon, terutama metan. Planet
tersebut adalah Venus, Mars, Saturnus dan Uranus dengan seluruh satelitnya. Teori asal
kosmik dari hidrokarbon diperkuat juga dengan ditemukannya hidrokarbon di dalam
meteorit. Salah satu segi teori kosmik adalah adanya kemungkinan bahwa hidrokarbon
merupakan konstitusi salah satu unsur bumi yang masih primitif, yang kemudian
membentuk zat hidup sendiri. Dalam hal ini timbul suatu pendapat bahwa bukan saja
hidrokarbon, tetapi kehidupan sendiri berasal dari kosmik. Dengan demikian kehidupan
di bumi ini berasal dari organisme yang berada di luar bumi. Juga kesimpulan yang lain
adalah bahwa atmosfer bumi ini semula terdiri dari hidrokarbon yang kemudian
membentuk kehidupan dan kemudian kehidupan itu menimbulkan atmosfer sebagaimana
kita kenal sekarang.
Teori Asal Organik Minyak dan Gas Bumi :
Teori asal organik minyak dan gas bumi boleh dikatakan diterima oleh kebanyakan
ahli geologi. Namun teori inipun belum memecahkan semua persoalan yang timbul.
Persoalan tersebut antara lain mengenai sumber bahan organik : apakah berasal dari hewan
atau tumbuhan, apakah berasal dari zat organik lautan atau bukan lautan. Juga belum jelas
apakah zat organik ini terurai menjadi minyak bumi ataukah minyak bumi terbentuk dari
sintesis hidrokarbon yang berada dari zat organik saja. Juga cara transformasi minyak bumi
belum diketahui secara pasti. Masalah lain diantaranya adalah mengenai migrasi minyak
bumi di dalam batuan. Salah satu hal yang tidak dapat terpecahkannya persoalan di atas
adalah tidak adanya stadium peralihan antara zat organik dengan minyak bumi. Lain halnya
dengan batubara, dimana dari mulai kayu ke batubara terdapat zat-zat perantaranya.
P.G. Macquir (1758, Perancis) mengemukakan bahwa minyak bumi berasal dari tumbuh-
tumbuhan dan berhubungan dengan cara terbentuknya batubara. Teori organik ini boleh
dikatakan diterima oleh kebanyakan ahli geologi, walaupun beberapa ahli berpendapat
bahwa bukan hanya tumbuh-tumbuhan yang membentuk minyak bumi, tetapi daun-daunan
cemara juga dapat merupakan sumber penting bagi minyak bumi, bahkan perlu ditambah
juga dengan zat hewan (Lesley, 1865). Lesquereux berpendapat bahwa tumbuhan dan
rerumputan laut juga sebagai bahan asal minyak bumi. Orang yang pertama kali
mengemukakan bahwa minyak bumi berasal dari zat hewan adalah Haquet (1794, Perancis)
yakni moluska dan ikan.
Walaupun teori organik ini banyak diterima para ahli namun berbagai persoalan
belum terpecahkan. Persoalan tersebut antara lain sumber bahan organik, apakah zat organik
lautan ataukah bukan lautan ? Apakah berasal dari hewan atau tumbuhan ?
Teori yang paling mendalam adalah yang dikemukakan oleh H. Hofer dan C. Engler, dengan
percobaan “ Engler-Hofer” percobaannya dengan mengadakan destilasi daging kerang dan
ikan pada temperatur 300 – 4000 C di bawah tekanan 10 atmosfer dan berhasil membuat zat
yang menyerupai minyak bumi. Teori ini kemudian mendapat dukungan yang lebih kuat
sampai dengan abad ke 20, setelah American Petroleum Institute (API) mengadakan
penelitian yang luas dan mendalam dipimpin oleh Parker Trask, mengenai asal organik
minyak bumi.
Hierarki tahapan pembentukan minyak dan gas bumi antara lain : plankton ----
saprofil ---- batuan induk (saprofil + lempung/serpih) ----- minyak + gas bumi ----- batuan
reservoir dengan struktur perangkap.

C. Lokasi Minyak dan Gasbumi


Pada dasarnya menyak bumi terdapat pada dua tempat utama, yakni pada permukaan
bumi dan di dalam kerak bumi.
1. Minyak bumi pada permukaan.
Minyak bumi pada permukaan ditemukan terutama sebagai rembasan (seepages),
sebagai danau aspal, sumber atau sebagai pasir yang jenuh dengan minyak bumi. Ia berada
dalam rongga-rongga atau pori-pori batuan. Rembasan ini sendiri tidak mempunyai nilai
ekonomi, tetapi bisa menunjukkan daerah kemungkinan adnya minyak bumi di bawah
permukaan. Minyak pada permukaan yang masih aktif yaitu minyak keluar sebagai sumber
bersama-sama dengan air, keluar ataupun merembas secara pelan untuk kemudian
membentuk suatu danau aspal atau dapat pula keluar secara aktif dari suatu gunung api
lumpur. Sedangkan yang telah mati atau tak aktif lagi dapat merupakan batu pasir yang
dijenuhi oleh bitumina, suatu zat semacam aspal yang merupakan sisa atau residu penguapan
fraksi ringan dari suatu minyak bumi.

2. Minyak bumi dalam kerak bumi


Di dalam kerak bumi, minyak bumi selalu didapatkan dalam lapisan berpori. Suatu
akumulasi minyak selalu terdapat di dalam suatu reservoir. Suatu reservoir adalah
wadah/tempat minyak bumi terkumpul (cebakan). Istilah lain untuk reservoir yang bersifat
batuan yang seluruhnya dijenuhi oleh minyak bumi adalah telaga minyak atau kolam minyak
(oil pool), yang berarti satuan minyak terkecil yang mengisi reservoir itu sendiri dan berada
dalam suatu sistem tekanan yang sama. Sesungguhnya reservoir mempunyai arti lebih luas
lagi dan juga bagian reservoir tidak seluruhnya harus selalu diisi oleh minyak, sedangkan
telaga minyak adalah bagian suatu reservoir yang seluruhnya terisi oleh minyak. Dalam
bahasa Inggris terdapat pula istilah “oil pay” , yaitu lapisan yang mengandung minyak (yang
membayar biaya pemboran).
Lapangan minyak atau ladang minyak (oil field) adalah daerah yang di bawahnya
mempunyai akumulasi minyak dalam beberapa telaga minyak dan terdapat dalam suatu
gejala geologi yang sama. Gejala tersebut dapat bersifat stratigrafi ataupun struktur, yang
keseluruhannya menjadi kumpulan kolam minyak tersebut. Pengertian telaga minyak (oil
pool) dan lapangan minyak (oil field) seringkali rancu di dalam literatur.
Lapangan minyak dan gas raksasa adalah lapangan yang mempunyai cadangan
minyak dan gasbumi lebih dari 500 juta barel (Ghawar di Arab Saudi dan Minas di
Sumatera). Propinsi atau daerah minyak adalah daerah dimana sejumlah telaga dan lapangan
minyak berkelompok dalam lingkungan geologi yang sama. Daerah minyak sering juga
disebut sebagai cekungan minyak (oil basin) dan biasanya merupakan cekungan sedimen
(meski suatu cekungan sedimen tak selalu seluruhnya merupakan daerah minyak. Biasanya
hanya pada sebagian dari cekungan terdapat kelompok lapangan minyak , misal di daerah
Duri-Minas (Sumatera Tengah), daerah Jambi (Muara Senami, Bajubang, Kenali Asam dan
sebagainya dan daerah Pendopo-Prabumulih Sumatera Selatan (seperti : lap. Minyak Talang
Akar, Pendopo, Belimbing Tanjung-Miring dsb.). Juga daerah minyak lainnya seperti Cepu
dengan lapangan minyak Ledok, Wonocolo, dsb.
Batuan yang bertindak sebagai reservoir pada umumnya berupa jenis-jenis batuan
klastik detritus, seperti : batu pasir, konglomerat dan detritus kasar dan kadang-kadang juga
batu lanau. Di samping itu juga batuan reservoir karbonat, seperti : terumbu karbonat,
gamping klastik, dolomit dan gamping afanitik.
Perangkap reservoir merupakan unsur yang sangat penting dalam cara terdapatnya
minyak dan gasbumi pada suatu tempat. Istilah perangkap atau cebakan, mengandung arti
seolah-olah minyak terjebak dalam suatu keadaan sehingga tidak dapat lepas. Ada beberapa
perangkap reservoir minyak, yaitu :
a. Perangkap struktur, merupakan perangkap yang paling orisinal dan sampai dewasa ini
merupakan perangkap yang paling penting. Berbagai unsur perangkap yan membentuk
lapisan penyekat dan lapisan reservoir sehingga dapat menangkap minyak, disebabkan
karena gejala tektonik atau struktur, meliputi : perangkap lipatan, patahan, kubah garam
dan lain-lain.
b. Perangkap stratigrafi.
Adalah suatu istilah umum untuk perangkap yang terjadi karena berbagai variasi lateral
dalam litologi suatu lapisan reservoir atau penghentian dalam kelanjutan penyaluran
minyak dalam kerak bumi. Pada hakekatnya perangkap stratigrafi didapatkan karena
letak posisi struktur tubuh batuan reservoir sedemikian sehingga batas lateral tubuh
tersebut merupakan penghalang permeabilitas ke arah atas atau ke pinggir. Jika tubuh
batuan reservoir itu kecil dan sangat terbatas, posisi struktur tak begitu penting karena
seluruhnya atau sebagian besar dari tubuh tersebut merupakan perangkap. Untuk
terjadinya perangkap stratigrafi, maka posisi struktur lapisan reservoir harus sedemikian
sehingga salah satu batas lateral tubuh reservoir (yang dapat berupa unsur di atas tadi),
merupakan penghalang permeabilitas ke atas.
c. Perangkap kombinasi struktur dan stratigrafi.
Ternyata perangkap minyak bumi kebanyakan merupakan kombinasi perangkap struktur
dan stratigrafi, dimana setiap unsur stratigrafi dan unsur struktur merupakan faktor
bersama dalam membatasi pergerakan atau menjebak minyak bumi. Perlu diketahui
bahwa dalam perangkap itu selalu terdapat bagian yang terbuka ke bawah.

Gambar Perangkap Kombinasi

d. Perangkap ketidakselarasan.dan perangkap sekunder


Perangkap ini sedikit banyak juga merupakan kombinasi antara stratigrafi dengan
struktur (lipatan dan patahan).
e. Klasifikasi perangkap de Sitter (1950)
Klasifikasi ini didasarkan atas dua unsur terpenting, yaitu unsur struktur (tektonik) dan
unsur stratigrafi. Dalam hal ini de Sitter mengadakan klasifikasi yang dinyatakan dalam
suatu matrik A, B, C, masing-masing merupakan kelompok unsur perangkap utama ;
stratigrafi, ketidakselarasan, berbagai bentuk tektonik dan intrusi.

Gambar 2. Klasifikasi Perangkap Minyak Menurut de Sitter.

Penyebaran akumulasi minyak secara geografi tergantung dari keadaan geologi.


Minyak bumi didapatkan di daratan, di pegunungan dan di bawah lautan. Namun demikian
minyak bumi hanya didapatkan pada keadaan geologi tertentu. Secara garis besar minyak
bumi didapatkan di daerah yang rendah dan di paparan lautan (continental shelf). Daerah
minyak utama di dunia adalah Timur Tengah dan Teluk Meksiko (2/3 cadangan dunia).
Sedangkan agihan minyak di Indonesia, secara garis besar terdapat di Sumatera
sepanjang pantai timur, di Jawa sepanjang pantai utara, di Kalimantan di pantai timur dan di
Irian Jaya di daerah kepala burung.
Fraksi minyak bumi hasil destilasi dapat diterangkan sebagai berikut :
Tabel 1. Fraksi Minyak Bumi dari Hasil Destilasi (Refining)
Fraksi Minyak Bumi Jenis Alkana Daerah Titik Didih
Gas Alam CH4 – C2 H6 - 1610 - - 880 C
LPG C3 H8 – C4 H10 - 420 – 00 C
Petroleum Eter C5 H12 – C6 H14 200 –700 C
Bensin C6 H14 – C12 H26 500 – 2000 C
Minyak Tanah (Kerosen) C12 H26 – C15 H32 2000 – 3000 C
Minyak Solar C15 H32 – C16 H34 3000 – 3500 C
Minyak Pelumas C16 H34 – C20 H42 > 3500 C
Parafin + Lilin C21 H44 – C24 H50 > 3500 C
Aspal (Residu) C36 H74 > 3500 C

Catatan :
➢ Gas alam berasal dari alam sebagian besar CH4 (60 – 90 %) ; hasil peruraian anaerob
(tanpa Oksigen) tanaman ; komponen lain : C2 H6, NO / NO2 , CO2 ; umumnya
terdapat bersama minyak bumi.
➢ LPG (Liquid Petroleum Gas) adalah gas alam yang dicairkan dengan jalan ditekan
(tekanan tinggi) dimaksudkan untuk memudahkan pengangkutan.
➢ Petroleum Eter banyak digunakan untuk pelarut dan pembersih.

Anda mungkin juga menyukai