Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MATA KULIAH ILMU PENGETAHUAN SOCIAL (IPS) MI/SD

TENTANG “PERKEMBANGAN PENDIDIKAN IPS”

Prodi : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah


Semester : 3 (Tiga)
Dosen : Heru Prasetyo M.Pd.I

Nama Penulis : Ai Tuti Kismiyati


NIM : 2021.06.13.001

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)
INSTITUT AGAMA ISLAM AL- AZHAAR (IAI AL-AZHAAR)
LUBUK LINGGAU
TAHUN 2022
DAFTAR ISI
COVER ..........................................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
A. Latar Belakang Makalah...................................................................................
B. Rumusan Masalah.............................................................................................
C. Tujuan Penulisan .............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................
A. Perkembangan Social Studies di Negara Lain..................................................
B. Perkembangan PIPS Dalam Sistem Pendidikan di Indonesia..........................
BAB III PENUTUP.............................................................................................................
A. Kesimpulan.......................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu
sosial dan humonaria, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan
disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pembelajaran Sapriya
(2008:9). Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar diharapkan agar para peserta didik dapat
memiliki pengetahuan dan wawasan tentang konsep-konsep dasar ilmu sosial dan
humaniora, memiliki kepekaan dan kesadaran terhadap masalah sosial di
lingkungannya, serta memiliki ketrampilan mengkaji dan memecahkan masalah-
masalah sosial tersebut. Pembelajaran IPS lebih menekankan pada aspek
“pendidikan” dari pada transfer konsep karena dalam pembelajaran IPS siswa
diharapkan memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan
serta melatih sikap, nilai, moral dan ketrampilannya berdasarkan konsep yang telah
dimilikinya.
Dalam pasal 37 UU NO 5 tahun 2003 sisdiknas dikemukakan bahwa mata
pelajaran IPS merupakan muatan wajib yang harus ada dalam kurikulum pendidikan
dasar dan menengah. Lebih lanjut dikemukakan pada bagian penjelasan UU Sisdiknas
pasal 37 bahwa kajian ilmu pengetahuan social antara lain, ilmu bumi, sejarah,
ekonomi, kesehatan dan sebagainya dimaksudkan untuk mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi
sosial masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perkembangan Social Studies di Negara Lain?
2. Bagaimana Perkembangan PIPS Dalam Sistem Pendidikan di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
1. Dapat Memahami dan mengetahui Social Studies dan Sejarah Perkembangan
IPS Di Dunia (Secara Umum)
2. Dapat memahami dan mengetahui perkembangan PIPS dalam pendidikan di
Indonesia.
D.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Social Studies Di Negara Lain


1. Pengertian IPS dan Sejarah Perkembangan IPS Di Dunia (Secara Umum)
Pada tahun 1935 terjadi polemic diantara kalangan intelektual Amerika Se
( AS ) mengenai Ilmu Pengetahuan Sosial yang lebih dikenal dengan Social
Studies, kemudian hal tersebut dipublikasikan oleh Organisasi yang bernama
National Council for The Sosial Studies. tapi hal itu tidak berlangsung lama karena
menurut L.Tildsley hal itu memberi tanda sejak awal pertumbuhannya bidang
social studies dihadapkan kepada tantangan untuk dapat membangun dirinya
sebagai suatu disiplin yang solid.

Definisi tentang social studies menurut Edgar Bruce Wesley pada tahun 1937
( Barr, Bart dan Shermis, 1977:2) yaitu : The social Studies are the social sciences
simplified for pedagogical purpose” Ilmu Sosial itu yang disederhanakan untuk
tujuan pendidikan. Yang meliputi aspek–aspek, seperti sejarah, ekonomi, politik,
sosiologi, antropologi, psikologi, geografi, dan filsafat, yang praktiknya digunakan
dalam pembelajaran di sekolah maupun perguruan tinggi.

Pada perkisaran tahun 1940 – 1950 NCSS mendapat serangan yang berkisar
tentang perlu atau tidaknya Sosial Studies untuk remaja bersikap demokratis dan
kritis, sehingga munculah sikap penekanan terhadap fakta – fakta sejarah dan
budaya yang ada.

Namun pada tahun 1960 timbul satu gerakan akademis yang lebih dikenal dengan
the new social studies yang dipelopori oleh sejarawan dan ahli – ahli ilmu social
untuk mengembangkan proyek yang menciptakan kurikulum dan memproduksi
bahan belajar yang sangat inovatif dan menantang dalam skala besar. Tapi sampai
tahun 1970an hal itu belum juga terwujud, tapi jika kembali pada penuturan Barr
dkk 1977 yaitu dua visi yang berbeda dalam social studies yaitu citizhenship
education ( pendidikan kewarganegaraan ) atau social studies Education ( Ilmu
pendidikan social ) hal itu juga dipengaruhi oleh PD II.
Pada tahun 1955 terjadi terobosan yang besar, berupa inovasi oleh Maurice Hunt
dan Lawrence metcalft yang mencoba cara baru dalam pengintegrasian
pengetahuan dan keterampilan ilmu social untuk tujuan citizhenship education,
mengubah program Sosial studies disekolah yang dahulunya Closed Area ( hal –
hal yang tabu dalam masyarakat ) menjadi refleksi rasional dalam mengupayakan
siswa dapat mengambil keputusan mengenai masalah – masalah public. Sehingga
bisa melatih keterampilan reflektif thinking ( berfikif reflek ) dan berfikir secara
kritis.

Gerakan the new social studies pada tahun 1960 masih belum efektif dalam
mengajarkan substansi perubahan sikap siswa, sehingga para sejarawan dan ahli –
ahli ilmu social bersatu untuk meningkatkan social studies kepada higher level of
intellectual pursuit yang melahirkan social science education.

Menurut Barr dkk, mendefinisikan social studies dalam beberapa bagian


yaitu :social studies merupakan satu system pengetahuan yang terpadu, kedua misi
utama social studies adalah pendidikan kewarganegaraan dalam suatu masyarakat
yang demokratis, ketiga sumber utama konten social studies adalah social sciene
dan humanitier, keempat dalam upaya penyiapan warga Negara yang demokratis
terbuka kemungkinan perbedaan dalam orientasi, visi tujuan dan metode
pembelajaran. diantaranya lahirlah visi, misi dan strategi social studies itu adalah;
1) Sosial studies taught as citizenship transmission
2) Sosial studies taught as social science
3) Sosial studies taught as reflective inquiry.

Jika dilihat dari definisi dan tujuan social studies maka terkandung beberapa hal,
pertama social studies merupakan mata pelajaran dasar diseluruh jenjang
pendidikan persekolahan, kedua tujuan utama mata pelajaran ini ialah
mengembangkan siswa untuk menjadi warga Negara yang memiliki pengetahuan,
nilai, sikap dan keterampilan untuk berperan serta dalam kehidupan berdemokrasi.
Ketiga konten pelajarannya digali dan diseleksi dari sejarah dan ilmu – ilmu social.
Keempat pembelajarannya menggunakan cara – cara yang mencerminkan
kesadaran pribadi, kemasyarakatan, pengalaman budaya, perkembangan pribadi
siswa.
Di awal tahun 1994 the board of direction of the national council for the social
studies menerbitkan Dokumen resmi yang diberi nama Expectations of Exellence:
curriculum Standard for social studies. Dokumen ini yang sedang mewarnai
pemikiran praksis social studies di AS sampai saat ini. dalam dunia pendidikan
NCSS juga menggariskan bahwa dalam pendidikan mulai dari Taman kanak –
kanak sampai pendidikan menengah memiliki keterpaduan “ Knowledge,Skills,
and attitudes within and across disipliner “, pada kelas rendah ditekankan pada
social studies yang tidak mengikat atau bisa bertolak dari tema – tema tertentu.   

Ide IPS berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat. Nama asli IPS di
Amerika Serikat adalah social studies. Istilah tersebut pertama kali digunakan
sebagai nama sebuah lembaga yang diberi nama committee of social studies.

Lembaga ini merupakan himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum
ilmu-ilmu sosial di tingkat sekolah dan ahli-ahli ilmu sosial yang mempunyai minat
yang sama. Nama lembaga ini kemudian dipergunakan untuk nama kurikulum
yang mereka hasilkan, yakni kurikulum social studies. Nama social studies makin
terkenal ketika pemerintah mulai memberikan dana untuk mengembangkan
kurikulum tersebut. Kurikulum tersebut ahirnya dikembangkan dengan nama
kurikulum social studies. Di Indonesia social studies dikenal dengan nama studi
sosial. Dalam Kurikulum 1975, pendidikan ilmu sosial kemudian ditetapkan
dengan nama Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). IPS merupakan sebuah mata
pelajaran yang dipelajari dari tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan
tinggi pada jurusan atau progrsam studi tertentu.

Istilah IPS pertama kali muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic Education
tahun 1972 di Tawamangu, Solo. Ada 3 istlah yang muncul dari Seminar Nasional
di Tawamangu dan digunakan secara bertukar, yaitu:

1) Pengetahuan Sosial / Social Science


2) Studi Sosial / Social Studies
3) Ilmu Pengetahuan Sosial / Social Education

Pembahasan mengenai latar belakang lahirnya IPS akan dilihat dari dua aspek,
yakni latar belakang sosiologis dan pedagogis dengan mempertimbangkan aspek
kemasyarakatan dan ilmu-ilmu sosial yang dikaji dalam IPS. Ilmu Pengetahuan
Sosisal (IPS) adalah terjemahan dari Social Studies. Perkembanagan IPS dapat kita
lihat melalui sejarah  Social Studies yang dikembangkan oleh Amerika Serikat
(AS) dalam karya akademis dan dipublikasikian oleh National Council for the
Social Studies (NCSS) pada pertemuan organisasi tersebut tahun 1935 sampai
sekarang.

Definisi tentang “Social Studies” yaitu ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk
tujuan pendididkan, kemudian pengertian ini dibakukan “Social Studies” meliputi
aspek-aspek ilmu sejarah, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, antropologi,
pisikologi, ilmu geografi, dan filsafat yang dalam praktiknya dipilih untuk tujuan
pembelajaran di sekolah dan di perguruan tinggi.

Dalam pengertian awal “Social Studies” tersebut diatas terkandung hal-hal sebagai
berikut:

 Social Studies merupakan turunan dari ilmu-ilmu sosial


 Disiplin ini dikembangkan untuk memenuhi tujuan pendidikan atau
pembelajaran, baik pada tingkat  sekolah maupun tingkat pendidikan tinggi.
 Aspek-asoek dari masing-masing disiplin ilmu sosial itu perlu diseleksi sesuai
dengan tujuan tersebut.

Pada tahun 1940-1960 ditegaskan oleh Barr, dkk (1977:36) yaitu terjadinya tarik
menarik antara dua visi Social Studies. Di satu pihak, adanya gerakan untuk
mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu sosial untuk tujuan citizenship education,
yang terus bergulir sampai mencapai tahap yang lebih canggih. Di pihak lain, terus
bergulirnya gerakan pemisahan sebagai disiplin ilmu-ilmu sosial yang cenderung
memperlemah konsepsi social studies education. Hal tersebut, merupakan dampak
dari berbagai penelitian yang dirancang untuk mempengaruhi kurikulum sekolah,
terutama yang berkenaan dengan pengertian dan sikap siswa. 

Benyaknya gerakan-gerakan yang muncul akibat dari tekanan yang cukup dahsyat
untuk mereformasi Social Studies.  Mereka menganggap perlu adanya perubahan
pembelajaran Social Studies menjadi pembelajaran yang berorientasi the
integrated, reflected inquiry, and problem centered (Barr, dkk.; 41-82) dan
memperkuat munculnya gerakan The new Social Studies.
Atas pendapat para pakar, akhirnya para sejarawan, ahli ilmu sosial, dan
pendidikan sepakat untuk melakukan reformasi Social Studies dengan
menggunakan cara yang berbeda dari sebelum pendekatan tersebut adalah dengan
melalui proses pengembangan kurikulum sekelompok pendidik, ahli psikologi, dan
ahli ilmu sosial secara bersama-sama mengembangkan bahan ajar berdasarkan
temuan penelitian dan teori belajar, kemudian diujicobakan di lapanagan,
selanjutnya direvisi, dan pada akhirnya disebarluaskan untuk digunakan secara luas
dalam dunia persekolahan.

Jika dilihat dari Visi misi dan strateginya, Barr, dkk. (1978:1917) Social Studies
telah dan dapat dikembangkan dalam tiga tradisi, yaitu:

1. Social Studies Taught as citizenship Transmission


Merujuk pada suatu modus pembelajaran sosial yang bertujuan untuk
mengembangkan warga negara yang baik sesuai dengan norma yang telah
diterima secara baku dalam negaranya.

2. Social Studies Taught social Science


Merupakan modus pembelajaran sosial yang juga mengembangkan karakter
warga negara yang baik yang ditandai oleh penguasaan tradisi yang menitik
beratkan pada warga Negara yang dapat mengatasi masalah-masalah sosial dan
personal dengan menggunakan visi dan cara ilmuan sosial.

3. Social Studies Taught as Reflective Inquiry


Merupakan modus pembelajaran sosial yang menekankan pada hal yang sama
yakni pengembangan warga negara yang baik dengan kriteria yang berbeda
yaitu dilihat dari kemampunnya dalam mengambil keputusan.

Tahun 1992, the board of direction of the national Council for the social studies
mengadopsi visi ternaru mengenai Social Studies, yang kemudian diterbitkan
resmi oleh NCSS pada tahun 1994 dengan judul Expectation of Excellence:
Curriculum Standard for Social Studies.
Sebagai rambu-rambu dalam rangka mewujudkan  visi, misi, dan strategi
baru Social Studies, NCSS (1994) menggariskan hal-hal sebagai berikut:
1. Program Social Studies mempunyai tujuan pokok yang ditegaskan kembali
bahwa civic competence bukanlah hanya menjadi tanggung jawab Social
Studies.
2. Program Social Studies dalam dunia pendidikan persekolahan, mulai dari
taman kanak-kanak sampai ke pendidikan menengah, ditandai oleh
keterpaduan“ …knowledge, skill, and attitudes within and across disciplines
(NCSS, 1994:3).
3. Program Social Studies dititik beratkan pada upaya membantu siswa dalam
construct a knowledge base and attitude drawn from academic discipline as
specialized ways of viewing reality (NCSS, 1994:4).
4. Program Social Studies mencerminkan “ …the changing nature of
knowledge, fostering entirely new and highly integrated approaches to
resolving issues of significance to humanity” (NCSS, 1994:5).

2. Latar Belakang Sosiologis


Tinjauan terhadap latar belakang sosiologis difokuskan pada tempat lahirnya IPS
yang pada awalnya bernama social studies. IPS dengan nama social studies
pertama kali digunakan dalam kurikulum sekolah Rugby di Inggris pada tahun
1827. Dr. Thomas Arnold, direktur sekolah tersebut adalah orang pertama yang
berjasa memasukkan IPS (social studies) ke dalam kurikulum sekolah.

Latar belakang dimasukkannya IPS ke dalam kurikulum sekolah berangkat dari


kondisi masyarakat Inggris pada waktu itu yang tengah mengalami kekacauan
akibat revolusi industri yang melanda negara itu. Masyarakat dan peradaban
Inggris terancam dekadensi, karena mekanisasi industri telah menimbulkan
kesulitan besar bagi masyarakat Inggris, terutama kaum buruh.

Kaum kapitalis dan pemerintah yang kurang memperhatikan nasib kaum buruh
yang mengakibatkan terjadinya pemerasan dan penindasan. Selain itu, di Inggris
juga terjadi persaingan di kalangan buruh sendiri, yang menyebabkan hidup kaum
tidak punya (the haves not) menjadi sangat menderita. Kehidupan antar kaum
buruh dan antara buruh dengan majikan digambarkan oleh filosuf Inggris Thomas
Hobbes sebagai homo homoni lopus bellum omnium contra omnes ( manusia
adalah srigala bagi yang lain, mereka saling berperang).

Singkatnya, manusia menjadi kehilangan kemanusiaannya (dehumanisasi).Sebagai


respon terhadap keadaan yang demikian ironis, Arnold memasukkan IPS ke dalam
kurikulum sekolahnya. Upayanya kemudian ditiru oleh banyak sekolah lainnya,
dan sekaligus menjadi awal berkembangnya IPS sebagai matapelajaran di sekolah.

Latar belakang munculnya IPS di Amerika Serikat berbeda dari Inggris. Setelah
Perang Budak atau Perang Saudara antara penduduk Utara-Selatan (1861- 1865), di
Amerika terjadi kekacauan sosial. Masyarakat Amerika Serikat yang sangat
beragam belum merasa menjadi satu bangsa. Segregasi sosial masih kental dan
lekat dengan kehidupan masyarakat Amerika pada saat itu.

Sebagai respon atas keadaan masyarakat tersebut, para ahli kemasyarakatan


Amerika Serikat mencari upaya untuk membantu proses pembentukan bangsa
Amerika Serikat, antara lain dengan mengembangkan IPS sebagai jawaban atas
situasi sosial. IPS dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah, yang dipelopori oleh
sekolah-sekolah di negara bagian Wisconsin sejak 1892. Setelah dipelajari secara
terus menerus sampai awal dasa warsa abad ke-20, pada tahun 1916 panitia
nasional untuk pendidikan menengah Amerika Serikat menyetujui pengembangan
dan pemasukan IPS ke dalam kurikulum sekolah.

Paparan tersebut menggambarkan bahwa situasi masyarakat di Inggris pada tahun


1827, yaitu awal industri modern, mirip dengan keadaan masyarakat Indonesia
dewasa ini. Industri sedang berkembang dan tanda-tanda dehumanisasi nampak
pula di Indonesia. Di antara indikator yang menunjukkan kemiripan tersebut adalah
terjadinya berbagai tindak kejahatan, seperti perampokan yang disertai
pembunuhan, kurang terjaminnya kaum buruh, individualisme yang mulai
menggerayangi masyarakat perkotaan, tindakan mengobyekkan para penganggur
dan pencari pekerjaan melalui human trafficing, terdesaknya alat-alat produksi
tradisional oleh alat produksi buatan negara asing, dan penumpukan kekayaan pada
golongan minoritas.
Keadaan masyarakat yang demikian mengingatkan pada betapa pentingnya
pembentukan jiwa sosial yang humanis sedini mungkin melalui pembelajaran IPS
di sekolah-sekolah.

3. Latar Belakang Pedagogis


Di samping sebagai reaksi atas keadaan masyarakat, seperti di Inggris, Amerika,
dan Indonesia, lahirnya IPS juga dilatarbelakangi oleh keinginan untuk
menyiapkan peserta didik agar menjadi warga masyarakat yang bertanggungjawab,
yakni dapat mewujudkan kewajiban dan hak-haknya dalam kehidupan sehari-
hari.Dengan mempelajari IPS, peserta didik diharapkan akan menjadi warga
masyarakat yang tidak individualistik, yang hanya mementingkan kebutuhan
sendiri, dan mengesampingkan kebutuhan orang lain atau warga masyarakat
lainnya. Sebaliknya, mereka diharapkan menjadi warga masyarakat yang memiliki
watak sosial yang selalu sadar bahwa hidupnya hanya dapat berlangsung bersama
dan bekerja sama dengan orang lain, dan orang lain hanya mau hidup bersama dan
bekerja sama bila mendapat perlakuan yang baik dari mereka.

Disiplin ilmu-ilmu sosial dipandang tidak mendukung prinsip pedagogis di atas,


karena berbagai disiplin itu membawa masyarakat dalam keadaan terpisahpisah.
Pengajaran IPS juga lebih dekat dengan keadaan sekarang yang ada dalam
lingkungan hidupnya. Dengan demikian tidaklah terlalu sukar bagi peserta didik
untuk mengamati, menggambarkan dan memikirkannya, karena masih berada
dalam jangkauan mereka, baik dari segi waktu maupun tempatnya.

Itulah latar belakang pedagogis dikembangnya IPS. Mengingat berbagai kemiripan


dan kegunaanya bagi pembinaan masyarakat Indonesia, maka pengembangan IPS
di dunia pendidikan di Indonesia merupakan kebutuhan pedagogis sebagaimana
halnya pengalaman di Inggris dan Amerika Serikat sebagai wahana pembinaan
sikap sosial bagi peserta didik.
Tiga Tradisi Pembelajaan IPS

Pembelajaran
Pembelajaran IPS sebagai
IPS sebagai ilmu sosial
transmisi
kewarganegara
an

Pembelajaran
IPS sebagai
inkuiri yang
reflektif

Pembelajaran IPS memiliki tiga tradisi yang berbeda


satu dengan yang lain.

Gambaran tentang ketiga tradisi pembelajaran IPS tersebut akan dipaparkan dalam
bahasan berikut.

 Pembelajaran IPS sebagai Transmisi Kewarganegaraan


Pembelajaran IPS sebagai transmisi kewarganegaraan merupakan strategi pengajaran
IPS yang berhubungan dengan penanaman tingkah laku, pengetahuan, pandangan, dan
nilai yang harus dimiliki oleh peserta didik.

Tingkah laku, pengetahuan, pandangan dan nilai yang akan diajarkan harus sesuai
dengan kekayaan nilai-nilai budaya yang berkembang di lingkungan peserta didik dan
guru yang mengajarkan IPS. Hal ini dimaksudkan agar nilainilai budaya yang ada
dalam masyarakat dapat ditransmisikan dari generasi ke generasi.

Pembelajaran IPS sebagai transmisi kewarganegaraan merupakan proses pewarisan


budaya dalam suatu masyarakat tertentu. Pewarisan budaya ini merupakan budaya
yang memilki nilai-nilai yang baik dan disepakati oleh masyarakat.
Pembelajaran IPS model transmisi kewarganegaraan di Amerika Serikat bertujuan
membina warga negara agar dapat memenuhi kewajiban dan tanggung jawab yang
baik, taat kepada hukum, membayar pajak, memenuhi kewajiban belajar, dan
memiliki dorongan diri yang kuat untuk mempertahankan negara
(Sumaatmadja,1980). Pembelajaran IPS sebagai transmisi kewarganegaraan juga
merupakan suatu proses pewarisan budaya dalam suatu masyarakat tertentu.
Pewarisan budaya ini tentu merupakan budaya yang memilki nilai-nilai yang baik dan
disepakati oleh masyarakat, sehingga dapat membentuk warga negara yang dapat
memenuhi kewajiban, taat pada hukum, dan bertanggung jawab dalam pembelaan
negara.

Tradisi pembelajaran IPS model transmisi kewarganegaaraan ini, oleh sebagian ahli
dipandang sebagai bentuk proses pendidikan yang statis, bahkan konservatif. Hal ini
dikarenakan di tengah kehidupan masyarakat yang dinamis di tengah perkembangan
dunia yang terus mengalami perubahan, setiap anak manusia dituntut untuk memiliki
kemampuan, pemikiran, dan keterampilan yang lebih luas dan kompleks. Jika
dikaitkan dengan kehidupan masyarakat Indonesia yang sedang berkembang, maka
pembelajaran model transmisi kewarganegaraan ini kurang relevan. Oleh karena itu,
proses pembelajaran IPS yang relevan untuk masyarakat Indonesia saat ini perlu terus
dikembangkan.

 Pembelajaran IPS sebagai Ilmu Sosial


Pembelajaran IPS sebagai ilmu sosial didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik
dapat berpikir secara kritis, mampu mengobservasi dan meneliti seperti apa yang
dilakukan oleh ahli ilmu sosial.

Tujuan pengajaran IPS sebagai ilmu sosial adalah menciptakan warga negara yang
mampu belajar dan berpikir secara baik, seperti yang dilakukan oleh ahli ilmu sosial.

 Pembelajaran IPS sebagai inkuiri reflektif


Pembelajaran IPS sebagai inkuiri reflektif merupakan proses berpikir yang mendalam
dan merefleksikan pengalaman, atau dengan kata lain dapat di katakan sebagai proses
merenung. Oleh karena itu, proses inkuiri reflektif  atau berpikir dan merenung tidak
hanya berpikir untuk memeriksa atau meneliti sesuatu persoalan, tetapi berhubungan
pula dengan sikap penilaian pengungkapan penilaian.

B. Perkembangan PIPS Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia


Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum seko
Indonesia juga hampir sama dengan di beberapa negara lain, di antaranya situasi
kacau dan pertentangan politik bangsa, kondisi keragaman budaya bangsa
(multikultur) yang sangat rentan terjadinya konflik. Sehingga, sebagai akibat konflik
dan situasi nasional bangsa yang tidak stabil, terlebih adanya pemberontakan
G30S/PKI dan berbagai masalah nasional lainnya di pandang perlu memasukan
program pendidikan sebagai propaganda dan penanaman nilai-nilai sosial budaya
masyarakat, berbangsa dan bernegara ke dalam kurikulum sekolah.
Oleh karenanya, dalam beberapa pertemuan ilmiah dibahas Istilah IPS (Ilmu
Pengetahuan Sosial) sebagai program pendidikan tingkat sekolah di Indonesia, dan
pertama kali muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di
Tawangmangu Solo Jawa Tengah. Dalam laporan seminar tersebut, muncul 3 istilah
dan digunakan secara bertukar pakai, yaitu :
1. Pengetahuan Sosial
2. Studi Sosial
3. Ilmu Pengetahuan Sosial

Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dunia persekolahan di Indonesia pada
tahun 1972-1973 yang diujicobakan dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah
Pembangunan (PSSP) IKIP Bandung. Kemudian secara resmi dalam kurikulum 1975
program pendidikan tentang masalah sosial dipandang tidak cukup diajarkan melalui
pelajaran sejarah dan geografi saja, maka dilakukan reduksi mata pelajaran di tingkat
SD-SMA untuk beberapa mata pelajaran ilmu sosial yang serumpun digabung ke
dalam mata pelajaran IPS. Oleh karena itu, pemberlakuan istilah IPS (social studies)
dalam kurikulum 1975 tersebut, dapat dikatakan sebagai kelahiran IPS secara resmi di
Indonesia.

Sejak pemerintahan Orde Baru keadaan tenang,  pemerintah melancarkan Rencana


Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti
Nasional di bidang pendidikan menemukan lima masalah nasional dalam bidang
pendidikan.
Kelima masalah tersebut antara lain:

1. Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.


2. Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan
3. Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan
pembangunan.
4. Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.
5. Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi
kepentingan pembangunan nasional.

Oleh karena itu, upaya pembangunan sektor pendidikan oleh pemerintah menjadi
prioritas. Program pembangunan pendidikan bidang sosial semakin ditingkatkan
untuk mengatasi dan menanamkan kewarganegaraan serta cinta tanah air Indonesia.
Upaya memasukan materi ilmu-ilmu sosial dan  humaniora ke dalam kurikulum
sekolah di Indonesia disajikan dalam mata pelajaran dan bidang studi/ jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) secara resmi pada kurikulum 1975. Kurikulum ini
merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen, bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk
membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.
Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan,
serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

Kurikulum pendidikan 1975 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya


sebagai berikut :

 Berorientasi pada tujuan


 Menganut pendekatan integratif
 Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
 Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
 Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon
dan latihan.

Konsep pendidikan IPS tersebut lalu memberi inspirasi terhadap kurikulum 1975 yang
menampilkan empat profil, yaitu :
Pendidikan M oral Pancasila m enggantikan Kew argaan N egara sebagai bentuk
pendidikan IPS khusus.

Pendidikan IPS terpadu untuk SD

Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SM P yang m enem patkan IPS sebagai konsep
peyung untuk sejarah, geografi dan ekonom i koperasi

Pendidikan IPS terisah-pisah yang m encakup m ata pelajaran sejarah, ekonom i dan
geografi untuk SM A , atau sejarah dan geografi untuk SPG , dan IPS (ekonom i dan
sejarah) untuk SM EA /SM K

Konsep pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam Kurikulum 1984 yang
secara konseptual merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 khususnya dalam
aktualisasi materi, seperti masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4) sebagai materi pokok PMP. DalamKurikulum 1984, PPKn merupakan
mata pelajaran sosial khusus yang wajib diikuti semua siswa di SD, SMP dan SMU.
Sedangkan mata pelajaran IPS diwujudkan dalam :

1. Pendidikan IPS terpadu di SD kelas I-VI.


2. Pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup geografi, sejarah dan 
ekonomi koperasi.
3. Pendidikan IPS terpisah di SMU yang meliputi Sejarah Nasional dan Sejarah
Umum di kelas I-II; Ekonomi dan Geografi di kelas I-II; Sejarah Budaya di kelas
III program IPS.

Dimensi konseptual mengenai pendidikan IPS telah berulang kali dibahas dalam
rangkaian pertemuan ilmiah, yakni pertemuan HISPISI (Himpunan Sarjana
Pendididkan Ilmu Sosial)  pertama di Bandung tahun 1989, Forum Komunikasi
Pimpinan HIPS di Yogyakarta tahun 1991, di Padang tahun 1992, di Ujung Pandang
tahun 1993, Konvensi Pendidikan kedua di Medan tahun 1992. Salah satu materi yang
selalu menjadi agenda pembahasan ialah mengenai konsep PIPS. Dalam pertemuan
Ujung Pandang, M. Numan Soemantri, pakar dan ketua HISPISI menegaskan adanya
dua versi PIPS sebagaimana dirumuskan dalam pertemuan di Yogyakarta, yaitu :
 Versi PIPS untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. PIPS adalah
penyederhanaan, adaptasi dari disiplin Ilmu-ilmu Sosial dan humaniora, serta
kegiatan dasar manusia yang duorganisir dan disajikan secara ilmiah dan
pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.
 Versi PIPS untuk Jurusan Pendidikan IPS-IKIP. PIPS adalah seleksi dari
disiplin Ilmu-ilmu Sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang
diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.

PIPS untuk tingkat perguruan tinggi pendidikan Guru IPS (eks IKIP, FKIP,
STKIP),direkonseptualisasikan sebagai pendidikan disiplin ilmu, sehingga menjadi
Pendidikan Disiplin Ilmu Pengetahuan Sosial, seperti pendidikan Geografi,
Pendidikan Ekonomi, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan sosiologi,
Pendidikan Sejarah dsb).

Bentuk keseriusan ahli pendidikan dan ahli ilmu-ilmu sosial khususnya mereka yang
memiliki komitmen terhadap social studies atau pendidikan IPS sebagai program
pendidikan di tingkat sekolah, maka mereka berusaha untuk memasukkan ilmu-ilmu
sosial ke dalam kurikulum sekolah lebih jelas lagi. Namun karena tidak mungkin
semua disiplin ilmu sosial diajarkan di tingkat sekolah, maka kurikulum ilmu sosial
itu disajikan secara terintegrasi atau interdisipliner ke dalam kurikulum IPS (social
studies). Jadi untuk program pendidikan ilmu-ilmu  sosial di tingkat pendidikan dasar
dan menengah harus sudah mulai di ajarkan. Program pendidikan dasar di SD dan
SMP penyajiannya secara terpadu penuh, sementara itu untuk pembelajaran IPS di
tingkat SMA/MA dan SMEA penyajiannya bisa dilakukan secara terpisah antar
cabang ilmu-ilmu sosial, tetapi tetap memperhatikan keterhubungannya antara ilmu
sosial yang satu dengan ilmu sosial lainnya, terutama dalam rumpun jurusan IPS di
SMA dan juga di SMEA. Sementara itu, pada tingkat perguruan tinggi pendidikan
ilmu-ilmu sosial  disajikan secara terpisah atau fakultatif, seperti FE, FH, FISIP dsb.
Namun untuk pendidikan IPS di FKIP/IKIP/STKIP yang mempersiapkan calon guru
atau mendidik calon guru di tingkat sekolah, maka pendidikan IPS di berikan secara
interdisipliner dan juga secara disipliner. Secara interdisipliner karena ilmu yang
diperoleh nantinya untuk program pembelajaran untuk usia anak sekolah, dan secara
disipliner karena sebagai guru juga harus menguasai ilmu yang diajarkan.
Kurikulum 1994 dilaksanakan secara bertahap mulai ajaran 1994-1995 merupakan
pembenahan atas pelaksanaan kurikulum 1984 setelah memperhatikan tuntutan
perkembangan dan keadaan masyarakat saat itu, khususnya yang menyangkut
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni, kebutuhan pembangunan
dan gencarnya arus globalisasi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum 1984 itu sendiri.
Upaya pembaharuan kurikulum pendidikan nampak saat diadakannya serangkaian
Rapat Kerja Nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dari tahun 1986
sampai 1989.

Pembenahan kurikulum ini juga didorong oleh amanat GBHN 1988 yang intinya;

a. perlunya diteruskan upaya peningkatan mutu pendidikan di berbagai jenis dan


jenjang pendidikan.
b. perlunya persiapan perluasan wajib belajar pendidikan dasar dari enam tahun
menjadi sembilan tahun
c. perlunya segera dilahirkan undang-undang yang mengatur tentang Sistem
Pendidikan Nasional.

Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum kembali yang dikenal
dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Namun pengembangan kurikulum
IPS diusulkan menjadi Pengetahuan Sosial untuk merespon secara positif berbagai
perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan relevansi program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan
dan kebutuhan setempat. Di samping itu, khusus dalam kurikulum SD, IPS pernah
diusulkan digabung dengan Pendidikan kewarganegaraan yaitu menjadi pendidikan
kewrganegaraan dan pengetahuan sosial (PKnPS), namun akhirnya kurikulum
disempurnakan ke dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) tahun 2006,
antara IPS dan PKn dipisahkan kembali.

Hal ini memperhatikan berbagai masukan dan kritik ahli pendidikan serta kepentingan
pendidikan nasional dan politik bangsa yaitu perlunya pendidikan kewarganegaraan
bangsa, maka antara IPS dan PKn meskipun tujuan dan kajiannya adalah sama  yaitu
membentuk warganegara yang baik, maka PKn tetap diajarkan sebagai mata pelajaran
di sekolah secara terpisah dengan IPS.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Definisi tentang social studies menurut Edgar Bruce Wesley pada tahun 1937
( Barr, Bart dan Shermis, 1977:2) yaitu : The social Studies are the social sciences
simplified for pedagogical purpose” Ilmu Sosial itu yang disederhanakan untuk tujuan
pendidikan. Yang meliputi aspek–aspek, seperti sejarah, ekonomi, politik, sosiologi,
antropologi, psikologi, geografi, dan filsafat, yang praktiknya digunakan dalam
pembelajaran di sekolah maupun perguruan tinggi.
Menurut Barr dkk, mendefinisikan social studies dalam beberapa bagian
yaitu :social studies merupakan satu system pengetahuan yang terpadu, kedua misi
utama social studies adalah pendidikan kewarganegaraan dalam suatu masyarakat
yang demokratis, ketiga sumber utama konten social studies adalah social sciene dan
humanitier, keempat dalam upaya penyiapan warga Negara yang demokratis terbuka
kemungkinan perbedaan dalam orientasi, visi tujuan dan metode pembelajaran.
diantaranya lahirlah visi, misi dan strategi social studies itu adalah; Sosial studies
taught as citizenship transmission, Sosial studies taught as social science, Sosial
studies taught as reflective inquiry.
B. Saran
Dengan makalah ini, diharapkan agar pembaca mampu memahami dan
merealisasikan dengan semaksimal mungkin tentang materi IPS MI/SD yang
membahas “Perkembangan Pendidikan IPS” dan dapat memahami pengertian dan
sejarah mengenai Social Studies dan PIPS.
Dengan selesainya penulisan makalah ini, maka penulis mengharap kepada
pembaca sekiranya menemukan kesalahan pada makalah ini untuk memperbaikinya.
Sebab penulis bukanlah orang sempurna yang tidak lepas dari sifat kekeliruan,
sehingga penulis juga biasa melakukan kesalahan. Dan jika ada sesuatu yang biasa di
jadikan bahan kajian oleh pembaca maka penulis akan merasa termotivasi. Saran dan
kritik dari pembaca yang sifatnya membangun semangat menulis penulis akan selalu
ditunggu oleh penulis.
DAFTAR PUSTAKA

http://tyabassuqy.blogspot.com/2013/04/makalah-konsep-dasar-ips-sejarah.html

http://mustaqimdauf.blogspot.com/2013/10/sejarah-ips-di-dunia.html

http://long-visit.blogspot.com/2012/07/perkembangan-pendidikan-ilmu.html

Anda mungkin juga menyukai