Anda di halaman 1dari 23

Kasus Permasalahan Penangganan Korupsi Dan Solusinya PT Asuransi Jiwasraya (Persero)

Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (TSI31- UNI 106)

TUGAS PPKN

Hasan 1172002019

SISTEM INFORMASI

FALKUTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS BAKRIE

JAKARTA

2021
HASIL TURNITIN SEBELUM DIFILTER 15%

HASIL TURNITIN SESUDAH DIFILTER 15%


Abstract
Korupsi adalah masalah serius dan etika sosial berdampak signifikan pada semua
masyarakat. Ini adalah fenomena yang tersebar luas secara global dan secara umum dapat
didefinisikan sebagai penggunaan kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi. Ini adalah
konsep yang kompleks dan multifaset dengan beberapa komplikasi dan berat bagi ekonomi dan
kelestarian lingkungan. 
Terlepas dari teori dan deskripsi ekonomi politik yang berkaitan dengan interaksi
lingkungan / masyarakat dan bukti yang tersebar luas tentang suap dan pertukaran ilegal dalam
pengelolaan sumber daya alam, saat ini, pemberantasan korupsi berjalan sangat tidak efektif,
dengan konsekuensi serius bagi kualitas lingkungan. 
Fokus utama studi ini adalah berbagai bentuk korupsi dan konsekuensi serta
kerugiannya terhadap lingkungan, terutama di negara berkembang yang kaya sumber daya. Ini
mengeksplorasi beberapa contoh praktis yang diambil dari negara-negara ini karena hubungan
antara korupsi dan tata kelola lingkungan yang lemah. Penataan kelembagaan negara seperti
karakteristik sistem politik dan peradilan menentukan sejauh mana korupsi. 
Dalam konteks demikian, transparansi digambarkan sebagai obat korupsi. Tata kelola
yang baik termasuk komitmen yang luas terhadap supremasi hukum sangat penting untuk
kelestarian lingkungan dan merupakan cara untuk menghentikan dampak merusak yang
diakibatkan korupsi terhadap lingkungan. transparansi telah digambarkan sebagai obat untuk
korupsi. 
Tata kelola yang baik termasuk komitmen yang luas terhadap supremasi hukum sangat
penting untuk kelestarian lingkungan dan merupakan cara untuk menghentikan dampak merusak
yang diakibatkan korupsi terhadap lingkungan. transparansi telah digambarkan sebagai obat
untuk korupsi. Tata kelola yang baik termasuk komitmen yang luas terhadap supremasi hukum
sangat penting untuk kelestarian lingkungan dan merupakan cara untuk menghentikan dampak
merusak yang diakibatkan korupsi terhadap lingkungan.

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Korupsi sudah menjadi persoalan utama di semua negara-negara terbelakang dan
berkembang (Dininio, 2004) .Korupsi merupakan masalah bentuk permasalahan global yang
harus dihadapi oleh semua negara di dunia ini, pemerintah, dan komunitas (Ho dan Huang,
2011).
Korupsi menghambat jalannya upaya suatu bangsa untuk mewujudkan negara yang
sejahtera. Dan juga banyak sumber daya diambil oleh orang-orang yang hanya
mementingkan pribadinya sendiri. Akibatnya, masyarakat miskin tidak dapat mengakses
banyak program pembangunan sehingga tidak dapat meningkatkan taraf hidup mereka, hal
ini mengakibatkan kondisi yang lebih buruk, dimana beberapa orang hidup dalam kondisi
makmur dan pada saat yang sama sebagian besar masyarakat hidup dalam taraf subsistensi
(Morris, 2012). Korupsi secara umum seperti kebanyakan menyalahgunakan posisi atau
mengambil sumber daya bagi para pejabat publik untuk keuntungan pribadi mereka biasanya
dalam bentuk penyuapan (Lee dan Oh, 2007).
Korupsi di Indonesia dapat terjadi jauh sebelum Indonesia merdeka. Di era kerajaan,
otoritas lokal harus melayani raja di pusat otoritas. Mereka tidak mendapat gaji. Kalau tidak,
mereka bisa mengeksploitasi sumber daya ekonomi di wilayah mereka dan memperoleh
pendapatan dari itu. Setelah Indonesia merdeka, kondisinya lebih buruk dari sebelumnya.
Ketidakstabilan politik mendorong kondisi ekonomi yang buruk. Hal ini menyebabkan
Indonesia mengalami hiperinflasi pada periode 1965-1966 dan merugikan karyawan
pendapatan tetap. Partai politik juga menyusup ke pemerintahan. Di era ini, kolusi dan
nepotisme lebih kuat. Rekrutmen, penempatan, dan promosi hanya didasarkan pada partai
politik yang sama (Widodo, 2006; Economakis, 2010).
Dalam beberapa kasus korupsi di indonesia, negara juga turut menangung defisit
materiil yang sangat besar. akhir-akhir ini pada tahun 2020 indonesia digemparkan dengan
kasus korupsi yang tengah menjadi sorotan masyarakat indonesia yaitu kasus dugaan korupsi
PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Yang menelan kerugian negara mencapai Rp16,81 triliun
dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Menurut Badan Pemeriksa
Keuangan menyatakan Persoalan mengklaim skandal itu bersifat gigantik atau berskala besar
di perusahaan asuransi.
Bahkan, apabila tak segera diselesaikan, sistematik dampaknya akan. Jiwasraya akan
meluas, bukan hanya di tubuh Artinya, pengaruh dari persoalan keuangan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat kita dapat rrumuskan masalahnya sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud korupsi itu sendiri?
2. Bagaimana gambaran umum pada kasus korupsi di Indonesia?
3. Apa penyebab kasus korupsi di Indonesia? Apa akibatnya bagi bangsa
Indonesia?
4. Kasus korupsi apa yang dilakukan PT Asuransi Jiwasrya (Persero)?
5. Apa dampak yang terjadi atas kasus korupsi PT Asuransi Jiwasrya (Perssero)?
6. Bagaimana peran pemerintah dalam menangani kasus korupsi PT Asuransi
Jiwasrya (Perssero)?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan Dari Penulisan Makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian Korupsi itu apa
2. Mengetahui kasus korupsi yang dilakukan oleh PT Asuransi Jiwasrya
(Persero)?
3. Mengetahui peran pemerintah dalam menengani kasus korupsi PT Asuransi
Jiwasrya (Persero)?
4. Mengetahui dampak yang terjadi yang dilakukan oleh PT Asuransi Jiwasrya
(Persero)?
1.4 Manfaat Penulisan Makalah
Manfaat Dari Penulisan Makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi penulis, memberikan manfaat dalam memahami dan menambah ilmu
pengetahuan serta wawasan mengenai pengertian korupsi, latar belakang
terjadinya korupsi di indonesia, dampak dan peran pemerintah dalam
menangani kasus korupsi PT Asuransi Jiwasrya (Persero)
2. Bagi pembaca, mendorong pembaca untuk memerangi kasus korupsi karena
dampaknya sangat merugikan negara itu sendiri serta mengajak pembaca
untuk cermat dalam memilih pemimpin yang bertanggung jawab dan dapat
memegang kepercayaan masyarakat banyak.

1.5 Sistematika Penulisan Makalah


Sistematika penulisa Makalah ini dibagi menjadi empat bab. Berikut adalah
ikhtisar dari setiap bab, termasuk:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memuat pembahasan tentang latar belakang korupsi,
perumusan masalah korupsi, tujuan, manfaat serta sistematika
penulisan tugas.

BAB II LANDASAN TEORI


Bab ini memuat penjelasan mengenai landasan teori yang
berhubungan dengan makalah ini.

BAB III PEMBAHASAN


Bab ini memuat pembahasan mengenai pengertian korupsi,
gambaran umum korupsi, Alasan terjadi kasus korups, akibatnya
bagi bangsa indonesia , kasus korupsi yang dilakukan
jiwasraya,dampak yang terjadi kasus korupsi jiwasraya dan peran
pemerintah dalam menangani kasus korupsi jiwasraya.

BAB IV PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan yang di peroleh, serta saran yang di


butuhkan untuk menangani solusi kasus korupsi jiwasraya maupun
di indonesia
BAB II
LANDASAN TEORI

Salah satu cara terbaik untuk melihat korupsi adalah ketika tindakan individu
meniadakan prinsip moral yang memandu kewajiban resmi mereka. Korupsi dengan demikian
tidak dapat dihindarkan dari pelanggaran aturan etnis yang mengikat pelaksanaan tugas
resmi. Setiap posisi resmi baik secara pribadi atau publik dipandu oleh etika dan etika ini ada
untuk mengatur perilaku resmi. Beberapa faktor akan membuat konsensus tentang penyebab dan
cara yang berhasil pemberantasan korupsi agak bermasalah. Diantara faktor-faktor tersebut
menurut Agubamah (2009) keunikan setiap masyarakat dan atau negara, dinamika atau sifat
sosial yang berubah interaksi politik dan ekonomi dalam komunitas global dan perbedaan dalam
persepsi praktik korupsi oleh berbagai disiplin ilmu.
Salah satu teori korupsi adalah teori modernisasi. Di kata Huntington 1968, salah satu
ahli teori modernisasi yang dikutip oleh Adefulu (2007) mengamati bahwa: proses pembangunan
ekonomi dan politik dalam masyarakat modern cenderung melahirkan ketidaksetaraan,
ketidakstabilan politik dan korupsi yang dapat didefinisikan hanya dalam istilah penggunaan
publik kekuatan untuk mencapai tujuan pribadi. Bekerja dengan sungguh-sungguh setelah
Konferensi Gerakan Non-Blok Bandung (1955)…Ahli teori modernisasi menjelaskan bahwa:
penyebab, skala dan kejadian korupsi dan korupsi
Praktek di negara-negara pra-kolonial dalam hal logika patrimonialisme, neo
patrimonialisme, prebendalisme, dan patro-klientelisme dan proposisi utama yang umum untuk
semua teori kerjasama ini berpusat pada pandangan bahwa korupsi ekstraktif di indonesia (dan di
tempat lain di negara berkembang) adalah salah satu konsekuensi yang tidak dapat diterima dari
pencangkokan modern struktur politik dan proses pada struktur sosial politik masyarakat adat
yang berfungsi di dasar nilai dan kewajiban lama (ibid). Terlepas dari manfaat yang diperkirakan
dari pemerintah campuran pinpiontedlyl Sklar (2003) sebagai dilaporkan dalam Adefulu (2007)
insiden korupsi di indonesia dipandang sebagai hasil dari perilaku pejabat publik yang
menyimpang dari norma yang berlaku, dan yang juga menandakan tidak adanya kelembagaan
politik yang efektif yang membuat para pejabat tersebut sulit untuk melakukannya menceraikan
peran publik mereka dari peran pribadi, sehingga mendorong mereka untuk menundukkan
mereka peran institusional terhadap tuntutan eksogen '.
Menurut Adefulu (ibid) Huntington cara menunjukkan casing teori ortodoks korupsi
hanya menggambarkan asal ancaman dengan membenarkan korupsi berdasarkan alasan parokial
di dalam hal keterbelakangan politik dan dalam hal kecenderungan masyarakat tradisional untuk
terlibat dalam apa yang oleh Clapham (1985) dikutip oleh Adefulu (2007) sebagai pribadi hadiah
pemberian yang diyakini hampir universal dalam masyarakat patrimonial. 
Sekuat file Argumen dari teori ortodoks patrimonialsm misalnya Huntington, adalah
untuk menjelaskan dan spiral Alasan korupsi di negara-negara yang memiliki studi kasus
patrimonialisme, yang berkembang biak ketimpangan, ketidakstabilan politik yang diyakini
disebabkan oleh proses ekonomi yang salah dan perkembangan politik, konsep patrimonialisme
gagal memberi tahu kita alasan yang berarti tentang penyebab aktual dan prevalensi
korupsi. Kegagalan ini mendorong para analysst liberal Barat untuk melakukannya
mengoperasionalkan konsep terkait lainnya yang diberi tag neo patrimonialisme untuk
menjelaskan fenomena tersebut.

BAB III
PEMBAHASAN
2.1 Korupsi
Corruption atau rasuah (Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang artinya busuk, rusak,
diguncang, dipelintir, disuap ialah merupakan |yakni perbuatan pejabat publik, bagus politisi
ataupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam perbuatan itu yang secara tak
wajar dan tak resmi menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan terhadap mereka
untuk menerima profit sepihak.
Dari sudut pandang peraturan undang-undang, tindak pidana korupsi secara garis
besar memenuhi faktor - faktor sebagai berikut:perbuatan melawan hukum,
 Menggunakan wewenang demi hal pribadi, dan kesempatan pribadi , atau sarana
kesenangan pribadi tidak memperdulikan orang banyak,
 Memperkaya diri sendiri dengan kekusaan, dan bersekutu seseama orang lain, atau
korporasi, dan
 Memyebabkan kerugikan keuangan negara yang tidak sedikit atau perekonomian negara.
Beberapa jenis tindak pidana korupsi di antaranya, tetapi bukan semuanya, adalah :
 Memberi atau menerima hadiah atau janji demi tujuan yang ingin dicapai (penyuapan),
 Melakukan Penggelapan dalam jabatan agar teman sesama bisa masuk dengan mudah,
 Ikut memeras bawah dengan posisi jabatannya,
 Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
 Menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Undang-undang dasar Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan


Ketetapan Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi. Untuk UU No. 31 Tahun
1999 sama seperti telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, ada tujuh tipe delik itu yaitu korupsi:
(1) tindakan yang merugikan bangsa;
(2) penyuapan;
(3) penggelapan pekerjaan;
(4) pemerasan;
(5) penipuan;
(6) benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa; dan
(7) gratifikasi (Ardisasmita, 2006, hal. 4)
(8) pejabat publik.

Hubungan antara Desentralisasi dan Korupsi


Dari kerangka teoritis, bagaimana desentralisasi mempengaruhi korupsi adalah
ambigu. Pandangan pertama menunjukkan bahwa desentralisasi mengarah pada fragmentasi
yang lebih besar dari kekuasaan pengambilan keputusan pemerintah. Kerusakan koordinasi
di antara birokrat dapat menyebabkan ekstraksi sewa yang berlebihan (Shleifer dan Vishny,
1993). Pendukung argumen ini, Treisman (2000) menemukan bahwa negara federal memiliki
tingkat korupsi yang lebih tinggi karena masalah 'penggembalaan berlebihan' di antara
berbagai tingkat entitas pemerintah atas target yang sama.
Selain itu, Prud'home (1995) dan Tanzi (1994) berpendapat bahwa rendahnya
kapasitas birokrat daerah dalam menyampaikan barang dan jasa publik dapat menghambat
realisasi manfaat dari desentralisasi. Lebih lanjut, Bardhan dan Mookherjee (2000)
menyatakan bahwa kelompok kepentingan mungkin lebih kohesif di tingkat lokal, yang
mengarah pada penangkapan negara yang lebih besar dan substitusi transfer swasta untuk
layanan publik. Jika argumen teoritis ini benar, negara-negara di mana bagian yang lebih
besar dari bisnis publik dilakukan di tingkat subnasional akan lebih korup dan kurang efektif
dalam menyediakan barang-barang publik daripada negara di mana layanan publik lebih
terpusat.
Pandangan yang berlawanan menunjukkan bahwa desentralisasi diharapkan
memiliki dampak moderat terhadap korupsi, dengan meningkatkan peran pemerintah daerah
dan menonjolkan kekuatan persaingan antar yurisdiksi dan politik (Tiebout 1956 dalam
Huther dan Shah, 1998; Fisman dan Gatti,
2002). Jin et al (1999 dalam Kuncoro 2006) menggarisbawahi bahwa persaingan
antar daerah akan membuat pemerintah enggan mengadopsi kebijakan intervensionis -
khawatir bahwa faktor-faktor produksi yang bergerak dapat berpindah ke yurisdiksi yang
kurang intervensionis. Namun ada sikap yang lebih moderat yang berpandangan bahwa
apakah desentralisasi harus mendorong atau mencegah pencarian rente birokrasi akan
bergantung pada apakah desentralisasi pengeluaran disertai dengan devolusi perolehan
pendapatan ke pemerintah daerah atau tidak (Smoke dan Lewis, 1996).
Beberapa studi meninjau bukti dari regresi lintas negara tentang hubungan antara
desentralisasi dan ukuran korupsi dan kinerja pemerintah. Estache dan Sinha (1995) meneliti
topik ini berdasarkan kumpulan data panel dari 20 negara dari tahun 1970 hingga 1992.
Mereka mengevaluasi hubungan antara ukuran desentralisasi pengeluaran dan pengiriman
per kapita dari berbagai bentuk infrastruktur. Mereka menemukan asosiasi positif yang
signifikan secara umum, efek yang lebih kuat ketika ada desentralisasi pendapatan yang lebih
besar. Faktanya, terdapat sedikit asosiasi yang signifikan ketika pemerintah daerah
mengandalkan hampir secara eksklusif pada hibah pusat. Oleh karena itu, mereka
menemukan interaksi positif yang signifikan antara pengeluaran dan desentralisasi
pendapatan dalam pengaruhnya terhadap penyediaan infrastruktur dan pengaruh negatif
terhadap korupsi.
Hasil serupa dengan dampak positif desentralisasi terhadap pemerintahan dilakukan
oleh Fisman dan Gatti (2002) yang meneliti hubungan antara ukuran yang sama dari
desentralisasi pengeluaran dan tindakan korupsi. Mereka menggunakan dataset yang
mencakup 59 negara untuk periode tersebut
1980 hingga 1995. Kontrol regresi untuk indeks kebebasan sipil, PDB, ukuran
negara (populasi, pengeluaran pemerintah sebagai proporsi dari PDB), keterbukaan (rasio
impor terhadap PDB), selain indeks fraksionalisasi etnis, keberlakuan kontrak, adanya
konstitusi federal, boneka regional dan kolonial. Mereka menemukan korelasi negatif yang
signifikan antara desentralisasi pengeluaran dan tindakan korupsi, yang kuat dalam kaitannya
dengan rangkaian kontrol yang tepat atau tindakan atau sub periode korupsi.
Gambaran yang kontras muncul dari serangkaian hasil regresi lintas negara yang
komprehensif oleh Treisman (2000) yang meneliti korelasi antara delapan ukuran
desentralisasi yang berbeda dengan berbagai ukuran korupsi dan pemberian layanan sosial,
sambil mengendalikan rentang variabel yang lebih besar. Ukuran desentralisasi pengeluaran
yang sama ternyata tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan tindakan korupsi,
meskipun menggunakan kumpulan negara dan periode waktu yang sama dalam sampel.
Treisman (2000) menjelaskan perbedaan dari hasil Fisman-Gatti dengan penggunaan variabel
kontrol agama: proporsi Protestan dalam populasi. Variabel agama yang dikecualikan oleh
Fisman dan Gatti ini ternyata menjelaskan korelasi yang mereka amati antara korupsi dan
desentralisasi pengeluaran: negara-negara dengan lebih banyak Protestan cenderung kurang
korup dan lebih terdesentralisasi. Desentralisasi pengeluaran cenderung juga demikian

2.2 Gambaran Umum Korupsi di indonesia


kasus korupsi di indonesia terus saja mengalami peningkatan secara sistematis.
Korupsi terus saja menggerogoti diberbagai bidang perekonomian,distribusi sumber daya,
dan administrasi publik di Indonesia. Semua data dan laporan negara yang tersedia
menunjukkan bahwa korupsi tetap meluas, meresap ke semua lapisan masyarakat.
Bahkan korupsi yang merajalela dalam birokrasi Indonesia semakin meningkat. Bahkan
korupsi yang merajalela dalam birokrasi Indonesia semakin meningkat pengakuan
internasional
Di Indonesia, korupsi yang merajalela diyakini sebagai akibat dari korupsi pikiran
pejabat publik di pemerintahan. Menerima suap, misalnya, muncul menjadi bagian dari
rutinitas sehari-hari pejabat publik Indonesia yang korup. Kegagalan transparansi dan
akuntabilitas di mana pegawai negeri dianggap sebagai inti dari masalah ini telah lama
menjadi ciri sistem politik Indonesia (Kristiansen dan Ramli, 2006,
hal. 208; Heidenheimer dan Johnston, 2007, hal. 8). 
Antara kesalahan umum pegawai negeri Indonesia adalah penerimaan suap
terutama untuk proyek pemerintah serta penyuapan kecil dan "kecepatan" uang
(Kristiansen dan Ramli, 2006, hal. 208). Kemampuan pegawai negeri untuk meraup
keuntungan finansial melalui posisi dan kekuasaan mereka telah menarik banyak
pekerjaan
Korupsi di Indonesia bisa dilacak jauh kebelakang diera Indonesia merdeka. Di era
kerajaan, otoritas lokal harus melayani raja di pusat otoritas. Mereka tidak mendapat
gaji. Kalau tidak, mereka bisa memanfaatkan sumber daya ekonomi di wilayah mereka
dan dapatkan pendapatan dari itu Indonesia merdeka, syaratnya lebih buruk dari
sebelumnya. Ketidakstabilan politik drive ke kondisi ekonomi yang buruk. Ini
menyebabkan Indonesia mengalami hiperinflasi pada periode 1965-1966 dan merugikan
pendapatan tetap para karyawan. Partai politik juga menyusup kepada pemerintah. Di era
ini, kolusi dan nuansa nepotisme lebih kuat. Pengerahan, penempatan, dan promosi hanya
berdasarkan di partai politik yang sama (Widodo, 2006;Economakis, 2010).

Perkembangan korupsi di indonesia juga mendorong pemberantasan korupsi di


indonesia. namun hingga kini pemberantasan korupsi di indonesia belum menunjukkan
hasil titik terang di indonesia dan indonesia dalam perbandingan korupsi antarnegara
yang tetap rendah (Mochtar Lubis, 2001). hal ini juga ditunjukan dari banyak kasus-kasus
korupsi di indonesia seperti:
1. Kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero)
Kejaksaan Agung telah menetapkan enam tersangka kasus dugaan
korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero), antara lain:
a.Direktur Utama PT Hanson International Tbk. Benny Tjokrosaputro
b. Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat
c.Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary
Prasetyo.
d. Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 Hendrisman Rahim,
e. Mantan Kepala Divisi Investasi Keuangan Jiwasraya Syahmirwan
f. Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
2. Kasus korupsi PT Asabri
3. Kasus korupsi Bank Century
4. Kasus korupsi PT Pelindo II
5. Kasus korupsi Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi
6. Kasus surat keterangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI)
7. Kasus korupsi KTP elektronik
8. Kasus korupsi proyek Hambalang
Dan masih banyak lagi kasus-kasus korupsi yang pernah terjadi di indonesia.

2.3 Alasam Terjadinya Korupsi Di Indonesia Dan Akibatnya Bagi Negara


latar belakang terjadinya korupsi disebabkan beberapa kondisi yang mendukung
terjadinya korupsi, diantaranya sebagai berikut :
1. konsentrasi kekuasaan dipengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab
langsung kepada rakyat
2. kurangnya transparansinya pemerintah dalam mengambil keputusan.
3. kampanye-kampanye yang mahal yang dilakukan para petahana dengan
pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
4. proyek yang selalu melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
5. lingkungan tertutup yang hanya mementingkan diri sendiri dan jaringan
"terhadap teman lama".
6. lemahnya upaya penegak hukum yang masih rendah dan lemahnya koordinasi
penegakkan hukum tindak pindana korupsi.
7. lemahnya kualitas SDM aparat penegak hukum yang masih rendah.
8. kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
9. Gaji para pegawai pemerintah yang kecil membuat korupsi sering terjadi.

Dampak yang ditimbulkan dari korupsi bagi Indonesia :


Jumlah kasus korupsi yang terus meningkat di Indonesia telah meningkatkan
kesadaran akan dampak korupsi yang merusak pembangunan ekonomi, meskipun belum ada
penelitian yang mempertimbangkan nilai ambang batas di mana korupsi menghambat
pertumbuhan ekonomi. dampak korupsi menunjukkan adanya efek penurunan pertumbuhan bagi
provinsi dengan tingkat korupsi di bawah ambang batas , dan dampak merusak dari korupsi
tampak lebih kuat untuk provinsi dengan tingkat korupsi di atas ambang batas.
Dzhumashev (2009) menemukan bahwa dampak langsung korupsi juga memiliki
dampak negatif yang signifikan secara statistik ketika memasukkan istilah interaksi antara
korupsi dan pengeluaran pemerintah dalam estimasi. d'Agostino dkk. (2016)menemukan bahwa
dampak tidak langsung dari korupsi melalui konsumsi dan pengeluaran militer memiliki dampak
negatif yang kuat.
Hal ini dapat menyebabkan dampak korupsi bervariasi berdasarkan komponen
pengeluaran yang berbeda. Berbeda dengan studi yang ada yang memanfaatkan total belanja
pemerintah atau belanja militer, analisis ini mengkaji Korupsi mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi melalui dua komponen belanja pemerintah: belanja konsumen dan investasi. Jika
tingkat korupsi di atas ambang batas, dampak buruknya memperlambat pertumbuhan ekonomi.
 Pertama, korupsi memberikan beban yang tinggi transaksi bisnis, karena
hampir semua transaksi dengan birokrat pemerintah membutuhkan
pembayaran gelap yang sangat besar (Robertson-Snape 2000). Ini bisa
menjadi penghalang bagi bisnis yang baru dimulai dengan sedikit koneksi
politik. Itu bagus untuk diasumsikan banyak bisnis yang tidak mampu
membayar mahal untuk menyuap pejabat pemerintah pindah ke ekonomi
bawah tanah, yang seringkali membutuhkan lebih sedikit “korupsi-pajak
”atau keluar dari bisnis bersama. Jika kita lihat daftar orang Indonesia
terkemuka perusahaan bisnis, kita akan melihat bahwa hampir semuanya
mampu menjadi sukses di tempat mereka karena mereka telah membangun
hubungan dengan mantan presiden Suharto dan pejabat pemerintah
terkemuka lainnya (Raja 2000; Schwarz 2000).
 Kedua, korupsi juga berdampak besar pada budaya masyarakat Indonesia.
Itumenjadi norma sekarang bahwa setiap transaksi antara warga negara dan
pemerintahpejabat harus ditutup dengan pembayaran suap (Robertson-Snape
2000). Banyakkomentator sosial menyimpulkan bahwa Indonesia memiliki
budaya yang bertoleransikorupsi ( budaya korupsi ), yang di dalamnya
terdapat perilaku sosial dan norma budayamenjadi begitu mendarah daging
dan begitu toleran terhadap perilaku korup sehingga hal itu bisa
dibilangmustahil untuk melawannya (The Jakarta Post 11/27/2000).
 Ketiga, korupsi telah merusak kepercayaan warga terhadap
pemerintahpejabat dan birokrat, yang telah mengurangi kewenangannya di
antara warga negara. Karenakredibilitas pejabat pemerintah di antara warga
negara telah berkurang tajam dan orang merasa mereka tidak bisa berbuat
apa-apa untuk membuat birokrat bertanggung jawab kepada merekatindakan,
tingkat anomi sosial dan ketidakberdayaan di antara mereka yang paling
tidak mampuanggota masyarakat, yang paling menderita akibat dampak
korupsi, akan melakukannyameningkat secara signifikan. Hal ini dapat
menyebabkan masalah sosial yang besar seperti peningkatantingkat
kejahatan, penurunan solidaritas sosial, dan peningkatan penggunaan
kekerasan sebagai sarana untukmemecahkan masalah, karena bantuan hukum
resmi tidak mungkin diperoleh karenaprevalensi korupsi dalam sistem hukum
Indonesia (Lindsey 2000).
 Terakhir, korupsi dituding sebagai salah satu penyebab sosialkeluhan yang
tersebar luas di banyak bagian Indonesia yang jika tidak ditanganisegera, bisa
membawa negara Indonesia ke jurang kehancuran.

2.4 Kasus korupsi yang dilakukan PT Asuransi Jiwasrya (Persero)

Terbongkarnya kasus korupsi milik usaha BUMN oleh perusahaan Jiwasraya telah
menarik masyarakat luas. Perusahaan Jiwasraya sudah lama berdiri mulai era rezim Hindia
Belanda pada tanggal 31 Desember tahun 1859 dan di tanggal 21 Agustus tahun 1984 berganti
nama menjadi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) .
Pada masa itu bisnis Jiwasraya pernah pulih pada tahun 2011 tapi malah terseret
dampak pada darurat ekonomi atau krisis moneter pada musim 1998 Jiwasraya juga kehilangan
likuiditasnya yang membuat Jiwasraya mengalami gagal tukar tuntutan pengguna Rencana
Tabungan JS pada bulan Oktober tahun 2018 sebesar Rp802 miliar dan triliun per Desember
tahun 2019 mencapai Rp12,4. Buruknya penangganan keuangan Jiwasraya dikarenakan
perusahaan tapi Jiwasraya tetap membeli saham-saham pada rangkap 2 & 3 mendekati tutup
triwulan atau tutup tahun demi strategi “memperbarui” informasi keuangan (window dressing)
milik mereka.
BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) mendeteksi adanya ketidakwajaran nilai saham
tempat Jiwasraya berinvestasi selalu “melompat” menjelang 19 Vol. 12,
No.2/II/Puslit/Januari/2020 tutup tahun, dan kemudian saham itu tercatat dijual kembali
dibeberapa ditahun-tahun berikutnya. Karena nilai saham yang dibayar di bawah nilai bursa,
dibeberapa laporan finansial final tahun akan tercatat ke produk pendanaan Jiwasraya profitable
(untung sedikit). Namun pada kenyataannya perusahaan telah mengalami kerugian yang sangat
besar
Kronologi Kasus Korupsi PT Asuransi Jiwasraya
Tahun Terjadi Korupsi Keterangan Kasus Korupsi PT Asuransi Jiwasraya
2002 Insolvensi Jiwasraya(simpanan yang semakin mengecil dari semestinya) sebesar Rp2,9 triliun.
2004 Insolvensi perusahaan Jiwasraya juga mengalami risiko pailit(macet dalam pemabayaran) sebesar Rp2,76 triliun.

2006 -Ekuitas perusahaan Jiwasraya mengalami efek minus Rp 3,29 triliun dan dengan modal yang dimiliki jauh makin kecil
dibandingkan keharusan.

2008 -Defisit sebesar perseroan Rp5,7 triliun. Untuk memusnahkan bukti sengsara di informasi keuangan mereka. Setelah itu
Jiwasraya menghadirkan reksa fulus penyertaan terbatas dan resuransi (penyelamatan berjangka pendek).
2009 Defisit perusahaan Jiwasraya sebesar Rp6,3 triliun dan melanjutkan skema reasuransi.
2010 Perusahaan Jiwasraya melanjutkan rencana reasuransi.
2011 PT Asuransi Jiwasraya melakukan rencana reasuransi dan mengalami keumtungan sebesar Rp1,3 triliun
- Bapepam-LK berharap Jiwasraya memberikan alternatif dalam menyelesaikan secara menyeluruh dan mendasar
2012 jangka pendek. Rencana Tabungan JS untuk mendapatkan ijin dari Bapepam-LK pada 12 Desember tahun 2012
dengan guaranteed return 12% per tahun (lebih tinggi dibanding yield obligasi).
- Bapepam-LK resmi mengalihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan meminta Kementerian BUMN untuk
2013 melakukan langkah alternatif memulihkan keuangan Jiwasray beserta jangka waktunya karena rasio solvabilitas
perusahaan yang kurang dari 120%.
.
2014 -Perusahaan Jiwasraya mengalami peningkatan penempatan dana dibursa saham dan reksa dana.
- Perusahaan Jiwasraya mengalami lonjakan pendapatan premi sebasar 50%.
2015 - Hasil audit BPK ini menunjukkan adanya dugaan penyelewenggan tanggung jawab dan laporan aset investasi
keuangan melebihi realita (overstated) serta kewajiban di bawah realita (understated).
2016 - OJK memohon industri Jiwasraya melaksanakan rencana pemenuhan rasio kecukupan investasi pada industri
Jiwasraya sebab telah tidak lagi memakai mekanisme reasuransi.
2017 - Otoritas Jasa Keuangan meminta Jiwasraya melakukan evaluasi terhadap produk JS Saving Plan agar sesuai
kemampuan pengelolaan investasi.
2018 . - Otoritas Jasa K euangan dan Jiwasraya melakukan pembahasan penurunan pendapatan premi secara signifikan akibat
penurunan guaranted return (garansi imbal hasil) atas produk JS Saving Plan.

2019 - Jiwasraya sangat membutuhkan dana sebesar Rp32,89 triliun untuk memenuhi rasio solvabilitas (Risk Based Capital)
mencapai 120%.

2020 - Kejaksaan Agung meminta Badan Pemeriksa Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan melakukan kerjasama untuk
memulai audit investigasi kepada perusahaaan Jiwasraya.

2.5 Apa dampak yang terjadi atas kasus korupsi PT Asuransi Jiwasrya (Perssero)
Dampak yang terjadi atas kasus Dampak ekonomi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) bisa
lebih besar dari kerugian nasional yang mencapai Rp 16,8 triliun. Meski begitu, skala kasus Jiwasraya masih
memaksa BPK menghitung kerugian ekonomi negara. Agung menilai kasus Jiwasraya (Jiwasraya) sangat
berpengaruh sehingga perlu perhitungan ini.
Wakil Ketua Badan Pengawas Keuangan Agus Joko Pramono menegaskan,
dampak menilai kerugian ekonomi lebih luas daripada dampak kerugian nasional. Badan
Pengawas Keuangan akan mempertimbangkan berbagai faktor yang muncul dari kasus korupsi
Jiwasraya.
Permasalahan PT Jiwasraya( Persero) berakibat pada industri asuransi lain ialah 800
rekening diblokir dari 137 industri serta 25 rekening sudah dibuka kembali atas instruksi
OJK sebab tidak ikut serta dengan Jiwasraya. banyak nasabah yang dirugikan oleh
permasalahan Jiwasraya yang berefek pada kandas bayar. Permasalahan Jiwasraya
berakibat pula ke Industri Reksa Dana.
Bagi industri reksa dana, pengembalian semua modal yang diinvestasikan juga
dianggap bencana. Pasalnya, tidak ada jaminan investasi pokok di industri reksa dana.
Meskipun produk tersebut reksa dana terproteksi. Bukan hanya investor / nasabah
Jiwasraya, artinya setiap nasabah perusahaan asuransi lain juga bisa meminta full refund
jika merugi. Padahal, seperti yang diketahui semua orang, investasi di industri pasar modal
saat ini sedang terpuruk. Oleh karena itu, multiplier effect dari keputusan ini sangatlah
besar.

2.6 Peran pemerintah dalam menangani kasus korupsi PT Asuransi Jiwasrya


(Perssero)?

Kedudukan Pemerintah dalam menanggulangi permasalahan PT Asuransi


Jiwasraya merupakan solusinya bila pemerintah hendak menyelamatkan Jiwasraya,
hingga terdapat sebagian pemecahan yang bisa dicoba ialah:( 1) privatisasi,( 2)
bailout( dana talangan) dalam wujud Penyertaan Modal Negeri( PMN) dari APBN,
serta( 3) pembuatan Holding BUMN asuransi. Privatisasi dicoba dengan senantiasa
melindungi pemerintah bagaikan owner saham kebanyakan( di atas 50 persen) dengan
kebutuhan dana menggapai Rp 32 triliun buat penuhi standar modal berbasis risiko
( RBC) yang diatur Otoritas Jasa Keuangan sebesar 120%. Tetapi tetap Jiwasraya
melaksanakan privatisasi, keadaan keuangan Jiwasraya wajib dalam kondisi sehat,
sehingga mempunyai nilai jual besar buat penuhi kebutuhan dana yang lumayan tinggi.
Pemerintah dalam berusaha menyelamatankan Jiwasraya lewat metode modal
berbasis risiko dengan PMN, butuh memikirkan keadaan keuangan negeri( APBN) dikala
itu. Rencana pemindahan Ibukota Negeri yang lagi jadi fokus pemerintah pastinya saja
memerlukan bayaran yang sangat besar, sebaliknya keadaan penerimaan negeri dari pajak
saja belum maksimal. Pemerintah masih memerlukan dana di luar dari APBN buat
merealisasikan rencana program pembangunan. Buat itu, penyelesaian Jiwasraya lewat
bailout PMN butuh menyertakan alternatif pemecahan sumber dananya, apakah lewat
penerbitan obligasi Pesan Utang Negeri ataupun pinjaman dari luar negara. Dalam perihal
ini pemerintah wajib hati- hati dalam memutuskan.
Peran pemerintah dalam lakukan pengamanan Jiwasraya maka kudu ditunaikan melalui
Holding BUMN asuransi, maka kudu mempertimbangkan kapabilitas holding BUMN asuransi
selanjutnya untuk menyerap obligasi Jiwasraya sekitar Rp 4 hingga 5 triliun. Hal ini
mengaburkan obyek utama holding untuk menaikkan energi saing bisnis milik BUMN. Ada 7
perusahaan asuransi pemerintah yang dapat terlibat termasuk Jiwasraya dalam Holding BUMN.
Selain ketiga metode penyelamatan di atas, strategi keempat adalah bersama-sama menyediakan
Jiwasraya untuk diakuisisi oleh perusahaan lain.
Di antara empat opsi untuk menyelesaikan pekerjaan penyelamatan di atas, menyiapkan
asuransi BUMN dan mengakuisisi oleh perusahaan patungan lain adalah yang paling
memungkinkan untuk memastikan Jiwasraya untuk menjadi tanggung jawab mengucup polis
penabung yang tetap resmi utang Industri Saat ini, usaha yang polos ditunaikan pemimpin
merupakan bersama dengan lakukan penyusunan Holding BUMN asuransi. Induk holding
BUMN asuransi akan lakukan urusan guna PT Pengucapan Pembinaan Usaha Indonesia
(Persero) dan dapat diisi oleh perusahaan BUMN Askrindo, Jasa Raharja, Jasindo. Dalam
penciptaan Holding BUMN asuransi termasuk wajib ditunaikan lewat penjadian Indikasi
Penaklukan (PP) yang kini prasaja didalam step pembentukan misalnya dasar hukumnya.
Holding BUMN asuransi di inginkan dapat terkabul paling lambat pada Kwartal II Tahun 2020.
Dengan begitu Jiwasraya bakal beroleh injeksi kekayaan dari holding BUMN.

Reformasi Industri Asuransi


Peran Pemerintah dalam menangani kasus Jiwasraya dengan melakuakan reformasi
Lembaga Keuangan Non Bank, terutama dalam industri perasuransian perlu melakukan.
Reformasi meliputi antara lain: (1) pengaturan, (2) pengawasan, dan (3) manajemen risiko, ini
dilakukan untuk mengembalikan keyakinan publik kepada Lembaga Keuangan Non Bank
terutama pada perusahaan asuransi.
Selain itu, DPR RI juga harus memikirkan dalam meluruskan tentang Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang melakukan pengawasan substantif
terhadap industri non perbankan, khususnya bisnis asuransi. Pemerintah mencontohkan,
reformasi lembaga keuangan non bank terakhir terjadi pada 2000-2005 dan perlunya Sesuaikan
kondisi keuangan setelah krisis ekonomi pada tahun 1997 sampai dengan tahun 1998. Asosiasi
Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menilai perlunya ada reformasi industri asuransi seharusnya
diawali dari pemantapan peraturan undang-undang dan perangkat hukum. Langkah reaktif atau
kuratif seperti pembentukan lembaga penjamin polis (LPP) sebenarnya sudah diamanatkan
dalam UU No. 40 tahun 2014 seputar Perasuransian
Lagi pula Perhimpunan Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Mempunyai anggapan agar
menjalankan reformasi asuransi dapat tepat Sasaran perlu adanya program Insurance Technology
(Insurtech) dan daya nasional perbanyakan dalam mengembangkan kesadaran berasuransi. Selain
itu, BUMN perlu memikirkannya pembentukan Lembaga Pejuang Pemegang Polis (LPPP), serta
penangguhan implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) 17, perlindungan
klien asuransi sesuai markah OJK, sistematika porsi kepemilikan Canggung koordinasi
kemujaraban BPJS Kesehatan penundaan spin off asuransi syariah, perlunya adanya revisi UU
Kekayaan Pensiun dan merubah pengaturan perpajakan perusahaan asuransi.

2.7 Kesadaran korupsi


Kesadaran perilaku kognitif hampir di anak tangga paling bawah domain afektif
(Krathwohl, Bloom, & Masia, 1964). Konsep korkesadaran uption dapat diturunkan dari Sebuah
konsep dari situasional kesadaran dan itu organisasi etis iklim. Situasi kesadaran adalah
persepsi unsur-unsur di lingkungan dalam ruang dan waktu, itu pemahaman dari mereka arti,
dan proyeksi dari mereka status dalam tidak lama lagi (Endsley, 1995). Based di ini definisi,
sana adalah tiga elemen situasi kesadaran: itu persepsi dari itu elemen di itu lingkungan
Hidup dan itu organisasi; itu pemahaman maknanya; dan proyeksistatus masa depan mereka.
Perceptio tersebutn dari elemen dalam melibatkan lingkungan membuat distinctions
menjaditween informasi yang relevan dan tidak relevan. Lingkungan korupsi berisiko tinggi
akankemungkinan mengandung besar informasi yang adalah relevan untuk sebuah antarnal
auditor di menyelesaikan Sebuah penipuan penilaian. Itu penilai wewenang adalah untuk
memahami ini informasi. Ini pemahaman namun pergi luar persepsi dan termasuk sebuah
secara mendalam pemahaman dari itu pentingnya setiap bagian dari informasi. Setelah
persepsi dan pemahaman, akhir perannya adalah untuk memproyeksikan tindakan di masa depan.
Jikaauditor memahami bahwa korupsi itu ada dalam suatu situasi, dia perlu menggunakan
skeptisisme profesional yang lebih tinggi seperti yang diminta oleh standar audit.

Yang penting tingkah laku untuk diukur adalah apakah itu intern auditor adalah
sadar akan itu keberadaan beberapa pers abnormal pada, fenomena, acara atau keadaan urusan
(Krathwohl et al., 1964). Tugas-tugas yang dilakukan dalam audit internal membutuhkanuire
seperangkat keterampilan sosial yang mungkin berbeda di tempat kerja lingkungan dan
ekonomi (Siegel & Tukang giling, 2010). Di memesan untuk bertindak secara etis, individu
harus menjadi sadar dari apa adalah dipertimbangkan right dan salah dalam masyarakat
(Dickerson, 2009). Jika ada ambiguitas, itu akan meningkatkan kemungkinan individu akan
menjaditidak menyadari etika situasi tertentu. Dalam profesi auditing, sosial consensus mungkin
mengurangi etis ambiguitas (Chia & Mee, 2000; Jones, 1991) dan oleh karena itu heighten
etis kesadaran, pertimbangan dan tingkah laku. Dickerson (2009) melaporkan that sebuah
auditor' skepekaan etis diperkuat oleh luasnya kesepakatan sosial seputar etika masalah.
Wimbush & Shepard (1994) dilaporkan bahwa itu etis iklim dalam sebuah organisasi /
lingkungan berpengaruh positif terhadap etika kepekaan.

BAB IV
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Salah satu cara terbaik untuk melihat korupsi adalah ketika tindakan individu
meniadakan prinsip moral yang memandu kewajiban resmi mereka. Bekerja dengan sungguh-
sungguh setelah Konferensi Gerakan Non-Blok BandungAhli teori modernisasi menjelaskan
bahwa: penyebab, skala dan kejadian korupsi dan korupsi praktek di negara-negara pra-kolonial
dalam hal logika patrimonialisme, neo patrimonialisme, prebendalisme, dan patro-klientelisme
dan proposisi utama yang umum untuk semua teori kerjasama ini berpusat pada pandangan
bahwa korupsi ekstraktif di indonesia adalah salah satu konsekuensi yang tidak dapat diterima
dari pencangkokan modern struktur politik dan proses pada struktur sosial politik masyarakat
adat yang berfungsi di dasar nilai dan kewajiban lama.
Terlepas dari manfaat yang diperkirakan dari pemerintah campuran pinpiontedlyl
Sklar sebagai dilaporkan dalam Adefulu insiden korupsi di indonesia dipandang sebagai hasil
dari perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma yang berlaku, dan yang juga
menandakan tidak adanya kelembagaan politik yang efektif yang membuat para pejabat tersebut
sulit untuk melakukannya menceraikan peran publik mereka dari peran pribadi, sehingga
mendorong mereka untuk menundukkan mereka peran institusional terhadap tuntutan eksogen '.
Sekuat file Argumen dari teori ortodoks patrimonialsm misalnya Huntington, adalah untuk
menjelaskan dan spiral Alasan korupsi di negara-negara yang memiliki studi kasus
patrimonialisme, yang berkembang biak ketimpangan, ketidakstabilan politik yang diyakini
disebabkan oleh proses ekonomi yang salah dan perkembangan politik, konsep patrimonialisme
gagal memberi tahu kita alasan yang berarti tentang penyebab aktual dan prevalensi korupsi.
Mereka menemukan korelasi negatif yang signifikan antara desentralisasi pengeluaran dan
tindakan korupsi, yang kuat dalam kaitannya dengan rangkaian kontrol yang tepat atau tindakan
atau sub periode korupsi.
Gambaran yang kontras muncul dari serangkaian hasil regresi lintas negara yang
komprehensif oleh Treisman yang meneliti korelasi antara delapan ukuran desentralisasi yang
berbeda dengan berbagai ukuran korupsi dan pemberian layanan sosial, sambil mengendalikan
rentang variabel yang lebih besar. Dampak yang ditimbulkan dari korupsi bagi Indonesia :
Jumlah kasus korupsi yang terus meningkat di Indonesia telah meningkatkan kesadaran akan
dampak korupsi yang merusak pembangunan ekonomi, meskipun belum ada penelitian yang
mempertimbangkan nilai ambang batas di mana korupsi menghambat pertumbuhan ekonomi
3.2. Saran
Demikian paper yang penulis buat, semoga paper ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Lebih khusus bagi teman-teman mahasiswa dalam mempelajari mata kuliah pendidikan
kewarganegaraan terutama mengenai kasus korupsi. Adapun mengingat keterbatasan penulis dan
penyusun makalah ini, jika ada kekeliruan atau kesalahan dalam penyusunan, maka sebagai
penulis mohon kritik dan saran dari teman-teman atau pembaca.
3.3. Referensi
Author RienditasaffiraNuran
Article title: 281669604 makalah-kasus-korupsi
Website title: Slideshare.net
URL: https://www.slideshare.net/RienditasaffiraNuran/281669604-makalahkasuskorupsi
Article title: Dampak Korupsi Terhadap Berbagai Aspek Kehidupan
Website title: KOMPASIANA
Author RienditasaffiraNuran
Article title: 281669604 makalah-kasus-korupsi
Website title: Slideshare.net
URL: https://www.slideshare.net/RienditasaffiraNuran/281669604-makalahkasuskorups
Article title: Kronologi Kasus Gagal Bayar Jiwasraya Versi OJK
Website title: Cnnindonesia
https:// www.cnnindonesia.com/ekono mi/20191230095752-78-460918/ kronologi-
URL:
kasus-gagal-bayarjiwasraya-versi-ojk
Article title: Perjalanan Jiwasraya, Pionir Asuransi Jiwa yang Kini Terseok-seok
Website title: Kompas
https://www..com/tren/ read/2019/12/25/164037765/ perjalanan-jiwasraya-
URL:
pionirasuransi-jiwa-yang-kini-terseokseok?page=all

Ka’bah, R. (2007). KORUPSI DI INDONESIA. Jurnal Hukum & Pembangunan.


https://doi.org/10.21143/jhp.vol37.no1.144

Handayani, D. M. (2019). KORUPSI. Pengarah: Jurnal Teologi Kristen.


https://doi.org/10.36270/pengarah.v1i1.3

Quah, J. S. T. (2003). Causes and Consequences of Corruption in Southeast Asia: A Comparative Analysis of
Indonesia, the Philippines and Thailand. Asian Journal of Public Administration.
https://doi.org/10.1080/02598272.2003.10800416

Henderson, J. V., & Kuncoro, A. (2004). Corruption in Indonesia. NBER Working Paper Series.

Anda mungkin juga menyukai