Anda di halaman 1dari 6

Mata Kuliah : Psikologi dan Perkembangan

Dosen : Dr. Yeyentimala, S.Kep., Ns., M.Si.


Mahasiswa : Maya Romanti
NIM : PO.62.24.2.22.317
Kelas : AJ_A Angkatan VI

Perbedaan Wanita dan Pria


Seperti yang diutarakan oleh John Gray pada bukunya yang berjudul Men are
from Mars, Women from Venus, banyak orang berpendapat bahwa perempuan
berpikir dengan perasaan atau emosi, sedangkan laki-laki mengedepankan logika.
Adanya perbedaan sikap baik perempuan maupun laki-laki menjadikan keduanya
sering mengalami salah paham. Hal ini pun menimbulkan pertanyaan, apakah
benar otak perempuan dan laki-laki bekerja dengan cara yang berbeda?

 Perbedaan Cara Berkomunikasi

Menurut John Gray, perbedaan laki-laki dan perempuan yang pertama adalah
cara berkomunikasinya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan dalam
menyimpan memori. Meski ukuran otak laki-laki lebih besar daripada ukuran
otak perempuan, faktanya Hippocampus pada perempuan lebih besar
dibandingkan dengan laki-laki.

Hippocampus sendiri merupakan bagian otak yang menyimpan memori,


bagian inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa  perempuan bisa
mengolah informasi lebih cepat. Perbedaan sifat wanita dan laki-laki dalam
merespon informasi terjadi karena perempuan memiliki verbal center pada
kedua bagian otaknya, sedangkan laki-laki hanya memiliki verbal center pada
otak kiri.
Biasanya ini yang menyebabkan perempuan lebih suka berdiskusi dan
bercerita panjang lebar dibandingkan dengan laki-laki. Ketika laki-laki ingin
pikiran atau perasaannya dimengerti, mereka akan mengungkapkannya secara
langsung. Sebaliknya, perempuan lebih suka memberikan isyarat agar bisa
dimengerti.
 
 Pola Berpikir
Berikutnya, perbedaan pria dan wanita adalah dari cara berpikir. Menurut
penelitian yang dilakukan Ragini Verma, otak perempuan lebih bisa
mengaitkan memori dan keadaan sosial. Hal inilah yang menjadi alasan
mengapa perempuan mampu melihat dari berbagai sudut pandang dan lebih
cepat menarik kesimpulan dibandingkan dengan pria.

Berbeda dengan wanita, pria lebih suka melihat sesuatu yang jelas terlihat,
mereka tidak memiliki ‘koneksi’ yang baik tentang hal-hal yang melibatkan
perasaan, emosi, atau curahan hati. Hal tersebut dipicu oleh otak laki-laki
yang tidak didesain untuk terkoneksi pada perasaan atau emosi, sehingga
biasanya mereka sangat jarang melibatkan perasaan dalam mengambil sebuah
keputusan.

Kemampuan menganalisis perasaan pun jarang dilakukan oleh laki-laki. Hal


ini jelas berbeda dibandingkan dengan perempuan yang sering kali
melibatkan perasaan saat memutuskan sesuatu. Meskipun otak laki-laki tidak
didesain untuk melibatkan perasaan, namun hal tersebut tidak berarti bahwa
mereka tidak memiliki rasa empati.

Dr. Brizendine yang dikutip dari Livescience mengatakan, “Empati pada laki-
laki bekerja ketika ada seseorang yang menunjukkan perasaannya.” Faktanya,
laki-laki lebih memiliki respon yang emosional dibanding perempuan, hanya
saja ketika laki-laki menyadari perasaannya, laki-laki memilih untuk tidak
memperlihatkannya akibat stereotip yang dibentuk oleh masyarakat.
Begitu pula dengan perempuan. Mereka tampak lebih perasa dibandingkan
dengan laki-laki, namun hal ini bukan berarti perempuan tidak bisa
mengambil inisiatif untuk maju lebih dahulu mengutarakan perasaannya
dalam sebuah hubungan.

Jenis dan Fungsi Hormon Reproduksi pada Pria dan Wanita

Hormon reproduksi mulai diproduksi dan berkerja mulai sejak memasuki


masa remaja. Saat itu, hormon-hormon ini memengaruhi perubahan fisik saat
memasuki masa pubertas, seperti payudara yang mulai membesar pada anak
perempuan dan dada yang lebih bidang pada anak laki-laki.

Macam-macam Hormon Reproduksi  


1. Follicle Stimulating Hormone (FSH)
Selain memengaruhi perubahan fisik saat memasuki masa pubertas,
hormon FSH pada wanita juga memiliki peran terhadap proses pembentukan
sel telur di ovarium serta turut mengendalikan siklus menstruasi. Sementara
pada pria, hormon FSH berfungsi untuk mengendalikan produksi sperma dan
perkembangan organ kelamin.

2. Luteinizing Hormone (LH)


Hormon LH juga diproduksi di kelenjar pituitari dan kerjanya saling
melengkapi dengan hormon FSH. Pada wanita, hormon reproduksi ini
memengaruhi kerja ovarium, pelepasan sel telur (ovulasi), siklus menstruasi,
dan kesuburan. Sementara pada pria, LH merangsang produksi testosteron,
yang memengaruhi tingkat produksi sperma pria.
3. Hormon Testosteron
Kadar hormon testosteron pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita.
Hormon ini akan mengalami peningkatan selama masa pubertas, kemudian
mulai menurun sejak memasuki usia 30 tahun.
Fungsi hormon testosteron pada pria antara lain mengendalikan gairah
seksual, produksi sperma, kepadatan tulang, dan juga massa otot, sehingga
hormon ini mampu memengaruhi perubahan fisik dan emosional pria secara
signifikan.
Sementara itu, fungsi hormon testosteron pada wanita adalah mengontrol
suasana hati dan gairah seksual, menjaga tulang tetap kuat, meringankan nyeri,
dan menjaga kemampuan berpikir.

4. Hormon Estrogen
Kadar hormon estrogen pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria.
Hormon estrogen pada wanita memiliki peran penting dalam perkembangan
seksual saat masa pubertas. Selain itu, hormon ini juga berperan
mengendalikan pertumbuhan dinding rahim selama siklus menstruasi dan masa
awal kehamilan, serta mengatur berbagai proses metabolisme, termasuk
pertumbuhan tulang dan kadar kolesterol.
Sementara pada pria, salah satu fungsi estrogen adalah mengontrol
kesehatan sperma. Namun, jika kadar estrogen pada pria terlalu tinggi, dapat
terjadi penurunan kualitas sperma dan disfungsi ereksi.
Kesehatan hormon reproduksi dapat dijaga dengan menerapkan gaya hidup
sehat, seperti mengonsumsi makanan sehat dan kaya nutrisi, melakukan
olahraga dengan rutin, mengelola stres dengan baik, dan memenuhi waktu tidur
yang cukup.
Ketidakseimbangan kadar hormon reproduksi dapat menyebabkan
berbagai macam masalah kesehatan, mulai dari obesitas hingga osteoporosis.
Pada wanita, hal ini bisa ditandai dengan tidak teraturnya siklus menstruasi,
sedangkan pada pria bisa ditandai dengan penurunan gairah seksual.

Pola asuh orangtua dan pengaruhnya pada anak

Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang ditemui individu sejak


mereka lahir ke dunia. Lingkungan keluarga pertama adalah Ayah, Ibu dan
individu itu sendiri. Hubungan antara individu dengan kedua orangtuanya
merupakan hubungan timbal balik dimana terdapat interaksi di dalamnya.
Setiap orangtua tentunya ingin yang terbaik bagi anak-anak mereka. Keinginan
ini kemudian akan membentuk pola asuh yang akan ditanamkan orangtua kepada
anak-anak.
Pola asuh menurut Diana Baumrind (1967), pada prinsipnya merupakan
parental control yaitu bagaimana orangtua mengontrol, membimbing, dan
mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangannya
menuju pada proses pendewasaan. Diana Baumrind (1967, dalam Santrock, 2009)
membagi pola asuh ke dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu:
 Pola Asuh Otoriter (Authoritarian Parenting)
Orangtua dengan tipe pola asuh ini biasanya cenderung membatasi dan
menghukum. Contoh orangtua dengan tipe pola asuh ini, mereka melarang
anak laki-laki bermain dengan anak perempuan, tanpa memberikan penjelasan
ataupun alasannya.
 Pola Asuh Demokratis/Otoritatif (Authotitative Parenting)
Pola pengasuhan dengan gaya otoritatif bersifat positif dan mendorong anak-
anak untuk mandiri, namun orangtua tetap menempatkan batas-batas dan
kendali atas tindakan mereka. Orangtua tipe ini juga memberikan kebebasan
kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, serta pendekatan
yang dilakukan orangtua ke anak juga bersifat hangat.
 Pola Asuh Permisif (Permissive Parenting)
Orangtua dengan gaya pengasuhan ini tidak pernah berperan dalam kehidupan
anak. Anak diberikan kebebasan melakukan apapun tanpa pengawasan dari
orangtua. Orangtua cenderung tidak menegur  atau memperingatkan, sedikit
bimbingan, sehingga seringkali pola ini disukai oleh anak (Petranto, 2005).
Orangtua dengan pola asuh ini tidak mempertimbangkan perkembangan anak
secara menyeluruh. Anak yang diasuh dengan pola ini cenderung melakukan
pelanggaran-pelanggaran karena mereka tidak mampu mengendalikan
perilakunya, tidak dewasa, memiliki harga diri rendah dan terasingkan dari
keluarga.
Contoh yang ada dilingkungan Saya adalah:
- Ketika mencari solusi dari permasalahan yg mungkin timbul dalam
keluarga, maka suara laki-laki lebih dominan untuk digunakan
sebagai pengambilan keputusan akhir.

Anda mungkin juga menyukai