Anda di halaman 1dari 13

22

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MAZHAB HANAFI

A. Sejarah Lahirnya Mazhab Hanafi

Berbicara tentang Mazhab Hanafi kita tidak akan bisa lepas dari nama

imam Abu Hanifah, karena pemikiran beliau yang jenius dan cerdas dalam

ilmu fiqh menjadi cikal bakal lahir dan berdirinya Mazhab Hanafi. Bahkan

sampai Imam Syafi’i berkata “ tidak ada seorang wanita dan laki-laki yang

mengungguli akal Abu Hanifah”.18

1. Riwayat Hidup Abu Hanifah

Imam Abu Hanifah, namanya adalah An-Nu’man bin Zauthi At-

taimi Al- Kufi, kepala suku dari Bani Tamim Bani Tsa’labah. Ada yang

mengatakan bahwa sebab Penamaannya dengan Abu Hanifah adalah kerena

dia selalu membawa tinta yang disebut Hanifah dalam bahasa Irak.19

Menurut suatu riwayat, ia di panggil Abu Hanifah karena ia mempunyai

seorang putra bernama Hanifah. Menurut kebiasaan, nama anak menjadi

nama panggilan bagi ayah dengan memakai nama Abu (Bapak/Ayah),

sehingga ia dikenal dengan sebutan Abu Hanifah20.

18
Prof. Dr. Ali Fikri, Kisah kisah para imam Mazhab, (Yogyakarta, Mitra pustaka, t.th), h.
45.
19
Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf,(Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2007),cet-
1. h, 166.
20
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos, 1997),
h. 95.
22

Imam Abu Hanifah berasal dari keturunan Parsi, ia lahir di Kufah

pada tahun 80 H/767 M, pada saat pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin

Marwan. Ia menjalani hidup di dua lingkungan sosio-politik, yakni dimasa

akhir Dinasti Bani Umayyah dan masa awal Dinasti Abbasiyah21.

Imam Abu Hanifah merupakan salah seorang Tabi’in. beliau cukup

beruntung dapat menyaksikan masa pada saat beberapa sahabat masih hidup

sampai usia muda beliau. Beberapa diantara mereka yang patut dicatat

adalah Anas Ibn Malik (wafat th. 93 H), pembantu Nabi SAW Sahal Ibn

Sa’ad (wafat th. 91 H), dan Abu Tubail Amin Warsilah(wafat th. 100 H),

ketika Abu Hanifah berusia 20 tahun.22

2. Para Guru dan Murid Abu Hanifah

Dalam kehidupan Abu Hanifah benar-benar menggali ilmu

sebenyak-banyaknya. Baliau memilki kelebihan dibidang Teori, Analogi,

dan Logika sehingga beliau dikatakan sebagai tokoh rasional.

Dalam disiplin ilmu syariat, bahasa, sastra serta filsafat beliau bagaikan

lautan yang tak terbendung dan sudah di akui. Dalam bidang ilmu fiqh

beliau sangatlah diakui. Hal ini dapat dilihat dari perkataan imam As-Syafi’i

bahwa manusia berhutang budi pada Abu Hanifah dalam ilmu fiqh.23

21
Huzaemah Tahido Yanggo, Ibid.
22
Khudhari Beik, Tarikh at-Tasyri’ al-Islami, Penterj. Zaid,H. Alhamid, (Pekalongan : Raya
Murah, hlm. 408
23
Prof. Dr. Ali Fikri, op.cit., h. 5.
22

Menurut para ahli sejarah bahwa diantara para guru Imam Abu Hanifah

yang terkenal adalah:

1. Anas bin Malik

2. Abdullah bin Harits

3. Abdullah bin Abi Aufa

4. Watsilah bin Al-Asqa

5. Ma’qil bin Ya’sar

6. Abdullah bin Anis

7. Abu Thafail (Amir bin watsilah)24.

Adapun para ulama yang pernah ia datangi untuk dipelajari ilmu

pengetahuannya sekitar 200 orang yang kebanyakan dari mereka adalah dari

golongan Thabi’in (orang-orang yang hidup setelah masa para sahabat

Nabi), diantara para ulama yang terkenal itu adalah : Imam Atha’ bin Abi

Rabbah (wafat tahun 114 H) dan Imam Nafi’ Maula Ibnu Umar (wafat

tahun 117 H).25

Sedangkan ahli fikih yang menjadi guru beliau yang paling terkenal

adalah Imam Hammad bin Abu Sulaiman (wafat tahun 120 H), Imam Abu

Hanifah berguru ilmu fikih kepada beliau dalam kurun waktu 18 tahun.

Para guru Imam Abu Hanifah yang lainnya adalah : Imam

Muhammad Al-Baqir, Imam Ady bin Tsabit, Imam Abdurrahman bin

Hamzah, Imam Amr bin Dinar, Imam Manshur bin Mu’tamir, Imam

24
Syaikh Ahmad Farid, op.cit. h 180
25
Ibid., h. 6.
22

Syu’bah bin Hajjaj, Imam Ashim bin Abin Najwad, Imam Salamah bin

Kuhail, Imam Qatadah, Imam Rabi’ah bin Abdurrahman, dan lain-lain.26

Adapun murid-muridnya : Al-Hafizh berkata, “ adapun yang

meriwayatkan darinya antara lain : putranya Hammad, Ibrahim bin

Thahmah, hamzah bin Hubaib Az-Ziyat, Zafr bin Al-Huzail, Abu Yusuf Al-

Qadhi, Abu Yahya Al-Hammani, Isa bin Yunus, Waqi’, Yazid bin Zurai’,

Asad bin Jamal Al-Bajali, Hukkam bin Ya’la bin Salam Ar-razi, Kaharijah

bin Mush’ab, Abdul majid bin abi Ruwwad, ali bin Mushir, Muhammad bin

Basyar Al- abdi, Abdurrazzaq, Muhammad bin Hasan Asy-Syibani,

Mush’ab bin Al-Miqdam, Yahya bin Yaman, Abu Ishmah Nuh bin Abi

Maryam, Abi Abdirrahman Al-muqri, Abu Ashim dan yang lain”.27

3. Wafatnya Imam Abu Hanifah

Para ahli sejarah bersepakat bahwa Imam Abu Hanifah meninggal

dunia pada tahun 150 H. Dalam usia ke -70 tahun. Banyak ahli sejarah yang

mengatakan dia meninggal dunia pada bulan Rajab,ada yang mengatakan

pada bulan Sya’ban dan ada juga yanng mengatakan bulan syawal. Dia tidak

meninggalkan seoarang anak pun kecuali Hammad.28

Setelah Abu Hanifah wafat para Murid beliau kemudian terus

mengajarkan dan membukukan pendapat-pendapat beliau tentang kajian agama

26
Khudhari Beik, op.cit., h. 409
27
Syaikh Ahmad Farid, loc.cit.
28
Ibid., h. 182.
22

dan inilah cikal bakal terbentuknya suatu Sekte ataupun golongan keagamaan

yang kemudian dikenal dengan Mazhab Hanafi.

B. Perkembangan Mazhab Hanafi

Sepanjang riwayat, bahwa para sahabat Imam Hanafi yang

membukukan Mazhab beliau ada 40 orang, di antara mereka adalah Imam Abu

Yusuf dan Imam Zafar. Dan permulaan yang menulis kitab-kitabnya ialah

Asad bin ‘Amar.29

Kemudian dikala Harun Ar-Rasyid menjabat selaku kepala negara bagi

dunia Islam, beliau menyerahkan urusan kehakiman kepemerintahannya

kepada Imam Abu Yusuf, muridnya Imam Hanafi yang terkenal sesudah tahun

170 H. Dengan demikian urusan kehakiman dalam kerajaan Ar-Rasyid ada

ditangan kekuasaannya. Oleh sebab itu, beliau bertindak tidak menyerahkan

urusan kehakiman ke tiap-tiap kota melainkan kepada orang yang ditunjuk.30

Selanjutnya, Mazhab Imam Hanafi baru dikenal orang Mesir sesudah

tahun 164 H, karena pada waktu itu telah diangkat oleh kepala negara Al-

Mahdy seorang Qadhi yang bermazhab Hanafi mula-mula menyiarkan Mazhab

Hanafi di Mesir, terutama selama pemerintahan Islam ada di tangan kekuasaan

kepala negara keturunan Abbasiyah, makin berkembangnya Mazhab ini di

Mesir, sampai tahun 358 H. 31

Tatkala negeri Mesir di tangan kekuasaan para raja keturunan

Fathimiyah, dibawa pula kesana aliran Mazhab mereka, yaitu Mazhab Syi’ah

29
Munawar Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan
Hambali, (Jakarta: Bulan Bintang,1994) cet ke-9, h 180
30
Ibid., h. 181
31
Ibid., h. 182
22

Ismailiyah, tidak saja Mazhab ini tersebar disana karenanya, akan tetapi

kedudukan Qadhi juga dipengaruhi oleh Mazhab itu, bahkan Mazhab Syi’ah

pernah menjadi Mazhab pemerintah dengan resmi. Yakni hukum yang

dilakukan oleh pihak pemerintahan di Mesir menurut Mazhab Syi’ah, kecuali

dalam masalah yang mengenai ibadat, orang masih diberikan kemerdekaan

melakukan menurut aliran mazhabnya masing-masing, melainkan Mazhab

Hanafi yang dilarang.32

Kemudian ketika pemerintahan di Mesir jatuh ketangan Al-Ayyuby,

lalu mereka menindas dan memangkas habis Mazhab Syi’ah dan aliran yang

berbau Syi’ah, dalam waktu itu kerajaan Al-Ayyuby mendirikan banyak

sekolah untuk mencetak ulama yang mengikuti Mazhab Syafi’i dan mazhab

Maliki. Dan Sulthan Shalahudin Al Ayyubi mendirikan sekolah untuk

memberikan pengajaran Mazhab Hanafi, dan dinamakan Mazhab Ash

Shuyufiyah. Semenjak itu Mazhab Hanafi mendapat kekuatan kembali untuk

berkembang di tengah-tengah Mesir. Kemudian pada tahun 641 H, oleh Sultan

Shalih Najmuddin mendirikan madrasah yang dinamakan madrasah Ash

Shalihiyah, dalam madrasah ini diberikan pengajaran-pengajaran Mazhab

empat yang masyhur, Hanafi , Maliki, Syafi’i, dan Hambali, sebagai balasan

untuk membasmi aliran Mazhab-mazhab yang lain.33

Keluarga raja di Tunisia adalah pengikut Mazhab Hanafi. Maka disana

urusan kehakiman ada dua Qadhi yaitu dari golongan Hanafi dan golongan

Maliki karena penduduknya banyak mengikuti Mazhab Maliki, demikian pula


32
Ahmad Asy Syurbasyi, Al-Aimmah al-Arba'ah, Terj. Futuhal Arifin, "Biografi Empat
Imam Mazhab", (Jakarta: Pustaka Qalami, 2003), h. 25.
33
Munawar Chalil, op.cit., h. 183
22

Mufti disana ada dua yaitu bermazhab Hanafi dan Maliki tetapi yang

bertanggung jawab keseluruhannya adalah Mazhab Hanafi.34

Setelah Mesir jatuh ketangan kekuasaan bangsa Turki, maka kedudukan

kehakiman diserahkan kepada ulama yang bermazhab Hanafi, karena Mazhab

Hanafi menjadi Mazhab resmi bagi pihak kerajaan Usmaniyah dan bagi

segenap pembesar negara. Dengan demikian sebagian besar Mesir dipengaruhi

oleh Mazhab Hanafi, dengan tujuan agar mendapatkan kedudukan Qadhi dan

hakim. Sekalipun demikian nama Mazhab Hanafi tidaklah begitu tersiar ke

hulu-hulu Mesir, tetapi terbatas ke kotanya saja, kebanyakan penduduk hulu

Mesir tetap bermazhab Syafi’i.

Selanjutnya Mazhab Hanafi tersiar dan berkembang ke negeri-negeri

Syam, Iraq, India, Afganistan, Kaukasus, Turki dan Balkan. Sebagian besar

penduduk di Turky Usmani dan Al-Bania, adalah pengikut Mazhab Hanafi, di

India di taksir sekitar 48 juta pengikut Mazhab Hanafi, dan di Brazilia terdapat

25.000 muslim yang bermazhab Hanafi. Tersiarnya Mazhab Hanafi itu adalah

dengan perantaraan pihak kekuasaan para raja 35.

34
Khudhari Beik, op.cit., h. 410
35
Munawar Chalil, loc.cit.
22

C. Metode Istinbath Hukum Madzhab Hanafi

Abu Hanifah memang belum menjelaskan dasar-dasar pijakan dalam

berijtihad secara terinci, tetapi kaidah-kaidah umum (ushul kulliyah) yang

menjadi dasar bangunan pemikiran fiqhiyah tercermin dalam pernyataannya,

"Saya kembalikan segala persoalan pada Kitabullah, apabila saya tidak

menemukan jawaban hukum dalam Kitabullah, saya merujuk pada Sunnah

Nabi, dan apabila saya tidak menemukan jawaban hukum dalam Kitabullah

maupun Sunnah Nabi saw, maka saya akan mengambil pendapat para sahabat

Nabi, dan tidak beralih pada fatwa selain mereka. Apabila masalahnya sudah

sampai kepada Ibrahim, Sya'bi, Hasan, Ibnu Sirin, Atha' dan Sa'id bin

Musayyib (semuanya adalah tabi'ien), maka saya berhak pula untuk berijtihad

sebagaimana mereka berijtihad."36

Dari sini dapat kita diketahui bahwa dasar-dasar istidlal yang digunakan

Abu Hanifah adalah Al-Qur'an, Sunnah dan Ijtihad dalam pengertian luas.

Artinya, jika Nash Al-Qur'an dan Sunnah secara jelas-jelas

menunjukkan pada suatu hukum, maka hukum itu disebut "diambil dari Al-

Qur'an dan Sunnah". Tetapi bila Nash tadi menunjukkan secara tidak langsung

atau hanya memberikan kaidah-kaidah dasar berupa tujuan-tujuan moral, illat

dan lain sebagainya, maka pengambilan hukum disebut melalui “qiyas". Nash

Al- Qur'an yang memerintahkan salat, misalnya, "Dirikanlah salat," dari

perintah ini kita mengatakan bahwa hukum salat diambil dari Nash-nash Al-

Qur'an.

36
Menurut istilah, ijtihad ialah menggunakan seluruh kesanggupan untuk menetapkan
hukum-hukum syari’at. Lihat A. Hanafie, Ushul Fiqh, (Jakarta: Wijaya, 2001), h.151.
22

Tetapi larangan minum khamar yang memabukkan, sebagaimana

firman-Nya:

Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)


khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
(QS. al-Maidah: 90)".37

Dalam ayat di atas hanya disebutkan khamar, tetapi karena 'illat (kausa)

diharamkannya khamar adalah sifatnya yang memabukkan, maka setiap yang

memabukkan adalah haram hukumnya. Penyimpulan semacam ini disebut

qiyas. Dalam pembahasan berikutnya dapat ditegaskan bahwa teori istihsan

yang banyak digunakan oleh Abu Hanifah bukanlah sesuatu yang keluar dari

ketentuan Nash. Dalam kutipan pernyataan di atas, Abu Hanifah tidak

menyebutkan qiyas dan istihsan ke dalam dasar-dasar yang menjadi pijakan

dalam berijtihad, sebab yang ia maksudkan adalah dasar Naqliyah, sementara

Qiyas dan Istihsan hanya merupakan metode Istidlal Aqliyah dari dasar-dasar

tadi.

Pada dasarnya yang membedakan dasar-dasar pemikiran Abu Hanifah

dengan para imam yang lain terletak pada kegemarannya menyelami suatu

hukum, mencari tujuan-tujuan moral dan kemaslahatan yang menjadi sasaran

utama disyariatkannya suatu hukum. Termasuk dalam hal ini adalah

37
Departemen Agama RI, op. cit., h. 176
22

penggunaan teori Qiyas, Istihsan, 'Urf (adat-kebiasaan), teori kemaslahatan dan

lainnya.38

Contoh penggunaan teori Istihsan seperti disabdakan oleh Nabi saw:

"Tidaklah seorang hakim mengadili (suatu perkara) dalam keadaan marah.

Nash ini secara literal melarang pelaksanaan pengadilan dalam keadaan marah,

tetapi sebenarnya mengandung hal-hal yang lebih jauh. Misalnya, tidak boleh

melakukan pengadilan ketika dalam keadaan takut, lapar atau karena pikiran

tidak tenang. Sebab yang dapat dipahami dari nash tadi bukan "marahnya"

tetapi "ketidaktenangan" pikiran sehingga seorang hakim tidak dapat

menegakkan keadilan dari pengadilan tadi.

Jika ditanya mengapa Abu Hanifah banyak melakukan ijtihad dan

menggunakan rasio dalam menghadapi masalah-masalah fiqih? Sebagaimana

telah dikemukakan di muka, Abu Hanifah bukan keturunan Arab, ia keturunan

Persia yang lahir di Kufah, Irak. la lahir dan dibesarkan di tempat yang jauh

dari Hijaz, tempat wahyu turun, tempat tumbuhnya hadis dan tempat tinggal

para sahabat Nabi. Para ahli fiqih di wilayah ini lebih banyak mengenal dan

mengerti hadis dari Fuqaha, bukan Muhadditsin. Sudah barang tentu Abu

Hanifah dituntut untuk menyeleksi hadis yang sampai ke Kufah, atau minimal

menyangsikan keshahihan hadis atau perawinya yang tidak memenuhi

persyaratan. Dari situ ia cenderung memakai rasio dan ijtihad.39

Farouq Abu Zaid menyebut beberapa faktor lain yang melatarbelakangi

kecenderungan dan metode rasional Abu Hanifah. Penduduk Kufah tempat ia

38
Syaikh Ahmad Farid, op.cit., h. 182.
39
Ahmad Asy Syurbasyi, loc.cit.
22

dilahirkan dan dibesarkan merupakan masyarakat yang sudah banyak mengenal

kebudayaan dan peradaban. Fuqaha daerah ini sering dihadapkan pada berbagai

persoalan hidup berikut problematikanya yang beraneka ragam. Untuk

mengatasi persoalan-persoalan tersebut mereka terpaksa memakai ijtihad dan

akal.40

Apa yang diutarakan di atas merupakan Istinbat hukum Mazhab Hanafi

dalam arti umum dan jika disimpulkan Secara garis besar bahwa dasar-dasar

Madzhab Imam Abu Hanifah adalah bersandar kepada:

1. Al-qur’an

2. Sunnah Rasulullah dan atsar-atsar yang shahih serta telah terkenal

diantara para ulama yang ahli.

3. Fatwa-fatwa dari para sahabat

4. Qiyas

5. Istihsan

6. Adat yang telah berlaku dikalangan masyarakat umat Islam.41

Demikian dasar-dasar Madzhab Imam Abu Hanifah dalam menetapkan suatu

hukum fiqh, sebagaimana telah diketahui oleh para ulama ahli ushul fiqih.

40
Munawar Chalil, op.cit. h 177
41
Ibid.
22

D. Penukil Mazhab Hanafi

Ada dua orang murid imam Abu Hanifah yang melakukan

pengumpulan Atsar ahli fiqh kota Irak dan pendapat-pendapatnya, mereka

adalah:

1. Ya’kub bin Ibrahim bin Habib Al-Anshari panggilanya Abu Yusuf

dan kitab-kitabnya sebagai berikut:

a. Kitab Al-Ashar

b. Ikhitaf ibnu Abi Lail

c. Ar-Raddu Ala Syairil Auza’i

d. Kitab Al- Haraj

2. Muhammad bin Al Hasan bin Al Syaibani, beliau lebih sempurna

ilmu fiqihnya dibandingkan Abu Yusuf dan Abu Yusuf membantu

dalam mengumpulkan hukum fiqih Imam Hanafi. Akan tetapi yang

Mu’tabar untuk rujukan fiqih mazhab Hanafi adalah Kitabus

Sittah kitab-kitabnya adalah:

i. Al-Mabsut

ii. Al-Ziyadat

iii. Jami’ As-Shaghir dan Jami’i Al-Kabir

iv. Asiru Shaghir dan Asiru Kabir.42

Dan sebagian lain diruju’ dari gurunya, Abu yusuf, dan sebagian belum

ada rujukannya dan ke enam kitab ini dinamakan Zahiru Riwayat, dan ada dua

42
Imam Muhammad Abu Zahrah, Tarikh Al-Mazahib Al-Islami Fi Siyasati Wal Aqaidi
Wa Tarikh Mazhab Al Fiqh, (Darul Al-Fiqr Arobi, t.th), h 363-364
22

kitab lain yang tidak merujuk kepada kitab Abu Yusuf kitab-kitab tersebut

antara lain adalah:

a. Kitab Ar-Radu Ala Ahli Madinah

b. Kitab Al-Asar

Pada bab terakhir kitab Al-Asar beliau sangat berhubungan dengan

kitab Al-Asar imam Abu Yusuf. Dan kitab Ar-Radu Ala Ahli

Madinah diriwayatkan oleh Imam Syafi’i.

Dan ada kitab-kitab yang lain masih samar yang dikatakan kitab-kitab

itu Ghairu Zahir Riwayat, karena belum diriwayatkan oleh Muhammad itu

sendiri dengan riwayat yang jelas diantaranya: Al-Haruniyat, Al-Jurjaniyat,

Ziyadatu Ziyadat43.

43
Ibid.

Anda mungkin juga menyukai