Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ETIKA KEPERAWATAN

DOSEN : Ns. LA MASAHUDDIN, S.kep. M.Kep

DISUSUN OLEH :

1. RIKI ARDIANTO
2. NIRWANA SIMBALA
3. KARMILA
4. TARISKA SALSABILA
5. DARWISA
6. JULIAN JUSRI
7. NUR BULAN SARI
8. A.SALSABILA SARI
9. NURAZIZAH HARDIYANTI
10. WA ODE RIRIN ALYA DWINTRI

KELAS : 1.A KELOMPOK

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN PELAMONIA

MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena karunia dan
rahmat-Nya lah penulis masih diberikan kesehatan dan umur yang panjang sehingga
penulis mampu menyelesaikan tugas makalah dengan judul Etika Keperawatan”.

Tugas ini penulis buat untuk memenuhi tugas mata kuliah “Etika Keperawatan”.
Penulis juga berterima kasih kepada Dosen pengampu mata kuliah Etika Keperawatan
yaitu Bapak Ns. LA MASAHUDDIN, S.kep. M.Kep yang telah memberikan arahan dan
bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Tugas makalah ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan kita semua khususnya untuk penulis. Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Apabila di dalam tugas ini
terdapat kesalahan, penulis memohon maaf karena sesungguhnya pengetahuan,
pemahaman, dan pengalaman saya masih terbatas.

Karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
sifatnya membangun guna menyempurnakan tugas makalah penulis kedepannya,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa ada saran yang membangun.

Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.

Makassar, 05 Oktober 2022

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... 2

DAFTAR ISI .................................................................................................................... 3

BAB I .............................................................................................................................. 4

PENDAHULUAN............................................................................................................. 4

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 4


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 6
C. Tujuan ..................................................................................................................... 7
BAB II ............................................................................................................................. 8

PEMBAHASAN .............................................................................................................. 8

A. Latar Belakang UU Keperawatan ............................................................................ 8


B.Tujuan..................................................................................................................... 13
C. Manfaat ................................................................................................................. 15
D. Implikasi ................................................................................................................ 16
BAB III .......................................................................................................................... 17

PENUTUP ..................................................................................................................... 17

A. Kesimpulan ............................................................................................................ 17
B. Saran ..................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 19
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia serta modal pembangunan untuk
keberlangsungan hidup suatu negara.1 Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus
dilindungi oleh negara dan diberikan kepada seluruh masyarakat tanpa ada diskriminasi.
Hak asasi manusia di bidang kesehatan ini diakui dan dilindungi oleh negara dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD RI Tahun 1945).
Pasal 28H ayat (1) UUD RI Tahun 1945 merupakan landasan hukum hak konstitusional
bagi setiap orang untuk memperoleh layanan kesehatan, sedangkan Pasal 34 ayat (3)
UUD RI Tahun 1945 merupakan landasan hukum kewajiban konstitusional negara untuk
menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan.

Amanat konstitusi tersebut ditindaklanjuti dengan Undang-Undang Nomor 23


Tahun 1992 tentang Kesehatan (UU Kesehatan 1992) sebagaimana telah diganti dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UU Praktik K edokteran),
dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UU Rumah Sakit).
Untuk mencapai tujuan negara dan melaksanakan amanat undang-undang tersebut,
pemerintah melaksanakan pembangunan kesehatan dengan bantuan sumber daya
kesehatan. Sumber daya kesehatan sebagai salah satu faktor pendukung penyediaan
pelayanan kesehatan berkualitas terdiri dari sarana kesehatan, tenaga kesehatan, dan
pembiayaan kesehatan termasuk perawat.2

Pembangunan kesehatan berupa penyediaan pelayanan kesehatan dilakukan di


puskesmas dan rumah sakit yang dilakukan oleh tenaga paramedis dan tenaga non-
paramedis. Berdasarkan Pasal 12 UU Rumah Sakit, sumber daya manusia terdiri dari
tenaga medis dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga
manajemen Rumah Sakit, dan tenaga non-kesehatan, oleh karena itu tenaga
keperawatan merupakan tenaga non-paramedis. Tenaga keperawatan sebagai tenaga
non-paramedis memiliki peran penting, karena terkait langsung dengan mutu pelayanan
kesehatan sesuai dengan kompetensi dan pendidikan yang dimilikinya. Berdasarkan
data dari Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
(BPPSDMK) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, jumlah tenaga kesehatan di
Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 391.745 (tiga ratus sembilan puluh satu ribu tujuh
ratus empat puluh lima) orang dengan jumlah perawat sebanyak 160.074 (seratus enam
puluh ribu tujuh puluh empat) orang.3

Kondisi tersebut berbeda dengan dokter sebagai tenaga medis dalam sumber
daya kesehatan. Berdasarkan data dari BPPSDMK tahun 2010, jumlah tenaga medis
sebanyak 42.467 (empat puluh dua ribu empat ratus enam puluh tujuh) orang4 dari
jumlah tenaga kesehatan yang ada. Namun demikian, profesi perawat masih kurang
diakui dan kurang mendapat perhatian dalam dunia kesehatan. Berdasarkan kondisi
tersebut, keberadaan perawat sangat dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan. Ini
disebabkan jumlah dokter belum sebanding dengan perawat, adanya pembatasan praktik
dokter, dan pelaksanaan otonomi daerah.

Kondisi tersebut berpengaruh pada kesejahteraan dan hak-hak perawat belum


sepenuhnya diperhatikan, sehingga sering timbul tuntutan hukum yang ditujukan kepada
perawat. Tuntutan hukum tersebut lahir karena perawat melakukan asuhan keperawatan
di luar wewenangnya Tuntutan hukum tersebut disebabkan pengaturan kewenangan dan
pelimpahan wewenang yang tidak jelas serta tidak ada perlindungan hukum bagi perawat
dalam menjalankan profesinya sehingga tindakan yang dilakukan oleh perawat dapat
dikategorikan illegal termasuk kewajiban perawat menolong pasien gawat darurat masih
menimbulkan kontroversi. Contoh permasalahan yang dihadapi perawat yaitu kasus
perawat Misran. Kasus Misran berawal dari putusan Pengadilan Negeri Tenggarong yang
dikuatkan dengan putusan banding Pengadilan Tinggi Samarinda berupa vonis tiga bulan
penjara subsider denda sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), yang
diputuskan berdasarkan Pasal 82 ayat (1) huruf d UU Kesehatan juncto Pasal 63 ayat (1)
UU Kesehatan 1992 karena memberikan pengobatan pada masyarakat di daerah yang
tidak ada dokter, apoteker, dan apotik di luar kewenangannya, sementara Misran adalah
petugas negara yang ditunjuk sebagai penanggung jawab pelayanan kesehatan (sebagai
Kepala Puskesmas Pembantu) yang telah bertugas selama 18 tahun tanpa masalah
dalam melayani masyarakat.5 Selain itu, terhadap masalah tersebut diajukan judicial
review terhadap UU Kesehatan dan dikabulkan sebagian oleh Mahkamah Konstitusi
melalui Putusan Nomor 12/PUU VIII/2010 yang memutuskan bahwa Penjelasan Pasal
108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan bertentangan
dengan UUD RI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat.

B. Rumusan Masalah
Selain masalah kesejah teraan dan tuntutan hukum kepada perawat, masalah
pendidikan keperawatan juga merupakan problem yang harus dibenahi, khususnya
mengenai jenjang pendidikan yang masih beragam dan belum ada standardisasi
pendidikan. Undang-undang yang mengatur keperawatan diperlukan untuk menjamin
agar perawat Indonesia dapat melakukan ekspansi ke luar negeri. Ekspansi perawat ke
luar negeri ini terkait dengan dibukanya peluang masuknya perawat asing ke Indonesia
sebagai dampak dari mutual recognition arrangement. Seperti diketahui pada tahun
2006, Indonesia telah ikut menandatangani Mutual Recognition Arrangement (MRA) on
Nursing Service untuk wilayah Association of South East Asian Nations (ASEAN) tentang
pengakuan bersama layanan dan kemampuan keperawatan secara profesional.

Untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat dan tenaga
keperawatan, serta perlu adanya undang-undang keperawatan ini maka Dewan
Perwakilan Rakyat telah memasukan Rancangan Undang-Undang Keperawatan sebagai
salah satu prioritas Program Legislasi Nasional Tahun 2012. Permasalahan hukum yang
perlu dikaji yaitu mengapa keperawatan perlu diatur dengan undang-undang dan norma
hukum apa yang perlu diatur dalam undang-undang keperawatan?
C. Tujuan
Kajian ini dimaksudkan untuk mengetahui perlunya keperawatan diatur dengan
undang-undang dan mengetahui norma hukum yang perlu diatur dalam Undang-Undang
Keperawatan. Hasil pengkajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
bagi DPR RI untuk melakukan pengkajian lebih lanjut dalam melakukan penyusunan dan
pembahasan Rancangan Undang-Undang Keperawatan serta menambah ilmu
pengetahuan di bidang hukum Kesehatan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang UU Keperawatan


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
mengakui dan melindungi kesehatan sebagai hak asasi setiap manusia. Pada pasal 28H
dan pasal 34 ayat (3) UUD 1945, kesehatan menjadi hak konstitusional setiap warga
negara dan menjadi tanggung jawab bagi pemerintah untuk menyediakan pelayanan
kesehatan. Pembangunan kesehatan sebagai upaya negara untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang didukung oleh sumber daya kesehatan, baik dari tenaga
kesehatan maupn tenaga non-kesehatan. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan merupakan keadaan sejahtera mulai
dari badan, jiwa, serta sosial yang membuat setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis. Dengan demikian, kesehatan selain menjadi hak asasi manusia,
kesehatan juga merupakan suatu investasi.

Kesehatan merupakan hak asasi manusia, selain itu kesehatan juga salah satu
unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana termaktub dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Oleh sebab itu,
setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya harus dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif,
perlindungan dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber
daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta
pembangunan nasional.

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pemerintah memiliki


tanggung jawab dalam merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, serta
mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat. Disamping itu, hal yang pokok diatur dalam Undang-Undang Nomor 2009
tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran merupakan pelayanan medik oleh dokter yang
berorientasi pada kesembuhan (kuratif).
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
berbunyi “Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan
dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.3 Sesuai dengan
kewenangannya dokter akan melakukan tindakannya dengan merujuk Pasal 51 poin (a)
dan (b), dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban: (a) memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien, (b) merujuk pasien ke dokter atau
dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak
mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan.

Berdasarkan pasal 3 dalam UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,


bahwa tujuan diadakan pengaturan peraktik kedokteran adalah untuk memberi
perlindungan terhadap pasien, mempertahankan, dan meningkatkan mutu pelayanan
medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi serta memberikan kepastian hukum
terhadap masyarakat (pasien), dokter dan dokter gigi.

Dokter dan dokter gigi memiliki kewenangan dalam memberikan pelayanan


tindakan medis terhadap pasiennya atau orang yang sedang sakit. Tindakan medis
tersebut memiliki tujuan mengobati pasien yang menderita penyakit supaya penyakit
pasien dapat sembuh, tidak semakin parah dan mengembalikan kesehatan pasien yang
sakit menjadi kembali sehat.

Kedudukan hukum kedokteran kesehatan menjadi bagian dari pertumbuhan ilmu


hukum dan sebagai cabang hukum yang diharapkan dapat berkembang lebih jauh
menjadi sub bidang tersendiri hukum kesehatan dan hukum kedokteran termasuk
teknologi kedokteran. Kemajuan pembidangan hukum yang demikian itu dapat terlihat
pada hukum acara pidana menjadi beberapa bagian antara lain hukum pembuktian dan
hukum kepolisian yang mengandung teknologi penegakan hukum.

Berbicara mengenai profesionalitas kerja di dalam kemampuan dan kemapanan


pendidikan berbasis kompetensi, pada akhirnya melahirkan standar di berbagai
pendidikan kejuruan termasuk di dalamnya ada keperawatan, kebidanan dan rekam
medik. Semua upaya ditempuh dalam tujuan mencapai taraf ketrampilan tertentu yang
akan menunjang pekerjaan menjadi lebih baik, lebih efisien, dan lebih berdaya guna.
Peningkatan mutu dan kualitas kemampuan serta ketrampilan ini digunakan untuk
meningkatkan pelayanan, peran dan fungsi petugas kesehatan.6

Meningkatnya pelayanan kesehatan, tugas perawat tidak lagi hanya terbatas pada
bentuk asuhan pelayanan pasien berupa perawatan saja. Namun mulai dengan apa yang
sering disebut program keperawatan mandiri atau INP (Independent Nurse Practitioner).
Hanya saja program ini membawa dampak yang cukup besar di masyarakat karena
kemudian terjadi kerancuan pengertian dan tugas pendelegasian antara dokter dan
perawat.

Perawat sebagai salah satu tenaga paramedis yang bertugas memberikan


pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum. Tugas utama perawat adalah
memberikan pelayanan kesehatan atau memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan keterampilan dan keahlian yang dimilikinya. Perawat dalam memberikan
pelayanan kesehatan terdapat beberapa peran. Pertama, perawat memiliki peran dalam
mengatasi masalah yang dihadapi pasien. Kedua, perawat memiliki tanggung jawab
dalam memberikan penyuluhan kepada pasien/klien. Ketiga, perawat memiliki peran
dalam menjamin dan memantau kualitas asuhan keperawatan. Keempat, perawat
memiliki tugas sebagai peneliti dalam upaya untuk mengembangkan body of knowledge
keperawatan.

Data dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia mengenai malpraktik


keperawatan di Indonesia pada tahun 2010-2015 ada sekitar 485 kasus. Dari 485 kasus
malpraktik tersebut, 357 kasus malpraktik administratif, 82 kasus terjadi akibat tindakan
perawat yang tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang disepakati dan termasuk
dalam malpraktik sipil, dan 46 kasus terjadi akibat tindakan medik tanpa persetujuan dari
dokter yang dilakukan dengan tidak hati-hati dan menyebabkan luka serta kecacatan
kepada pasien atau tergolong dalam malpraktik kriminal dengan unsur kelalaian.

Pengaruh karena adanya peluang yang dimiliki oleh perawat, kususnya di daerah
terpencil mengakibatkan banyaknya tindakan medis yang dilakukan perawat. Di samping
itu, faktor lain mengenai terbatasnya jumlah dokter serta tidak menyebarnya dengan
merata juga mengakibatkan perawat melakukan tindakan medis tersebut. Jumlah dokter
sedikit yang mau ditempatkan di daerah terpencil juga merupakan kendala, yang
mengakibatkan masyarakat memilih untuk datang kepada perawat.

Pada praktek keperawatan terdapat sebuah permasalahan hukum, terutama


permasalahan tentang bagaimana cara atau mekanisme pelimpahan tugas atau
kewenangan dokter kepada perawat. Undang-undang praktik keperawatan profesional
pada dasarnya berfungsi untuk mengatur praktik keperawatan dengan tujuan agar hak-
hak masyarakat untuk memperoleh perawatan yang baik dapat terpenuhi. Undang-
undang ini memiliki tujuan melindungi dalam penggunaaan kemampuan profesional.

Hubungan kolaborasi antara dokter dan perawat seringkali menjadi permasalahan


yang kompleks. Secara historis, status perawat adalah panjang tangan dari dokter dalam
praktek medis, perawat melakukan tindakan tindakan berdasarkan dari instruksi
dokter.10 Sehingga pada prakteknya, perawat seringkali hanya menjalankan perintah
dokter dan tidak mempunyai batas kewenangan yang jelas. Apabila dulu perawat
menjalankan perintah dokter, sekarang perawat diberi wewenang memutuskan dalam hal
pelayanan kesehatan terhadap pasien berdasarkan ilmu keperawatan yang dimilikinya
dan bekerjasama dengan dokter untuk menetapkan yang terbaik untuk pasien. Sehingga
muncul paradigma bahwa perawat merupakan profesi yang mandiri, profesional serta
mempunyai kewenangan yang proporsional. Kewenangan perawat merupakan
kewenangan dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan, sedangkan kewenangan
melaksanakan tindakan medis hanya diperoleh apabila ada pelimpahan wewenang dari
dokter.

Hal yang paling umum terlihat adalah dari perbedaan etika medis dan etika
keperawatan didasarkan pada kesamaan dua kata kerja dalam bahasa Inggris “to cure”
dan “to care”. Tugas utama dokter adalah untuk menyembuhkan, yang meliputi diagnosa
penyakit. Sedangkan perawat melengkapi kegiatan dokter dengan merawat. Tidak ada
keraguan bahwa dua profesi ini saling melengkapi secara signifikan. Di samping itu,
bahwa bagian dari pekerjaan dokter adalah perawatan dan di sisi lain perawatan perawat
tidak hanya berpartisipasi dalam proses diagnosa dan terapeutik tetapi juga membuat
skema diagnosa mereka sendiri, seperti klasifikasi kebutuhan pasien.
Perawat memiliki kewenangan untuk melakukan praktek asuhan keperawatan
sesuai dengan standar etik dan standar profesi yang berlaku. Pada prakteknya, perawat
banyak menjalankan perintah dokter berupa tindakan medis. Tugas dokter tanpa adanya
batasan yang jelas dengan tugas perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, pada
akhirnya akan berdampak kepada kepuasan pasien pada pelayanan tenaga kesehatan
di Puskesmas. Dengan kondisi seperti itu perawat dan dokter akan sangat berisiko untuk
mendapat masalah hukum. Dasar hukum pelimpahan kewenangan/tugas dokter kepada
perawat diatur pada Pasal 23 Permenkes No. 2052/Menkes/Per/X/2011 dan juga
terdapat dalam Pasal 29 ayat (1) huruf e, dan Pasal 32 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat
(4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang
Keperawatan.

Belum tersedianya petunjuk atau peraturan tentang jenis-jenis tindakan medis


yang dapat dilakukan oleh perawat seringkali menyebabkan terjadinya tumpang tindih
mengenai tugas asuhan keperawatan dan tugas yang merupakan pelimpahan dari
kewenangan dokter. Cara pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (1) huruf e hanya dapat diberikan secara
tertulis oleh tenaga medis dalam hal ini dokter kepada perawat untuk melakukan sesuatu
tindakan medis dan melakukan evaluasi pelaksanaannya.

Masyarakat pada umumnya tidak mengetahui bahwa meminta diagnosa dari


seorang perawat atau meminta obat kepada perawat tanpa berkonsultasi terlebih dahulu
dengan dokter adalah tindakan yang melanggar hukum baik bagi perawat yang
melakukan maupun masyarakat yang menggunakan jasanya.13 Fenomena yang terjadi
di lapangan, dilihat dari sisi kemanusiaan perawat sangat dibutuhkan kehadirannya
dalam memberikan pelayanan kesehatan tetapi ketika perawat melakukan suatu
kesalahan, perawat langsung dipidanakan. Di samping itu, masyarakat tidak mengetahui
batasan-batasan wewenang tindakan yang dapat dilakukan oleh perawat. Jadi,ketika
masyarakat datang pada pelayanan kesehatan yang menangani dokter atau perawat ia
tidak mau tahu, yang penting ia berobat dan dilayani oleh petugas kesehatan yang ada
pada saat itu.
Roscoe Pound berpendapat bahwa tujuan hukum harus ditelaah dalam kerangka
kebutuhan atau untuk kepentingan sosial. Di dalam golongan kepentingan sosial
tercakup antara lain kepentingan akan keamanan umum, kehidupan pribadi,
perlindungan terhadap moral, konservasi sumber-sumber daya serta kepentingan-
kepentingan dalam perkembangan ekonomi, sosial, budaya. Sehubungan social
jurisprudence itu, menurut ajaran hukum fungsional, hukum dipandang sebagai
instrument untuk mengarahkan atau pencapaian tujuan masyarakat.

Pendekatan secara fungsional para pejabat administrasi terutama di daerah harus


senantiasa mengukur norma-norma hukum dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
(sosial, budaya dan sebagainya) berdasarkan efektivitasnya, bagaimana hukum dapat
bekerja dalam kenyataan, sehingga apabila antara hukum sudah sesuai lagi dengan
perkembangan sosial atau menjadi penghambat pembangunan atau bahkan belum ada,
maka diharapkan bagi aparatur pemerintah harus berani untuk menyisihkan atau dengan
inisiatifnya dapat menetapkan suatu kebijakan untuk mengatasi kesenjangan di atas.
Oleh sebab itu bagi seorang aparatur negara baik dipusat maupun di daerah dapat
dengan cepat atas inisiatifnya sendiri bertindak untuk dapat memenuhi keharusan
tersebut, Inisiatif ini dikenal dengan istilah kebebasan bertindak atau diskresi dalam
bahasa Prancis dikenal dengan istilah freis ermessen.

Berdasarkan observasi awal dan kajian pustaka yang dilakukan, penulis tidak
menemukan penelitian studi tentang diskresi pelimpahan wewenang tindakan medik di
Puskesmas, tetapi penelitian lain lebih banyak

B.Tujuan
Tujuan undang-undang keperawatan dibentuk dan dibuat adalah untuk melindungi
secara maksimal tenaga keperawatan sebagai salah satu komponen utama pemberian
pelayanan kesehatan. Ada beberapa hal yang diatur dalam Undang Undang
keperawatan yang membahas segala yang berkaitan dengan dunia keperawatan. Dan
ini adalah bagian dari manfaat undang-undang keperawatan. Berbagai hal yang diatur
dalam Undang Undang Keperawatan Nomor 38 tahun 2014, yang harus dipahami oleh
perawat adalah :
1. Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga,
kelompok, atau masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat.
2. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik
di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
3. Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu
dan kiat Keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau
masyarakat, baik sehat maupun sakit.
4. Praktik Keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh Perawat
dalam bentuk Asuhan Keperawatan.
5. Asuhan Keperawatan adalah rangkaian interaksi Perawat dengan Klien dan
lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian
Klien dalam merawat dirinya.
6. Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku peserta didik pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program
studi Keperawatan.
7. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi
Perawat yang telah lulus Uji Kompetensi untuk melakukan Praktik Keperawatan.
8. Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik
Keperawatan yang diperoleh lulusan pendidikan profesi.
9. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Perawat yang telah memiliki
Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi
tertentu lainnya serta telah diakui secara hukum untuk menjalankan Praktik
Keperawatan.
10. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Konsil Keperawatan kepada Perawat yang telah diregistrasi.
11. Surat Izin Praktik Perawat yang selanjutnya disingkat SIPP adalah bukti tertulis
yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada Perawat sebagai
pemberian kewenangan untuk menjalankan Praktik Keperawatan.
12. Perawat Warga Negara Asing adalah Perawat yang bukan berstatus Warga
Negara Indonesia.
13. Klien adalah perseorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang
menggunakan jasa Pelayanan Keperawatan.
14. Organisasi Profesi Perawat adalah wadah yang menghimpun Perawat secara
nasional dan berbadan hukum sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
15. Kolegium Keperawatan adalah badan yang dibentuk oleh Organisasi Profesi
Perawat untuk setiap cabang disiplin ilmu Keperawatan yang bertugas mengampu
dan meningkatkan mutu pendidikan cabang disiplin ilmu tersebut.
16. Konsil Keperawatan adalah lembaga yang melakukan tugas secara independent

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa ada empat hal yang menjadi
tujuan pengaturan kepe rawatan melalui Undang Undang keperawatan ini yaitu

1. Meningkatkan mutu perawat


2. Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
3. Memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada perawat dan klien
4. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

C. Manfaat
Manfaat profesi perawat dengan kebijakan tersebut.35 Undang-Undang
Keperawatan tersebut diharapkan: pertama, menjamin perlindungan hukum bagi
masyarakat terhadap pelayanan keperawatan; kedua, mengatur pelayanan
keperawatan; ketiga, menjamin perawat memperoleh kepastian hukum atas risiko kerja;
keempat, memberikan payung hukum kepada masyarakat yang membutuhkan
pelayanan maupun yang diberikan pelayanan oleh perawat; dan kelima, meningkatkan
kualitas pelayanan keperawatan, pendidikan, kompetensi, tanggung jawab keilmuan, dan
tanggung jawab profesi perawat dalam rangka memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
D. Implikasi
Implikasi yang di rasakan oleh perawat dan ma na syarakat dengan lahirnya UU
keperawatan.

• Implikasi yang di rasakan oleh perawat

1. Menjamin perawat memperoleh kepastian hukum atas resiko kerja


2. meningkatkan kesinambungan keperawatan dan konstribusi pelayanan
keperawatan yang berkualitas sebagai bagian integral dari pelayanan

• Implikasi yang di rasakan oleh Masyarakat

1. Menjamin perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap pelayanan keperawatan


2. memberikan payung hukum kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan
maupun yang di berikan pelayanan
3. mendekatkan keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Regulasi mengenai keperawatan belum komprehensif integral dan konsekuensi
Indonesia sebagai negara yang menandatangani MRA on nursing service harus memiliki
nursing act, oleh karena itu keperawatan perlu diatur dengan undang-undang tersendiri
yang bersifat umum, komprehensif, dan universal. Ini berarti regulasi berupa Undang-
Undang Keperawatan sangat diperlukan bagi profesi perawat karena tanpa ada regulasi
secara nasional berupa undang- undang tidak akan ada pengakuan dari segi pendidikan,
kompetensi, dan profesi bagi perawat Indonesia baik secara internasional maupun di
dalam negerinya sendiri. Selain itu, berdasarkan muatan materi serta landasan
sosiologis, filosofis, dan yuridis, undang-undang keperawatan mempunyai urgensitas
untuk segera dibentuk secara spesifik dan terpisah dari undang-undang tenaga
kesehatan.

Materi muatan dari undang-undang keperawatan harus jelas dan tegas mengatur
mengenai sistem pendidikan keperawatan, penyelenggaraan praktik keperawatan (peran
dan wewenang perawat, serta hak dan kewajiban perawat dan masyarakat), kompetensi
(registrasi, dan lisensi) serta kelembagaannya yang terdiri dari organisasi profesi,
kolegium, dan konsil. Berdasarkan materi muatan tersebut, undang-undang keperawatan
ini mengandung norma yang bersifat perintah terkait dengan pendidikan, kompetensi,
kelembagaan onsil keperawatan sebagai regulatory body, kolegium, dan organisasi
profesi), penyelenggaraan praktik keperawatan. Norma yang bersifat kebolehan dan
larangan tercermin dalam penyelenggaraan praktik keperawatan.
B. Saran

Undang-undang Keperawatan ini sangat diperlukan bagi kedudukan hukum


perawat dan perlindungan hukum pelayanan kesehatan melalui keperawatan di
Indonesia. Atas dasar itu maka DPR perlu segera membentuk Undang-Undang
Keperawatan secara komprehensif, tersendiri, dan terpisah pengaturannya dari tenaga
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Pengantar Sosial Budaya Keperawatan, Jakarta: Institut Antropolgi Indonesia,


2011.

Asshiddiqie, Jimly, Perihal Undang-Undang, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.

Azwar, Azrul, “Beberapa Catatan Tentang RUU Keperawatan”, disampaikan pada


Diskusi Tim Kerja RUU Keperawatan dengan Tokoh Masyarakat dan Pemerhati
Keperawatan, Jakarta, 16 Juni 2011: Setjen DPR RI.

Fadhillah, Harif, “Ancaman Globalisasi dan RUU Keperawatan”, http://www.


neraca.co.id/2011/06/15/ancaman-globalisasi-dan-ruu-keperawatan/, diakses
tanggal 26 Juni 2011.

Fadhillah, Harif, “Urgensi Percepatan Pengesahan RUU Keperawatan di Indonesia,”


disampaikan pada Diskusi Tim Kerja RUU Keperawatan dengan PP Persatuan
Perawat Nasional Indonesia, Jakarta, 23 Juni 2011: Setjen DPR RI.

Febrianto, Samuel, “Gugatan Mantri Misran diputus MK nanti sore”, http://


www.tribunnews.com/2011/06/27/gugatan-mantri-misran-diputus-mk-nanti- sore,
diakses tanggal 25 Mei 2011.

Gaffar, La Ode Jumadi, Pengantar Keperawatan Profesional, Jakarta: EGC, 1999.

Handoyo, B. Hestu Cipto, Prinsip-Prinsip Legal Drafting & Desain Naskah Akademik,
Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2008.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Profil Kesehatan Indonesia 2010, Jakarta:


Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011.

Koeswadji, Hermien Hadiati, Hukum Untuk Perumahsakitan, Bandung: Citra Aditya Bakti,
2001.

Muttaqien, R., Teori Umum tentang Hukum dan Negara, Terjemahan dari buku Hans
Kelsen, General Theory of Law and State (New York: Russel and Russel, 1971),
Bandung: Nusa Media, 2011.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan
Pelaksanaan Praktik Kedokteran

Peraturan Perundang-undangan:

Praptiningsih, Sri, Kedudukan Hukum Perawat dalam Upaya Pelayanan Kesehatan di


Rumah Sakit, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: Alumni, 1986.

Saifullah, Muhammad, “Undang-Undang Keperawatan Solusi Masalah TKI di Kuwait”,


http://news.okezone.com/read/2011/04/19/337/447688/uu- keperawatan-solusi-
masalah-tki-di-kuwait, diakses tanggal 25 Mei 2011.

Triwibowo, Cecep, Hukum Keperawatan Panduan Hukum dan Etika bagi Perawat,
Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2010.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan,


Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5324.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,


Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Lembaran
Negara Tahun 2002 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4219.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Lembaran


Negara Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301.

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Lembaran Negara


Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Lembaran


Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Lembaran Negara Tahun


2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Lembaran Negara Tahun
2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5072.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Lembaran


Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821.

Wijaya, Karna, 2007, ”Kedudukan Perawat dalam Hukum Indonesia (Perspektif Sosio
Legal),” Law Review Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. VII. No. 1-
Juli 2007, hal. 44.

Anda mungkin juga menyukai