Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Sebagaimana kita ketahui, di era yang semakin moderen dan maju ini,  ilmu pengetahuan dari
hari ke hari semakin berkembang dengan pesat. Tuntutan masyarakat dan bangsa terhadap
pendidikan di dunia akan senantiasa mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Hal ini membawa
dampak terhadap eksitensi kurikulum di setiap negara yang akan mengalami perubahan sejalan
dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat dan bangsanya. Begitu pula dengan ilmu pengatahuan
sosial, Ilmu yang mempelajari masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat ini, sudah tidak
terbantahkan lagi mngenai kelahirannya di Indonesia, karena adanya kebutuhan masyarakat yang
telah berkembang menuju masyarakat maju yang beradab, adil, makmur, dan sejahtera. Arah
perkembangan pendidikan ini sejalan dengan cita-cita dan tujuan nasional Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

IPS tentu tidak muncul dengan begitu saja, IPS muncul melalui sebuah perjalanan yang
panjang menghadapi tantangan-tantangan antara perlu atau tidaknya IPS untuk pembelajaran di
sekolah. IPS bersumber dari ilmu-ilmu sosial yang berkembang di masyarakat yang disederhanakan.
sehingga para Ilmuwan dan ahli-ahli bidang sosial terus mencari inovasi konsep dan kurikulum yang
paling pas untuk menjadikan IPS sebagai ilmu yang penting  bagi siswa untuk menghadapi kehidupan
dalam masyarkat.

Oleh karena itu, kita perlu mengetahui bagaimana sebenarnya sejarah perkembangan IPS
secara umum dan di Indonesia?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut akan dibahas lebih lanjut
dalam bagian pembahasan.

RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimanakah perkembangan IPS secara umum?

2.      Bagaimanakah perkembangan IPS di Indonesia?

C.     TUJUAN PEMBAHASAN

1.      Mendiskripsikan perkembangan IPS secara umum

2.      Mendeskripsikan perkembangan IPS di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

A.    PERKEMBANGAN IPS SECARA UMUM


Sejarah perkembangan IPS secara umum memang tidak dapat dipisahkan dari sejarah
perkembangan social studies yang berkembang di Amerika Serikat (USA), adanya social studies ini
dilatarbelakangi oleh hancurnya tatanan sosial yang ada di masyarakat pada masa itu, penyebab
kehancuran tersebut yaitu terjadinya Perang Dunia 1 pada tahun 1914-1918 yang menimbulkan
dampak yang besar, seperti kelaparan, rusaknya fasilitas-fasilitas umum, dan lain-lain yang tentu saja
mempengaruhi status dan peranan seseorang di masyarakat, norma-norma yang berlaku di
masyarakat pada masa itu cenderung di abaikan. Karena hal inilah para ahli ilmu pengetahuan yang
dinaungi National Council for the Social Studies  NCSS melakukan pertemuan untuk pertama kalinya
pada tanggal 20-30 November 1935 untuk membicarakan pemikiran tentang social studies. Pada
pertemuan tersebut belum dapat menghasilkan sesuatu yang diharapkan. Namun demikian, terbuka
sebuah harapan pada suatu saat akan mendapatkan suatu hasil yang gemilang dalam social
studies. Menurut John L. Tidsley bahwa hal tersebut memberi tanda sejak awal pertumbuhannya
bidang social studies dihadapkan kepada tantangan untuk dapat membangun dirinya sebagai suatu
disiplin yang solid.

Pada tahun 1937, Edgar Bruce Wisley mengemukakan bahwa social studies adalah ilmu-ilmu
sosial yang disederhanakan untuk tujuan pendidikan. Dari pengertian ini terkandung hal-hal sebagai
berikut : 

1.         Social Studies merupakan turunan dari Ilmu-Ilmu Sosial 

2.         Dikembangkannya Social Studies  ini bertujuan untuk memenuhi tujuan pendidikan/ pembelajaran


baik pada tingkat sekolah maupun di tingkat pendidikan tinggi 

3.         Aspek-aspek dari masing-masing disiplin ilmu sosial seperti contohnya aspek ilmu Sejarah perlu di
seleksi dan di sesuaikan dengan tujuan pendidikan/pembelajaran tersebut.

Antara tahun 1940-1950 NCSS mendapat serangan pertanyaan yaitu penting atau tidaknya
Social Studies menanamkan nilai dan sikap demokratis kepada para pemuda. Hal itu terjadi karena
adanya tuntutan bagi sekolah untuk mengajarkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
diperlukan untuk berpartisipasi dalam masyarakat yang demokratis.

Pada tahun 1960-an muncul suatu gerakan akademis yang mendasar dalam pendidikan, yang
dapat dipandang sebagai revolusi dalam social studies, yang dipelopori oleh para sejarawan dan ahli-
ahli ilmu sosial. Gerakan akademis tersebut dikenal sebagai gerakan the new social studies (social
studies  gaya baru). Namun demikian hingga tahun 1970-an ternyata gagasan untuk
mendapatkan the new social studies ini belum bisa menjadi kenyataan.

Pada tahun 1940-1960 terjadi tarik menarik antara dua visi social studies yaitu disatu pihak
adanya gerakan untuk mengintergrasikan berabagai disiplin ilmu sosial untuk tujuan citizhenship
education  dan dilain pihak, terus bergulirnya gerakan pemisahan berbagai disiplin ilmu sosial yang
cenderung memperlemah konsepsi social studies education. Hal ini juga dipengaruhi oleh Perang
Dunia ke II.
Pada tahun 1955 terjadi terobosan besar, diungkapkan oleh Barr. dkk. (1977:37)  berupa
inovasi dari Maurice Hunt dan Lawrence Metcalf yang mencoba cara baru untuk menyatukan
pengetahuan dan keterampilan ilmu sosial untuk tujuan citizhenship education. Mengubah
program social studies yang dahulunya Closed Area ( hal-hal yang tabu dalam masyarakat )  menjadi
hal-hal yang bersifat refleksi rasional dalam tujuan mengupayakan siswa untuk dapat mengam-bil
keputusan mengenai masalah-masalah yang terjadi dimasyarakat.

Gerakan the new social studies yang menjadi pilar dari perkembangan social studies pada


tahun 1960-an. Oleh karena itu, para ilmuwan, sejarawan dan ahli-ahli sosial bersatu padu untuk
bergerak meningkatkan social studies kepada taraf higher level of  intellectual pursuit.

Pada dasarwasa 1970-an, demikian dicatat Barr. dkk. (1877:46)  terjadi pertumbuhan social
studies yang serupa dengan hasilnya hampir semua proyek menitik beratkan pada inquiry process ,
desicion making, value question, and student problem oriented (Proses penelitian, pengambilan
keputusan, nilai masalah, dan orientasi permasalahan mahasiswa).

Jika dilihat dari visi dan misi dari social studies menurut Barr (1978:1917), social studies di
kembangkan menjadi tiga tradisi yaitu :

1.      Social Studies Taught as Citizenship Transmission (Ilmu Sosial yang terintegrasi sebagai ilmu
Kewarganegaraan)

2.      Social Studies Taught as Social Science (Ilmu Sosial sebagai disiplin ilmu yang terpisah)

3.      Social Studies Taught as Revlective Inquiry (Ilmu Sosial sebagai  ladang ilmu pengetahuan yang
bersifat melatih kepekaan terhadap gejala sosial yang terjadi di sekitar)

Pada dasawarsa 1980-an perkembangan social studies ditandai oleh lahirnya dua pilar


akademis: laporan pertama menghasilkan definisi, tujuan, lingkup dan laporan kedua mengahasilkan
urutan materi mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan kelas XII SMA.

Jika dilihat dari definisi dan tujuan dari social studies ada beberapa hal, yaitu :

1.      Social studies merupakan mata pelajaran dasar diberbagai jenjang pendidikan persekolahan

2.      Yang merupakan tujuan utama dari mata pelajaran ini ialah mengembangkan siswa untuk menjadi
warga Negara yang memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk berperan serta dalam
kehidupan berdemokrasi

3.      Konten pelajaran diambil dan diseleksi dari sejarah dan ilmu-ilmu sosial yang ada dalam masyarakat

4.      Pembelajaran menggunakan cara-cara yang mencerminkan kesadaran pribadi, kemasyarakatan,


pengalaman pribadi dan perkembangan pribadi siswa.
Hal tersebut menunjukan bahwa pada dasawarsa 1980-an telah terjadi kristalisasi
pemikiran social studies  yang lebih solid dan telah mencairnya masalah ketidakpastian pada
dasawarsa sebelumnya.

Pada NCSS tahun 1994 mewujudkan visi, misi, dan strategi baru  social studies yang digariskan
dalam hal-hal sebagai berikut

Pertama, program social studies mempunyai tujuan pokok yang ditegaskan kembali


bahwa civic competence itu bukanlah hanya menjadi tanggung jawab dari social studies.

Kedua, program social studies dalam dunia pendidikan persekolahan mulai dari taman kanak-
kanak hingga pendidikan menengah.

Ketiga, program social studies menitikberatkan pada upaya membantu siswa dalam


membangun pengetahuan dan sikap yang aktif melalui cara pandang secara akademik terhadap
realita.

Keempat, program social studies mencerminkan “...the canging nature of knowledge, fostering


entirely new and highly integrated approaches to resolving issues of significance to humanity” (NCSS,
1994 : 5). Dengan begitu hakekat pengetahuan yang semula dilihat secra kotak-kotak, ini harus dilihat
secara terpadu yang menuntun perlibatan berbagai disiplin

.     SEJARAH PERKEMBANGAN IPS DI INDONESIA

B.1. Permulaan istilah IPS

Istilah IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), untuk pertama kalinya muncul dalam Seminar
Nasional Civic Education  tahun 1972 di Tawangmangu Solo menurut laporan seminar tersebut
(Panitia Seminar Nasional Civic Education, 1972:2, dalam Winaputra, 1978:42) ada 3 istilah yang
muncul dan digunakan secara bertukar pakai (interchangeably), yakni:

1.      pengetahuan sosial,

2.      studi sosial, dan

3.      ilmu pengetahuan sosial

Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dalam dunia persekolahan terjadi pada tahun
1972-1973, yakni dalam kurikulum  Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung.
Kurikulum PPSP dianggap sebagai pilar kedua dalam perkembangan pemikiran IPS. Pendidikan IPS
diwujudkan dalam 3 bentuk , yakni:

1)      pendidikan IPS terintergrasi dengan nama Pendidikan Kewarganegaraan/ Studi sosial

2)      pendidikan IPS terpisah, dimana istilah IPS hanya digunakan sebagai konsep untuk mata pelajaran
geografi, sejarah, dan ekonomi
3)      pendidikan Kewargaan Negara sebagai suatu bentuk IPS

Konsep pendidikan IPS PPSP kemudian menginspirasi kurikulum 1975, didalam kurikulum ini
pendidikan IPS menampilkan empat profil, yakni :

1)      Pendidikan Moral Pancasila

2)      Pendidikan IPS terpadu.

3)      Pendidikan IPS terkonfederasi

4)      Pendidikan IPS terpisah-pisah

B.2.  Mempertahankan Konsep Pendidikan IPS

Konsep pendidikan IPS dipertahanakan dalam kurikulum 1984 , yang merupakan


penyempurnaan dari kurikulum 1975. Penyempurnaan yang dilakukan khususnya dalam aktualisasi
materi yang disesuaikan dengan perkembangan baru dalam masing-masing disiplin. Sedangkan
konsep pendidikan IPS tidak mengalami perubahan yang mendasar.

Dengan berlakunya undang-undang No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Awalnya
muncul dua kajian kurikuler, pendidikan pancasila dan pendidikan kewarganegaraan. Kemudian
tahun 1984 kedua kajian tersebut dilembagakan menjadi satu mata pelajaran, yakni Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).

Dalam kurikulum 1994 mata pelajaran PPKn merupakan mata pelajaran sosial khusus yang
wajib diikuti semua jenjang pendidikan, yang diwujudkan dalam:

1.      Pendidikan IPS terpadu di SD kelas III sampai dengan VI.

2.      Pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup materi Geografi, Sejarah, dan Ekonomi
Koperasi.

3.      Pendidikan IPS terpisah yang mirip dengan tradisi social studies.

Disimak dari perkembangan pemikiran IPS yang terwujudkan dalam Kurikulum sampai dengan
dasawarsa 1990-an , pendidikan IPS di Indonesia mempunyai dua konsep pendidikan, yakni: pertama
pendidikan IPS yang diajarkan dalam tradisi citizhenship transsmision dalam bentuk mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan Sejarah Nasional; kedua, pendidikan IPS yang
diajarkan dalam tradisi social science dalam bentuk pendidikan IPS terpisah di SMU, yang
terkonfederasi di SLTP, dan yang terintergrasi di SD.

Perkembangan IPS di Indonesia juga bisa dilihat dari kajian konseptual dari para pakar
Indonesia. Dalam pembahasannya tentang “Perspektif Pendidikan Ilmu (Pengetahuan ) Sosial.
Achmad Sanusi (1998) dalam konteks pembahasannya yang sangat mendasar mengenai pendidikan
IPS di IKIP, menyinggung sedikit tentang pengajaran IPS di sekolah.
Menurut Sanusi (1998:222-227);

1.      melihat pengajaran IPS di sekolah cenderung menitikberatkan pada penguasaan hafalan,

2.       proses pembelajaran yang terpusat pada guru,

3.       terjadinya banyak miskonsepsi,

4.      Situasi kesal yang membosankan siswa,

5.      Ketidak lebih unggulan guru sentralistik,

6.      Pencapaian tujuan kongnitif yang mengulit bawang,

7.      Rendahnya rasa percaya diri siswa sebagai akibat dari; amat lunaknya isi dari pembelajaran,
kontradiksi materi dengan kenyataan, dominannya latihan berfikir taraf rendah, guru yang tidak
tangguh,persepsi negatif dan prasangka buruk dari masyarakat terhadap kedudukan dan peran ilmu
sosial dalam pembangunan masyarakat.

Oleh karena itu, Sanusi (1998) merekomendasikan perlunya reorientasi pengembangan yang
mencakup peningkatan mutu SDM dalam hal ini guru agar lebih mampu
mengembangkan kecerdasan siswa lebih optimal melalui variasi interaksi dan pemanfaatan media
dan sumber belajar yang lebih menantang.

Sanusi (1998):24-247) menyarankan upaya konseptual yang diperlukan yaitu perlunya batasan
yang jelas mengenai tujuan dan konten pendidikan ilmu sosial untuk berbagai jenjang pendidikan,
termasuk di dalamnya pola pemilihan dan pengorganisasian tema-tema pembelajaran yang dinilai
lebih esensial dan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan perubahan dalam masyarakat.

Tentang kedudukan PIPS/ PDIPS dalam konteks orang lebih luas tampaknya cukup prospektif.
Misalnya, Dahlan (1997) melihat PIPS sebagai upaya strategis pembangunan manusia seutuhnya
untuk menghadapi era globalisasi. Sementara itu Tsauri (1997:1) yang menguntip pemikiran Alfian
ketika mengenang tokoh LIPI Profesor Sarwono Prawirohardjo, melihat peranan PIPS dalam
perspektif perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia, yang seyogianya
memusatkan perhatian pada upaya pengembangan disiplin yang kuat, ketekunan yang luar biasa,
intergritas diri yang kokoh wibawa yang mantab, rasa tanggung jawab yang tinggi, dan pengertian
yang dalam.

dan kepakaran yang baik.

Bertitik tolak dari pemikiran mengenai kedudukan konseptual PDIPS tersebut, dapatlah
diidentifikasi sekolah objek telaah dari sistem pengetahuan PDIPS tersebut sebagai berikut:

1.      Karakteristik potensi dan perilaku belajar siswa SD, SLTP, dan SMU

2.      Karakteristik potensi dan perilaku belajar mahasiswa FPIPS-IKIP atau JPIPS-STKIP/FKIP.


3.      Kurikulum dan bahan belajar IPS SD, SUP, dan SMU

4.      Disiplin ilmu-ilmu sosial, humaniora, dan disiplin lain yang relevan

5.      Teori, prinsip, strategi, media, dan evaluasi pembelajaran IPS.

6.      Masalah-masalah sosial, dan masalah ilmu dan teknologi yang berdampak sosial.

7.      Norma agama yang melandasi dan memperkuat profesionalisme.

B.3. Paradigma Pembangunan Pengetahuan dalam Bidang PDIPS

Hal yang dimaksud dengan paradigma adalah accepted pattern or model: (Kuhn 1970).
Secara operasional paradigma pembangunan pengetahuan dalam bidang PDIPS siartikan sebagai
pola pikir, pola sikap, dan pola tindak yang tertata secara utuh yang seyogianya digunakan oleh para
pakar atau ilmuwan PDIPS dalam melakukan kegiatan “konstruksi, interpretasi, transformasi, dan
rekonstruksi (KITR)” pengetahuan sampai pada akhirnya ditemukan teori (Sanusi, 1998:19).

Teori inilah yang pada gilirannya membangun suatu sistem pengetahuan atau disiplin ilmu.
Namun demikian disiplin ilmu itu sendiri tidak bisa dipandang hanya sebagai akumulasi
informasi,fakta, teori paradigma. Melainkan merupakan sistem berpikir (Wilardjo, 1987; Pranarka,
1987 dalam Supriadi, 1998: 19).

Pandangan tersebut memberikan suati visi dinamis dari perkembangan disiplin,karena


disiplin disikapi sebagai domain akademik yang selalu berubah, saling merangsang antara disiplin
sehingga menghasilkan teori baru;keberhasilannya diukur dari pencapaian terhadap tujuannya,
merupakan pencerminan nilai, dan merupakan sumber informasi bagi masyarakat. Visi tersebut,
sangat tepat, dan dapat diterima karena memang realita kehidupan atau menuru Sanusi (1998) real
life system (RLS) bersifat multifaset dan berubah dengan cepat, yang pada gilirannya menurut upaya
untuk melakukan observasi, interpretasi, konstruksi, transformasi, dan rekonstruksi orang juga
dinamis. Apabila rangkaian kegiatan itu dilakukan dengan semangat dan komitmen keilmuan yang
teapt, akan menghasilkan suatu sistem pengetahuan yang baru.

Dengan menggunakan visi dinamis dari perkembangan ilmu tersebut, maka tumbuhnya
sistem pengetahuan yang baru yang kemudian berkembang menjadi disiplin baru, bukanlah sesuatu
yang aneh,tetapi justru merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Hal ini juga merupakan ciri-
ciri dari perkembangan ilmu paca-positivisme, yang oleh Khun (1970) dilukiskan bahwa ilmu
berkembang melalui alur perjalanan historis epistemologis yang dimulai dari tahap pra-paradigmatik.
Diterimanya paradigma secara meluas yang melahikan ilmu normal; ditemukannya anomali atau
penyimpangan melalui proses falsifikasi; dan pada akhirnya ditemukannya paradigma baru yang lebih
handal. Namun demikian, tidaklah berarti bahwa kemudian ilmu itu berhenti, tetapi sebagaimana
dikemukakan oleh Goldstein bahwa proses ilmu itu akan berlangsung terus secara dinamis mengkuti
dinamikanya pemikiran manusia dalam menghadapi fenomena tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.       KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa social studies pada dunia persekolahan telah
mendasari sistem pengetahuan terpadu yang mengarungi waktu 60 tahun lebih yang diwadahi oleh
NCSS sejak tahun 1935 dan tercatat banyak mempengaruhi pemikiran-pemikiran di negara lain.
Termasuk mengenai PIPS di Indonesia.

Konsep social studies berkembang di Amerika Serikat sejak tahun 1800-an, yang kemudian


menjadi domain pengkajian akademik tahun 1900-an dengan berdirinya National Council for the
Social Studies pada tahun 1935 sebagai pilar akademik pertama. Pilat tersebut berupa kesepakatan
untuk menempatkan  social studies sebagai core curriculum dan tahun 1937 berupa kesepakatan
mengenai pengertian social studies.

Sejak tahun 1935, social studies berkembang ditandai dengan adanya ketakmenentuan,


ketakeputusan, ketidakbersatuan, dan  ketakmajuan. Antara 1940-1950 social studies mendapat
serangan dari berbagai sudut, tahun 1960-1970 timbul tarik-menarik antara pendukung gerakan the
new social studies yang menekankan pada citizenship education. Pendukung gerakan ini kemudian
mendirikan social science education consortium (SSEC). Sedangkan NCSS terus mengembangkan
gerakan social studies yang berpusat citizenship education.

Pendidikan IPS di Indonesia berkembang sejak tahun 1967 dengan munculnya gagasan
pengajaran IPS, kemudian muncul pengajaran IPS menurut Kurikulum SD 1963, lalu berubah menjadi
pengajaran IPS dalam kurikulum PPSP 1973, trus berubah menjadi pengajaran IPS dan PMP dalam
Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, dan akhirnya muncul mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) dan pengajaran IPS terpadu di SD, yang terkonfederasi di SUP dan yang
terpisah di SMU atas dasar kurikulum sebagai konsekuensi logis dari munculnya PIPS dalam dunia
persekolahandi IKIP atau STKIP dikembangkan program guru IPS yang di dalam kurikulumnya
memuat konsep pendidikan disiplin IPS (PDIPS) pada tingkat sarjana, magister, dan doktor
pendidikan. Untuk mengembangkan PDIPS sebagai suatu sistem terpadu perlu diupayakan
pengembangan sinergi akademis dan pedagogis dari seluruh komponen edukatif PIPS dan PDIPS
pada FPIPS dan JPIPS serta PPS IKIP / dan penelitian semua komponen PIPS san PDIPS.

B.     SARAN

Sudah saatnya guru di Indonesia tidak hanya peduli terhadap materi yang akan disampaikan
di kelas, namun juga peduli akan sejarah dari materi yang disampaikannya tersebut. Semoga uraian
di atas dapat membantu memahami dan mengerti tentang sejarah dari Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS).
DAFTAR PUSTAKA

Winataputra, HUS. 2000. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Universitas Terbuka

Saripudin, U. W. 1989. Konsep dan Masalah Pengajaran Ilmu Sosial di Sekolah Menengah. Jakarta :


Depdikbud. Ditjen Dikti. Proyek Pengembangan LPTK.

Myers, C. B. et.al. 2000. National Standards for Social Studies Teacher 1. Washington DC: National Council
for the Social Studies.

Myers, C. B. et.al. 2000. National Standards for Social Studies Teacher 2. Program Standarts for the Initial
Preparation of Social Studies Teacher. Washington DC: National Council for the Social Studies.

Sapriya. 2009. Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


Aza, Desi Kirana.2011.Sejarah Perkembangan IPS secara Umum (online)
(http://tek-chy1.blogspot.com/2011/10/sejarah-perkembangan-ips-secara-umum.html)
diakses tanggal  2 September 2012
Ai, Rahmawati.2012.Sejarah Perkembangan IPS secara Umum (online)
(http://pisces-pride.blogspot.com/2012/04/sejarah-perkembangan-ips-secara-umum.html) diakses
tanggal 2 September 2012

Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989.

Anda mungkin juga menyukai