Anda di halaman 1dari 6

Persepuluhan sebagai ucapan syukur dan pengakuan akan

Tuhan

| |

Topik persepuluhan ialah topik yang dapat menimbulkan pro dan kontra di antara orang percaya.
Sebagian mengajar topik ini dengan menebar ketakutan atas nama sebuah keharusan, sedangkan
sebagian lainnya menawarkan iming-iming berkat Tuhan atas nama menabur dalam iman.

Praktik memberi persepuluhan bukan dimulai di zaman Musa (Hukum Taurat), tetapi dimulai
oleh Abraham. Abraham memberi persepuluhan pertama kali kepada seseorang yang bernama
Melkisedek (Kejadian 14:17-24). Mengapa ia memberikan 1/10 dari miliknya? Kita perlu
memahami kisahnya.

Kedorlaomer adalah pemimpin dari raja-raja yang menaklukkan raja-raja di sejumlah daerah,
termasuk Sodom dan Gomorah. Singkatnya, Kedorlaomer adalah ahli strategi perang dan
memiliki pasukan yang kuat. Lot dan keluarganya, yang tinggal di Sodom, menjadi tawanan raja
ini. Mendengar keponakannya ditawan, Abraham membawa 318 orang untuk membebaskan Lot
dan ia berhasil mengalahkan pasukan Raja Kedorlaomer (Kejadian 14:14). Kemudian, Abraham
kembali, dan tiba-tiba Melkisedek, raja Salem, muncul. Ia bukan hanya raja, tetapi juga imam
Allah yang Mahatinggi. Ia membawa anggur dan roti serta memberkati Abraham. Perhatikan
perkataan Melkisedek yang menarik: “Diberkatilah kiranya Abram oleh Allah Yang Mahatinggi,
Pencipta langit dan bumi, dan terpujilah Allah Yang Mahatinggi, yang telah menyerahkan
musuhmu ke tanganmu,” (Kejadian 14:19-20). Secara teori perang dan strategi perang, Abraham
tidak mungkin menang dengan 318 orang melawan pasukan yang lebih besar (mungkin ribuan
orang). Maka jika Abraham menang, sudah pasti itu bukanlah karena kehebatannya sendiri.
Melkisedek berkata bahwa Allah Yang Mahatinggilah yang memberikan kemenangan kepada
Abraham. Sebagai respons atas perkataan luar biasa dari Melkisedek ini, Abraham memberikan
sepersepuluh dari semua harta rampasan (Kejadian 14:20).
Siapakah Melkisedek? Ibrani 7:1-4 menjelaskan, “Sebab Melkisedek adalah raja Salem dan
imam Allah Yang Mahatinggi; ia pergi menyongsong Abraham ketika Abraham kembali dari
mengalahkan raja-raja, dan memberkati dia. Kepadanya pun Abraham memberikan sepersepuluh
dari semuanya. Menurut arti namanya Melkisedek adalah pertama-tama raja kebenaran, dan juga
raja Salem, yaitu raja damai sejahtera. Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya
tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama dengan Anak
Allah, ia tetap menjadi imam sampai selama-lamanya. Camkanlah betapa besarnya orang itu,
yang kepadanya Abraham, bapa leluhur kita, memberikan sepersepuluh dari segala rampasan
yang paling baik.” Penulis surat Ibrani menyatakan bahwa Melkisedek adalah gambaran Anak
Allah, yaitu Yesus Kristus, yang kemudian dinyatakan di Perjanjian Baru. Kemunculannya
sangat mendadak di tengah raja Sodom dan Abraham. Melalui Melkisedek, Tuhan sedang
berbicara kepada Abraham agar tidak sombong, bahwa ia menang bukan karena kehebatannya,
tetapi Allah Yang Mahatinggi. Abraham menanggapi suara Tuhan dengan memberikan
sepersepuluh dari hasil rampasan terbaik kepada Melkisedek sebagai tanda bahwa sumber
hidupnya dan sumber kemenangannya adalah Tuhan.

Ketika saya lahir baru di Sydney, Australia, semasa kuliah di sana, saya diajarkan untuk
memberikan sepersepuluh dari setiap berkat yang saya terima. Saat itu, saya hanya setia saja
untuk memberikan meski saya tidak begitu mengerti maknanya. Saya memberikan uang yang
saya dapatkan dari pemberian orang tua saya. Itu bukan uang saya. Saya memberi karena
diajarkan bahwa ini adalah perintah Allah, sampai pada suatu acara retret, saya bertanya kepada
salah seorang pembicara, “Pak, bagaimanakah caranya menghitung sepersepuluh, karena saya
belum bekerja?” Saat itu, saya merasa bangga sekali karena sekalipun tidak bekerja, saya
memberikan persepuluhan. Namun, jawaban dari pembicara itu menyambar saya, “Orang yang
bertanya tentang persepuluhan itu adalah orang pelit!” Saya sedikit tersinggung dengan jawaban
tersebut. Selanjutnya, ia berkata bahwa sebenarnya Tuhan telah memberikan segala-galanya bagi
kita. Yesus memberikan nyawa-Nya bagi kita di atas kayu salib. Jadi, kita harus menyerahkan
semuanya, bukan hanya 10 persen. Dia mengutip ayat ini: “Karena itu, saudara-saudara, demi
kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai
persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu
yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh
pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang
baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna,” (Roma 12:1-2).

Sebenarnya, mengapa saya bertanya tentang cara menghitung sepersepuluh? Pikiran saya berkata
bahwa jika saya salah menghitung sehingga kurang $1 dari persepuluhan, saya akan terkena
kutuk; sebaliknya jika saya memberikan lebih $1 saja, saya akan rugi. Itulah sebabnya, saya mau
perhitungan yang saya lakukan tepat sesuai jumlahnya. Dengan tindakan ini, saya telah
menunjukkan bahwa saya tidak lagi hidup dalam prinsip iman. Saya sedang mempraktikkan gaya
hidup menurut aturan Hukum Taurat. Itu adalah pengalaman masa lalu saya. Sampai hari ini pun
saya tetap masih setia menyisihkan sepersepuluh dari semua pendapatan saya untuk memberikan
persepuluhan. Namun, cara berpikir saya sekarang berbeda. Saya menemukan bahwa Abraham
memberikan persepuluhan sebagai rasa hormatnya kepada Tuhan. Jadi, persepuluhan adalah
sebagai tanda pengakuan bahwa Tuhanlah Allah Yang Mahatinggi, yang telah memanggil kita
untuk percaya kepada Dia dan memberi kita kehidupan yang sekarang di bumi dan kehidupan
yang kekal dalam kemuliaan-Nya.
Warisan iman dari Abraham tentang persepuluhan ini juga turun sampai kepada Yakub. Waktu
itu, Yakub sedang melarikan diri dari ancaman akan dibunuh Esau. Namun di tengah jalan, yaitu
di Betel saat ia tidur, ia mendapat mimpi. Ada tangga yang panjangnya dari bumi sampai ke
surga. Malaikat Allah turun naik di tangga itu. Dalam mimpinya, Yakub mendengar perkataan
Tuhan, “Sesungguhnya Aku menyertai engkau dan Aku akan melindungi engkau, ke manapun
engkau pergi, dan Aku akan membawa engkau kembali ke negeri ini, sebab Aku tidak akan
meninggalkan engkau, melainkan tetap melakukan apa yang Kujanjikan kepadamu”. Mendengar
janji Tuhan ini, bernazarlah Yakub: "Jika Allah akan menyertai dan akan melindungi aku di jalan
yang kutempuh ini, memberikan kepadaku roti untuk dimakan dan pakaian untuk dipakai,
sehingga aku selamat kembali ke rumah ayahku, maka TUHAN akan menjadi Allahku. Dan batu
yang kudirikan sebagai tugu ini akan menjadi rumah Allah. Dari segala sesuatu yang Engkau
berikan kepadaku akan selalu kupersembahkan sepersepuluh kepada-Mu," (Kejadian 28:20).

Saya tidak tahu dari manakah Yakub mendapatkan konsep tentang pemberian persepuluhan.
Namun, saya percaya bahwa Abraham telah mengajar Ishak sampai Yakub tentang
persepuluhan. Jadi, ketika Yakub kabur pun, ia masih memiliki prinsip iman yang telah tertanam
di dalam hati Yakub untuk tetap percaya bahwa Tuhan adalah Allahnya sendiri, yang akan
memelihara hidupnya. Sebagai tanda bahwa ia menghormati Tuhan, ia akan memberikan
sepersepuluh dari apa yang ia dapatkan.

Setelah saya mengerti prinsip ini dan waktu saya mulai bekerja di sebuah perusahaan, cara saya
memberi persepuluhan menjadi berbeda. Saya tidak lagi terlalu memperhitungkan rupiah demi
rupiah ketika memberi persepuluhan kepada Tuhan. Saya lebih memperhatikan sikap hati saya
ketika memberi persepuluhan. Saya melepaskan sepersepuluh dengan perasaan sukacita. Saya
melakukan ini bukan lagi sebagai Hukum Taurat, tetapi ungkapan syukur dari hati saya yang
terdalam. Saya tidak setuju dengan orang-orang yang mengajarkan persepuluhan dengan
menabur ketakutan dengan berkata, “Terkutuklah orang yang tidak memberikan persepuluhan,”
(Maleakhi 3:9). Seharusnya spirit memberi, termasuk memberi persepuluhan, haruslah prinsip
iman.

Saat Abraham ditawarkan oleh raja Sodom (yang sudah dikalahkan oleh Kedorlaomer) sejumlah
harta benda miliknya, Abraham berkata, "Aku bersumpah demi TUHAN, Allah Yang
Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi: Aku tidak akan mengambil apa-apa dari kepunyaanmu
itu, sepotong benang atau tali kasut pun tidak, supaya engkau jangan dapat berkata: Aku telah
membuat Abram menjadi kaya.” (Kejadian 14:22-23). Ini berarti Abraham bukan hanya
memiliki iman, tetapi juga memiliki integritas. Abraham tidak mau hidupnya diberkati karena
kekayaan raja Sodom, tetapi ia hanya mau diberkati oleh Allah Yang Mahatinggi yang kepada-
Nya ia percaya dan beriman. Prinsip inilah yang harus ada pada kita. Bisakah kita berkata kepada
anak-anak kita bahwa “segala keberadaan papa dan mama hari ini adalah karena anugerah Tuhan
dan bukan karena yang lain”?

Warisan yang kita tinggalkan kepada anak kita janganlah berupa harta. Warisan terbesar yang
dapat kita tinggalkan kepada anak-anak kita adalah warisan iman. Anak-anak yang menerima
warisan iman akan tetap bergantung kepada Tuhan meski harus melewati ujian iman. Mereka
pasti menang. Saya senang anak-anak saya juga memberi persepuluhan sebagai pengakuan
bahwa semuanya dari Tuhan, sekalipun uang itu adalah pemberian kami orang tua mereka. Jadi,
memberikan persepuluhan adalah sebagai ungkapan syukur karena pemeliharaan Tuhan dan
bukan semata-mata karena keharusan.

Musa di dalam Hukum Taurat mengambil prinsip memberi sepersepuluh dengan tujuan supaya
pelaksanaan kegiatan oleh suku Lewi di Kemah Musa tidak terganggu. “Mengenai bani Lewi,
sesungguhnya Aku berikan kepada mereka segala persembahan persepuluhan di antara orang
Israel sebagai milik pusakanya, untuk membalas pekerjaan yang dilakukan mereka, pekerjaan
pada Kemah Pertemuan,” (Bilangan 18:21). Suku Lewi adalah satu-satunya suku dari 12 suku
Israel yang tugasnya khusus mengurusi segala peribadatan di Kemah Musa dan kemudian Bait
Suci di Yerusalem. Mereka tidak mendapat bagian tanah di Kanaan untuk berladang waktu
bangsa Israel kembali dari perbudakan di Mesir. Untuk menopang hidup mereka, Tuhan
memberi perintah pada Musa untuk menggunakan prinsip persepuluhan.

Dalam Perjanjian Baru, Paulus juga mengatur supaya orang-orang yang mengajar, orang-orang
yang memberitakan Injil, orang-orang yang menggembalakan jemaat, hidup dari pemberian
jemaat. Memang ia tidak memakai kata “persepuluhan” yang artinya mengenai jumlah. Namun
pada prinsipnya, ada pemeliharaan untuk orang-orang yang dipanggil sepenuh waktu untuk
pekerjaan Tuhan, mereka perlu dibiayai hidupnya, sekalipun Paulus sebagai rasul tidak mau
mengambil hak tersebut. “Jadi, jika kami telah menaburkan benih rohani bagi kamu, berlebih-
lebihankah, kalau kami menuai hasil duniawi dari pada kamu? Kalau orang lain mempunyai hak
untuk mengharapkan hal itu dari pada kamu, bukankah kami mempunyai hak yang lebih besar?
Tetapi kami tidak mempergunakan hak itu. Sebaliknya, kami menanggung segala sesuatu,
supaya jangan kami mengadakan rintangan bagi pemberitaan Injil Kristus. Tidak tahukah kamu,
bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus
itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu?
Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup
dari pemberitaan Injil itu,” (1 Korintus 9:12-14). Baca juga Galatia 6:6 dan 1 Timotius 5:17-18
tentang hal ini.

Memberi dalam Perjanjian Baru bukanlah tentang angka tertentu atau sepersepuluh, tetapi lebih
berkaitan dengan sikap hati dan bertujuan supaya terjadi keseimbangan dan kecukupan. Kepada
jemaat di Korintus, Paulus mengaturnya, “Hendaklah masing-masing memberikan menurut
kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang
yang memberi dengan sukacita.” (2 Korintus 9:7). Ini berarti jika kita tidak rela di dalam hati
untuk memberi, tidak ada gunanya kita memberi, karena yang Tuhan perhitungkan adalah
maksud atau sikap hati. Jangan memberi persepuluhan karena terpaksa atau dengan hati yang
tidak rela. Mengapa? Karena memberi adalah sebuah respons yang bersifat pribadi antara kita
dengan Tuhan. Ini adalah bagian dari perjanjian kita dengan Tuhan. Lebih baik kita memberi
kepada Tuhan dengan sukacita, dari pada kita melakukannya dengan bersungut-sungut.

Paulus menjelaskan bahwa memberikan segala sesuatu (termasuk praktik persepuluhan) harus
sesuai dengan dua prinsip dalam konteks Perjanjian Baru, yaitu:
1. Prinsip iman, yang juga sudah dipraktikkan oleh Abraham dan Yakub. Hukum iman berkata
bahwa “aku melakukan ini karena aku mengasihi Tuhan. Tuhanlah yang berkuasa memelihara
hidupku.” Kolose 3:23 jelas menegaskan hal ini, “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah
dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.”
2. Prinsip kasih karunia. Dasar dari kasih karunia adalah melakukan segala sesuatu dengan hati
yang rela karena kita sudah menerima kasih karunia berupa keselamatan. 2 Korintus 8:9
menyatakannya, “Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa
Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh
karena kemiskinan-Nya.”

Dengan kedua prinsip ini, kita melakukan segala sesuatu, termasuk memberi persepuluhan,
dengan hati yang penuh sukacita. Memberi persepuluhan tidak lagi diletakkan dalam konteks
Hukum Taurat, yang dipraktikkan oleh Musa dan orang Israel. Hukum Taurat berbicara tentang
upah. Kamu akan menerima upah bila melakukannya. Namun bila kamu tidak melakukannya,
kutuk akan turun ke atas kamu. Padahal, praktik memberi persepuluhan sudah ada sebelum
Hukum Taurat, seperti yang dilakukan Abraham dan Yakub dengan prinsip iman atau hukum
iman. Hukum iman masih tetap berjalan terus, karena orang benar hidup oleh iman.

Yesus sendiri pun pernah berbicara soal persepuluhan ketika bertemu dengan ahli Taurat dan
orang Farisi. Matius 23:23 menceritakannya, “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-
orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan
jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam Hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan
dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.”
“Jangan abaikan” berarti kita tetap melakukan meski dengan cara yang berbeda. Jika Anda
bertanya kepada saya apakah persepuluhan itu penting atau tidak penting, saya akan menjawab
bahwa persepuluhan adalah penting. Mengapa? Karena saya tahu siapa saya, sebagai orang yang
sudah mendapat kasih karunia Tuhan. Bagi saya, persepuluhan adalah ekspresi iman saya kepada
Tuhan. Hal itu bersifat pribadi antara saya dengan Tuhan. Prinsip iman ini sangat penting dan
menentukan dalam kekristenan kita, karena tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada
Allah.

Ketika Yesus ditanya soal apakah yang paling utama di dalam Hukum Taurat, Ia tidak
menyebutkan larangan jangan membunuh atau jangan berzinah. Namun, Yesus berbicara soal
hati manusia dan apa yang ada di dalam hati, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap
hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang
terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri,” (Matius 22:37-39). Yesus mementingkan urusan hati,
sedangkan ahli Taurat dan orang Farisi yang hidup di zaman itu mementingkan tradisi dan hal-
hal yang lahiriah dari Hukum Taurat, sehingga mereka menjadi sombong. Dulu, saya melihat
persepuluhan seperti sebuah Hukum Taurat. Itu sebabnya, saya selalu memperhitungkan segala
sesuatu dengan Tuhan, dengan maksud supaya saya mendapatkan berkat serta tidak mengalami
kutuk. Namun setelah saya mengerti prinsip Yesus yang lebih mengutamakan sikap hati ini, saya
bersukacita untuk melakukannya dengan sepenuh hati.

Saya sudah mendengar banyak kesaksian tentang banyak pintu-pintu berkat dari surga terbuka
kepada orang-orang yang taat memberikan persepuluhan. Ada banyak berkat yang mengalir pada
mereka yang bersedia dan taat untuk melakukannya dengan hati yang penuh dengan sukacita dan
lahir dari prinsip iman kepada Tuhan yang menjadi Sumber segala berkat.
Pertanyaan selanjutnya adalah ke manakah uang persepuluhan yang diberikan kepada gereja saat
ini mengalir. Yang pertama, persepuluhan dipakai untuk membiayai orang-orang yang
memberikan hidupnya sepenuh waktu bekerja di kantor gereja maupun melayani sebagai staf
pengabdi, penatua, maupun pelayan Tuhan. Yang kedua adalah membayar biaya-biaya yang
berhubungan dengan kegiatan gereja di hari Minggu, seperti operasional ibadah minggu,
pembicara, tim penyembahan, KEGA, majalah Build, penyewaan gedung (kalau ada) maupun
fasilitas lainnya seperti AC, peralatan musik dan tata suara, dan sebagainya. Yang ketiga adalah
urusan penggembalaan, diakonia, komsel, dan acara-acara jemaat seperti SPK, retret, pelatihan,
maupun Paskah/Natal. Yang keempat adalah biaya untuk pelayanan ke gereja-gereja baik di
daerah-daerah maupun di luar negri. Yang kelima, persepuluhan kita mendukung penjangkauan
jiwa-jiwa (pekerjaan misi) di dalam maupun di luar negeri. Semua pelayanan ini berjalan oleh
dukungan keuangan dari uang persepuluhan yang telah Anda berikan ke gereja setiap minggu
atau setiap bulan.

Di Abbalove, sudah ada sistem yang bertahun-tahun mengatur pemakaian persepuluhan supaya
ada akuntabilitas (pertanggungjawaban), efisiensi penggunaan dana, dan harus tepat guna
(artinya, tidak sembarangan dipergunakan). Keputusan pengeluaran dana membutuhkan tanda
tangan dari minimal tiga orang pemimpin yang berwenang. Penatua atau pemimpin jemaat tidak
boleh memperkaya diri atau mengambil keuntungan untuk pribadi dan keluarga dari
persepuluhan. Mereka diberi gaji (disebut persembahan kasih) setiap bulan. Saya percaya,
persepuluhan selain dipakai untuk pemeliharaan jemaat seperti penggembalaan, juga perlu
dialokasikan lebih besar (selain dana misi/BIT) untuk pengembangan jemaat, supaya Amanat
Agung yaitu menjadikan semua bangsa murid Kristus, bisa menjadi fokus utama.

Uang ialah benda mati. Namun, bagaimana cara kita mempergunakan uang yang adalah benda
mati itu untuk melayani manusia yang hidup agar mereka berubah sampai memiliki kualitas
murid Kristus, itu adalah tujuan yang penting dan sangat mulia. Persepuluhan adalah salah satu
bagian dari prinsip hidup orang beriman. Apakah kita dapat berkata, “Tuhan, hidup saya hari ini
adalah sebuah perjalanan iman yang saya tempuh seperti Abraham. Ia hanya berasal dari sebuah
perkampungan kecil di Ur Kasdim, tetapi ia hidup oleh iman. Ia melangkah bersama Tuhan
untuk menggapai impian yang terbesar.” Anda mungkin berasal dari kampung kecil di Kediri, di
Kupang, di Riau, di Tondano, di Pangkalan Bun, atau kampung-kampung yang lain. Dengan
iman atau tanpa iman (karena belum kenal Yesus), Anda melangkah ke Jakarta atau kota besar
lainnya. Sekarang Anda hidup dalam iman, berkuliah, bekerja, menikah, membesarkan keluarga,
dan melakukan banyak hal bersama Tuhan. Pengakuan bahwa hanya Tuhanlah satu-satunya
Sumber kehidupan Anda membuat Anda ada sampai hari ini. Semuanya adalah karena kasih
karunia dari Tuhan. Maukah kita memberikan 100 persen hidup kita, waktu kita, tenaga kita, hati
kita, untuk melayani orang-orang yang sudah maupun yang belum mengenal Tuhan?

Sebagai keluarga besar jemaat Abbalove Ministries, kita memberi persepuluhan kita karena
percaya dan mengakui Tuhan yang adalah sumber kehidupan, sumber berkat, dan sumber
kemenangan kita

Anda mungkin juga menyukai