Anda di halaman 1dari 4

1. Lutfi Hadi Nugroho NIM.

2311421021
2. Muhammad Iqbal Ramadhani NIM.5211421113
3. Ahmad syaiful fajar NIM.5202421086
4. Yotania NIM.2311421025
5. Rinda Oktaviyani NIM 5202421064
6. Faizal Ghozali Abas NIM.5301421015
7. Rizka Nanda Prameswari NIM 7211417173
8. Muhammad Irfa Nurul Islam NIM 5211421090

Bahasa Indonesia mengalami perkembangan sehingga banyak mengalami perubahan


akibat penggunaannya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai
proses pembakuan sejak awal abad ke-20 (Nugraheni dan Syuhda, 2019). Peristiwa sumpah
pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 membuat pencetusan nama “Bahasa Indonesia” dengan
tujuan menghindari kesan “imperialisme bahasa” apabila nama “bahasa Melayu” tetap digunakan
(Nugraheni dan Syuhda, 2019). Hal tersebut membuat bahasa Indonesia banyak perbedaan
dengan bahasa Melayu di Riau dan semenanjung Malaya atau bagian Sumatera (Nugraheni dan
Syuhda, 2019). Bahasa Indonesia mengalami perkembangan hingga saat ini yang menjadikan
bahasa yang hidup dengan artian terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan
maupun penyerapan dari bahasa daerah, bahasa asing maupun kata-kata yang tercipta dari
lingkungan sekitar (Hollander, 2005). Oleh karena itu, perkembangan tersebut akan membuat
bahasa Indonesia mempunyai banyak kata yang mungkin belum banyak diketahui.
Dalam sejarahnya, bahasa Indonesia merupakan varian dari bahasa melayu dimana bahasa
Melayu dahulu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di
wilayah Nusantara. Selain itu, bahasa Melayu mudah diterima masyarakat dikarenakan pesatnya
perkembangan dan kokoh keberadaannya sehingga digunakan sebagai bahasa perhubungan
antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan (Nugraheni dan Syuhda,
2019). Bahasa Melayu dipilih sebagai akar bahasa Indonesia dikarenakan sebagai lingua franca
dan dalam perkembangannya banyak digunakan oleh para nasionalis, artikel pada surat kabar
yang dibaca oleh para politisi Indonesia (Bulan, 2019). Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa
persatuan bangsa Indonesia muncul akibat berkembangnya bahasa Melayu di wilayah Nusantara
sehingga membuat para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan
dengan sadar menjadikan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
untuk seluruh bangsa Indonesia (Nugraheni dan Syuhda, 2019;Collins, 2005).
Muhammad Yamin berkata, "Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di
Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa
persatuan, yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Namun, dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang
lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan." (Putrayasa, 2018). Hal itu
terbukti dengan dilakukannya beberapa kali penyempurnaan yang memunculkan ejaan baru
diantaranya Ejaan Republik, Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo, Ejaan LBK, Ejaan yang
disempurnakan, dan EBI membuat bahasa Indonesia yang berbasis bahasa Melayu bisa menjadi
bahasa persatuan sampai saat ini (Putrayasa, 2018).
Prof. Dr. Slametmulyana mengemukakan beberapa faktor yang memungkinkan
diangkatnya bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan yaitu sebagai berikut.
1. Penyebaran bahasa Melayu dalam sejarahnya. Hal ini dibuktikan dengan Malaka saat
berada di kejayaannya yang menjadi pusat perdagangan dan pusat perkembangan agama
Islam. Para pedagang secara tidak langsung menyebarkan bahasa Melayu ke seluruh
pantai Nusantara terutama di kota-kota pelabuhan. Selain itu, Gubernur Jenderal
Rochussen membuat kebijakan bahwa bahasa Melayu dijadikan bahasa pengantar di
sekolah untuk mendidik calon pegawai negeri bangsa bumiputera. Oleh karena itu, bahasa
Melayu menjadi lingua franca;
2. Ditinjau dari segi fonologi, morfologi, dan sintaksis, bahasa Melayu mempunyai sistem
yang sederhana. Selain itu, tidak adanya tingkatan bahasa atau pembedaan bahasa kasar
dan bahasa halus seperti dalam bahasa Jawa, bahasa Sunda, maupun bahasa Bali. Hal
tersebut membuat bahasa Melayu mudah dipelajari;
3. Faktor psikologi dengan artian bahwa suku Jawa dan Sunda sukarela menerima bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional karena sadar akan manfaatnya sehingga timbul rasa
persatuan dan kesatuan:
4. Salah satu faktor penentunya yaitu kesanggupan bahasa itu sendiri dengan artian jika
kesanggupan bahasa untuk dapat dipakai menjadi bahasa kebudayaan dalam artian yang
luas, maka tidak adanya perkembangan bahasa tersebut menjadi bahasa sempurna. Bukti
realitanya bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dapat digunakan untuk pendapat
yang dirumuskan secara tepat dan penyampaian perasaan secara jelas (Badudu, 2001).
Alasan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia juga dijelaskan oleh Soedjito (1990)
yaitu sebagai berikut.
1. Selama berabad-abad, bahasa Melayu digunakan sebagai lingua franca di seluruh kawasan
tanah air kita (Nusantara);
2. Daerah persebaran bahasa Melayu yang paling luas dan melampaui batas-batas wilayah
bahasa lain walaupun penutur asli tidak sebanyak penutur asli bahasa Jawa, Sunda,
Madura, dan bahasa daerah lainnya;
3. Kekerabatan bahasa Melayu dengan bahasa-bahasa Nusantara lainnya sehingga tidak
dianggap bahasa asing;
4. Kesederhanaan bahasa Melayu yang tidak mengenal tingkat-tingkat bahasa sehingga
mudah dipelajari;
5. Perbedaan-perbedaan bahasa antarpenutur yang berasal dari berbagai daerah mampu
diatasi dengan bahasa Melayu. Bahasa Melayu dipilih menjadi bahasa persatuan karena
tidak menimbulkan rasa kalah terhadap golongan yang lebih kuat dan tidak ada persaingan
antarbahasa daerah.
Penelitian yang dilakukan Nugraheni dan Syuhda (2019), ketika melakukan wawancara
terhadap narasumbernya, berikut hal yang ditemukan :
A : “ haghi ini kite belaja materi ape?” (belajar materi apakah kita hari ini?)
B : “haghi ini kite praktek ngaja macam biase je” (hari ini praktek mengajar seperti biasa)
Dua kalimat percakapan diatas kata-kata haghi, kite, belaja, ape, ngaja, macam, biase je dimana
kata-kata tersebut berpadanan dengan bahasa Indonesia : hari, kita, belajar, apa, mengajar, seperti,
biasa saja. Selain itu, terdapat percakapan lagi yang di teliti antara lain :
A : “ujian tetules atau lisan?” (ujiannya tertulis apa lisan )
B : “biase dhe ujian tetules” (biasanya ujian tertulis)
Dua kalimat percakapan diatas kata-kata tetules dan biasa dhe berpadanan dengan bahasa
Indonesia yaitu tertulis dan biasa saja.
A :”ooh, kalau tak ade keje nak mintak temanke beli baju seragam untuk acara 17 Agustus” (ooh,
jika kamu tidak sibuk, saya ingin ditemani membeli baju untuk acara 17 Agustus)
B : “ooh, yelah” (ooh, baiklah)
Dua kalimat percakapan diatas, kata-kata tak ade, nak, mintak, temanke, dan yelah berpadanan
dengan bahasa Indonesia yaitu kata-kata tidak ada, ingin, minta, temani, dan baiklah.
Bahasa Indonesia mempunyai sejarah yang panjang. Para pedagang mempunyai peran
dalam menyebarkan bahasa Melayu. Bahasa Melayu diyakini sebagai induk bahasa Indonesia
karena pernah dijadikan sebagai bahasa persatuan. Alasannya mudah di pahami karena tidak ada
tingkatan bahasa. Hal ini menjadikan muncul rasa nasionalisme sehingga memudahkan dalam
berkomunikasi. Perkembangan bahasa Indonesia dilakukan adanya penyempurnaan yaitu Ejaan
Republik, Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo, Ejaan LBK, Ejaan yang disempurnakan, dan EBI
agar disesuaikan dengan zamannya.

Daftar Pustaka
Badudu, J.S. 2001. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung:CV Pustaka Prima.
Bulan, Deanty Rumandang. 2019. Bahasa Indonesia Sebagai Identitas Nasional Bangsa Indonesia.
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 3(2):23-29.
Collins, James. 2005. Bahasa Melayu Bahasa Dunia:Sejarah Singkat. Jakarta:Yayasan Obor.
Hollander, J.J. 2005. Pedoman Bahasa dan Sastra Melayu. Jakarta:Balai Pustaka,
Nugraheni, Aninditya Sri dan Syuhda, Nisa. 2019. Pola Komunikasi Bahasa Melayu di
Lingkungan Akademik (Pada Mahasiswa di UIN Sunan Syarif Kasim Riau). Jurnal Bahasa,
Sastra, dan Pengajarannya. 15(2):135-145.
Pramuki Esti. Perkembangan dan Kedudukan Bahasa Indonesia
Putrayasa, I Gusti Ngurah Ketut. 2018. Sejarah Bahasa Indonesia. Bali:Universitas Udayana.
Soedjito. 1990. Kosakata Bahasa Indonesia. Jakarta:Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai