Anda di halaman 1dari 2

Kasus Matsushita ( Membangun daya Saing Melalui Budaya Organisasi)

Berikut ini diberikan contoh kasus bagaimana Konosuke Matsushita, pendiri

(founder) Matsushita Electric Co ( National, Panasonic) membangun daya saing

global melalui budaya perusahaan.

Sejak awal berdirinya perusahaan, Matsushita telah mencanangkan arti pentingnya

manajemen perubahan yang tujuannya adalah untuk kesejahteraan, Ia mengatakan

bahwa misi suatu industri adalah membebaskan masyarakat dari kemiskinan dan

kesulitan kesulitan hidup, menjadi kemakmuran dan kesejahteraan.

Pada tahun 1930-an, perusahaannya nyaris bangkrut karena waktu itu terjadi

krisis ekonomi yang melanda dunaia. Matsushita langsung turun ke took-toko

elektronik bersama kepala pabriknya. Ia sendiri memberikan contoh, melayani para

pedagang dan penjaga penjaga took, membungkuk lebih dalam. Dari sana mereka

menjadi mengerti kenapa barang barang Matsushita sulit dijual. “ Selalu tempatkan

diri anda sebagai pelayan took dan rasakan apa yang mereka hadapi dengan hidup

pas-pasan, sederhana dan rendah hati” ujarnya.

Semenjak itu Matsushita yakin bahwa perubahan harus dimulai dengan

figure, kerja keras dan filosofi. Di kantor pusatnya ia memajang foto-foto Thomas

Edison, dan patungnya diletakan di taman depan. Di sana ada tulisan : “Edison,

kontributor besar dunia, rela menjual koran untuk menopang penelitian-

penelitiannya”.

Kala visi dan misi perusahaan belum dikenal di kalangon korporasi, Matsushita

sudah bekerja dengan falsafah perusahaan. Ia percaya bahwa perubahan tidak bisa

dilakukan secara gegabah oleh orang orang yang tidk mempunyai moral. Maka

falsafah tersebut (The seven principles) harus dimengerti dengan jelas. Sejak tahun

1935, ia sudah mewajibkan karyawannya membaca keras keras falsafah itu sebelum
mulai pekerjaanya. Ia sendiri yang menulis falsafah itu dalam bentuk cerita yang

ringkas. Anak anak muda yang baru luluas dan akan krja di pabrik pun diwjibkan

mengikuti pelatihan ini selama 4 jam setiap hari. Disana ia mengatakan karyawan

harus berorientasi bisnis dan bisnis tidak boleh merugi. Mencari untung adalah

kewajiban bagi masyarakat. Kita telah mengambil modal, orang dan matrial milik

masyarakat. Kalu tidak mendapat untung kita telah mengmbil hak mereka yang

seharusnya bisa mereka pakai, dan ini berarti criminal, katanya. Maka ia sangat

tidak mentoleransi kerugian dan pemborosan. Baginya keuntungan adalah sebuah

imbalan terhadap upaya upaya efisiensi dan penghematan.

Pada perang dunia II, Matsushita juga mengalami ujian berat, karena pabriknya

diminta pemerintah Jepang untuk membuat alat alat perang termasuk bayonet, kapal

laut dan pesawat tempur. Setelah perang usai kondisinya amat buruk.Itulah sebabnya

ia mengkompensasinya menjadi pejuang perdamaian. Saat itu (1946) ia membentuk

PHP Institute sebuah lembaga think-tank yang memperioritaskan kebahagiaan dan

kedamaian melalui kesejahteraan. Pada tahun 1979 ia mendirikan The Matsushita

Institute of Government and Management untuk memberikan inspirasi pada

pemimpin. Diperkirakan 10% alumninya sekarang berada pada parlemen dan

pemerintahan.

Tahun 1989, ia wafat dan dunia merasa kehilangan . Sepuluh tahun setelah

kepergiannya, Matsushita Electric Industrial Co. memiliki angka penjualan sebesar

US$ 64 miliar dan dan tetap menjadi pembuat consumer electric terbesar dunia.

Brand-brand yang dikuasai antara lain: PanasonicNational, Quasar,Technics dan

JVC.

Diskusikan: bagaimana Matsushita mengimplementasikan budaya organisasi dalam

membangun daya saingnya.

Anda mungkin juga menyukai