Anda di halaman 1dari 18

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Gerakan Literasi Sekolah

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan sebuah inovasi baru dari

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada tahun 2015

dengan memiliki tujuan untuk menyiapkan generasi penerus bangsa yang literat

melalui budaya membaca dan menulis. Hal tersebut dilandasi karena faktor

kemampuan membaca dan menulis masyakat Indonesia masih kurang, hal tersebut

dibuktikan dengan hasil survey Programme for International Student Assesment

(PISA) dan dari Progress in International Reading Literacy study PIRLS. Rassol

dalam Januarsidi (2014: 6) menyatakan bahwa, literasi merupakan sebuah aktivitas

kognitif yang terdiri dari kegiatan membaca dan menulis serta diukur dalam bentuk

akuisisi keterampilan dari sesorang yang literat dibutuhkan kerjasama antara

keluarga, pihak sekolah dan lingkungan sekitar agar terjalin ekosistem literasi agar

membantu proses belajar anak menjadi lebih efektif dan produktif.

Sebagaimana dituangkan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Nomor 23 Tahun 2015 bahwa GLS dicanangkan untuk memperkuat gerakan

penumbuhan budi pekerti. Kegiatan GLS dilaksanakan untuk menumbuhkan

minat baca peserta didik untuk mengasai pengetahuan dengan baik dengan

melibatkan kolaborasi warga sekolah dan peserta didik. Hal ini selaras dengan

Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah yakni, GLS merupakan suatu

usaha/kegiatan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (guru,

11
12

kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, komite sekolah, orang

tua/wali murid peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh

masyarakat yang dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha dll.), dan

pemangku kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar

dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam Panduan Gerakan

Literasi Sekolah di SMP menjelaskan pengertian GLS merupakan sebuah upaya yang

dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi

pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik.

Dari paparan tersebut GLS adalah gerakan sosial dengan dukungan

kolaboratif berbagai elemen. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkan berupa

pembiasaan membaca peserta didik. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15

menit membaca(guru membacakan buku dan warga sekolah membaca dalam hati,

disesuaikan dengan konteks atau target sekolah). Ketika pembiasaan membaca

terbentuk, selanjutnya akan diarahkan ke tahap pengembangan, dan pembelajaran

(disertai tagihan berdasarkan kurikulum 2013). Variasi kegiatan dapat berupa

perpaduan pengembangan keterampilan reseptif maupun produktif.

2.1.1 Pengertian Literasi

Literasi penguasaan sistem-sistem tulisan konvensi-konvensi yang

menyertainya. UNESCO menjelaskan bahwa kemampuan literasi merupakan hak

setiap orang dan merupakan dasar untuk sepanjang hayat. Kegiatan literasi merupakan

aktivitas membaca dan menulis yang terkait dengan pengetahuan membaca dan

menulis terkait dengan pengetahuan, bahasa dan budaya (Rahayu, 2016:17).


13

Menurut Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Pertama

(SMP) menjelaskan pengertian literasi dalam konsep GLS yakni, kemampuan

mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai

aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, atau berbicara.

Pengertian literasi menurut Kern (2000: 23), literasi adalah praktik-praktik

menginterpretasikan makna teks melalui situasi sosial, dan historis, serta kultural.

Dari beberapa paparan tersebut dapat disimpulkan literasi merupakan kemampuan

dalam mengakses, memahami, dan menggunakan informasi sebagai proses

berpikir, membaca, intrepretasi kemudian diwujudkan berupa tindakan menulis

atau berbicara.

Menurut Kern (2000: 23) ada tujuh prinsip pendidikan literasi, yaitu: (a)

literasi melibatkan interpretasi, (b) literasi melibatkan kolaborasi, (c) literasi

melibatkan konvensi, (d) literasi melibatkan pengetahuan kultural, (e) literasi

melibatkan pemecahan masalah, (f) literasi melibatkan refleksi diri, (g) dan

literasi melibatkan penngunaan bahasa. Untuk melaksanakan pendidikan literasi

yang mencangkup interpretasi, kolaborasi, konvensi, kultural, pemecahan

masalah, refleksi diri serta penngunaan bahasa sangat penting dimiliki oleh setiap

peserta didik. Ada banyak cara untuk mengajarkan pendidikan literasi pada

peserta didik, salah satunya yakni dengan Gerakan Literasi Sekolah (GLS).

2.1.2 Tujuan Gerakan Literasi Sekolah (GLS)

Dijelaskan dalam Desain Induk GLS memiliki dua tujuan yakni secara

khusus dan umum. Tujuan secara umum yakni menumbuh kembangkan budi
14

pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah, sedangkan

tujuan khusus memiliki beberapa poin diantaranya; menumbuhkan budaya literasi

di sekolah, meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat,

menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak

agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan, serta menjaga keberlanjutan

pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi

berbagai strategi membaca.

Abidin (2015: 23) mengatakan, tujuan pembelajaran literasi abad ke-21

yakni; 1) menciptakan siswa menjadi pembaca, penulis, dan komunikator yang

efektif; 2) mengembangkan kemampuan dan kebiasaan berpikir; 3) mendorong

dan mengeksplorasi motivasi belajar; 4) menumbuhkan kemandirian siswa.

Tujuan pembelajaran literai tersebut selaras dengan Gerakan Literasi Sekolah

(GLS) melalui Kemendikbud yang turut melakukan perubahan kurikulum, yakni

dari KTSP menjadi Kurikulum 2013. Tujuan dari kegiatan literasi yakni

melakukan usaha sadar pemerintah untuk pendidikan di Indonesia agar “melek

huruf’ yang cerdas dan memiliki kapasitas kemampuan untuk bersaing

menghadapi kemajuan jaman. Selaras dengan program GLS yang di canangkan

oleh mantan Kemendikbud Anies Baswedan, terdapat peraturan yang mengatur

tentang penyelenggaraan kemajuanpendidikan nasional tercantum pada Undang-

Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 3 yang berbunyi,“ Pemerintah mengusahakan

dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan

keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa”. Setelah adanya kebijakan dari pemerintah perlu adanya


15

tindakan nyata dari peran pioner pendidikan yang mampu menyentuh langsung

kepada anak bangsa/peserta didik yakni dari orang tua/keluarga dan juga instansi

penyelenggara pendidikan/ sekolah. Hal ini selaras dengan penyataan Aminulloh

(2016) menyatakan bahwa, kita perlu gerakan yang bottom up, yang berasal dari

bawah dan bukan dari pemerintah yang top down”. Sehingga perlu adanya

feedback antara pemerintah dengan masyarakat terkait pendidikan.

2.1.3 Komponen Literasi

Dalam buku Desain Induk Gerakan Literasi dijelaskan Clay dan Freguson

(2001) menjabarkan bahwa komponen literasi informasi terdiri atas literasi dini,

literasa dasar, literasi perpustakaan, literasi media, literasi teknologi, dan literasi

visual, dalam konteks Indonesia, literasi dini diperlukan sebagai dasar

pemerolehan berliterasi tahap selanjutnya. Literasi Dini menurut Clay dan

Freguson (2001) dalam Desain Induk Gerakan Literasi, yaitu kemampuan utuk

menyimak, memahami bahasa lisan, dan komunikasi melalui gambar dan lisan

yang dibentuk oleh pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan sosialnya di

rumah. Pengalaman peserta didik dalam berkomunikasi dengan bahasa ibu

menjadi fondasi perkembangan literasi dasar. Kemudian Literasi Dasar (Basic

Literacy), yaitu kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis,

dan menghitung berkaitan dengan kemampuan analisis untuk memperhitungkan,

mempersepsikan informasi, mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi

berdasarkan pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi.


16

Literasi Perpustakaan (Library Literacy), antara lain memberikan

pemahaman cara membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi

referensi dan periodika, memahami Dewey Decimal System sebagai klasifikasi

pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan perpustakaan. Selanjutnya

Literasi Media yakni, kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang

berbeda, seperti media cetak, media elektronik (media radio, media televisi),

media digital (media internet), dan memahami tujuan penggunaanya.

Setelah Literasi Media, kemudian ada Literasi Teknologi yakni,

kemampuan memahami kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti peranti

keras (hardwere), peranti lunak (softwere), serta etika dan etiket dalam

memanfaatkan teknologi. Berikutnya, kemampuan dalam memahami teknologi

untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam praktiknya

juga pemahaman menggunakan komputer (Computer Literacy) yang di dalamnya

mencakup menghidupkan dan mematikan komputer, menyimpan dan mengelola

data, serta mengoperasikan perangkat lunak. sejalan dengan membanjirnya

informasi karena perkembangan teknologi saat ini, diperlukan pemahaman yang

baik dalam mengelola informasi yang dibutuhkan masyarakat.

Literasi Visual (Visual Literacy), yakni pemahaman tingkat lanjut antara literasi

media dan literasi teknologi yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan belajar

dengan memanfaatkan materi visual dan audiovisual secara kritis dan bermartabat.

Tafsir terhadap materi visual yang tidak terbendung, baik dalam bentuk cetak,

audiotori, maupun digital (perpaduan ketiganya disebut teks multimodal), perlu dikelola

dengan baik. Dan pihak yang akan berperan aktif yakni sebagai berikut :
17

Tabel 2.1
Komponen Literasi

No Komponen Literasi Pihak yang Berperan Aktif


1 Literasi Usia Dini Orang tua dan keluarga, guru/PAUD, pamong
atau pengasuh
2 Literasi Dasar Pendidikan Formal
3 Literasi Perpustakaan Pendidikan Formal
4 Literasi Teknologi Pendidikan Formal dan keluarga
5 Literasi Media Pendidikan Formal, keluarga, dan lingkungan
sosial
6 Literasi Visual Pendidikan Formal, keluarga, dan lingkungan
sosial
(Sumber: Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam literasi terdapat 6 kemampuan

yang berbeda dari setiap komponen literasi. Seperti yang dijelaskan oleh

Wulandari (2017) bahwa, komponen dari literasi terdiri dari 6 kemampuan yang

berbeda, seperti literasi media yang menuntut agar siswa dapat memiliki

kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda, berbeda

dengan literasi viusal yang menghendaki pemahaman tingkat lanjut antara literasi

media dan literasi teknologi. Hal ini membuktikan bahwa literasi tidak hanya

didefenisikan sebagai aktivitas membaca dan menulis saja namun lebih dari itu

seperti halnya yang dilakukan di SMP Tazkia IIBS Malang.

2.1.4 Prinsip-prinsip Literasi Sekolah

Menurut Beers dalam Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah (2016),

praktik-praktik yang baik dalam Gerakan Literasi Sekolah menekankan enam poin

prinsip-prinsip sebagai berikut; Pertama, perkembangan literasi berjalan sesuai

tahap perkembangan yang dapat diprediksi; kedua, program literasi yang baik

bersifat berimbang; ketiga, program literasi terintegrasi dengan kurikulum; ke


18

empat, kegiatan membaca dan menulis dilakukan kapanpun; ke lima, kegiatan

literasi mengembangkan budaya lisan dan yang terakhir, kegiatan literasi perlu

mengembangkan kesadaran terhadap keberagaman.

Sehingga perlu adanya suatu program yang terstruktur sedemikian rupa

yang mampu menunjang proses pembelajaran literasi baik dari pemerintah

maupun pihak sekolah untuk memperoleh keberhasilan dari tujuan dicanangkan

GLS, untuk itu Pendidik/ Guru dan pimpinan sekolah perlu bekerja sama untuk

mengimplementasikan strategi tersebut.

2.1.5 Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah

Agar sekolah menjadi pioner dalam mengembangkan budaya literasi,

menurut Beerrs, dkk (2009) yang dikutip dalam Desain Induk Gerakan Literasi

Sekolah menyatakan beberapa strategi untuk menciptakan budaya literasi yang

positif di sekolah diantaranya sebagai berikut; a) Mengkondisikan Lingkungan

Fisik Ramah Literasi, lingkungan fisik adalah hal pertama yang dilihat dan

dirasakan warga sekolah. Oleh karena itu, lingkungan fisik perlu terlihat ramah

dan kondusif untuk pembelajaran. Seperti pengamatan pra observasi peneliti di

SMP Tazkia IIBS Malang. Di sekolah tersebut memiliki lingkungan yang baik

dan sangat kondusif untuk menunjang pengembangan pembelajaran peserta didik.

Dalam Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah juga disebutkan bahwa, sekolah

yang mendukung pengembangan budaya literasi sebaiknya memajang karya

peserta didik dipajang pada seluruh area sekolah, termasuk koridor, kantor kepala

sekolah/yayasan dan guru. Selain itu peserta didik juga dapat mengakses buku
19

dan bahan bacaan lain di sudut baca di semua kelas, area kantor dan area lain

sekolah, hal tersebut akan memberikan kesan positif tentang komitmen sekolah

terhadap pengembangan budaya literasi; b) mengupayakan Lingkungan Sosial dan

Afektif Sebagai Model Komunikasi dan Interaksi yang Literat, lingkungan sosial

dan afektif dibangun melalui model komunikasi dan interaksi seluruh komponen

sekolah. Hal tersebut dapat dikembangkan melalui pengakuan atas capaian peserta

didik setiap tahun.

Pemberian penghargaan bisa dilakukan setiap minggu untuk mengapresiasi

prestasi semua aspek peserta didik khususnya dalam bentuk literasi. Prestasi yang

dihargai bukan hanya akademik, tetapi juga sikap dan upaya peserta didik. Dengan

demikian peserta didik memiliki kesempatan untuk memperoleh penghargaan

sekolah. Pimpinan sekolah selayaknya berperan aktif dalam menggerakan literasi,

antara lain dengan membangun budaya kolaboratif antarguru dan tenaga

kependidikan. Dengan demikian, setiap orang dapat terlibat sesuai kepakaran masing-

masing.

Peran orang tua sebagai relawan gerakan literasi di lingkungan keluarga akan

semakin memperkuat komitmen sekolah dalam pengembangan budaya literasi; c)

mengupayakan Sekolah Sebagai Lingkungan Akademik, lingkungan akademik

berkaitan erat dengan perencanaan dan pelaksanaan gerakan literasi di sekolah. Salah

satunya yakni pihak sekolah memberikan alokasi waktu yang cukup banyak untuk

pembelajaran literasi seperti menjalankan kegiatan membaca dalam hati dan guru

membacakan dengan nyaring selama 15 menit sebelum pelajaran berlangsung.


20

2.1.6 Tahap pelaksanaan GLS

Program GLS dilaksanakan secara bertahap dengan mempertimbangkan

kesiapan sekolah. Dalam Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SMP dijelaskan

bahwa, tahapan pelaksanaan GLS terbagi menjadi tiga tahap, yakni tahap pembiasaan

mencakup minat baca melalui kegiatan 15 menit membaca (Permendikbud No. 23

tahun 2015), tahap pengembangan untuk meningkatkan kemampuan literasi melalui

kegiatan menanggapi buku pengayaan, dan tahap pembelajaran yakni dengan tujuan

untuk meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran dengan

menggunakan buku pengayaan dan strategi membaca di semua mata pelajaran.

Retnanungdyah dkk (2016), menjabarkan terkait tahapan-tahapan

pelaksanaan GLS sebagai berikut:

2.1.6.1 Tahap Pembiasaan

Kegiatan literasi pada tahap pembiasaan meliputi dua jenis kegiatan membaca

untuk kesenangan, yakni membaca dalam hati dan membacakan nyaring oleh guru.

Pada tahap pembiasaan memiliki beberapa poin penjelasan sebagai berikut:

1) Tujuan

Secara umum, kedua kegiatan membaca memiliki tujuan, antara lain;

meningkatkan rasa cinta baca di luar jam pelajaran, meningkatkan kemampuan

memahami bacaan, meningkatkan rasa percaya diri sebagai pembaca yang

baik, dan menumbuhkembangkan penggunaan berbagai sumber bacaan.


21

2) Prinsip-prinsip

Prinsip-prinsip pada tahap pembiasaan membaca sebagai berikut; a) guru

menetapkan waktu 15 menit membaca setiap hari; b) buku yang dibaca/dibacakan

adalah buku nonpelajaran; c) peserta didik dapat diminta mebawa bukunya sendiri

dari rumah; d) buku yang dibaca/dibacakan merupakan pilihan dari peserta didik

sesuai minat dan kesenangannya; e) kegiatan membaca/membacakan buku ditahap

ini tidak diikuti oleh tugas-tugas yang bersifat tagihan/penilaian; f) kegiatan

membaca/membacakan buku ditahap ini dapat diikuti oleh diskusi informal

tentang buku yang dibaca; g) kegiatan membaca dalam suasana santai, tenang dan

menyenangkan; h) dalam kegiatan membaca dalam hati, guru sebagai pendidik

juga ikut membaca buku selama 15 menit.

3) Jenis Kegiatan

Pada tahap pembiasaan terbagi menjadi dua jenis kegiatan, yang akan

dipaparkan pada tabel berikut:

a. Membaca dalam hati

Tabel 2.2
Membaca Dalam Hati
Tahap Membaca Kegiatan

Sebelum 1) Meminta peserta didik untuk memilih buku yang


Membaca ingin dibac di sudut baca kelas.
2) Memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk
memilih buku sesuai minat dan kesenangan
3) Memberikan penjelasan bahwa peserta didik akan
membaca buku tersebut sampai selesai dalam kurun
waktu tertentu, tergantung ketebalan buku.
4) Peserta didik boleh memilih buku lain apabila
dianggap tidak menarik ataupun terlalu sulit.
5) Peserta didik boleh memilih tempat yang disukai
untuk membaca
22

Tahap Membaca Kegiatan

Saat Membaca Peserta didik dan guru bersama-sama membaca buku


masing-masing dengan tenang selama 15 menit.
Setelah Membaca 1) Peserta didik mencatat judul dan pengarang, serta
jumlah halam yang dibaca di jurnal membaca harian.
2) Guru mengingatkan peserta didik untuk melanjutkan
membaca buku yang sama dipertemuan berikutnya.
3) Peserta didik mengembalikan buku di rak sudut baca kelas.
4) Guru memulai/melanjutkan kembali pelajaran
5) Untuk memberikan motivasi kepada peserta didik
tentang membaca sebagai kegiatan yang
menyenangkan, serta secara berkala guru
menyampaikan isi buku.
6) Sebagai bentuk napresiasi kepada peserta didik,
sesekali guru dapat bertanya kepada peserta didik
tentang buku yang telah dibaca.
(Sumber: Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SMP)

b. Membaca Nyaring

Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan guru pada saat

melaksanakan kegiatan membaca nyaring dalam tahap pembiasaan.

Tabel 2.3
Membaca Nyaring
Tahap Membaca Kegiatan
Sebelum membaca 1) Guru memilih buku/cerita yang
Tahap sebelum membaca bermanfaat dan menarik untuk
penting dilakukan untuk; dibacakan karena kandungan nilai
mengenali teks yang akan moral, sastra, keindahan, relevansi
dibaca, membangun makna, dengan kondisi anak dll.
menggali informasi tersirat, dan 2) Apabila buku yang akan dibaca cukup
untuk menebak isi. tebal, guru dapat mengalokasikan
beberapa pertemuan untuk membacakan
buku tersebut sampai selesai. Alternatif
lain, guru dapat memilih bagian dari
sebuah buku untuk dibacakan.
3) Guru sudah membaca buku yang akan
dibacakan sebelumnya agar dapat
mengidentifikasi proses dan strategi yang
akan digunakan dalam membaca nyaring.
Guru dapat menandai bagian yang perlu
diberi penekanan dan ilustrasi,
tempatbjeda untuk bertanya dll.
23

Tahap Membaca Kegiatan


4) Guru membuka percakapan tentang
bahan bacaan.
5) Guru menanyakan hal-hal yang
berhubungan dengan cerita yang akan
dibaca melalui tanya jawab singkat.
Saat membaca 1) Guru membacakan teks dengan
pengucapan dan intonasi yang jelas,
dan tidak terlalu cepat.
2) Guru mengajukan pertanyaan diantara
kalimat untuk menggugah tanggapan
peserta didik.

Setelah membaca Guru melakukan kegiatan bincang buku


dengan bertanya kepada pesera didik tentang
tanggapan mereka terhadap buku yang baru
selesai dibaca.
(Sumber: Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SMP)

2.1.6.2 Tahap Pengembangan

Menurut Anderson dan Kratthwol (2001) dalam buku Desain Induk GLS

menyatakan bahwa, kegiatan literasi pada tahap pengembangan bertujuan untuk

mengembangkan kemampuan memahami bacaan dan mengaitkannya dengan

pengalaman pribadi, berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara

kreatif melalui kegiatan menanggapi bacaan pengayaan. Sebuah kegiatan lanjutan

dari tahap pembiasaan membaca 15 menit di awal sebelum memulai pelajaran.

1) Tujuan

Sebagai tindak lanjut dari tahap pembiasaan, kegiatan 15 menit

membaca di tahap pengembangan diperkuat oleh berbagai kegiatan tindak

lanjut yang memiliki tujuan sebagai berikut; a) Mengasah kemampuan peserta

didik dalam menanggapi buku pengayaan secara lisan dan tulisan; b)

Membangun interaksi antarpeserta didik dan antara peserta didik dengan guru

tentang buku yang dibaca; c) Mengasah kemampuan peserta didik untuk


24

berpikir kritis, analitis, kreatif dan inovatif; dan d) Mendorong peserta didik

untuk selalu mencari keterkaitan antara buku yang dibaca dengan diri sendiri

dan lingkungan sekitarnya.

2) Prinsip-prinsip

Retnanungdyah dkk (2016) menjelaskan, dalam melaksanakan kegiatan

tindak lanjut, terdapat beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan yakni; a)

Buku yang dibaca adalah buku selain buku teks pelajaran; b) Kegiatan

membaca buku pada tahap ini dapat diikuti oleh tugas-tugas presentasi singkat,

menulis sederhana, presentasi sederhana, kriya, atau seni peran untuk

menanggapi bacaan yang sesuai dengan jenjang kemampuan peserta didik; c)

Tugas-tugas presentasi, menulis, kriya dinilai secara non akademik dengan

fokus pada sikap peserta didik selama kegiatan; d) Kegiatan membaca buku

berlangsung dalam suasana yang menyenangkan; serta e) Terbentuknya Tim

Literasi sekolah (TLS).

3) Jenis Kegiatan

Kegiatan tindak lanjut dari tahap pembiasaan dijelaskan pada buku

Panduan GLS di SMP sebagai berikut; a) Menulis komentar singkat terhadap

buku yang dibaca di jurnal membaca harian; b) Menanggapi isi buku secara

lisan maupun tulisan; c) Membuat jurnal tanggapan terhadap buku; d)

Menggunakan graphic organizers sebagai alat menulis tanggapan; dan e)

Menggunakan iklim literasi sekolah. Berikut contoh dari tabel jurnal membaca

harian:
25

Tabel 2.4
Jurnal Membaca Harian

Judul: ___________________ Tanggal: __________________


Pengarang: ________________________
Apa yang kamu sukai dari cerita/buku ini? Apa yang tidak kamu sukai? Adalah hal baru
yang dari buku ini yang belum pernah kamu ketahui sebelumnya?
----------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------------
(Sumber: Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SMP)

2.1.6.3 Tahap Pembelajaran

Dalam Panduan Gerakan Literasi Sekolah dijelaskan bahwa pada tahap

pembelajaran terdapat tagihan yang sifatnya akademis. Kegiatan membaca pada

tahap ini bertujuan untuk mendukung pelaksanaan kurikulum 2013 yang

mensyaratkan peserta didik membaca buku nonteks yang dapat berupa buku

tentang pengetahuan umum, kegemaran, minat khusus, teks multimodal. Buku

laporan kegiatan membaca pada tahap pembelajaran ini disediakan oleh wali

kelas.

1) Tujuan

Dalam buku Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SMP terdapat

beberapa tujuan sebagai berikut; a) mengembangkan kemampuan memahami

teks dan mengaitkan dengan pengalaman pribadi sehingga terbentuk pribadi

pembelajar sepanjang hayat; b) mengembangkan kemampuan berpikir kritis;

dan c) mengolah dan mengelola kemampuan komunikasi secara kreatif (verbal,

tulisan, visual, digital) melalui kegiatan menanggapi teks buku bacaan dan

buku pelajaran.
26

2) Prinsip-prinsip

Tahap ini dilakukan untuk mendukung pelaksanaan Kurikulum 2013

yang mensyaratkan peserta didik membaca buku nonteks pelajaran. Beberapa

prinsip yang perlu dipertimbangkan, antara lain; a) buku yang dibaca berupa

buku tentang pengetahuan umum, kegemaran, minat khusus, atau teks

multimodal, dan juga dapat dikaitkan dengan mata pelajaran tertentu sebanyak

12 buku bagi siswa SMP; b) ada tagihan yang sifatnya akademis (terkait

dengan mata pelajaran).

3) Jenis Kegiatan

Dalam tahap pembelajaran ini berbagai jenis kegiatan dapat dilakukan,

antara lain; a) lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran

melalui kegiatan membacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hati,

membaca bersama, dan/atau membaca terpandu diikuti kegiatan lain dengan

tagihan non akademik atau akademik; b) melaksanakan berbagai strategi untuk

memahami teks dalam semua mata pelajaran; c) menggunakan lingkungan

fisik, sosial dan afektif, akademik disertai beragam bacaan cetak, visual,

auditori, digital) yang kaya literasi di luar buku teks pelajaran.

2.2 Menulis Kreatif Siswa

Kreativitas akan dapat tercipta ketika adanya keinginan dalam diri serta

adanya lingkungan yang mendukung dalam proses kreativitas tersebut. Dalam

pembelajaran literasi di sekolah peserta didik juga diarahkan pada keampuan

mengembangkan kreativitas baik dalam hal menulis, berbicara (pidato) sehingga


27

menghasilkan sebuah karya. Pengajaran di sekolah lebih diarahkan pada

pengembangan kreativitas dan daya berpikir kritis siswa. Disamping itu, peran

guru sebagai distributor ilmu kepada peserta didik juga harus mengembangkan

kreativitasnya untuk memotivasi semangat belajar peserta didik.

Lingkungan sekolah yang kondusif juga sangat berpengaruh besar

terhadap kreativitas peserta didik. Hal ini selaras dengan ketetapan MPR-RI No.

11/MPR/1983 dalam Munandar (1992: 46) bahwa, betapa pentingnya

pengembangan kreativitas dalam sistem pendidikan ditekankan oleh para wakil

rakyat melalui ketetapan MPR tentang Garis Besar haluan Negara (GBHN)

sebagai berikut, Sistem pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan

pembangunan di segala bidang yang memerlukan jenis-jenis keahlian dan

keterampilan serta dapat sekaligus meningkatkan produktivitas, kreativitas, mutu,

dan efesiensi kerja. Perilaku kreatif beasal dari pemikiran kreatif.oleh karena itu,

sistem pendidikan dapat merangsang pemikiran, sikap, dan perilaku kreatif

produktif, disamping dari pemikiran logis dan penalaran. Dengan adanya kegiatan

berliterasi, peserta ddik akan dipacu agar terus berpikir kritis dang menghasilkan

karyayang sudah dipahami seblumnya.

Salah satu contoh kegiatan berliterasi yakni menulis, sehingga peserta

didik melakukan proses kritis dari membaca buku bacaan sebagai referensi

kemudian dituangkan dalam bentuk gagasan tertulis. Seperti yang dijelaskan oleh

Suyono (2006) dalam jurnalnya Pengembangan Perilaku Berliterasi Siswa

Berbasis Kegiatan Ilmiah: Hasil-Hasil Penelitian Dan Implementasi Di Sekolah,

menulis merupakan sarana atau wahana berharga untuk belajar dalam berbagai
28

cara, sebagai contoh menulis dapat membantu peserta didik mengenang dan

mengukur pemahaman siswa tentang suatu topik serta mendorong siswa untuk

menaksir atau memahami suatu informasi baru dan memadukannya dengan

pengetahuan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai