Anda di halaman 1dari 2

TUGAS 1

HUKUM AGRARIA

Capaian Pembelajaran : Prosedur Administrasi Permohonan Hak Atas Tanah


Indikator :Mahasiswa menjelaskan tentang Prosedur Administrasi Permohonan
Hak Atas Tanah berdasarkan Permendagri No. 5 Tahun 1973 Semarang - Jumat
(21/5/2021)

Sidang gugatan mantan Wali Kota Semarang, Sukawi Sutarip, terhadap seorang pengusaha terkait
dugaan sertifikat tanah dobel masih berlanjut. Kedua belah pihak merasa sebagai pemilik sah tanah
tersebut. Seperti apa jalannya sidang? Persidangan digelar di lokasi lahan yang sudah mulai dibangun
oleh tergugat yaitu di daerah Bendan Ngisor. Di lokasi, majelis hakim dan pihak penggugat, tergugat,
dan turut tergugat dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) menjalani sidang lapangan. Mereka
melihat data-data dan melakukan pengukuran. Sukawi Sutarip dan kuasa hukumnya tampak hadir di
lokasi, sedangkan tergugat Tan Yangky Tanuputra diwakilkan kuasa hukumnya. Dalam sidang
lapangan itu pihak tergugat menyebut tanah milik Sukawi bukan di lokasi tersebut, namun di sebelah
selatan jalan. Sesuai yang diarahkan BPN berdasarkan data obyek penggugat milik Pak Haji Sukawi
dengan SHM nomor 712 tidak di sini, melainkan di sebelah selatan jalan sehingga menurut kami BPN
sudah tunjukkan ukuran sebenarnya dan letaknya tidak di sini. Kami keberatan sekali karena dengan
demikian penggugat menunjukkan objek yang salah. Ini merugikan klien kami," kata kuasa hukum
tergugat, Aryas Adi Suyanto, di lokasi, Jumat (21/5/2021).

Ia menjelaskan kliennya membeli tanah itu dari developer perumahan tahun 2017. Dalam dokumen
disebutkan luas tanah milik kliennya yaitu 675 m2 dan saat ini sudah mulai ada pembangunan. "Ini
mau dibangun rumah huni," ujarnya. Sementara itu, Sukawi menjelaskan dirinya sudah sejak tahun
1990-an memiliki 34 kapling tanah di sana. Saat itu, kata Sukawi, belum ada perumahan mewah di
lokasi itu. Tiga bidang tanah sempat mengalami dobel sertifikat dengan indikasi tanah tumpang tindih.
Proses hukum dilakukan dan Sukawi menang. Kepala BPN (saat Sukawi masih Wali Kota Semarang)
mengatakan, tanah bapak tumpuk, dia bilang akan mengurusnya. Jangan, karena saya masih Wali Kota,
tidak elok. Saya bilang pas saya pensiun saja. Rumah sebelah sana ada tiga, sudah menang," jelasnya.
Di lokasi keempat ini, lanjut Sukawi, pihaknya terkejut karena tanah yang menurutnya sudah
disertifikat miliknya malah terdapat bangunan. Langkah hukum kembali dia tempuh. Dalam
kesempatan itu, Sukawi mengaku kecewa dengan pernyataan BPN dalam sidang yang mengatakan
kalau lahan yang jadi masalah saat ini bukan tanah tumpuk dan lahan miliknya bukan di lokasi tersebut.
Padahal, lanjutnya, pengukuran hingga sertifikat keluar merupakan kerja BPN sendiri. "Saya kurang
pas pada saat pegawai BPN justru menganulir pekerjaannya sendiri. Boleh dikatakan kalau tumpuk ya
tumpuk, tapi terus dikatakan dengan dalih lain, dia menganulir pekerjaan sendiri," ujarnya. Saat ditanya
apakah ada indikasi mafia tanah dalam perkara tersebut, Sukawi mengatakan dirinya belum bisa
menuduhkan itu karena belum ada fakta valid yang bisa diungkap. "Kalau saya tidak akan tuduh gitu
(mafia tanah) karena belum punya fakta valid. Melihat (sertifikat) yang lama kok malah dianggap tidak
ada bukti ukur. Kan yang membuat mereka (BPN), yang ukur mereka, yang simpan mereka,"
tandasnya.

Sumber: https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-5577558/begini-kelanjutan-kasus-dugaan-
dobelsertifikat-tanah-eks-walkot-semarang.
1. Bagaimanakah sengketa pertanahan antara Sukawi dengan Tan Yangky Tanuputra dapat
terjadi?

Sengketa pertanahan yang terjadi antara Pak Sukawi Sutartip melawan Pak Tan Yangky
Tanuputra muncul karena adanya sertifikat ganda pada suatu bidang tanah yang sama dengan
indikasi tumpang tindih. Pihak Pak Sukawi Sutartip sendiri mengkritisi hasil pengukuran BPN
atas sertifikat yang ia pakai dengan sikap mereka yang menganulir pengukurannya sendiri
dengan menerbitkan dua sertifikat berbeda atas 1 bidang tanah. Ada dugaan mengarah ke mafia
tanah namun Pak Sukawi Sutartip yang merupakan mantan walikota menepis karena belum
memegang bukti valid.

2. Bagaimana prosedur administrasi dalam permohonan hak atas tanah?

Prosedur administrasi terkait permohonan hak atas tanah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
dalam PP 24 Tahun 1997 yang jika dirangkum maka tahapannya berjalan sebagai berikut:

 Pendaftaran tanah (yang pertama kalinya).


 Pemeliharaan pendaftaran tanah.
 Peta dasar pendaftaran dibuatkan.
 Batas-batas bidang tanah ditetapkan.
 Pengukuran serta pemetaan bidang-bidang tanah untuk kemudian dibuatkan peta
pendaftaran.
 Daftar tanah dibuatkan.
 Surat ukur dibuatkan.
 Pembuktian atas hak baru.

Apabila tahapan di atas sudah selesai maka selanjutnya, BPN atau Badan Pertanahan Nasional
RI akan melakukan pembukuan hak yang kemudian diproses hinga sertifikat pendaftaran tanah
terbit. Ketentuan di atas sesuai dengan aturan dari pasal 29 sampai 31 pada PP No. 24 Tahun
1997.

Anda mungkin juga menyukai