Anda di halaman 1dari 14

KONSEP DASAR IPS

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK : 1 ( SATU )

- NURUL GISTI TANJUNG


- RIRIN ANGGRIYANI
- SITI NUR

KELAS : B

UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ-MEDAN/ POKJAR BINJAI
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia –
Nya, kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Ada pun judul makalah
yang penulis susun yaitu “SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN
SOSIAL (IPS) ”. Sholawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada nabi Muhammad
SAW, keluarga, sahabat dan umatnya.
Makalah ini berisi tentang bagaimana sejarah perkembangan ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL, kami mengucapkan banyak terima kasih atas segala partisipasi
dalam membantu penyusunan makalah ini. Meski telah disusun secara maksimal, namun
penulis sebagai manusia menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka
dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan
makalah ini. Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin.
Demikian apa yang bisa penulis sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil
manfaat dari makalah ini.

Binjai, 20 Oktober 2021

Penulis, Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………....................i

DAFTAR ISI……………………………......………………………………..…..................ii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang……….......……….……………………………………...…………................1

Rumusan Masalah…………...............…………………………………………………...........1

Tujuan………………………………….............………………………...................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah perkembangan IPS……………………………….............................................2


B. Sejarah perkembangan IPS di Indonesia........................................................................5

BAB III PENUTUP

Kesimpulan……………………….....……………………………………........……..............9

Saran…………………………………………………………………………………………...9

DAFTAR PUSTAKA…………….
…………………………………………………………..10

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Perkembangan IPS dalam bidang pendidikan di awali dengan adanya suatu proses
analisis terhadap kehidupan sosial masyarakat dan juga nilai atau norma yang berlaku di
masyarakat. Analisis yang dilakukan terhadap nilai social masyarakat tersebut berkembang
menjadi menjadi ilmu sosial dan humaniora, kedua aspek sosial tersebut diintegrasikan oleh
IPS dalam proses penerapan dan pengembangannya, hal ini diperkuat oleh pendapat
Sumaatmadja ( 2006: 1.9) bahwa.Ilmu sosial dan humaniora mempunyai dua kajian yang
berbeda, namun berkenaan dengan objek yang sama yaitu kehidupan manusia di masyarakat,
dan IPS sendiri mengintegrasikan keduanya, oleh karena itu IPS mempelajari kehidupan
sosial yang kajiannya mengintegrasikan bidang ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Berdasarkan
pendapat tersebut maka dapat dipahami bahwa IPS berkembang dalam aspek kehidupan
masyarakat yang di dalamnya mengandung ilmu-ilmu sosial dan humaniora, sehingga pada
konteks pembelajarannya tidak terlepas dari adanya perkembangan sosial dan kehidupan
masyarakat sekitar yang menjadi bahan pembelajaran.

IPS yang merupakan salah satu mata pelajaran yang dikembangkan atas dasar adanya
interaksi antara manusia dengan lingkungannya, diterapkan pada konsep pembelajaran
melalui adanya penyederhanaan dari beberapa ilmu sosial yang digunakan sebagai bahan
pengembangan IPS secara pedagogis dan psikologis, hal ini dilakukan agar terdapat suatu
kesesuaian antara karakteristik pendidikan dan juga tingkat perkembangan siswa sekolah
dasar, sehingga dapat dijadikan sebagai alasan untuk mencapai tujuan pendidikan, hal ini
sesuai dengan pendapat dari Sapriya (2009:11) bahwa. “IPS adalah penyederhanaan atau
adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan manusia yang
diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan
pendidikan”. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat dipahami bahwa pengembangan dari
IPS dilakukan dengan melakukan penyederhanaan terhadap ilmu sosial secara ilmiah,
pedagogis dan psikologis untuk mencapai tujuan pendidikan.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu:

1. Bagaimana perkembangan sejarah IPS secara umum ?


2. Bagaimana perkembangan IPS di Indonesia ?

C. Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam makalah ini yaitu :

1. Untuk mengetahui perkembangan sejarah perkembangan IPS.


2. Untuk mengetahui perkembangan IPS di Indonesia.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A.   Sejarah Perkembangan IPS Secara Umum

Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan terjemahan dari studi sosial (social studies).
Pertama kali social studies diperkenalkan di dunia persekolahan dan masuk kurikulum
sekolah di Rugby (Inggris) pada tahun 1872, yakni sekitar setengah abad setelah terjadinya
Revolusi Industri (abad ke-18), yang di tandai dengan perubahan penggunaan tenaga manusia
menjadi tenaga mesin.

Namun bila kita berbicara tentang sejarah perkembangan IPS kita tidak bias terlepas
dari sejarah perkembangan social studies yang berkembang di Amerika Serikat (AS). Latar
belakang dimasukkannya social studies dalam kurikulum sekolah di Amerika Serikat berbeda
dengan Inggris. Bila di Inggris karena perubahan sistem kerja, di Amerika Serikat,
penduduknya terdiri atas berbagai macam ras di antaranya ras Indian (penduduk asli), ras
kulit putih (Eropa) dan ras Negro (Afrika) untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan
negara tersebut.

Awalnya penduduk Amerika Serikat yang multi ras itu tidak menimbulkan masalah,
hingga berlangsungnya perang saudara antara utara dan selatan atau yang dikenal dengan
Perang Budak yang terjadi tahun 1861-1865 dimana pada saat itu Amerika Serikat siap
menjadi kekuatan dunia. Disini mulai terasa adanya kesulitan menyatukan penduduk yang
multi ras tersebut menjadi suatu bangsa. Selain itu juga terdapat perbedaan sosial ekonomi di
antara penduduk yang menjadi tantangan sendiri dalam mempersatukan Amerika.

Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan memasukkan social studies ke dalam
kurikulum sekolah di negara Wisconsin pada tahun 1892. Setelah dilakukan pengkajian,
maka pada awal abad 20, sebuah Komisi Nasional dari The National Education Association
memberikan rekomendasi tentang perlunya social studies dimasukkan ke dalam kurikulum
semua sekolah dasar dan sekolah menengah Amerika Serikat. Social studies saat itu
materinya terdiri atas penggabungan mata pelajaran sejarah, geografi dan civics.

Social studies yang mulai diterapkan dalam dunia pendidikan dasar dan menengah di
Amerika Serikat sejak tahun 1915 setelah perang dunia pertama. Para ahli pendidikan di
Amerika Serikat pada waktu itu berkesimpulan bahwa pengajaran ilmu-ilmu sosial yang di
ajarkan secara sendiri-sendiri dalam bentuk disiplin ilmu, seperti: Sejarah, geografi, ekonomi,
dan lain-lain tidak akan mampu membekali para subyek didik untuk dapat mengenal dan
mengerti masalah sosial yang ada disekitarnya. Dengan demikian di introduksikannya social
studies yang diharapkan dapat mengatasi kekurangan.

Masuknya social studies selain sebagai reaksi para pakar Ilmu Sosial terdapat situasi
sosial di Inggris dan Amerika Serikat, juga dilatarbelakangi oleh keinginan para pakar
pendidikan. Para pakar ingin agar setelah meninggalkan sekolah dasar dan menengah, para
siswa dapat : (1) menjadi warga negara yang baik, dalam arti mengetahui dan menjalankan

2
hak-hak dan kewajibannya; (2) dapat hidup bermasyarakat secara seimbang, dalam arti
memperhatikan kepentingan pribadi dan masyarakat. Dengan menghadirkan social studies di
sekolah dasar dan menengah, para siswa tidak perlu harus menunggu belajar Ilmu-ilmu Sosial
di perguruan tinggi.

Konsep social studies umumnya berkembang secara evolusioner di Amerika Serikat


sejak tahun 1800-an, yang kemudiang mengkristal menjadi domain pengkajian akademik
pada tahun 1900-an, antara lain berdirinya National Council for Social Studies (NCSS) pada
tahun 1935. Pada pertemuan NCSS tahun 1935, walaupun masih terdapat perdebatan dan
kebingungan, melalui pertemuan tersebut terbuka sebuah harapan bahwa pada suatu saat
dapat dicapai suatu hasil yang gemilang di dalam perkembangan social studies. Ini
dinyatakan oleh John L. Tildsley pada sajiannya bahwa hal tersebut mmberi tanda; sejak awal
pertumbuhannya bidang social studies dihadapkan kepada tantangan untuk dapat membangun
dirinya sebagai suatu disiplin yang solid.

Pada petemuan tersebut, pengkajian secara akademik pertama muncul dalam bentuk
kesepakatan untuk menempatkan social studies sebagai core curriculum, dan pada tahun
1937 berupa kesepakatan mengenai definisi tentang “social studies” menurut pandangan
Edgar Bruce Wesley pada tahun 1937 yaitu : “The Social Studies are the social sciences
simplifield for pedagogical purposes”. Social studies adalah ilmu-ilmu sosial yang
disederhanakan untuk tujuan pendidikan. Pengertian ini kemudian dibakukan bahwa “social
studies”, meliputi aspek-aspek ilmu sejarah, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi,
antropologi, psikologi, ilmu geografi, dan filsafatyang dalam praktiknya dipilih untuk tujuan
pembelajaran disekolah dan di perguruan tinggi. Bila dianalisis dengan cermat, di dalam
pengertian “social studies” tersebut terkandung hal-hal sebagai berikut :

1. Social studies merupakan turunan dari ilmu-ilmu sosial.


2. Disiplin ini dikembangkan untuk memenuhi tujuan pendidikan/pembelajaran baik
pada tingkat persekolahan maupun tingkat pendidikan tinggi.
3. Aspek-aspek dari masing-masing disiplin ilmu sosial itu perlu diseleksi sesuai dengan
tujuan tersebut.

Pada tahun 1955 terjadi terobosan yang besar, demikian diungkapkan oleh Barr, dkk.
(1977: 37) berupa inovasi Maurice Hunt dan Laurence Metcalf yang mencoba melihat
cara baru dalam pengintegrasian pengetahuan dan keterampilan ilmu sosial untuk tujuan,
citizenship education. Dikemukakan bahwa program social studies di sekolah seyogyanya
diorganisasikan dalam bentuk pembelajaran ilmu social yang terpisah-pisah, tetapi di
orientasikan kepada closed areas atau masalah-masalah yang tabu dalam masyarakat,
seperti isu tentang sex, patriotism, ras yang biasanya penuh dengan prasangka,
ketidaktahuan, mitos dan kontrovensi, untuk diiubah kearah yang bersifat refleksi
rasional. Dengan cara itu, social studies mulai di arahkan pada upaya guna melatih para
siswa untuk dapat mengambil keputusan mengenai masalah-masalah publik.

Pada dasawarsa 1980-an perkembangan social studies di tandai dengan lahirnya dua
pilar akademis : laporan pertama menghasilkan definisi, tujuan, lingkup dan urutan

3
materi mulai dari Kindergarden sampai dengan kelas XII (High School), rincian
democratic beliefs and values, dan rincian Skill in the Social Studies Curriculum.

Jika dilihat dari definisi dan tujuannya, social studies menurut laporan tersebut
terkandung hal-hal sebagai berikut :

1. Social studies merupakan mata pelajaran dasar diseluruh jenjang pendidikan


persekolahan.
2. Mengembangkan siswa untuk menjadi warga negara yang memiliki pengetahuan,
nilai, sikap dan keterampilan yang memadai untuk berperan serta dalam kehidupan
demokrasi.
3. Konten pelajarannya digali dan diseleksi dari sejarah dan ilmu-ilmu sosial, serta
dalam banyak hal dari humaniora dan sains.
4. Pembelajaran menggunakan cara-cara yang mencerminkan kesadaran pribadi,
kemasyarakatan, pengalaman budaya, perkembangan pribadi siswa.

Di dalam dokumen (NCSS, 1994:3) di adopsi pengertian social studies sebagai berikut;
Secara esensial terkandung visi,misi dan strategi pendidikan social studies yang
mengokohkan kristalisasi pemikiran yang lebih solid dan kohesif. Dalam dua dasawarsa
terakhir, 1980 dan 1990-an, pemikiran mengenai social studies yang sebelumnya di landa
penyakit ketidakmenentuan, ketidakberkeputusan, ketidakbersatuan, dan ketidakmajuan,
paling tidak secara konseptual telah dapat diatasi.

Rambu-rambu yang digariskan NCSS (1994) dalam rangka mewujudkan visi, misi dan
strategi baru social studies sebagai berikut ;

1. Program social studies mempunyai tujuan pokok bahwasanya esensi tujuan tersebut
lebih diutamakan dalam social studies dari pada dalam bidang lain.
2. Program social studies dalam dunia pendidikan persekolahan mulai dari pendidikan
taman kanak-kanak sampai dengan pendidikan menengah di tandai oleh keterpaduan.
3. Program social studies di titik beratkan pada upaya membantu siswa, bahwasanya
siswa bukan sebagai penerima pengetahuan yang pasif, tetapi sebagai
pembangunpengetahuan dan sikap yang aktif melalui cara pandang secara akademik
terhadap realita.
4. Program social studies mencerminkan hakikat pengetahuan yang semula dilihat
secara kotak-kotak, kini harus dilihat secara terpadu yang menuntun perlibatan
berbagai disiplin.

4
B. Sejarah Perkembangan IPS di Indonesia
Pemikiran mengenai konsep pendidikan IPS di Indonesia tidak jauh berbeda dengan
perkembangan social studies di dunia, di Indonesia juga banyak dipengaruhi oleh pemikiran
social studies di Amerika Serikat. Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam
kurikulum sekolah di Indonesia jauh berbeda dengan latar belakang yang terjadi di Inggris
dan Amerika Serikat.

Secara historis epistemologis sangat sukar untuk menelusuri perkembangan pemikiran


tentang konsep dasar IPS di Indonesia, hal ini karena di Indonesia belum ada lembaga
professional di bidang IPS seperti NCSS di Amerika Serikat, serta perkembangan kurikulum
dan pembelajaran IPS sebagai ontology ilmu pendidikan atau disiplin ilmu sampai saat ini
sangat tergantung pada pemikiran pakar yang ditugasi untuk pengembangan perangkat
kurikulum yang sifatnya incidental misalnya Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang
Diknas) dan Pusat Kurikulum (Puskur).

Karena situasi tersebut, untuk mengkaji perkembangan pemikiran mengenai


pendidikan IPS di Indonesia dapat mengkaji dari beberapa dokumen yang berasal dari
pertemuan ilmiah dan penelitian yang relevan. Istilah ilmu pengetahuan sosial (IPS), untuk
pertama kalinya muncul dalam Seminal Nasional tentang Civic Education tahun 1972 yang
dilaksanankan di Tawangmangu Solo, dalam laporan panitia seminar tersebut ada 3 istilah
yang digunakan secara bertukar pakai, yaitu :

1. Pengetahuan sosial,
2. Studi sosial, dan
3. Ilmu pengetahuan sosial

Ketiga istilah tersebut diartikan sebagai suatu studi masalah-masalah sosial yang dipilih dan
dikembangkan dengan menggunakan pendekatan interdisipliner dan bertujuan agar masalah-
masalah sosial dapat dipahami oleh siswa. Dengan demkian, para siswa akn dapat
menghadapi dan memecahkan masalah sosial sehari-hari. Pada saat itu, konsep IPS tersebut
belum masuk kedalam kurikulum sekolah, tetapi baru dalam wacana akademis yang muncul
dalam seminar tersebut. Kemunculan istilah tersebut bersamaan dengan munculnya istilah
IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dalam dalam wacana akademis Pendidikan Sains, pengertian
IPS yang disepakati dalam seminar tersebut dapat dianggap sebagai pilar pertama dalam
perkembangan pemikiran tentang pendidikan IPS. Berbeda dengan pemunculan pengertian
social studies dari Edar Bruce Wesley dalam pertemuan pertama NCSS Tahun 1937 yang
segera mendapat responsakademis secara meluas dan melahirkan kontroversi akademik,
pemunculan pengertian IPS dengan mudah diterima dengan sedikit komentar.

Dalam sejarah perkembangan kurikulum sistem Pendidikan di Indonesia terdapat tiga


jenis program pendidikan sosial yang dikenal, yakni program (pendidikan) ilmu-ilmu sosial
(IIS) yang dikaji pada fakultas-fakultas sosial murni; disiplin ilmu pengetahuan sosial
(PDPIS) yang dikaji pada fakultas-fakultas pendidikan ilmu sosial; dan pendidikan ilmu
pengetahuan sosial (IPS) yang dikaji terutama di dalam pendidikan persekolahan.

5
Konsep IPS di Indonesia pertama kalinya masuk kedalam dunia persekolahan mulai
pada tahun 1972-1973, yakni dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan
(PPSP) IKIP Bandung. Hal ini tidak terlepas dari beberapa pakar yang ikut memberikan
sumbangsih pemikirannya saat seminar Civic Education di Tawangmangu berasal dari IKIP
Bandung, seperti Achmad Sanusi, Numan Sumantri, Achmad Kosasih Djahiri dan Dedih
Suhardi. Dalam Kurikulum SD 8 tahun PSPP digunakan istilah “Pendidikan
Kewarganegaraan Negara/Studi Sosial” sebagai mata pelajaran sosial terpadu. Dalam
Kurikulum tersebut digunakan istilah Pendidikan Kewarganegaraaan Negara/ studi sosial
sebagai mata pelajaran sosial terpadu yang di dalamnya tercakup Sejarah Indonesia, Ilmu
Bumi Indonesia, dan Civics yang diartikan sebagai Pengetahuan Kewargaan Negara.

Sementara dalam kurikulum sekolah menengah 4 tahun digunakan istilah, yakni (1)
“Studi Sosial” sebagai mata pelajaran inti untuk semua siswa dan sebagai bendera untuk mata
pelajaran sosial yang terdiri atas geografi, sejarah dan ekonomi sebagai pelajaran mayor pada
jurusan IPS; (2) “Pendidikan Kewargaan Negara” sebagai mata pelajaran inti bagi semua
jurusan; dan (3) “Civic dan Hukum” sebagai mata pelajaran mayor pada jurusan IPS (PSPP
IKIP Bandung, 1973a, 1973b). Kurikulum PSPP tersebut dianggap sebagai pilar kedua dalam
perkembangan pemikiran tentang pendidikan IPS, yakni masuknya kesepakatan akademis
tentang IPS kedalam kurikulum sekolah. Pada tahap ini konsep pendidikan IPS diwujudkan
dalam 3 bentuk, yakni :

1. Pendidikan IPS, terintegrasi dengan nama Pendidikan Kewargaan Negara/Studi


Sosial;
2. Pendidikan IPS terpisah, dimana istilah IPS hanya digunakan sebagai konsep paying
untuk mata pelajaran geografi, sejarah, dan ekonomi;
3. Pendidikan Kewargaan Negara sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus, yang
dalam konsep tradisi social studies termasuk “citizenchip transmission” (Barr,
dkk;1978)

Selanjutnya konsep pendidikan IPS tersebut lalu memberi inspirasi terhadap Kurikulum
1975, yang menampilkan empat profil yaitu ;

1. Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Kewargaan Negara sebagai bentuk


pendidikan IPS khusus yang mewadahi tradisi “citizenship transmission”.
2. Pendidikan IPS terpadu untuk Sekolah Dasar.
3. Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SNIP yang menempatkan IPS sebagai konsep
payung yang menaungi mata pelajaran geografi, sejarah dan ekonomi koperasi.
4. Pendidikan IPS terpisah – pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, geografi, dan
ekonomi untuk SMA atau sejarah dan geografi untuk SPG.

Konsep pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam kurikulum 1975 khususnya
dalam aktualisasi materi, seperti masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
( P4 ) sebagai materi pokok PMP.

Sampai dengan dasawarsa 1990-an bila dilihat dari perkembangan pemikiran


pendidikan IPS pada Kurikulum pendidikan IPS di Indonesia mempunyai dua konsep

6
pendidikan IPS, yakni pendidikan IPS yang di ajarkan dalam tradisi “citizenship
transmission” dalam bentuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan
Sejarah Nasional dan pendidikan IPS yang diajarkan dalam tradisi ‘social science” dalam
bentuk pendidikan IPS terpisah dari SMA, yang terkonfederasi di SMP, dan yang terintegrasi
di SD.

Dalam kurikulum 1994, mata pelajaran PPKn merupakan mata pelajaran khusus yang wajib
diikuti oleh semua siswa di SD,SMP dan SMU. Sedangkan mata pelajaran IPS diwujudkan
dalam ;

1. Pendidikan IPS terpadu di SD kelas III sampai dengan VI;


2. Pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup materi geografi, sejarah dan
ekonomi koperasi.
3. Pendidikan IPS terpisah di SMU yang meliputi Sejarah Nasional dan Sejarah Umum
di kelas I-II; Ekonomi dan Geografi di kelas I-II; Sejarah budaya di kelas III program
IPS.

Dimensi konseptual mengenai pendidikan IPS telah berulang kali di bahas dalam rangkaian
pertemuan ilmiah, yakni pertemuan HISPISI pertama di Bandung tahun 1989. Forum
Komunikasi Pimpinan HIPS di Yogyakarta tahun 1991, di Padang tahun 1992, di Ujung
Pandang tahun 1993, Konvensi Pendidikan kedua di Medan tahun 1992. Salah satu materi
yang selalu menjadi agenda pembahasan ialah mengenai  konsep PIPS. Dalam pertemuan
Ujung Pandang, M. Numan Soemantri, pakar dan ketua HISPISI menegaskan adanya dua
versi PIPS sebagaimana dirumuskan dalam pertemuan di Yogyakarta, yaitu ;

a. Versi PIPS untuk Pendidikan Dasar dan Menengah.


PIPS adalah penyederhanaan, adaptasi dari disiplin ilmu – ilmu Sosial dan humaniora,
serta kegiatan dasar manusia yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan
pedagosis/psikokogis untuk tujuan pendidikan.
b. Versi PIPS untuk  Jurusan Pendidikan IPS – IKIP
PIPS adalah seleksi dari disiplin Ilmu –ilmu Sosial dan humaniora serta kegiatan dasar
manusia yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan
pendidikan.

PIPS untuk tingkat perguruan tinggi pendidikan Guru IPS di rekonseptualisasikan sebagai
pendidikan disiplin ilmu, sehingga menjadi Pendidikan Disiplin Ilmu Pengetahuan Sosial
(PDIPS). Bertitik tolak dari pemikiran mengenai kedudukan konseptual diidentifikasi sekolah
objek telah dari system pendidikan PDIPS, yaitu;

1. Karakteristik potensi dan perilaku belajar siswa SD, SLTP dan SMU.
2. Karakteristik potensi dan perilaku belajar mahasiswa FPIPS – IKIP atau JPIPS –
STKIP / FKIP.
3. Kurikulum dan bahan ajar IPS SD, SLTP dan SMU.
4. Disiplin ilmu – ilmu sosial. Humaniora dan disiplin lain yang relevan.
5. Teori , prinsip, strategi dan media dan evaluasi pembelajaran IPS.
6. Masalah-masalah social, dan masalah ilmu dan teknologi yang berdampak social.

7
7. Norma agama yang melandasi dan memperkuat profesionalisme.

Pada tahun 2004, di tingkat pesekolahan, pemerintah melakukan perubahan kurikulum


kembali yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam kurikulum SD,
IPS berganti nama menjadi Pengetahuan Sosial. Pengembangan kurikulum Pengetahuan
merespons secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevasi program pembelajaran Pengetahuan Sosial
dengan keadaan dan kebutuhan setempat.

Tahun 2006 terjadi perubahan kurikulum yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Pembelajaran IPS berdasarkan KTSP disusun secara sistematis
komprehensif dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan.
Dalam KTSP 2006 pembelajaran IPS mengemban empat tujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut :

a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan


lingkungan.
b. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetensi dalam
masyarakat yang majemuk di tingkat local, nasional dan global.

Pada KTSP, selain materi/muatan serta tujuan yang ditetapkan di atas juga disarankan
metode mengajar yang lebih dapat mengontekstual pembelajaran IPS, yakni metode
pengajaran yang interaksi edukatifnya di dalam kelas (in the class room interaction) dan
metode mengaja yang interaksinya di luar kelas (out class room interaction).

Selanjutnya, pada tahun 2013, terjadi lagi perubahan kurikulum dan IPS pun
mengikuti perubahan terutama dengan mengembangkan pendekatan pembelajaran terpadu
tematik. Pada pendekatan pembelajaran terpadu, program pembelajaran IPS disusun dari
berbagai cabang ilmu dalam rumpun ilmu sosial. Pengembangan pembelajaran tematik dapat
mengambil topik dari suatu cabang ilmu tertentu, kemudian pembahasannya dilengkapi,
diperluan atau diperdalam dengan cabang ilmu lainnya. Demikian juga topik atau tema dapat
dikembangkan dari berbagai isu, peristiwa dan permasalahan yang berkembang dan
pemecahannya juga dapat dilihat dari berbagai disiplin ilmu atau sudut pandang sehingga
pembelajaran IPS lebih menarik.

8
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Secara umum perkembangan social studies sebagai suatu bidang kajian telah dibahas.
Melukiskan bagainana social studies pada dunia persekolahan telah menjadi dasar ontologi
dan suatu system pengetahuan yang terpadu, yang secara estimologi telah mengarungi suatu
perjalanan pemikiran dalam kurun waktu 60 tahun lebih yang di motori dan diwadahi oleh
NCSS sejak tahun 1935.

Dari penelusuran historis epistemologis, tercatat bahwa dalam kurun waktu 40


tahunan sejak tahun 1935 bidang studi social studies mengalami perkembangan yang ditandai
dengan ketakmenentuan, ketakkeputusan, ketidakbersatuan, dan ketakmajuan.

Di Indonesia Pendidikan IPS dalam dunia persekolahan berkembang juga secara


evolusioner sejak tahun1967. Secara konseptual PDIPS merupakan suatu system pengetahuan
terpadu atau integrated knowledge system yang bersumber dan bertolak dari ilmu-ilmu social,
ilmu pendidikan, ilmu lainnya sebagai extractive knowledge, dan masalah-masalah social
sebagai latar operasional.

PDIPS sebagai suatu system pengetahuan terpadu yang perlu dikaji secara terus
menerus melalui berbagai upaya penelitian, pengembangan dan penerapan yang melibatkan
para pakar dan praktisi dalam bidang PIPSdan PDIPS. Dengan demikian, PDIPS dapat
berkembang memenuhi tuntutan sebagai suatu disiplin.

B. Saran

Demikian makalah yang penulis buat dengan segala kekurangan dan keterbatasan
penulis. Oleh karena itu, penulis mohon saran dan kritik yang kontruktif demi perbaikan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca
umumnya.

9
DAFTAR PUSTAKA
Wahab, Abdul Aziz. (2021). Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial. Universitas Terbuka:
Tangerang Selatan.

Seran, Eliana Yunitha, dan Mardawani. (2021). Konsep Dasar IPS. CV. Budi Utama:
Yogyakarta.

Winaputra, HUS. (2000). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Universitas Terbuka.

Saripudin, U. W. (1989). Konsep dan Masalah Pengajaran Ilmu Sosial di Sekolah Menengah.
Jakarta: Depdikbud, Ditjen Dikti. Proyek Pengembangan LPTK.

Myers, C.B.et.al. (2000). Nasional Standards for Sosial Studies Teacher 1. Washington DC:
National Council for The Sosial Studies.

10

Anda mungkin juga menyukai