Anda di halaman 1dari 55

MAKALAH TUTORIAL BLOK RPS

CASE 7

“Cancer Cervix”

Disusun Oleh :

1. Chairunisa Widyaningrum 1910211014


2. Melinda Dwi Rahayu 1910211028
3. Adelia Sekar Maharani 1910211034
4. Raza Syahlevi Suwandri 1910211044
5. Nden Ajeng Tresnawati 1910211057
6. Tegar Wirayudha 1910211093
7. Yusuf Siauwijaya 1910211105
8. Fatma Athifa Hendrarto 1910211140
9. Dhiya Putri Aqilah Sandha 1910211147

Tutor : dr. apriliana Adyaksa, Sp.PD


KELAS TUTORIAL A2

PROGRAM STUDI S1 KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Tutorial
Kasus 7 Blok Reproductive System berjudul “Cancer Cervix”.

Makalah ini telah kami buat dengan sebaik-baiknya dalam rangka memenuhi tugas kami
untuk melaksanakan Ujian Akhir Semester (UAS). Makalah ini telah memuat materi kasus 7
beserta dengan learning progress. Kami juga berterima kasih kepada pembimbing tutorial A2 yang
telah membimbing kami selama kegiatan tutorial serta memberikan masukan dan saran demi
terwujudnya kegiatan tutorial yang baik.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan makalah
ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik yang membangun agar kami dapat menjadi lebih baik lagi di masa yang
akan datang nanti. Kami juga berharap agar makalah yang kami buat ini dapat memberikan
manfaat di masa yang akan datang.

Penyusun
LPR

LEARNING PROGRESS REPORT

Hari/Tanggal : Selasa, 31 Mei 2022 Nama Tutor : dr. Apriliana Adyaksa,SpPD


Kasus : Keganasan Grup : A2

TERMINOLOGI PROBLEM HIPOTESIS MEKANISME MORE INFO? I DON’T LEARNING ISSUE


KNOW
1. Coitus : KU : perdarahan 1. Servisitis kronis 1. Kedalaman BS
koitus/koi·tus/ post coitus 2. Infeksi HPV invasi 1. Anatomi dan
persetubuhan 3. Tumor pada tumor Histologi uterus
antara laki- RPS : serviks → (vaskularisasi)
laki dan RPD : Karsinoma 2. HPV & vaksin
perempuan; • Hasil pap serviks sel 3. OVC
4. CS : CA Serviks
hubungan smear 4 tahun skuamosa
5. Patof
seksual; lalu dengan keratin
6. Talak &
sanggama; menunjukkan stadium IB1 (ec pencegahan
2. Human servisitis kronik infeksi HPV), DD
Papilloma dan efek infeksi tidak metastasis 7. adenokarsinoma
Virus : HPV HPV (+) perdarahan post endometrial,
adalah virus RObstetri: koitus, usia 8. polip
yang • Aborsi 2 masih muda, endoservikal
menginfeksi kali ditemukan massa 9. mioma uterus
melalui RPK : pada bagian
penularan RPSos : portio, hasil
lewat • Menikah 2 kali biopsy
hubungan (pertama usia
seksual dan 14 tahun, kedua Diagnosis :
menyebabkan usia 18 tahun) Karsinoma sel
kutil kelamin • Dari skuamosa regio
serta kanker. pernikahan serviks dengan
3. Cervicitis : pertama tidak keratin stadium IB1
Servisitis pernah
adalah manggunakan DD :
sindrom klinis kontrasepsi adenokarsinoma
yang ditandai • Memiliki 4 endometrial, polip
dengan anak endoservikal,
peradangan chlamydia
terutama trachomatis
epitel Px Fisik :
kolumnar dari • Keadaan umum
endoserviks : tampak sehat
uterus • TTV normal
• Px Spekulum :
tumor berbatas
tegas diameter
1,5 cm, mudah
berdarah,
terlihat bagian
portio
• Tampak sedikit
perdarahan
• Px retrovaginal
: ukuran uterus
normal dan
parametria
bebas dari
infiltrasi tumor
• Biopsy diambil
dari masa
tumor

Hasil Biopsi :
keratinized
squamous cell
carcinoma of the
uterine cervix

Expertise of the
urologist:
No tumour is
visible in the
cystoscopy
Results of
radiology
examination:
Normal heart; lungs
are clear
Normal kidney and
urinary bladder
functions
Laboratory
findings:
Within normal
limits

Talak : histerektomi
dan
lymphadenectomy
pelvis bilateral
BASIC SCIENCE

ANATOMI HISTOLOGI DAN HISTOPATOLOGI


CERVIX
Bagian inferior uterus dan berbentuk seperti silinder yang lebar dan pendek panjang 2 – 3,5
cm kanalis servikalis: saluran tengah yang sempit normalnya corpus uteri melengkung ke
depan (anteflexi pada cervix uteri) cervix uteri membentuk sudut ke depan (anteversi) pada
vagina
Ektoserviks
Bagian dari serviks yang dapat dilihat dari dalam vagina selama pemeriksaan ginekologi.
Ektoserviks ditutupi oleh epitel skuamosa berwarna mengkilat dan merah muda pada
forniks kanan, kiri, depan dan belakang.
Endoserviks
Bagian serviks yang berada di dalam yang menutupi permukaan kanalis servikalis dan tidak
dapat dilihat selama pemeriksaan ginekologi.

Histopatologi Karsinoma Serviks


Ca seviks adalah Keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita yang berasal dari sel-
sel di zona transformasi (batas antaraektoserviks dan endoservik)
GEJALA KLINIS : Fluor albus, Perdarahan di luar haid, Dysparinea (rasa nyeri saat
coitus), Perdarahan setelah coitus, Disuria (nyeri saat miksi)
Karsinoma sel skuamosa serviks.
1. Invasi awal pada karsinoma sel skuamosa menunjukkan sarang invasif yang
menembus membran basal dari lesi intraepitel skuamosa bermutu tinggi.
2. Karsinoma sel skuamosa invasif

Mikroskopik :
Epitel Skuamosa hiperplastik & serbukan sel radang, Dibawahnya epitel tumbuh
bergenjel-genjel, Struktur asalnya telah hilang sehingga sulit dikenali, Sel epitel besar,
atipik, pleomorfik, hiperkromatik banyak mitosis
Karakteristik Histologi Cervix
• Ectocervix (exocervix): permukaan mukosa eksternal portio vaginalis
• Biasanya dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis non-keratinisasi
• Endoserviks (kanal endoserviks): saluran silindris berlapis mukosa yang mengarah
dari ektoserviks ke rongga rahim
• Biasanya dilapisi oleh satu lapis epitel kolumnar musinosa
• Os eksternal: pembukaan anatomi kanal endoserviks ke ektoserviks
• Merupakan batas inferior dari endoserviks
• Os internal: pelebaran anatomi kanal endoserviks saat membuka dan secara bertahap
bertransisi ke dalam rongga rahim
• Merupakan batas superior dari endoserviks dan aspek distal dari segmen
bawah Rahim
HUMAN PAPILLOMA VIRUS (HPV)
A. Definisi
Human papillomavirus (HPV) adalah virus DNA sirkular non-enveloped, double-
stranded, yang menyebabkan beberapa lesi epitel dan kanker. JPV dapat bermanifestasi
sebagai kutil kulit dan anogenital, yang tergantung pada sub tipenya, dapat berkembang
menjadi karsinoma

B. Struktur Genom

Genom HPV berupa DNA sirkuler rantai ganda berukuran antara 5748 bp – 8607 bp.
Genom HPV dibagi dalam 3 region yaitu Upstream Regulatory Region (URR), region protein
awal (the early region), dan region akhir (the late region). Region URR merupakan 15 %
keseluruhan genom HPV dan terdiri atas enhancer element dan promoter. Promoter berperan
sebagai origin of replication (ORF) virus yang berfungsi sebagai tempat pengikatan faktor
transkripsi seluler. Region ini berada di antara L1 dan E6 ORF. Enhancer element berperan
sebagai faktor penguat proses replikasi dan transkripsi. Region awal terdapat sebanyak 45 %
dari keseluruhan genom dan terdiri dari 6 ORF, mengkode protein – protein non-struktural
yang berfungsi untuk mengontrol replikasi DNA dan menginduksi transformasi keganasan
dari sel inang. Region terakhir yang disebut dengan Late Region (LR) terdapat sebanyak 40
% dari keseluruhan genom dan terdiri atas dua gen yang mengkode protein struktural dari
kapsid. Gen yang pertama yaitu L1, yang dikode menjadi protein yang berukuran sekitar
54.000 dalton dan hampir sama ukuran dan susunan asam amino pada tiap jenis virus HPV
(highly conserved). Sedangkan gen yang kedua yaitu L2, dikode menjadi protein yang
berukuran lebih kecil dan spesifik untuk tiap tipe HPV. Gen L1 bersifat sangat imunogenik
sehingga keberadaan antibodI L1 dalam serum pasien digunakan untuk sistem diagnostik.

C. Morfologi
Human Papillomavirus (HPV) merupakan virus DNA untai ganda yang memiliki
7900 bp, tidak ber-envelop, dan merupakan famili papilomaviridae. Genom HPV terdiri dari
8 open reading frame yaitu 6 early genes dan 2 late genes. Dari 16 genus yang dimiliki famili
papilomaviridae, 5 genus diantaranya menginfeksi manusia yaitu Alphapapillomavirus,
Betapapillomavirus, Gammapapillomavirus, Mupapillomaviurs dan Nupapillomavirus.
Human Papillomavirus yang paling sering ditemukan pada pasien berada dalam genus
Alphapapillomavirus.
Human papillomavirus (HPV) merupakan virus DNA non-envelop yang relatif kecil
dengan ukuran sekitar 8000 bp dan manusia merupakan satu-satunya inang bagi virus ini.
Genom HPV diselubungi oleh kapsid ikosahedral (T=7) dengan diameter 55nm, hanya
mengkode 8 gen (8 ORFs), yaitu 6 gen pada Early gen (ER) dan 2 gen pada Late gen (LR).
Early Region (ER), berisi gen yang mengkode protein non-struktur. Early region (ER)
mengkode protein untuk bentuk virus atau proses replikasi, transkripsi virus dan regulasi gen
virus serta bersifat onkogen. Early gen terbentuk dalam beberapa protein gen seperti: E1, E2,
E4, E5, E6 dan E7. Late Region (LR), berisi gen yang mengkode protein pembentukan kapsid
virus serta mengkode struktur protein. Late Region terbentuk dalam dua protein gen yaitu L1
dan L2 yang dikenal sebagai kapsid mayor (protein L1) dan kapsid minor (protein L2).
Genom virus ini terdiri atas lingkaran episomes double-stranded dengan lebih kurang 8000
pasang pasangan basa. Walaupun jumlah gen yang dimiliki terbatas karena ukuran genomnya
yang kecil, namun jumlah encodeproteins di dalamnya jauh lebih besar sesuai dengan
ekspresi gen HPV yang melibatkan banyak promoter dan memiliki jalur kompleks untuk
saling menyambung.
Human Papillomavirus memiliki 6 gen pada Early Region (ER) dan 2 gen pada Late
Region (LR ), dan pada LR terbentuk dalam protein L1 dan L2. Protein kapsid mayor L1
merupakan protein dengan ukuran 55 kD yang memiliki kemampuan untuk membentuk diri
menjadi virus like particle (VLP). Protein L1 berfungsi sebagai perantara reaksi antara virus
dan Tissue specific heparin sulfate proteoglycan (HSPG) pada matriks ekstraseluler pada saat
infeksi awal HPV.10 Evaluasi imunohistokimia dari protein L1 HPV berpotensi prognostik
pada pasien yang terinfeksi HPV. Sedikit atau hilangnya ekspresi dari protein L1 merupakan
pertanda akan berlanjutnya proses hingga menjadi karsinoma invasif, sedangkan ekspresi dari
protein L1 merupakan pertanda bahwa lesi akan cenderung regresi dan beresiko rendah untuk
menjadi karsinoma invasif. Hal ini sesuai dengan siklus hidup virus dimana L1 akan
mengenkapsulasi genom virus dalam nukleus saat fase replikasi, membentuk progeni virus
yang dapat menginisisasi infeksi. Kemudian diikuti oleh fase transformasi dimana terjadi
integrasi antara genom virus dan sel pejamu. Beberapa assay yang berbeda telah dicoba untuk
mendeteksi respon imun humoral yang spesifik terhadap protein kapsid L1.
Protein kapsid mayor L1 merupakan target protein bagi respon imun humoral dan
berguna sebagai penanda untuk infeksi aktif HPV HPV. L1 dapat berubah sendiri menjadi
VLP yang bersifat imunogenik dan merangsang reaksi antibodi. Partikel HPV mengandung
protein L2 dengan jumlah yang bervariasi, yang tidak sepenuhnya terekspos pada permukaan
virus, berbeda dengan asam amino dan protein N-terminal 120 yang dimilikinya.15,16
Selama proses infeksi, protein L2 akan tersedia untuk proses pengikatan/peleburan ke dalam
matriks ekstraseluler, lalu kemudian ia akan dibelah oleh purin.
Genom virus juga mengatur enkoding protein yang menstimulasi cell cycle entry dan
proliferasi sel, sama halnya dengan protein yang memediasi genom virus untuk bereplikasi,
pemasangan virus, dan kemungkinan juga efektif dalam pelepasan dan transmisi virus.
Meskipun mayoritas dari gen tersebut sudah disimpan dalam early-region virus, produk gen
L2 juga mempunyai kunci immediateearly functions dalam pengiriman genom virus di dalam
sel dan juga berperan dalam mengatur penyusunan genom yang tepat.

D. Klasifikasi
Klasifikasi HPV dilakukan berdasarkan pada tingkat homogenitas DNA. International
Committee on the Taxonomy of Viruses (ICTV) mengelompokkan Papillomavirus ke dalam
keluarga Papillomaviridae (awalnya Papillomavirus bersama Poliomavirus masuk dalam
family yang sama). Famili Papillomaviridae dibagi lagi menjadi 2 subfamili dengan lebih dari
50 genus. Akan tetapi, hanya 5 genus yang berhubungan dengan infeksi pada manusia yaitu
Alphapapilloma virus, Betapapilloma virus, Gammapapillomavirus, Mupapillomavirus, dan
Nupapillomavirus. Namun yang paling sering ditemukan pada pasien adalah genus
Alphapapillomavirus.

HPV juga dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat keganasan yang ditimbulkan


pada sel pejamu. Ada tiga kelompok HPV berdasarkan tingkat keganasannya yaitu LR-HPV,
pHR-HPV, and HR-HPV

E. Siklus hidup
Nis nonton ini dah https://www.youtube.com/watch?v=AZOnAuElJHk
- Dimulai dengan terpaparnya virus pada sel penjamu akibat adanya luka atau
lesi pada lapisan epitel sel penjamu
- Virus akan melekat pada sel penjamu melalui reseptor di lapisan basal epitel
→ reseptor primer Syndecan-1 (isotip Heparan Sulfat Proteoglycans
(HSPGs))
- HPV akan memodifikasi kapsid dan berikatan dengan reseptor sekunder →
kelompok integrin
- Ikatan terbentuk → sinyal kepada enjamu → endositosis virus dengan diawali
terbentuknya lekukan pada plasma membran di sekitar tempat melekatnya
virus
- Lekukan → vesikel melingkupi virus → uncoating dengan menghilangkan
ikatan intracapsomer sulfide → kapsid terbuka → DNA virus keluar →
mengikat mikrofilamen melalui interaksi region L2 (untuk transportasi)
- Genom HPV akan masuk ke nukleus dan mengaktifkan cascade ekspresi gen
virus
- Virus mengekspresikan protein E1 dan E2 → E2 berikatan dengan viral origin
od replication → memberikan signal pada protein E1 helikase untuk
memisahkan untai ganda DNA dan membentuk kompleks replikasi →
replikasi DNA
- Partikel DNA bersama dengan protein virus kan dirakit membentuk partikel
infeksius. L2 berperan membungkus genom virus, L1 berperan membentuk
kapsid ikosahedral pada bagian luar virus
- HPV eksositosis untuk menginfeksi sel lain

F. Penyakit
1. Kanker serviks
Kanker serviks merupakan penyakit yang paling keterkaitan dengan
HPV terutama HPV tipe 16, 18, 31, dan 45. Dimana pada HPV tipe 16 dan 18
memiliki risiko lebih tinggi karena berperan dalam pengembangan yang
mengakibatkan neoplasia intraepitel serviks dan invasif kanker serviks.
Kanker serviks merupakan kanker yang sering dijumpai pada wanita dan
merupakan penyebab kematian. Pasien seringkali asimtomatik pada awal,
namun dapat menimbulkan keluhan berupa perdarahan pervaginam, nyeri
pelvis atau dispareunia seiring pertumbuhan tumor dan invasi ke jaringan
sekitar.
2. Kondiloma Akuminata
Kondiloma akuminata atau biasa disebut sebagai kutil kelamin yang
diakibatkan infeksi HPV tipe 6 dan tipe 11. Kondiloma diakibatkan karena
gesekan saat hubungan seksual atau pakaian dengan risiko berupa infeksi
sekunder. Biasanya terjadi 2-3 bulan terjadinya infeksi HPV pada daerah
anogenital selama koitus sebagai papul atau lesi bertangkai, dengan papilla
granular pada permukaan. Angka kekambuhan pada penyakit ini cukup tinggi,
yakni mencapai 30%. Masa inkubasi bervariasi, biasanya 3 minggu hingga 8
bulan, namun dapat mencapai hingga 18 bulan.
Penyakit ini sering multifokal dan dapat meluas ke rektum, uretra,
vagina, dan serviks. Gejala yang ditimbulkan biasanya pruritus, rasa terbakar
ringan, perdarahan, atau iritasi di samping stres psikologis, kecemasan dan
rasa malu.

Terdapat 4 tipe morfologis kondiloma:


a. Akuminata: penampakan klinis menyerupai kembang kol
b. Papular: Papul berbentuk kubah, sewarna daging dengan diameter 1-4
mm
c. Papul keratorik: menyerupai veruka vulgaris atau keratosis seboroik
d. Papu datar: menyerupai veruka plana

3. Giant Kondiloma Akuminata


Dikenal sebagai Buschke-Lowenstein Tumor (BLT) yang memiliki
gambaran histologi jinak, tidak bermetastase, namun memiliki potensi
pertumbuhan ekspansif dan invasif. Insidensi sekitar 0,1%, terutama mengenai
laki-laki usia pertengahan.
4. Kanker Vulva dan Vagina
Kanker ini banyak dijumpai akibat HPV tipe 16. Gejala yang dirasakan
biasanya asimptomatik, namun tidak jarang gejala yang dirasakan tidak
spesifik seperti pruritus, nyeri, ulserasi, dan disuria. Insidensi dan prevalensi
meningkat pada wanita dengan HIV, mengonsumsi imunosupresan,
pengobatan autoimun kronis.
Gambaran histopatologis berupa lesi yang meninggi, asimetris, batas
tegas, bervariasi dari plak eritema hingga putih, veruka, polipoid, atau lesi
papul dengan atau pigmen.
5. Kanker Penis
Neoplasia intraepitelial penis memiliki manifestasi klinis yang bervariasi,
meliputi bowenoid papulosis, Eritroplasia of Queyrat serta penyakit Bowen.
Laki-laki dengan HIV positif memiliki peningkatan risiko sebesar dua hingga
tiga kali lipat mengalami kanker penis jika dibandingkan dengan pasien 16
HIV negatif.
6. Kanker Anus
HPV dihubungkan pula dengan sekitar 90% dari keganasan anus
jenis sel skuamosa dengan HPV tipe 16. Prevalensi 1,5% dari seluruh
kanker traktus gastrointestinal. Banyak dijumpai pada pasien HIV,
terutama pada laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki.
7. Respiratory Papillomatosis Berulang
Infeksi HPV tipe 6 dan tipe 11 dapat menyebabkan papillomatosis
respiratori yang berulang. Penyakit ini ditandai dengan timbulnya papilloma
pada daerah laring yang timbul pada usia muda namun prevalensi jarang.
G. Pencegahan : Vaksin
Terapi yang dilakukan pada penyakit yang disebabkan oleh HPV ada beberapa
pilihan terapi yang tersedia:
1. Pengobatan yang diaplikasikan oleh penderita, seperti imiquimod, gel
podofiloks, salep polifenon E, kalium hidroksida dan sidofovir topikal.
2. Pengobatan yang diaplikasikan oleh tenaga kesehatan, termasuk bedah beku,
bedah eksisi, laser, interferon intralesi, asam trikloroasetat, dan sidofovir
intralesi.
Pencegahan penyebaran penyakit kanker serviks akan efektif dengan
memberikan vaksin Human Papilloma Virus (HPV) bagi kaum remaja putri. Hasil
penelitian selama 14 tahun menyatakan setelah mendapatkan vaksinasi HPV penerima
vaksin terproteksi 100% jika diberikan sebanyak 2 kali pada kelompok umur
perempuan yang belum terpapar infeksi HPV yaitu pada usia perempuan 9-13 tahun
(Depkes, 2016).
Vaksin secara umum merupakan usaha untuk mencegah penyakit-penyakit
infeksi secara murah dan efektif. Karakteristik respons imunitas terhadap infeksi HPV
pada genitalia adalah terjadinya imunitas sel-lokal yang termediasi (CMI, cell-
mediated immunity), terjadinya regresi dari lesi dan proteksi terhadap infeksi HPV
tipe yang sama. Human papillomavirus Virus-Like Particles (HPV VLP) dapat
dihasilkan dengan melakukan sintesa dan dibuat secara in vitro dengan menggunakan
protein kapsid virus L1, yang secara morfologis dan antigenik identik dengan virion
virus asli, sehingga dengan menggunakan kemampuan teknologi ini dapat diproduksi
vaksin HPV.
Saat ini terdapat 2 vaksin yang sudah dikembangkan secara komersial:
1. Cervarix
Vaksin ini adalah vaksin bivalen HPV 16/18 yang dikembangkan oleh
GlaxoSmithKline. Protein L1 dari tipe-tipe HPV diekspresikan melalui sebuah
vektor, VLP dari tiap tipe HPV diproduksi terpisah untuk kemudian dilakukan
penggabungan. Cara pemberian → IM 0,5 ml pada bulan ke 0, 1, dan 6.
2. Gardasil’ae
Vaksin kuadrivalesn L1 HPV 16/18/6/11 yang dikembangkan oleh Merck dan
Co.Inc. Protein L1 dari tiap-tiap tipe HOV diekspresikan melalui sebuah vektor
sehingga dihasilkan VLP. Cara pemberian → IM 0,5 ml pada bulan 0, 2, dan 6.
Vaksin untuk HPV 16 dan 18 memberikan proteksi 94% terhadap HPV tipe
45, dan 54% terhadap HPV tipe 31. Vaksinasi yang diberikan bersifat preventif
dimana dilakukan sebelum terpapar virus papiloma sebagai pencegahan primer.
Vaksin HPV sebaiknya diberikan sebelum kontak seksual pertama kali atau sebelum
wanita terpapar HPV. Vaksin HPV bermanfaat untuk mencegah penyakit pada wanita
yang belum terinfeksi oleh virus HPV. Meskipun demikian wanita yang aktif secara
seksual juga dapat melakukan vaksinasi HPV, tetapi dengan keuntungan yang lebih
sedikit dibandingkan dengan wanita yang belum aktif secara seksual (Carter, 2007).
Di Indonesia sendiri, dikutip dari sehatnegriku.kemkes.go.id, Kemenkes tahun
ini menambah imunisasi wajib dan akan dimulai secara rutin, yani dari 11 vaksin
menjadi 14 vaksin, dimana masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya untuk
mendapatkan vaksin tersebut. Dimana 3 imunisasi yang ditambahkan yakni
Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV), vaksin Rotavirus, dan vaksin Human
Papilloma Virus (HPV). Misalnya untuk vaksin HPV diwajibkan kepada anak
perempuan kelas 5 dan 6 SD.
Ringkasan edukasi mengenai vaksin HPV yang ditujukan untuk remaja putri
(usia 10 tahun → cenderung belum melakukan hubungan seksual aktif)i:
1. Pengertian vaksinasi HPV merupakan salah satu upaya pencegahan
primer untuk melindungi wanita dari kanker serviks yang disebabkan
oleh HPV.
2. Manfaat vaksinasi HPV untuk perlindungan sebesar 89% terhadap
kanker serviks dan bekerja ganda melindungi wanita dari ancaman
HPV tipe 6 dan 11 yang merupakan penyebab 90% kutil kelamin.
3. Indikasi melakukan vaksinasi HPV adalah perempuan dengan usia
edeal 9 sampai 26 tahun yang belum atau tidak terinfeksi HPV tipe 16
dan 18. Kontraindikasi vaksinasi HPV yaitu vaksinasi belum
direkomendasikan untuk wanita hamil.
4. Waktu dan cara pemberian Vaksinasi HPV yaitu secara IM 0,5 ml.
Interval waktu penyuntikan siswi SD dilakukan sebanyak 2 kali
penyuntikan yaitu bulan ke-0 dan bulan ke-12 (interval vaksinasi
pertama dan kedua dalam 1 tahun).
5. Efek samping vaksinasi HPV yaitu paling sering dikeluhkan adalah
nyeri, bengkak serta kemerahan di tempat penyuntikan dan kadang
disertai demam.

CLINICAL SCIENCE
OVERVIEW CASE 7
Ny. Kanserina (32 Tahun)
KU : Perdarahan post coitos → perdarahan yang terjadi setelah berhubungan seksual dan
tidak berkaitan dengan menstruasi. Etiologi yang mungkin menjadi penyebabnya ialah
keganasan, infeksi (temasuk IMS), polip serviks, polip vagina, trauma dan vaginitis kronik.
RPD
• Hasil Pap Smear 4 tahun yang lalu menunjukkan servisitis kronik dan infeksi HPV
→ riwayat infeksi dapat menjadi etiologi dari penyakit pasien. Pada riwayat pasien yang
mengalami HPV akan merangsang perilaku sel epitel serviks.

RPSos
• Sudah menikah 2 kali → memiliki 4 anak
• Pernikahan pertama (14 tahun) : 1 anak → semakin muda usia melakukan hubungan
seksual pertama kali memengaruhi besarnya risiko terjadinya kanker serviks.
• Pernikahan kedua (18 tahun) : 1 putra, 2 putri →
→ factor ekstrinsik penyakit ca serviks adalah usia amat muda (kurang dari 16 tahun), semakin
muda usia pertama kali hamil atau < 18 tahun maka usia pertama kali berhubungan seksual
juga semakin muda sehingga serviks lebih mudah terpapar HPV. Umumnya pada
multigravida yang pernah melahirkan 4 kali atau lebih
• Tidak memakai kontrasepsi → Tidak memakai kontrasepsi bisa menjadi faktor resiko
pasien memiliki riwayat adanya servisitis kronik dan adanya infeksi hpv Yang dimana
salah satu kontrasepsi seperti kondom bisa mencegah dari adanya infeksi
Lalu, tidak memakai kontrasepsi juga bisa menjadi faktor resiko pasien memiliki anak lebih
dari 1 atau multigravida
RIW. OBSTETRI
• Mengalami 2 kali aborsi → wanita yang pernah memiliki riwayat abortus memiliki
peningkatan risiko kanker serviks dikarenakan terjadi perlukaan pada uterus dan serviks.

HIPOTESIS
1. Ca Serviks
- Perdarahan post coitus, riwayat servisitis, HPV, koitus pertama kali pada saat usia
muda, multigravida pernah melahirkan 4 anak, riwayar abortus.
2. Polip Serviks
- Adanya pendarahan pasca senggama, biasanya terjadi pada usia 30-50 tahun Pada px
ditemukan tumor berbatas tegas dengan diameter 1,5cm
3. Mioma Uterus
- Perdarahan post coitus, usia >30 tahun. Hub seksual usia muda

PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan Umum : Tampak sehat
• TTV : Normal

Px. Spekulum
- Tumor berbatas tegas diameter 1,5 cm, mudah berdarah, terlihat bagian portio →
menandakan adanya massa karena pertumbuhan sel yang abnormal. Diduga massa berasal
dari portio sehingga menguatkan Ca Serviks
- Tampak sedikit perdarahan
Px. Retrovaginal
- Ukuran uterus normal dan parametria bebas dari infiltrasi tumor → Ca serviks belum
sampai stadium II, karena pada stadium II tumor sudah menginvasi di luar uterus.
Biopsy diambil dari massa tumor

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan histopatologi pada spesimen biopsy :
- Cluster sel tumor yang masih mempertahankan arsitektur sel skuamosa terlihat
dengan invasi ke lapisan subepitel. Produksi keratin terlihat
- Kesimpulan : Karsinoma sel skuamosa berkeratin pada serviks uteri
• 85% jenis histopatologi pada Ca Serviks adalah karsinoma sel skuamosa (menguatkan
Ca Serviks)
• Menguatkan Ca serviks stadium I → karena terbatas pada serviks
• Melemahkan Polip Serviks → karena karsinoma merupakan keganasan sementara
polip adalah tumor jinak

Urologi
- Tidak ada tumor yang tampak pada cystoscopy → tidak adanya obstruksi karena tumor

Radiologi :
- Jantung normal, Paru-Paru bersih → tujuannya untuk melihat perluasan
penyakit/metastasis. Namun hasilnya tidak metastasis ke jantung maupun paru.
- Fungsi ginjal dan kandung kemih normal → tidak adanya obstruksi karena tumor dan
metastasis pada ginjal dan kandung kemih.

Laboratorium
- Dalam batas normal
DIAGNOSIS
Ca Serviks Stadium IB → Perdarahan post coitus, riwayat servisitis, HPV, koitus pertama
kali pada saat usia muda, multigravida pernah melahirkan 4 anak, riwayar abortus, pada px
ditemukan adanya karsinoma sel skuamosa dengan keratin pada serviks uteri. Belum ada
metastasis, belum menyebar ke luar serviks. Pada px histopatologi tumor sudah invansif ke sub
epitel layer. Karena belum ada invasive ke vagina dan parametrium

TATA LAKSANA
Dilakukan Histerektomi Radikal dengan Limfadenoktomi Pelvis Bilateral 5 hari lalu
→ tatalaksana tsb sesuai dengan indikasi dimana Stadium IB sampai stadium IIA :
Histerektomia Radikal dan Limfadenektomia Pelvis dan Para-Aorta. Dan juga Histerektomi
radikal mempunyai mortalitas kurang dari 1%
Hasil Histopatologi Spesimen
- Karsinoma sel skuamosa serviks uteri berdiferensiasi baik. Vagina dan margin bedah
parametrial bebas dari infiltrasi sel tumor. Tidak ada metastasis di KGB panggul atau
invasi pembuluh getang bening ditemukan.
Pasien mengunjungi klinik 2 minggu kemudian setelah keluar dari RS. Kondisinya baik, tidak
ditemukan kelainan yang serius.

KANKER SERVIKS
1. Pengertian kanker serviks

Kanker serviks adalah kanker dengan angka kejadian nomor empat

terbanyak yang terjadi pada wanita diseluruh dunia dan kanker yang paling sering

pada negara berpenghasilan rendah (Mustafa dkk, 2016). Kanker serviks

merupakan suatu keganasan yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan sel-sel

epitel serviks yang tidak terkontrol (Mirayashi, 2013). Menurut Setiawati (2014)

kanker serviks 99,7% disebabkan oleh Human Papiloma Virus (HPV) onkogenik

yang menyerang rahim. Kanker serviks merupakan tumor ganas yang tumbuh di

dalam leher rahim (serviks), yaitu bagian terendah dari rahim yang menempel pada

puncak vagina (Hartati dkk., 2014). Berdasarkan pemaparan tersebut kanker serviks

atau yang dikenal juga dengan sebutan kanker leher rahim merupakan kanker ganas

yang tumbuh dileher rahim yang disebabkan oleh Human Papiloma Virus.

2. Etiologi

Penyebab utama kanker serviks adalah Human Papilloma Virus (HPV).

Lebih dari 90% kanker leher rahim adalah jenis skuamosa yang mengandung DNA

virus Human Papilloma Virus (HPV) dan 50% kanker servik berhubungan dengan

Human Papilloma Virus tipe 16. Virus HPV dapat menyebar melalui hubungan

seksual terutama pada hubungan seksual yang tidak aman. Virus HPV menyerang

selaput pada mulut dan kerongkongan serta anus dan akan menyebabkan

terbentunya sel-sel pra-kanker dalam jangka waktu yang panjang (Ridayani, 2016).

8
Virus HPV akan menempel pada reseptor permukaan sel dengan perantara

virus attachment yang tersebar pada permukaan virus. HPV yang menempel pada

reseptor permukaan sel akan melakukan penetrasi, adanya luka mempermudah

virus memasuki sel. Virus masuk dan mengeluarkan genom setelah itu kapsid

dihancurkan. Setelah virus masuk ke dalam inti sel, virus melakukan transkripsi

dengan DNA-nya berubah menjadi MRNA (Yanti, 2013).

Mekanisme terjadinya kanker serviks berhubungan dengan siklus sel yang

diekspresikan oleh HPV. Protein utama yang terkait dengan karsinogen adalah E6

dan E7. Bentuk genom HPV sirkuler jika terintegrasi akan menjadi linier dan

terpotong diantara gen E2 dan E1. Integrasi antara genom HPV dengan DNA

manusia menyebabkan gen E2 tidak berfungsi sehingga akan merangsang E6

berikatan dengan p53 dan E7 berikatan dengan pRb (Yanti, 2013).

Ikatan antara protein E6 dan gen p53 akan menyebabkan p53 tidak berfungsi

sebagai gen supresi tumor yang bekerja di fase G1. Gen p53 akan menghentikan

siklus sel di fase G1 dengan tujuan penghentian siklus sel yaitu agar sel dapat

memperbaiki kerusakan sebelum berlanjut ke fase S. Mekanisme kerja p53 adalah

dengan menghambat kompleks cdk-cyclin yang akan merangsang sel memasuki

fase selanjutnya jika E6 berikatan dengan p53 maka sel terus bekerja sehingga sel

akan terus membelah dan menjadi abnormal (Yanti, 2013).

Protein retinoblastoma (pRb) dan gen lain yang menyerupai pRb (p130 dan

p107) berfungsi mengkontrol ekspresi sel yang diperantarai oleh E2F. Ikatan pRb

dengan E2F akan menghambat gen yang mengatur sel keluar dari fase G1, jika pRb

berikatan dengan protein E7 dari HPV maka E2F tidak terikat sehingga

9
menstimulasi proliferasi sel yang melebihi batas normal sehingga sel tersebut

menjadi sel karsinoma (Yanti, 2013).

3. Manifestasi klinis

Pada tahap awal dan pra kanker biasanya tidak akan mengalami gejala.

Gejala akan muncul setelah kanker menjadi kanker invasif. Secara umum gejala

kanker serviks yang sering timbul (Malehere, 2019) adalah :

a. Perdarahan pervagina abnormal

Perdarahan dapat terjadi setelah berhubungan seks, perdarahan setelah

menopause, perdarahan dan bercak diantara periode menstruasi, dan periode

menstruasi yang lebih lama atau lebih banyak dari biasanya serta perdarahan setelah

douching atau setelah pemeriksaan panggul.

b. Keputihan

Cairan yang keluar mungkin mengandung darah, berbau busuk dan mungkin

terjadi antara periode menstruasi atau setelah menopause.

c. Nyeri panggul

Nyeri panggul saat berhubungan seks atau saat pemeriksaan panggul.

d. Trias

Berupa back pain, oedema tungkai dan gagal ginjal merupakan tanda kanker

serviks tahap lanjut dengan keterlibatan dinding panggul yang luas.

4. Faktor risiko

Predisposisi adalah kondisi yang memicu munculnya kanker. Faktor- faktor

yang bisa memicu terjadinya kanker serviks antara lain:

10
a. Perilaku seksual

Risiko terkena kanker serviks akan meningkat apabila seorang perempuan

memiliki mitra seksual multipel atau sama saja ketika pasangannya memiliki mitra

seksual multipel. Selain itu akan sangat berisiko apabila pasangan mengidap

kondiloma akuminata (Kurniawati, 2018) .

b. Aktivitas seksual dini

Umur pertama kali hubungan seksual merupakan salah satu faktor yang

cukup penting. Perempuan yang melakukan hubungan seksual sebelum usia 16

tahun mempunyai risiko lebih tinggi karena pada usia itu epitel atau lapisan dinding

vagina dan serviks belum terbentuk sempurna jika melakukan hubungan seksual

pada usia tersebut maka akan sangat mudah terjadi lesi atau luka mikro yang akan

menyebabkan terjadi infeksi salah satunya oleh virus HPV yang merupakan

penyebab kanker serviks (Meihartati, 2017).

c. Smegma

Smegma adalah substansi berlemak. Smegma biasanya terdapat pada

lekukan kepala kemaluan laki-laki yang tidak disunat. Sebenarnya smegma adalah

secret alami yang dihasilkan kelenjar sabeceous pada kulit penis. Namun ternyata

hal ini berkaitan dengan meningkatnya resiko seorang laki-laki sebagai pembawa

dan penular virus HPV (Kurniawati, 2018).

d. Perempuan yang merokok

Rokok terbuat dari tembakau dan seperti yang kita ketahui bahwa didalam

tembakau terdapat zat-zat yang bersifat sebagai pemicu kanker baik yang dihisap

maupun dikunyah. Asap rokok menghasilkan Polycyclic aromatic hydrocarbons

heterocyclic amine yang mutagen dan sangat karsinogen, sedangkan jika dikunyah

11
menghasilkan netrosamine. Bahan karsinogenik spesifik dari tembakau dijumpai

dalam lendir serviks wanita perokok. Bahan ini dapat merusak DNA sel epitel

skuamosa dan bersama dengan infeksi HPV mencetuskan transformasi maligna

(Meihartati, 2017).

e. Paritas

Perempuan dengan paritas yang tinggi memiliki risiko terkena kanker

serviks lebih tinggi. Hal ini terjadi karena ibu dengan paritas tinggi akan mengalami

lebih banyak resiko morbiditas dan mortalita. Hal ini dipengaruhi oleh menurunnya

fungsi organ-organ reproduksi yang memudahkan timbulnya komplikasi

(Handayani dan Mayrita, 2018).

f. Tingkat sosial ekonomi

Tingkat sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan dengan asupan gizi

serta status imunitas (Kurniawati, 2018).

g. Pengguna obat imunosupresan atau penekan kekebalan tubuh

HIV (Human Immunodeficiensy Virus) merupakan virus penyebab Acquired

Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) yang menyebabkan sistem imun tubuh

menurun dan membuat perempuan berisiko tinggi terinfeksi HPV. Pada wanita

dengan HIV, pra-kanker serviks mungkin akan berkembang menginvasi dengan

cepat untuk menjadi kanker dari pada normalnya. Pengguna obat imunosupresan

atau penekan kekebalan tubuh atau pasca transplantasi organ merupakan faktor

risiko juga (Yanti, 2013).

12
h. Riwayat terpapar infeksi menular seksual (IMS)

Human Papilloma Virus (HPV) bisa ikut tertularkan bersamaan dengan

penyebab penyakit kelamin lainnya saat terjadi hubungan kelamin (Kurniawati,

2018).

i. Pengunaan kontrasepsi hormonal

Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu yang panjang (5 tahun

atau lebih) akan meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada perempuan

yang terinfeksi HPV, jika penggunaan obat oral kontrasepsi dihentikan maka risiko

akan turun pula (Yanti, 2013).

j. Kontrasepsi barier

Penggunaan metode barier (kondom) akan menurunkan risiko kanker

serviks. Hal ini disebabkan karena adanya perlindungan serviks dari kontak

langsung bahan karsinogen dari cairan semen (Yanti, 2013).

5. Patofisiologi

Perjalanan secara singkat kanker serviks dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1. Patofisiologi Kanker Serviks


Sumber: Malhere, 2019

13
Perkembangan kanker serviks dimulai dari neoplasia intraepitel serviks

(NIS) 1, NIS 2, NIS 3 atau karsinoma in situ (KIS) pada lapisan epitel serviks dan

setelah menembus membran basalis akan menjadi karsinoma mikroinvasif dan

invasif (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

6. Stadium
Stadium kanker serviks yang digunakan adalah menurut The International

Federation Of Gynecology and Obstetrics (FIGO) (Malehere, 2019) dapat dilihat

pada berikut.

Tabel 1
Stadium Kanker
Serviks

Stadium Deskripsi
I Karsinoma benar-benar terbatas pada serviks (tanpa bisa mengenali
ekstensi ke korpus uteri).
IA Karsinoma invasive yang hanya diidentifikasi secara mikroskopis.
Kedalaman invasi maksimun 5 mm dan tidak lebih lebar dari 7 mm
IA1 Invasi stroma sedalam ≤ 3 mm dan seluas ≤ 7 mm
IA2 Invasi stroma sedalam > 3 mm namun < 5 mm dan seluas > 7 mm
IB Lesi klinis terbatas pada serviks, atau lesi praklinis lebih besar dari
stadium IA.
IB1 Lesi klinis berukuran ≤ 4 cm
IB2 Lesi klinis berukuran > 4 cm
II Karsinoma meluas di luar Rahim, tetapi tidak meluas ke dinding
panggul atau sepertiga bagian bawah vagina.
IIA Keterlibatan hingga 2/3 bagian atas vagina. tidak ada keterlibatan
parametrium
IIA1 Lesi yang terlihat secara klinis ≤ 4 cm
IIA2 Lesi klinis terlihat > 4 cm
IIB Nampak invasi ke parametrium

14
Stadium Deskripsi
III Tumor meluas ke dinding samping pelvis. Pada pemeriksaan dubur,
tidak ada ruang bebas antara tumor dan dinding samping pelvis.
III A Tumor melibatkan sepertiga bawah vagina, tanpa ekstensi ke dinding
samping pelvis
III B Perluasan ke dinding samping pelvis atau hidronefrosis atau ginjal
yang tidak berfungsi
IV Karsinoma telah meluas ke pelvis yang sebenarnya atau secara klinis
melibatkan mukosa kandung kemih dan atau rectum
IVA Menyebar ke organ panggul yang berdekatan
IV B Menyebar ke organ yang jauh

Sumber: Malehere, 2019

7. Pencegahan
Kanker serviks 100% dapat dicegah dengan vaksinasi HPV, menggunakan

kondom, menghindari konsumsi tembakau, serta deteksi dini dan pengobatan lesi

pra kanker (Malehere, 2019). Upaya pencegahan kanker serviks dibagi atas

pencegahan primer, sekunder dan tersier yang meliputi:

a. Pencegahan primer

Pencegahan primer yang dilakukan melalui vaksinasi Human Papilloma

Virus (HPV) untuk mencegah infeksi HPV dan pengendalian faktor resiko.

Pengendalian faktor resiko dengan menghindari rokok, tidak melakukan hubungan

seks dengan berganti-ganti pasangan, tidak menggunakan kontrasepsi oral jangka

panjang >5 tahun, serta menjalani diet sehat (Malehere, 2019).

b. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder melalui deteksi dini prekursor kanker serviks dengan

tujuan memperlambat atau menghentikan kanker pada stadium awal (Kemenkes,

15
2016). Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan tes DNA HPV, Inspeksi

Visual Asam Asetat (IVA), tes pap smear, pemeriksaan sitology, colposcopy dan

biopsy. Pemeriksaan IVA direkomendasikan untuk daerah dengan sumber daya

rendah dan diikuti dengan cryotherapy untuk hasil IVA positif (Malehere, 2019).

c. Pencegahan tersier

Pencegahan tersier dilakukan melalui perawatan paliatif dan rehabilitatif di

unit pelayanan kesehatan yang menangani kanker serta pembentukan kelompok

survival kanker di masyarakat (Kemenkes, 2016).

B. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

1. Definisi inspeksi visual asam asetat (IVA)

Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) adalah sebuah tes visual yang dilakukan

menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 3-5%) dan larutan iodoium lugol pada

serviks dan melihat perubahan warna putih yang terjadi setelah olesan

(Septianingrum, 2017). Menurut Primawasti (2015) Inspeksi Visual Asam Asetat

adalah screening kanker serviks dengan melihat secara langsung perubahan pada

serviks yang dipulas dengan asam asetat 3-5%.

Pengolesan asam asetat 3-5% pada serviks pada epitel abnormal akan

memberikan gambaran bercak putih yang disebut acetowhite. Gambaran ini muncul

oleh karena tingginya tingkat kepadatan inti dan konsentrasi protein. Wanita dengan

lesi acetowhite yang jelas dan berbeda disebut sebagai IVA positif (memiliki tanda-

tanda lesi pra-kanker serviks) dan mereka yang tidak memiliki lesi acetowhite

sebagai IVA negatif (Katanga dkk., 2019).

Berdasarkan pemaparan tersebut IVA adalah sebuah metode deteksi ini

(screening) kanker serviks dengan menggunakan larutan asam asetat 3-5%.

16
2. Tujuan dan manfaat pemeriksaan IVA

a. Mendeteksi lesi (kerusakan jaringan tubuh) sejak dini

b. Jika terdapat kanker leher rahim dapat ditemukan dan diobati pada stadium dini.

c. Kesakitan dan kematian akibat kanker leher rahim dapat dihindari (Crystianty,

2018).

3. Keunggulan pemeriksaan IVA

a. Hasil segera diketahui saat itu juga

b. Efektif karena tidak membutuhkan banyak waktu dalam pemeriksaan, aman

karena pemeriksaan IVA tidak memiliki efek samping bagi ibu dan praktis

c. Teknik pemeriksaan sederhana, karena hanya memerlukan alat-alat kesehatan

yang sederhana, dan dapat dilakukan dimana saja.

d. Bahan dan alat yang sederhana dan murah.

e. Sensivitas dan spesifikasitas cukup tinggi.

f. Dapat dilakukan oleh semua tenaga medis terlatih (Katanga dkk, 2019).

4. Kategori pemeriksaan IVA


Terdapat empat kategori yang dapat diketahui dari hasil pemeriksaan

dengan metode IVA (Ridayani, 2016) yaitu:

17
Tabel 2
Kategori Pemeriksaan IVA

No Kategori Ciri-ciri
1 IVA Tidak ada tanda atau gejala kanker mulut rahim atau
negative serviks normal berbentuk licin, merah muda, bentuk
porsio normal.
2 IVA radang Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak
lainnya seperti polip serviks.
3 IVA positif Ditemukan bercak putih (acetowhite epithelium).
Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan screening
kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini
mengarah pada diagnosis serviks prakanker
4 IVA kanker Pertumbuhan seperti bunga kol, dan pertumbuhan mudah
serviks berdarah. Ini pun masih memberikan harapan hidup bagi
penderitanya jika masih pada stadium invasif dini
Sumber: Ridayani, 2016

Berikut adalah gambar penampakan hasil pemeriksaan IVA

Gambar 2. Penampakan hasil pemeriksaan IVA


Sumber: Malehere, 2019

18
PATOFISIOLOGI

PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN CA CERVIX


Pada zaman ini pengobatan Karsinoma serviks memiliki berbagai jenis seperti ada yang standard
dan ada yang tahap penelitian klinis. Pengobatan pada tahap penelitian klinis diharapkan dapat
menyempurnakan pengobatan standard ataupun dapat menemukan cara pengobatan baru yang nantinya bisa
menjadi standard baru. Saat ini sudah ada lima pengobatan standard yang digunakan pada pasien karsinoma
cerviks dan akan dibahas satu persatu berikut ini.
1. Operasi
Tindakan operatif dapat diberikan pada pasien kanker serviks hingga stadium IIA,
efektivitasnya seperti terapi radiasi, dan keunggulannya bisa mempertahankan ovarium pada
pasien pramenopause. Morbiditas dari tindakan operasi bisa berupa timbul fistel, kehilangan
darah, atonia kandung kemih. Dari hasil penelitian, untuk kanker dengan diameter lebih dari 4
cm lebih baik diobati dengan kemoradiasi. Adapun berbagai jenis teknik bedah dijelaskan di
bawah ini:
a. Conization
Teknik pembedahan ini dilakukan untuk mendiagnosis ataupun mengangkat
kankernya yang dipotong berbentuk “cone-shapped” di serviks atau di lumen serviks. Oleh
karena itu teknik ini juga disebut “cone biopsy”. Teknik conization ini dibedakan menjadi
3 jenis teknik lagi, yaitu:
i. Cold-knife conization: conization pada teknik ini yaitu dengan menggunakan
scalpel untuk mendapatkan jaringan kankernya.

ii. Loop electrical excision procedure (LEEP): teknik ini menggunakan arus listrik
dari kabel kecil sebagai pengganti scalpel.
iii. Laser surgery: teknik operasi ini menggunakan sinar laser sebagai pengganti
scalpel dan membuat potongan tanpa disertai darah dan bahkan teknik ini bisa
mengangkat tumor di bagain superfisial.

b. Total Hysterectomy: operasi ini bertujuan untuk mengangkat uterus termasuk serviksnya.
Kalau pengangkatan organnya melalui vagina maka disebut vaginal Hysterectomy, jika
melalui insisi lebar dari abdomen maka disebut abdominal Hysterectomy, namun jika
melalui insisi kecil di abdominal dan menggunakan laparoskopi maka disebut laparoskopi
Hysterectomy.
c. Radical Hysterectomy: operasi ini mengangkat seluruh bagian meliputi uterus, serviks,
vagina, dan bahkan sampai ke ligamen dan jaringan disekitar uterus dan serviks. Ovarium,
tuba falopii, atau nodus limfatik juga bisa diangkat.
Indikasi yang perlu diperhatikan klinisi dalam melakukan tindakan ini adalah sebagai berikut:
i. Pasien muda yang memutuskan untuk pengawetan dan retensi fungsi ovariumnya
ii. Pasien yang memiliki kontraindikasi realtif dan absolut terapi radiasi seperti pasien
pelvic kidney, riwayat irradiasi atau abses pelvis
iii. Penyakit lain yang masih bisa menyangkut ke serviks seperti, karsinoma primer
bagian atas vaginal, kanker endometrial yang sampai segmen uterus bawah atau
sampai serviks
Adapun untuk kontra indikasinya sebagai berikut:
i. Karena 2/3 pasien akan memerlukan transfusi darah saat operasi dan terdapat
alasan religius pasien atau kepercayaan peribadi untuk tidak melakukan transfusi.
d. Modified Radical Hysterectomy: operasi ini sama seperti Radical Hysterectomy namun
jaringan dan organ yang diangkat tidak sebanyak itu.
e. Radical Trachelectomy: operasi ini bertujuan untuk mengangkat serviks, bagian atas
vagina, jaringan dan limfo nodus di sekitarnya, namun tidak mengangkat uterus dan
ovarium.
f. Bilateral Salpingo-Oophorectomy: operasi ini akan mengangkat kedua tuba falopii dan
ovarium.
g. Pelvic Exenteration: operasi ini akan mengangkat kolon descendens, rektum, dan vesica
urinaria, namun juga bisa mengangkat serviks, vagina, ovarium, dan limfonodus sekitar.
2. Terapi Radiasi
Terapi ini menggunakan sinar x-rays energi tinggi atau atau jenis radiasi lainnya untuk
membunuh jaringan kanker atau sekedar mencegah pertumbuhannya. Terapi ini dapat diberikan
pada semua stadium kanker serviks terutama stadium IIB sampai IV atau pada stadium yang
lebih rendah namun buka kandidat untuk pembedahan. Komplikasi radiasi yang paling sering
terjadi pada traktus gastrointestinal seperti proktitis, kolitis, dan traktus genitourinari seperti
sistitis dan stenosis vainga. Pemberian Cisplatin dapa memperbaiki survival rate antara 30%
sampai 50% Pada saat ini terdapat dua jenis terapi radiasi, yaitu:
a. Terapi Radiasi External

Teknik terapi ini menggunakan alat radiologi dari luar tubuh pasien dan nantinya
akan ada sinar radiasi dari alat tersebut yang menyerang jaringan kankernya. Terapi ini
dapat menjaga sinar radiasi yang merusak jaringan sehat di sekitar jaringan kanker. Salah
satu teknik yang terbaru digunakan adalah internal-modulated radiation therapy (IMRT)
sebuah teknik yang menggunakan radiasi 3 dimensional dan dihubungkan dengan
komputer sehingga terlihat letak dan ukuran bentuk tumor. Selanjutnya akan dipindai arah
sudut radiasi yang tepat pada pasien dan nantinya akan dipilih sudut sinar yang paling
sesuai dari seluruh sudur sinar di 360o dengan berbagai intensitas dan kemudian sinar
tersebut ditembakan pada jaringa tumor.
b. Terapi Radiasi Internal
Teknik ini menggunakan substansi atau zat radioaktif yang sudah dimasukan ke
dalam needle, kabel, biji, atau kateter yang diletakan dekat dengan jaringan kankernya.

Terapi radiasi ini digunakan bergantung pada tipe dan staging kankernya dan terapi ini bisa
digunakan untuk pengobatan paliatif yang bertujuan unutk meringankan gejala dan meningkatkan
qualitas hidup.

3. Kemoterapi
Pengobatan dengan kemoterapi ini akan menggunakan obat untuk membunuh sel kanker
atau mencegahnya untuk proliferasi. Pemberian obatnya bisa melalui peroral atau parenteral
melalui vena atau otot. Kemoterapi digunakan terutama untuk terapi gabungan radio-kemoterapi
ajuvan atau untuk pengobatan paliatif pada kasus residif. Kemoterapi yang paling aktif adalah
Cisplatin dan Carboplatin, selain itu juga ada obat yang punya aktivitas untuk pengobatan adalah
Ifosfamid dan Paclitaxel. Obat-obatan yang diberikan sudah dengan pesetujuan FDA (kecuali
yang kombinasi) berdasarkan pada tujuan terapinya jenis obat yang digunakan dijelaskan berikut:
a. Untuk pencegahan
i. Cervarix (Recombinant HPV Bivalent Vaccine)
ii. Gardasil (Recombinant HPV Quadrivalent Vaccine)
iii. Gardasil 9 (Recombinant HPV Nonavalent Vaccine)
iv. Recombinant Human Papillomavirus (HPV) Bivalent Vaccine
v. Recombinant Human Papillomavirus (HPV) Nonavalent Vaccine
vi. Recombinant Human Papillomavirus (HPV) Quadrivalent Vaccine
b. Untuk pengobatan
i. Alymsys (Bevacizumab)
ii. Avastin (Bevacizumab)
iii. Bevacizumab
iv. Bleomycin Sulfate
v. Hycamtin (Topotecan Hydrochloride)
vi. Keytruda (Pembrolizumab)
vii. Mvasi (Bevacizumab)
viii. Pembrolizumab
ix. Tisotumab Vedotin-tftv
x. Tivdak (Tisotumab Vedotin-tftv)
xi. Topotecan Hydrochloride
xii. Zirabev (Bevacizumab)
c. Terapi kombinasi

i. GEMCITABINE-CISPLATIN

ii. CARBOPLATIN-TAXOL

4. Terapi dengan Target

Teknik pengobatan ini juga sama menggunakan obat-obatan untuk mengidentifikasi dan
membunuh sel kanker. Namun keunggulan teknik ini adalah lebih aman untuk tidak merusak sel
sehat di sekitarnya dibandingkan dengan terapi radiasi dan kemoterapi. Salah satu jenis terapi ini
adalah terapi antibodi monoklonal. Antibodi ini disintetis dalam lab dan ketika masuk ke dalam
tubuh dari cairan infus akan menempel pada target spesifik di bagian tertentu pada sel kanker
sehingga membunuh sel kankernya, menginhibisi pertumbuhannya, dan menjaga untuk
mencegah penyebaran. Antibodi ini juga bisa membawa zat obat lainnya ataupun toksin dan
radiasi.
Bevacizumab merupakan jenis antibodi monoklonal yang terikat ke vascular endothelial
growth vactor (VEGF) sehingga mencegah pertumbuhan pembuluh darah baru untuk suplai
darah tumor dan obat ini juga bisa mengobati metastasis kanker serviks dan kanker serviks
berulang.

5. Immunoterapi
Terapi ini merupakan jenis terapi biologis karena menggunakan sistem immune pasien
sendiri untuk menghadapi kankernya. Bahan dasarnya terbuat dari tubuh pasien atau
dikembangkan melalui lab dan kemudian digunakan untuk memicu, mendorong, atau
mengembalikan immune tubuh pasien untuk melawan kanker. Salah satu jenisnya yaitu immune
checkpoint inhibitor therapy seperti PD-1 dan PD-L1 inhibitor (Pembrolizumab).

Dari gambar di atas diketahui bahwa sel T memiliki protein yang dinamankan PD-1
sedangkan pada sel tumor memiliki protein PD-L1. Ketika kedua protein ini bertemu maka sel T
tidak akan bisa membunuh sel tumor tersebut. Oleh karena itu terapi menggunakan PD-1 dan PD-
L1 inhibitor dapat mencegah penempelan ke dua protein tersebut sehingga dapat membunuh sel
tumornya.

PENGOBATAN KANKER SERVIKS STADIUM IB DAN IIA


Berikut adalah opsi pengobatannya
• Terapi radiasi dengan kemoterapi pada waktu bersamaan
• Radical hysterectomi dan limfadenektopia pelvis dan para aorta dengan atau tanpa terapi
radias6i ke pelvis (adjuvan pasca bedah pada kasus risiko tinggi [lesi besar, invasi limfo-
vaskuler atau invasi stroma yang dalam]), ditambah dengan kemoterapi
• Radikal trachelectomy
• Kemoterapi kemudian dilanjutin dengan operasi
• Terapi radiasi saja
INVESTIGASI PRE OPERATIVE, PERSIAPAN, dan SELEKSI PASIEN
Sebelum mangambil keputusan untuk operasi, klinisi harus memastikan tidak adanya metastasis
kanker serviks ke pelvis atau penyakit di dalam pelvis yang tidak bisa direseksi. Penting juga untuk
melakukan staging sebelum melakukan operasi. Semua hal tersebut dilakukan karena tindakan pembedahan
ini terbatas dan tidak bisa dilakukan pada kanker yang sudah menyebar. Tidak ada batasan umur pada pasien
yang ingin menjalani operasi namun harus dipastikan pasien memiliki kebugaran maksimal sebelum
operasi.
Seluruh pasien harus melakukan pemeriksaan sel darah lengkap, pemeriksaan kimiawi, urinalisism,
radiografi thoraks, dan EKG sebaiknya digunakan pada pasien yang lebih tua di atas 40 tahun. CT scan dan
MRI juga perlu dilakukan untuk mengeliminasi kemungkinan metastasis.
Yang perlu dipersiapkan oleh para klinisi sebelum operasi dibahas berikut ini:
1. Dipersiapkan 2 buah PRC
2. Datang pagi ke RS dan kemudian diberikan microenema dan povidone-iodine douche
3. Meminta pasien menggunakan stocking untuk mencegah thromboembolisme dan bisa menggunakan
heparin subkutan
4. Berikan Cefoxitin 1g IV untuk profilaksis
5. Cukur rambut pada abdomen dan pasang kateter folley
6. Posisikan pasien dengan posisi Trendeleburg pada meja operasi khusus
7. Berikan anasteri general secara rutin
8. Pasangkan vaginal packing yang sudah dibasahi alkohol 95%
PENCEGAHAN KANKER SERVIKS
• Vaksin HPV
• Screening test
o Pap smear test
o HPV test
• Jangan merokok
• Menggunakan kondom
• Batasi pasangan seksual
REFERENSI

https://emedicine.medscape.com/article/270723-overview#a13

https://www.cancer.gov/types/cervical/patient/cervical-treatment-
pdq#:~:text=Treatment%20of%20Stages%20IB%20and%20IIA%20Cervical%20Cancer,-
For%20information%20about&text=Radical%20hysterectomy%20and%20removal%20of,Radiation%20t
herapy%20alone.

https://www.cancer.gov/about-cancer/treatment/drugs/cervical

https://www.aafp.org/dam/brand/aafp/pubs/afp/issues/2018/0401/p449.pdf

Buku Kandungan Sarwono

DOI 10.1016/s0950-3552(97)80055-7

https://www.cdc.gov/cancer/cervical/basic_info/prevention.htm

DIAGNOSIS BANDING
POLIP SERVIKS

GAMBARAN UMUM
Polip merupakan lesi atau tumor padat serviks yang paling sering dijumpai. Tumor ini
merupakan penjuluran dari bagian endoserviks atau intramukosal serviks dengan variasi eksternal
atau regio vaginal serviks. – Ilmu Kandungan Sarwono
Polip serviks adalah pertumbuhan jinak, biasanya menonjol dari permukaan saluran
serviks. Mereka biasanya terjadi selama tahun-tahun reproduksi, terutama setelah usia 20 tahun.
Polip serviks dapat bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan asal. Mereka dapat muncul
sebagai tunggal atau ganda, berbentuk sobek atau lobular, berwarna merah ceri, atau putih keabu-
abuan, tergantung pada vaskularisasi lesi. Ukuran polip serviks biasanya berdiameter kurang dari
tiga cm; namun, seperti yang disebutkan sebelumnya, mereka dapat bervariasi dalam ukuran dan
dapat cukup besar untuk mengisi vagina atau hadir di introitus. Secara anatomis, polip serviks
terhubung ke permukaan oleh pedikel, yang biasanya panjang dan tipis, tetapi juga dapat hadir
sebagai pendek dan berbasis luas.
Meskipun polip serviks umumnya jinak, polip ganas dapat muncul pada 0,2 hingga 1,5%
kasus. Polip ganas lebih mungkin terlihat pada pasien pascamenopause. Polip serviks
dikategorikan berdasarkan asalnya; polip ektoserviks dan endoserviks. Polip endoserviks adalah
jenis yang paling umum; mereka biasanya terjadi pada wanita premenopause. Mereka biasanya
muncul dari kelenjar serviks di endoserviks. Polip ektoserviks lebih sering terjadi pada wanita
pascamenopause dan muncul dari sel-sel lapisan permukaan luar serviks di dalam ektoserviks. -
NCBI

ETIOLOGI
• Satu teori menunjukkan bahwa mereka mungkin hasil dari kongesti pembuluh darah
serviks, ini dapat mengganggu aliran darah, yang mengarah ke perkembangan polip.
• Teori lain menjelaskan bahwa mereka terjadi karena infeksi atau peradangan kronis pada
serviks, dan dalam beberapa kasus, bahan kimia yang mengiritasi serviks dalam jangka
panjang dapat menyebabkan perubahan abnormal pada sel.
• Pendapat lain karena adanya respon abnormal terhadap peningkatan kadar estrogen, yang
dapat mengakibatkan pertumbuhan berlebihan dari jaringan serviks dan mungkin
berhubungan dengan hiperplasia endometrium.

FAKTOR RISIKO

• Premenopausal women
• Multigravida
• Sexually transmitted infections
• Previous history of cervical polyps

EPIDEMIOLOGI
• Polip kedua paling umum.
• Prevalensi polip servik 2-5% wanita.
• 1 dari 8 wanita mengalami kekambuhan setelah polip diangkat
HISTOPATOLOGI
Gambaran histopatologis polip adalah sama dengan jaringan asalnya. Umumnya,
permukaan polip tersusun dari selapis epitel kolumner yang tinggi (seperti halnya endoserviks),
epitel kelenjar serviks, dan stroma jaringan ikat longgar yang diinfiltrasi oleh sei bulat dan edema.
Tidak jarang, ujung polip mengalami nekrotik atau ulserasi sehingga dapat menimbuikan
perdarahan terutama sekali pascasanggama. Epitel endoserviks pada polip seringkali mengalami
metaplasia skuamosa dan serbukan sel radang sehingga menyerupai degenerasi ganas. – Ilmu
Kandungan Sarwono
Secara histologis, polip serviks secara khas menunjukkan jaringan ikat vaskular selain sel
stroma, yang ditutupi oleh proliferasi sel papiler; sel-sel ini terdiri dari epitel kolumnar, skuamosa,
atau skuamokolumnar. Polip serviks timbul dari hiperplasia epitel kelenjar, sedangkan ujung polip
biasanya merupakan metaplasia skuamosa.
Dua jenis polip serviks, endoserviks dan ektoserviks, tidak dapat dibedakan berdasarkan
penampakannya. Secara mikroskopis, banyak ditemukan pola histologis, termasuk mukosa yang
khas, inflamasi, vaskular, fibrosa, pseudo-decidual, campuran serviks dan endometrium, dan
pseudosarcomatous.
Polip endoserviks, yang merupakan jenis yang paling umum, secara mikroskopis
menunjukkan stroma edema yang longgar dengan ukuran pembuluh darah yang bervariasi,
berdilatasi besar atau berdinding tebal kecil. Sel-sel stroma sering hadir dengan peradangan akut
atau kronis campuran, erosi, serta hiperplasia mikroglandular jinak. Manifestasi ini biasanya
terlihat pada permukaan polip yang lebih besar yang menonjol melalui os serviks, tergantung pada
tingkat iritasi. – NCBI

RIWAYAT DAN KELUHAN


Polip serviks biasanya ditemukan secara kebetulan selama pemeriksaan ginekologi rutin,
kolposkopi, atau selama USG perut atau transvaginal.
Dua dari tiga wanita dengan polip serviks datang tanpa gejala. Namun, wanita yang
bergejala biasanya datang dengan perdarahan uterus abnormal, seperti perdarahan menstruasi
berat, perdarahan intermenstruasi, atau perdarahan pascamenopause, serta keputihan.[2]
Secara jarang, Polip besar menghalangi saluran serviks, menyebabkan infertilitas. Pada
pemeriksaan spekulum, lesi polipoid terlihat di dalam serviks.

DIAGNOSIS
Menggunakan pendekatan Biopsi
• Triple smear atau Vaginal-Cervical-Endocervical (VCE) smear
• Transvaginal Ultrasonografi

TATA LAKSANA
Karena pada umumnya polip bertangkai dan dasarnya mudah terlihat, maka dapat
diekstirpasi dengan mudah. Setelah melakukan pemutaran tangkai, biasanya juga dilakukan
pembersihan dasar tangkai dengan kuret atau kerokan. Untuk meminimalisasi jumlah perdarahan
dapat dilakukan pemutusan tangkai polip dengan kauter unipolar/bipolar. Apabila jumlah polip
lebih dari satu dan dasar polip menjadi sulit untukdilihat secara langsung, sebaiknya dilakukan
tindakan dilatasi serviks sebelum Tindakan ekstirpasi atau kauterisasi.

DIAGNOSIS BANDING
• Uterine fibroid.
• Endometrial hyperplasia and malignancy.
• Endometriosis.
• Adenomyosis.
• Cervical ectropion.
• Cervical cancer.
• Surface lesions of the genital tract.
• Sexually transmitted infections.
• Pregnancy-related conditions, i.e., ectopic pregnancy
• During the gynecological examination, an endometrial polyp projecting through the
cervical canal may resemble a cervical polyp if it is in the cervix.

PROGNOSIS
Pengangkatan polip serviks adalah prosedur sederhana dengan komplikasi rendah. Wanita
yang sebelumnya memiliki polip memiliki risiko kekambuhan.
KOMPLIKASI
• Infection
• Hemorrhage
• Uterine perforation - to reduce this risk, only polyps that are visible easily should be
removed in the outpatient setting. Clinicians should not blindly attempt to remove
polyps from the cervical canal or intrauterine position.

Mioma Uteri
1. Definisi
Mioma uteri lebih di kenal dengan sebutan myom dalam bahasa medis di kenal
atau disebut dengan adenomyosis atau fibroid atau leiomyoma, mioma uteri yaitu tumor
jinak yang struktur utamanya adalah otot dan di sertai jaringan ikat bertempat pada rahim
sehingga berbentuk padat karena jaringannya dominan dan lunak karena otot Rahim.
2. Epidemiologi
Di Indonesia presentasi terbanyak pada rentang usia 36-45 tahun dengan status
dominan nullipara. 70% kasus terjadi pada usia 50 tahun, 30-40% kasus pada masa
perimenopause, dan 20-25% kasus pada usia reproduktif
3. Etiologi
a. Etiologi mioma uteri adalah abrnomalitas gen karena mutasi genetik HMG1,
HMG1-C, HMG1 (Y) HMGA2, COL4A5, COL4A6, dan MEDI2.
b. Kelainan kromosom terjadi akibat gangguan translokasi kromosom 10, 12, dan 14,
delesi kromosom 3 dan 7 serta aberasi kromosom 6
4. Faktor Resiko
• Genetik dan ras
Risiko kejadian tumor meningkat pada keturunan pertama pasien mioma uteri
• Usia
Usia diatas 30 tahun meningkatkan risiko mioma uteri
• Gaya hidup
Gaya hidup sedentary, meningkatkan risiko obesitas dan pengaruhnya terhadap
disregulasi hormonal
• Diet
Makanan dengan indeks glikemik tinggi akan meningkatkan kemungkinan kejadian
tumor akibat disregulasi hormonal karena penumpukan lemak
• Menarche premature dan menopause terlambat
Mioma uteri meningkat kemungkinanannya akibat sel uterus terpapar esterogen
• Nulipara
Dikaitkan dengan pengaruh paparan hormone seks, esterogen, dan progresterin
• Kontrasepsi hormonal
Berkaitan dengan paparah esterogen pada sel uterus
• Penyakit komorbid
Penyakit atau komorbid yang diasosiasikan dengan mioma antara lain hipertensi,
PCOS, dan diabetes. Peningkatan insulin, IGF-I dan hiperandrogen menjadi faktor
pemiju, pada hipertensi sitokin yang meningkat merangsang proliferasi jaringan
tumor
• Infeksi dan iritasi
Induksi growth factor pada saat terjadi inflammasi akan meningkatkan risiko mioma
uteri
• Stres
Pada stres terjadi pelepasan kortisol dan perangsangan hypothalamo-pituitaryadrenal
gland axis yang akan menyebabkan peningkatan estrogen dan progesteron
5. Klasifikasi
6. Manifestasi Klinis

Gambaran klinik Gejala klinik mioma uteri menurut Marmi, 2015:211 sebagai
berikut:
a. Pendarahan tidak normal
Beberapa faktor yang terjadi penyebab perdarahan ini, antara
lain adalah:
• Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia
endometrium sampai adenoma endometrium.
• Permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasa.
• Atrofi endometrium di atas mioma sub mukosa.
• Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya serang mioma di
antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah
yang melaluinya dengan baik
b. Penekanan rahim yang besar Penekanan rahim karena pembesaran mioma uteri
dapat terjadi:
• Terasa berat di abdomen bagian bawah
• Sukar miksi atau defekasi
• Terasa nyeri karena teakanan urat pusat
c. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan
Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan
proses saling mempengaruhi:
• Kehamilan dapat mengalami keguguran persalianan
prematuritas
• Kala tiga terjadi gangguan pelepasan plasenta dan
pendarahan.
7. Diagnosis (Lab dan Diagnosis Banding)
a. Anamnesis
• Lama haid memanjang
• Perdarahan pervagina di luar siklus (lebih berat pada tipe submucosa)
• Nyeri perut dan pinggang bawah saat mendtruasi
• Nyari saat berhubungan seksual
• Abortus spontan atau sulit hamil
b. Px Fisik
• Konjungtiva, tangan dan kaki pucat
• Volume tumor yang besar menyebabkan keluhan pembesaran perut
• Pada palpasi abdomen dapat teraba massa di daerah pubis atau abdomen bagian
bawah. Konsistensi kenyal, bulat, berbatas tegas, dapat berbenjol atau
bertangkai, mudah digerakkan, tidak nyeri.
• Pada pemeriksaan bimanual, tumor menyatu atau berhubungan dengan uterus,
ikut bergerak pada pergerakan serviks
c. Pemeriksaan Penunjang
• Tes laboratorium
Hb dan Ht menunjukkan anemia, leukositosis akibat nekrosis jaringan
• Ultrasonografi
8. Tata laksana
a. Terapi Medisinal (Hormonal)
• Pemakaian agonis gonadotropin-releasing hormone (GnRH)
memeberikan hasil untuk memperbaiki gejalagejala klinis yang ditimbulkan oleh
mioma uteri dan agonis bertujuan untuk mengurangi ukuran mioma dengan jalan
mengurangi produksi estrogen dari ovarium.
• Terapi hormonal lainnya seperti kontrasepsi oral dan
preparat progesteron akan mengurangi gejala
pendarahan uterus yang abnormal manum tidak dapat
mengurangi ukuran dari mioma.
b. Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap
mioma yang menimbulkan gejala. Indikasi pembedahan pada pasien dengan mioma
uteri adalah:
• Pendarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi
konservatif.
• Sangkaan adanya keganasan.
• Pertumbuhan mioma pada masa menopouse.
• Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba.
• Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu .
• Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius.
• Anemia akibat pendarahan.
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi
maupun histrektomi.
• Miomektomi
Miomektomi sering di lakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histrektomi. Tindakan miomektomi dapat
dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun
laparoskopi.
• Histerektomi
Histerektomi tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus dapat dilakukan
dengan 3 cara yaitu dengan pendekatan abdominal (laparotomi), vaginal, dan pada
beberapa kasus secara laparoskopi.
9. Komplikasi
a. Komplikasi mioma yang paling meresahkan
adalah infertilitas.
b. Pada kehamilan, tumor akan memicu keguguran, gangguan plasenta dan presentasi
janin, prematuritas serta perdarahan pascapersalinan.
c. Komplikasi pembedahan meliputi perdarahan
10. Prognosis
a. Prognosis mioma asimptomatis umumnya baik karena tumor akan mengecil dalam
6 bulan sampai 3 tahun, terutama saat
menopause.
b. Mioma simptomatis Sebagian besar berhasil ditangani dengan pembedahan
tetapi rekurensi dapat terjadi pada 15- 33% pasca-tindakan miomektomi. Setelah 5-
10 tahun, 10% pasien akhirnya menjalani
histerektomi.
c. Pasca-embolisasi, tingkat kekambuhan mencapai 15-33% kasus dalam 18 bulan
sampai 5 tahun setelah tindakan.
d. Mioma uteri bersifat jinak, risiko menjadi keganasan sangat rendah, hanya sekitar
10-20% mioma berkembang menjadi
leiomyosarcoma. Suatu studi menyimpulkan bahwa transformasi maligna hanya
terjadi pada 0,25% (1 dari 400 kasus) wanita yang
telah menjalani pembedahan.
REFERENSI
http://scholar.unand.ac.id/15475/3/3.2.2%20BAB%201.pdf
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/4749/2/BAB%201.pdf
https://suryahusadha.com/blog/articles/236-human-papiloma-virus
file:///C:/Users/Asus/Downloads/2580-Article%20Text-18156-1-10-
20191218%20(1).pdf
http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/10735/1/fc3c72fe0f48d3c9d36ea5f744e4672d.pdf
http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/10735/1/fc3c72fe0f48d3c9d36ea5f744e4672d.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/63375-ID-kanker-serviks-dan-vaksin-hpv.pdf
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/882/1/BAB%20II.pdf
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20220423/2939708/39708/
Prawirohardjo S, W. H. (2011). ILMU KANDUNGAN.

Anda mungkin juga menyukai