Anda di halaman 1dari 1

Gedung yang terletak di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, ini memiliki nama Gedung Gracindo.

Nama
Menara Saidah diambil dari nama pemiliknya yakni Saidah Abu Bakar Ibrahim dan mulai digunakan
setelah dilakukan renovasi besar-besaran. Gedung ini mulai dibangun tahun 1995 dan selesai pada 1998,
tahun di mana terjadi pergantian rezim dari Orde Baru yang selama 32 tahun dipimpin Presiden
Soeharto menuju era reformasi dan sempat memicu kerusuhan di Jakarta pada periode itu. Pada 2001,
gedung ini diresmikan dan mulai dipergunakan sebagai gedung perkantoran. Kementerian Percepatan
Pembangunan Kawasan Timur Indonesia pernah menyewa salah satu bagian dari Menara Saidah untuk
dijadikan kantornya di lantai 18. Pihak yang membangun Menara Saidah atau Gedung Gracindo adalah
PT Hutama Karya dan merupakan gedung tinggi pertama yang dibangun oleh kontraktor ini. Menara
Saidah memiliki 28 lantai. PT Hutama Karya kerap dikait-kaitkan dengan sosok Hutomo Mandala Putra
alias Tommy Soeharto, putra bungsu Presiden RI ke-2 Soeharto.

Menara Saidah dibangun dengan arsitektur yang unik. Dikutip dari situs resmi PT Hutama Karya,
kekhasan gedung ini adalah desainnya dengan patung-patung bernuansa Romawi diimpor dari Italia.
Bangunan interiornya menggunakan sentuhan Las Vegas dengan langit-langit bagian lobi yang
nuansanya bisa diganti-ganti. Awalnya, Menara Saidah memiliki 15 lantai, tapi kemudian direnovasi dan
dipertinggi menjadi 28 lantai. Pada 2007, Menara Saidah ditutup karena pondasi gedung yang ternyata
berdiri kurang tegak bahkan miring beberapa derajat. Hal ini bisa membahayakan keselamatan penghuni
gedung maupun lingkungan sekitar, miringnya Menara Saidah karena ada keteledoran saat
pembangunannya. Setelah ditutup pada 2007, sebenarnya ada beberapa pihak yang berminat menyewa
Menara Saidah, salah satunya adalah dari Universitas Satyagama yang mengajukan penawaran pada
2011. Lokasi Menara Saidah memang sangat strategis sehingga sangat cocok digunakan sebagai gedung
perkantoran maupun dimanfaatkan untuk kepentingan lainnya. Namun, tidak ada penawaran yang
disepakati karena pemilik awal tidak bersedia menunjukkan gambar struktur gedung. Dilansir
Merdeka.com (26 Mei 2012), konstruksi pembangunan gedung ini dianggap sudah bermasalah sejak
awal, namun dari pihak pemilik maupun Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) tidak
ada yang bersedia memberikan penjelasan. Penutupan Menara Saidah berdampak pada pemutusan
hubungan kerja (PHK) secara sepihak,ratusan orang yang pernah bekerja di gedung ini belum
memperoleh pesangon.

Sekian lama tidak digunakan, kondisi Menara Saidah mengalami kerusakan di sana-sini. Hingga 2012,
misalnya, jalan akses masuk dan keluar gedung sudah rusak. Ruangan di dalam gedung pun gelap gulita
karena tidak ada penerangan. Menara Saidah terbengkalai lantaran semakin tidak jelasnya status
gedung ini. Hal ini membuat masyarakat yang tinggal di sekitar gedung merasa khawatir dan takut
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Lurah setempat kala itu sudah berusaha meminta ada pertemuan
dengan pemilik gedung namun tidak pernah berhasil. Demikian juga dengan pihak yang tertarik membeli
gedung selalu berhenti di tengah jalan dan tidak ada kabarnya lagi.

Anda mungkin juga menyukai