Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS AKSESIBILITAS PERMODALAN USAHA MIKRO

KECIL PADA LEMBAGA KEUANGAN FORMAL DI PROVINSI


SUMATERA BARAT

ANALYSIS OF CAPITAL ACCESSIBILITY OF SMALL MICRO


ENTERPRISES TO FORMAL FINANCIAL INSTITUTIONS IN
WEST SUMATRA PROVINCE

Rita Diana1
1
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat, Padang, Indonesia
rita.diana@bps.go.id

Abstrak
Usaha Mikro Kecil (UMK) merupakan usaha kerakyatan yang mempunyai potensi untuk terus dikembangkan.
Untuk mengembangkan usaha, UMK harus meningkatkan kapasitas produksinya yang tentunya memerlukan modal
yang tidak sedikit. Minimnya permodalan dan rendahnya kemampuan serta pengetahuan pengelola UMK membuat
UMK belum mampu mengimbangi perubahan selera konsumen dan berdaya saing global. Tujuan penelitian ini
adalah menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya akses UMK terhadap sumber daya modal di
Provinsi Sumatera Barat menggunakan metode regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UMK yang
menjadi anggota koperasi memiliki peluang tiga kali lebih besar untuk mendapatkan akses permodalan dari lembaga
keuangan formal dibanding usaha yang bukan anggota koperasi. UMK yang memiliki rencana pengembangan usaha
berpeluang hampir dua kali lebih besar dari usaha lain yang tidak memiliki rencana pengembangan akan akses
terhadap permodalan dari lembaga keuangan formal. Hasil estimasi menunjukkan bahwa UMK yang pengelolanya
laki-laki dan berpendidikan dibawah SLTA, lokasi di perdesaan, beroperasi lebih dari lima tahun dan berskala kecil
memiliki peluang yang lebih besar untuk memperoleh kredit dari lembaga keuangan formal.

Kata kunci: aksesibilitas, lembaga keuangan formal, permodalan, UMK

Klasifikasi JEL: C25, E51, G38

Abstract
Small Micro Enterprises (MSEs) are populist businesses that have the potential to continue to be developed. To
develop the business, MSEs should increase the product capacity needed so that it is requiring much capital. Lack
of capital and the ability and knowledge MSE managers make MSEs unable to keep up with changes in customer
satisfaction and global competitiveness. The purpose of this study is to analyze the factors that influence the low
access of MSEs to capital resources in West Sumatra Province using the logistic regression method. The results of
the study indicate that MSEs incorporated in cooperatives have three times greater opportunities to gain access
to capital from formal financial institutions compared to businesses that are not members of cooperatives. MSEs
that have a business development plan is twice as likely than other businesses that do not have a development plan
can access capital from formal financial institutions. From the results, it can be seen from MSEs whose managers
are male, less education than high school, locations in rural areas, that work more than five years and have more
money to get funds from formal financial institutions.

Keywords: accessibility, formal financial institutions, capital, MSE

JEL Classification: C25, E51, G38

67
PENDAHULUAN Hasil SE2016, mayoritas UMK mengeluarkan
modal awal berasal dari dompet sendiri atau dari
Usaha Mikro Kecil (UMK) merupakan usaha
sumber informal seperti rentenir, hanya 7% yang
kerakyatan yang jumlahnya mencapai lebih
mengandalkan modal awal dari bank. Menurut
dari 26 juta usaha atau 98,68% dari total usaha
Darwin (2018), UMKM memiliki aksesibilitas
nonpertanian di Indonesia. Usaha ini juga mampu
yang terbatas terhadap modal terutama kredit dari
menyerap tenaga kerja sekitar 75,33% (BPS,
lembaga keuangan bank. UMKM yang mayoritas
2018). Berdasarkan hasil Sensus Ekonomi 2016
unit usaha di Indonesia hanya memperoleh
(SE2016), jumlah UMK di Provinsi Sumatera
sekitar seperenam pangsa kredit nasional. Namun
Barat sudah mencapai 580 ribu usaha atau
demikian, keberadaan KUR meningkatkan pangsa
98,88% dari total usaha nonpertanian di Provinsi
kredit nasional ini sebesar seperlimanya dalam
Sumatera Barat dan telah menyerap tenaga kerja
beberapa tahun terakhir . Kecilnya persentase
lebih dari 1,29 juta orang atau 87,57% dari total
tersebut disebabkan karena akses pada bank
tenaga kerja nonpertanian (BPS, 2018). Menurut
dinilai tidak mudah. Bagi perbankan, kebijakan
CIDES (Center for Information and Development
prudensial yang ketat sangat penting untuk
Studies) dalam artikel “Dampak Kenaikan Harga
menjaga stabilitas keuangan. Selain itu, pelaku
BBM pada sektor UKM di Indonesia” (Meryana,
UMK juga minim informasi terkait kredit
2012), UMK mempunyai potensi yang dapat
pembiayaan usaha. Faktor-faktor tersebut menjadi
terus dikembangkan karena UMK menghasilkan
penyebab kecilnya akses UMK terhadap kredit
barang konsumsi dan jasa kebutuhan masyarakat,
dari bank.
tidak mengandalkan bahan baku impor, lebih
memanfaatkan sumber daya lokal, dan pada Perkembangan dunia digital saat ini
umumnya menggunakan modal yang relatif memberikan stimulus bagi lembaga keuangan
rendah. Menurut Tambunan (2011) UMK banyak nonbank untuk memberikan layanan pinjaman
yang didirikan oleh individu atau rumah tangga secara online dengan proses yang lebih cepat
miskin karena tidak mendapatkan kesempatan dibandingkan perbankan dan tanpa agunan.
kerja yang lebih baik. Maka, pengembangan Namun, kendala yang dihadapi pelaku UMK untuk
UMK merupakan salah satu solusi mengurangi mengakses kredit tersebut adalah bunga yang
pengangguran sekaligus kemiskinan. sangat tinggi. Disisi lain, sistem pembiayaan saat
ini mulai mengarah ke sistem financial technology
Dalam mengembangkan usaha, UMK
(fintech). Dalam penyaluran pembiayaannya,
harus meningkatkan kapasitas produksinya
fintech tidak lagi melalui perantara, namun
yang tentunya memerlukan modal yang tidak
langsung ke pihak peminjam. Ke depan, sistem
sedikit. Minimnya permodalan dan rendahnya
ini akan terus menjadi tren karena penyalurannya
kemampuan serta pengetahuan sumber daya
dianggap lebih mudah. Meskipun terdapat
manusia (SDM) dalam mengelola usaha, membuat
berbagai jenis sumber pembiayaan formal di
UMK belum mampu mengimbangi perubahan
luar bank, akses UMK terhadap kredit masih
selera konsumen dan belum berdaya saing global
cukup rendah, hanya sekitar 13% UMK yang
(LPPI dan BI, 2015). Hal ini terkadang membuat
memperoleh kredit dari lembaga keuangan formal
mayoritas UMK beroperasi dalam waktu yang
(BPS, 2018).
relatif tidak lama, yaitu kurang dari 10 tahun.
Masalah permodalan dan akses terhadap sumber Dalam RPJMN 2015-2019, peningkatan akses
pembiayaan merupakan masalah yang paling pembiayaan dan perluasan skema pembiayaan
krusial (Rachbini, 1994). Berdasarkan hasil bagi UMKM adalah salah satu arah pembangunan
SE2016, lebih dari 66% UMK menyatakan untuk meningkatkan daya saing usaha (Bappenas,
memiliki kendala permodalan. Angka ini lebih 2010). Dengan demikian, analisis aksesibilitas
tinggi dibandingkan permasalahan-permasalahan permodalan menjadi sangat penting untuk
lainnya, seperti adanya pesaing usaha, pemasaran, dilakukan sebagai upaya untuk mengidentifkasi
bahan baku, infrastruktur, tenaga kerja, BBM, apakah program dan kebijakan pemerintah telah
peraturan dan birokrasi pemerintah. memberikan hasil positif bagi UMK. Selain
itu juga, perlu diidentifkasi faktor-faktor yang

68 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 27, No. 1, 2019


memengaruhi rendahnya akses terhadap lembaga golongan kelas bawah yang bisa jadi sangat
keuangan formal. Lembaga keuangan formal kurang pengetahuannya akan sumber informasi
yang dimaksud adalah lembaga keuangan bank mengenai program-program pemerintah terkait
maupun nonbank. pembiayaan usaha mikro kecil atau segala
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis informasi dari lembaga keuangan formal terkait
faktor-faktor yang memengaruhi aksesibilitas pinjaman usaha. Dampaknya apa yang selama
UMK terhadap lembaga keuangan formal di ini diusahakan oleh pemerintah baik melalui
Provinsi Sumatera Barat. Untuk menganalisis kementerian terkait maupun yang bekerjasama
faktor-faktor yang memengaruhi aksesibilitas dengan lembaga keuangan formal terasa masih
permodalan digunakan metode regresi logistik kurang mampu mengangkat performa UMK.
berdasarkan data SE2016 terhadap 40.094 UMK Menurut penelitian International Finance
terpilih. Hasil penelitian ini diharapkan dapat Corporation (2016), pengusaha perempuan
memberikan kontribusi terhadap para penentu memiliki tingkat gagal bayar (default rate) yang
kebijakan dalam memprioritaskan arah program lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki.
pembangunan dalam rangka mengembangkan Hasil riset International Finance Corporation
UMK yang berdaya saing global. juga menunjukkan jika pengusaha perempuan
menganggap usahanya sangat menguntungkan
KERANGKA TEORITIS dibandingkan dengan laki-laki. Terlebih lagi,
terdapat argumen jika perempuan lebih disiplin
Tinjauan Pustaka dalam pengembalian kredit dibanding laki-
laki (Remenyi, 2000). Studi yang lain juga
Konsep aksesibilitas pada sumber kredit tertentu
menunjukkan hal demikian, diantaranya Panjaitan
mengikuti konsep yang diberikan oleh Diagne
et al. (1999), menyatakan tingkat pengembalian
dan Zeller (2001). Diagne dan Zeller (2001)
kredit mikro untuk perempuan di Indonesia
menyatakan bahwa individu atau rumah tangga
sebesar 91%, sedangkan laki-laki hanya 80%.
dikatakan memiliki akses kepada sumber kredit
Oleh sebab itu, penyaluran kredit terhadap
tertentu, jika mampu meminjam dari sumber
perempuan salah satunya untuk mencegah kredit
tersebut, meskipun karena berbagai alasan
macet.
memilih untuk tidak meminjam. Analisis faktor-
faktor yang memengaruhi aksesibilitas kredit Belum optimalnya peran koperasi termasuk
dilakukan dengan membedakan pelaku UMK lembaga keuangan formal lainnya, menyebabkan
yang memiliki akses kepada kredit dengan pelaku pelaku UMK menggantungkan sumber dana
UMK yang tidak memiliki akses. Aksesibilitas dari rentenir. Subandi (2007) menambahkan jika
pada sumber daya modal disini lebih ditekankan sebagian pengelola koperasi belum memiliki
kepada lembaga keuangan formal baik lembaga kepekaan bisnis maka akan berdampak pada
keuangan bank maupun non bank. Pelaku UMK pengembangan usaha koperasi itu sendiri dan juga
yang dimaksud adalah pengusaha yang memiliki dapat menghambat penyaluran kredit UMK. Adam
usaha berskala mikro dan kecil. Usaha berskala (2018) menyatakan bahwa pelibatan koperasi
mikro dan kecil (UMK) merupakan usaha membuka peluang terjadinya peningkatan
produktif milik perorangan dan/atau badan usaha jangkauan KUR untuk sektor produktif dengan
perorangan yang memiliki jumlah tenaga kerja distribusi yang lebih merata.
satu sampai sembilan belas orang (BPS, 2018). Secara umum, karakteristik usaha menjadi
UMK khususnya usaha mikro mempunyai faktor yang dominan yang menentukan aksesibilitas
ciri jika tempat usahanya tidak selalu menetap, permodalan suatu usaha. Hasil kajian Haryani
sewaktu-waktu dapat berpindah tempat. Jenis dan Mulyaqin (2013) menunjukkan sebagian
barang/komoditi pun tidak selalu tetap, sewaktu- besar petani padi sawah di Provinsi Banten
waktu dapat berganti (Bank Indonesia, 2014). menggunakan modal usaha yang bersumber
Terkadang terjadi perubahan jenis aktivitas dari modal sendiri atau dengan pinjaman dari
yang cukup cepat. Sudah menjadi fakta bahwa lembaga keuangan informal. Sementara pinjaman
sebagian besar pelaku UMK adalah masyarakat dari lembaga keuangan formal, seperti bank dan

Analisis Aksesibilitas Permodalan ... (Rita Diana) │ 69


program kredit pemerintah kurang dapat diakses usaha yang telah melakukan ekspor pasti memiliki
dengan optimal. Faktor lain yang memengaruhi cash flow keuangan yang lebih baik dibandingkan
aksesibilitas petani terhadap sumber permodalan usaha yang memiliki market share domestik.
adalah karakter petani, pendidikan petani, Kondisi lain yang mendukung kemudahan akses
keberadan agunan, keanggotaan kelompok tani, kredit perbankan diantaranya skala usaha. Usaha
pengalaman pinjaman sebelumnya, prosedur/ skala menengah memiliki peluang yang paling
persyaratan skema kredit, kebijakan dan sosialisasi besar untuk mengakses pembiayaan ke perbankan.
kredit, serta fasilitator pembiayaan. Pendidikan Usaha skala menengah memiliki kepercayaan
akan meningkatkan kemampuan pengusaha dalam yang lebih besar dibandingkan usaha skala mikro
memahami prosedur kredit yang dikeluarkan oleh dan kecil, karena telah memiliki jumlah aset dan
lembaga penyalur kredit. Persyaratan pembiayaan omset lebih besar.
dari lembaga penyalur kredit terkadang sulit Di sisi lain, UMKM dengan umur usaha
dipahami oleh sebagian pengusaha kecil sehingga lebih dari 10 tahun akan lebih mudah mengakses
menjadikan mereka sulit mengakses skema kredit pembiayaan ke perbankan. Hal ini dimungkinkan
yang diinginkan. terjadi karena semakin lama perusahaan beroperasi,
Hal lain yang penting adalah kemitraan. maka usaha yang berjalan akan dianggap lebih
Pengusaha yang sudah bergabung dengan persisten terhadap perubahan negatif yang
kelompok usaha tertentu mempunyai peluang memengaruhi operasional perusahaan. Penelitian
lebih besar untuk dapat mengakses permodalan lain dari Wedelia et al. (2017) mempertegas
terutama kredit program maupun bantuan penemuan pada penelitian sebelumnya bahwa
permodalan pemerintah. Dalam penelitiannya, tingkat pendidikan, kepemilikan aset, dan posisi
Adinirekso (2011) menyatakan bahwa selain pengusaha sebagai pengelola memiliki pengaruh
gender, faktor nonkeuangan yang memengaruhi yang nyata serta positif terhadap pembiayaan
akses modal UMK adalah keberadaan relasi formal di Kabupaten Bogor. Pengusaha industri
atau mitra kerja, seperti supplier barang input. pangan yang memiliki aset lebih besar dari 50 juta
Semakin lama UMKM memiliki relasi ke supplier, akan memiliki peluang aksesibilitas yang lebih
maka akses ke perbankan semakin mudah. besar pada sumber pembiayaan formal.
Implikasinya, upaya-upaya pengembangan Secara garis besar, aksesibilitas permodalan
UMKM bisa difokuskan pada pengembangan dipengaruhi oleh karakteristik usaha dan
keahlian pengusaha UMKM dalam komunikasi juga cakupan jaringan usaha serta informasi.
dan informasi untuk mengembangkan networking Karakteristik usaha secara detil dapat didekati dari
yang kuat. Badriyah (2009) menyatakan bahwa beberapa variabel yaitu pendidikan pengusaha,
perlu ada pihak ketiga seperti mitra yang gender pengusaha, usia usaha, skala usaha,
menjembatani pihak bank sebagai pemberi kredit pengalaman akses kredit, serta sertifikasi usaha.
dengan pelaku UMK. Sedangkan, cakupan jaringan usaha dan informasi
Penelitian lain terkait akses usaha mikro menggunakan pendekatan variabel antara lain
kecil dan menengah terhadap permodalan di Jawa keanggotaan asosiasi, keanggotaan koperasi,
Timur menyatakan bahwa terdapat hubungan pengalaman kemitraan, cakupan penjualan, dan
positif dan signifikan atas karakteristik UMK penggunaan internet.
terhadap akses kredit perbankan. Karakteristik
tersebut antara lain market share produk usaha, Model Regresi Logistik
sektor dan skala usaha, lama usaha beroperasi, dan
status kepemilikan usaha (Poernamasari, 2015). Model regresi logistik termasuk dalam model
Probabilitas UMKM yang memiliki jangkauan linier umum (generalized linear models). Model
bisnis hingga ke luar negeri lebih besar untuk linier uum merupakan pengembangan dari
mendapatkan kredit perbankan dibandingkan model linier klasik. Pada model linier umum
UMKM yang hanya memiliki market share di komponen acak tidak harus mengikuti distribusi
lingkup lokal/daerah maupun nasional. Hal ini normal, tapi harus termasuk dalam distribusi
disebabkan perbankan memiliki pendapat bahwa keluarga eksponensial. Distribusi Bernoulli
termasuk dalam salah satu dari distribusi keluarga

70 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 27, No. 1, 2019


eksponensial. Menurut Kleinbaum (1994) regresi sampel untuk Provinsi Sumatera Barat adalah
logistik merupakan pendekatan model matematika 40.094 UMK. Metode yang dipergunakan untuk
yang dapat digunakan untuk menjelaskan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
hubungan antara beberapa variabel prediktor aksesibilitas permodalan adalah metode regresi
terhadap variabel respon yang bersifat dikotomus logistik. Objek penelitian dari estimasi model ini
atau biner. Model regresi logistik merupakan adalah para pelaku usaha UMK.
bentuk regresi nonlinear, maka perlu dilakukan Variabel yang digunakan untuk menganalisis
transformasi untuk memudahkan dalam estimasi faktor-faktor yang memengaruhi aksesibilitas
parameter. Salah satu bentuk transformasi yang permodalan terdiri dari dua jenis, yaitu variabel
dapat digunakan adalah model transformasi logit respon/terikat berupa pelaku UMK mengajukan
yang dirumuskan sebagai berikut: kredit ke lembaga keuangan formal, baik
yang diterima maupun yang ditolak, serta
mereka yang memerlukan kredit namun tidak
 π( x ) 

g( x =
) ln   β 0 + β1 X
= (1) mengajukan karena berbagai alasan. Sedangkan,
 1 − π ( x )  variabel prediktor/bebas diantaranya keanggotaan
Selanjutnya model regresi logistik dapat dituliskan koperasi, kemitraan dengan perusahaan lain,
dalam bentuk: keberadaan laporan keuangan, adanya rencana
pengembangan, nilai aset, nilai omset, jenis
kelamin, status lokasi usaha (perkotaan/

exp ( g( x ) ) perdesaan), skala usaha, lama usaha berdiri, dan

Y ) π=
E(= ( x) (2) tingkat pendidikan pengelola usaha (perguruan
1 + exp ( g( x ) ) tinggi). Variabel prediktor/bebas yang digunakan
bersumber dari penelitian-penelitian sebelumnya,
Metode untuk estimasi parameter model yaitu Remenyi (2000); Adam (2018); Haryani
digunakan metode maximum likelihood estimation dan Mulyaqin (2013); Adinirekso (2011);
(Hosmer dan Lemeshow, 2000). Model regresi Poernamasari (2015); dan Wedelia et al. (2017).
logistik diuji secara simultan/serentak maupun Dengan demikian, spesifikasi model regresi
secara parsial. Uji simultan dapat dilakukan logistik yang digunakan dalam penelitian ini
dengan menggunakan likelihood ratio test, adalah sebagai berikut:
sedangkan uji parsial dapat dilakukan dengan
menggunakan statistik uji Wald (Casella dan Yi* =+ β 0 β1 X 1 j + β 2 X 2 j + β3 X 3 j + β 4 X 4 j + β5 X 5 j + β 6
Berger,2002). Salah satu uji yang dapat digunakan
untuk menguji =+β0 βmodel
Yi*kesesuaian β2X 2logistik
X +regresi
1 1j j
+ β3X 3 j + β 4 X 4 j + β5X 5 j + β6 X 6 j + β7 X 7 j + β8 X 8 j + β9 X 9 j + β10 X
adalah Uji Hosmer-Lemeshow (Hosmer dan
Lemeshow, 2000). + β7 X 7 j + β8 X 8 j + β9 X 9 j + β10 X 10 j + β11 X 11 j + u i
Odds ratio adalah analisis tambahan yang
difasilitasi oleh model regresi logistik. Odds
dan Yi =1 jika Yi* > 0
ratio merupakan ukuran untuk mengetahui resiko
kecenderungan terjadinya kejadian tertentu antara Yi =1 jika sebaliknya.
kategori satu dengan kategori yang lain dalam satu Dimana, β0 , β i = nilai parameter yang diduga
peubah (Agresti, 1990 dan Kleinbaum, 1994). dan dan u i adalah galat acak.
dengan memasukkan nilai π ( x) maka diperoleh i = variabel-variabel yang menjelaskan
nilai OR = e β1 atau ln OR = β1 . aksesibilitas terhadap permodalan,
yang terdiri dari:
METODE PENELITIAN X1 = dummy keanggotaan koperasi,
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah D = 1 jika UMK sedang menjadi
data hasil Sensus Ekonomi Lanjutan tahun 2016 anggota koperasi, D=0 jika UMK
(SE2016-Lanjutan) yang dilaksanakan oleh Badan sedang tidak menjadi anggota
Pusat Statistik (BPS). Pada tahun 2017, jumlah koperasi,

Analisis Aksesibilitas Permodalan ... (Rita Diana) │ 71


X2 = dummy kemitraan 1,…,40094
dengan perusahaan lain, p = jumlah variabel yang
D=1 jika UMK pernah menjelaskan aksesibilitas
menjalin kemitraan dengan terhadap permodalan
perusahaan lain, D=0 Yi = pengusaha memiliki akses
jika UMK tidak pernah terhadap lembaga keuangan
menjalin kemitraan dengan formal
perusahaan lain Yi = pengusaha tidak memiliki
X3 = dummy keberadaan laporan akses terhadap lembaga
keuangan, D=1 jika UMK keuangan formal.
mempunyai laporan keuan- Nilai β diestimasi dengan menggunakan metode
gan, D=0 jika UMK tidak maximum likelihood. Untuk menguji kesesuaian
mempunyai laporan keuan- model secara simultan dari seluruh parameter
gan yang ada, digunakan likelihood ratio chi-square
X4 = dummy adanya rencana dengan hipotesis H0: β= β=  = β= 0 atau
1 2 p
pengembangan, D=1 jika tidak ada pengaruh X 1 , X 2 , , X p terhadap
UMK mempunyai rencana variabel respon/terikat dan hipotesis H1: minimal
pengembangan usaha, D=0 ada satu β i ≠ 0 ,i = 1 , 2, , p atau minimal
jika UMK tidak mempun- ada satu pengaruh X i terhadap variabel respon/
yai rencana pengembangan terikat. Hipotesis nul (H0) ditolak jika nilai p-value
usaha kurang dari nilai signifikansi a=0,05 (Casella dan
X5 = dummy nilai aset, D=1 jika Berger, 2002).
UMK memiliki aset < Rp.50 Untuk menguji parameter mana dari β i yang
juta, D=0 jika UMK memi- tidak signifikan atau untuk menguji keberartian
liki aset ≥ Rp.50 juta parameter β i secara parsial dapat digunakan
X6 = nilai omset (ribu rupiah) statistik uji Wald dengan hipotesis H0: β i = 0 dan
X7 = dummy jenis kelamin, D=1 hipotesis H1: β i ≠ 0 ,i =
1 , 2, , p . Hipotesis nul
jika pengusaha berjenis (H0) ditolak jika nilai p-value kurang dari nilai
kelamin laki-laki, D=0 jika signifikansi a=0,05 (Casella dan Berger, 2002).
pengusaha berjenis kelamin Selanjutnya untuk menguji kelayakan model (uji
perempuan goodness of fit) atau untuk menentukan apakah
X8 = dummy status lokasi usaha, model yang dibentuk sudah tepat digunakan uji
D=1 jika lokasi UMK di Hosmer-Lemeshow dengan hipotesis H0: model
cukup memenuhi atau sesuai (fit) dengan data dan
daerah perkotaan, D=0
hipotesis H1: model tidak memenuhi atau tidak
jika lokasi UMK di daerah
sesuai dengan data. Hipotesis nul (H0) diterima
perdesaan
jika nilai p-value lebih dari nilai signifikansi
X9 = dummy skala usaha, D=1
a=0,05 (Casella dan Berger, 2002).
jika berskala mikro, D=0
jika berskala kecil
X10 = lama usaha berdiri (tahun) HASIL DAN PEMBAHASAN
X11 = tingkat pendidikan pengelola Analisis Deskriptif
UMK, D=1 jika lokasi UMK Masalah permodalan merupakan masalah
di daerah perkotaan, D=0 yang pada umumnya dirasakan oleh pelaku
jika lokasi UMK di daerah usaha khususnya usaha UMK. Lader (1996)
perdesaan juga menyatakan bahwa salah satu masalah
j = jumlah sampel yang di- penting yang dihadapi usaha kecil adalah akses
gunakan, dimana j = pada modal. Sumber keuangan yang kurang

72 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 27, No. 1, 2019


memadai dapat menjadi kendala yang nyata bagi UMK di Provinsi Sumatera Barat menyatakan
pengembangan usaha kecil. Cook dan Nixon memiliki kendala usaha dalam permodalan
(2000) juga menyatakan bahwa meskipun usaha (Tabel 1). Kendala ini tentunya akan dapat
kecil memiliki peran yang besar dalam proses menghambat pelaku UMK untuk melakukan
pembangunan di banyak negara berkembang, ekspansi usahanya. Permasalahan lain yang juga
namun pengembangan usaha kecil selalu dibatasi cukup banyak dihadapi oleh pelaku UMK dalam
oleh sumber daya keuangan yang belum memadai pengembangan usahanya adalah adanya pesaing
untuk memenuhi berbagai kebutuhan operasional sebanyak 50,62%, pemasaran sebanyak 37,86%
dan investasi. dan bahan baku/barang dagangan sebanyak
Berdasarkan data hasil SE2016-Lanjutan, 16,59%, infrastruktur sebanyak 6,13%, tenaga
ada sekitar 304.528 usaha atau 66,74% pelaku kerja sebanyak 4,73%, dan BBM sebanyak 3,51%.

Tabel 1. Jumlah dan Persentase UMK yang Memiliki Kendala Usaha, Tahun 2017

No. Jenis Kendala Usaha Jumlah UMK Persen


1 Permodalan/likuiditas 304.528 66,74
2 Bahan baku/barang dagangan 75.689 16,59
3 Pemasaran 172.721 37,86
4 Bahan Bakar Minyak (BBM) dan energi 16.036 3,51
5 Infrastruktur (jalan, air, komunikasi, dan lainnya) 27.978 6,13
6 Tenaga kerja 21.582 4,73
7 Peraturan dan birokrasi pemerintah 8.237 1,81
8 Pungutan liar 8.105 1,78
9 Adanya pesaing 230.940 50,62
10 Lainnya 17.003 3,73
Sumber: Hasil olah SE2016-Lanjutan

Membangun suatu usaha tentu memerlukan belum mampu untuk memenuhi kebutuhan kredit
modal awal yang cukup banyak. Berdasarkan hasil terutama karena persyaratan pinjaman dan kondisi
SE2016-Lanjutan, diperoleh informasi bahwa UMK. Keterbatasan penyaluran kredit tersebut
sumber pembiayaan modal awal UMK mayoritas menunjukkan bahwa aksessibilitas pengusaha
berasal dari dompet sendiri, yaitu ada sebanyak UMK pada lembaga keuangan formal masih
495.601 UMK atau 91,48%. Sedangkan, UMK rendah. Hal ini dijelaskan oleh Kuncoro (2008)
yang mengandalkan modal awal dari lembaga dan Bank Indonesia (2010) yang menyatakan
keuangan formal baik bank maupun non bank, bahwa keterbatasan modal yang masih rendah dari
masing-masing hanya mencapai 3,30% dan 1,11% UMK disebabkan karena rendahnya aksessibilitas
(Tabel 2). Kecilnya persentase ini disebabkan industri kecil pada lembaga-lembaga kredit formal
karena akses untuk mendapatkan modal awal ke perbankan, sehingga cenderung menggantungkan
lembaga keuangan masih tidak mudah. Messah pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau
dan Wangai (2011) juga menyatakan bahwa sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat,
bank-bank komersial dan lembaga formal lainnya pedagang perantara, atau rentenir.

Tabel 2. Jumlah dan Persentase UMK Berdasarkan Komposisi Modal Awal Pendirian Usaha, Tahun 2017
Komposisi Modal Awal Pendirian Usaha Jumlah UMK Persen
Milik sendiri > 50% 495.601 91,48
Pinjaman bank > 50% 17.888 3,30
Pinjaman lembaga keuangan Non bank (koperasi, modal ventura) > 50% 5.992 1,11
Pinjaman perorangan, keluarga dan lainnya >50% 22.292 4,11
Sumber: Hasil olah SE2016-Lanjutan

Analisis Aksesibilitas Permodalan ... (Rita Diana) │ 73


Hasil SE2016-Lanjutan, UMK yang pernah pinjaman dari lembaga keuangan terdapat sekitar
menerima kredit dari lembaga keuangan masih 259.126 UMK atau 51,61%. Sedangkan, alasan
sedikit, yaitu sekitar 78.270 UMK atau 13,49%. utama yang membuat pelaku UMK tidak pernah
Sedangkan UMK yang tidak pernah menerima menerima kredit dari lembaga keuangan adalah
kredit dari lembaga keuangan ada 502.074 suku bunga tinggi sebanyak 22,05%, tidak
UMK (Tabel 3). Masih banyaknya UMK yang agunan sebanyak 11,95% tidak tahu prosedur, dan
tidak pernah memperoleh pinjaman/kredit dari prosedur sulit sebanyak 12,24%. Ada juga UMK
lembaga keuangan disebabkan oleh beberapa yang pernah mengajukan kredit tetapi ditolak
alasan. Jumlah UMK yang merasa tidak perlu sebanyak 2,14%.

Tabel 3. Jumlah dan Persentase UMK Terhadap Perolehan Kredit dari Lembaga Keuangan Formal, Tahun 2017

Alasan utama tidak pernah menerima kredit Jumlah UMK Persen


Tidak Tahu prosedur 22.750 4,53
Prosedur sulit 38.733 7,71
Tidak ada agunan 59.997 11,95
Suku bunga tinggi 110.723 22,05
Usulan ditolak 10.745 2,14
Tidak perlu pinjaman dan alasan lainnya 259.126 51,61
Jumlah 502.074 100,00

Sumber: Hasil olah SE2016-Lanjutan

Analisis Faktor-Faktor yang Dalam metode regresi logistik, untuk


Memengaruhi Aksesibilitas Permodalan menguji signifikansi secara simultan atau
pada Lembaga Keuangan Formal di pengaruh secara simultan variabel prediktor/bebas
Provinsi Sumatera Barat terhadap variabel respon/terikat digunakan nilai
likelihood ratio chi-square. Hasil olah data dengan
Hasil pengolahan SE2016-Lanjutan, dapat
menggunakan program SPSS diperoleh nilai
terlihat bahwa permodalan yang berasal dari
likelihood ratio chi-square adalah sebesar 30,47
lembaga keuangan formal baik bank maupun
dengan nilai p-value sebesar 0,029, ini berarti
non bank masih kurang dapat diakses oleh usaha
bahwa nilai p-value kurang dari nilai signifikansi
mikro kecil di Sumatera Barat. Jika sebelumnya
(a =0,05). Oleh karena itu, dapat disimpulkan
disebutkan bahwa permodalan sangat penting
bahwa secara simultan semua variabel prediktor/
bagi kelangsungan kinerja UMK, lantas apa
bebas yang digunakan dalam model ada pengaruh
yang menjadi alasan rendahnya aksesibilitas
signifikan terhadap aksesibilitas permodalan.
permodalan UMK tersebut. Penyebabnya
Untuk melihat pengaruh variabel prediktor/
sangat beragam. Identifikasi ini pada akhirnya
bebas secara parsial digunakan uji Wald yang
akan menghasilkan faktor-faktor aksesibilitas
ditunjukkan dengan nilai Z. Hasil uji Wald,
permodalan yang dipengaruhi oleh variabel
diperoleh nilai p-value masing-masing variabel
keanggotaan koperasi, kemitraan dengan
prediktor/bebas kurang dari nilai signifikansi
perusahaan lain, keberadaan laporan keuangan,
(a =0,05). Maka, dapat disimpulkan bahwa
adanya rencana pengembangan, nilai aset,
secara parsial semua variabel prediktor/bebas
nilai omset, jenis kelamin, status lokasi usaha
berpengaruh signifikan terhadap aksesibilitas
(perkotaan/perdesaan), skala usaha, lama usaha
permodalan. Hasil uji Wald model aksesibilitas
berdiri dan tingkat pendidikan pengelola usaha,
permodalan dapat dilihat pada Tabel 4.
yang mana metode pemodelan digunakan metode
regresi logistik. Selanjutnya, dilakukan uji kelayakan model
(uji goodness of fit) untuk menentukan apakah

74 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 27, No. 1, 2019


model yang dibentuk sudah tepat atau tidak. Uji p-value melebihi nilai signifikansi (a =0,05) dan
ini dilakukan dengan menggunakan uji Hosmer- gagal menolak hipotesis nul (H0). Oleh karena
Lemeshow. Hasil uji goodness of fit dengan itu, dapat disimpulkan bahwa model aksesibilitas
menggunakan statistik uji Hosmer-Lemeshow permodalan yang dipengaruhi oleh variabel-
diperoleh nilai chi-square sebesar 11,91 dengan variabel prediktor sudah cukup memenuhi.
p-value sebesar 0,1553, ini berarti bahwa nilai

Tabel 4. Nilai Odds Ratio (OR) Model Aksesibilitas Permodalan di Provinsi Sumatera Barat

No. Variabel yang berpengaruh Estimate OR SE Z-value Pr(>|z|)


1 Konstanta -1,386 0,250 0,059 -23,456 0,000
2 Keanggotaan koperasi 1,245 3,472 0,063 19,738 0,000
3 Mitra dengan usaha lain 0,171 1,187 0,053 3,253 0,001
4 Rencana pengembangan usaha 0,493 1,637 0,032 15,612 0,000
5 Laporan keuangan -0,571 0,565 0,067 -8,555 0,000
6 Status lokasi usaha -0,248 0,780 0,032 -7,807 0,000
7 Nilai omset -0,325 0,723 0,041 -7,879 0,000
8 Nilai asset -0,596 0,551 0,034 -17,627 0,000
9 Lama usaha beroperasi -0,014 0,986 0,002 -8,483 0,000
10 Jenis kelamin pelaku usaha 0,201 1,222 0,032 6,231 0,000
11 Skala usaha 0,430 1,537 0,049 8,776 0,000
12 Tingkat pendidikan pelaku usaha (PT) -0,497 0,608 0,049 -10,102 0,000

Sumber: Hasil olah SE2016-Lanjutan


Catatan: OR= Odds Ratio; SE= Standar Error

BerdasarkanTabel 1, diperoleh nilai odds tercantum dalam Undang-Undang RI Nomor 25


ratio masing-masing variabel yang berpengaruh tahun 1992 tentang Perkoperasian dalam pasal 44,
dalam memperoleh akses yang lebih besar sehingga dapat menjamin akses langsung terhadap
terhadap permodalan dari lembaga keuangan permodalan.
formal di Provinsi Sumatera Barat. Faktor Azriani (2014) juga menyatakan bahwa
utama yang memberikan kontribusi dan harus bentuk lembaga pembiayaan yang diharapkan
diperhatikan dalam mendapatkan akses yang oleh pengusaha Industi Kecil dan Rumah Tangga
lebih besar terhadap permodalan dari lembaga (IKRT) nonpangan paling banyak adalah koperasi.
keuangan formal di Provinsi Sumatera Barat, Koperasi dirasakan lebih bisa memenuhi kebutuhan-
yaitu keanggotaan koperasi. UMK yang menjadi kebutuhan yang diinginkan oleh pengusaha
anggota koperasi memiliki peluang tiga kali lebih IKRT nonpangan, seperti pemenuhan kebutuhan
besar untuk mendapatkan akses permodalan bahan baku, pemenuhan kebutuhan modal, dan
dari lembaga keuangan formal dibanding usaha pemenuhan kebutuhan pemasaran produknya.
yang bukan anggota koperasi. Umumnya usaha- Fatimah dan Darna (2011) mengungkapkan
usaha yang menjadi anggota koperasi memiliki bahwa UMK yang merupakan anggota atau yang
cakupan usaha yang lebih luas, manajemen tergabung dalam wadah koperasi 50 persennya
usaha yang lebih baik karena dipantau oleh memperoleh bantuan modal bersumber dari
koperasi yang menaunginya, sehingga lembaga koperasi tersebut. Namun, sayangnya masih
keuangan formal melihat ini sebagai sebuah banyak UMK di Sumatera Barat yang tidak mau
kelebihan yang menjadikannya layak untuk menjadi anggota koperasi. Berdasarkan hasil
mendapatkan suntikan modal. Selain itu, koperasi SE2016-Lanjutan tercatat sebanyak 96,30% UMK
juga umumnya memberikan layanan simpan yang tidak menjadi anggota koperasi. Hal ini
pinjam kepada para anggotanya. Hal ini sudah perlu jadi perhatian pemerintah pusat dan daerah

Analisis Aksesibilitas Permodalan ... (Rita Diana) │ 75


terutama dinas koperasi untuk memberikan tidak punya kemitraan dengan perusahaan lain.
pengarahan terkait keuntungan menjadi anggota Hasil analisis ini sejalan dengan hasil penelitian
koperasi. Adinirekso (2011) dan Badriyah (2009). Selain
Berdasarkan estimasi dengan regresi logistik itu, Zhao, et al. (2006), Fatoki dan Smit (2011)
diketahui bahwa aksesibilitas kredit dari lembaga juga mengungkapkan bahwa relationship dan
keuangan formal untuk UMK yang berlokasi networking memengaruhi kemampuan usaha kecil
di wilayah perdesaan lebih tinggi peluangnya untuk mengakses kredit perbankan.
dari UMK yang berlokasi di wilayah perkotaan. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa
Meskipun pemerintah saat ini memperluas akses UMK yang memiliki laporan keuangan justru
permodalan baik di perkotaan dan pedesaaan, memiliki peluang untuk menerima kredit lebih
namun khusus untuk daerah perdesaan, pemerintah kecil dari UMK yang tidak memiliki laporan
memprogramkan pembangunan bank khusus keuangan (nilai odds ratio kurang dari 1). Hal
UMKM dan koperasi untuk mempermudah akses ini bisa disebabkan oleh beberapa hal. Pertama,
usaha di pedesaan. Hal ini diamanatkan dalam sumber kredit yang dicakup dalam publikasi
RPJMN 2015-2019. ini termasuk Lembaga Keuangan Bukan Bank
UMK yang memiliki rencana pengembangan (LKBB). LKBB seperti koperasi dan pegadaian
usaha memiliki peluang hampir dua kali lebih tidak mengharuskan pengusaha UMK untuk
besar untuk mendapatkan akses permodalan dari memiliki laporan keuangan. Kedua, UMK yang
lembaga keuangan formal ketimbang usaha lain memiliki laporan keuangan belum tentu diterima
yang tidak ada rencana pengembangan usaha. pengajuan kreditnya karena bank tetap akan
Dengan adanya rencana pengembangan usaha melakukan analisis laporan keuangan usahanya.
maka lembaga donor melihat hal tersebut sebagai Bagi usaha yang kondisi keuangannya tidak
sinyal positif bahwa uang atau modal yang memungkinkan untuk mendapatkan kredit bisa
diberikan kepada UMK akan digunakan untuk ditolak pihak bank yang bersangkutan. Hasil
kepentingan pengembangan usaha atau sebagai analisis data UMK Sumatera Barat, hampir semua
pinjaman produktif. Hal yang sebaliknya, jika UMK tidak memiliki laporan keuangan, yaitu
tidak ada jaminan tersebut maka kemungkinan sekitar 94,20%. Hal ini terjadi karena UMKM
penyalahgunaan kredit yang diterima akan tidak dibiasakan untuk melakukan pencatatan dan
semakin besar yang tidak menutup kemungkinan penyusunan laporan keuangan sebagai gambaran
akan berujung pada ketidakmampuan UMK dalam kegiatan usaha dan posisi keuangan perusahaan
berkembang dan melunasi kredit yang mereka (Marbun, 1997). Kebutuhan akan pengadaan
dapatkan. Hal ini sesuai dengan hasil analisis catatan laporan keuangan ini dianggap hanya
terhadap data UMK Sumatera Barat. Pengusaha membuang-buang waktu dan biaya (Pinasti,
yang berencana untuk mengembangkan bisnisnya 2007). Berdasarkan data dari sejumlah UMK yang
terdapat sekitar 42,89%, sedangkan sisanya tidak memiliki laporan keuangan tersebut, maka
tidak punya rencana pengembangan usaha. Dari yang memiliki akses pada lembaga keuangan
sejumlah pengusaha yang memiliki rencana formal adalah sekitar 13,66%. Sedangkan, pada
pengembangan usaha, maka yang memiliki pengusaha yang memiliki rencana pengembangan
akses pada lembaga keuangan formal adalah usaha hanya 10,60% yang memiliki akses pada
sekitar 17,42%. Sedangkan, pengusaha yang lembaga keuangan formal.
tidak memiliki rencana pengembangan usaha UMK yang memiliki aset dan omset yang
hanya 10,53% yang memiliki akses pada lembaga besar memberikan pengaruh terhadap akses
keuangan formal. permodalan. Aset usaha UMK adalah salah satu
Faktor lain yang secara positif memengaruhi faktor krusial karena hal ini sangat terkait dengan
kemungkinan UMK mendapatkan bantuan modal usaha. Begitu juga dengan omset, UMK
modal dari lembaga keuangan formal adalah yang memiliki omset yang besar juga memberikan
adanya pengalaman dalam menjalin kemitraan pengaruh terhadap akses permodalan karena
dengan dengan perusahaan-perusahaan besar. kinerja UMK yang baik diukur dari tingkat laba
Peluangnya satu kali lebih besar dari UMK yang usaha yang dipengaruhi oleh tingkat penjualan

76 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 27, No. 1, 2019


(omset). Hall et al. (2004) dan Isaac et al. (2011) juga menunjukkan bahwa ada hubungan positif
juga menyatakan bahwa struktur aset dan nilai antara skala usaha dan umur usaha dengan sumber
aset, profitabilitas, pertumbuhan dan resiko pembiayaan terutama perbankan. Hasil studi
akan memengaruhi aksessibilitas usaha kecil Thanh (2011), Isaac et al. (2011) dan Musamali
pada sumber pembiayaan. Azriani (2014) dan dan Tarus (2013) juga menunjukkan bahwa skala
Wedelia et al. (2017) juga menyatakan bahwa usaha dan umur usaha menentukan akses pemilik
pengusaha IKRT yang memiliki asset yang lebih usaha kecil pada sumber pembiayaan. Usaha
besar akan memiliki peluang akses yang lebih yang lebih besar akan memiliki agunan yang
besar pada sumber pembiayaan formal. Hasil cukup untuk digunakan sebagai jaminan dalam
analisis ini sesuai dengan data UMK Sumatera mengakses kredit dan perusahaan yang telah
Barat. Pengusaha yang memiliki aset diatas beroperasi lama akan memiliki reputasi yang telah
Rp.50 juta adalah sebesar 27,88%, sedangkan dibangun selama bertahun-tahun.
sisanya merupakan pengusaha yang memiliki Jika dilihat dari profil UMK, faktor pendukung
aset kecil atau sama dengan Rp.50 juta. Data yang memengaruhi aksesibilitas permodalan yaitu
menunjukkan dari pengusaha yang memiliki jenis kelamin pelaku UMK, tingkat pendidikan
aset diatas Rp.50 juta, yang memiliki akses pada pelaku UMK, dan lama beroperasinya UMK.
lembaga keuangan formal adalah sekitar 19,88%. Pengusaha UMK yang berjenis kelamin laki-laki
Sedangkan, pengusaha yang memiliki aset Rp.50 memiliki peluang lebih besar dalam memperoleh
juta kebawah hanya 11,02% yang memiliki akses kredit dibandingkan perempuan. Hal ini sejalan
pada lembaga keuangan formal. dengan hasil studinya Nkuah et al. (2013) tentang
Hasil dari model aksesibilitas dengan pembiayaan usaha kecil di Ghana menemukan
metode regresi logistik diperoleh faktor lain yang bahwa pemilik berjenis kelamin laki-laki memiliki
juga berpengaruh, yaitu skala usaha dan lama aksessibilitas yang lebih besar dibandingkan
beroperasi (umur usaha). Semakin besar skala pemilik berjenis kelamin perempuan. Hasil
usaha tersebut, maka akan semakin besar pula analisis ini sesuai dengan data UMK Sumatera
peluang mendapatkan kucuran modal usaha dari Barat. Pemilik UMK yang berjenis kelamin
lembaga keuangan formal. Peluang skala usaha laki-laki memiliki akses pada lembaga keuangan
kecil untuk mendapatkan akses permodalan dari formal sekitar 15,21%, sedangkan pemilik UMK
lembaga keuangan formal hampir dua kali lebih yang perempuan hanya 11,89% yang memiliki
besar ketimbang usaha lain yang berskala mikro. akses pada lembaga keuangan formal.
Selanjutnya, jika dilihat dari sisi lama tahun Berdasarkandata SE2016-Lanjutan, secara
beroperasi UMK secara komersial, semakin lama umum kualitas pendidikan pengelola UMK
usia suatu usaha tersebut, maka akan semakin masih rendah. Sekitar 87,46% pengelola UMK
besar pula peluang mendapatkan kucuran modal berpendidikan dibawah SLTA, hanya sekitar
usaha dari lembaga keuangan formal. Tentu saja 12,54% pengelola UMK yang memiliki tingkat
hal-hal tersebut bukanlah sebuah faktor penentu pendidikan setara Perguruan Tinggi (PT).
bagi UMK dalam usaha mendapatkan kredit usaha Berdasarkan hasil analisis ini, ditemukan bahwa
produktif, tapi lebih sebagai profil seperti apa pengusaha yang tingkat pendidikan dibawah SLTA
kondisi terkini usaha-usaha mikro dan kecil dalam lebih mudah mendapatkan akses modal lembaga
kaitannya dengan akses terhadap permodalan keuangan formal dibandingkan yang memiliki
lembaga keuangan formal. tingkat pendidikan setara perguruan tinggi. Hal
Beberapa penelitian menemukan bahwa ini disebabkan karena pengusaha UMK sebagian
umur usaha atau lama berusaha, skala usaha, besar berasal dari keluarga ekonomi menengah ke
nilai aset, periode operasi usaha, jenis usaha, dan bawah yang pada umumnya memiliki kemampuan
informasi keuangan usaha menentukan akses pada dan pengetahuan (tingkat pendidikan) sumber
sumber pembiayaan (Zhao et al., 2006; Thanh et daya manusia yang masih rendah.
al., 2011; Isaac et al., 2011; Lijun dan Hongan, Upaya untuk meningkatkan aksesibilitas
2011; Musamali dan Tarus, 2013; Nguyen dan UMKM terhadap perbankan juga sudah dilakukan
Luu, 2013). Bukti empiris dari berbagai studi oleh Bank Indonesia melalui regulasi yang

Analisis Aksesibilitas Permodalan ... (Rita Diana) │ 77


mendorong alokasi kredit kepada UMKM. Bank Pelaku UMK yang mayoritas berpendidikan
Indonesia telah mewajibkan bank umum untuk rendah dan memiliki jiwa kewirausahaan yang
memberikan kredit atau pembiayaan kepada rendah perlu diberikan pelatihan, yaitu terkait
UMKM (Peraturan Bank Indonesia Nomor dengan motivasi usaha (jiwa kewirausahaan),
17/12/PBI/2015) tentang Perubahan atas PBI kemampuan manajerial (pemasaran, produksi,
No. 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit SDM, keuangan), dan kemampuan dalam aspek
atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan teknis. Sehingga peran pemerintah dalam hal ini
Teknis dalam Rangka Pengembangan Usaha sangat penting untuk terus mendorong peran serta
Mikro, Kecil dan Menengah. Berdasarkan aturan dan kemajuan koperasi usaha di Sumatera Barat
ini dinyatakan bank wajib memberikan kredit terutama yang mampu memberikan pelayanan
atau pembiayaan UMKM (Pasal 2 ayat 1). Ayat simpan pinjam bagi anggotanya. Berikutnya,
selanjutnya menyebutkan, jumlah kredit atau pembinaan bagi UMK agar mereka memiliki
pembiayaan UMKM paling rendah 20%, dihitung rencana pengembangan usaha yang terpadu perlu
berdasarkan rasio kredit atau pembiayaannya dikembangkan, memberikan pendampingan dan
terhadap total kredit atau pembiayaan. Ketentuan penyuluhan berupa membuat laporan keuangan,
ini sudah diberlakukan BI secara bertahap sejak serta bantuan awal usaha atau meningkatkan
2013. Tidak berlaku serta merta agar perbankan alokasi kredit bagi UMK sehingga setiap UMK
menyiapkan diri dan menyesuaikan dengan memiliki perencanaan yang jelas. Harapannya,
keadaan dan kemampuan. Tahun 2013, bank dengan segala upaya yang sudah dilakukan oleh
hanya diwajibkan memasukkan pemberian kredit pemerintah dalam mengembangkan UMK, ke
ini sebagai rencana bisnis. Dua tahun kemudian, depannya usaha ini akan semakin berkembang
2015, mulai diperintahkan 5% dari total kredit dan mempunyai daya saing global.
bank dialokasikan untuk UMKM. Besaran porsi
ini terus dinaikkan secara bertahap, hingga DAFTAR PUSTAKA
mencapai angka 20% pada akhir tahun sekarang.
Pencapaiannya dihitung setiap tahun dan wajib Adam, L. (2018). Perlibatan Koperasi Dalam
dilaporkan kepada BI secara online, melalui Program KUR: Sebuah Inovasi Kebijakan
Laporan Bulanan Bank Umum atau Laporan Ekonomi dengan peluang dan tantangannya,
Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bank Jurnal Ekonomi dan Pembangunan,
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 26(1), 21-45. http://dx.doi.org/10.14203/
JEP.26.1.2018.21-46.
KESIMPULAN DAN SARAN Adirinekso, G. P. (2011). Akses Usaha Mikro
Kecil dan Menengah ke Perbankan di
Berdasarkanhasil estimasi di atas dapat disimpulkan Kabupaten Gunung Kidul dan Sleman.
bahwa keanggotaan koperasi, perencanaan JRMB, 6, 1-9.
pengembangan usaha, menjalin kemitraan dengan
Azriani, A. (2014). Aksessibilitas dan Partisipasi
perusahaan lain, dan kepemilikan aset serta
Industri Kecil dan Rumahtangga pada
omset merupakan faktor sangat penting bagi
Sumber Pembiayaan dan Pengaruhnya
UMK dalam upaya mendapatkan kepercayaan
terhadap Kinerja Usaha dan Kesejahteraan
lembaga keuangan formal. Selain itu, karakteristik
Rumahtangga di Kabupaten Bogor Jawa
pengusaha dan usaha juga menjadi faktor
Barat. Disertasi. Sekolah Pascasarjana,
pendukung UMK yang berhasil memperoleh
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
kredit, yakni jenis kelamin pengusaha, pendidikan
pengusaha, lokasi usaha, skala usaha dan lama Bappenas. (2014). Rencana Pembangunan
beroperasi. UMK yang pengelolanya laki-laki Jangka Menengah Nasional 2015-2019
dan berpendidikan dibawah SLTA, lokasi di Buku I Agenda Pembangunan Nasional.
perdesaan, beroperasi lebih dari 5 tahun dan Bappenas, Jakarta.
berskala kecil memiliki peluang yang lebih besar BPS. (2018). Potensi Usaha Mikro Kecil Provinsi
untuk memperoleh kredit. Sumatera Barat. BPS Provinsi Sumatera
Barat, Padang.

78 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 27, No. 1, 2019


Badriyah, N. (2009). Peran Intermediasi John Wiley & Sons, Inc., New York.
Perbankan Terhadap Usaha Mikro Kecil doi:10.1002/0471722146.
dan Menengah (UMKM), Jurnal Ekonomi International Finance Corporation. (2016).
Pembangunan, 7(2), 183-208. UKM yang dimiliki Wanita di Indonesia:
Bank Indonesia. (2010). Kajian Akademik Kesempatan Emas untuk Institusi Keuangan
Pemeringkat Kredit Bagi Usaha Mikro, Lokal. Studi Penelitian Pasar. Kerjasama
Kecil dan Menengah di Indonesia. Bank antara International Finance Corporation
Indonesia, Jakarta. dan USAID.
Casella, G. dan Berger, R. (2002). Statistical Isaac, M, M. Blessing, M. Simbarashe, J. Divaris,
Inference. 2nd Edition, Duxbury Press, dan C. Lloyd. (2011). Factors Influencing
Florida. Micro And Small Enterprises’ Access To
Cook, P. dan F. Nixon. (2000). Finance and Finance Since The Adoption Of Multi-
Medium-Sized Enterprise Development. Currency System In Zimbabwe. Journal
Finance and Development Research of Business Management And Economics,
Programme, Working Paper, 14. http:// 2 (6): 217-222. http://www.e3journals.org/
unad.academia.edu/AdejubeWorldgreatest/ JBME.
Papers/. Kleinbaum, D.G. (1994). Logistic Regression A
Darwin (2018). UMKM Dalam Perspektif Self-Learning Text. Springer-Verlag, New
Pembiayaan Inklusif di Indonesia, York. https://doi.org/10.1007/978-1-4757-
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, 4108-7.
26(1), 59-75. http://dx.doi.org/10.14203/ Kuncoro, M. (2008). Pembiayaan Usaha Kecil.
JEP.26.1.2018.59-76 Economic Review, (211).
Diagne, A., dan M. Zeller. (2001). Access to Lader, P. (1996). The public/private partnership,
Credit and Its Impact on Welfare in Malawi. Springs, 35(2): 41-44.
Ressearch Report 116. International Food Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia
Policy Research Institute, Washington. (LPPI) dan Bank Indonesia (BI). (2015).
Fatimah dan Darna. (2011). Peranan Koperasi Profil Bisnis Usaha Mikro, Kecil dan
Dalam Mendukung Permodalan Usaha Kecil Menengah (UMKM). Kerjasama LPPI dan
dan Mikro (UKM), Jurnal Ekonomi dan BI.
Bisnis, Vol.10, No. 2: 127-138 Lijun. P, dan X. Hongan. (2011). The research
Fatoki, O, dan V. A. Smit. (2011). Constraints on the impact factors of small and medium
to Credit Access by New SMEs in South agro-enterprises availability of credit Based
Africa: A Supply-Side Analysis. African on 122 questionnaires on small and medium
Journal of Business Management, 5(4): agro-enterprises in Sichuan province.
1413-1425. Interdisciplinary Journal of Contemporary
Hall, G.C, Hutchinson, P.J. dan Michaelas, Research In Business, 3 (8): 1145-1150.
N. (2004). Determinants of the Capital Marbun, B. N. (1997). Manajemen Perusahaan
Structures of European SMEs, Journal of Kecil. Jakarta: PT. Pustaka Binaman
Busussines Finance Accounting, 31(5/6): Pressindo.
711-280. Messah, O.B, dan Wangai. (2011). Factors that
Haryani, D. dan Mulyaqin, T. (2013). Aksesibilitas Influence the Demand for Credit for Credit
Petani Padi Sawah Terhadap Sumber Among Small-Scale Investors: a Case Study
Permodalan dan Faktor-faktor yang of Meru Central District, Kenya. Research
mempengaruhinya di Provinsi Banten. Journal of Finance and Accounting, 2(2).
Buletin IKATAN 3(2), 22-35. www.iiste.org
Hosmer, D.W. dan Lemeshow, S. (2000). Meryana, E. (2012). Megapolitan Kom-
Applied logistic regression. 2nd Edition, pas. Retrieved from Kompas.com:

Analisis Aksesibilitas Permodalan ... (Rita Diana) │ 79


https://megapolitan.kompas.com/ Rachbini, D. J. (1994). Ekonomi informal
read/2012/03/28/11481062/cides. perkotaan: gejala involusi gelombang
hadapi.kenaikan.harga.bbm.umkm. kedua. LP3ES, Jakarta.
sudah.teruji. Remenyi. (2000). Is There a State of the Art
Musamali, M.M., dan D.K. Tarus. (2013). in Microfinance dalam Microfinance
Does Firm Profile Influence Finan- and Poverty Alleviation: Case Studies
cial Access Among Small and Me- from Asia and the Pacific. Routledge,
dium Enterprises In Kenya?. Asian London.
Economic and Financial Review, Subandi, S. (2007). Kedudukan dan Kiprah
3(6):714-723. Koperasi dalam Mendukung Pember-
Nguyen, N dan N. Luu. (2013). Determi- dayaan UMKM. Jurnal Pengkajian
nants of Financing Pattern and Access Koperasi dan UKM, No 1.
to Formal-Informal Credit: The Case Tambunan, T. T. H. (2011). Development of
of Small and Medium Sized Enter- Micro, Small and Medium Enterprises
prises in Viet Nam. Journal of Man- and Their
agement Research, 5 (2): 240-259. Constraints: A Story from Indonesia.
www.macrothink.org/journal/. Gadjah Mada International Journal
Nkuah, J.K., J.P. Tanyeh, dan Gaeten, K. of Business, 13(1).
(2013). Financing Small And Medium Thanh, V. T, T.C. Tran, V. D. Bui., dan D.
Enterprises (Smes) In Ghana: Chal- C. Trinh. (2011). Small and Medium
lenges And Determinants In Access- Enterprises Access to Finance in Viet-
ing Bank Credit. International Jour- nam. ERIA Research Project Report,
nal of Research In Social Sciences, 2 Jakarta.
(3):12-25. www.ijsk.org/ijrss Wedelia, L., Hutagaol, M. P., dan Daryanto,
Poernamasari, D. W. (2012). Analisis Kara- A. (2017). Aksesibilitas Industri Pan-
kteristik Usaha Terhadap Aksesibili- gan Skala Mikro Kecil Terhadap Sum-
tas Pembiayaan Perbankan Kepada ber Pembiayaan Formal di Kabupaten
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Bogor, Jurnal Agribisnis Indonesia,
di Provinsi Jawa Timur. Universitas 5(1), 27-38.
Indonesia, Jakarta. Zhao, H, W., Wu, dan Chen. X. (2006).
Panjaitan, Rosintan D. M., Drioadisuryo, What Factors Affect Small and
dan Cloud, K. (1999). Gender, Self- Medium-sized Enterprise’s Ability to
Employment and a Micro Credit Pro- Borrow from Bank: Evidence from
gram: An Indonesian Case Study. The Chengdu City, Capital of South-West-
Quarterly Review of Economics and ern China’s Sichuan Province. Work-
Finance, 39 (5), 1999:94-105. ing Papers of the Business Institute
Pinasti, M. (2007). Pengaruh Penyeleng- Berlin, 23.
garaan dan Penggunaan Informasi
Akuntansi Terhadap Persepsi Pen-
gusaha Kecil Atas Informasi Akun-
tansi: Suatu Riset Eksperimen. Sim-
posium Nasional Akuntansi X. Unhas
Makassar.

80 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 27, No. 1, 2019

Anda mungkin juga menyukai