Tugas Paper Seminar Praktika Angga Sihotang

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 18

Nama : Angga Elia Yudhatama Sihotang

Kelas/NIM : A/18.3308

Mata Kuliah : Seminar Praktika

Dosen Pembimbing : Pdt. Joksan Simanjuntak, M.Th

PERAN GEREJA TERHADAP ANAK KORBAN PERCERAIAN YANG


TERJERUMUS DALAM TINDAK KRIMINAL

(SUATU PENDAMPINGAN PASTORAL TERHADAP ANAK YANG TERINDIKASI


MENGALAMI DEGRADASI MORAL)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Di dalam kehidupan manusia, pasti saling membutuhkan pasangan dalam hidupnya, dan
puncak dari hubungan tersebut adalah pernikahan. Tetapi di zaman yang tergolong maju
seperti saat ini, pernikahan dianggap sebagai sebuah kebutuhan untuk meneruskan keturunan
saja ataupun berbagai alasan lainnya tanpa tau apa makna sebenarnya sebuah pernikahan
tersebut. Pernikahan yang didasari rasa keinginan1 biasanya dapat bertahan lama dan akan
berjalan dengan harmonis karena sudah pasti dari rasa keinginan tersebut dapat timbul rasa
saling membutuhkan. Pernikahan itu merupakan sebuah tanggung jawab yang harus dipikul
bersama kedepannya.

Keluarga merupakan suatu kelompok sosial yang bersifat langgeng berdasakan hubungan
pernikahan dan hubungan darah. Keluarga adalah tempat pertama bagi anak, lingkungan
pertama yang memberi penampungan baginya, tempat anak akan memperoleh rasa aman.
Orientasi dan suasana keluarga timbul dari komitmen antara suami-istri dan komitmen
mereka dengan anak-anaknya. Keluarga inti terdiri dari orangtua dan anak yang merupakan
kelompok primer yang terikat satu sama lain karena hubungan keluarga ditandai oleh kasih
sayang, perasaan yang mendalam, saling mendukung, dan kebersamaan dalam kegiatan-
kegiatan pengasuhan.2

1
Richard Templar, The Rules Of Love, Erlangga (2009), hal 49
2
Yulia Singgih D. Gunarsa, Asas-asas Keluarga Idaman, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002, hal 43

1
Dari banyaknya pernikahan yang terjadi, pasti ada saja pernikahan yang berujung
kegagalan hingga berakhir ke arah perceraian. Perceraian mungkin saja terjadi jika ada 1
pihak entah itu dari suami ataupun istri yang sudah kehilangan keromantisan, timbulnya suatu
konflik, ataupun penyebab lainnya3. Menurut Omar, perceraian merupakan upaya untuk
melepaskan ikatan suami-istri dari suatu perkawinan yang disebabkan oleh alasan tertentu. 4
Tanpa sadar karena perceraian yang telah terjadi, anak lah yang menjadi korban dari
perceraian tersebut. Anak sering juga menjadi korban pelampiasan dari orangtua yang tidak
terima karena perceraian yang telah terjadi ataupun anak menjadi kehilangan mentalitas nya
karena kehilangan kasih sayang dari kedua orangtua. Tidak jarang juga sang anak akan
melakukan hal yang diluar perkiraan seperti melakukan tindak kriminal ataupun tindakan
kekerasan karena hal tersebut dianggap benar olehnya karena selama ini mendapatkan
siksaan dari salah satu orangtuanya, atau bisa terjadi karena ingin mendapatkan dari orang-
orang sekitar karena kurang mendapatkan kasih sayang.

Karena alasan tersebut lah penulis terinspirasi untuk mengangkat dan membahas judul
mengenai anak yang mengalami degradasi moral dikarenakan perceraian yang dilakukan
orangtua. Sebab penulis sadar anak yang telah kehilangan moralitas karena kejadian
perceraian tersebut perlu mendapatkan bimbingan pastoral agar sang anak sadar dan paham
bahwa yang dilakukannya selama ini sudah salah dan tidak merasa kesepian lagi ataupun
merasa tersiksa karena keadaan yang didapatkannya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan apa yang terjadi dan yang berhubungan dengan Moralitas, penulis
mengambil 2 hal yang menjadi permasalahan, yaitu:

- Apa yang menjadi penyebab seorang anak bisa mengalami degradasi moral?
- Bagaimana sikap pelayan dalam mengatasi anak yang mengalami gangguan moral
akibat perceraian orangtua?

1.3 Tujuan Penulisan

3
H. Norman Wright, Melestarikan Kemesraan dalam Pernikahan, Andi (1994), hal 97
4
Dedy Siswanto, Anak di Persimpangan Perceraian: Menilik Pola Asuh Anak Korban Perceraian, Airlangga
University Press (2020), hal 12

2
Adapun Tujuan Penulisan yang dilakukan oleh penulis yaitu untuk menjawab rumusan
masalah yang dibuat oleh penulis yakni:

- Untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab terjadinya degradasi moral pada anak
- Agar pelayan mengetahui cara mengatasi dan menghadapi seorang anak yang
mengalami gangguang moral akibat perceraian orangtua

1.4 Manfaat penulisan

- Menambah wawasan penulis mengenai sebab akibat dan cara menghadapi anak yang
mengalami degaradasi moral akibat perceraian orangtua
- Menyelesaikan tugas paper Seminar Praktika yang telah diberikan oleh bapak Dosen
kepada kami

1.5 Sistematika Penulisan

Dalam menyusun paper Seminar Praktika ini, penulis menyusunnya dalam beberapa
bagian yaitu:

Bab I. Pendahuluan

I.1 Latar Belakang

I.2 Rumusan Masalah

I.3 Tujuan Penulisan

I.4 Manfaat Penulisan

I.5 Sistematika Penulisan

Bab II. Kerangka Teoritis

II.1 Etimologi & Terminologi

II.1.1 Gereja

II.1.2 Degradasi Moral

II.1.3 Pastoral

II.2 Landasan Biblis

3
II.2.1 Perjanjian Lama

II.2.2 Perjanjian Baru

II..3 Menurut Dokumen Gereja

Bab III Pemaparan dan Analisa

III.1 Metodologi Penelitian

III.2 Locus Penelitian

III.3 Data Informan

III.4 Daftar Pertanyaan

III.5 Hasil Wawancara Menurut Pertanyaan yang Diberikan

III.6 Analisa

Bab IV. Kesimpulan dan Saran

Bab V. Daftar Pustaka

BAB II

KERANGKA TEORITIS

II.1 Etimologi dan Terminologi

II.1.1 Gereja

Dilihat dari asal usulnya Gereja dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari
Bahasa Portugis “igreja”. Dalam Bahasa Portugis merupakan serapan dari Bahasa Latin yang
diserap pula dari Bahasa Yunani “ekklêsia” yang berarti dipanggil keluar (ek = keluar; klesia
dari kata kaleo = memanggil). Jadi ekklesia berarti kumpulan orang yang dipanggil ke luar
(dari dunia ini) untuk dapat memuliakan nama Allah. Dalam perkembangannya, seperti yang
telah disinggung sebelumnya gereja dalam Bahasa Indonesia memiliki beberapa arti:

a. Arti pertama ialah “umat” atau lebih tepat persekutuan orang Kristen. Arti ini diterima
sebagai arti pertama bagi orang Kristen. Jadi, gereja pertama-tama bukan sebuah gedung.

4
b. Arti kedua adalah sebuah perhimpunan atau pertemuan ibadah umat kristen. Bisa
bertempat di rumah kediaman, lapangan, ruangan di hotel, atau pun tempat rekreasi. Jadi,
tidak melulu mesti di sebuah gedung khusus ibadah.

c. Arti ketiga ialah mazhab (aliran) atau denominasi dalam agama kristen. Misalkan Gereja
Katolik, Gereja Protestan, dll.

d. Arti keempat ialah lembaga (administratif) daripada sebuah mazhab kristen. Misalkan
kalimat “Gereja menentang perang Irak”.

e. Arti terakhir dan juga arti umum adalah sebuah “rumah ibadah” umat kristen, di mana
umat bisa berdoa atau bersembahyang

II. 1.2 Degradasi Moral

Degradasi

Secara kebahasaan, moral berasal dari ungkapan bahasa latin mores yang merupakan
bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam KBBI dikatakan bahwa
moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.

Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan,


kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak layak,
patut maupun tidak patut.

Moral dapat dipahami juga sebagai:

1. Prinsip hidup yang berkenan dengan benar dan salah, baik dan buruk
2. Kemampuan untuk memahami perbedaan benar dan salah
3. Ajaran atau gambaran tentang tingkah laku yang baik

Kata Moral “mos” jika dijadikan kata keterangan atau kata sifat “morris” maka dapat
diartikan sebagai kebiasaan moral dan moral adalah kata nama sifat dari kebiasaan itu, yang
semula berbunyi moralis.5 Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan, moral adalah
suatu keyakinan tentang aturan-aturan atau ajaran-ajaran yang baik dan buruk, benar dan
salah, layak atau tidak layak, patut atau tidak patut yang bersumber dari agama, nasihat
5
Dr. Prabang Setyono, S.Si.,M.Si, Etika, Moral, Dan Bunuh Diri Lingkungan Dalam Perspektif Ekologi (Solusi
Berbasis Enviromental Insight Quotient), UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press) (2011), hal 65

5
orangtua atau orang bijak maupun lingkungan sosial dan mempengaruhi manusia dalam
bertingkah laku sehari-hari yang merupakan rangkaian nilai dan pranata norma yang mampu
mengatur perilaku individu dalam menjalani suatu hubungan dengan masyarakat. 6 Menurut
KBBI, arti dari kata degradasi adalah penurunan (tentang pangkat, mutu, moral, dan
sebagainya. Arti lainnya dari degradasi adalah kemunduran.7

II. 1.3 Pastoral

Pastoral menurut bahasa Latin pastore, pada bahasa Yunani disebut poimen yang
berarti gembala. Dalam istilah gembala terkandung pengertian antara Allah yang penuh kasih
menggunakan insan yang lemah dan memerlukan arahan & bimbingan. Maka dari itu
pendampingan & konseling merujuk dalam sifat gembala yang selalu bersedia membimbing,
merawat, memelihara, melindungi, & menolong, sesama. Pendampingan pastoral menjadi
suatu aktivitas menolong, lantaran seorang perlu didampingi, upaya yang dilakukan buat
memanusiakan insan menggunakan tujuan primer yakni memberdayakan insan. Menolong
orang-orang keluar dari keterpurukan batin yang dialami, dan mengeluarkan potensi yang ada
untuk memberdayakan dirinya & orang lain, dan meyakinkan setiap orang untuk membangun
dimensi spiritualnya. Pengembangan dimensi spiritual akan memampukan insan untuk
membina & menciptakan interaksi menggunakan sesama, mengalami penyembuhan &
pertumbuhan dan membuatkan potensi yang dianugerahkan Allah kepadanya. Konselor wajib
terlebih dahulu memandang orang yang mengalami kasus menjadi insan yang sangat
berharga. Memberikan pertolongan kepada seseorang ataupun sekolompok orang yang
mengalami masalah atau penyakit, bertujuan supaya masalah tersebut tidak menjadi
penghalang dalam pertumbuhan di berbagai segi kehidupan.8

Lebih daripada itu konseling adalah usaha untuk memberikan perhatian yang
memadai pada seseorang, bukan sebatas berurusan dengan masalahnya. Disaat seseorang
atau sekelompok orang jatuh dalam permasalahan, maka tidak hanya fisik yang terganggu
akan tetapi juga secara psikis akan mengalami gangguan kecemasan. Tujuan pendampingan
pastoral adalah mewujudkan kasih, kepedulian dan perhatian kepada mereka yang berada
dalam pergumulan yang menempatkan orang dalam relasi dengan Allah dan sesama. Maka
dengan demikian pendampingan pastoral (pastoral care) atau tugas pengembalaan

6
Ilham Hamid, Cegah Degradasi Moral dengan Bimbingan Kesalehan Sosial, Haura Utama (2022), hal 15
7
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), diakses pada 5 September 2022 jam 23.01 WIB
8
J.D. Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, (Jakarta: BPK Gunung Mulia.2016), hlm. 1-2

6
memulihkan dan mengembangkan potensi untuk melayani Tuhan dan sesama. 9
Pendampingan dan konseling pastoral menjadi instrument yang paling efektif digunakan
gereja untuk tetap relevan dengan perubahan kebutuhan manusia dalam masyarakat dan
gereja yang berubah dengan cepat. Pendampingan pastoral menolong jemaat untuk
memahami bahwa Kabar Baik Injil itu nyata dan membawa kesembuhan dan keutuhan bagi
orang-orang dalam krisis dan peluang kehidupan sehari-hari. Tuhan Yesus sebagai teladan
dalam melakukan pendampingan pastoral bahwa Yesus datang bagi orang yang sakit dan
bermasalah, mengilhami mengajar orang bagaimana tumbuh dalam keutuhan.10

II.2 Landasan Biblis

II.2.1 Perjanjian Lama

Pernikahan menurut perjanjian lama telah tertulis jelas dalam kitab Kejadian 1 dimana
saat penciptaan manusia pertama, Allah telah menciptakan manusia itu sepasang yaitu laki-
laki dan perempuan untuk saling melengkapi dan meneruskan keturunan di dunia ini.

Menurut perjanjian lama, mengatakan bahwasanya perceraian itu tidak disahkan bila
itu dikehendaki oleh manusia itu sendiri (Kejadian 2:21-25). Akan tetapi sejak kejatuhan
manusia pertama kali ke dalam dosa, Allah memberikan hak kepada manusia untuk bercerai,
akan tetapi diberi aturan yaitu jika terdapat hal yang tidak senonoh terjadi (Ulangan 24:1-4)
dan sang suami harus memberikan surat pernyataan cerai kepada sang istri (Ulangan 24:1-4).

Ulangan 6:6-8 memiliki perintah Allah setelah bangsa Israel menerima hukum-Nya.
Perintah ini merupakan “pengingat” kepada umatnya untuk terus mengajar generasi muda.
Pengulangan berarti menggunakan semua keterampilan yang ada sekeras mungkin agar
wahyu kehendak Tuhan dapat dihayati oleh generasi mendatang 11. Ini berarti bahwa hukum
Tuhan harus mengatur semua aktivitas tangan dan menjadi panduan bagi semua mata. Biarlah
hukum mengatur urusan rumah tangga dan segala aktivitas kehidupan. Ketika Ishak
melanjutkan ajaran pentingnya dan putranya Yakub menanamkan semua ajaran ini ke dalam
hati putranya. Bahkan di pengasingan, Joseph mengambil ajaran ini ke dalam hati ke mana
pun dia pergi, memastikan bahwa pengetahuan tentang janji-janji Allah terpelihara di seluruh
bangsa Israel. Oleh karena itu, semua pendidikan adalah agama, dimulai di rumah masing-

9
J.D. Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, (Jakarta: BPK Gunung Mulia.2016), hlm.3-4
10
Howard Clinebell, Basic Types of Pastoral Care and Counseling, (USA: Abingdon Press. 2011) hal. 1-
11
D. Guthrie BD, Tafsiran Masa Kini 2, BPK-GM, Jakarta: 1982, hlm. 317

7
masing dan dilanjutkan dalam ibadah umum. Tuhan sendiri adalah pusat dan tujuan dari
semua pendidikan.

II.2.2 Dalam Perjanjian Baru

Banyak masalah bersumber dari banyak hal dalam sebuah pernikahan, seperti
perselingkuhan, masalah keuangan, dan filosofi (perbedaan pendapat). Bahkan, khususnya
dalam kasus agama Kristen, dua orang (seorang pria dan seorang wanita) membuat komitmen
penuh untuk menjaga komitmen itu selama sisa hidup mereka sebelum mereka dipersatukan
dalam pernikahan. Dalam Markus 10:6-9 menyatakan bahwa apa yang telah dipersatukan
Allah tidak dapat dipisahkan kecuali oleh kematian, Markus 10:1-12; Dinyatakan bahwa
tidak sah bagi pasangan untuk hidup terpisah, kecuali untuk Kita harus menyadari bahwa
manusia adalah makhluk yang lemah. Bahkan jika dia memiliki iman, tubuhnya lemah.
Begitu banyak godaan muncul, dan ketika seseorang kurang iman dan tergoda untuk
mengikuti keinginan duniawi, itu menjadi kekosongan yang mengarah pada perceraian.

Dalam Efesus 6:4 ada perintah yang sangat penting yang mewajibkan bahkan orang
tua untuk mendisiplinkan anak-anak mereka dalam kehidupan Kristen {Paideia: disiplin
disiplin dan Nousesia: kata-kata disiplin}. Alkitab menempatkan tanggung jawab pendidikan
agama pada orang tua. Tuhan menetapkan rumah sebagai institusi untuk mengajar anak-anak
bagaimana berperilaku. Tujuan dari perintah ini adalah untuk membantu anak-anak percaya
kepada Tuhan dan mengingat pekerjaan Tuhan sehingga mereka tumbuh menjadi manusia
yang berbudi pekerti dan spiritualitas yang baik. Bahkan Yesus sendiri ingin anak-anaknya
ikut serta dalam pengajaran Kristen. Dia menunjukkan apa yang dia maksud ketika dia
memeluk dan memberkati anak-anaknya.

II.3 Menurut Dokumen Gereja

Di dalam Sinode HKBP, perkawinan diatur dengan sangat sistematis yang dikemas di
dalam siasat gereja yang disebut dengan Ruhut Parmahanion Paminsangon (RPP). HKBP
tidak memberikan dispensasi mengenai perceraian terhadap anggota jemaatnya. Hal ini dapat
dilihat di dalam RPP HBKP yang tertulis dalam hukum pasal 7 tentang perzinahan.12

BAB III
12
https://www.scribd.com/document/510786430/Siasat-Gereja-HKBP-tentang-pernikahan, diakses pada 04.38
tanggal 30 Oktober 2022

8
PEMAPARAN DAN ANALISA

III.1. Metodologi Penelitian

Adapun Metodologi penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah menggunakan penelitian
kualitatif, yaitu penelitian untuk mendapatkan data dan informasi kepada narasumber dengan
memberikan beberapa pertanyaan. Penelitian dilakukan dengan wawancara secara langsung
dan melalui via Whatsapp dikarenakan kondisi penulis yang tidak memungkinkan untuk
bertemu tatap muka dengan narasumber.

III.2. Locus Penelitian

Dalam pencarian narasumber, penulis memfokuskan locus penelitian kepada anak-


anak yang menjadi korban perceraian dan terlibat ke dalam suatu tindakan yang tergolong ke
dalam tindakan kriminal.

III.3. Data Informan

Adapun jumlah informan yang penulis wawancarai yaitu berjumlah 10 orang yang
terdiri dari:

1. Nama : Bintang Siahaan


Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pematang Siantar (Simpang 2)
2. Nama : Kevin Siahaan
Umur : 18 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pematang Siantar (Simpang 2)
3. Nama : Leonard Manurung
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Medan
4. Nama : Reza Simatupang
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Tebing-Tinggi

9
5. Nama : Ryan Simanjuntak
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Batam
6. Nama : Dandi Simanjuntak
Umur : 17 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Batam
7. Nama : Aldo Sinaga
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Batam
8. Nama : Basa Sihombing
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Batam
9. Nama : Janri Marbun
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Padang Sidempuan
10. Nama : Chritoper Sibarani
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pahae Jae

III.4. Daftar Pertanyaan

Dalam melakukan wawancara, penulis memberikan 3 pertanyaan kepada narasumber,


yaitu sebagai berikut:

1. Apa yang dirasakan setelah terjadinya perceraian?

2. Tindakan kejahatan apa yang pernah dilakukan setelah terjadinya perceraian?

3. Mengapa bisa timbul niatan untuk melakukan tindak kejahatan tersebut?

10
III.5. Hasil Wawancara Menurut Pertanyaan Yang Diberikan

Untuk pertanyaan pertama, rata-rata menjawab sedih karena adanya perpisahan oleh
kedua orangtua mereka karena ada orangtua yang tega menyiksa mereka yang disebabkan
oleh tekanan kehidupan, tetapi ada juga yang senang karena dapat berpisah dengan orangtua
mereka karena dapat terbebas dari siksaan yang selama ini diterima dari orangtua mereka
walaupun orangtua mereka belum berpisah.

Pertanyaan Kedua rata-rata menjawab tentang kasus pencurian dan tindakan bullying
yang terlampau batas (sampai terjadi penyiksaan) kepada orang lain. Ada juga yang
melakukan tindakan begal dikarenakan tidak mendapat uang saku dari orangtua. Dan yang
paling menarik oleh penulis karena adanya niatan untuk membunuh orangtua yang menyiksa
salah satu narasumber.

Pertanyaan ketiga ada yang menjawab untuk mendapatkan perhatian dari lingkungan
sekitar seperti pengakuan agar terlihat jagoan dan hebat, ingin memenuhi kebutuhan diri
sendiri atau memenuhi hasrat pribadi, dan untuk membagikan siksaan yang diterimanya dulu
kepada orang lain.

III.6. Analisa

Penyebab Seorang Anak Mengalami Degradasi Moral

Dalam psikologi perkembangan dipahami bahwa manusia berkembang dari janin,


kanak-kanak menjadi dewasa dan lanjut usia. Masa kanak-kanak merupakan awal kehidupan
di dalam dunia, dan pada usia dini ini anak memandang ke masa depan dalam
pertumbuhannya. Anak adalah manusia dalam perkembangan tertentu. Ia berbeda dari orang
dewasa dalam segi kualitasnya. Cara berpikir, cara belajar dan sebagainya. Masa kanak-
kanak dapat dibagi dalam 4 bagian yakni: bayi {0-2 tahun}, anak kecil {3-6 tahun}, anak
tanggung {7-9 tahun}, dan anak besar {10-12 tahun}. Perkembangan pada masa kanak-kanak
merupakan perkembangan yang paling pesat disbanding masa dewasa misalnya. Dalam kurun
waktu lima tahun pada masa kanak-kanak {misalnya dari lahir hingga usia 5 tahun} terjadi
perubahan yang sangat besar sedangkan lima tahun pada masa dewasa 40-45 tahun tidak
begitu banyak perubahan yang tampak .13

13
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, BPK Jakarta: 1999, hal 129

11
Ada beberapa keperluan anak yang khas pada waktu ia bertumbuh. Makin lama makin
besar hasratnya untuk mengemudikan hidupnya, ia ingin melihat adanya keseimbangan
antara kejayaan dan kegagalan, adanya keselarasan dengan kenyataan yang bertambah
sempurna dan ia ingin menjadi orang yang berkepribadian. Bersama dengan keperluan ini
seorang anak wajib memenuhi beberapa tugas pertumbuhan tertentu waktu ia bertumbuh.
Ada tugas yang tidak berulang seperti belajar berjalan dan bercakap, ada pula yang berulang
seumur hidup seperti belajar menyesuaikan diri dengan orang lain atau belajar melihat
perbedaan antara yang benar dan yang salah. Semua tugas ini akan dilalui bersama dengan
keadaan dan pengaruh di masyarakat, gereja, di sekolah dan terutama di rumah . 14

Dalam upaya memperoleh sosok pribadi yang kita harapkan, proses pertumbuhan dan
perkembangan anak mutlak harus dipengaruhi. Lingkungan hidup anak yang utama dan
paling ideal adalah lungkungan orang tua, lingkungan keluarga yang menjadi sumber yang
melakukan tindakan terhadap anak yang sedang tumbuh dan berkembang 15
. Stimulasi
{perangsangan}menjadi suatu yang penting dan dibutuhkan oleh anak untuk merangsang
perkembangan semua aspek kepribadian seperti aspek kognitif, emosi, social, moral dan
spiritual. Sumber stimulasi yang penting bagi anak adalah orang tuanya sendiri dan
lingkungan keluarga. Di sinilah tugas orang tua untuk menjadi pembimbing anaknya, supaya
perkembangan anak dapat berlangsung sebaik-baiknya. Dengan demikian, pengenalan akan
perkembangan kepribadian anak menjadi langkah utama dan awal untuk dapat menanamkan
pendidikan agama pada langkah selanjutnya demi mencerdaskan spiritualitas anak.

Kita hidup di dunia yang tidak sempurna dan penuh dengan berbagai resiko
kehidupan. Begitu halnya dengan seorang anak yang pastinya pada suatu titik, anak akan
menghadapi orang-orang dan keadaan yang akan menyesatkan, melemahkan, menyakitkan,
membahayakan, membuat takut, membuat marah, mengalahkan, atau bahkan menjadikan
mereka korban, atau mungkin menghancurkan potensi mereka. Sebesar apapun usaha
orangtua, itu tidak dapat selalu melindungi anak dari setiap penderitaan yang muncul.16

Anak juga dapat mengekspresikan emosi negatif dan kemudian melepaskannya


karena adanya kesadaran tentang kehadiran orangtua yang memberikan rasa aman. Sebelum
usia sembilan tahun, anak tidak dapat menalar, tetapi dengan dukungan orangtua yang penuh

14
Iris V. Cully, Dinamika Pendidikan Kristen, BPK Jakarta: 1976, hal 125
15
Singgih D. Gunarsa, Dari Anak Sampai Usia Lanjut, BPK Jakarta: 2004, hal 388
16
Timothy S. Stuart Ed.D & Cheryl G. Bostrom, M.A, Children At Promise, BIP Kelompok Gramedia (2003), hal
18

12
empati, anak dapat memanfaatkan kemampuan orangtua untuk menalar dan kemudian
melepaskan emosi negatifnya. Menangis di dalam pelukan orangtua secara otomatis
menyembuhkan derita seorang anak yang ketakutan. Bila suatu ketika seorang berlaku jahat,
anak beranggapan bahwa orang tersebut akan selalu jahat. Kalau seseorang lebih dicintai,
orang itu akan selalu dicintai. Kalau anak mendengar berita perampokan, maka ia akan
berpikir bahwa dirinya juga akan menjadi korban perampokan selanjutnya. 17

Menurut Hallahan dan Kauffman (1991) definisi yang dapat diberikan bahwa anak
mempunyai permasalahan tingkah laku atau permasalahan emosional yang menonjol.Tingkah
laku yang termasuk tingkah laku bermasalah mencakup berbagai macam tingkah laku yang
sangat banyak ciri-ciri tingkah laku itu juga berbeda dalam akibat yang ditimbulkan pada
lingkungan ataupun pada anaknya sendiri.18

Hal ini merupakan hal yang logis untuk dipikirkan. Anak layaknya sebuah kaca
cermin dari tingkah laku lingkungan sekitarnya. Jika ia mendapatkan kasih sayang dan diajari
untuk berbuat baik, maka ia akan melakukan perbuatan baik tersebut, begitu juga sebaliknya.
Dikarenakan anak yang sering mendapatkan siksaan dari orangtua, ataupun karena tidak
mendapatkan kasih sayang dari orangtua.

Sikap Pelayan dalam mengatasi anak yang mengalami degradasi moral akibat perceraian

Dari sisi anak

Pertama-tama, harus dinyatakan bahwa sang anak dalam keadaan trauma fisik dan
mental yang benar-benar parah. Hal yang sangat penting untuk diingat adalah bahwa Anda
tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah orang lain. Orang yang terkena harus
membuat pilihan atau keputusan tentang apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah,
dan dia juga yang mencoba memahami dirinya sendiri dan situasi yang dia hadapi.19

Untuk membantu seorang anak, sangat penting bagi orang tua untuk memahami apa
yang terjadi pada anak mereka saat telah bercerai. Perlu diingat bahwa emosi yang dialami
anak akibat perceraian orang tuanya berubah seiring waktu. Ada tingkat emosi yang berbeda
yang dialami anak-anak saat mereka berjuang untuk memahami dan mengatasi perceraian.

17
John Gray, Ph.D,Children Are From Heaven Cara membesarkan Anak Secara Positif agar Anak menjadi
Kooperatif, Percaya Diri, dan Memahami Perasaan Orang Lain, PTGramedia Pustaka Utama 2001, hal 317
18
F.J. Monks-A.M.P. Knoers Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai
Bagiannhya, Gadjah Mada University Press 1982, hal 368
19
Sudarmanto, Komunikasi Antar Pribadi, Kanisius 1995, hal 69

13
Tahapan ini normal dan tidak dapat dihindari. Tujuan konseling anak adalah untuk membantu
anak menciptakan perkembangan positif melalui tahapan-tahapan tersebut dan meminimalkan
efek negatif.20

Langkah-langkah yang berlaku adalah:

1. Mendengarkan

Pada tahap ini, konselor meyakinkan anak untuk menerima kondisi anak. Dengan kata
lain, konselor harus menjadi pendengar yang baik dan tempat untuk melampiaskan segala
keluh kesah.

2. Semangat Mendorong

Mendorong sang anak untuk mendekatkan diri kepada Tuhan (untuk bagian rohani).
Dorong anak untuk melakukan hal-hal yang positif. Jadi konselor meyakinkan anak tersebut
bahwa mencoba melarikan diri dari kenyataan tidak akan menyelesaikan masalah. Berikan
jaminan

3. Memberikan Jaminan

Perbaiki sikap si anak bahwa dia bukan penyebab masalah rumah tangga.
Memberikan bimbingan untuk membantu anak-anak mengubah sikap mereka terhadap situasi
di rumah. Pelayan perlu meyakinkan anak bahwa situasi di rumah bukanlah kesalahan
mereka sehingga mereka tidak merasa bersalah21. Tuhan membimbing si anak bahwa dia ini
adalah orang yang berharga dan masih diterima di masyarakat. Perceraian orang tuanya
bukanlah akhir dari segalanya.

Dalam hal ini, konselor harus memberikan perhatian yang sepatutnya kepada anak.
Temani dia melalui segala kesulitan dengan menawarkan solusi terbaik.

Dari sisi keluarga

Catatan untuk orang tua tunggal:

20
H.Norman Wright. Konseling Krisis (Membantu Orang dalam Krisis dan Stres), Gandum Mas, 1999, hal 221
21
Ny.Y.Singgih D.Gunarsa/Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Membimbing, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995,
hal 93

14
1. Memiliki hubungan rohani yang kuat dengan Tuhan. Kecuali anak-anak memahami bahwa
Anda percaya pada sesuatu yang lebih besar dari masalah, mereka tidak akan tahu ada
sesuatu yang lebih kuat yang dapat membantu memecahkan masalah.

2. Memiliki harga diri yang tinggi (dan jangan pernah meremehkan pasangan saat Anda
bercerai). Anak-anak ingin Anda percaya pada kemampuan Anda untuk maju dalam hidup.

3. Luangkan waktu lebih untuk anak agar anak tidak merasa kekurangan perhatian ataupun
kasih sayang.22

Lingkungan (Sekolah, Gereja, Warga sekitar tempat tinggal)

Sekolah: agar kelanjutan sekolah si anak tidak terganggu, pihak sekolah sudah
selayaknya merekomendasikan sang anak mendapat bantuan bagi orang yang tidak mampu,
atau mencari donatur.tidak hanya diam saja. Disinilah tanggung jawab guru sebagai orangtua
di sekolah. Gereja: dalam hal ini uluan Huria dan penatua harus bertindak bagaimana
menyelesaikan persoalan keluarga serta meluangkan waktu lebih bagi keluarga tersebut.
Demikian halnya bagi teman-teman naposo, hendaknya tetap memberikan dorongan
semangat. Warga sekitar: warga sekitar hendaknya berpartisipasi dengan jalan tidak
mengucilkan, mengejek si anak, namun hendaknya mereka berterima dan memberikan
dorongan semangat bahwa ini bukanlah akhir dari segalanya, masih banyak yang hendak
diraih sebab dia masih muda.

Keluarga Kristen adalah anugerah yang tak ternilai dari Tuhan. Keluarga Kristen
memainkan peran paling penting dalam PAK, lebih dari sarana lain yang digunakan gereja
untuk pendidikan. Secara umum, keluarga sangat berharga bagi manusia. Sosiologi
menghormati keluarga sebagai komunitas utama masyarakat secara keseluruhan. Suami dan
istri dapat memberikan teladan kasih yang terbesar, saling membantu dan saling berkorban.
Segitiga suci terbentuk ketika pasangan Kristen mengandung seorang anak. Persekutuan
keluarga Kristen adalah unik di mana saja di dunia, dan persekutuan inilah yang digunakan
Allah untuk kerohanian anak-anak-Nya. Tuhan ingin keluarga dapat mengajar orang-orang
muda pemahaman tentang dua hal di jantung doktrin Kristen: Taurat dan Anugerah 23. Mereka
akhirnya didorong oleh keluarga mereka untuk berintegrasi ke dalam masyarakat. Oleh
karena itu, orang tua harus menyadari pentingnya pendidikan agama Kristen di rumah bagi
kehidupan dan kemajuan umat Tuhan.
22
Bill Sandes, Dari Remaja untuk Orangtua, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1993, hal 19
23
E. G. Homrighausen dan I. H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, BPK Jakarta: 2007, hlm. 128

15
Sudah merupakan kewajiban dari orangtua dalam memperhatikan pertumbuhan dan
perkembangan anaknya. Orangtualah yang paling bertanggung jawab dalam keseluruhan
eksistensi dari seorang anak agar anak dapat berkembang ke arah kepribadian yang matang.
Hal tersebut dalam berjalan dengan baik jika hubungan orangtua baik. Maksudnya yaitu
hubungan yang mana suami isteri berjalan dengan harmonis dan tetap menyatu.24

Ketika orang tua bercerai, efeknya juga mempengaruhi kehidupannya. Dengan tidak
adanya orang tua, anak-anak sering mencoba untuk menghibur dan mendukung orang tua
yang terluka. Untuk membesarkan seorang anak di bawah umur, harus ada dua orang tua di
kehidupan anak tersebut. Jika salah satu orang tua tidak hadir karena perpisahan, perceraian,
atau ketidakpedulian, anak di bawah umur biasanya menggantikan orang tua yang tidak hadir.

Ketika orang tua secara keliru meminta seorang anak untuk dukungan emosional,
anak itu secara tidak langsung dipaksa untuk dewasa sebelum waktunya. Jika orang tua
membutuhkan dukungan emosional, mereka harus mencari orang dewasa lain. Tidaklah baik
untuk mencari dukungan dari anak-anak yang seharusnya mendapatkan perhatian penuh dari
orangtuanya sendiri.

Berikut adalah gejala-gejala yang muncul ketika anak-anak mengambil terlalu banyak
tanggung jawab akibat perceraian orang tua mereka.

1. Anak yang sensitif cenderung merasa menjadi korban dalam hidup dan tidak bisa
mendapatkan apa yang mereka inginkan.

2. Anak yang berpikiran terbuka cenderung menjadi orang yang ingin menyenangkan orang
lain dan mengabaikan kesenangannya sendiri untuk orang lain.

3. Anak-anak yang aktif sangat ambisius, tetapi sering tidak sopan, yang ingin mendominasi
dan memanfaatkan orang lain.

BAB IV

Kesimpulan

Perceraian orang tua berdampak besar bagi anak. Anak-anak cenderung lepas kendali,
melihat diri mereka rendah diri, tersisih, dan penyebab masalah, seolah-olah hidup mereka
tidak lagi masuk akal. Bahkan jika Anda tidak segera mengatasi perilakunya, ia akan menjadi
24
Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa & Dra. Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,
Gunung Mulia 2008, hal 151

16
tidak tertib dan bertindak negatif untuk menghindari masalah seperti pergaulan bebas dan
narkoba.

Salah satu tanggapan pertama yang perlu dilaksanakan adalah dukungan pastoral.
Konselor yang baik harus benar-benar memahami bahwa kondisi pasien sangat menyakitkan
dan hidup mereka tidak berarti, perlu menjadi sarana untuk menemani pasien, melampiaskan
kesedihan mereka, dan mendorong mereka untuk tinggal di tempatnya.

Saran

BAB V

Daftar Pustaka

1. Richard Templar, The Rules Of Love, Erlangga (2009), hal 49


2. Yulia Singgih D. Gunarsa, Asas-asas Keluarga Idaman, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2002, hal 43
3. H. Norman Wright, Melestarikan Kemesraan dalam Pernikahan, Andi (1994), hal 97
4. Dedy Siswanto, Anak di Persimpangan Perceraian: Menilik Pola Asuh Anak Korban
Perceraian, Airlangga University Press (2020), hal 12
5. Dr. Prabang Setyono, S.Si.,M.Si, Etika, Moral, Dan Bunuh Diri Lingkungan Dalam
Perspektif Ekologi (Solusi Berbasis Enviromental Insight Quotient), UPT Penerbitan
dan Pencetakan UNS (UNS Press) (2011), hal 65
6. Ilham Hamid, Cegah Degradasi Moral dengan Bimbingan Kesalehan Sosial, Haura
Utama (2022), hal 15
7. KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), diakses pada 5 September 2022 jam 23.01
WIB
8. Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, BPK Jakarta: 1999, hal 129
9. Iris V. Cully, Dinamika Pendidikan Kristen, BPK Jakarta: 1976, hal 125
10. Singgih D. Gunarsa, Dari Anak Sampai Usia Lanjut, BPK Jakarta: 2004, hal 388
11. Timothy S. Stuart Ed.D & Cheryl G. Bostrom, M.A, Children At Promise, BIP
Kelompok Gramedia (2003), hal 18

17
12. John Gray, Ph.D,Children Are From Heaven Cara membesarkan Anak Secara Positif
agar Anak menjadi Kooperatif, Percaya Diri, dan Memahami Perasaan Orang Lain,
PTGramedia Pustaka Utama 2001, hal 317
13. F.J. Monks-A.M.P. Knoers Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan
Pengantar Dalam Berbagai Bagiannhya, Gadjah Mada University Press 1982, hal 368
14. Sudarmanto, Komunikasi Antar Pribadi, Kanisius 1995, hal 69
15. H.Norman Wright. Konseling Krisis (Membantu Orang dalam Krisis dan Stres),
Gandum Mas, 1999, hal 221
16. Ny.Y.Singgih D.Gunarsa/Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Membimbing,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995, hal 93
17. Bill Sandes, Dari Remaja untuk Orangtua, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1993,
hal 19
18. D. Guthrie BD, Tafsiran Masa Kini 2, BPK-GM, Jakarta: 1982, hlm. 317
19. E. G. Homrighausen dan I. H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, BPK Jakarta:
2007, hlm. 128
20. Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa & Dra. Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja, Gunung Mulia 2008, hal 151

18

Anda mungkin juga menyukai