DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK : 1 ( SATU )
KELAS : B
UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ-MEDAN/ POKJAR BINJAI
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia –
Nya, kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Ada pun judul makalah
yang penulis susun yaitu “SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN
SOSIAL (IPS) ”. Sholawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada nabi Muhammad
SAW, keluarga, sahabat dan umatnya.
Makalah ini berisi tentang bagaimana sejarah perkembangan ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL, kami mengucapkan banyak terima kasih atas segala partisipasi
dalam membantu penyusunan makalah ini. Meski telah disusun secara maksimal, namun
penulis sebagai manusia menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka
dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan
makalah ini. Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin.
Demikian apa yang bisa penulis sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil
manfaat dari makalah ini.
Penulis, Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………....................i
DAFTAR ISI……………………………......………………………………..…..................ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang……….......……….……………………………………...…………................1
Rumusan Masalah…………...............…………………………………………………...........1
Tujuan………………………………….............………………………...................................1
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan……………………….....……………………………………........……..............9
Saran…………………………………………………………………………………………...9
DAFTAR PUSTAKA…………….
…………………………………………………………..10
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan IPS dalam bidang pendidikan di awali dengan adanya suatu proses
analisis terhadap kehidupan sosial masyarakat dan juga nilai atau norma yang berlaku di
masyarakat. Analisis yang dilakukan terhadap nilai social masyarakat tersebut berkembang
menjadi menjadi ilmu sosial dan humaniora, kedua aspek sosial tersebut diintegrasikan oleh
IPS dalam proses penerapan dan pengembangannya, hal ini diperkuat oleh pendapat
Sumaatmadja ( 2006: 1.9) bahwa.Ilmu sosial dan humaniora mempunyai dua kajian yang
berbeda, namun berkenaan dengan objek yang sama yaitu kehidupan manusia di masyarakat,
dan IPS sendiri mengintegrasikan keduanya, oleh karena itu IPS mempelajari kehidupan
sosial yang kajiannya mengintegrasikan bidang ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Berdasarkan
pendapat tersebut maka dapat dipahami bahwa IPS berkembang dalam aspek kehidupan
masyarakat yang di dalamnya mengandung ilmu-ilmu sosial dan humaniora, sehingga pada
konteks pembelajarannya tidak terlepas dari adanya perkembangan sosial dan kehidupan
masyarakat sekitar yang menjadi bahan pembelajaran.
IPS yang merupakan salah satu mata pelajaran yang dikembangkan atas dasar adanya
interaksi antara manusia dengan lingkungannya, diterapkan pada konsep pembelajaran
melalui adanya penyederhanaan dari beberapa ilmu sosial yang digunakan sebagai bahan
pengembangan IPS secara pedagogis dan psikologis, hal ini dilakukan agar terdapat suatu
kesesuaian antara karakteristik pendidikan dan juga tingkat perkembangan siswa sekolah
dasar, sehingga dapat dijadikan sebagai alasan untuk mencapai tujuan pendidikan, hal ini
sesuai dengan pendapat dari Sapriya (2009:11) bahwa. “IPS adalah penyederhanaan atau
adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan manusia yang
diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan
pendidikan”. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat dipahami bahwa pengembangan dari
IPS dilakukan dengan melakukan penyederhanaan terhadap ilmu sosial secara ilmiah,
pedagogis dan psikologis untuk mencapai tujuan pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu:
C. Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan terjemahan dari studi sosial (social studies).
Pertama kali social studies diperkenalkan di dunia persekolahan dan masuk kurikulum
sekolah di Rugby (Inggris) pada tahun 1872, yakni sekitar setengah abad setelah terjadinya
Revolusi Industri (abad ke-18), yang di tandai dengan perubahan penggunaan tenaga manusia
menjadi tenaga mesin.
Namun bila kita berbicara tentang sejarah perkembangan IPS kita tidak bias terlepas
dari sejarah perkembangan social studies yang berkembang di Amerika Serikat (AS). Latar
belakang dimasukkannya social studies dalam kurikulum sekolah di Amerika Serikat berbeda
dengan Inggris. Bila di Inggris karena perubahan sistem kerja, di Amerika Serikat,
penduduknya terdiri atas berbagai macam ras di antaranya ras Indian (penduduk asli), ras
kulit putih (Eropa) dan ras Negro (Afrika) untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan
negara tersebut.
Awalnya penduduk Amerika Serikat yang multi ras itu tidak menimbulkan masalah,
hingga berlangsungnya perang saudara antara utara dan selatan atau yang dikenal dengan
Perang Budak yang terjadi tahun 1861-1865 dimana pada saat itu Amerika Serikat siap
menjadi kekuatan dunia. Disini mulai terasa adanya kesulitan menyatukan penduduk yang
multi ras tersebut menjadi suatu bangsa. Selain itu juga terdapat perbedaan sosial ekonomi di
antara penduduk yang menjadi tantangan sendiri dalam mempersatukan Amerika.
Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan memasukkan social studies ke dalam
kurikulum sekolah di negara Wisconsin pada tahun 1892. Setelah dilakukan pengkajian,
maka pada awal abad 20, sebuah Komisi Nasional dari The National Education Association
memberikan rekomendasi tentang perlunya social studies dimasukkan ke dalam kurikulum
semua sekolah dasar dan sekolah menengah Amerika Serikat. Social studies saat itu
materinya terdiri atas penggabungan mata pelajaran sejarah, geografi dan civics.
Social studies yang mulai diterapkan dalam dunia pendidikan dasar dan menengah di
Amerika Serikat sejak tahun 1915 setelah perang dunia pertama. Para ahli pendidikan di
Amerika Serikat pada waktu itu berkesimpulan bahwa pengajaran ilmu-ilmu sosial yang di
ajarkan secara sendiri-sendiri dalam bentuk disiplin ilmu, seperti: Sejarah, geografi, ekonomi,
dan lain-lain tidak akan mampu membekali para subyek didik untuk dapat mengenal dan
mengerti masalah sosial yang ada disekitarnya. Dengan demikian di introduksikannya social
studies yang diharapkan dapat mengatasi kekurangan.
Masuknya social studies selain sebagai reaksi para pakar Ilmu Sosial terdapat situasi
sosial di Inggris dan Amerika Serikat, juga dilatarbelakangi oleh keinginan para pakar
pendidikan. Para pakar ingin agar setelah meninggalkan sekolah dasar dan menengah, para
siswa dapat : (1) menjadi warga negara yang baik, dalam arti mengetahui dan menjalankan
2
hak-hak dan kewajibannya; (2) dapat hidup bermasyarakat secara seimbang, dalam arti
memperhatikan kepentingan pribadi dan masyarakat. Dengan menghadirkan social studies di
sekolah dasar dan menengah, para siswa tidak perlu harus menunggu belajar Ilmu-ilmu Sosial
di perguruan tinggi.
Pada petemuan tersebut, pengkajian secara akademik pertama muncul dalam bentuk
kesepakatan untuk menempatkan social studies sebagai core curriculum, dan pada tahun
1937 berupa kesepakatan mengenai definisi tentang “social studies” menurut pandangan
Edgar Bruce Wesley pada tahun 1937 yaitu : “The Social Studies are the social sciences
simplifield for pedagogical purposes”. Social studies adalah ilmu-ilmu sosial yang
disederhanakan untuk tujuan pendidikan. Pengertian ini kemudian dibakukan bahwa “social
studies”, meliputi aspek-aspek ilmu sejarah, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi,
antropologi, psikologi, ilmu geografi, dan filsafatyang dalam praktiknya dipilih untuk tujuan
pembelajaran disekolah dan di perguruan tinggi. Bila dianalisis dengan cermat, di dalam
pengertian “social studies” tersebut terkandung hal-hal sebagai berikut :
Pada tahun 1955 terjadi terobosan yang besar, demikian diungkapkan oleh Barr, dkk.
(1977: 37) berupa inovasi Maurice Hunt dan Laurence Metcalf yang mencoba melihat
cara baru dalam pengintegrasian pengetahuan dan keterampilan ilmu sosial untuk tujuan,
citizenship education. Dikemukakan bahwa program social studies di sekolah seyogyanya
diorganisasikan dalam bentuk pembelajaran ilmu social yang terpisah-pisah, tetapi di
orientasikan kepada closed areas atau masalah-masalah yang tabu dalam masyarakat,
seperti isu tentang sex, patriotism, ras yang biasanya penuh dengan prasangka,
ketidaktahuan, mitos dan kontrovensi, untuk diiubah kearah yang bersifat refleksi
rasional. Dengan cara itu, social studies mulai di arahkan pada upaya guna melatih para
siswa untuk dapat mengambil keputusan mengenai masalah-masalah publik.
Pada dasawarsa 1980-an perkembangan social studies di tandai dengan lahirnya dua
pilar akademis : laporan pertama menghasilkan definisi, tujuan, lingkup dan urutan
3
materi mulai dari Kindergarden sampai dengan kelas XII (High School), rincian
democratic beliefs and values, dan rincian Skill in the Social Studies Curriculum.
Jika dilihat dari definisi dan tujuannya, social studies menurut laporan tersebut
terkandung hal-hal sebagai berikut :
Di dalam dokumen (NCSS, 1994:3) di adopsi pengertian social studies sebagai berikut;
Secara esensial terkandung visi,misi dan strategi pendidikan social studies yang
mengokohkan kristalisasi pemikiran yang lebih solid dan kohesif. Dalam dua dasawarsa
terakhir, 1980 dan 1990-an, pemikiran mengenai social studies yang sebelumnya di landa
penyakit ketidakmenentuan, ketidakberkeputusan, ketidakbersatuan, dan ketidakmajuan,
paling tidak secara konseptual telah dapat diatasi.
Rambu-rambu yang digariskan NCSS (1994) dalam rangka mewujudkan visi, misi dan
strategi baru social studies sebagai berikut ;
1. Program social studies mempunyai tujuan pokok bahwasanya esensi tujuan tersebut
lebih diutamakan dalam social studies dari pada dalam bidang lain.
2. Program social studies dalam dunia pendidikan persekolahan mulai dari pendidikan
taman kanak-kanak sampai dengan pendidikan menengah di tandai oleh keterpaduan.
3. Program social studies di titik beratkan pada upaya membantu siswa, bahwasanya
siswa bukan sebagai penerima pengetahuan yang pasif, tetapi sebagai
pembangunpengetahuan dan sikap yang aktif melalui cara pandang secara akademik
terhadap realita.
4. Program social studies mencerminkan hakikat pengetahuan yang semula dilihat
secara kotak-kotak, kini harus dilihat secara terpadu yang menuntun perlibatan
berbagai disiplin.
4
B. Sejarah Perkembangan IPS di Indonesia
Pemikiran mengenai konsep pendidikan IPS di Indonesia tidak jauh berbeda dengan
perkembangan social studies di dunia, di Indonesia juga banyak dipengaruhi oleh pemikiran
social studies di Amerika Serikat. Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam
kurikulum sekolah di Indonesia jauh berbeda dengan latar belakang yang terjadi di Inggris
dan Amerika Serikat.
1. Pengetahuan sosial,
2. Studi sosial, dan
3. Ilmu pengetahuan sosial
Ketiga istilah tersebut diartikan sebagai suatu studi masalah-masalah sosial yang dipilih dan
dikembangkan dengan menggunakan pendekatan interdisipliner dan bertujuan agar masalah-
masalah sosial dapat dipahami oleh siswa. Dengan demkian, para siswa akn dapat
menghadapi dan memecahkan masalah sosial sehari-hari. Pada saat itu, konsep IPS tersebut
belum masuk kedalam kurikulum sekolah, tetapi baru dalam wacana akademis yang muncul
dalam seminar tersebut. Kemunculan istilah tersebut bersamaan dengan munculnya istilah
IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dalam dalam wacana akademis Pendidikan Sains, pengertian
IPS yang disepakati dalam seminar tersebut dapat dianggap sebagai pilar pertama dalam
perkembangan pemikiran tentang pendidikan IPS. Berbeda dengan pemunculan pengertian
social studies dari Edar Bruce Wesley dalam pertemuan pertama NCSS Tahun 1937 yang
segera mendapat responsakademis secara meluas dan melahirkan kontroversi akademik,
pemunculan pengertian IPS dengan mudah diterima dengan sedikit komentar.
5
Konsep IPS di Indonesia pertama kalinya masuk kedalam dunia persekolahan mulai
pada tahun 1972-1973, yakni dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan
(PPSP) IKIP Bandung. Hal ini tidak terlepas dari beberapa pakar yang ikut memberikan
sumbangsih pemikirannya saat seminar Civic Education di Tawangmangu berasal dari IKIP
Bandung, seperti Achmad Sanusi, Numan Sumantri, Achmad Kosasih Djahiri dan Dedih
Suhardi. Dalam Kurikulum SD 8 tahun PSPP digunakan istilah “Pendidikan
Kewarganegaraan Negara/Studi Sosial” sebagai mata pelajaran sosial terpadu. Dalam
Kurikulum tersebut digunakan istilah Pendidikan Kewarganegaraaan Negara/ studi sosial
sebagai mata pelajaran sosial terpadu yang di dalamnya tercakup Sejarah Indonesia, Ilmu
Bumi Indonesia, dan Civics yang diartikan sebagai Pengetahuan Kewargaan Negara.
Sementara dalam kurikulum sekolah menengah 4 tahun digunakan istilah, yakni (1)
“Studi Sosial” sebagai mata pelajaran inti untuk semua siswa dan sebagai bendera untuk mata
pelajaran sosial yang terdiri atas geografi, sejarah dan ekonomi sebagai pelajaran mayor pada
jurusan IPS; (2) “Pendidikan Kewargaan Negara” sebagai mata pelajaran inti bagi semua
jurusan; dan (3) “Civic dan Hukum” sebagai mata pelajaran mayor pada jurusan IPS (PSPP
IKIP Bandung, 1973a, 1973b). Kurikulum PSPP tersebut dianggap sebagai pilar kedua dalam
perkembangan pemikiran tentang pendidikan IPS, yakni masuknya kesepakatan akademis
tentang IPS kedalam kurikulum sekolah. Pada tahap ini konsep pendidikan IPS diwujudkan
dalam 3 bentuk, yakni :
Selanjutnya konsep pendidikan IPS tersebut lalu memberi inspirasi terhadap Kurikulum
1975, yang menampilkan empat profil yaitu ;
Konsep pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam kurikulum 1975 khususnya
dalam aktualisasi materi, seperti masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
( P4 ) sebagai materi pokok PMP.
6
pendidikan IPS, yakni pendidikan IPS yang di ajarkan dalam tradisi “citizenship
transmission” dalam bentuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan
Sejarah Nasional dan pendidikan IPS yang diajarkan dalam tradisi ‘social science” dalam
bentuk pendidikan IPS terpisah dari SMA, yang terkonfederasi di SMP, dan yang terintegrasi
di SD.
Dalam kurikulum 1994, mata pelajaran PPKn merupakan mata pelajaran khusus yang wajib
diikuti oleh semua siswa di SD,SMP dan SMU. Sedangkan mata pelajaran IPS diwujudkan
dalam ;
Dimensi konseptual mengenai pendidikan IPS telah berulang kali di bahas dalam rangkaian
pertemuan ilmiah, yakni pertemuan HISPISI pertama di Bandung tahun 1989. Forum
Komunikasi Pimpinan HIPS di Yogyakarta tahun 1991, di Padang tahun 1992, di Ujung
Pandang tahun 1993, Konvensi Pendidikan kedua di Medan tahun 1992. Salah satu materi
yang selalu menjadi agenda pembahasan ialah mengenai konsep PIPS. Dalam pertemuan
Ujung Pandang, M. Numan Soemantri, pakar dan ketua HISPISI menegaskan adanya dua
versi PIPS sebagaimana dirumuskan dalam pertemuan di Yogyakarta, yaitu ;
PIPS untuk tingkat perguruan tinggi pendidikan Guru IPS di rekonseptualisasikan sebagai
pendidikan disiplin ilmu, sehingga menjadi Pendidikan Disiplin Ilmu Pengetahuan Sosial
(PDIPS). Bertitik tolak dari pemikiran mengenai kedudukan konseptual diidentifikasi sekolah
objek telah dari system pendidikan PDIPS, yaitu;
1. Karakteristik potensi dan perilaku belajar siswa SD, SLTP dan SMU.
2. Karakteristik potensi dan perilaku belajar mahasiswa FPIPS – IKIP atau JPIPS –
STKIP / FKIP.
3. Kurikulum dan bahan ajar IPS SD, SLTP dan SMU.
4. Disiplin ilmu – ilmu sosial. Humaniora dan disiplin lain yang relevan.
5. Teori , prinsip, strategi dan media dan evaluasi pembelajaran IPS.
6. Masalah-masalah social, dan masalah ilmu dan teknologi yang berdampak social.
7
7. Norma agama yang melandasi dan memperkuat profesionalisme.
Tahun 2006 terjadi perubahan kurikulum yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Pembelajaran IPS berdasarkan KTSP disusun secara sistematis
komprehensif dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan.
Dalam KTSP 2006 pembelajaran IPS mengemban empat tujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut :
Pada KTSP, selain materi/muatan serta tujuan yang ditetapkan di atas juga disarankan
metode mengajar yang lebih dapat mengontekstual pembelajaran IPS, yakni metode
pengajaran yang interaksi edukatifnya di dalam kelas (in the class room interaction) dan
metode mengaja yang interaksinya di luar kelas (out class room interaction).
Selanjutnya, pada tahun 2013, terjadi lagi perubahan kurikulum dan IPS pun
mengikuti perubahan terutama dengan mengembangkan pendekatan pembelajaran terpadu
tematik. Pada pendekatan pembelajaran terpadu, program pembelajaran IPS disusun dari
berbagai cabang ilmu dalam rumpun ilmu sosial. Pengembangan pembelajaran tematik dapat
mengambil topik dari suatu cabang ilmu tertentu, kemudian pembahasannya dilengkapi,
diperluan atau diperdalam dengan cabang ilmu lainnya. Demikian juga topik atau tema dapat
dikembangkan dari berbagai isu, peristiwa dan permasalahan yang berkembang dan
pemecahannya juga dapat dilihat dari berbagai disiplin ilmu atau sudut pandang sehingga
pembelajaran IPS lebih menarik.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum perkembangan social studies sebagai suatu bidang kajian telah dibahas.
Melukiskan bagainana social studies pada dunia persekolahan telah menjadi dasar ontologi
dan suatu system pengetahuan yang terpadu, yang secara estimologi telah mengarungi suatu
perjalanan pemikiran dalam kurun waktu 60 tahun lebih yang di motori dan diwadahi oleh
NCSS sejak tahun 1935.
PDIPS sebagai suatu system pengetahuan terpadu yang perlu dikaji secara terus
menerus melalui berbagai upaya penelitian, pengembangan dan penerapan yang melibatkan
para pakar dan praktisi dalam bidang PIPSdan PDIPS. Dengan demikian, PDIPS dapat
berkembang memenuhi tuntutan sebagai suatu disiplin.
B. Saran
Demikian makalah yang penulis buat dengan segala kekurangan dan keterbatasan
penulis. Oleh karena itu, penulis mohon saran dan kritik yang kontruktif demi perbaikan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca
umumnya.
9
DAFTAR PUSTAKA
Wahab, Abdul Aziz. (2021). Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial. Universitas Terbuka:
Tangerang Selatan.
Seran, Eliana Yunitha, dan Mardawani. (2021). Konsep Dasar IPS. CV. Budi Utama:
Yogyakarta.
Saripudin, U. W. (1989). Konsep dan Masalah Pengajaran Ilmu Sosial di Sekolah Menengah.
Jakarta: Depdikbud, Ditjen Dikti. Proyek Pengembangan LPTK.
Myers, C.B.et.al. (2000). Nasional Standards for Sosial Studies Teacher 1. Washington DC:
National Council for The Sosial Studies.
10