NIM : 2003101054
RMK BAB 3
Profesi Akuntan Publik di seluruh dunia merupakan profesi yang menghadapi risiko yang sangat
tinggi Hampir semua akuntan publik menyadari bahwa mereka harus memberikan jasa profesionalnya
sesuai dengan standar profesional akuntan publik, mentaati kode etik akuntan publik dan memiliki
standar pengendalian mutu Jika tidak akuntan publik bisa salah dalam memberikan opini, karena
memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian padaha laporan keuangan mengandung salah saji
material (ini disebut audit failure). Sejak terjadinya kasus Enron, World Comp, Xerox dan lain-lain
yang menyebabkan ditutupnya KAP Arthur Anderson, kepercayaan masyarakat terhadap profesi
akuntan publik menurun drastis.
Di Amerika dikeluarkan Sarbanes Oxley Act untuk mencegah terulangnya kasus serupa. Indonesia
pun tidak mau ketinggalan, saat ini sudah dikeluarkan Undang-Undang Akuntan Publik Nomor 5
Tahun 2011 Tanggal 3 Mei 2011 yang salah satu pasalnya menyebutkan akuntan publik bisa
dikenakan sanksi pidana jika terbukti lalal dalam menjalankan tugasnya dan terbukti terlibat tindak
pidana.
Bapepam LK dan PPAJP Departemen Keuangan pun membuat berbagai aturan, antara Lain
menyangkut Independensi akuntan publik, pembatasan jangka waktu pemberian jasa audit (3 tahun
untuk Akuntan Publik dan 6 tahun untuk KAP yang memiliki lebih dari satu partner)
Akuntan publik bisa dituntut secara hukum oleh kien jika tidak bisa memenuhi kontrak yang dibuat
dengan klien atau tidak hati-hati (lalai) dalam memberikan jasa profesionalnya. Menurut Arens (2011:
93):
Audit professionals have a responsibility under common law to fulfill implied or expressed contracts
with clients.
They are liable to their clients for negligence and/or breach of contract should they fail to provide the
services or not exercise due care in their performance.
Tuntutan hukum juga bisa terjadi karena business failure, audit failure, dan audit risk Business failure
terjadi manakala perusahaan tidak mampu membayar kewajibannya atau tidak bisa memenuhi
harapan investor karena kondisi ekonomi atau bisnis yang memberatkan. Audit failure terjadi
manakala akuntan publik memberikan opini yang salah karena gagal mematuhi apa yang diatur dalam
standar auditing.
Audit risk adalah risiko bahwa akuntan publik menyimpulkan bahwa laporan keuangan disajikan
secara wajar dan memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian padahal dalam kenyataannya laporan
keuangan mengandung salah saji material.
Tanggungjawab hukum akuntan publik terjadi jika timbul kelalaian atau akuntan publik tersangkut
fraud. Jenis pelanggaran dapat dibedakan menjadi:
Sanksi yang diberikan PPAJP-Departemen Keuangan bisa dalam bentuk peringatan tertulis,
penghentian sementara pemberian jasa akuntan publik atau, usulan kepada Menteri Keuangan untuk
pencabutan izin praktik akuntan publik tergantung berat atau ringannya pelanggaran.
Sanksi yang diberikan Bapapam-LK dalam bentuk peringatan tertulis, larangan pemberian jasa di
pasar modal. Pihak lainnya (klien, investor Bl, pengguna laporan keuangan) bisa mengajukan tuntutan
hukum ke pengadilan jika merasa dirugikan Beberapa hal yang bisa dilakukan akuntan publik untuk
menghindari tuntutan hukum antara lain:
Selain itu Ikatan Profesi (IAI, IAPI) juga bisa membantu anggotanya dengan cara:
Menyediakan pelatihan bagi anggotanya melalui PPL dengan biaya yang reasonable
Menerapkan peer review
Mengupdate standar auditing dan aturan etika
Melakukan research di bidang auditing
Melakukan lobby ke regulator untuk mencegah undang-undang dan peraturan yang merugikan
anggota.
Memberikan edukasi kepada pengguna laporan keuangan
Berikan sanksi yang tegas untuk anggota yang melakukan pelanggaran
Pany dan Reckers (1980) dengan judul The Effect of Gith, Discounts, Personality Characteristics and
Client Se on Perceved Auditor Independence. Hasil : Pemberian hadiah berpengaruh signifikan
terhadap independensi auditor karakter personal auditiv berhubungan positif dengan independent
auditor sedangkan ukuran klien tidak terpengaruh secara signifikan.
DeAngelo (1981) dengan judul Auditor Independence, low balling”, anf disclosure regulation. Hasil :
KAP yang besar akan berusaha untuk menyajikan kualitas audit yang lebih besar dibandingkan
dengan KAP yang kecil.
Maryani dan Unti Ludigdo (2001) dengan judul Survei atas Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
dan Perilaku Etis Akuntan. Hasil : Ada sembilan faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku
akuntan publik, yaitu: religiusitas, pendidikan, organisasional, emotional quotient, lingkungan
keluarga, pengalaman hidup, imbalan yang diterima, hukum, posisi atau kedudukan.