Anda di halaman 1dari 13

Nama : ARIA PERKASA UTAMA

NO Absen : 07

Mata Kuliah : Penalaran Hukum

Analisis Epistemologi, Ontologi, dan Aksiologi


dalam Jurnal.

A. Pendahuluan
Filsafat adalah induk dari ilmu paling tua yang ada di dunia. Jadi semua ilmu
yang ada saat ini bersumber dari filsafat. Bisa dikatakan jika filsafat menjadi sumber
awal dari semua pengetahuan yang ada. Filsafat sendiri berarti berpikir mendalam,
kritis, serta memecahkan ide di luar kebiasaan.
Filsafat juga selalu berusaha menemukan kebenaran yang dipikirkan secara
rasional. Dalam ilmu filsafat, dikenal dengan tiga istilah yaitu ontologi, epistemologi,
serta aksiologi. Istilah ontologi, epistemologi, dan aksiologi adalah istilah yang erat
kaitannya dengan ilmu pengetahuan.
ontologi merupakan ilmu yang membahas tentang keberadaan atau merupakan
sebuah ilmu yang membahas tentang hakikat dari segala sesuatu yang ada baik itu
berupa realitas fisik maupun metafisik
epistemologi merupakan suatu ilmu yang mengkaji tentang sumber
pengetahuan atau asal mula metode, struktur, dan valid tidaknya suatu
pengetahuan. Sedangkan aksiologi, merupakan suatu teori nilai yang berhubungan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang telah diperoleh. Aksiologi sendiri dapat
diartikan sebagai sebuah ilmu yang membahas tentang hakikat manfaat atau
kegunaan dari pengetahuan yang sudah ada.
Sebelum kita masuk dalam cangkupan filsafat hukum dan objek materiil filsafat
hukum, telah dikatakan bahwa setiap objek matriil dari suatu disiplin ilmu
pengetahuan bisa saja sama dengan objek matriil ilmu pengetahuan lain, sehingga
pokok bahasannya saling bertumpang-tindih (covergency). Oleh karenanya terhadap
filsafat hukum; ilmu hukum pidana, hukum acara pidana, hukum perdata, hukum
acara perdata, hukum tata usaha negara, hukum administrasi negara, disamping
yang lainnya, sama-sama membahas hukum sebagai objek matrilnya juga selalu
bertumpang tindih oleh sebab itu disebut juga sebagai ilmu-ilmu hukum. Berkenaan
dengan itu, Satjipto Rahadjo memberikan penjelasan tentang pengertian filsafat
hukum terhadap objeknya yakni ; filsafat hukum itu mempersoalkan pertanyaan-
pertanyaan yang bersifat mendasar dari hukum. Gustav Radbruch merumuskannya
dengan sederhana, yaitu bahwa filsafat hukum itu adalah cabang filsafat yang
mempelajari hukum yang benar, sedangkan Langemeyer menyatakan pembahasan
secara filosofis tentang hukum. Dengan demikian pengertian filsafat hukum pada
tataran ontologi, epistimologi dan aksiologi, bahwa filsafat hukum bertujuan untuk
mempelajari bagaimana filsafat digunakan untuk menemukan hukum secara hakiki.

B. Analisis Jurnal melalui Pendekatan Epistemologi, Ontologi, dan Aksiologi


1. Jurnal Dengan Judul : Analisa Yuridis Penerapan Good Corporate
Governance Pada Usaha Asuransi Mutual (Studi Terhadap Asuransi Jiwa
Bersama Bumiputera 1912)
a. Penulis
Alvizt Vega Desra Saragih, Mahasiswa Magister Ilmu Hukum
Universitas Indonesia
b. Ringkasan Jurnal
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa
pengaturan dan penerapan Good Corporate Governance atau tata kelola
perusahaan yang baik bagi perusahaan asuransi mutual di Indonesia. Dan
untuk mengetahui seperti apa tanggungjawab dari pengelola statuter yang
ditunjuk OJK untuk melakukan restrukturisasi pada AJB Bumiputera terhadap
penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif karena menggunakan
bahan pustaka sebagai bahan utama, yaitu bahan hukum primer yang terdiri
dari norma dasar atau kaidah, ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berhubungan dengan prinsip Good Corporate Governance khsususnya
pada perusahan perasuransian. Hasil penelitian menunjukan bahwa
penerapan prinsip Good Corporate Governance pada AJB Bumiputera telah
dilakukan sesuai dengan anggaran dasar perusahaan, namun masih belum
maksimal dan memadai sebab adanya kekosongan regulasi yang mengatur
secara sepesisfik tentang Usaha Asuransi Mutual di Indonesia.
Tanggungjawab pengelola statuter terhadap penerepan prinsip good
coorporate governance telah dilakukan dengan upaya yang maksimal
meskipun belum sesuai dengan harapan. Sebab sampai pada saat ini AJB
Bumiputera masih belum dapat melakukan pembayaran klaim yang telah
jatuh tempo pada pemegang polis, yang mana hal tersebut merupakan
pelanggaran terhadap prinsip keadilan dan kewajaran.
c. Analisis Ontologi
Memperhatikan aliran pemikiran dalam ontologi apabilat dikaitkan
dengan Penerapan Good Corporate Governance dalam perusahaan Asuransi
bumiputera, maka aliran ontologi dualisme merupakan aliran yang paling
dekat untuk memahami secara ontologi. Aliran Dualisme menggangap bahwa
hakekat itu ada dua, yakni sumber aslinya adalah materi dan rohani yang
keduanya merupakan hakikat yang bebas dan berdiri sendiri, sama-sama asli
dan abadi.
Aspek Ontologi Penerapan Good Corporate Governance dalam
perusahaan Asuransi bumiputera merupakan bagian dari filsafat
pengetahuan, mengingat bahwa perlindungan tersebut akan mempengaruhi
berjalannya Perusahaan menuju ke tujuannya, yaitu bagaimana menciptakan
tata kelola perusahaan secara baik.
Menurut Pudjawijatna bahwa esensi dari sistematika filsafat
sesungguhnya meliputi penyelidikan tentang hakekat ada, yakni ada umum,
ada mutlak, ada terbatas dan ada khusus. Keseluruhannya meliputi hakekat
adanya Tuhan, alam semesta, adanya makhluk hidup dan makhluk tidak
hidup (benda); termasuk pengalaman dan pengetahuan manusia, nilai nilai
dalam kehidupan (budaya dan peradaban); dan niilai-nilai dalam kehidupan
(budaya dan peradaban); dan nilai-nilai Ketuhanan dan keagamaan.
Penerapan Good Corporate Governance dalam perusahaan Asuransi
bumiputera yaitu demi mewujudkan suatu sistem pengelolaan perusahaan
yang mencerminkan hubungan yang sinergi antara manajemen dan
pemegang saham, kreditur, pemerintah, supplier, dan stakeholede lainnya.
GCG secara definitive merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan untuk menciptakan nilai tambah untuk semua stakeholder.
Good Corporate Governance dalam perusahaan Asuransi bumiputera
ini berlaku terhadap seluruh komponen yang terlibat baik secara langsung
maupun tidak dalam perusahaan ini. Konsekuensinya, regulasi yang berkaitan
dengan Good Corporate Governance dalam perusahaan Asuransi bumiputera
harus ditungakan dalam regulasi yang baku dan mengikat.
d. Analisis Epistemologi
Mengingat bahwa Penerapan Good Corporate Governance adalah
merupakan bagian daripada hukum ketenagakerjaan dan sekaligus sebagai
suatu pengembangan ilmu hukum, maka epistimologi ini berkenaan dengan
pengembangan ilmu hukum.
Hukum itu dibuat tidaklah sekedar untuk memenuhi kebutuhan
struktur kenegaraan, melainkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
suatu negara. Dan dengan demikian maka sesungguhnya kehadiran hukum
itu tidak terlepas dari masyarakatnya. Hukum itu ada untuk memenuhi
kebutuhan sosial, ekonomi dan kultural mayarakat.
Pengaruh hukum dalam mengatur kehidupan manusia digambarkan
dengan baik oleh van Apeldoorn. Ia menuliskan bahwa manusia setiap saat
dikuasai oleh hukum. Hukum menurut Apeldoorn mencampuri urusan
manusia sebelum ia lahir, bahkan sesudah ia meninggal.
Dalam kehidupan modern, berbagai kemajuan di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi telah menandai pola hubungan antar individu
dalam masyarakat. Namun seperti dikatakan oleh Aristoteles, manusia pada
dasarnya mahluk sosial yang selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan
sesamanya, karena ia suka bermasyarakat (zoon politicon).
Di balik apa yang telah dicapai dalam kemajuan peradaban manusia
yang didukung unsur-unsur ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum
memainkan peran penting untuk menjaga keseimbangan sosial dalam
masyarakat, menyelaraskan perbedaan kepentingan yang muncul, mengatur
alokasi sumberdaya yang terbatas, menyeimbangkan, dan mengarahkan
perilaku manusia dalam berintraksi dengan masyarakat yang lebih besar.
Tanpa hukum niscaya manusia hanya akan memangsa manusia lain yang
lebih lemah (homo homini lupus).
Hakekat Penerapan Good Corporate Governance adalah merupakan
sebuah jaminan terhadap pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik demi
tercapainya diharapkan mampu membuat perusahaan akan menjadi lebih
handal karena secara umum manfaat good corporate governance lainnya
adalah:  Meningkatkan kepercayaan publik  Menjaga going concern
perusahaan  Mengurangi resiko manajemen Entitas bisnis akan menjadi
efisien  Mengukur target kinerja manajemen perusahaan.
e. Analisis Aksiologi
Aksiologi hukum, terutama menyelidiki dan mengembangkan makna
nilai dan nilai tersebut sebagai integral fenomena budaya: aksiologi meneliti
sumber, jenis, tingkatan atau hirarkhi nilai, validitas dan hakekat nilai. Bidang
ini meliputi: sosio-budaya, budaya, filsafat hidup bangsa dan filsafat negara:
nilai-nilai sosial politik dan ekonomi, iptek, etika, dan estetika, bahkan nilai
ketuhanan dan agama yang membentuk kesadaran moral dan kepribadian
manusia atau peradaban bagi suatu bangsa, zaman. Didalamnya berkembang
kesadaran manusia akan nilai keadilan, kebenaran, kebebasan, ketaatan dan
persamaan. Secara sosiologis, sosio-psikologis dan sosio-kultural manusia
dalam fenomena kehidupan berkembang sebagai kesatuan antara subyek
manusia dengan ekosistem yang puncaknya membentuk manusia budaya dan
sistem budaya baik lokal, maupun nasional kenegaraan, dan universal.
Pengaturan mengenai GCG di Indonesia dapat ditemukan pada
Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002 Tentang Penerapan
Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang kemudian diperbarui menjadi Peraturan Menteri Negara Badan Usaha
Milik Negara Nomor PER-01/MBU/2011 jo PER-09/MBU/2012 tentang
Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang baik (Good Corporate Governance)
pada Badan Usaha Milik Negara. yaitu Good Corporate Governance adalah
prinsip korporasi yang sehat, yang perlu diterapkan dalam pengelolaan
perusahaan yang dilaksanakan semata-mata demi menjaga kepentingan
perusahaan.
Secara aksiologis penerapan Good Corporate Governance merupakan
rangkaian tata nilai, dimana secara normatif diarahkan untuk memberikan
kepastian hukum terhadap tata kelola perusahaan yang baik. Selain itu
kepastian hukum terhadap penerapan Good Corporate Governance
diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran baik secara teoritik
maupun praktis bagi pengembangan ilmu hukum khusunya perusahaan.
Dengan sumbangan pemikiran yang baik secara praktis maupun secara
teoritis dimaksudkan dapat memberikan solusi terbaik terhadap penerapan
Good Corporate Governance di dalam perusahaan.
2. Jurnal Dengan Judul : Asas Praduga Tak Bersalah dalam Kebijakan
Hukum Pidana di Indonesia
a. Penulis
Vivin Nurviana mahasiwa dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri
b. Ringkasan Jurnal
Asas hukum praduga tak bersalah adalah asas hukum yang membuat
seseorang memiliki hak sebagai individu hukum untuk dinyatakan tidak
bersalah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap. Asas hukum ini termuat di dalam KUHAP dan UU No. 48 Tahun
2009. Namun, terjadi perbedaan rumusan, misalnya, pada Pasal 14 Paragraf
Dua Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Hak Politik Tahun 1966.
Asas praduga tak bersalah dalam kovenan internasional tersebut mempunyai
rumusan “sampai dibuktikan bersalah menurut hukum”. Hasil telaahnya, lebih
jelas adanya rumusan “sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap” pada KUHAP dan UU
No. 48 Tahun 2009 dibandingkan dalam Kovenan Internasional tentang Hak
Sipil dan Hak Politik Tahun 1966.
c. Analisis Ontologis
Memperhatikan aliran pemikiran dalam ontologi apabilat dikaitkan
dengan Asas Praduga takbersalah, maka aliran ontologi monisme merupakan
aliran yang paling dekat untuk memahami secara ontologi. Aliran monisme
menggangap bahwa hakekat itu sumbernya adalah materi dan rohani yang
menjadi satu, sama-sama asli dan abadi.
Sementara itu, Hak Asasi Manusia (HAM) pada hakikatnya merupakan
hak yang paling dasar yang dimiliki oleh semua umat manusia sebagai
anugerah tertinggi dari Tuhan Yang Maha Kuasa, di manapun manusia itu
hidup, karena dengan hak-hak itu manusia dapat menjadi makhluk yang
bermartabat dan berkeadaban. Dengan posisi HAM yang sangat sentral
dalam makrokosmos maupun mikrokosmos kehidupan bangsa manusia, maka
tidak ada seorang ataupun penguasa dapat merampas atau mengurangi hak
dasar manusia.
Asas praduga tak bersalah juga merupakan salah satu bagian dari
HAM yang menjadi kebutuhan dasar manusia, ditambah fitrah manusia yang
pada hakikatnya adalah mencari kebenaran, maka keadilan yang timbul
akibat
d. Analisis Epistemologis
Penegakan HAM di sini bukanlah semata-mata penegakan dan
pelaksanaan peraturan atau undang-undang saja, akan tetapi dalam arti
materiil yaitu hukum yang sesuai dengan dan yang membawa keadilan sosial
bagi masyarakat. Dalam perspektif ini terbukti bahwa negara yang
menghormati HAM adalah negara hukum dalam arti materiil/substansial atau
rechtsstaat atau rule of law. Tanpa memperhatikan nilai atau substansi
tersebut, berarti sistem hukum yang berlaku menjadi represif dan
mempertahankan status quo. Hanya dalam sistem hukum yang responsif
atau akomodatiflah maka HAM dihormati dan berkembang.
Hukum itu merupakan bagian sangat penting dan mendasar dalam
hukum, bahkan Satjipto Rahardjo menjadikan asas-asas hukum itu sebagai
“jantungnya“ peraturan hukum. Romli Atmasasmita juga menegaskan bahwa
unsur mutlak dari hukum adalah asas dan kaidah. Kekuatan jiwa hukum
terletak pada dua unsur tersebut, bahwa unsur asas hukum merupakan
jantung pertahanan hidup hukum dalam masyarakat. Semakin dipertahankan
asas hukum, semakin kuat dan bermakna kehidupan dan pelaksanaan hukum
dalam masyarakat.
Bahkan Bambang Poernomo menegaskan bahwa asas-asas hukum
sebagai ungkapan hukum yang bersifat umum pada sumber asal kesadaran
hukum dan keyakinan kesusilaan kelompok manusia, maka sudah selayaknya
di antara kelompok manusia tumbuh asas-asas hukum yang berkembang
secara universal. Salah satu asas hukum yang sangat urgen dan fundamental
dalam memberikan arah bagi bekerjanya sistem peradilan pidana, adalah
asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence).
Asas ini menekankan bahwa dalam setiap proses perkara pidana
untuk kepentingan tegaknya hukum harus diselenggarakan berdasarkan asas
praduga tidak bersalah. Asas praduga tidak bersalah merupakan asas yang
telah berlaku secara universal. Asas ini tidak hanya dikenal dalam hukum
acara pidana Indonesia, tetapi juga dianut dalam hukum pidana
internasional.
e. Analisis Aksiologi
Dengan demikian, esensi dari negara hukum adalah terwujudnya
supremasi hukum sebagai salah satu sendi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Dalam kaitan inilah hukum harus senantiasa tampil
sebagai sarana yang harus mewarnai kehidupan, baik orang perorangan,
masyarakat, maupun lembaga-lembaga negara dan pemerintahan. Dalam
negara hukum, kedudukan warga negara demikian pula pejabat pemerintah
adalah sama, tidak ada perbedaan di muka hukum. Namun dalam fungsi
yang membedakan yaitu fungsi pemerintah adalah mengatur, sedangkan
rakyat adalah yang diatur, baik yang mengatur maupun yang diatur harus
berpedoman pada undangundang. Terkait hal di atas, Sudargo Gautama
mengemukakan dengan lugas dan tegas bahwa dalam suatu negara hukum
selain terdapat persamaan (equality) juga pembatasan (restriction).
Batas-batas kekuasaan ini juga berubah-ubah, bergantung pada
keadaan. Namun, sarana yang dipergunakan untuk membatasi kedua
kepentingan itu adalah hukum. Baik negara maupun individu adalah subjek
hukum yang memiliki hak dan kewajiban. Karena itu, dalam suatu negara
hukum, kedudukan dan hubungan individu dengan negara senantiasa dalam
keseimbangan. Kedua-duanya mempunyai hak dan kewajiban yang dilindungi
oleh hukum. Dalam berbagai literatur hukum dinyatakan bahwa salah satu
syarat bagi suatu negara hukum adalah adanya jaminan atas hak asasi
manusia (HAM).
Bahkan prinsip HAM merupakan salah satu pilar negara yang
berdasarkan konstitusi dan good governance. Semua konsepsi negara
hukum yang pernah dikemukakan oleh para pemikir tentang negara dan
hukum selalu meletakkan gagasan perlindungan HAM sebagai ciri utamanya.
Dalam konsep negara hukum baik rechtsstaat maupun rule of law,
terdapat perlindungan HAM yang tidak hanya menjadi persyaratan normatif
bagi ada tidaknya negara hukum, tetapi secara empirik.
3. Jurnal Dengan Judul : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja
Indonesia yang Bekerja ke Luar Negeri
a. Penulis
Solehoddin, Dosen Universitas Widya Gama Malang
b. Ringkasan
Kesempatan kerja di Indonesia yang terbatas berdampak pada
peningkatan pengangguran. Di sisi lain, kesempatan kerja di luar negeri yang
masih membutuhkan banyak lapangan kerja dan menawarkan gaji yang
tinggi menarik minat masyarakat Indonesia untuk bekerja di luar negeri.
Perlindungan tersebut merupakan pengakuan atas harkat dan martabat
manusia yang bertujuan untuk perlakuan yang sama bagi semua orang.
Berkaitan dengan itu, penting untuk merumuskan konsep perlindungan yang
memuat cita-cita mereformasi, membangun, dan membangun. Perlindungan
tenaga kerja Indonesia di luar negeri diberikan secara bertahap; sebelum
bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja. Ke depan, ideologi
perlindungan hukum bagi tenaga kerja Indonesia di luar negeri harus
mengandung cita-cita hukum dan kepastian hukum serta kesetaraan.
a. Analisis Ontologis
Aspek Ontologi Perlindungan Hukum terhadap tenaga kerja Indonesia
yang bekerja ke luar negeri yang disingkat TKI-BLN merupakan bagian dari
filsafat pengetahuan, mengingat bahwa perlindungan tersebut akan
mempengaruhi kehidupan manusia khususnya TKI-BLN yaitu bagaimana TKI-
BLN bisa mempertahankan kehidupnya serta menciptakan kehidupan yang
lebih baik. Menurut Pudjawijatna; bahwa esensi dari sistematika filsafat
sesungguhnya meliputi penyelidikan tentang hakekat ad a, yakni ada umum,
ada mutlak, ada terbatas dan ada khusus. Keseluruhannya meliputi hakekat
adanya Tuhan, alam semesta, adanya makhluk hidup dan makhluk tidak
hidup (benda); termasuk pengalaman dan pengetahuan manusia, nilai nilai
dalam kehidupan (budaya dan peradaban); dan niilai-nilai dalam kehidupan
(budaya dan peradaban); dan nilai-nilai Ketuhanan dan keagamaan.
Aspek Ontologi Perlindungan Hukum terhadap tenaga kerja Indonesia
yang bekerja ke luar negeri yang disingkat TKI-BLN merupakan bagian dari
filsafat pengetahuan, mengingat bahwa perlindungan tersebut akan
mempengaruhi kehidupan manusia khususnya TKI-BLN yaitu bagaimana TKI-
BLN bisa mempertahankan kehidupannya serta menciptakan kehidupan yang
lebih baik
Sebagai kajian ilmu pengetahuan, perlindungan hukum terhadap TKI-
BLN harus memenuhi syarat obyek materiil dan formil. Obyek materiil adalah
sesuatu yang dijadikan sasaran pemikiran (gegenstand), sesuatu yang
dipelajari atau apa yang merupakan pokok persoalan (subyek matter). Obyek
formal adalah cara pandang atau cara meninjau obyek materiilnya.
Mengingat bahwa perlindungan hukum terhadap TKI-BLN merupakan
bagian dari hukum ketenagakerjaan. Sedangkan hukum ketenagakerjaan
adalah bagian dari ilmu hukum pada umumnya. Hukum ketenagakerjaan
adalah hukum yang mengatur hubungan antara buruh/pekerja dengan
pengusaha/ majikan, dalam hal ini TKI-BLN dengan Pengguna Jasa TKI,
sedangkan Pemerintah adalah sebagai pengawas.
Obyek materiil dari Perlindungan Hukum Terhadap TKI-BLN adalah
norma atau kaedah hukum yang berkenaan dengan Perlindungan TKI-BLN.
Norma atau kaedah dalam hal ini bersumber dari peraturan perundang-
undangan, hukum kebiasaan maupun hukum interrnasional yang berasal dari
traktat atau perjanjian antar negara dan konvensi internasional.
Perlindungan hukum bagi TKI yang bekerja di luar negeri yaitu demi
menjamin kesejahteraan diri dan keluarganya, serta menghilangkan aspek
perdagangan manusia termasuk perbudakan dan kerja paksa, korban
kekerasan kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat
manusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia.
Perlindungan hukum ini berlaku terhadap TKI yang bekerja ke luar negeri
secara umum (berdokumen dan tidak berdokumen).
Salah satu komponen penting dalam hak untuk bekerja adalah hak
untuk mendapatkan perlindungan pekerjaan, yaitu hak atas perlindungan
hukum dan pengaturan lainnya bagi pemeliharaan dan perlindungan
hubungan perburuhan. Konsekuensinya, hak ini dirancang untuk melindungi
orang-orang yang memang sudah bekerja.
Dengan demikian maka perlindungan hukum terhadap TKI-BLN dapat
dikatakan memenuhi kriteria kajian dari filsafat terutama dalam perspektif
ontologi.
b. Analisis Epistemologis
Bidang epistemologi hukum terutama menyelidiki dan
mengembangkan makna hukum; sumber ilmu hukum, proses, syarat, batas,
validitas dan hakekat hukum, ilmu hukum dan pengetahuan hukum.
Bagaimana terbentuknya dan pengembangan ilmu hukum dan sistem hukum
nasional khususnya. Jadi epistemologi bidang hukum berarti menyelidiki teori
ilmunya hukum, atau ilmu dari ilmu hukum (Wissenschaftslehre).
Mengingat bahwa Perlindungan hukum terhadap TKI-BLN adalah
merupakan bagian daripada hukum ketenagakerjaan dan sekaligus sebagai
suatu pengembangan ilmu hukum, maka epistimologi ini berkenaan dengan
pengembangan ilmu hukum.
Soetandyo Wigyosoebroto mengemukakan bahwa dalam sejarah
perkembangan pengkajian hukum tercatat sekurang-kurangnya ada 3 konsep
hukum yang pernah dikemukakan orang, yakni:
1. Hukum sebagai asas moralitas atau asas keadilan yang bernilai universal
dan menjadi bagian inheren sistem hukum alam.
2. Hukum sebagai kaidah-kaidah positif yang berlaku pada suatu waktu
tertentu dan tempat tertentu, dan terbit sebagai produk eksplisit suatu
sumber kekuasaan politik yang terlegitimasi; dan
3. Hukum sebagai suatu institusi sosial yang riil dan fungsional di dalam
sisitem kehidupan bermasyarakat, baik dalam proses-proses pemulihan
ketertiban dan penyelesaian sengketa dalam proses-proses pengarahan
dan pembentukan pola-pola perilaku yang baru.
Hukum itu dibuat tidaklah sekedar untuk memenuhi kebutuhan
struktur kenegaraan, melainkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
suatu negara. Dan dengan demikian maka sesungguhnya kehadiran hukum
itu tidak terlepas dari masyarakatnya. Hukum itu ada untuk memenuhi
kebutuhan sosial, ekonomi dan kultural mayarakat.
Pengaruh hukum dalam mengatur kehidupan manusia digambarkan
dengan baik oleh van Apeldoorn. Ia menuliskan bahwa manusia setiap saat
dikuasai oleh hukum. Hukum menurut Apeldoorn mencampuri urusan
manusia sebelum ia lahir, bahkan sesudah ia meninggal.
Hukum memberikan perlindungan kepada benih yang dikandung
seorang ibu dan menjaga jenazahnya orang yang telah mati. Hukum juga
memberikan hak-hak seseorang secara langsung dari ibu bapaknya setelah ia
lahir dan meletakkan kewajiban secara langsung dari ibu bapaknya setelah ia
lahir dan meletakkan kewajiban atas ibu bapak terhadap anak-anaknya.
Apeldoorn juga menegaskan bahwa sejak lahir menusia merupakan obyek
hak.
Dalam hubungan ini, ikatan hukum yang jumlahnya tak terhingga
antara manusia adalah pendukung hak dan segala benda yang mengelilingi
manusia merupakan obyek hak. Dalam hubungan ini, ikatan hukum yang
jumlahnya tak terhingga antara manusia satu sama lain dengan dunia
jasmani yang mengelilinginya dan bahwa pergaulan hidup manusia yang
terjadi dari hubungan yang langsung dari asal usul, pertalian darah,
perkawinan, tempat tinggal, kebangsaan, perdagangan, pemberian jasa yang
beraneka ragam (sewa menyewa, pengangkutan, penyimpanan, pinjaman
uang asuransi, dan lain-lain).
Semua hubungan itu diatur oleh hukum dan semuanya adalah
hubungan hukum (rechts betrekkingen). Dalam kehidupan modern, berbagai
kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi telah menandai pola
hubungan antar individu dalam masyarakat.
Namun seperti dikatakan oleh Aristoteles, manusia pada dasarnya
mahluk sosial yang selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesamanya,
karena ia suka bermasyarakat (zoon politicon). Di balik apa yang telah
dicapai dalam kemajuan peradaban manusia yang didukung unsur-unsur ilmu
pengetahuan dan teknologi, hukum memainkan peran penting untuk
menjaga keseimbangan sosial dalam masyarakat, menyelaraskan perbedaan
kepentingan yang muncul, mengatur alokasi sumberdaya yang terbatas,
menyeimbangkan, dan mengarahkan perilaku manusia dalam berintraksi
dengan masyarakat yang lebih besar. Tanpa hukum niscaya manusia hanya
akan memangsa manusia lain yang lebih lemah (homo homini lupus).
c. Analisis Aksiologi
Aksiologi hukum, terutama menyelidiki dan mengembangkan
makna nilai dan nilai tersebut sebagai integral fenomena budaya: aksiologi
meneliti sumber, jenis, tingkatan atau hirarkhi nilai, validitas dan hakekat
nilai. Bidang ini meliputi: sosio-budaya, budaya, filsafat hidup bangsa dan
filsafat negara: nilai-nilai sosial politik dan ekonomi, iptek, etika, dan
estetika, bahkan nilai ketuhanan dan agama yang membentuk kesadaran
moral dan kepribadian manusia atau peradaban bagi suatu bangsa,
zaman. Didalamnya berkembang kesadaran manusia akan nilai keadilan,
kebenaran, kebebasan, ketaatan dan persamaan. Secara sosiologis, sosio-
psikologis dan sosio-kultural manusia dalam fenomena kehidupan
berkembang sebagai kesatuan antara subyek manusia dengan ekosistem
yang puncaknya membentuk manusia budaya dan sistem budaya baik
lokal, maupun nasional kenegaraan, dan universal.

Dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan


dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri disebutkan
bahwa pelaksanaan penempatan TKI Swasta adalah badan hukum yang
telah memperoleh izin tertulis dari Pemerintah untuk menyelenggarakan
pelayanan penempatan TKI di luar negeri (Pasal 1 angka 5). Mitra usaha
adalah instansi atau badan usaha berbentuk badan hukum di negara
tujuan yang bertanggung jawab menempatkan TKI pada pengguna (Pasal
1 angka 6). Pengguna Jasa TKI yang selanjutnya disebut pengguna adalah
instansi Pemerintah, Badan Hukum Pemerintah, Badan Hukum Swasta,
dan/atau Perseorangan di negara tujuan yang memmpekerjakan TKI
(Pasal 1 angka 7). Calon TKI yang selanjutnya disebut calon TKI adalah
setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pencari
kerja yang akan bekerja di luar negeri dan terdaftar di instansi
pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan (Pasal 1 angka 2). TKI adalah setiap warga negara
Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam
hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah
(Pasal 1 angka 1). Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para Menteri (Pasal 1
anggkan 6).

Anda mungkin juga menyukai