Kajian Akademis de Minimis
Kajian Akademis de Minimis
Disusun Oleh:
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
adalah benar-benar hasil karya kami berdua dan bukan merupakan plagiat dari kajian
akademis orang lain. Hasil Kajian Akademis ini diserahkan kepada Badan Pendidikan
dan Pelatihan Keuangan (BPPK) untuk digandakan/diperbanyak dan disebarluaskan.
Apabila kemudian hari pernyataan kami tidak benar, maka kami bersedia menerima
sanksi yang berlaku (dikenakan sanksi disiplin Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku).
Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenarnya, untuk dapat dipergunakan
bilamana diperlukan.
Jakarta, 29 November 2021
Pembuat Pernyataan,
ii
ABSTRAK
iii
ABSTRACT
This academic study aims to evaluate the implementation of the policy of 3 USD for
consignment goods in Indonesia, what are the barriers and the challenges, with a case
study at the Soekarno Hatta Main Service Office (KPU) through policy evaluation in
accordance with the problem formulation that has been determined.
This academic study uses a descriptive qualitative analysis method with a data analysis
approach of Miles and Huberman's theory, that there are three flow of activities,
namely data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The techniques of
Data collection were carried out using interviews, questionnaires, focus group
discussions, field observations, secondary data from related parties, the Directorate of
IKC, Soekarno Hatta KPU and literature studies. The main method is interviews with
policy makers as the key informants followed by the other methods. A validity test of
the data was developed by the researcher and carried out by the credibility test or trust
test on the research data through extended observations, increasing accuracy in
research and triangulation.
The conclusion of the study is the de minimis policy of FOB USD 3.00 (three United
States Dollars) has impact less effective, which means that it has not been able to fully
achieve the desired objectives of the formulation of the policy. This is reflected in the
continued decline in the number and volume of consignments, although the revenue
have increased and the level of playing field has been met. The barriers faced are the
lack of human resources and the lack of adequate facilities and infrastructure. The
challenges faced are the very fast and dynamic development of information and
communication technology, the Covid-19 pandemic and low tax compliance.
iv
KATA PENGANTAR
Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT/ Tuhan yang Maha Esa
karena atas rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan karunia kesehatan dan
kelapangan berfikir hingga kami dapat menyelesaikan kajian akademis ini. Kajian
akademis ini adalah sebuah sumbangsih kami untuk ikut serta memberikan masukan
bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan juga sebagai bentuk kontribusi kami
terhadap Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan yang mulai membangun budaya
penelitian sebagai pondasi untuk mewujudkan Corporate University Kementerian
Keuangan serta bagi dunia akademisi pada umumnya.
Kajian akademis ini secara khusus membahas mengenai Evaluasi Penerapan Nilai De
Minimis Barang Kiriman di Indonesia dengan mengambil studi kasus pada Kantor
Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe C Soekarno Hatta, dengan menggunakan
kerangka evaluasi kebijakan publik berdasarkan teori Willam N. Dunn.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
serta mendukung, membantu, dan berpartisipasi aktif sehingga kajian ini dapat
diselesaikan. Semoga sumbangsih kami dalam bentuk kajian ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak terkait. Pada akhirnya kami percaya bahwa perbaikan yang
berkesinambungan terhadap pola-pola pelayanan dan pengawasan yang dijalankan
DJBC akan mendorong kelancaran proses kepabeanan pada umumnya namun dengan
tetap dapat menjamin hak-hak negara secara efektif.
Sebagai manusia biasa, kami menyadari akan keterbatasan yang ada pada kami. Untuk
itu kami mengharapkan saran dan kritik dari pihak yang berkepentingan, untuk
penyempurnaan penelitian ini ke depannya. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.
Wisnu Nugrahini
Desak Ketut Juniari C
v
DAFTAR ISI
vi
C. Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................................... 45
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................. 50
A. Jenis Penelitian................................................................................................. 50
B. Jenis dan Sumber Data ..................................................................................... 52
C. Metode Analisis Data ....................................................................................... 55
D. Keabsahan Data................................................................................................ 59
E. Definisi Operasional Variabel .......................................................................... 63
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .............................................................. 68
A. Hasil Wawancara ............................................................................................. 69
A.1. Perumus Kebijakan ................................................................................... 69
A.2. Pelaksana Kebijakan ................................................................................. 81
A.3. Pengguna Kebijakan ................................................................................. 91
B. Hasil Kuesioner ................................................................................................ 98
C. Hasil Focus Group Discussion (FGD) .......................................................... 106
D. Pembahasan .................................................................................................... 127
D.1. Efektifitas ................................................................................................ 131
D.2. Efisiensi .................................................................................................. 141
D.3. Responsivitas dan Kecukupan ................................................................ 143
D.4. Ketepatan dan Keadilan .......................................................................... 145
E. Hambatan ....................................................................................................... 147
F. Tantangan ....................................................................................................... 149
G. Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 152
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .................................................... 153
A. Kesimpulan .................................................................................................... 153
B. Rekomendasi .................................................................................................. 155
C. Penelitian Selanjutnya .................................................................................... 156
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 157
LAMPIRAN .............................................................................................................. 162
GLOSARIUM ........................................................................................................... 203
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GRAFIK
Grafik I-1 Volume Impor Barang Kiriman dan Jumlah Dokumen CN Tahun 2017 s.d. 2019 . 3
Grafik I-2 Perbandingan Nilai De Minimis di Berbagai Negara (USD) ................................... 9
Grafik IV-1 Jumlah CN, Nilai Devisa, dan Realisasi Penerimaan Barang Kiriman Tahun
2019 s.d. 2020 ....................................................................................................................... 109
Grafik IV-2 Penerimaan BM dan PDRI KPUBC Tipe C Soekarno Hatta Periode 2017 s.d.
Mei 2021 ............................................................................................................................... 132
Grafik IV-3 Jumlah CN yang Dikeluarkan dengan Jalur Merah Periode 2017 s.d. Mei 2021
Pada KPUBC Tipe C Soekarno Hatta................................................................................... 134
Grafik IV-4 Jumlah CN pada periode 2017 s.d. Mei 2021 ................................................... 137
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abad ke-21 ditandai dengan perkembangan pesat teknologi digital yang memberi
menyebabkan terbentuknya sebuah arena baru yang dikenal sebagai dunia maya,
dimana setiap individu memiliki hak dan kemampuan untuk berhubungan dengan
individu lain tanpa adanya batasan apapun yang menghalanginya. Internet mampu
Internet Indonesia (APJII), penggunaan internet di Indonesia pada tahun 2019 dan
semester kedua tahun 2020 ((APJII), 2021), menunjukan kondisi sebagai berikut:
- Dari populasi penduduk Indonesia yang mencapai 266,91 juta jiwa, 73,7 % atau
sekitar 196,71 juta jiwa telah terhubung jaringan internet. Kondisi ini mengalami
sebelumnya.
Bali-Nusa Tenggara 5,2 %, dan provinsi yang paling sedikit menggunakan internet
1
2
pekerjaan (29,3 %), untuk mengakses social media (24,7 %), mengakses berita (13,6
%), mengakses hiburan (7,6 %), layanan perbankan (9,7 %), belanja online (4,8 %),
sampai dengan peringkat ketiga teratas. Sedangkan Brasil ada di peringkat keempat,
commerce. Kegiatan yang dilakukan diantaranya untuk mencari produk atau layanan
untuk dibeli online, berkunjung ke situs retail, membayar produk atau layanan online,
dan lain-lain.
atau borderless world, baik di tingkat regional maupun global, menyebabkan kegiatan
perdagangan dapat berjalan secara efisien. Subjek yang dapat melakukan transaksi pun
tidak hanya perusahaan dengan perusahaan, tetapi juga memungkinkan dari individu
maupun pemerintah.
Indonesia tahun 2017 sampai dengan 2019, digambarkan dalam grafik berikut:
3
Sumber: Slide Sosialisasi PMK No. 199/PMK.04/2019 oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai
Dari Grafik 1.1. tersebut tampak bahwa dalam periode tahun 2017 sampai dengan
2019, terjadi peningkatan yang signifikan atas impor barang-barang yang dibeli melalui
sarana digital. Ditinjau dari nilainya, dari tahun 2017 ke 2018 meningkat sebesar
kewajiban kepabeanan dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 meningkat rata-rata
merupakan tantangan bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), karena dalam
cukai.
(OECD, 2000). B2B adalah segala jenis transaksi komersial, biasanya berupa
pembelian dan penjualan bahan mentah, grosir dan eceran, yang dilakukan melalui
internet antar pelaku usaha. B2C harus dijual barang atau jasa oleh bisnis kepada
konsumen melalui internet. C2C adalah untuk menjual barang atau jasa oleh konsumen
muncul dengan mulai menata ulang sistem pengadaan publik melalui internet.
Transaksi C2G telah meluas dengan dimulainya penggunaan teknologi untuk membuat
sistem pembayaran dan kepatuhan pajak lebih mudah dan untuk mengurangi pajak B2B
dan B2C adalah transaksi yang paling banyak digunakan dan ditingkatkan sejauh ini
(OECD, 2000).
berbelanja 24/7, menjangkau lebih banyak barang dan jasa tanpa batas dan membeli
perdagangan tanpa kehadiran fisik, memulai dan mengelola perusahaan dengan mudah
5
dalam hal bisnis. Kekurangan dari e-commerce adalah memulai bisnis oleh siapapun
yang baik atau buruk, produk tidak berkualitas, kecurangan konsumen dan masalah
Pengiriman barang dari penjual yang berada di luar daerah pabean kepada
kurir. Kondisi demikian, yaitu pengiriman barang melalui perusahaan jasa kurir atau
kiriman.
Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman mengatur bahwa barang
kiriman adalah barang yang dikirim melalui penyelenggara pos. Penyelenggara pos
dikaterikan menjadi dua kelompok besar, yaitu PT. Pos Indonesia selaku
penyelenggara pos yang ditunjuk oleh pemerintah dan penyelenggara pos swasta atau
terhadap barang kiriman yang diimpor untuk dipakai dengan nilai pabean paling
banyak FOB USD 3 (tiga United States Dollars) per penerima barang per kiriman
diberikan pembebasan bea masuk (BM), dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan
dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor (PPh. Ps. 22 Impor).
6
Batas minimal nilai atau jumlah barang yang mendapatkan pembebasan bea
masuk seperti yang diatur dalam peraturan Menteri Keuangan terkait barang kiriman
Istilah de minimis berasal dari bahasa Latin yang secara sederhana dapat didefinisikan
sebagai sesuatu yang sangat kecil atau sepele, sehingga hukum tidak merujuknya dan
ini banyak dipergunakan dalam berbagai bidang, diantaranya di bidang hukum dan
pengeluaran barang kiriman yang diimpor dengan tujuan untuk dipakai, dapat berupa
Pada dasarnya semua barang yang dikirim melalui penyelenggara pos dicatat
pos, untuk mengirimkan barang kiriman kepada penerima barang. Dalam pengiriman
barang lintas batas consignment note yang digunakan menggunakan kode CN-22/ CN-
23.
Pengeluaran barang kiriman berupa kartu pos, surat, dokumen, dan barang
daftar barang kiriman dan barang kiriman kepada pejabat Bea dan Cukai.
dengan FOB USD 1,500 dapat menggunakan CN, PIBK, atau PIB. Sedangkan dalam
hal nilai pabean impor barang kiriman lebih dari FOB USD 1.500, pemberitahuan
Dari sisi sistem perpajakannya, yaitu bagaimana hak dan kewajiban perpajakan
suatu wajib pajak (atau dalam hal ini importir) dilaksanakan, pemberitahuan impor
barang kiriman menggunakan system official assessment dan self assesment. Official
kiriman atau CN. Selfassessment dalam hal pengeluaran barang kiriman dilakukan
maka makna barang kiriman saat ini sudah mengalami pergeseran. Barang kiriman
yang dimaksudkan dalam Undang-Undang Pabean adalah barang yang sengaja dikirim
oleh orang yang berkedudukan di luar daerah pabean, dikirimkan kepada orang yang
berada di dalam daerah pabean sebagai hadiah, oleh-oleh atau hibah, dimana orang
penerima tersebut tidak mengetahui secara pasti harga barang kiriman dimaksud. Hal
inilah yang menjadi pertimbangan dalam Undang-Undang Pabean penetapan tarif bea
maka barang kiriman saat ini adalah termasuk juga barang-barang yang dikirim oleh
penjual dari luar daerah pabean kepda pembeli di dalam daerah pabean. Sehingga
dalam hal ini pembeli sudah dapat mengetahui berapa harga barang yang dibeli secara
secara selfassesment.
8
di Indonesia;
d. barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah untuk umum, amal, sosial,
e. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu
g. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
k. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
l. barang pindahan;
9
m. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang
pengujian;
p. barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang
Sedangkan dalam kesepakatan internasional sampai dengan saat ini tidak pernah
diatur ambang batas pembebasan bea masuk (nilai de minimis) untuk barang kiriman,
2018).
Indonesia saat ini tergolong sangat rendah. Hal ini bisa dilihat di Grafik 1.2.
900
800
800
700 756
600
500
400
300
296
272
200
100
15 30 40 50 90
0
Canada Chile Vietnam Mexico Jepang Selandia Singapura Australia USA
Baru
Sumber: Global Express Association, April 2016
Ketentuan Impor Barang Kiriman diatur bahwa barang kiriman yang diimpor untuk
dipakai, dapat diberikan pembebasan bea masuk dengan nilai pabean paling banyak
FOB USD 100 (seratus United States Dollars) untuk setiap penerima barang per
kiriman. Nilai pembebasan tersebut, kemudian diubah lagi dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 112/PMK.04/2018, menjadi FOB USD 75 (tujuh puluh lima United
States Dollars), dengan ketentuan pembebasan bea masuk diberikan untuk setiap
penerima barang per 1 (satu) hari atau lebih dari 1 (satu) kali pengiriman dalam waktu
1 (satu) hari, sepanjang nilai pabean atas keseluruhan Barang Kiriman tidak melebihi
USD50.00 (lima puluh United States Dollars) menjadi FOB USD100.00 (seratus
United States Dollars) untuk setiap penerima barang per kiriman, kemudian menjadi
FOB USD75.00 (tujuh puluh lima United States Dollars) untuk setiap penerima barang
per 1 (satu) hari atau lebih dari 1 (satu) kali pengiriman dalam waktu 1 (satu) hari, dan
kemudian berkurang secara signifikan menjadi FOB USD3.00 (tiga United States
Dollars) per penerima barang per kiriman, tentu sudah melalui pertimbangan dari
berbagai aspek, seperti apa tujuan dan manfaat kebijakan tersebut dan juga tentu telah
kebijakan tersebut.
Latar belakang Pemerintah melakukan perubahan kebijakan nilai pembebasan dari FOB
USD50.00 (lima puluh United States Dollars) menjadi FOB USD100.00 (seratus United States
Dollars), adalah berdasarkan pertimbangan bahwa kebijakan batasan nilai de minimis tersebut
sudah terlalu lama tidak disesuaikan, sudah tidak relevan dengan perkembangan ekonomi,
dimaksudkan untuk menanggapi aspirasi masyarakat, dan bukan semata-mata untuk penerimaan,
tetapi untuk tujuan pelayanan.
United States Dollars) menjadi FOB USD75.00 (tujuh puluh lima United States
Dollars), adalah jumlah barang kiriman untuk tujuan perniagaan yang meningkat
sangat tajam, keberatan publik terhadap pembebasan barang kiriman (unequal level
Penurunan nilai de minimis menjadi FOB USD75.00 (tujuh puluh lima United
States Dollars), ternyata tidak mampu mengatasi peningkatan impor barang kiriman,
199/PMK.010/2019 yang mulai berlaku efektif sejak tanggal 29 Januari 2020. Latar
belakang perubahan kebijakan nilai de minimis atas impor barang kiriman adalah
melonjaknya volume impor dalam periode tahun 2017 sampai dengan 2019, khususnya
yang dikeluarkan dengan pembebasan bea masuk sebayak 29.435.179 dokumen (atau
98,2%) dan sisanya sebanyak 536.806 (atau 1,8%) dikenakan bea masuk. Hal ini
menunjukan bahwa peningkatan kegiatan impor barang kiriman yang sangat tinggi,
tidak diiringi dengan peningkatan nilai penerimaan bea masuk dan pajak-pajak dalam
antara barang impor dengan barang yang sama yang diproduksi di dalam negeri dan
barang impor yang diimpor selain dengan CN dengan pembebasan. Terlebih lagi, jenis
barang kiriman yang masuk ke daerah pabean dalam periode tersebut, adalah barang-
B. Rumusan Masalah
yaitu:
1. Penyusunan Agenda
2. Formulasi Kebijakan
3. Adopsi Kebijakan
4. Implementasi Kebijakan
kriteria kebijakan yang baik. Kriteria kebijakan yang baik yaitu efektifitas, efisiensi,
Evaluasi terhadap nilai atau manfaat hasil kebijakan dapat diketahui ketika hasil
kebijakan pada kenyataan mempunyai nilai, atau dengan kata lain bahwa dampak
penerapan kebijakan tersebut telah sesuai dengan tujuan dalam mengatasi suatu
masalah.
Pemerintah harus dapat melakukan dengan sangat hati-hati agar kebijakan tersebut
permasalahan yang terjadi, yaitu serbuan impor produk e-commerce dalam tahun 2017
s.d. 2019.
commerce;
sama antara barang impor dengan barang lokal (equal level playing field).
kiriman.
bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI). Sementara, pemberitahuan yang
digunakan untuk barang e-commerce yang nilainya melebihi nilai de minimis FOB
USD3.00 (tiga United States Dollars) sampai dengan FOB USD 1,500.00 (seribu lima
ratus United States Dollars) dapat dalam bentuk CN. Dilihat dari sistem perpajakan
juga berdasarkan hasil survei awal kepada pengguna kebijakan di KPUBC Tipe C
Soekarno Hatta bahwa terdapat indikasi terjadinya underinvoicing dan splitting dengan
tujuan menghindari peraturan larangan dan pembatasan (lartas), maka Peneliti ingin
sumber daya manusia DJBC sebagai pelaksana kebijakan, dan respon atas kebijakan
peningkatan jumlah barang dengan nilai pabean melebihi nilai de minimis harus
didukung oleh infrastruktur yang memadai, yaitu meliputi sistem aplikasi Customs-
Excise Information System and Automation (CEISA) dan sistem aplikasi terkait dengan
penyelesaian kepabeanan barang kiriman lainnya. Hal ini juga menjadi permasalahan
Oleh karena itu Peneliti ingin melakukan evaluasi terhadap penerapan kebijakan
nilai de minimis sebesar FOB USD3.00 (tiga United States Dollars) tersebut,
C. Pertanyaan Penelitian
sebagai berikut:
Dunn?
b. Apakah hambatan dalam penerapan kebijakan nilai de minimis atas impor barang
c. Apakah tantangan dalam penerapan kebijakan nilai de minimis atas impor barang
D. Ruang Lingkup
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data sekunder diperoleh
untuk periode pengamatan data barang kiriman dari tahun 2017 sampai dengan bulan
Juni tahun 2021. Sedangkan pengambilan data primer rencananya akan dilakukan
diteliti serta mendapatkan pandangan dari para pihak yang terkait secara langsung
dalam kegiatan kepabeanan barang kiriman dan para perumus kebijakan atas pelayanan
dan pengawasan barang kiriman, penelitian akan difokuskan di dua lokasi utama, yaitu
di Kantor Pelayanan Utama Tipe C Soekarno Hatta dan Kantor Pusat DJBC.
kiriman, serta pengawasan barang kiriman, baik pengawasan dari sisi administrative
maupun pengawasan fisik. Penelitian tesebut meliputi aspek internal yaitu kekuatan
dan kelemahan dan aspek eksternal berupa peluang dan tantangan dari tiga faktor, yaitu
peraturan, infrastruktur penunjang pelaksanaan tugas, dan sumber daya manusia yang
E. Tujuan Penelitian
199/PMK.10/2019;
199/PMK.10/2019.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat bagi berbagai pihak yang
terkait, yaitu:
a. Bagi Kementerian Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, hasil
b. Bagi Pusdiklat Bea dan Cukai, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
kiriman;
c. Bagi masyarakat, manfaat dari kajian ini adalah untuk memberikan informasi dan
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Pada sub bab ini peneliti akan menguraikan mengenai tinjauan pustaka dalam
kepabeanan terkait e-commerce, dan kebijakan publik, dan fungsi pemerintah dalam
pembangunan.
A.1. E-Commerce
para ahli. E-commerce didefinisikan sebagai suatu proses membeli dan menjual produk
- produk secara elektronik oleh konsumen dan dari perusahaan ke perusahaan dengan
komputer sebagai perantara transaksi bisnis. Media yang dapat digunakan dalam
komputer, yang digunakan oleh pebisnis dalam melakukan aktifitas bisnisnya dan
komputer yang dalam prosesnya diawali dengan memberi jasa informasi pada
18
19
konsumen dalam penentuan pilihan (Kotler & Armstrong, 2012). Sementara menurut
Wong, e-commerce adalah proses jual beli dan memasarkan barang serta jasa melalui
sistem elektronik, seperti radio, televisi dan jaringan komputer atau internet (Jony,
2010). Kemudian Savrul et al. mendefinisikan e-commerce dalam dua lingkup, sebagai
definisi yang luas dan sempit. Menurut definisi yang luas, e-commerce adalah
pembelian atau penjualan barang antara bisnis, rumah tangga, individu, pemerintah dan
organisasi publik dan swasta lainnya melalui jaringan komputer. Definisi sempit di sisi
lain hampir sama dengan definisi luas kecuali instrumen perdagangan terbatas dengan
internet (Savrul & Strategy, 2011). Efek globalisasi dan perkembangan pesat dalam
pengusaha untuk menjual barang dan jasa mereka dengan metode yang berbeda ke
seluruh dunia dan memungkinkan konsumen untuk mengakses barang dan jasa dengan
transaksi jual-beli barang, servis atau transmisi dana atau data dengan menggunakan
teknologi, dan aplikasi yang menghubungkan penjual dan pembeli (atau konsumen),
dimana terjadi penjualan berbagai komoditi dalam skala luas dan melalui transaksi
elektronik yaitu wadah berupa aplikasi, situs web, atau layanan konten lainnya yang
berbasis internet. Dan pada umumnya, seperti halnya pasar dalam pengertian
20
konvensional, dalam transaksi jual beli melalui media elektronik, ada pula pihak yang
berperan menyediakan tempat atau pasar untuk melakukan transaksi secara elektronik.
penyedia platform marketplace didefinisikan sebagai orang pribadi atau badan maupun
Bentuk Usaha Tetap yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan atau memiliki
pasar elektronik atau marketplace adalah sarana komunikasi elektronik yang digunakan
untuk transaksi yang ditujukan untuk melakukan kegiatan usaha perdagangan secara
elektronik.
peluang bisnis yang besar bagi pelaku ekonomi, namun juga sekaligus menjadi
ancaman apabila tidak dikelola dengan baik. Pada tahun 2017 Pemerintah telah
nasional berbasis elektronik (SPNBE), yang menjadi acuan bagi pemerintah pusat dan
keamanan siber. Dari aspek perpajakan diatur bahwa Pemerintah wajib memberikan
perlakuan perpajakan yang sama bagi pelaku usaha e-commerce asing maupun dalam
Kepabeanan barang kiriman didefinisikan sebagai barang yang dikirim oleh pengirim
tertentu di luar negeri kepada penerima tertentu di dalam negeri. Sedangkan dalam
Barang Kiriman, lebih lanjut mendefinisikan barang kiriman sebagai barang yang
dikirim melalui badan usaha yang menyelenggarakan pos. Secara garis besar,
Petunjuk Pelaksanaan Impor Barang Kiriman Penyelenggara pos yang ditunjuk adalah
pengiriman barang kiriman adalah perusahaan jasa titipan (PJT). Perusahaan jasa
titipan didefinisikan sebagai penyelenggara pos yang memperoleh ijin usaha dari
instansi terkait untuk melaksanakan layanan surat, dokumen, dan paket sesuai dengan
Istilah de minimis berasal dari bahasa Latin, yang berarti bahwa hukum tidak
melihat hal-hal yang terlalu kecil atau hal-hal yang sepele. Istilah ini umum
nilai de minimis berarti batas minimal nilai atau jumlah barang yang mendapatkan
pembebasan.
Konsep nilai de minimis sejalan dengan salah satu azas pemungutan pajak
menurut Adam Smith, yaitu azas efisiensi. Azas efisiensi mengandung makna bahwa
biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya
pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak (Pajak, 2018).
Ketika suatu barang diimpor ke suatu negara, dalam hal nilai barang impor
tersebut masih dalam batas nilai de minimis, maka atas impornya tidak dikenakan bea
masuk atau mendapat pembebasan bea masuk. Dari sisi aplikasi pembebasannya,
terdapat dua kategori nilai de minimis, yaitu nilai de minimis sebagai discount factor
Nilai de minimis sebagai discount factor berarti bahwa nilai de minimis sebagai
pengurang nilai barang impor, yang kemudian hasilnya dipergunakan sebagai dasar
penghitungan bea masuk. Misalnya: nilai de minimis FOB USD 3, nilai barang FOB
USD 100, maka nilai barang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk adalah FOB
Nilai de minimis sebagai threshold berarti bahwa nilai de minimis sebagai batas
tertinggi pembebasan, dalam hal nilai barang melebihi nilai de minimis, maka
nilai de minimis. Misalnya: nilai de minimis FOB USD 3, nilai barang FOB USD 100,
maka nilai barang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk adalah FOB USD 100.
(ICC) pada tahun 1936 dan telah mengalami beberapa kali perubahan. Incoterms yang
berlaku saat ini adalah Incoterms 2020. Ketentuan dalam Incoterms digunakan para
pelaku perdagangan internasional ketika mengirim barang dalam transaksi atau kontrak
(Rafinska K. , 2020).
24
Incoterms menjelaskan:
- Kewajiban yang harus dilakukan oleh penjual dan pembeli, misalnya siapa yang
- Biaya; siapa yang bertanggung jawab atas biaya yang timbul, misalnya biaya
Terdapat sebelas versi Incoterms, yaitu ex works (EXW), free carrier (FCA),
carriage paid to (CPT), carriage and insurance paid to (CIP), delivered at place
(DAP), delivered at place unloaded (DPU), delivered duty paid (DDP), free alongside
ship (FAS), free on board (FOB), cost and freight (CFR), dan cost insurance and
freight (CIF).
yang terkait, yaitu CIF dan DDP. Dimana dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan
62/PMK.04/2018 diatur bahwa nilai pabean untuk penghitungan bea masuk adalah
nilai transaksi dari barang impor yang bersangkutan yaitu nilai pabean dalam Incoterms
CIF.
25
Dalam Pasal 11 Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Per-
02/BC/2020 diatur bahwa impor barang kiriman yang memiliki nilai pabean sampai
dengan FOB USD1,500 (seribu lima ratus Dollar Amerika Serikat), dapat
menggunakan skema DDP. DDP berarti bahwa penjual bertanggung jawab dalam
penyelesaian proses kepabeanan, dan pembayaran bea masuk serta pajak-pajak impor
lainnya. Risiko berpindah dari penjual kepada pembeli pada saat barang dibongkar dari
pengangkut dan tersedia bagi pembeli. Dalam terminologi DDP hampir sebagian besar
kewajiban ada pada penjual dan merupakan satu-satunya skema Incoterms yang
mengatur bahwa tanggung jawab proses kepabeanan, bea masuk, dan pajak-pajak
(https://www.incotermsexplained.com/incoterms-2020/, 2020).
kewajiban perpajakan suatu wajib pajak dilaksanakan. Terkait dengan kepabeanan, hak
dan kewajiban wajib pajak atau dalam hal ini importir sebagai penanggung jawab bea
masuk dan PDRI, meliputi kewajiban menghitung dan membayar bea masuk dan
terutang ditetapkan sepenuhnya oleh institusi pemungut pajak, dalam hal ini pejabat
Bea dan cukai (Pajak, 2018). Imporir dalam hal ini bersifat pasif dan menunggu
menyetorkan dan melaporkan bea masuk dan PDRI yang terutang dilakukan oleh
importir. Peran pejabat Bea dan Cukai hanyalah mengawasi melalui serangkaian
A.1.7. Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor atas Barang Kiriman
Terhadap barang kiriman berupa surat, kartu pos, dan dokumen dibebaskan bea
masuk dan tidak dipungut PDRI. Sedangkan Barang kiriman yang diimpor untuk
dipakai dengan nilai pabean tidak melebihi FOB USD3.00 (tiga United States Dollars)
per penerima barang per kiriman diberikan pembebasan bea masuk dan dipungut Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
(PPh). Dalam hal nilai pabeannya melebihi FOB USD3.00 (tiga United States Dollars)
bea masuk dan PDRI-nya dipungut atas keseluruhan nilai pabean barang dimaksud.
27
Standards)
terakhir telah menimbulkan peluang besar bagi perekonomian global, menjadi mesin
lintas batas telah mengubah sistem pasar bisnis dan konsumen, penjualan dan
pengiriman barang.
perdagangan B2C dan C2C, menjadi tantangan bagi pemerintah dan dunia bisnis.
Prinsip utama dan standar pengelolaan e-commerce lintas batas yang disepakati
and Risk Management); Penggunaan data elektronik yang canggih untuk efektifitas
Pada dasarnya rantai e-commerce berbasis data dan kaya data (data driven and data
rich). Pertemuan ruang informasi yang kaya data atau rantai nilai di Internet dan
kemampuan komputasi yang lebih cerdas dan lebih kuat telah membuatnya lebih
secara tepat waktu untuk kepentingan manajemen risiko yang efektif, adalah hal
yang sangat penting dalam menghadapi model perdagangan baru yang berkembang
pesat ini.
Melalui pertukaran data elektronik yang mengarah pada manajemen risiko yang
pelayanan kepabeanan yang ringkas dan kurangnya penyampaian data yang tepat
waktu dan akurat, maka institusi kepabeanan harus menyusun ulang administrasi
kepabeanan dengan tetap menerapkan instrumen WCO yang ada saat ini, seperti
Revised Kyoto Convention, the SAFE Framework of Standards and the Immediate
Release Guidelines, dan mengidentifikasi solusi yang modern dan tepat, yang
lebih efektif dan efisien dalam memenuhi ekspektasi industri dan konsumen
3. Pengumpulan Pendapatan secara Adil dan efisien; agar dapat menjalankan tugas
namun dengan nilai yang relatif rendah per pengiriman, administrasi kepabeanan
30
harus meningkatkan kerja sama dengan autoritas pajak. Bekerja sama dengan
saat ini, di mana bea masuk dan pajak dihitung dan dibayar pada saat impor, menuju
peluang dan tantangan bagi pemerintah dan berbagai model bisnis, serta harus
batas.
menganalisis risiko.
commerce.
membutuhkan penguatan kerja sama dan kemitraan yang sudah ada sekarang dan
menciptakan kerja sama dengan pihak yang baru muncul dalam rantai pasokan e-
commerce untuk mengatasi tantangan dengan lebih baik dan secara kolaboratif.
Awareness, Outreach and Capacity Building); Di era e-commerce lintas batas yang
semakin pesat, di mana siapa pun dan semua orang berpotensi menjadi pedagang -
pembeli atau penjual - dan dapat dengan mudah menukar peran mereka, ada
kesadaran yang lebih luas, khususnya pedagang yang baru dan yang sedang
32
berkembang agar mereka lebih memahami aturan kepabeanan dan aturan terkait,
serta mematuhinya. Ini harus mencakup, antara lain, pendampingan yang kuat dan
akurat terhadap kegiatan e-commerce lintas batas adalah kunci dari rumusan
kebijakan yang baik. Mengidentifikasi tren, pola, dan dinamika yang muncul akan
e-commerce mengharuskan pemerintah untuk lebih pro aktif dan berfikir ke depan,
instrumen kebijakan. Pengertian kebijakan adalah “suatu tindakan yang ditetapkan dan
dilakukan seseorang atau sejumlah pelaku dan memiliki prosedural pemecahan suatu
tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah
yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan
1. Penyusunan Agenda
2. Formulasi Kebijakan
3. Adopsi Kebijakan
4. Implementasi Kebijakan
Evaluasi terhadap nilai atau manfaat hasil kebijakan dapat diketahui ketika hasil
kebijakan pada kenyataan mempunyai nilai, atau dengan kata lain bahwa dampak
penerapan kebijakan tersebut telah sesuai dengan tujuan dalam mengatasi suatu
agar dapat memenuhi kriteria-kriteria yang baik. Menurut pendapat Edgar K and
Prinsip pengenaan pajak yang dirumuskan oleh E.R.A. Seligman sedikit berbeda
dengan prinsip Adham Smith, namun demikian apabila dikaji lebih mendalam
administrative, economic dan ethical. Pengerian fiskal berkaitan dengan dua hal yaitu
adequad dan elasticity yang artinya bahwa pengenaan pajak harus dapat menjamin
terpenuhinya kebutuhan pengeluaran Negara dan juga harus elastis dalam menghadapi
innocuity dan efficiency yang artinya pajak tersebut tidak menimbulkan hal-hal yang
meliputi uniformity dan universality yang artinya adalah kesamaan atau keadilan yang
sebanding.
dilaksanakan;
membayar pajak;
para ahli sebagaimana disampaikan di atas, maka sebenarnya dapat ditarik kesimpulan
sebagaiman disampaikan oleh Hubert Graf dan Smulders sebagaimana dikutip (Lele,
2016), dimana efektivitas (juga efisiensi) kebijakan dianggap sebagai nilai - nilai dari
salah satu kategori good governance, yaitu performing governance. Dua kategori
sesuai dengan rencana atau kebijakan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan
rencana, namun terjadi kondisi eksternal yang tidak menguntungkan sehingga hasil
kebijakan tidak sesuai yang diharapkan atau ditargetkan. Perhatian besar dalam proses
menganggap bahwa sebuah kebijakan itu akan berjalan dengan sendirinya, padahal ada
faktor yang paling penting bagi sebuah kebijakan yaitu pada tataran implementasi
(penerapan) kebijakan tersebut. Tentu hal ini sangat bergantung kepada para aktor yang
teribat didalam proses penerapan sebuah kebijakan public yaitu perumus kebijakan
konflik, pelik dan isu mengenai siapa yang memperoleh apa dan mendapatkan apa
(Wahab, 2008).
diantaranya adalah definisi masalah yang tidak tepat, pemilihan instrumen kebijakan
yang buruk, keterbatasan pelaksana (kurang rasional), dan sumber daya yang tidak
tingkat kemakmuran yang lebih tinggi sebagaimana dimuat dalam pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 bahwa “untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
keadilan sosial. Dalam mencapai tujuan tersebut, pemerintah dapat turut campur tangan
baik secara aktif maupun secara pasif. Peran utama pemerintah dalam proses
baik serta mengembangkan kebijakan dan program pembangunan yang tepat, konsisten
dan efektif.
menimbulkan polusi yang merusak lingkungan, dibebani pajak yang lebih besar
sudah dikelola secara efisien oleh usaha-usaha kecil, sehingga jika dikelola oleh
untuk memaksa (power to coerce) bagi para pelaku ekonomi yang tidak
distribusi dan, stabilisasi (Stephen, 1984). Fungsi alokasi, pemerintah sebagai wakil
masyarakat yang mengetahui kebutuhan barang dan jasa apa saja yang diperlukan
masyarakat harus menyediakan barang dan jasa selain yang disediakan oleh pihak
swasta. Dalam teori penawaran dan permintaan secara makro, ada pertemuan antara
penawaran (supply) barang dan jasa oleh Pemerintah dengan permintaan (demand)
barang dan jasa yang diperlukan oleh masyarakat (Dernburg, 1985). Fungsi distribusi,
efisien akan tetapi tidak adil. Efisien terjadi apabila perubahan tidak memperburuk
keadaan golongan lain, namun hal ini sangat mustahil. Distribusi adil dan efisien
apabila nilai manfaat yang diperoleh seseorang adalah sebanding dengan pengorbanan
yang dikeluarkan atau dikenal dengan Efisiensi Pareto. Dengan adanya campur tangan
Pemerintah, maka efisiensi terhadap redistribusi dapat dijamin (Rosen, 1995), dan
memberikan subsidi yang dananya diambil dari pemungutan pajak kepada mereka yang
seperti kesempatan kerja yang tinggi, stabilitas tingkat harga, rekening luar negeri yang
baik serta tingkat pertumbuhan yang memadai. Dengan kebijakan moneter perlu
ini dapat terlihat dari peningkatan jumlah pengeluaran pemerintah yang dari tahun ke
tahun selalu meningkat. Untuk itu pemerintah harus dapat melakukan efisiensi agar
pembangunan dapat berjalan dengan baik. Salah satu usaha efisiensi adalah dengan
memperbaiki kualitas pemerintah. Apabila pemerintah tidak atau kurang efisien, maka
B. Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian terkait dengan barang kiriman yang pernah dilakukan,
diantaranya:
Internasional yang dilaksanakan oleh BPSDM Banten dengan judul The Impact of
digunakan adalah data barang kiriman tahun 2017 sampai awal tahun 2019.
kemudian bagaimana dampak regulasi dan deregulasi pembebasan bea masuk atas
diketahui bahwa terdapat fenomena di satu sisi jumlah dokumen dan nilai impor
meningkat, namun di sisi lain ternyata penerimaan mengalami penurunan. Hal ini
interview kepada pelaku usaha dapat diketahui bahwa mereka benar telah
adalah 1. Latar belakang perubahan kebijakan pembebasan bea masuk: dari USD
juga untuk pelayanan. 2. Kebijakan tersebut telah disalahgunakan oleh para pelaku
penggelapan pajak yang pada akhirnya dapat merugikan kepentingan industri kecil
di dalam negeri.
2. Himawan Yusuf dalam penelitian Uji Beda Preferensi Belanja Impor Barang
barang kiriman selama periode 1 Oktober 2019 sampai dengan 2 Maret 2020.
impor barang kiriman setelah ketentuan tentang batas pembebasan bea masuk dan
pajak turun dari USD75 menjadi USD3. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari
statistik deskriptif diperoleh nilai rerata harian sebelum (pra) dan sesudah (pasca)
sebesar 0.000 baik pada Paired Sampel T Test maupun pada Wilcoxon Signed Rank
Test. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis awal yang menyatakan bahwa tidak ada
ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan preferensi membeli barang impor
melalui mekanisme impor barang kiriman telah terjadi secara nyata sejak
Kebijakan Penurunan Ambang Batas Pembebasan Bea Masuk Nilai Impor Barang
Kiriman (De Minimis) terhadap Volume Impor Barang Kiriman Indonesia (PMK
Data yang dikumpulkan menunjukan bahwa volume impor barang kiriman Januari-
42
Juli 2019 dengan Januari-Juli 2020 menurun sebesar 10,24 persen. Serta total rata-
rata perbandingan data tahun 2019 dan 2020 menunjukkan terjadinya penurunan
ambang batas pembebasan bea masuk impor barang kiriman mampu membantu
menekan nilai volume impor barang kiriman. Selain dari sisi kebijakan, penurunan
volume impor barang kiriman pada saat ini terjadi disebabkan oleh kondisi pandemi
COVID 19 yang nyatanya turut menghambat laju perdagangan baik dari dalam
4. Stephen Holloway dan Jeffrey Rae dalam World Customs Journal menguraikan
sumber pendapatan yang lebih efisien, mengurangi biaya yang ditanggung oleh
menghasilkan manfaat ekonomi bersih terbesar, sekitar USD5,9 miliar per tahun
untuk APEC-6, setara dengan sekitar USD30,3 miliar untuk semua 21 anggota
hampir semua sisanya. Yang terakhir sangat penting bagi usaha kecil dan
transit memiliki manfaat ekonomi yang jelas. Semakin lama produk sampai di
zaman, terlantar oleh alternatif unggul, atau kehilangan minat pembeli potensial.
pengiriman akan memperluas ekspor manufaktur sensitif waktu lebih dari 4%.
APEC).
5. Steven Pope, Cezary Sowiński and Ives Taelman dalam penelitian yang berjudul
selalu terjadi dalam perdagangan internasional. Namun, alasan bahwa barang yang
diekspor dari negara-negara tertentu disertai dengan faktur yang menunjukkan nilai
yang sengaja diturunkan yang tidak mencerminkan nilai sebenarnya dari barang
belum sepenuhnya dipahami. Keinginan untuk menghindari bea masuk dan pajak
juga dapat disebabkan oleh ketidaksesuaian peraturan yang ada dari beberapa
menyelidiki apakah ada hubungan antara bea masuk Uni Eropa (UE) dan tingkat
de minimis dan pemberitahuan nilai barang yang disengaja di bawah ambang batas.
44
Meskipun penelitian ini tidak dapat membuktikan korelasi langsung antara pajak
tertentu dan undervaluation, itu menunjukkan perlunya pemahaman dan kerja sama
yang lebih besar antara pengusaha dan Bea Cukai untuk lebih memastikan
(2016) berjudul The import VAT and Duty De-Minimis in the European Union –
Where Should They Be and What Will Be The Impact? Beberapa kesimpulan yang
menjadi 80 EUR dari saat ini 22 EUR - ini disebabkan oleh fakta bahwa total biaya
pengumpulan yang dihadapi oleh administrasi Bea Cukai dan sektor swasta saat ini
signifikan - misalnya, kualitas dan reputasi penjual lebih penting bagi konsumen
sumber daya menuju prioritas yang lebih tinggi seperti: pengumpulan pendapatan
produk dan kekayaan intelektual; dan keamanan rantai pasokan (J., et al., 2014).
45
efektif, yaitu pada tahun 1996, pemerintah menetapkan nilai de minimis atas barang
kiriman sebesar USD50. Benchmark-nya saat itu adalah negara-negara ASEAN. Nilai
de minimis USD50 ini bertahan selama 20 (dua puluh) tahun, karena pada akhir
tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman nilai de minimis ditambah menjadi paling
banyak FOB USD 100 (seratus United States Dollar) untuk setiap penerima barang per
kiriman (Siregar, 2019). Peningkatan nilai de minimis tersebut, disambut positif para
pelaku e-commerce. Mereka memanfaatkan fasilitas fiskal dalam bentuk kenaikan nilai
112/PMK.04/2018, nilai pembebasan turun menjadi FOB USD 75 (tujuh puluh lima
United States Dollar), dengan ketentuan pembebasan bea masuk diberikan untuk setiap
penerima barang per 1 (satu) hari atau lebih dari 1 (satu) kali pengiriman dalam waktu
1 (satu) hari, sepanjang nilai pabean atas keseluruhan Barang Kiriman tidak melebihi
Pemerintah kembali menurunkan nilai de minimis jauh di bawah nilai semula, yaitu
menjadi FOB USD 3 (tiga United States Dollars) per penerima barang per kiriman atas
impor barang kiriman, dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan dikecualikan dari
46
barang kiriman yang dalam pengimporan sebelumnya termasuk dalam kriteria barang
yang dibebaskan dari pengenaan bea masuk dan PDRI menjadi barang yang wajib
Menurut Holloway dan Ray (Holloway & Rae, De minimis thresholds in APEC,
2012), nilai de minimis memberikan manfaat ekonomi karena pemerintah bisa fokus
kepada pengumpulan pendapatan publik pada sumber pendapatan yang lebih efisien,
mengurangi biaya yang ditanggung oleh importir, dan mempercepat proses kepabeanan
atas barang impor. Penghematan sumber daya dalam administrasi pemerintahan adalah
hampir semuanya sisanya. Yang terakhir ini sangat penting untuk usaha mikro, kecil,
dan menengah (UMKM) karena mereka umumnya menghadapi beban yang tidak
proporsional dalam menyelesaikan formalitas bea cukai. Atau dengan kata lain
menurut Holloway dan Ray semakin rendah nilai de minimis akan menimbulkan biaya
permasalahn yang timbul. Bahwa untuk menjadi kebijakan publik terdapat serangkaian
agenda dan beberapa alternatif solusi yang akan dirumuskan dalam suatu kebijakan,
menurut William Dunn yang secara berurutan adalah Penyusunan Agenda¸ Formulasi
2012).
Perumusan masalah
Formulasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Evaluasi Kebijakan
48
1. Efektifitas
2. Efesiensi
3. Kecakupan
4. Perataan
5. Responsifitas
6. Ketepatan
tersebut, bagaimana dampaknya apakah sesuai dengan tujuan kebijakan, apa hambatan
digunakan adalah teori William Dunn karena teori ini yang sangat sering digunakan
dalam peneltian dan metode ini sangat relevan dengan tujuan penelitian. Kesimpulan
dari evaluasi ini adalah apakah sesuai tujuan kebijakan dengan fakta yang ada,
mendapatkan data yang valid dengan tujuan yang bersifat penemuan, pembuktian dan
A. Jenis Penelitian
Kajian akademis ini merupakan evaluasi kebijakan publik yang bertujuan melihat
sebesar FOB USD3.00 (tiga United States Dollars) untuk barang kiriman berdasarkan
Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman dengan studi kasus di
dimana dalam proses kebijakan publik itu terdiri dari proses bagaimana membahas
persoalan perencanaan, isi, implementasi, efek atau pengaruh dari kebijakan itu sendiri.
yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan terhadap implementasi dan
efektifitas suatu program. Menurut Lester dan Stewart evaluasi kebijakan merupakan
salah satu cara untuk menilai apakah suatu kebijakan atau program itu berjalan dengan
50
51
baik atau tidak dan ditujukan untuk melihat kegagalan atau keberhasilan suatu
kebijakan, juga untuk mengetahui apakah kebijakan yang telah dirumuskan dan
dilaksanakan dapat menghasilkan dampak yang diinginkan. Dalam hal ini evaluasi
pengumpulan data tidak dilakukan secara random atau tidak didasarkan perhitungan
statistik tetapi dilakukan atas tujuan tertentu (purposive), penentuan sampel dalam
penelitian kualitatif, sampel yang dipilih berfungsi untuk mendapatkan informasi yang
maksimum, bukan untuk digeneralisasikan. Jadi, Peneliti memilih orang tertentu yang
dipertimbangkan akan memberikan data yang diperlukan. 2. Untuk kajian ini juga
diperlukan pembahasan yang cukup mendalam dan secara menyeluruh atau secara
komprehensif sehingga dapat menjawab semua permasalahan atas subyek yang dikaji
(Sugiyono, 2003).
berkembang dalam riset ilmu sosial, termasuk kebijakan. Pendekatan kualitatif pada
metode kuantitatif lebih terukur dan melibatkan penggunaan data seperti data numerik,
Pendekatan kualitatif digunakan dalam situasi tidak terlalu jelas apa yang sesungguhnya
dicari dalam suatu penelitian. Pendekatan kualitatif fokus penelitian menjadi lebih jelas
tetapi dengan tujuan tertentu (purposive). Menurut Eryanto (2007), metode kualitatif
lebih cenderung meneliti fenomena dan rincian deskripsi dari suatu perihal. Sedangkan
menurut Bogdan dan Taylor dalam (Moleong, 2012), penelitian kualitatif adalah
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Metode yang digunakan dalam kajian akademis ini adalah metode deskriptif-
berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti
melalui data atau sampel yang telah terkumpul, sebagaimana adanya, tanpa bermaksud
Jenis dan sumber data dalam kajian akademis adalah merupakan alat yang sangat
penting. Jenis dan sumber data yang dipergunakan dalam kajian akademis ini, terdiri
dari:
maksimum, maka Peneliti memutuskan untuk memilih sampel dari KPUBC Tipe
C Soekarno Hatta karena kajian akdemis ini mengambil studi kasus di KPUBC
Direktorat yang menyusun kebijakan terkait obyek kajian. Di samping itu, Peneliti
juga memilih sampel secara purposive terhadap pihak eksternal yaitu para
pengguna jasa baik dari pihak Perusahaan Jasa Titipan (PJT) maupun dari
dengan narasumber yang berkompeten yang telah dipilih secara selektif dengan
diskusi dalam forum Focus Group Discussion (FGD) serta penyebaran daftar
tentang sikap mereka terhadap produk, layanan, konsep, iklan, ide, atau kebijakan.
Dalam FGD biasanya terdapat suatu topik yang dibahas dan didiskusikan bersama.
wawancara atau obrolan, FGD adalah grup bukan individu, dan FGD adalah diskusi
Data sekunder (secondary data) adalah sumber data yang diperoleh melalui
54
a. Bahan primer; bahan primer adalah sumber data yang bersumber dari
tentang de minimis FOB USD3.00 (tiga United States Dollars), maka sumber bahan
undang, adalah:
4661);
4755);
b. Bahan sekunder; Bahan sekunder terdiri dari bukti, catatan, atau laporan
c. Bahan tersier; bahan tersier diperoleh dari Kamus Bahasa Indonesia, Kamus
sebagainya yang berkaitan dengan objek penelitian, serta sumber lainnya yang
mendukung penelitian.
Metode analisis data untuk kajian akademis ini adalah dengan mengumpulkan
dikelola dapat juga mereduksi data yang tidak diperlukan atau tidak berkaitan,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan
apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan/dijelaskan kepada
orang lain (Moleong, 2012). Analisis data dalam suatu kajian akademis merupakan
bagian yang sangat penting karena dengan analisis data inilah data yang akan terlihat
56
manfaatnya, terutama dalam memecahkan masalah dan mencapai tujuan akhir dalam
kajian akademis.
2007).
Analisis terhadap data kualitatif menurut Bognan & Biklen (1982) dalam
Moleong (Moleong, 2012), adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan
apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain.
Langkah awal dari analisis data berdasarkan definisi tersebut adalah mengumpulkan
Kajian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif menurut Miles dan
Huberman. Menurut keduanya, proses analisis data kualitatif dilakukan dengan tiga
tahapan, yaitu:
1. Reduksi data; reduksi data merupakan tahap pertama dalam menganalisis data
menyederhanakan data agar sesuai dengan kebutuhan dan mudah untuk didapatkan
(observasi), dan sebagainya dikelompokan dari data yang sangat penting, kurang
57
penting, dan tidak penting. Data yang tidak penting kemudian dapat diabaikan
dengan dibuang atau tidak digunakan. Pengkaji bahkan bisa hanya menggunakan data
yang sifatnya penting dengan membuang atau mengabaikan data yang kurang
penting.
2. Penyajian data; tahap berikutnya dalam analisis data kualitatif setelah tahap reduksi
data menurut Miles dan Huberman adalah tahap penyajian data atau data display.
Data yang disajikan adalah data yang telah direduksi atau disederhanakan di tahap
sebelumnya. Penyajian data bisa dalam bentuk grafik, chart, pictogram, dan bentuk
lain. Penyajian bentuk kumpulan data tersebut dimaksudkan agar data dapat
terorganisir, dan sebagainya. Sehingga data tersebut menjadi suatu informasi dan
bukan data mentah. Dengan demikian data yang sudah menjadi informasi tersebut
analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman. Tahap penarikan kesimpulan
atau conclusion drawing merupakan informasi yang ditarik dari tampilan sajian yang
sudah disederhanakan dalam bentuk grafik, tabel, atau bentuk lain, sehingga
informasi kajian bisa dipahami dengan mudah. Sebagai contoh data yang disajikan
dalam bentuk grafik, maka seseorang sudah bisa melihat kesimpulannya. Kesimpulan
ini menjadi informasi yang disajikan dalam laporan kajian dan ditempatkan di bagian
penutup. Yakni pada bagian kesimpulan, sehingga para pembaca laporan penelitian
Penarikan
Reduksi Data Penyajian Data
Kesimpulan
Analisis data dimulai dengan mengumpulkan seluruh data. Data utama yang
akan dianalisis bersumber dari hasil wawancara dengan informan kunci yaitu Perumus
Kebijakan. Hasil wawancara tersebut didukung data dari teknis terkait yaitu Direktorat
IKC maupun dari KPUBC Tipe C Soekarno Hatta, serta didukung hasil kuesioner.
Selanjutnya peneliti membaca secara cermat untuk kemudian dilakukan reduksi data.
Peneliti membuat reduksi data dengan cara membuat abstraksi, yaitu mengambil dan
penelitian atau mengabaikan kata-kata yang tidak perlu sehingga didapatkan inti
kalimatnya saja. Data yang diolah ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik dan untuk
kuesioner dilengkapi dengan persentase jawaban pada tiap-tiap butir pertanyaan yang
dipilih responden.
Data hasil wawancara disilangkan dengan data olahan dari Direktorat IKC dan
juga data kuesioner, dengan tujuan memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh
dari obyek penelitian. Analisis data terhadap hasil kajian dilakukan dengan mencari
penelitian sebelumnya.
59
Pelaksana Kebijakan, dan Pengguna kebijakan yang disilangkan dengan data olahan
D. Keabsahan Data
validitas dan keabsahan data yang diperoleh. Pada tahap ini peneliti mengambil teknik
1. Uji kredibilitas; uji kredibilitas atau uji kepercayaan terhadap data hasil penelitian
yang disajikan oleh peneliti agar hasil penelitian yang dilakukan tidak meragukan
sebagai sebuah karya ilmiah dilakukan. Pada tahap ini uji kredibilitas mencakup
lapangan benar atau tidak, ada perubahan atau masih tetap. Setelah dicek
peneliti dapat dilakukan dengan cara membaca berbagai referensi, buku, hasil
hasil penelitian yang telah diperoleh. Dengan cara demikian, maka peneliti
akan semakin cermat dalam membuat laporan yang pada akhirnya laporan
merupakan “the aim is not to determinate the truth about same social
triangulasi teknik pengumpulan data dan waktu. Untuk penelitian ini peneliti
data:
kebenaran informasi tersebut. Triangulasi tahap ini dilakukan jika data atau
kebenarannya.
catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto. Masing-
masing cara itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang
Kesimpulan
Wawancara FGD
Data dan
Kuisioner
Wawancara
KPUTipe
KPUBC BC C
Dit.DIT
Teknis
KIAL & TANJUNG
Soekarno Hatta DIT KBP
Pelaku Usaha
Fasilitas PRIOK
Kepabeanan
Gambar III-1 Triangulasi Sumber Data
membentuknya. Definisi operasional untuk variabel dan indikator penelitian ini dapat
1. kebijakan adalah “suatu tindakan yang ditetapkan dan dilakukan seseorang atau
2014)
(Islamy, 2000).
3. De minimis berarti batas minimal nilai atau jumlah barang yang mendapatkan
dampak sesuai yang diharapkan, apakah tujuan yang ingin dicapai dapat
terwujud, dan apakah dampak yang diharapkan sebanding dengan usaha yang
kebijakan yang menilai hubungan antara efektifitas dengan jumlah usaha yang
64
untuk mencapai efektifitas tertinggi. Sumber daya dapat berupa sumber daya
yang berhubungan erat dengan rasionalitas legal dan social serta menunjuk pada
distribusi akibat dan usaha antara kelompok yang berada dalam masyarakat
evaluasi kebijakan yang berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat
Internasional.
merujuk pada tujuan program dan kepada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan
kebijakan tersebut. Hal ini berkaitan erat dengan pertanyaan apakah kebijakan
65
kiriman • Importir/Pengguna
6) peraturan
1)
• PDTT
66
• Importir/Pengguna
Jasa
• PDTT
• Importir/Pengguna
Jasa
• KPUBC Tipe C
Soekarno Hatta
• PDTT
• Importir/Pengguna
Jasa
• Pelaku UMKM
• KPUBC Tipe C
Soekarno Hatta
• PDTT
• Importir/Pengguna
Jasa
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada Bab ini peneliti akan menyampaikan analisis penelitian secara kualitatif
terhadap data-data yang telah dikumpulkan, baik data primer maupun sekunder.
Peneliti mengkaji penerapan kebijakan de minimis FOB USD3.00 (tiga United States
sebagai key informan. Perumus kebijakan yang ditunjuk dalam kajian ini adalah Bapak
Djanurindro Wibowo, yang pada saat merumuskan kebijakan menjabat sebagai Kepala
Sub Direktorat Impor, Direktorat Teknis Kepabeanan, Kantor Pusat DJBC. Untuk
kredibilitas dan validitas data yang diperoleh dari wawancara dengan key informan
maka dilakukan juga wawancara dengan pelaksana kebijakan yang dalam hal ini adalah
pegawai yang menangani barang kiriman di KPUBC Tipe C Soekarno Hatta (yaitu
pegawai di bidang P2, PDTT, dan pemeriksa barang) dan wawancara dengan pengguna
kebijakan.
mengumpulkan data sekunder dari KPUBC Tipe C Soekarno Hatta dan Direktorat
Informasi Kepabeanan dan Cukai (IKC) Kantor Pusat DJBC. Data yang diperoleh dari
68
69
bagian ketiga akan dipaparkan hasil kajian secara terintegrasi yang diperoleh dari
A. Hasil Wawancara
Dari hasil wawancara dengan mantan Kepala Sub Direktorat Impor, Direktorat
Teknis Kepabeanan, Kantor Pusat DJBC dalam kedudukannya sebagai anggota Tim
sebesar FOB USD50.00 (lima puluh United States Dollars) menjadi FOB
de minimis sebesar FOB USD50.00 (lima puluh United States Dollars) per kiriman
sudah berlaku sejak hampir 10 (sepuluh) tahun yaitu sejak 2007 atau sejak
diatur bahwa nilai de minimis yang berlaku adalah FOB USD100.00 (seratus
United States Dollars) per penerima barang per kiriman. Apabila nilai barang
kiriman yang diterima oleh penerima barang untuk setiap kiriman lebih dari FOB
USD100.00 (seratus United States Dollars), maka bea masuk dan PDRI dikenakan
Melihat lonjakan impor barang e commerce yang luar biasa tersebut, kemudian
menjadi FOB USD75.00 (tujuh puluh lima United States Dollars). Nilai de minimis
1. barang kiriman dalam bentuk dokumen dan surat-surat dan di bawah nilai
sederhana; dan
b. Ternyata setelah nilai de minimis diturunkan menjadi FOB USD75.00 (tujuh puluh
lima United States Dollars) tidak mengurangi laju pertumbuhan impor barang
dalam negeri.
statistik bahwa rata-rata nilai barang yang diberitahukan dalam CN ketika itu di
kisaran FOB USD3.80 (tiga koma delapan United States Dollars) maka
dalamnya diatur penurunan nilai de minimis menjadi FOB USD3.00 (tiga United
States Dollars) per penerima barang per kiriman. Berdasarkan PMK Nomor
199/PMK.010/2019 tersebut, atas barang kiriman dengan nilai berapa pun tetap
dikenakan PPN sebesar 10%, kecuali barang kiriman berupa surat, kartu pos, dan
dokumen. Ketentuan terkait PPN ini berbeda dengan PMK-PMK barang kiriman
bea masuk maka PDRI-nya pun dibebaskan. Perlakuan PPN atas barang kiriman
yang tidak melebihi nilai de minimis dan berdasarkan pertimbangan best practice
di negara lain, yaitu Australia, yang tetap mengenakan PPN atas barang kiriman
72
sekalipun barang tersebut mendapat pembebasan bea masuk. Dari sisi efisiensi
nilainya kurang dari FOB USD3.00 (tiga United States Dollars) tidak
dokumen CN.
kebijakan barang kiriman, tetapi untuk mengurangi pro kontra dalam proses
rencana penurunan nilai de minimis menjadi FOB USD3.00 (tiga United States
Dollars). Selain dengan pihak swasta, DJBC juga melibatkan pelaksana kebijakan
c. Dengan kondisi ceteris paribus penurunan nilai de minimis juga diharapkan dapat
199/PMK.010/2019 ini atas barang kiriman berupa produk tekstil, sepatu, dan tas,
sebagai jenis barang impor utama barang kiriman yang mengancam industri dalam
negeri bukan dikenaan tarif rata-rata, melainkan tarif sesuai MFN yaitu sekitar
1. ketika nilai de minimis yang berlaku FOB USD75.00 (tujuh puluh lima United
States Dollars) dan FOB USD100.00 (seratus United States Dollars) masih
73
PDRI. Tetapi, dengan nilai de minimis FOB USD3.00 (tiga United States
impor barang kiriman dapat melonjak sangat tajam. Sistem penjaluran dibuat
fleksibel dimana dapat diatur jumlah atau persentase barang yang diteliti lebih
lanjut dan kewenangan untuk menambah atau mengurangi volume barang yang
diteliti lebih lanjut tersebut diserahkan kepada kantor yang menangani secara
3. Saat ini penggunaan skema market place masih bersifat opsional, tetapi
sehingga integritas data dapat dijamin sejak pengiriman barang dari luar;
penerapan skema DDP bagi market place. Penambahan pegawai tidak akan
dengan skema kemitraan masih ada upaya untuk menurunkan pajak, tetapi
e. regulasi yang berlaku saat ini merupakan kebijakan yang paling ideal. Namun
bisnis e-commerce sangat dinamis, sehingga jika kondisi berubah, harus ada
Kebijakan Barang Kiriman II menjabat sebagai Kepala Seksi Impor III dan Tim
Penyusun Kebijakan Barang Kiriman III adalah pelaksana pada Sub Direktorat Impor,
Direktorat Teknis Kepabeanan, Kantor Pusat DJBC. Keduanya merupakan anggota tim
Dari hasil wawancara dengan kedua informan tersebut diperoleh hasil sebagai
berikut.
a. Latar belakang perubahan kebijakan nilai de minimis dari FOB USD75.00 (tujuh
puluh lima United States Dollars) menjadi FOB USD3.00 (tiga United States
atau makna barang kiriman. Dimana semula barang kiriman adalah barang kiriman
hadiah dari teman atau kerabat di luar negeri kemudian menjadi barang kiriman e-
commerce atau barang niaga yang sebagian besar adalah barang konsumsi, yang
commerce jumlahnya jauh lebih dominan (lebih dari 90%) dibandingkan barang
Beberapa pihak yang diminta untuk memberikan masukan nilai de minimis pada
(dua ratus lima puluh United States Dollars), demikian juga asosiasi e-commerce
USD3.00 (tiga United States Dollars) adalah untuk melindungi industri dalam
negeri. Pertimbangan lainnya antara lain berdasarkan kajian ternyata rata-rata nilai
CN adalah FOB USD3,8.00 (tiga koma delapan United States Dollars), benchmark
nilai de minimis yang diterapkan negara lain ternyata bervariasi ada yang besar dan
ada yang kecil, nilai sebesar FOB USD3.00 (tiga United States Dollars) tidak
negara anggota didasarkan pada kemampuan negara masing-masing dan dapat di-
Mengurangi volume dan jumlah importasi barang kiriman juga merupakan tujuan
USD3.00 (tiga United States Dollars) maka barang kiriman akan dikenakan pajak
sehingga pada akhirnya harga barang kiriman impor relatif sama dengan harga
barang yang diperoleh dari transaksi lainnya di dalam negeri. Namun perumus
memang secara umum penerimaan dari barang kiriman tidak signifikan jika
b. Sisi pengawasan dan pelayanan; kebijakan de minimis sebesar FOB USD3.00 (tiga
Perlu diketahui bahwa ada perubahan sistem pengawasan barang kiriman sesudah
tahun 2017, hampir semua dokumen diperiksa oleh petugas hanggar, tidak perlu
risk engine (manajemen risiko) karena jumlah dokumen relatif sedikit. Sejak 2017,
pada saat volume barang kiriman naik secara eksponensial maka untuk
penerapan risk management. Oleh karena itu perlu intervensi dengan sistem risk
engine (RE) yang saat itu masih sederhana. RE berfungsi kurang lebih memilah-
kiriman yang perlu dilakukan diteliti lebih lanjut sebelum pengeluaran barang, dan
Pada 2018 parameter risiko yang dipasang pada RE sudah kompleks dan
penyesuaian parameter risiko sesuai dengan tren jenis impor barang kiriman yang
efisiensi layanan, dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Per-
02/BC/2020 impor barang kiriman dengan nilai pabean sampai dengan FOB
USD1,500.00 (seribu lima ratus United States Dollars) dapat menggunakan skema
Delivery Duty Paid (DDP) yaitu penyertaan bea masuk dan PDRI dalam harga
DDP dan telah mendapat persetujuan dari kepala KPPBC yang mengawasi, wajib
E-catalog berisi elemen data mengenai barang kiriman e-commerce yang akan
kiriman e-commerce lebih cepat dan kebutuhan SDM tidak terlalu banyak karena
E-catalogue di-update setiap kali ada perubahan harga di plat form market place.
Bea Cukai tidak melakukan validasi terhadap data-data yang disampaikan oleh
market place.
c. Perumus Kebijakan menyadari bahwa penurunan nilai de minimis tentu tidak akan
memuaskan semua pihak, namun respon pengguna kebijakan saat penurunan nilai
de minimis dari FOB USD75.00 (tujuh puluh lima United States Dollars) menjadi
FOB USD3.00 (tiga United States Dollars) justru tidak segaduh saat penurunan
dari FOB USD100.00 (seratus United States Dollars) menjadi FOB USD75.00
(tujuh puluh lima United States Dollars). Hal ini mungkin disebabkan karena
secara psikologis nilai de minimis sudah dinaikkan dari FOB USD50.00 (lima
puluh United States Dollars) menjadi FOB USD100.00 (seratus United States
Dollars), sehingga saat akan diturunkan lagi menjadi terasa berat dan
80
negara lain. Tentunya negara-negara maju sebagai negara produsen atau negara
d. menurut Perumus Kebijakan, dengan nilai de minimis FOB USD3.00 (tiga United
States Dollars) upaya importir atau pihak terkait untuk melakukan splitting
dokumen tidak efisien lagi. Oleh sebab itu aturan anti splitting sudah ditiadakan
karena biaya splitting lebih besar daripada nilai de minimis, sehingga diperkirakan
Adapun yang terjadi di lapangan saat ini adalah splitting dilakukan untuk
dulu pernah diterapkan adalah untuk mengantisipasi splitting karena nilai pabean,
pun bisa juga dikembangkan untuk anti splitting barang lartas. Namun demikian,
komputer tablet (HKT) hanya disebut 2 (dua) pieces per pengiriman dan tidak
tergantung dari sudut pandang dan tentu akan berbeda-beda. Namun Perumus
field yaitu baik barang kiriman e-commerce maupun barang yang ditransaksikan
di dalam negeri keduanya mendapat perlakuan pajak yang sama. Tetapi di sisi lain,
sistem barang kiriman misalnya dengan skema DDP maka kebocoran dapat
karena jumlah dokumen sangat banyak sedangkan SDM terbatas. Selain itu
dilakukan juga rasionalisasi tarif, dimana untuk barang kiriman dengan nilai FOB
USD3.00 (tiga United States Dollars) sampai dengan FOB USD1,500.00 (seribu
lima ratus United States Dollars) hanya dikenakan BM dan PPN dan tidak
strategis dalam penelitian dokumen CN. Tugas dan fungsinya diantaranya melakukan
82
dengan perwakilan PDTT pada KPUBC Tipe C Soekarno Hatta, diperoleh informasi
sebagai berikut.
tentang maksimal pembebasan per hari sehingga dalam aplikasi CEISA pun tidak
b. Pada 2020 dari total CN sebanyak 45.843.405 yang diteruskan ke PDTT setelah
atau sebanyak 1,82%. Jumlah dokumen yang dikenakan jalur merah disesuaikan
dengan kemampuan SDM, yaitu jumlah pemeriksa barang dan jumlah PDTT.
Tetapi dalam kondisi tertentu misalnya pada saat event sale yang diadakan
PJT yang diduga sering menyampaikan pemberitahuan nilai pabean tidak benar.
PJT yang diteliti ini termasuk PJT yang jumlah dokumen CN-nya tidak terlalu
banyak, yaitu sekitar 5% dari total dokumen yang diperiksa PDTT. Periode
masuk ke PDTT;
rata-rata CN yang disampaikan oleh kedua PJT tersebut bebas BM. Dari penelitian
meningkat menjadi Rp1.451.000.000 (satu miliar empat ratus lima puluh satu juta
d. Pemberitahuan nilai pabean tidak sesuai juga terjadi pada barang kiriman regular,
bahkan penetapan yang dilakukan oleh PDTT menjadi jauh lebih tinggi, bisa
menjadi USD 1.000.00 atau bahkan lebih dari USD1,500.00. Ditemukan pula
invoice yang dilampirkan oleh importir yang berbeda formatnya sama, karena PJT
yang memberi formulir invoice kepada importir, sehingga importir bisa mengisi
84
nilai barang bukan berdasarkan nilai transaksi dengan penjual melainkan sesuai
e. Mengingat sistem pajak atas CN adalah official assessment, importir maupun PJT
tidak dikenakan sanksi kepabeanan apa pun atas pemberitahuan nilai pabean yang
tidak benar, klasifikasi, dan nilai barang. Terdapat kecurigaan bahwa praktik
“kecurangan” yang tidak diikuti dengan sanksi oleh PJT tertentu membuat PJT lain
f. Untuk platorm marketplace yang telah disetujui oleh Kepala KPUBC Tipe C
diteruskan ke PDTT oleh CEISA untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Pada
pabeannya oleh PDTT tidak terlalu banyak. Tetapi dari penelitian tersebut masih
CEISA. Selain itu, website marketplace sebaiknya merinci harga barang dan bea
kurang lebih sama antara satu penerima dengan penerima lainnya, dimensi
85
Aplikasi layanan yang digunakan sama yaitu CEISA Barang Kiriman. Kondisi
tersebut menyebabkan barang kiriman reguler masuk ke dalam aplikasi yang sama
reguler.
A.2.2. Kepala Seksi Intelijen II, Bidang Penindakan dan Penyidikan KPUBC Tipe
C Soekarno Hatta
Dengan kebijakan nilai de minimis FOB USD3.00 (tiga United States Dollars),
seharusnya dapat menekan impor, tetapi terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan
kondisi tersebut tidak dapat terwujud. Menurut Kepala Seksi Intelijen II, Bidang
Penindakan dan Penyidikan KPUBC Tipe C Soekarno Hatta, yang bertanggung jawab
mengawasi barang kiriman, hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
86
mudah, dan transaksi juga dapat diselesaikan dengan tahapan yang relatif
keuntungan bagi pembeli dari sisi kecepatan pengiriman sehingga barang bisa
diterima lebih awal, dan kurang antisipasi perkembangan CN. 2017 5juta CN,
dilakukan pelaku usaha untuk menghindari ketentuan lartas. Berbeda dengan PMK
untuk “setiap penerima barang per kiriman per hari” atau yang lebih dikenal
mengatur nilai de minimis berlaku untuk “setiap penerima barang per kiriman”.
c. Jumlah CN per hari kurang lebih 100ribu sampai dengan 120rb dokumen, 98%
dikeluarkan melalui jalur hijau, dan 2% melalui jalur merah. Penentuan jalur
dilakukan melalui parameter risiko atau rule set yang dipasang pada RE, petugas
87
analis dan X-Ray dari unit P2 dan PDTT. Sejauh ini jalur merah lebih banyak
d. Sejak berlakunya nilai de minimis FOB USD3.00 (tiga United States Dollars)
total realisiasi penerimaan sebelumnya kurang dari 5%. Pada 2020 kontribusinya
mencapai angka di kisaran 15%-17%. Dengan melihat tren volume barang kiriman
komoditas, negara asal, shipper dan data hit rate (penetapan oleh PDTT).
dengan berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, misalnya tren barang impor apa
yang beredar di pasaran saat ini, informasi penelitian dokumen dari PDTT, event
ketika CN dikenakan jalur merah maka jumlah pemeriksa harus ditingkatkan dan
g. Pemeriksaan fisik atas impor barang kiriman reguler mempunyai tingkat kesulitan
h. Terkadang dalam hal terjadi lonjakan impor karena event-event tertentu, KPUBC
peneliti dokumen dari unit lain atau dulu bahkan pernah meminta perbantuan dari
kantor lain. Rata-rata petugas pemeriksa barang bisa memeriksa 30-40 CN barang
kiriman e-commerce atau 25-30 CN barang kiriman reguler. Jika jumlah barang
yang memiliki nilai pabean sampai dengan FOB USD1,500 (seribu lima ratus
United States Dollars) dapat menggunakan skema DDP, yaitu harga barang yang
tercatum dalam platform sudah termasuk bea masuk dan PDRI. Untuk mendapat
barang. Pemeriksa barang bertugas melakukan pemeriksaan fisik atas barang kiriman
dalam hal pengeluaran barang ditentukan melalui jalur merah berdasarkan hasil
penjaluran oleh RE, pembacaan citra pada mesin X-Ray yang dilakukan oleh petugas
a. Sejak berlakunya nilai de minimis FOB USD3.00 (tiga United States Dollars)
pengeluaran barang ditentukan oleh RE, unit P2, dan PDTT berdasarkan
pertimbangan harga barang, jenis barang dengan tarif MFN, dan barang lartas.
90
(LHP) pemeriksa tidak menyimpulkan hasil pemeriksaan sesuai atau tidak dengan
Yang berwenang memutuskan nilai pabean adalah PDTT. Untuk barang kiriman
e-commerce yang sudah memiliki MOU DDP dengan DJBC relatif sedikit yang
barang yang terkena jalur merah. Jumlah barang yang diperiksa per hari pernah
sampai dengan 5.000 CN. Untuk mengatasi hal tersebut pegawai melakukan
lembur atau meminta perbantuan pegawai dari unit lain. Sebelum berlakunya PMK
d. Penerapan nilai de minimis FOB USD3.00 (tiga United States Dollars) cukup
kiriman relatif besar. Ditambah lagi dengan pemberlakuan tarif MFN untuk
e. PJT yang memberitahukan jumlah, jenis, nilai pabean, atau HS code tidak benar
assesement.
91
f. Dalam hal barang kiriman diberitahukan HKT, maka akan dilakukan pemeriksaan
fisik. Ketika ada event diskon HP di market place kemungkinan jalur merah
melonjak. Dalam kondisi normal jumlah barang yang diperiksa sekitar 600-900
mengantisipasi lonjakan, sehingga ketika event jumlah yang harus diperiksa yang
to Consumers). Komposisi jasa layanan kurir yang dilakukan oleh anggota Asperindo
kurang lebih B to B sekitar 80% sampai dengan 90%, B to C 10% sampai dengan 20%
pada umumnya barang-barang untuk keperluan industri seperti sample, spareparts dan
Unilever, dan Nestle. Selain itu anggota Asperindo juga melayani shipment barang
impor dari transaksi melalui marketplace seperti Amazon, Lazada, dan lain-lain, yang
penerimanya perorangan.
92
tujuan kebijakan tersebut yaitu salah satunya untuk melindungi industri dalam
industri dalam negeri adalah kurang tepat, lebih baik pemerintah melakukan
b. Dalam industri jasa kurir barang-barang yang dikirim merupakan barang yang
sehingga barang bisa diterima oleh pemilik barang lebih cepat dibandingkan
semakin banyak shipment yang melalui proses kepabeanan yang akhirnya akan
informasi yang diperlukan terkait kelengkapan dokumen dan lainnya yang tentu
dwelling time. Sehingga kebijakan nilai de minimis FOB USD3.00 (tiga United
States Dollars) ini dianggap tidak efektif dan tidak efisien oleh sebagian anggota.
c. Saat ini sebenarnya sudah dibedakan antara jalur pengeluaran barang kiriman
marketplace (yaitu dengan skema DDP) dengan jalur pengeluaran lainnya, namun
93
menyebabkan jalur antrian di sistem CEISA barang kiriman sangat padat. Dengan
pemisahan itu, jalur PJT biasa yang non-marketplace diharapkan bisa cepat karena
dengan FOB USD3.00 (tiga United States Dollars) membuat Indonesia menjadi
ke suatu negara.
CN yang berbayar itu pasti akan meningkat yang artinya beban kerja dari PJT
maupun pejabat PDTT akan meningkat, sementara menambah tenaga kerja bukan
hal yang mudah. Berdasarkan data rata – rata dari beberapa anggota Asperindo
underinvoicing, maka akan mendapatkan teguran dari bea cukai dan justru nilai
barangnya akan dikoreksi dengan database yang dimiliki oleh bea cukai. Menurut
ASPERINDO hal itu justru menambah beban waktu dan biaya proses penyelesaian
h. Asperindo berpendapat untuk melihat sisi keadilan bisa dibandingkan dengan best
practice internasional. Negara lain pada umumnya tidak mengenakan pajak dalam
rangka impor (atau pajak dalam negeri) untuk barang kiriman yang berada di
nilai de minimis tetap dipungut PPN. Dengan kebijakan yang sedemikian, maka
sebenarnya tidak ada nilai de minimis. Sehingga kebijakan nilai de minimis FOB
USD3.00 (tiga United States Dollars) dengan tetap mengenakan PPN tidak adil.
i. Kebijakan nilai de minimis yang berlaku sekarang ini dianggap oleh pengguna
kebijakan merupakan solusi yang kurang tepat. Untuk melindungi industri dalam
negeri solusi yang lebih tepat yang seharusnya diambil oleh pemerintah adalah
A.3.2. Apindo
produk dalam negeri, daya beli konsumen rendah sehingga selalu mencari barang
yang lebih murah dengan kualitas lebih bagus, industri dalam negeri belum dapat
yang dari Cina, pengusaha lebih condong menjadi pedagang (trader) dan bukan
produsen. Oleh karena itu sesuai arahan Presiden RI untuk mencintai produk
Indonesia, maka industri dalam negeri harus dilindungi dan diperkuat agar bisa
Dalam hal ini DJBC hanya merupakan salah satu yang bisa membantu industri di
dalam negeri terkait dalam pengawasan impor barang kiriman dan perlindungan
barang-barang impor agar lebih sulit masuk secara bebas BM dan PDRI, dengan
mengenakan pajak terhadap transaksi lokal maupun impor (level playing field).
Namun yang lebih penting dalam kebijakan nilai de minimis adalah efektifitas
adalah dari sisi pengawasan. Ada beberapa titik pengawasan yang dilakukan oleh
barang tidak benar, splitting, pembelian barang dengan menggunakan jasa titipan
penumpang, atau pun black market. Jika tidak terjadi kebocoran-kebocoran dalam
negeri.
United States Dollars) ini sudah sangat bagus, hanya penerapannya saja perlu
pengawasan yang ketat. Hal yang perlu dianalisa saat ini, dari 90% barang e-
A.3.3. IDEA
melakukan transaksi di dalam negeri, seperti Tokopedia dan Bukalapak, dan juga
platform e-commerce dalam negeri dan cross border, seperti Lazada dan Shopee.
a. Seperti halnya pelaku bisnis e-commerce lainnya, IDEA juga turut serta dalam
commerce, maka ada dua respon terhadap kebijakan de minimis FOB USD3.00
(tiga United States Dollars). Sebagian anggota dari cross border e-commerce
keberatan menerima nilai de minimis FOB USD3.00 (tiga United States Dollars)
sehingga menganggap kebijakan ini tidak efektif dan tidak efisien. Bagi sebagian
minimis ini untuk melindungi industri lokal, maka mereka menerima kebijakan ini
dan menganggap kebijakan ini efektif dan efisien karena menciptakan level
pembebanan BM dan PDRI baran-barang kiriman dari luar negeri. Ada kesamaan
perlakuan antara barang lokal dan barang impor sehingga merasakan sisi keadilan
kurang tepat dengan menurunkan menjadi FOB USD3.00 (tiga United States
B. Hasil Kuesioner
responden yang akan mengisi kuesioner yang berasal dari pegawai di KPUBC Tipe C
Soekarno Hatta yang terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen Tingkat
Terampil (PDTT) sejumlah 60 (enam puluh) orang, pelaksana pemeriksa fisik barang
kiriman sebanyak orang 29 (dua puluh Sembilan orang), dan petugas Bea dan Cukai di
bidang pengawasan sebanyak 26 (dua puluh enam) atau total 115 (seratus lima belas)
orang.
dapat memenuhi target. Setelah kuesioner terkumpul dan sebelum dilakukan pengujian
analisis penelitian, maka dilakukan tabulasi dan skoring untuk melihat hasil respon
99
Karakteristik responden pada penelitian ini didapat dengan mengisi form dalam
1. Pendidikan:
SMA/K 1 1,67
D1 16 26.67
D3 19 31,66
D4/S1 21 35,00
100
S2 3 5,00
Jumlah 60 100,00
Jumlah 60 100
memberikan hasil dan dampak sesuai yang diharapkan, apakah tujuan yang ingin
dicapai dapat terwujud, dan apakah dampak yang diharapkan sebanding dengan
usaha yang telah dilakukan. Hasil dari pengisian kuesioner berdasarkan Lampiran
d. Keadilan; pernyataan responden untuk menilai rasionalitas legal dan sosial serta
distribusi akibat dan usaha antara kelompok yang berada dalam masyarakat
tertentu dalam implementasi kebijakan nilai de minimis barang kiriman. Dalam hal
ini dapat berupa equal treatment.
1. Sarana dan prasarana yang dimiliki DJBC sudah siap 3,12 Cukup
untuk menangani jumlah dokumen yang harus Responsif
diperiksa sehubungan dengan implementasi Peraturan
nilai de minimis (pembebasan bea masuk) sebesar FOB
USD3.00 (tiga United States Dollars) untuk barang
kiriman
2. Sumber daya manusia yang dimiliki DJBC sudah siap 2,98 Cukup
untuk menangani jumlah dokumen yang harus Responsif
diperiksa sehubungan dengan implementasi Peraturan
nilai de minimis (pembebasan bea masuk) sebesar
105
Responsif
f. Ketepatan; pernyataan responden untuk menilai pada tujuan program dan kepada
kuatnya asumsi yang melandasi tujuan kebijakan tersebut. Hal ini berkaitan erat
Pengumpulan data penelitian melalui FGD dibagi menjadi dua kelompok yang
berbeda, yaitu FGD pertama melibatkan perumus kebijakan dan pelaksana kebijakan.
a. Dalam PMK Nomor 199/PMK.010/2019 diatur bahwa dalam hal nilai barang
kiriman tidak lebih dari FOB USD3.00 (tiga United States Dollars) per kiriman
diberikan pembebasan bea masuk namun tetap dikenakan PPN. Ketentuan tersebut
mengatur pembebasan bea masuk dan PDRI diberikan dalam hal nilai barang
kiriman tidak lebih dari FOB USD75.00 (tujuh puluh lima United States Dollars)
b. Pengaturan batas pembebasan per penerima barang per hari dalam PMK Nomor
kerap dilakukan pengguna jasa untuk menghindari pembayaran bea masuk dan
PDRI. Dengan pemberlakuan nilai de minimis FOB USD3.00 (tiga United States
Dollars) diharapkan praktik splitting menjadi tidak menarik lagi karena ada biaya
yang cukup besar yang dibutuhkan untuk men-split dokumen, yaitu ± Rp 12.000,
107
dan nilainya lebih besar dari nilai pajak yang dihindari (splitting dibawah FOB
USD3.00)
c. Nilai de minimis diputuskan diturunkan menjadi FOB USD3.00 (tiga United States
Dollars) berdasarkan data bahwa saat berlakunya nilai de minimis FOB USD3.00
(tiga United States Dollars) nilai pabean yang diberitahukan dalam CN adalah rata-
benchmark nilai de minimis yang diterapkan negara lain. Negara yang menerapkan
nilai de minimis kurang dari USD 25.00 (dua puluh lima United States Dollars), a.l.
beberapa negara yang tidak menerapkan nilai de minimis atas barang kiriman, yaitu
Costarica, Bangladesh, Elsavador, dan Paraguay. Posisi pada akhir 2019, negara
(USD40.00).
e. Tim juga meminta saran dan masukan nilai de minimis dari asosiasi dan dapat
dipastikan mereka akan mengusulkan nilai de minimis tinggi atau rendah tergantung
(USD30.00).
108
f. Barang kiriman dengan nilai FOB USD3.00 (tiga United States Dollars) tetap
kemudian pada 2020 terjadi anomali dimana jumlah dokumen CN menurun sebesar
15,5%. Kondisi ini mungkin disebabkan oleh pandemi atau penurunan de minimis.
Demikian halnya dengan devisa yang mengalami peningkatan dari 2018 ke 2019,
Grafik IV-1 Jumlah CN, Nilai Devisa, dan Realisasi Penerimaan Barang Kiriman Tahun
2019 s.d. 2020
71,9 Juta
61 Juta 1.069
2,9 T
Juta -24,23%
2019-2020 2019-2020 2019-202020,69%
-15,5%
20 20 20 20 20 20 20 20 20
20
18 19 20 18 19 20 18 19 20
Jumlah Dokumen FOB (dalam USD)
Devisa Impor Penerimaan (Rp)
Consigment Notes
Barang Kiriman
Nilai devisa per dokumen dan penerimaan per dokumen juga mengalami
penurunan dari 2018 sampai dengan 2020, seperti digambarkan dalam tabel
berikut.
Tabel IV-9 Tren Nilai Rata-rata Devisa per CN dan
Rata-rata Penerimaan per CN Periode 2018-2020
Tabel IV-9 menunjukan bahwa dari tahun 2018 sampai dengan 2020 terdapat
kecenderungan penurunan nilai devisa per dokumen, yaitu dari 2018 s.d. 2019
devisa per dokumen menurun sebesar 46,2%, 2019 s.d. 2020 menurun 10,7% per
dokumen. Demikian halnya dengan rata-rata penerimaan per dokumen 2018 s.d.
2019 menurun sebesar 39,6% dan 2019 s.d. 2020 menurun 7,4%. Sebab penurunan
rata-rata nilai devisa per dokumen maupun rata-rata penerimaan per dokumen
perlu dianalisa lebih lanjut apakah disebabkan oleh pemberitahuan nilai pabean
data diketahui bahwa 75% dokumen CN yang nilainya kurang dari FOB USD3.00
(tiga United States Dollars). PDTT pernah melakukan penelitian terhadap dua PJT
pada bulan Juni 2021. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:
1. PJT A; total dokumen pada Juni 2021 sebanyak 45.528, yang ditetapkan oleh
Rp432.961.000,00 (206%);
111
2. PJT B: total dokumen pada Juni 2021 sebanyak 103.140, yang ditetapkan oleh
Rp624.610.000,00 (3339,98%).
4. Dalam penelitian tersebut ditemukan juga PJT yang rata-rata bayar per
PDTT yang terbatas (62 orang) dengan jumlah dokumen per bulan sekitar
45juta dan dokumen yang masuk ke PDTT hanya 1%-2% saja. Jadi, ada
- Setelah berlakunya skema DDP kedua PJT ini juga menyelesaikan pemberitahuan
dokumen kedua PDTT ini kurang lebih sama dengan jumlah dokumen sebelum
skema DDP, tetapi jumlah dokumen yang diteruskan ke PDTT semakin berkurang.
dengan e-catalog dengan skema DDP yaitu di bawah FOB USD3.00 (tiga United
States Dollars). Jadi, yang lebih penting selain skema DDP adalah validasi atas e-
112
catalog yang disampaikan ke DJBC, apakah nilai dalam e-catalog sudah sesuai
dengan nilai yang tercantum dalam website market place. Dengan menggunakan
skema DDP maka sepanjang data-data pada e-catalog sama dengan data-data pada
penerimaan negara.
- Barang yang diteruskan ke PDTT pada 2018 banyak CN yang diimpor melalui PJT
reguler dan dari CN yang disampaikan PJT reguler banyak dilakukan penetapan
dengan selisih nilai penetapan tinggi oleh PDTT dan bahkan ada barang yang
akhirnya nilainya ditetapkan menjadi lebih dari FOB USD1,500.00 (seribu lima
ratus United States Dollars) sehingga harus diselesaikan dengan PIB/PIBK. Tetapi
nilai pabean barangnya relatif kecil dibanding barang yang diimpor melalui PJT
reguler. Kemudian pada 2021 RE diubah lagi, sehingga impor melalui PJT reguler
113
menjelaskan mengapa nilai penerimaan per dokumen pada 2019 dan 2020 lebih
United States Dollars) terletak pada monitoring dan evaluasi (monev) terhadap
PJT. Melalui monev dapat dievaluasi berapa kali PJT melakukan pelanggaran.
Sementara dalam regulasi yang berlaku saat ini diatur bahwa sanksi akan diberikan
Sebaiknya tidak langsung dicabut tetapi dibuat sanksi yang bertingkat sesuai
b. Market place yang menggunakan skema DDP harus dibina dulu terkait
a. Peningkatan tax base maupun tarif pajak akan meningkatkan keinginan wajib
pajak untuk melakukan tax avoidance maupun tax evasion. Website market place
“L” sudah memisahkan BM dan PDRI dengan harga barang dan ongkos kirim
(tampilan detil seperti ini tidak muncul di website market place “Z” dan “S”).
Dalam praktiknya market place Z dan S yang menanggung BM, PDRI, dan biaya
114
b. Terkait dengan harga yang disampaikan oleh market place di dalam e-catalog dan
e-invoice sangat rendah karena Bea dan Cukai (IKC) sangat tergantung kepada
kejujuran market place. Kondisi demikian disebabkan karena saat skema DDP
ditawarkan terhadap market place adalah untuk mempercepat layanan. Saat awal
penerapan skema DDP ini yang bergabung hanya satu market place yaitu “L” dan
kepada market place lain diharapkan untuk bergabung dalam skema ini.
c. IKC tidak dapat melakukan validasi harga barang dalam e-catalog karena di dalam
PMK maupun Perdirjen yang berlaku saat ini tidak diatur demikian dan IKC juga
tidak dapat melakukan scrapping data. Market place juga tidak mencantumkan
alamat website penjualannya atau Uniform Resource Locator (URL) karena bukan
kepatuhan pajak pengguna jasa masih sangat rendah. Regulasi ini menimbulkan
parameter risk engine). Terlebih lagi dari sisi sistem perpajakan pemberitahuannya
seadanya karena tidak ada sanksi dalam hal terdapat kesalahan pemberitahuan
dalam CN.
115
a. Dari penelitian dokumen yang dilakukan oleh PDTT atau RE yang diindikasikan
dikenakan jalur merah oleh PDTT meningkat. Pada 2019 rata-rata barang yang
dikenakan jalur merah di bawah 1.000 dokumen per hari (sekitar 700-800
dokumen). Jumlah barang yang dikenakan jalur merah melonjak tinggi menjelang
libur atau hari raya Lebaran atau Natal sesuai dengan peningkatan jumlah impor.
Selama 2020 jumlah barang kiriman e-commerce menurun drastis akibat pandemi
Covid-19, kemudian mulai meningkat lagi setelah hari raya Lebaran karena
(Harbolnas).
b. Namun selama 2021 jumlah barang yang terkena jalur merah rata-rata mencapai
a. Apabila dilihat dari sisi penerimaan maka nilai de minimis FOB USD3.00 (tiga
b. Kalau dilihat dari permasalahan lain, pada dasarnya tingkat kepatuhan pengguna
jasa memang masih kurang. Kalau dilihat dari atensi oleh P2 karena under invoice,
splitting, atau pemberitahuan jenis barang tidak sesuai memang cukup tinggi,
apalagi berapa pun nilai barang pasti kena pajak. Beberapa kali ditemukan barang
116
dengan nilai tinggi diberitahukan dengan nilai yang sangat rendah. Bahkan pernah
dengan daftar dan tidak perlu diberitahukan secara detail kedapatan isinya berlian,
c. Harga yang diberitahukan oleh PJT adalah berdasarkan harga yang diberitahukan
oleh shipper (market place), sehingga apabila harga yang diterima PJT rendah
maka akan disampaikan dalam CN sesuai dengan data yang diterimanya. Kondisi
ini menjadi beban bagi unit P2 karena P2 tidak memiliki kompetensi untuk
cukup tinggi. Demikian pula antrian dokumen di PDTT juga meningkat karena
untuk menentukan kebenaran harga PDTT dapat meminta invoice atau bukti bayar
kepada PJT untuk disampaikan kepada penerima barang. Pada umumnya respon
permintaan invoice atau bukti bayar ditanggapi cukup lama oleh PDTT sehingga
menambah dwelling time. Untuk menghindari dwelling time, ada kebijakan kepala
KPUBC adalah dalam hal lebih dari 3 (tiga) hari tidak diserahkan invoice atau
bukti bayar, maka PDTT akan menetapkan nilai barang sesuai dengan data yang
ada.
dalam batas de minimis. Tetapi apabila sekarang dipasang lagi anti-splitting maka
perlu dipelajari aturan lartas oleh kementerian teknis terkait, dalam hal ini
diatur batasan jumlah atau nilai maksimal tertentu untuk mendapat pengecualian
lartas untuk “setiap pengiriman”. Perlu dipelajari lagi apa yang dimaksud dengan
‘setiap pengiriman’ apakah per HAWB atau per MAWB. Kemudian kalo dicermati
definisi CN adalah dokumen pengiriman, maka per pengiriman adalah per CN.
b. Terkait praktik under invoicing oleh PJT, saat ini sedang dirancang PMK agar
pengenaan sanksi kepada PJT dilakukan secara bertahap sesuai dengan jumlah
pidana kepabeanan maka PJT dicabut. Tetapi jika diusulkan agar ada tahapan
c. Terkait skema DDP yang ternyata dalam praktiknya terdapat indikasi marketplace
Tidak ada regulasi yang mengatur berapa persen jumlah barang yang dikenakan jalur
RE tidak dapat diprediksi dengan tepat, kira-kira berapa persen yang akan dikenakan
jalur merah/PDTT. Patokan penentuan parameter didasarkan pada data histori satu atau
beberapa bulan yang lalu dan belum dapat dipastikan juga ke depannya jenis barang
yang diimpor adalah barang yang sama dan pemberitahuan nilainya sama.
dengan berkoordinasi dengan P2 Kantor Pusat DJBC dan IKC terkait data
historinya. Misalnya: berdasarkan data histori selama tiga bulan terakhir, jika RE
terjaring masuk ke PDTT atau terkena jalur merah, bagaimana kemampuan SDM
b. Pertimbangan lain adalah tren yang terjadi mengingat barkir sangat sensitif dengan
tren, misalnya: awal pandemi banyak barkir berupa masker, face shield, dan saat
lonjakan pandemi jenis barang impor yang menjadi tren barang kiriman adalah
oxygen concentrator.
sudah tidak relevan lagi dan mana parameter yang perlu ditambahkan. Selain itu,
tertentu, atau ditemukan pemberitahuan jenis barang yang tidak sesuai dengan
seberapa banyak pemberitahuan yang terjaring dari rule set tersebut dan berapa
Dengan jumlah PDTT saat ini yaitu sebanyak 60 orang, dengan kemampuan
maka pengawasan dokumen CN tidak akan efektif dan karenanya potensi kebocoran
dipertimbangkan agar jumlah dokumen yang diperiksa PDTT meningkat dan kualitas
Verifikasi atas e-catalog secara otomatis tidak dapat dilakukan karena market place
membatasi akses pihak lain untuk melakukan pengecekan secara langsung ke website-
nya. Verifikasi secara manual tidak bisa dilakukan karena jumlah barang yang
disampaikan dalam e-catalog ribuan. Dan pihak market place juga melakukan up date
e-catalog dalam hal promo karena mengadakan flash sale atau event-event tertentu.
Event promosi tersebut juga dilakukan dalam waktu singkat, misalnya satu jam,
b. yang berlaku saat ini dalam hal e-catalog dan e-invoice datanya sesuai maka
akan mendapat respon SPPBMCP. Untuk masa yang akan datang ketika semua
dan e-invoice yang datanya sudah sesuai pun dapat diteruskan kepada PDTT
tertentu. Karena 90% barang kiriman yang diimpor saat ini adalah barang
DDP.
Penggunaan teknologi X-ray yang digabung dengan artificial inteligence sudah sebagai
salah satu aternatif solusi untuk membantu deteksi jenis barang dan harga barang sudah
investasi yang sangat besar. Kalaupun akan memanfaatkan peralatan tersebut mungkin
bisa di kantor-kantor pelayanan yang volume barang kirimannya besar dan dapat
menjadi alternatif solusi untuk jangka waktu ke depan yang relatif panjang.
121
Pengawasan atas barang kiriman dapat dilakukan dengan mekanisme pengawasan post
yang dibelinya ditujukan untuk pemakaian sendiri atau dijual lagi. BC bisa bekerja
199/PMK.010/2019, yaitu dengan melakukan audit. Tetapi sampai saat ini, tidak
dapat dilaksanakan audit, karena yang dapat dilakukan audit adalah dokumen
b. Sinergi dengan DJP akan dilakukan. Contoh market place Z menyampaikan bahwa
di dalam harga barangnya sudah termasuk harga barang 30%, komisi 20%, local
cost, 30%, BM dan PDRI 19%. DJP bisa melakukan audit apakah benar komisi
a. Latar belakang kebijakan de minimis FOB USD3.00 (tiga United States Dollars)
border dan di sisi lain pelaku UMKM juga harus didorong untuk lebih kuat dan
lebih baik. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan utama kebijakan de
minimis FOB USD3.00 (tiga United States Dollars) adalah dalam rangka
risiko, dengan menggunakan kriteria tertentu atas CN yang perlu diteliti lebih lanjut
sedangkan yang tidak memenuhi kriteria dapat dikeluarkan dari kawasan pabean.
c. Jika dibandingkan dengan Cina, jumlah barang kiriman di Indonesia masih relatif
lebih rendah. Transaksi barang kiriman di Cina bisa mencampai milyaran dokumen
per hari. Dalam hal pelayanan dan pengawasan sudah diterapkan manajemen risiko
123
kemitraan (partnership) baik dengan PJT maupun dengan market place. Partnership
tersebut tidak saja dalam bentuk aliran data yang lebih advance dikirim ke sistem
DJBC (CEISA Barang Kiriman), tetapi juga dalam penyediaan teknologi X-ray.
ray yang canggih. Keuntungan diharapkan bisa diperoleh oleh kedua belah pihak
karena pemeriksaan dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga waktu yang
dibutuhkan untuk pengeluaran barang pun lebih efisien. Demikian halnya Australia
menggunakan X-ray tiga dimensi yang diintegrasikan dengan AI. Jika pengadaan
mahal. Sementara di Indonesia partnership sudah dimulai dengan sharing data oleh
pengamanan data.
public hearing untuk mendapatkan masukan dari pengguna jasa dan mendengarkan
aspirasi dari masyarakat, dan melakukan benchmark dengan negara lain. Beberapa
200%, perlidungan industri dalam negeri, dan menciptakan level playing field.
Beberapa terobosan kebijakan yang lain adalah dilakukan rasionalisasi tarif dari
27,5% menjadi 17,5%, diberlakukan skema DDP yaitu dengan integritas data,
validasi dan rekonsiliasi harga dari penjual (market place) dengan CN yang
disampaikan PJT.
b. Skema DDP merupakan terobosan yang dilakukan oleh DJBC dan sudah diadopsi
oleh negara lain dan menjadi salah satu skema dalam WCO Immediate Release
Guidelines 2018, skema otomasi dan konsolidasi. Validasi dan rekonsilisasi dalam
Pengguna Kebijakan
Asperindo (I)
pengguna jasa.
b. X-Ray adalah salah satu syarat agar barang kiriman dapat dikeluarkan dari kawasan
pabean. Dalam pelaksanaannya di lapangan, mulai 2021 pada hari libur nasional
atau keagamaan petugas X-Ray juga libur sehingga pengeluaran barang tertunda satu
atau dua hari. Sepanjang X-Ray diwajibkan sebagai salah satu syarat pengeluaran
barang bentuk partnership tidak akan berjalan dengan baik jika hanya satu pihak
lebih intensif atau FGD terkait kinerja petugas karena akan lebih berdampak
125
langsung kepada pengguna jasa terutama dalam hal terdapat hambatan dalam
pelaksanaan di lapangan. Saat ini FGD dilakukan hanya dalam kondisi tertentu
misalnya saat terjadi hambatan karena backlog akibat akumulasi barang kiriman
d. De minimis yang lebih besar akan lebih efisien bagi BC karena bisa lebih fokus
kepada barang-barang yang lebih berisiko dan berharap nilai de minimis kembali ke
e. Mandatori bagi market place untuk menggunakan skema DDP diharapkan makin
Asperindo (II)
a. skema DDP sebaiknya segera dimandatorikan bagi semua market place karena
dengan skema tersebut tidak ada peluang dari importir atau pihak manapun untuk
b. Salah satu persyaratan untuk mendapatkan izin PJT adalah menyediakan X-Ray
untuk pemeriksaan barang dan semua barang kiriman hanya dapat diproses lebih
lanjut setelah di-X-Ray. Harapannya pada hari-hari libur nasional pegawai yang
bertugas di mesin X-Ray tetap bekerja sehingga tidak terjadi hambatan pengeluaran
kontraksi kurang lebih 50% dari gross merchandise value, sehingga tujuan
kebijakan mengurangi jumlah dan volume impor barang kiriman tercapai. Tetapi
126
seharusnya atas kegiatan impor selain impor e-commerce tidak terjadi praktik-
Apindo
a. Apindo yang mendorong perubahan nilai de minimis yang saat itu dirasa masih
tinggi yaitu FOB USD75.00 (tujuh puluh lima United States Dollars).
c. Fenomena yang terjadi antara lain volume impor barang kiriman yang tidak
terbendung, produk lokal tidak memiliki daya saing, pelaku usaha lebih memilih
d. Kunci untuk mengatasi fenomena tersebut adalah industri DN kuat atau tidak.
tenaga kerja, bahan bakar, distribusi, izin edar, aturan lartasnya, dll.
bisa masuk ke Indonesia tanpa harus mematuhi aturan yang berlaku karena
underinvoicing.
g. Kondisi ini akan menyebabkan kerugian bagi pengusaha yang melakukan bisnis
secara legal atau barang produksi lokal karena tidak mampu bersaing.
127
h. Kemudian berakibat pada kegiatan usaha sebagai produsen tidak menarik lagi dan
pengusaha lebih memilih impor menjadi importir yang akhirnya berdampak pada
i. Harapan Apindo agar yang ilegal dapat dikurangi atau diberantas dan memperkuat
industri DN. Hal ini bukan semata-mata tugas dan tanggung jawab DJBC, namun
D. Pembahasan
William Dunn. Indikator evaluasi menurut William Dunn adalah efektifitas, efisiensi,
proses penyelesaian barang kiriman baik alur dokumen maupun alur barang berikut
Keterangan:
1. Atas barang yang datang ke gudang, pihak gudang meminta petugas P2 untuk
melakukan X-Ray;
3. Scan barcode X-ray dilakukan oleh pihak gudang, atas izin dari petugas P2;
mendalam atas harga barang dan apabila barang tersebut merupakan barang
lartas;
6. Atas barang yang discan hijau selanjutnya akan diproses melalui sistem barang
7. Atas barang yang di-scan merah selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan fisik
8. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian oleh PDTT atas barang
pabeannya terpenuhi.
berikut.
Keterangan:
2. Risk Engine (RE) melakukan filter terhadap dokumen yang telah diajukan PJT;
5. PDTT akan menetapkan pemeriksaan fisik atas barang yang dianggap perlu
6. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan pemeriksa fisik, bila didapati
7. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dokumen, PDTT juga dapat
D.1. Efektifitas
USD3.00 (tiga United States Dollars) sudah mencapai tujuan kebijakan atau efektif
mencapai tujuan kebijakan. Sementara dari kuesioner dengan para pelaksana kebijakan
diperoleh hasil bahwa kebijakan ini cukup efektif mencapai tujuan yang ditetapkan dan
melindungi industri dalam negeri adalah kurang tepat, lebih baik pemerintah
Tujuan penerapan nilai de minimis FOB USD3.00 (tiga United States Dollars)
penerimaan negara dari barang kiriman, dan mengakomodir aspirasi masyarakat untuk
Sementara data realisasi penerimaan bea masuk dan PDRI barang kiriman melalui
KPUBC Tipe C Soekarno Hatta periode 2017 s.d. Mei 2021 digambarkan dalam grafik
berikut.
1.633
1.246
977
771
608
Perbandingan realisasi penerimaan BM dan PDRI periode Februari 2019 s.d Januari
2020 yaitu pada saat nilai de minimis yang berlaku FOB USD75.00 (tujuh puluh lima
United States Dollars) dengan realisasi penerimaan BM dan PDRI periode Februari
2020 s.d Januari 2021 yaitu pada saat nilai de minimis yang berlaku FOB USD3.00
Dari Tabel IV-10 tersebut diketahui bahwa setelah penerapan de minimis FOB
USD3.00 (tiga United States Dollars) terjadi kenaikan penerimaan BM dan PDRI dari
barang kiriman. Pada periode Februari 2019 sampai dengan Januari 2020 realisasi
lanjut. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari wawancara dengan PDTT jumlah
CN yang diteliti lebih lanjut pada 2020 rata-rata 2%, sementara yang diperiksa fisik
menjadi FOB USD3.00 (tiga United States Dollars) perumus kebijakan berharap
jumlah CN yang dapat diteliti lebih lanjut akan meningkat dibandingkan dengan ketika
nilai de minimis FOB USD75.00 (tujuh puluh lima United States Dollars). Tetapi
berdasarkan data statistik yang diperoleh dari IKC, persentase CN yang dikenai jalur
merah kurang lebih tetap sama di kisaran kurang dari 1%, sebagaimana digambarkan
01/02/2019
01/02/2017
01/04/2017
01/06/2017
01/08/2017
01/10/2017
01/12/2017
01/04/2018
01/06/2018
01/08/2018
01/10/2018
01/12/2018
01/04/2019
01/06/2019
01/08/2019
01/10/2019
01/12/2019
01/02/2020
01/04/2020
01/06/2020
01/08/2020
01/10/2020
01/12/2020
01/02/2021
01/04/2021
Secara teknis indikator manajemen risiko yang dipasang pada RE, tidak semata-
mata mempertimbangkan risiko yang terkandung dalam barang impor tetapi juga
layanan.
Seperti yang disampaikan oleh PDTT dalam wawancara maupun FGD, bahwa
penelitian intensif yang dilakukan oleh PDTT selama 1 (satu) bulan terhadap 2 (dua)
PJT yang volume kegiatannya tidak terlalu banyak telah menghasilkan peningkatan
penerimaan yang cukup signifikan. Dari nilai BM dan PDRI yang semula
diberitahukan Rp393.000.000.00 (tiga ratus sembilan puluh tiga juta rupiah), setelah
dilakukan penelitian nilai BM dan PDRI yang seharusnya dibayar meningkat menjadi
Rp1.451.000.000 (satu miliar empat ratus lima puluh satu juta rupiah) atau meningkat
sebesar 269,21%.
Berdasarkan data penetapan CN periode Januari sampai dengan Juni 2021 yang
Peneliti kumpulkan dari Direktorat IKC, diketahui bahwa selama periode tersebut
terdapat 950.513 CN yang ditetapkan oleh PDTT, dengan nilai penetapan BM dan
assesment, maka PJT yang bertindak mewakili importir hanya bersifat pasif dalam
pemberitahuan jumlah, jenis, dan tarif barang impor. Dan karenanya tidak ada sanksi
Untuk e-commerce yang telah menerapkan skema DDP, terdapat kendala teknis
dimana Bea dan Cukai hanya menerima e-catalogue dan e-invoice yang disampaikan
oleh market place dan tidak melakukan validasi kebenaran pemberitahuan nilai barang
market place berbeda dengan e-catalogue dan e-invoice yang disampaikan ke Bea dan
skema DDP, respon pengeluaran barang (SPPBMCP) akan segera diberikan dalam hal
(tiga United States Dollars) adalah untuk menekan jumlah barang kiriman. Jumlah CN
pada periode 2017 s.d. Mei 2021 digambarkan dalam grafik berikut.
70.000.000,00
60.000.000,00
50.000.000,00
40.000.000,00
30.000.000,00
20.000.000,00
10.000.000,00
-
2017 2018 2019 2020 2021
Jml Dokumen (Soetta) Jml Dokumen (Indonesia)
Tabel IV-13 Jumlah CN Periode Februari 2019 s.d. Januari 2020 dibandingkan dengan
Periode Februari 2020 s.d. Januari 2021
Periode Jumlah dokumen (% sebelumnya)
Dari Tabel IV-13 dapat diketahui bahwa setelah penerapan de minimis FOB
USD3.00 (tiga United States Dollars) terjadi peningkatan jumlah CN. Pada periode
Februari 2019 sampai dengan Januari 2020 jumlah CN sebanyak 46.469.991 dokumen,
kemudian bertambah menjadi 48.812.555 dokumen atau 5,04% pada periode Februari
Dari sisi tujuan terciptanya level playing field, dapat diambil beberapa contoh
barang dalam CN dengan nilai tidak lebih dari FOB USD3.00 (tiga United States
Dollars) misalnya:
Rp2.000,00;
4. AMC 10 12 Math Club Comes with USB Flash drive, HS Code 8523.29.79,
Rp4.000,00.
dengan nilai FOB berapa pun dikenakan perlakuan PPN yang sama, yaitu dikenakan
tarif sesuai dengan besaran tarif PPN dikalikan dengan nilai impor. Pengenaan PPN ini
sesuai dengan regulasi dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN dan
2009 yang mengatur bahwa PPN dikenakan atas impor barang kena pajak dan di
industri dalam negeri adalah dengan melakukan pembinaan untuk memperkuat industri
dalam negeri dan meningkatkan kualitas produksi sehingga dapat mempunyai daya
saing yang tinggi bukan merupakan kewenangan DJBC. Terkait dengan penguatan
industri dalam negeri DJBC lebih pada perumusan kebijakan fiskal misalnya dengan
memberikan fasilitasi tarif dan insentif fiskal maupun prosedural bagi produsen dalam
negeri.
Senada dengan penelitian oleh Steven Pope, Cezary Sowiński and Ives Taelman
internasional. Keinginan untuk menghindari bea masuk dan pajak mungkin menjadi
satu-satunya alasan untuk perilaku ini. Praktik undervaluation juga dapat disebabkan
Sementara Stephen Holloway dan Jeffrey Rae dalam World Customs Journal
menguraikan bahwa rezim de minimis membuat proses kepabeanan menjadi efisien dan
pembebasan bea masuk dan pajak lainnya. De minimis menghasilkan manfaat ekonomi
pendapatan yang lebih efisien, mengurangi biaya yang ditanggung oleh importir, dan
141
ekonomi bersih terbesar, sekitar USD5,9 miliar per tahun untuk APEC-6, setara dengan
sekitar USD30,3 miliar untuk semua 21 anggota APEC (Holloway & Rae, De minimis
thresholds in APEC).
minimis dapat secara efektif mencapai tujuan perumusan kebijakan, khususnya tujuan
D.2. Efisiensi
(tiga United States Dollars) efisien karena pelayanan impor barang kiriman e-
commerce secara bertahap akan menggunakan skema DDP. Dalam skema DDP market
secara berkala, pemeriksaan pemberitahuan nilai barang dan data-data barang akan
dilakukan secara otomasi oleh sistem. Pembayaran bea masuk dan PPN juga dapat
dokumen. Tidak ada pemisahan aplikasi barang kiriman reguler dengan barang kiriman
e-commerce. Kemudian bagi market place yang sudah menggunakan skema DDP
142
dalam penyerahan CN-nya tidak diwajibkan menggunakan skema tersebut dan masih
dapat memilih menggunakan skema reguler (non DDP). Kondisi ini menimbulkan
Dari hasil kuesioner yang disebar kepada pelaksana kebijakan diperoleh nilai
2,47 yang artinya adalah kebijakan tersebut tidak efisien. Demikian juga dari hasil
dokumen yang diteliti oleh PDTT menjadi lebih banyak dan jumlah barang yang
nilai pabeannya diberitahukan kurang dari FOB USD3.00 (tiga United States Dollars).
Kondisi tersebut dilakukan untuk mengindari pengenaan BM. Terlebih lagi PMK
Mengenai peningkatan jumlah CN dengan nilai kurang dari FOB USD3.00 (tiga United
States Dollars) sejalan dengan informasi yang disampaikan oleh pejabat pengelola data
pada Direktorat IKC bahwa 75% barang kiriman diberitahukan dengan nilai kurang
Sebagai gambaran, pada 2020 dari total CN yang disampaikan di KPUBC Tipe
836.264 atau 1,82% dari total CN. Dengan asumsi jumlah hari kerja per bulan adalah
20 (dua puluh) hari kerja, maka setiap PDTT meneliti kurang lebih 3.000 CN per hari
kerja atau 375 CN per jam. Kondisi ini menunjukkan beban kerja setiap PDTT sangat
pengeluaran barang lama atau dapat menjadi potensi berkurangnya ketelitian PDTT
dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap optimalisasi penerimaan BM dan PDRI.
menguraikan bahwa rezim de minimis membuat proses kepabeanan menjadi efisien dan
pembebasan bea masuk dan pajak lainnya. De minimis menghasilkan manfaat ekonomi
pendapatan yang lebih efisien, mengurangi biaya yang ditanggung oleh importir, dan
Dari pengguna jasa menilai tidak efisien dari sisi waktu pengeluaran barang dan
beban pajak yang harus ditanggung. Dalam PMK yang berlaku sebelumnya (PMK
Nomor 112/PMK.04/2018) nilai barang kiriman s.d. FOB USD75.00 (tujuh puluh lima
199/PMK.010/2019 semua barang dikenakan PPN tanpa ada batasan nilai minimum.
meyakini bahwa kebijakan yang diambil tidak akan dapat memuaskan keinginan semua
“insentif” karena de minimis yang tinggi akan kontra terhadap penurunan nilai de
144
minimis, sebaliknya para pelaku industri dan perdagangan dalam negeri akan
menyambut baik kebijakan ini karena kebijakan ini diharapkan akan melidungi usaha
mereka.
kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib membayarnya
yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
tiga kebijakan yang menjadi kekuatannya. Salah satu kekuatan pemerintah adalah
kekuatan untuk menegakkan hukum, dalam arti pemerintah memiliki kekuatan untuk
memaksa (power to coerce) bagi para pelaku ekonomi yang tidak mematuhi norma-
mencapai tingkat kemakmuran yang lebih tinggi. Dalam hal ini pemerintah mempunyai
perlakuan perpajakan yang setara antara barang impor dan barang produksi dalam
negeri.
Penulis berpendapat bahwa dengan kebijakan de minimis yang berlaku saat ini
yang tidak diiringi dengan penambahan SDM yang signifikan dan peningkatan sarana
145
States Dollars) adalah kebijakan yang tepat dan memenuhi rasa keadilan. Tetapi e-
commerce bersifat dinamis dan selalu berubah atau berkembang secara dinamis setiap
saat. Sehingga dalam penerapannya harus selalu dilakukan monitoring dan evaluasi.
Unsur keadilan ditujukan dengan perlakuan pajak yang sama antara transaksi e-
commerce cross border maupun transaksi yang dilakukan di dalam negeri (equal level
playing field).
tinggi dan atas barang impor yang berada dalam batas de minimis mendapat fasilitas
tidak dipungut PPN. Asperindo berpendapat bahwa kebijakan yang berlaku saat ini
tidak adil.
minimis untuk tujuan melindungi industri dalam negeri adalah kurang tepat, lebih baik
meningkatkan kualitas produksi sehingga dapat mempunyai daya saing yang tinggi.
dimaksudkan untuk menghambat barang-barang impor agar lebih sulit masuk dengan
Seperti yang telah diuraikan dalam indikator efektifitas, dalam PMK Nomor
182/PMK.04/2016 barang yang masih berada dalam batas nilai de minimis FOB
USD75.00 (tujuh puluh lima United States Dollars) dibebaskan dari bea masuk dan
Pengenaan PPN atas barang yang diimpor dengan menggunakan skema apa
pun, apakah melalui impor umum, impor barang kiriman, dan impor lainnya tetap
merupakan objek PPN. Hal ini sejalan dengan regulasi dalam Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 yang mengatur bahwa PPN dikenakan atas
impor barang kena pajak. UU tersebut tidak diatur mengenai nilai de minimis. Terlebih
lagi PPN dikenakan atas semua transaksi di dalam negeri. Sehingga untuk menciptakan
keadilan perlakuan perpajakan maka pengenaan PPN atas impor barang e-commerce
Penulis sependapat dengan Apindo bahwa nilai de minimis yang rendah dapat
pada umumnya merupakan barang-barang konsumtif atau barang jadi. Tetapi dalam
banyak ditemukan hambatan dalam mewujudkan ketepatan dan keadilan kebijakan ini.
147
E. Hambatan
1. Regulasi:
barang kiriman hadiah, tunduk kepada amanat dalam pasal 25 ayat (1)
pajak bagi para pelaku ekonomi. Untuk memenuhi kedua kondisi ini,
baik bagi petugas Bea dan Cukai maupun bagi pengguna jasa;
Kondisi ini berpotensi menjadi moral hazard bagi penyedia plat form
consumer (C2C), dan peningkatan peran konsumen dalam transaksi individu, telah
berukuran relatif kecil namun dalam jumlah banyak telah meningkatkan beban
kerja. Sementara jumlah SDM yang melakukan penelitian atas barang e-commerce
belum memadai. Sebagai contoh CN yang masuk ke PDTT untuk diteliti lebih
lanjut sebanyak kurang lebih 3.000 dokumen per hari. Tingginya beban kerja ini
bukan merupakan beban kerja yang ideal dan dapat menjadi potensi melemahnya
3. Sarana pendukung pelaksanaan tugas terutama dari sisi teknologi masih sangat
perdagangan juga harus menerapkan teknik baru, seperti manajemen risiko dan
F. Tantangan
serta kemudian disandingkan dengan teori yang ada, maka dapat diketahui
Sedangkan Brasil ada di peringkat keempat, dengan selisih 5,6 juta pengguna
intelegen GSMA dalam laporan Survey SIRCLO pada tahun 2025 diharapkan
2025. Saat ini telah diperkenalkan teknologi digital 5.0, bahkan di beberapa
dengan cepat.
aktivitas sosial maupun ekonomi di luar rumah. Kondisi ini menjadi akselerasi
150
dan keselamatan jiwa dan di sisi lain memenuhi keinginan atau kebutuhan
Terlebih lagi transaksi belanja online mulai dari pemilihan barang sampai
USD133 miliar. Apabila industri dalam negeri tidak bisa bersaing maka
merupakan tantangan bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), karena
4. Kepatuhan pajak rendah: masih banyak wajib pajak yang tidak jujur atau tidak
tahu adanya peraturan kebijakan ini. Wajib pajak masih kurang memahami
terkait fungsi pajak yang menyebabkan Wajib Pajak enggan untuk membayar
151
fungsi pajak itu bahkan untuk masyarakat itu sendiri. Hal ini juga sering terjadi
berita tentang korupsi pajak lambannya petugas pajak dalam pekerjaannya dan
kewajiban perpajakan.
5. Industri dalam negeri yang belum kuat: industri dalam negeri yang belum kuat
dengan produk luar negeri karena produk luar negeri harganya relatif lebih
murah dan memiliki kualitas yang setara dengan barang produksi dalam negeri.
produk-produk impor dari pada produk dalam negeri. Terdapat dua alasan yang
berbeda terhadap perilaku ini yaitu dia belanja karena meninginkan merek-
merek terkenal atau perilaku belanja produk luar negeri karena produk luar
negeri jauh lebih murah. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa barang-barang
produk impor mempunya kualitas yang bagus dan harga yang lebih murah,
survei yang dilakukan oleh Sirclo dan Ravenry pada 2020 (Ravenry, 2020)
(tiga United States Dollars) tentu tidak didukung oleh negara-negara maju
152
USD3.00 (tiga United States Dollars) dan berpendapat bahwa cara yang
impor.
G. Keterbatasan Penelitian
yang disebarkan.
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
sesuai dengan rumusan masalah, pertanyaan serta tujuan penelitian, maka dapat
masih kurang efektif, yang artinya belum dapat mencapai sepenuhnya tujuan yang
2020 dengan periode Februari 2020 sampai dengan Januari 2021. Dalam
153
154
karena cukup objektif dengan didukung dan diperkuat dengan data primer
FOB USD3.00 (tiga United States Dollars) diantaranya adalah jumlah SDM yang
teknologi digital/otomasi.
B. Rekomendasi
kebijakan di DJBC. Agar implementasi suatu kebijakan bisa lebih efektif, perlu
diperlukan:
impor e-commerce;
sehingga dapat menjadi lebih tegas, jelas, sederhana dan efektif, misalnya
C. Penelitian Selanjutnya
Dollars).
157
DAFTAR PUSTAKA
Stiglitz, J. E. (1986). Economics of the Public Sector, first edition. New York-
London: W.W. Norton & Company.
Sugiyono. (2003). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2013). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Tahir, A. (2014). Kebijakan Publik dan Transparansi Penyelenggaraan. Bandung:
Alfabeta.
Wahab, S. (2008). Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Wallner, J. (2008). Policy Studies Journal. Legitimacy and Public Policy: Seeing
Beyond Effectiveness, Efficiency and Performance , pp. 421-443.
Yapara, B. K., Bayrakdara, S., & Yapar, M. (2015). Science Direct, 642-648.
Yapara, B. K., Bayrakdara, S., & Yapar, M. (2015). ScienceDirect, 642-648.
Yusuf, H. (2020). Beda Preferensi Belanja Impor Barang Kiriman atas Perubahan
Batas Pembebasan Bea Masuk. Jurnal Perspektif Bea dan Cukai, 20-35.
Zain, M. (2007). Manajemen Perpajakan, Edisi ke-3. Jakarta: Salemba Empat.
LAMPIRAN
Lampiran I
PEDOMAN OBSERVASI
Dalam pengamatan (observasi) yang dilakukan adalah mengamati kegiatan
penanganan dokumen impor barang kiriman yang menggunakan dokumen CN di
KPUBC Tipe C Soekarno Hatta meliputi:
A. Tujuan:
Untuk memperoleh informasi dan data mengenai penanganan dokumen impor
menggunakan barang kiriman yang menggunakan dokumen CN.
B. Aspek yang diamati
1. Alur penanganan barang kiriman CN (apakah semua melalui Xray? Dst)
2. Kondisi sarpras dan suasana penanganan dokumen impor menggunakan barang
kiriman yang menggunakan dokumen CN (jumlah computer, kondisi jaringan,
kapasitas dibandingkan jumlah dokumen dll)
3. Kondisi SDM yang menangani dokumen impor menggunakan barang kiriman
yang menggunakan dokumen CN (jumlah SDM dibandingkan dengan jumlah
dokumen)
4. Proses penelitian dokumen impor yang menggunakan barang kiriman yang
menggunakan dokumen CN secara umum oleh PDTT.
5. Proses penetapan tarif BM secara official assessment oleh PDTT.
6. Proses penagihan atas penetapan official assessment (pembayarannya dan
penagihannya bagi yang tdk bayar)
7. Apakah ada keberatan? (jumlah/prosentase)
8. Proses penanganan keberatan atas penetapan pungutan oleh PDTT.
163
Lampiran II
PANDUAN WAWANCARA
Narasumber : Bpk/Ibu/Sdr
Jabatan : ………………………………
Unit :
1. Apa definisi de minimis terkait dengan importasi barang kiriman dan apakah
semua negara di dunia memberikan de minimis?
2. Apa filosofi penetapan nilai de minimis sebesar FOB USD3.00 (tiga United States
Dollars)?
3. Pasal 26 ayat 1 huruf m Undang-undang Kepabeanan bicara yang berbunyi
“Pembebasan bea masuk diberikan atas impor: a. ...b... dst, m. barang pribadi
penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai
batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu; n....dst.”. apakah hal tersebut yang
menjadi dasar Bea Cukai Indonesia tetap memberikan pembebasan bea masuk
(BM) dan pajak dalam rangka impor (PDRI) terhadap barang kiriman? Bisa
dijelaskan konsekuensi apabila DJBC tidak memberikan pembebasan?
4. Indonesia termasuk anggota WCO, bagaimana framework untuk nilai de minimis
berdasarkan WCO? Bagaimana konsekuensinya jika DJBC Indonesia tidak
memberikan pembebasan BM dan PDRI?
5. Dalam menyusun kebijakan publik terkait nilai de minimis ini apakah sudah
dilakukan sharing dengan pelaku usaha?
6. Dalam menyusun kebijakan publik terkait nilai de minimis ini apakah sudah
dilakukan sharing dengan pengguna kebijakan (kantor dan pegawai yang
menangani barkir)?
7. Dalam menyusun kebijakan publik terkait nilai de minimis ini apakah sudah
dilakukan analisa kesiapan sarana dan prasarananya?
8. Dalam menyusun kebijakan publik terkait nilai de minimis ini apakah sudah
dilakukan analisa kesiapan SDM-nya?
164
Lampiran III
Dengan Hormat,
Kami mengundang Anda untuk berpartisipasi dalam kajian akademis yang
diselenggarakan oleh Pusdiklat Bea dan Cukai dengan topik Evaluasi Penerapan
Kebijakan Nilai De Minimis Barang Kiriman di Indonesia (Studi Kasus pada Kantor
Pelayanan Utama Bea Dan Cukai Tipe C Soekarno Hatta).
Kami sangat menghargai jika Anda mengisi kuesioner ini sesuai dengan kondisi yang
Anda pahami, amati, dan alami saat ini dengan sejujurnya.
2. NIP
167
3. Jenis Kelamin *
Tandai satu kotak saja.
☐ Laki-laki
☐ Perempuan
4. Pendidikan Terakhir *
Tandai satu kotak saja.
☐ SMA/K
☐ D1
☐ D3
☐ D4/S1
☐ S2
☐ S3
5. Pangkat/Golongan *
Tandai satu kotak saja.
☐ Pengatur Muda Tingkat I/II/b
☐ Pengatur/II/c
☐ Pengatur Muda/III/a
☐ Penata/III/c
☐ Pembina/IV/a
6. Unit Eselon II
8. Unit Eselon IV
9. Fungsional BC
*Harap mengisi Identitas Responden secara LENGKAP agar kuesioner ini dapat kami
olah
169
Petunjuk Pengisian
Untuk jawaban yang menggunakan rating scale, berikanlah salah satu alternatif
jawaban yang menurut Anda paling sesuai dengan pilihan yang tersedia.
EFEKTIVITAS
Efektivitas merupakan salah satu indikator evaluasi kebijakan yang bertujuan
menilai apakah implementasi kebijakan memberikan hasil dan dampak sesuai yang
diharapkan, apakah tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud, dan apakah dampak
yang diharapkan sebanding dengan usaha yang telah dilakukan.
Pertanyaan:
1. Peraturan untuk nilai de minimis (pembebasan bea masuk) sebesar FOB 3
USD untuk barang kiriman saat ini berhasil menurunkan volume impor
barang kiriman *
☒ ☐ ☐ ☐ ☐
1 2 3 4 5
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
Petunjuk Pengisian
Untuk jawaban yang menggunakan rating scale, berikanlah salah satu alternatif
jawaban yang menurut Anda paling sesuai dengan pilihan yang tersedia.
EFISIENSI
Efisiensi merupakan salah satu variable evaluasi kebijakan yang menilai hubungan
antara efektifitas dengan jumlah usaha yang digunakan atau diperlukan untuk
menghasilkan tingkat efektifitas tertentu. Efisiensi biasanya diukur dengan
perhitungan sumber daya yang digunakan untuk mencapai efektifitas tertinggi.
172
Sumber daya dapat berupa sumber daya modal/biaya, sarana dan prasarana, SDM,
dll.
Pertanyaan:
1. Penetapan nilai de minimis (pembebasan bea masuk) sebesar FOB 3 USD
untuk barang kiriman saat ini menyebabkan pelayanan menjadi lebih lambat.
*
☒ ☐ ☐ ☐ ☐
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
Petunjuk Pengisian
Untuk jawaban yang menggunakan rating scale, berikanlah salah satu alternatif
jawaban yang menurut Anda paling sesuai dengan pilihan yang tersedia.
KECAKUPAN
Kecakupan merupakan salah satu indikator evaluasi kebijakan yang berkenaan
dengan seberapa jauh suatu tingkat efektifitas memuaskan atau memenuhi kebutuhan
nilai, atau apakah dari berbagai permasalahan yang timbul sudah tercakup semua di
dalam kebijakan tersebut.
Pertanyaan:
1. Peraturan nilai de minimis (pembebasan bea masuk) sebesar FOB 3 USD untuk
barang kiriman yang ada saat ini memenuhi kebutuhan pelayanan penyelesaian
barang kiriman *
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
174
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
3. Peraturan nilai de minimis (pembebasan bea masuk) sebesar FOB 3 USD untuk
barang kiriman yang ada saat ini memenuhi harapan pengguna jasa *
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
Petunjuk Pengisian
Untuk jawaban yang menggunakan rating scale, berikanlah salah satu alternatif
jawaban yang menurut Anda paling sesuai dengan pilihan yang tersedia.
KEADILAN
Keadilan merupakan salah satu indikator evaluasi kebijakan yang berhubungan erat
dengan rasionalitas legal dan sosial serta menunjuk pada distribusi akibat dan usaha
antara kelompok yang berada dalam masyarakat tertentu. Dalam hal ini dapat berupa
equal treatment.
Pertanyaan:
1. Penetapan nilai de minimis (pembebasan bea masuk) sebesar FOB 3 USD
untuk barang kiriman saat ini memenuhi rasa keadilan bagi pengguna jasa
(PJT, marketplace, pembeli (importir)). *
1 2 3 4 5
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
☒ ☐ ☐ ☐ ☐
Petunjuk Pengisian
Untuk jawaban yang menggunakan rating scale, berikanlah salah satu alternatif
jawaban yang menurut Anda paling sesuai dengan pilihan yang tersedia.
RESPONSIVITAS
Responsivitas merupakan salah satu indikator evaluasi kebijakan yang berkenaan
dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi atau
nilai kelompok-kelompok dalam masyarakat tertentu, misalnya apakah kebijakan
tersebut memuaskan kebutuhan pelaksana kebijakan dan pengguna kebijakan,
bahkan bagi negara-negara internasional.
Pertanyaan:
1. Sarana dan prasarana yang dimiliki DJBC sudah siap untuk menangani jumlah
dokumen yang harus diperiksa sehubungan dengan implementasi Peraturan
nilai de minimis (pembebasan bea masuk) sebesar FOB 3 USD untuk barang
kiriman *
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
2. Sumber daya manusia yang dimiliki DJBC sudah siap untuk menangani jumlah
dokumen yang harus diperiksa sehubungan dengan implementasi Peraturan
nilai de minimis (pembebasan bea masuk) sebesar FOB 3 USD untuk barang
kiriman. *
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
178
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
Petunjuk Pengisian
Untuk jawaban yang menggunakan rating scale, berikanlah salah satu alternatif
jawaban yang menurut Anda paling sesuai dengan pilihan yang tersedia.
KETEPATAN
Ketepatan merupakan salah satu variable evaluasi kebijakan yang sangat
berhubungan dengan rasionalitas substantif yang merujuk pada tujuan program dan
kepada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan kebijakan tersebut. Hal ini berkaitan
erat dengan pertanyaan apakah kebijakan yang diimplementasikan tersebut sudah
tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul.
Pertanyaan:
1. Penyelesaian masalah yang berkaitan dengan peraturan barang kiriman saat
ini melalui mekanisme penetapan nilai de minimis (pembebasan bea masuk)
sebesar FOB 3 USD sudah tepat *
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
180
Pertanyaan Terbuka
1. Menurut pendapat Saudara, apakah hambatan dalam penerapan kebijakan
penetapan nilai de minimis sebesar FOB 3 USD sebagaimana diatur pada
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan
Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman? *
Dengan Hormat,
Kami mengundang Anda untuk berpartisipasi dalam kajian akademis yang
diselenggarakan oleh Pusdiklat Bea dan Cukai dengan topik Evaluasi Penerapan
Kebijakan Nilai De Minimis Barang Kiriman di Indonesia (Studi Kasus pada Kantor
Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe C Soekarno Hatta).
Kami sangat menghargai jika Anda mengisi kuesioner ini sesuai dengan kondisi yang
Anda pahami, amati, dan alami saat ini dengan sejujurnya.
2. Jenis Kelamin *
Tandai satu kotak saja.
☐ Laki-laki
☐ Perempuan
3. Pendidikan Terakhir *
Tandai satu kotak saja.
183
☐ SMA/K
☐ D1
☐ D3
☐ D4/S1
☐ S2
☐ S3
4. Jenis Usaha *
Tandai satu kotak saja.
☐ PJT
☐ UMKM
*Harap mengisi Identitas Responden secara LENGKAP agar kuesioner ini dapat kami
olah
Petunjuk Pengisian
184
Untuk jawaban yang menggunakan rating scale, berikanlah salah satu alternatif
jawaban yang menurut Anda paling sesuai dengan pilihan yang tersedia.
EFEKTIVITAS
Efektivitas merupakan salah satu indikator evaluasi kebijakan yang bertujuan
menilai apakah implementasi kebijakan memberikan hasil dan dampak sesuai yang
diharapkan, apakah tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud, dan apakah dampak
yang diharapkan sebanding dengan usaha yang telah dilakukan.
Pertanyaan:
1. Peraturan untuk nilai de minimis (pembebasan bea masuk) sebesar FOB 3
USD untuk barang kiriman saat ini berhasil menurunkan volume impor
barang kiriman *
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
2. Peraturan untuk nilai de minimis (pembebasan bea masuk) sebesar FOB 3 USD
untuk barang kiriman saat ini berhasil mendorong pertumbuhan industri dalam
negeri *
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
185
3. Peraturan untuk nilai de minimis (pembebasan bea masuk) sebesar FOB 3 USD
untuk barang kiriman saat ini sesuai harapan *
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
186
Petunjuk Pengisian
Untuk jawaban yang menggunakan rating scale, berikanlah salah satu alternatif
jawaban yang menurut Anda paling sesuai dengan pilihan yang tersedia.
EFISIENSI
Efisiensi merupakan salah satu variable evaluasi kebijakan yang menilai hubungan
antara efektifitas dengan jumlah usaha yang digunakan atau diperlukan untuk
menghasilkan tingkat efektifitas tertentu. Efisiensi biasanya diukur dengan
perhitungan sumber daya yang digunakan untuk mencapai efektifitas tertinggi.
Sumber daya dapat berupa sumber daya modal/biaya, sarana dan prasarana, SDM,
dll.
Pertanyaan:
187
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
Petunjuk Pengisian
Untuk jawaban yang menggunakan rating scale, berikanlah salah satu alternatif
jawaban yang menurut Anda paling sesuai dengan pilihan yang tersedia.
KECAKUPAN
Kecakupan merupakan salah satu indikator evaluasi kebijakan yang berkenaan
dengan seberapa jauh suatu tingkat efektifitas memuaskan atau memenuhi kebutuhan
nilai, atau apakah dari berbagai permasalahan yang timbul sudah tercakup semua di
dalam kebijakan tersebut.
Pertanyaan:
1. Peraturan nilai de minimis (pembebasan bea masuk) sebesar FOB 3 USD untuk
barang kiriman yang ada saat ini memenuhi kebutuhan pelayanan penyelesaian
barang kiriman *
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
3. Peraturan nilai de minimis (pembebasan bea masuk) sebesar FOB 3 USD untuk
barang kiriman yang ada saat ini memenuhi harapan pengguna jasa *
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
Petunjuk Pengisian
Untuk jawaban yang menggunakan rating scale, berikanlah salah satu alternatif
jawaban yang menurut Anda paling sesuai dengan pilihan yang tersedia.
KEADILAN
190
Keadilan merupakan salah satu indikator evaluasi kebijakan yang berhubungan erat
dengan rasionalitas legal dan sosial serta menunjuk pada distribusi akibat dan usaha
antara kelompok yang berada dalam masyarakat tertentu. Dalam hal ini dapat berupa
equal treatment.
Pertanyaan:
1. Penetapan nilai de minimis (pembebasan bea masuk) sebesar FOB 3 USD
untuk barang kiriman saat ini memenuhi rasa keadilan bagi pengguna jasa
(PJT, marketplace, pembeli (importir)). *
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
Petunjuk Pengisian
Untuk jawaban yang menggunakan rating scale, berikanlah salah satu alternatif
jawaban yang menurut Anda paling sesuai dengan pilihan yang tersedia.
RESPONSIVITAS
Responsivitas merupakan salah satu indikator evaluasi kebijakan yang berkenaan
dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi atau
nilai kelompok-kelompok dalam masyarakat tertentu, misalnya apakah kebijakan
192
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
2. Sumber daya manusia yang dimiliki DJBC sudah siap untuk menangani jumlah
dokumen yang harus diperiksa sehubungan dengan implementasi Peraturan
nilai de minimis (pembebasan bea masuk) sebesar FOB 3 USD untuk barang
kiriman. *
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
1 2 3 4 5
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
Petunjuk Pengisian
Untuk jawaban yang menggunakan rating scale, berikanlah salah satu alternatif
jawaban yang menurut Anda paling sesuai dengan pilihan yang tersedia.
KETEPATAN
Ketepatan merupakan salah satu variable evaluasi kebijakan yang sangat
berhubungan dengan rasionalitas substantif yang merujuk pada tujuan program dan
kepada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan kebijakan tersebut. Hal ini berkaitan
erat dengan pertanyaan apakah kebijakan yang diimplementasikan tersebut sudah
tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul.
Pertanyaan:
1. Penyelesaian masalah yang berkaitan dengan peraturan barang kiriman saat
ini melalui mekanisme penetapan nilai de minimis (pembebasan bea masuk)
sebesar FOB 3 USD sudah tepat *
☐ ☐ ☐ ☐ ☐
Pertanyaan Terbuka
Lampiran IV
1) Tim;
a. Moderator
b. Asisten Moderator/Co-fasilitator
c. Notulensi
d. Penghubung Peserta
e. Penyedia Logistik
f. Dokumentasi
3) Menyiapkan Logistik;
4 Jumlah Peserta :
a. Widyaiswara 1
c. Direktorat KBP 2
5) Pelaksanaan FGD :
Moderator :
(d) memotivasi,
198
(f) melakukan blocking dan distribusi (mencegah ada peserta yang dominan dan
(g) reframing,
(h) refokus,
PENELITI I
NIP : 197105061996032001
No. HP : 081358098733
e-mail : khusnusholehah@gmail.com
Riwayat Pekerjaan/Jabatan:
1. Kepala Seksi Pengadaan dan Penukaran, Direktorat Cukai 2002 s.d. 2003
2. Pemeriksa Bea dan Cukai Pratama,
KPBC Tipe A Khusus Tj. Priok I 2003 s.d. 2005
3. Kepala Seksi Kepabeanan IV, KPBC Tipe A Malang 2005 s.d. 2007
4. Kepala Subbagian Keuangan, Kanwil DJBC Jawa Timur I 2007 s.d. 2008
5. Kepala Subbagian Tata Usaha dan Keuangan,
Kanwil DJBC Jawa Timur I 2008 s.d. 2011
6. Kepala Seksi Perbendaharaan, KPPBC TMP Juanda 2011 s.d. 2014
7. Kepala Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai V,
KPPBC TMP B Gresik 2014 s.d.
Oktober 2017
8. Kepala Seksi Administrasi Pengawasan di
Bidang Kepatuhan Internal, Kanwil Bali dan Nusa Tenggara Nov 2017
s.d Des 2017
200
Riwayat Pendidikan:
PENELITI II
NIP : 197306071992122001
No. HP : 081239996784
e-mail : saktutj@gmail.com
Riwayat Pekerjaan/Jabatan:
Riwayat Pendidikan:
GLOSARIUM
Barang Larangan dan Pembatasan : barang yang dilarang dan/atau dibatasi impor atau
(Lartas) ekspornya berdasarkan ketentuan yang diatur oleh
Kementerian/Lembaga yang berwenang.
Delivery Duty Paid (DDP) : Perjanjian antara penjual dan pembeli dimana
penjual bertanggung jawab dalam pengaturan
pengangkutan dan pengiriman barang sampai ke
alamat pembeli, penyelesaian proses kepabeanan,
dan pembayaran bea masuk serta pajak-pajak impor
lainnya.
Harmonized System Code (HS : suatu daftar penggolongan barang yang dibuat
Code) secara sistematis dengan tujuan mempermudah
penarifan, transaksi, perdagangan, pengangkutan,
dan statistik.
House Airway Bill (HAWB) : Surat muatan udara yang dikeluarkan oleh
perusahaan jasa ekspor impor freight forwarder.
Master Airway Bill (MAWB) : Surat muatan udara yang dikeluarkan oleh
perusahaan penerbangan kargo udara.
Perusahaan Jasa Titipan (PJT) : penyelenggara pos yang memperoleh ijin usaha dari
instansi terkait untuk melaksanakan layanan surat,
dokumen, dan paket sesuai peraturan perundang-
undangan di bidang pos.
Surat Penetapan Pembayaran Bea : dokumen terkait penetapan bea masuk dan pajak
Masuk, Cukai dan/ atau Pajak dalam rangka impor yang ditetapkan oleh petugas
(SPPBMCP) Bea dan Cukai, yang harus dibayarkan penerima
barang.
Tarif Bea Masuk Most Favoured : tarif bea masuk yang dikenakan atas barang impor
Nation (MFN) yang masuk ke suatu negara dari negara lainnya,
kecuali negara yang memiliki perjanjian khusus
mengenai tarif bea masuk dengan negara tersebut.