Anda di halaman 1dari 27

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Pendidikan Kewirausahaan

a. Pengertian Pendidikan Kewirausahaan


Menurut (Iyortsuun et al., 2020) pendidikan kewirausahaan
merupakan pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang akhirnya
berdampak pada perilaku khususnya berwirausaha, sedangkan
menurut Tessema Gerba, (2012) menyatakan pendidikan
kewirausahaan merupakan usaha yang dilakukan individu secara sadar
untuk menambah wawasan tentang wirausahawan. Pendapat lain dari
definisi pendidikan kewiraushaan adalah pengetahuan yang dapat
menghasilkan pendiri kewirausahaan yang mampu menghasilkan
pertumbuhan dan kekayaan perusahaan yang nyata (Solomon, 2007).
Definisi pendidikan kewirausahaan merajuk pada tujuan yang
berfokus pada program pendidikan yang inovatif dan berbasis
teknologi, hal ini didukung dari penelitian (Secundo et al., 2020)
bahwa pendidikan kewirausahaan merupakan pembelajaran yang
harus selalu berkembang mengikuti perkembangan teknologi serta
mempunyai inovasi dalam mendesain wawasan kewirausahaan,
karena pendidikan kewirausahaan tidak hanya berkontribusi pada
tingkat teori, tetapi harus didukung praktik dan digital learning.
Pendidikan kewirausahaan merupakan proses pembelajaran yang
menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi dalam pembentukan
kecakapan hidup (life skill) melalui kurikulum terintegrasi yang
dikembangkan. Sikap kewirausahaan seseorang dapat ditanamkan
melalui pendidikan kewirausahaan berdasarkan nilai - nilai
kewirausahaan (Suryana, 2013: 32). Dalam penelitian (Ratten &
Usmanij, 2021) menjelaskan pendidikan kewirausahaan merupakan
bidang studi yang melibatkan pembelajaran berbasis tindakan seperti
ketrampilan berwirausaha, dan pengembangan karir berwirausaha.
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diuraikan dapat
disimpulkan bahwa pendidikan kewirausahaan merupakan suatu
pembelajaran, ilmu pengetahuan, serta wawasan yang berguna
membangun pola pikir berwirausaha dan bertujuan untuk
meningkatkan minat berwirausaha.
b. Tujuan Pendidikan Kewirausahaan
Menurut (Secundo et al., 2020) pendidikan kewirausahaan
mempunyai tujuan dibidang pendidikan, antara lain :
1) Pendidikan kewirausahaan bertujuan mengembangkan
ketrampilan digital wirausaha dan menciptakan peluang
wirausahawan.
2) Pendidikan kewirausahaan sebagai alat seseorang untuk
memulai bisnis dan mengembangkan model rencana bisnis.
3) Melalui pendidikan kewirausahaan, seseorang dapat
menciptakan kreasi dan inovasi baru dalam dunia usaha.

Tujuan pendidikan kewirausahaan menurut (Akanbi & Owoseni,


2012) adalah untuk melatih individu memperoleh keterampilan, ide dan
kemampuan manajerial dalam berwirausaha. Tujuan lain dari pendidikan
kewirausahaan adalah membantu seseorang untuk mempertimbangkan
bisnis sebagai karir dengan mengembangkan sikap positif terhadap
kewirausahaan (Fayolle et al., 2006).

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan tujuan


pendidikan kewirausahaan mendorong sikap positif berwirausaha serta
mempersiapkan wirausaha untuk meningkatkan pembelajaran dan
pelatihan kewirausahaan.
2. Kreativitas

a. Pengertian Kreativitas
Kreativitas merupakan kemampuan seseorang yang berhubungan
dengan penemuan sesuatu, sesuatu yang baru itu mungkin berupa
perbuatan atau tingkah laku; misalnya sebuah gedung, hasil – hasil
kesusastraan, dan lain – lain (Slameto, 2013) . Perumusan pengertian
kreativitas yang telah disebutkan di atas adalah perumusan yang
sederhana. Lebih jelas kreativitas adalah kemampuan yang tidak hanya
tentang penemuan sesuatu, melainkan pengembangan akan sesuatu
yang telah ada sebelumnya dan tidak hanya perubahan yang baru bagi
orang lain melainkan dapat terjadi pada diri sendiri.
Menurut Bonetto et al., (2021) kreativitas merupakan suatu
ketrampilan yang melibatkan pengembangan produk baru, ide, atau
solusi dari suatu masalah. Sedangkan menurut (Munandar, 1999: 6)
kreativitas bermakna sebagai sifat daya cipta memungkinkan
penemuan – penemuan baru dalam bidang ilmu dan teknologi, serta
dalam semua bidang usaha manusia lainnya. Kreativitas merupakan
bentuk yang majemuk, oleh karena itu identifikasi dari kreativitas sulit
didefinisikan secara operasional. Maka kreativitas ditandai dengan
terjadinya suatu proses, kemampuan perilaku seseorang dan adanya
diferensiasi, sehingga terciptalah produk – produk yang kreatif.
Perilaku kreatif memungkinkan individu untuk memecahkan masalah
dengan cara baru dan tepat, dan dengan demikian meningkatkan
kelangsungan hidup mereka. Kreativitas dalam perkembangannya
sangat terkait dengan empat aspek, yaitu aspek pribadi, pendorong,
proses, dan produk. Di samping bermakna baik kreativitas seebagai
pengembangan diri maupun untuk pembangunan masyarat, kretivitas
juga dimaknai salah satu kebutuhan pokok manusia akan mengahadapi
suatu perubahan.
Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan
kreativitas merupakan suatu kemampuan aktualilasi diri atau suatu cara
dalam mempersepsi sesuatu yang tidak hanya dikaitkan dengan bidang
subjek (mata ajaran) tertentu tetapi dapat pula ditinjau dari suatu
tindakan yang mempunyai makna sosial, karena kreativitas tidak hanya
harus baru melainkan juga harus bermakna.
b. Aspek kreativitas
Menurut Utami Munandar (2009: 20) dalam perkembangannya suatu
kreativitas sangat terkait dengan empat aspek yang saling
berhubungan, antara lain :
1. Aspek pribadi
Tindakan kreatif seseorang muncul akibat dari keunikan
kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut
Hulbeck, (1945)“creative action is an imposing of one’s own
whole personality on the environment is an unique and
characteristic way”. Gaya kognitif dan intelektual seseorang yang
kreatif menunjukan keterikatan dalam hal – hal yang dilakukan
dengan caranya sendiri sehingga menciptakan aturan sendiri yang
unik.
2. Aspek proses
Proses tentang kreativitas pada dasarnya dimulai dari menemukan
masalah sampai dengan menemukan hasil. Langkah – langkah
dalam pengembangan kreativitas meliputi tahap persiapan,
inkubasi, iluminasi, dan verifikasi.
3. Aspek produk
Hal ini berkaitan dengan banyaknya pengertian kreativitas yang
menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan menghasilkan
suatu produk yang baru, kreativitas tidak harus keseluruhan
menciptakan produk baru, tetapi kombinasinya karena unsur –
unsur tersebut dapat sudah tercipta sebelumnya. Dapat disimpulkan
produk kreatif adalah suatu produk yang tidak harus baru akan
tetapi produk yang memiliki inovasi dan bermakna.
4. Aspek lingkungan
Dari aspek yang telah dijelaskan, aspek lingkungan adalah aspek
yang ditekankan dalam perkembangan kreativitas baik lingkungan
internal maupun lingkungan eksternal.

Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa terdapat beberapa


aspek kreativitas. Aspek – aspek tersebut merupakan suatu hal yang
membentuk kreativitas dalam diri seseorang yang dapat disimpulkan
menjadi dua aspek yakni aspek internal dan aspek ekternal. Dalam
aspek internal yaitu kemampuan kreatif dan psikologis seseorang serta
perkembangannya, sedangkan aspek eksternal berupa produk dan
lingkungan sosial kebudayaan.

c. Karateristik kepribadian kreatif


Menurut Utami Munandar (1999: 35) menjelaskan kepribadian
dapat dikatakan kreatif apabila memiliki perilaku atau sifat sebagai
berikut :
1. Memiliki sifat selalu ingin tahu (Melit)
Individu yang kreatif selalu memiliki minat yang luas,
menyukai aktivitas yang kreatif serta produktif, cukup
mandiri dan memiliki rasa kepercayaan diri serta berani
mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) daripada
seseorang pada umumnya. Artinya, dalam melakukan
sesuatu yang disukai, mereka akan menghiraukan ejekan
dari orang lain. Rasa percaya diri dan keuletan membuat
mereka tidak cepat putus asa untuk mencapai tujuan.
2. Lebih terorganisasi dalam tindakan
Dalam melakukan suatu aktivitas, individu yang kreatif
selalu berpikir dengan matang, mempertimbangkan
masalah yang mungkin akan timbul dan bagaimana
implikasi dari tindakan tersebut.
3. Imajinatif
Seseorang yang berbakat kreatif biasanya memiliki
kemampuan untuk bermain dengan ide, konsep dan
mencoba aktivitas yang baru dan mengasyikkan.
4. Mandiri dalam berpikir
Ciri yang lebih serius pada seseorang yang kreatif adalah
idealisme, kecenderungan untuk melakukan refleksi,
merenungkan peran dan tujuan hidup
5. Mempunyai minat seni dan keindahan yang kuat
Individu yang kreatif rata- rata mempunyai minat seni dan
estektika lebih kuat, walaupun tidak semua orang kreatif
menjadi seniman tetapi mempunyai minat yang cukup besar
terhadap seni.

Dari berbagai uraian diatas dapat diketahui bahwa terdapat


beberapa karateristik kepribadian kreatif. Karateristik tersebut merupakan
ciri khas perilaku yang dimiliki orang – orang yang kreatif. Adapun ciri
kepribadian tersebut yakni memiliki sifat melit atau sifat selalu ingin tahu,
berpikir matang sebelum mengambil tindakan, imajinatif, mandiri dalam
berpikir, dan memiliki minat cukup besar terhadap seni.

d. Tujuan pengembangan kreativitas


Perkembangan ilmu serta teknologi semakin berkembang, untuk
dapat mengikuti perubahan – perubahan yang terjadi maka sebagai
pribadi maupun kelompok atau suatu bangsa dapat menghadapi dengan
cara – cara yang kreativ dan revolusioner. Oleh karena itu menurut
Munandar (1999: 31) pengembangan kreativitas perlu dikembangkan
sejak dini karena sebagai berikut :
1. Kreativitas merupakan manifestasi dari individu yang sebenarnya,
karena dengan berkreasi secara kreatif seseorang dapat
mengaktualisasi dirinya, hal ini merupakan kebutuhan pokok
manusia untuk menghadapi perkembangan kehidupan yang akan
terjadi.
2. Kreativitas merupakan kemampuan untuk melihat solusi serta
penyelesaian berbagai kemungkinan masalah yang akan terjadi.
Hal ini merupakan sesuatu yang penting terutama kehidupan di
Sekolah yang dilatih dalam penerimaan pengetahuan, mengahadapi
kehidupan bermasyarakat.
3. Tujuan pengembangan kreativitas tidak hanya bermanfaat untuk
pribadi maupun lingkungan sosial, akan tetapi dapat memberikan
kepuasan psikologi seseorang ketika berpikir secara kreatif
menghasilkan produk dan suatu hal yang bermakna
4. Kreativitas seseorang dapat meningkatkan kualitas hidupnya
karena dalam pengembanganya, kreativitas bergantung pada unsur
- unsur kreativitas yakni berupa ide – ide baru, penemuan –
penemuan baru, serta teknologi baru.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kreatifitas


perlu ditingkatkan karena perubahan – perubahan yang terjadi dalam
kehidupan. Dalam tujuan pengembangan kreatifitas diantaranya karena
kreativitas merupakan manifestasi diri untuk mengaktualisasi bakat yang
dimiliki seseorang, dengan kreatifitas dapat menemukan solusi terbaik dari
suatu masalah dan bermanfaat untuk pribadi maupun lingkungan sekitar.

3. Lingkungan sosial

a. Pengertian lingkungan sosial


Menurut Bandura (2001) lingkungan sosial adalah tempat disekitar
individu yang memainkan peran penting dalam membentuk kognisi dan
perilaku seseorang, sedangkan menurut (Fayolle et al., 2010) lingkungan
sosial merupakan interaksi antara individu dengan individu lain yang
membawa pengaruh dalam kehidupan psikologi seseorang. Pendapat lain
mengenai definisi lingkungan sosial menurut Bimo Walgito (2010: 55)
yaitu lingkungan yang terdapat interaksi antara individu satu dengan
individu lain yang mempunyai ruang lingkup sebagai berikut :
1) Lingkungan sosial primer
Lingkungan sosial primer merupakan hubungan yang erat antara
anggota satu dengan anggota lain dan saling mengenal. Contoh
lingkungan sosial primer adalah lingkungan keluarga karena adanya
hubungan yang erat dan memiliki pengaruh yang mendalam.
2) Lingkungan sosial sekunder yaitu hubungan antar anggota satu dengan
anggota lain agak longgar. Pada umumnya kurang atau tidak
mengenal. Oleh karena itu lingkungan sosial sekunder kurang
mendalam.

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan pengertian


lingkungan sosial merupakan suatu faktor pengaruh secara langsung
maupun tidak langsung seseorang dalam bertindak dan bertingkah laku
melalui interaksi hubungan antar individu dengan individu, individu
dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok.

b. Indikator lingkungan sosial

Selain berdampak pada perilaku seseorang, lingkungan sosial juga


memiliki pengaruh terhadap pandangan mengenai ketersediaan membantu sesama
individu, indikator lingkungan sosial tersebut menurut Fradani
(2017)diantaranya :

1) Indikator penilaian, artinya lingkungan sosial berpengaruh terhadap


rencana dan masalah seseorang
2) Indikator instrumental menjelaskan lingkungan sosial mendukung
seseorang dalam bentuk moril maupun finansial
3) Indikator informasional, lingkungan sosial berhubungan dengan
komunikasi seseorang sehingga secara bersama - sama dapat saling
memberikan informasi dan arahan.
4) Indikator emosional, artinya lingkungan sosial dapat memberikan
dukungan secara emosional seperti rasa empati dan kepercayaan diri
seseorang
Menurut Bimo Walgito (2010: 54) indikator lingkungan sosial
mempunyai pengaruh yang sangat komplek bagi perkembangan individu,
sehingga indikator lingkungan sosial terdiri dari :

1) Indikator pasif, artinya lingkungan sosial tidak memberikan suatu


pengaruh kepada seseorang. Dalam kehidupan bermasyarakat
terkadang seseorang tidak cocok dengan norma – norma yang berlaku
di masyarakat.
2) Indikator aktif artinya lingkungan sosial mempunyai tanggung jawab
dan berpengaruh terhadap perkembangan individu ke tujuan tertentu,
contohnya lingkungan sekolah karena pendidikan dijalankan dengan
penuh kesadaran untuk mengembangkan potensi atau bakat individu
sesuai cita – cita atau tujuan pendidikan.

Dari berbagai pendapat mengenai indikator lingkungan sosial diatas dan


berdasarkan kajian pustaka mengenai lingkungan sosial, dapat
disimpulkan bahwa indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi
lingkungan sosial yakni dilihat dari faktor pengaruh secara pasif dan aktif
pada perilaku seseorang. Dalam indikator informasional dan emosional
merupakan indikator pasif karena lingkungan sosial tidak memberika
pengaruh langsung terhadap tindakan seseorang, sedangkan indikator
yang aktif yaitu idnikator penilaian dan intrumental karena mempunyai
pengaruh langsung secara moril maupun finansial terhadap tindakan
seseorang.

4. Self Efficacy

a. Pengertian Self Efficacy


Self Efficacy merupakan kepercayaan diri untuk dapat memenuhi
peran seseorang dalam menyelesaikan tugas dan perannya dalam
bermasyarakat (Wang & Huang, 2019). Menurut Elnadi & Gheith (2021)
self efficacy merupakan keyakinan orang – orang tentang kemampuan
mereka untuk menghasilkan tingkat kinerja yang mempengaruhi
kehidupan. Self efficacy mencerminkan keyakinan yang dimiliki individu
atas ketrampilan dan kemampuan mereka dalam menyelesaikan tugas yang
diperlukan meskipun ada tantangan yang terkait dengan tugas ini (Memon
et al., 2019). Mempelajari self efficacy sangat penting untuk memahami
perilaku individu karena dapat menentukan ketekunan, keuletan, dan
dedikasi seseorang ketika menghadapi masalah, serta tingkat upaya yang
akan dilakukan orang tersebut untuk menyelesaikan suatu tugas, dengan
demikian individu dengan tingkat self efficacy yang tinggi memiliki
preferensi untuk tugas-tugas yang sulit dan berhasil dalam mengatasi
hambatan dan tantangan dibandingkan dengan mereka yang memiliki self-
efficacy rendah (Albert Bandura, 2001)
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas maka dapat disimpulkan
self efficacy merupakan keyakinan yang dimiliki setiap individu atas
keterampilan dan kemampuannya untuk berhasil menyelesaikan tugas
yang diperlukan.
b. Aspek- aspek self efficacy
Menurut Benight & Bandura (2004) bahwa self efficacy dapat
mengatur tindakan melalui proses kognitif, motivasi, efektif, dan
keputusannya sendiri. Dengan demikian, self efficacy berkembang
berdasarkan aspek pengetahuan, keterampilan, sikap yang tepat, serta
keyakinan dalam kemampuan seseorang. Sedangkan, aspek- aspek self
efficacy menurut A Bandura (1997) antara lain :
1) Master experience (pengalaman keberhasilan) artinya self
efficacy seseorang akan berkembang berdasarkan suatu
pengalaman keberhasilan atau kesuksesan sehingga efikasi,
kepercayaan dan motivasi dalam dirinya akan meningkat, begitu
sebaliknya jika seseorang mengalami pengalaman kegagalan
makan self efficacy dalam dirinya rendah.
2) Vicarious experience (pengalaman melihat performa orang lain)
yakni pengalaman atau pencapaian orang lain akan
mempengaruhi self efficacy seseorang, melihat proses
perbandingan orang lain dalam mengerjakan sesuatu akan
meningkatkan efikasi serta sebagai dukungan sosial seseorang.
3) Verbal persuasion (persuasi verbal) berpengaruh terhadap self
efficacy karena merupakan dukungan sosial dalam bentuk verbal.
Dorongan yang positif dapat mempengaruhi self efficacy
seseorang dalam bentuk semangat dan rasa nyaman. Sehingga
lingkungan sosial yang supportif sangat mempengaruhi efikasi
diri seseorang.
4) Physical and emotional condition (kondisi fisik dan emosional)
artinya fisik dan psikis seseorang sangat mempengaruhi
kepercayaan diri dan kemampuan diri. Interpretasi ini mengarah
pada sikap seseorang dalam menghadapi suatu masalah, yaitu
perasaan tenang atau panik.

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa aspek – aspek


tersebut merupakan sesuatu yang dapat membentuk self efficacy
dalam diri seseorang. Adapun aspek – aspek dari self efficacy yakni
Master experience, Vicarious experience, Verbal persuasion,
Physical and emotional condition. Master experience merupakan
aspek berdasarkan pengalaman keberhasilan, Vicarious experience
merupakan aspek pengalaman peforma orang lain, Verbal persuasion
merupakan dukungan sosial dalam bentuk verbal, dan Physical and
emotional condition yaitu kondisi fisik dan emosi seseorang.

5. Intensi Berwirausaha

a. Pengertian Intensi Berwirausaha


Menurut Palalić et al., (2017) intensi berwirausaha merupakan
keinginan dan orientasi yang lebih pada wirausaha dan bercita – cita
menjadi pengusaha. Kata pengusaha sebenarnya berasal dari bahasa
prancis yaitu “entre” yang berarti antara dan “preneur” yang berarti
mengambil sehingga pada awalnya pengusaha digunakan untuk
mengidentifikasi orang yang mengambil risiko antara pembeli dan penjual
atau seseorang yang melakukan beberapa tugas seperti membuka
perusahaan baru (Irlandia & Barringer, 2011). Pendapat lain mengenai
intensi berwirausaha yaitu sebagai fenomena di mana seseorang membuat
keputusan untuk memulai perusahaan baru, sehingga dianggap sebagai
keputusan yang disadari dan direncanakan (Rosique-Blasco et al., 2018).
Menurut Teixeira et al., (2018) intensi berwirausaha merupakan sikap
mental yang mencakup motivasi dan kemampuan individu, untuk
mengidentifikasi peluang dan mewujudkannya dengan berwirausaha yang
bertujuan untuk menghasilkan nilai atau keuntungan. Sedangkan menurut
Ozaralli & Rivenburgh (2016) intensi berwirausaha merupakan niat untuk
memulai bisnis baru dan keputusan untuk menjadi seorang pengusaha
secara disengaja dan sadar sehingga memerlukan perencanaan yang cukup
dan proses kognitig yang tinggi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan
intensi berwirausaha merupakan ide, gagasan dan kreativitas seseorang
dalam melakukan upaya atau tindakan sesuai motivasi dan keinginannya
untuk menciptakan serta mengidentifikasi peluang bisnis dan
mengeksplorasinya, dengan maksud untuk menciptakan nilai dan
keuntungan. Intensi yang kuat akan mempengaruhi kinerja berwirausaha
sehingga kinerja dalam berusaha akan lebih baik.

b. Faktor - faktor intensi berwirausaha


Menurut Hisrich et al., (2008: 58) intensi berwirausaha dipengaruhi
oleh beberapa faktor sebagai berikut :
1) Pendidikan
Pendidikan memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu
pengetahuan, khususnya pendidikan kewirausahaan yang
melibatkan pembelajaran berdasarkan pengalaman karena berbasis
tindakan sehingga akan mempengaruhi seseorang dalam
mempersiapkan karir untuk berwirasusaha
2) Usia
Menurut Hisrich et al., (2008) usia merupakan salah satu faktor
seseorang dalam intensi berwirausaha karena biasanya pada usia
angkatan kerja masih semangat untuk membuka usaha, akan tetapi
hal ini tidak selalu diantara umur tersebut karena selama seseorang
mampu secara finansial, mempunyai semangat dan pengalaman
maka dapat mengelola suatu usaha dengan baik. Bagi pria secara
umum untuk memulai suatu usaha yaitu pada usia sebelum 30
tahun, sedangan pada wanita diatas 30 tahun.
3) Pengalaman
Intensi bewirausaha seseorang akan dipengaruhi oleh pengalaman
kerja. Pengalaman kerja individu dapat mempengaruhi integritas
dalam memulai suatu usaha, hal ini juga dapat menumbuhkan
kepercayaan diri akan kemampuan seseorang dalam bidang
wirausaha.
4) Model panutan dan dukungan
Model panutan artinya seseorang yang dapat menjadi mentor,
memberikan informasi serta petunjuk dalam dunia berwirausaha.
Model panutan dan dukungan dapat berasal dari ingkungan sosial
yaitu orang tua, teman sebaya, atau wirausahawan lain.

Menurut Handaru et al., (2015) intensi berwirausaha didasarkan pada 4


dimensi, sebagai berikut :

1) Desires, yakni sesuatu dalam diri seseorang yang berupa


keinginan atau hasrat tinggi untuk memulai suatu usaha
2) Preferences, adalah sesuatu dalam diri seseorang yang
menunjukkan bahwa memiliki usaha atau bisnis yang mandiri
adalah suatu kebutuhan yang harus dicapai
3) Plans, merujuk pada harapan dan rencana yang ada dalam diri
seseorang untuk memulai suatu usaha di masa yang akan datang
4) Behavior expectancies, adalah tinjauan atas suatu kemungkinan
untuk berwirausaha dengan diikuti oleh target dimulainya sebuah
usaha bisnis.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan faktor – faktor yang


mempengaruhi intensi berwirausaha dapat dikategorikan menjadi faktor
internal dan ekternal. Faktor internal terdiri dari keinginan diri sendiri dalam
berwirausaha, keyakinan diri serta tujuan untuk memulai suatu usaha
sedangkan faktor ekternal terdiri dari faktor pendidikan, lingkungan sosial,
dan pengalaman.

c. Indikator Intensi Berwirausaha


Menurut Liñán & Chen, (2009) intensi berwirausaha seseorang
diukur melalui beberapa indikator, sebagai berikut :
1) Berani mengambil segala resiko untuk menjadi wirausaha
2) Berorientasi dan memilih karir menjadi pengusaha
3) Mempunyai minat yang kuat dalam memulai suatu usaha
4) Keyakinan diri yang tinggi dan dapat melihat peluang usaha

Berdasarkan uraian diatas selaras dengan pendapat Krueger, (2009)


bahwa indikator intensi berwirausaha dapat dinilai berdasarkan
persepsi tentang keinginan (perceived desirability) dan persepsi
dalam usaha individu (perceived feasibility). Sedangkan menurut
Ferreira et al., (2012) indikator intensi berwirausaha diukur dari
dua aspek yaitu aspek perilaku dan aspek psikologi dengan
penjelasan sebagai berikut :

1) Aspek perilaku dinilai dari norma subjektif, persepsi personal,


dan kontrol perilaku
2) Aspek psikologi meliputi kepercayaan diri dan kebutuhan
untuk pencapaian

Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan indikator intensi


berwirausaha bergantung pada persepsi keinginan pribadi yakni
kecenderungan untuk mengambil resiko dalam berwirausaha dan
persepsi perilaku yakni locus of control serta need for achievement.

B. Kerangka Berpikir

1. Pengaruh Pendidikan Kewirausahaan Terhadap Intensi


Berwirausaha
Kajian mengenai pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap
intensi berwirausaha telah banyak dilakukan penelitian terdahulu. Kirkley,
(2017) dalam penelitiannya yang membahas di Nortland, Selandia Baru
bahwa pendidikan kewirausahaan efektif dalam membawa perubahan pada
praktik mengajar di sekolah menengah yang menghasilkan peningkatan
hasil, perilaku dan sikap siswa dalam intensi berwirausaha, sehingga
seseorang yang mendapatkan pembemlajaran mengenai kewirausahaan
akan cenderung memiliki tingkat intensi berwirausaha yang tinggi. Sejalan
dengan penelitian Cui et al., (2021) yang menyatakan bahwa pendidikan
kewirausahaan lebih memungkinkan memberikan pengaruh yang positif
terhadap intensi berwirausaha. Selain itu penelitian Nowiński et al., (2019)
menunjukan bahwa pendidikan kewirausahaan berpengaruh secara parsial
dan simultan terhadap intensi berwirausaha. Namun, dalam penelitian
Neneh, (2014) mengemukakan pendapat yang berbeda bahwa pendidikan
kewirausahaan tidak memiliki pengaruh terhadap intensi berwirausaha, hal
ini dikarenakan kurikulum pendidikan kewirausahaan tidak memiliki
elemen praktis yang diperlukan untuk mendorong intensi berwirausaha
mahasiswa.
Berdasarkan beberapa penelitian menjelaskan bahwa pendidikan
kewirausahaan menjadi faktor pendukung dalam peningkatan intensi
berwirausaha. Artinya, Individu yang memiliki pengetahuan yang
berhubungan dengan kewirausahaan dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif dalam pengambilan keputusan karir menjadi wirausaha.
2. Pengaruh Kreativitas Terhadap Intensi Berwirausaha
Kreativitas merupakan kemampuan seseorang yang berhubungan
dengan penemuan sesuatu (Slameto, 2013). Menurut Gielnik et al., (2012)
kreativitas memiliki hubungan yang erat terhadap kewirausahaan karena
kreativitas bertindak sebagai sumber daya kognitif yang memungkinkan
individu secara aktif mengenali atau menciptakan peluang, hal ini tepat dalam
kasus kewirausahaan. Kreativitas dianggap sebagai dasar individu untuk
menciptakan inovasi baru dan penciptaan peluang bisnis baru (Baron, 2008).
Hal terserbut sejalan dengan penelitian Frédéric, (2014) bahwa kreativitas
berpengaruh terhadap intensi berwirausaha karena didefinisikan sebagai
proses menghasilkan ide – ide baru yang berguna dalam berwirausaha dan
berpendapat bahwa kreativitas mempunyai pengaruh terhadap pasar tenaga
kerja di masa yang akan datang, terutama lulusan universitas. Namun, dalam
penelitian Hansen et al., (2011) menunjukan bahwa kreativitas tidak
berpengaruh secara positof terhadap intensi berwirausaha karena kreativitas
hanya berperan penting pada fase inkubasi yakni pada saat melihat peluang
dari pengetahuan yang dimiliki, sedangkan pada fase persiapan dan evaluasi
pengaruh kreativas menurun. Selanjutnya penelitian tersebut dikembangkan
oleh Kuckertz et al., (2017) bahwa kreativitas memiliki pengaruh terhadap
intensi berwirausaha dalam tahap menemukan peluang tetapi tidak pada tahap
eksploitasi peluang. Ekploitasi peluang yang dimaksud adalah seorang
wirasuaha harus mampu mengenali lingkungan, aktif mencari ide – ide baru,
mengumpulkan informasi mengenai produk dan layanan baru

Berdasarkan beberapa hasil penelitian menjelaskan kreativitas


mempunyai pengaruh positif terhadap intensi berwirausaha dan sebagai
pendahulu kewirausahaan. Oleh karena itu penelitian ini menyimpulkan
implikasi praktis pengaruh kreativitas terhadap intensi berwirausaha.

3. Pengaruh Lingkungan Sosial Terhadap Intensi Berwirausaha

Lingkungan sosial berpengaruh pada intensi berwirausaha sebagai


moderator serta meningkatkan ambisi kewirausahaan Pruett et al., (2009). Hal
tersebut sejalan dengan penelitian menurut Altinay et al., (2012) bahwa
lingkungan sosial mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap intensi
berwirausaha. Menurut Bellò et al., (2018) menekankan bahwa intensi
berwirausaha seseorang dapat dipengaruhi oleh seberapa signifikan orang lain,
seperti teman, keluaraga, dan lingkungan masyarakat menghargai dan
mendukung mereka untuk membangun bisnis baru. Semakin banyak
seseorang menerima dukungan dari orang lain, semakin kuat niat mereka
untuk memilih wirausaha sebagai jalur karir masa depan. Faktor-faktor ini
membentuk intensi seseorang untuk mengejar karir kewirausahaan.

Oleh karena itu, penelitian ini mendukung gagasan bahwa konteks


lingkungan sosial berpengaruh terhadap intensi berwirausaha, khususnya pada
mahasiswa. Berdasarkan penelitian dan hasil empiris yang disebutkan peran
lingkungan sosial dianggap dapat mengembangkan identitas kewirausahaan
dan niat berwirausaha.

4. Pengaruh Self efficacy Terhadap Intensi Berwirausaha

Menurut Hmieleski & Baron, (2009) self efficacy mempengaruhi intensi


berwirausaha serta dinamika kewirausahaan. Hal tersebut sejalan dengan hasil
penelitian Nowiński et al., (2019) self efficacy dipandang penting bagi
wirausahawan karena calon wirausaha harus yakin dengan kemampuan
mereka untuk melakukan tugas yang berbeda dan seringkali tidak terduga
dalam situasi yang tidak pasti. Self efficacy tidak hanya mempengaruhi usaha
dan ketekunan yang dilakukan seseorang dalam tugas tertentu, tetapi juga
pilihan aktivitas dan pengaturan perilaku. Sesuai dengan temuan Hao Zhao et
al., (2010) melalui pemodelan structural equation dengan sampel sebanyak
265 siswa, menunjukkan bahwa self efficacy kewirausahaan merupakan
mediator dalam hubungan antara faktor anteseden tingkat individu dan intensi
berwirausaha.

Berdasarkan beberapa penelitian menjelaskan bahwa self efficacy


mempunyai pengaruh terhadap intensi berwirausaha serta signifikan
berhubungan dengan minat karir, tujuan pilihan karir, dan kinerja pekerjaan.
Oleh karena itu penelitian ini mendukung gagasan self efficacy sebagai
variabel yang mempengaruhi intensi berwirausaha mahasiswa.

5. Pengaruh Pendidikan Kewirausahaan, Kreativitas, Lingkungan Sosial


dan Self Efficacy Secara Bersama – sama Terhadap Intensi
Berwirausaha.
Model penelitian ini sama dengan penelitian Bellò et al., (2018) yang
menguji tiga variabel independen yaitu kreativitas, lingkungan sosial, dan self
efficacy terhadap variabel dependen yaitu intensi berwirausaha, kemudian
ditambahkan satu variabel independen dari penelitian Nowiński et al., (2019)
yaitu pendidikan kewirausahaan. Dalam penelitian ini peneliti ingin
memasukan determinan tersebut ke dalam pengaruhnya terhadap intensi
berwirausaha.
Pendidikan kewirausahaan sebagai pengetahuan kognitif ketrampilan
dan kemampuan tentang wirausaha yang berperan awal untuk menimbulkan
ketertarikan atau ketidaktertarikan mahasiswa perguruan tinggi Negeri di
Surakarta dalam berwirausaha. Selanjutnya, kreativitas sebagai kemampuan
aktualisasi diri atau suatu cara dalam mempersepsi intensi berwirausaha
mahasiswa perguruan tinggi Negeri di Surakarta. Pengaruh lingkungan,
persepsi, pendapat, serta harapan dari orang sekitar dapat menjadi pengaruh
mahasiswa perguruan tinggi Negeri di Surakarta untuk berkarir dalam
wirausaha. Self efficacy digunakan sebagai variabel mediator antara tiga
variabel yang telah disebutkan karena self efficacy merupakan kepercayaan diri
untuk dapat memenuhi peran seseorang dalam menyelesaikan tugas dan
perannya dalam bermasyarakat (Wang & Huang, 2019). Adanya pengaruh
pendidikan kewirausahaan, kreativitas, lingkungan sosial, dan self efficacy
pada intensi berwirausaha ditunjukkan apabila mahasiswa perguruan tinggi
Negeri di Surakarta memiliki pengetahuan kewirausahaan, kreativitas,
pengaruh lingkungan sosial, dan self efficacy.

Pendidikan Kewirausahaan
(X1)

Kreativitas (X2)

Intensi Berwirausaha (Y1)


Lingkungan sosial (X3)
Self Efficacy (X4)

Keterangan :

= Pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap


variabel dependen
= Pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel
dependen

C. Hipotesis

1. H1 : Terdapat pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap intensi


berwirausaha mahasiswa perguruan tinggi negeri di Surakarta.
2. H2 : Terdapat pengaruh kreativitas terhadap intensi berwirausaha mahasiswa
perguruan tinggi negeri di Surakarta.
3. H3 : Terdapat pengaruh lingkungan sosial terhadap intensi berwirausaha
mahasiswa perguruan tinggi negeri di Surakarta.
4. H4 : Terdapat pengaruh self efficacy terhadap intensi berwirausaha mahasiswa
perguruan tinggi negeri di Surakarta.
5. H6 : Terdapat pengaruh pendidikan kewirausahaan, kreativitas, lingkungan
sosial, self efficacy dan komparasi gender secara bersama-sama terhadap
intensi berwirausaha mahasiswa perguruan tinggi negeri di Surakarta.
Akanbi, P. A., & Owoseni, O. O. (2012). The influence of personality traits on

entrepreneurial intentions: A Negerian Survey. Journal of Management

Corporate Governance, 5(1), 82–95.

Altinay, L., Madanoglu, M., Daniele, R., & Lashley, C. (2012). The influence of

family tradition and psychological traits on entrepreneurial intention.

International Journal of Hospitality Management, 31(2), 489–499.

https://doi.org/10.1016/j.ijhm.2011.07.007

Bandura, A. (1997). Self-efficacy: The exercise of control. W. H. Freeman and

Company.

Bandura, Albert. (2001). Social Cognitive Theory: An Agentic Perspective. Annual

Review of Psychology, 52(1), 1–26.

https://doi.org/10.1146/annurev.psych.52.1.1

Baron, R. A. (2008). The Role of Affect in the Entrepreneurial Process. Academy

of Management Review, 33(2), 328–340.

https://doi.org/10.5465/amr.2008.31193166

Bellò, B., Mattana, V., & Loi, M. (2018). The power of peers: A new look at the

impact of creativity, social context and self-efficacy on entrepreneurial

intentions. International Journal of Entrepreneurial Behavior & Research,

24(1), 214–233. https://doi.org/10.1108/IJEBR-07-2016-0205


Benight, C. C., & Bandura, A. (2004). Social cognitive theory of posttraumatic

recovery: The role of perceived self-efficacy. Behaviour Research and

Therapy, 42(10), 1129–1148. https://doi.org/10.1016/j.brat.2003.08.008

Bimo Walgito, Prof. D. (2010). Pengantar Psikologi Umum. ANDI Yogyakarta.

Bonetto, E., Pichot, N., Pavani, J.-B., & Adam-Troïan, J. (2021). The paradox of

creativity. New Ideas in Psychology, 60, 100820.

https://doi.org/10.1016/j.newideapsych.2020.100820

Cui, J., Sun, J., & Bell, R. (2021). The impact of entrepreneurship education on the

entrepreneurial mindset of college students in China: The mediating role

of inspiration and the role of educational attributes. The International

Journal of Management Education, 19(1), 100296.

https://doi.org/10.1016/j.ijme.2019.04.001

Elnadi, M., & Gheith, M. H. (2021). Entrepreneurial ecosystem, entrepreneurial

self-efficacy, and entrepreneurial intention in higher education: Evidence

from Saudi Arabia. The International Journal of Management Education,

19(1), 100458. https://doi.org/10.1016/j.ijme.2021.100458

Fayolle, A., Basso, O., & Bouchard, V. (2010). Three levels of culture and firms’

entrepreneurial orientation: A research agenda. Entrepreneurship &

Regional Development, 22(7–8), 707–730.

https://doi.org/10.1080/08985620903233952

Fayolle, A., Gailly, B., & Lassas-Clerc, N. (2006). Effect and Counter-effect of

Entrepreneurship Education and Social Context on Student’s


Intentions/Efectos de la formación y el contexto social sobre las

intenciones empresariales de los estudiantes. Estudios de Economia

Aplicada, Estudios de Economia Aplicada, 24, 509–523.

Ferreira, J. J., Raposo, M. L., Gouveia Rodrigues, R., Dinis, A., & do Paço, A.

(2012). A model of entrepreneurial intention: An application of the

psychological and behavioral approaches. Journal of Small Business and

Enterprise Development, 19(3), 424–440.

https://doi.org/10.1108/14626001211250144

Fradani, A. C. (2017). Pengaruh Kecerdasan Adversitas, Pendidikan

Kewirausahaan Dalam Keluarga, Dukungan Keluarga, Dan Efikasi Diri Pada

Intensi Berwirausaha Siswa Smk Negeri 2 Nganjuk. Jurnal Ekonomi

Pendidikan Dan Kewirausahaan, 2(2), 157–170.

Frédéric, D. (2014). Creativity and Entrepreneurship: Changing Currents in

Education and Public-life. International Journal of Entrepreneurial

Behavior & Research, 20(3), 297–299. https://doi.org/10.1108/IJEBR-11-

2013-0197

Gielnik, M. M., Frese, M., Graf, J. M., & Kampschulte, A. (2012). Creativity in the

opportunity identification process and the moderating effect of diversity

of information. Journal of Business Venturing, 27(5), 559–576.

https://doi.org/10.1016/j.jbusvent.2011.10.003

Handaru, A. W., Parimita, W., & Mufdhalifah, Inka Winarn. (2015). Membangun

Intensi Berwirausaha melalui adversity Quotient, Self Efficacy, dan Need


For Achievement. Journal of Management and Entrepreneurship, 17(2),

155-166. https://doi.org/10.9744/jmk.17.2.155–166

Hansen, D. J., Lumpkin, G. T., & Hills, G. E. (2011). A multidimensional

examination of a creativity‐based opportunity recognition model.

International Journal of Entrepreneurial Behavior & Research, 17(5), 515–

533. https://doi.org/10.1108/13552551111158835

Hao Zhao, Seibert, S. E., & Lumpkin, G. T. (2010). The Relationship of Personality

to Entrepreneurial Intentions and Performance: A Meta-Analytic Review.

Journal of Management, 36(2), 381–404.

https://doi.org/10.1177/0149206309335187

Hisrich, D. R., Peters, P. M., & Shepred, A. D. (2008). Entrepreneurship 7th ed.

McGraw Hill.

Hmieleski, K. M., & Baron, R. A. (2009). Entrepreneurs’ Optimism And New

Venture Performance: A Social Cognitive Perspective. Academy of

Management Journal, 52(3), 473–488.

https://doi.org/10.5465/amj.2009.41330755

Hulbeck, C. R. (1945). Oilpaintings, Watercolors, Drawings. Feigl Gallery.

Irlandia, R., & Barringer, B. (2011). Entrepreneurship: Successfully Launching New

Ventures (edisi ke-Fourth). Prentice Hall.

Iyortsuun, A. S., Goyit, M. G., & Dakung, R. J. (2020). Entrepreneurship education

programme, passion and attitude towards self-employment. Journal of


Entrepreneurship in Emerging Economies, 13(1), 64–85.

https://doi.org/10.1108/JEEE-11-2019-0170

Kirkley, W. W. (2017). Cultivating entrepreneurial behaviour: Entrepreneurship

education in secondary schools. Asia Pacific Journal of Innovation and

Entrepreneurship, 11(1), 17–37. https://doi.org/10.1108/APJIE-04-2017-

018

Krueger, N. (2009). Entrepreneurial Intentions are Dead: Long Live

Entrepreneurial Intentions. In A. L. Carsrud & M. Brännback (Eds.),

Understanding the Entrepreneurial Mind (pp. 51–72). Springer New York.

https://doi.org/10.1007/978-1-4419-0443-0_4

Kuckertz, A., Kollmann, T., Krell, P., & Stöckmann, C. (2017). Understanding,

differentiating, and measuring opportunity recognition and opportunity

exploitation. International Journal of Entrepreneurial Behavior &

Research, 23(1), 78–97. https://doi.org/10.1108/IJEBR-12-2015-0290

Liñán, F., & Chen, Y. (2009). Development and Cross–Cultural Application of a

Specific Instrument to Measure Entrepreneurial Intentions.

Entrepreneurship Theory and Practice, 33(3), 593–617.

https://doi.org/10.1111/j.1540-6520.2009.00318.x

Memon, M., Soomro, B. A., & Shah, N. (2019). Enablers of entrepreneurial self-

efficacy in a developing country. Education + Training, 61(6), 684–699.

https://doi.org/10.1108/ET-10-2018-0226
Munandar, S. C. U. (1999). Kreativitas dan Keberbakatan. Gramedia Pustaka

Utama.

Munandar, S. C. U. (2009). Pengembangan kreativitas anak berbakat. PT. Rineka

Cipta.

Neneh, B. N. (2014). An Assessment of Entrepreneurial Intention among

University Students in Cameroon. Mediterranean Journal of Social

Sciences. https://doi.org/10.5901/mjss.2014.v5n20p542

Nowiński, W., Haddoud, M. Y., Lančarič, D., Egerová, D., & Czeglédi, C. (2019).

The impact of entrepreneurship education, entrepreneurial self-efficacy

and gender on entrepreneurial intentions of university students in the

Visegrad countries. Studies in Higher Education, 44(2), 361–379.

https://doi.org/10.1080/03075079.2017.1365359

Ozaralli, N., & Rivenburgh, N. K. (2016). Entrepreneurial intention: Antecedents

to entrepreneurial behavior in the U.S.A. and Turkey. Journal of Global

Entrepreneurship Research, 6(1), 3. https://doi.org/10.1186/s40497-016-

0047-x

Palalić, R., Ramadani, V., Ðilović, A., Dizdarević, A., & Ratten, V. (2017).

Entrepreneurial intentions of university students: A case-based study.

Journal of Enterprising Communities: People and Places in the Global

Economy, 11(03), 393–413. https://doi.org/10.1108/JEC-12-2016-0046

Pruett, M., Shinnar, R., Toney, B., Llopis, F., & Fox, J. (2009). Explaining

entrepreneurial intentions of university students: A cross‐cultural study.


International Journal of Entrepreneurial Behavior & Research, 15(6), 571–

594. https://doi.org/10.1108/13552550910995443

Ratten, V., & Usmanij, P. (2021). Entrepreneurship education: Time for a change

in research direction? The International Journal of Management

Education, 19(1), 100367. https://doi.org/10.1016/j.ijme.2020.100367

Rosique-Blasco, M., Madrid-Guijarro, A., & García-Pérez-de-Lema, D. (2018). The

effects of personal abilities and self-efficacy on entrepreneurial

intentions. International Entrepreneurship and Management Journal,

14(4), 1025–1052. https://doi.org/10.1007/s11365-017-0469-0

Secundo, G., Mele, G., Sansone, G., & Paolucci, E. (2020). Entrepreneurship

Education Centres in universities: Evidence and insights from Italian

“Contamination Lab” cases. International Journal of Entrepreneurial

Behavior & Research, 26(6), 1311–1333. https://doi.org/10.1108/IJEBR-

12-2019-0687

Simatupang, T. S. (2020). Intensi Berwirausaha: Sebuah Konsep dan Studi Kasus

di Era Revolusi Industri 4.0. CV Adanu Abimata.

Slameto. (2013). Belajar dan Faktor—Faktor Yang Mempengaruhi. PT. Rineka

Cipta.

Solomon, G. (2007). An examination of entrepreneurship education in the United

States. Journal of Small Business and Enterprise Development, 14(2), 168–

182. https://doi.org/10.1108/14626000710746637

Suryana. (2013). Kewirausahaan Kiat dan Proses Menuju Sukses. Salemba empat.
Teixeira, S. J., Casteleiro, C. M. L., Rodrigues, R. G., & Guerra, M. D. (2018).

Entrepreneurial intentions and entrepreneurship in European countries.

International Journal of Innovation Science, 10(1), 22–42.

https://doi.org/10.1108/IJIS-07-2017-0062

Tessema Gerba, D. (2012). The context of entrepreneurship education in

Ethiopian universities. Management Research Review, 35(3/4), 225–244.

https://doi.org/10.1108/01409171211210136

Wang, L.-Y., & Huang, J.-H. (2019). Effect of Entrepreneurial Self-Efficacy on the

Entrepreneurial Intentions of Students at a University in Hainan Province

in China: Taking Social Support as a Moderator. International Journal of

Learning, Teaching and Educational Research, 18(9), 183–200.

https://doi.org/10.26803/ijlter.18.9.10

Menurut Simatupang (2020: 30) Seiring perkembangan zaman,


Wirausaha sering dikaitkan dengan Revolusi Industri 4.0. Konsep
Revolusi Industri 4.0 menekankan pada teknologi dan digitalisasi,
dimana semua hal bisa dilakukan dengan serba cepat. Unsur utama
di era Revolusi Industri 4.0 yaitu Internet Of Things, Big Data,
Argumented Reality, Cyber Security, Artifical Intelegence,
Addictive Manufactring, Integrated System, dan Cloud Computing.
Dengan muncul nya era ini, akan banyak SDM yang di ganti
dengan mesin atau robot. Oleh karena itu, untuk mampu bersaing,
kita harus bisa menjadi SDM yang unggul.

Anda mungkin juga menyukai