Peninjauan Kembali
Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Dharmasraya
Disusun oleh:
bersama
PT. Dharma Ina Mandiri Pokja KLHS Kabupaten Dharmasraya
Jl KH Wahid Hasyim 14 B, 2nd Floor SK No. 189.1/377/KPTS-BUP/2017
Kebon Sirih, Menteng
Jakarta Pusat 10340
T. 021 – 3143649
F. 021 – 3143944
E. info@dharmainamandiri.com
W. www.dharmainamandiri.com
Disclaimer
Laporan KLHS PK RTRW 2011-2031 Kabupaten Dharmasraya disusun berdasarkan data dan informasi
yang didapatkan pada saat kajian ini disusun dari bulan Agustus 2017 – Januari 2018. Meskipun upaya
optimal telah dilakukan untuk memberikan informasi yang akurat dan sesuai dengan data terkini yang
tersedia saat ini, perlu dipahami bahwa data dan informasi perlu disesuaikan dengan perkembangan yang
terjadi pada waktu mendatang (masa depan).
Laporan ini bersifat terbuka dan dapat diakses oleh berbagai pihak dan telah didistribusikan pada beberapa
OPD terkait di Kabupaten Dharmasraya. Laporan KLHS ini milik POKJA KLHS Kabupaten Dharmasraya,
untuk reproduksi atau penggunaan, pemanfaatan oleh pihak lain dipersilahkan menghubungi Kepala Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Dharmasraya selaku ketua POKJA KLHS.
KATA PENGANTAR
Laporan Akhir KLHS Peninjauan Kembali (PK) RTRW Kabupaten Dharmasraya 2011-
2031 ini disusun untuk mendokumentasikan proses dan hasil KLHS dari awal sampai
akhir.
Bab 1 (Pendahuluan) memuat: (i) latar belakang; (ii) tujuan KLHS; (iii) tahap persiapan
KLHS; (iv) pendekatan dan metodologi; dan (v) tantangan dan kunci keberhasilan.
Bab 2 menyajikan profil singkat tentang wilayah kajian Kabupaten Dharmasraya, dari
aspek fisik dan sumber daya alam (modal alami), sumber dan pertumbuhan ekonomi
(modal ekonomi), dan profil kependudukan, pendidikan, kesehatan, dan budaya (modal
sosial).
Bab 3 menyajikan proses dan hasil pengkajian pengaruh kebijakan, rencana dan program
(KRP) terhadap kondisi lingkungan hidup di Kabupaten Dharmasraya. Secara rinci, Bab ini
memaparkan ringkasan proses dan hasil identifikasi isu pembangunan berkelanjutan yang
dilakukan secara internal oleh Pokja KLHS. Hasil indentikasi isu pembangunan
berkelanjutan kemudian dikonsultasikan dengan para pemangku kepentingan di
Kabupaten Dharmasraya. Hasil dari kegiatan-kegiatan tersebut dijadikan landasan untuk
mengidentifkasi dan merumuskan faktor penting pembuatan keputusan (Critical Decision
Factors-CDF). Selain melalui proses tersebut, identifikasi dan perumusan CDF juga
dilakukan melalui analisis sistem. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya
kekeliruan dalam menentukan dan menyepakati CDF. Selain itu, Bab ini juga menyajikan
analisis pengaruh perumusan KRP terhadap Isu PB prioritas (CDF) yang dilengkapi dengan
analisis 6 (enam) muatan KLHS.
Bab 4 menyajikan perumusaan alternatif penyempurnaan KRP yang terdiri dari alternatif
penyempurnaan (i) tujuan dan kebijakan; (ii) strategi pencapaian tujuan dan kebijakan; dan
(iii) arahan penyusunan rencana struktur ruang, pola ruang dan kawasan strategis.
Materi yang disajikan dalam Laporan Akhir KLHS ini mencerminkan upaya optimal yang
dilakukan oleh Pokja KLHS Kabupaten Dharmasraya dengan fasilitasi Tim Konsultan
dengan segala keterbatasannya.
PK : Peninjauan Kembali
PKL : Pusat Kegiatan Lokal
PKSN : Pusat Kegiatan Strategis Nasional
PLTA : Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Air
PLTP : Pembangkit Tenaga Listrik Panas Bumi
POKJA : Kelompok Kerja
PP : Peraturan Pemerintah
PPK : Pusat Pelayanan Kawasan
PPL : Pusat Pelayanan Lokal
PPP : Policies, plans, programs (Kebijakan, Rencana, Program)
PKWp : Pusat Kegiatan Wilayah promosi
PT SOL : PT. Sarulla Operation Ltd
Renja : Rencana Kerja
RKPD : Rencana Kegiatan Pemerintah Daerah
RO : Risk-Opportunity
RPJM-N/D : Rencana Pembangunan Jangka Menengah – Nasional/Daerah
RPJP-N/D : Rencana Pembangunan Jangka Panjang – Nasional/Daerah
RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah
RTH : Ruang Terbuka Hijau
SDA : Sumber Daya Alam
SDGs : Sustainable Development Goals (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan – TPB)
SDM : Sumber Daya Manusia
SEA : Strategic Environmental Assessment
SK : Surat Keputusan
SLP : Sustainable Landscapes Partnership
TNI : Tentara Nasional Indonesia
TNKS : Taman Nasional Kerinci Seblat
TPB : Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals – SDGs)
TPT : Tingkat Pengangguran Terbuka (Open Unemployment Rate)
UNFCCC : United Nations Framework Convention on Climate Change
USAID : United States Agency for International Development
UU : Undang Undang
UUD : Undang Undang Dasar
WWF : World Wide Funds for Nature
WS/DAS : Watershed/Daerah Aliran Sungai
ix
RINGKASAN EKSEKUTIF
Pendahululan
Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
PP No. 46/2016 sebagai peraturan perundang-undangan turunannya, kajian lingkungan
hidup strategis (KLHS) wajib dilaksanakan dalam penyusunan atau evaluasi rencana tata
ruang wilayah beserta rencana rincinya. Berhubung Pemerintah Kabupaten Dharmasraya
melakukan evaluasi atau peninjaun kembali (PK) RTRW tahun 2011-2031, maka proses
tersebut wajib didampingi dengan KLHS. Pelaksanaan KLHS dilakukan oleh Pokja KLHS
yang dibentuk oleh Bupati Dharmasraya melalui Surat Keputusan No. 189.1/377/KPTS-
BUP/2017. Pelaksanaan KLHS mendapat dukungan teknis dan pendanaan dari WWF-
Indonesia dan MCA-Indonesia.
Langkah-langkah awal yang dilakukan dalam tahap pengkajian adalah (a) mengidentifikasi
dan merumuskan isu-isu pembangunan berkelanjutan (PB); (b) mengidentifikasi isu-isu
strategis penataan ruang; dan (c) mengidentifikasi kerangka kebijakan pembangunan dan
penataan ruang.
Faktor Penting Pembuatan Keputusan
Hasil dari ketiga langkah tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik content
analysis untuk menemukenali faktor-faktor terpenting dalam pembuatan keputusan
(Critical Decision Factors – CDF). Dari content analysis, maka diidentifikasi terdapat 3 (tiga)
CDF sebagaimana disajikan pada Gambar di atas.
Tiga CDF yang terdapat dalam irisan yang merupakan benang merah dari isu
pembangunan berkelanjutan, isu strategis RTRW, dan kerangka kebijakan adalah: (a) alih
fungsi lahan; (b) penghidupan atau livelihood masyarakat; dan (c) tata kelola pemerintahan.
Berangkat dari tiga CDF yang telah diidentifikasi, maka disusun kerangka kajian yang akan
digunakan sebagai landasan untuk menguji apakah rancangan revisi RTRW sudah sesuai
dengan kriteria kajian. Namun, pada saat KLHS ini dibuat dan dilaksanakan Pemeritah
Daerah sedang melakukan peninjauan kembali (PK) RTRW yang berlaku dan penyusunan
revisi RTRW baru akan dilakukan tahun depan, maka kerangka kajian yang telah disusun
akan dijadikan landasan untuk menyusun masukan-masukan yang wajib diacu dalam
menyusun rancangan revisi RTRW. Kerangka kajian KLHS disajikan pada tabel di bawah.
berkelanjutan dan
kapasitas untuk
penggunaan teknologi, untuk
mengkoordinasikan
mempromosikan diversifikasi
perencanaan
kegiatan ekonomi,
kapasitas kelembagaan
ketahanan terhadap
untuk koordinasi lintas
fluktuasi harga,
sektor kapasitas untuk
meningkatkan mata
mengkoordinasikan
pencaharian masyarakat dan
pelaksanaan rencana
konservasi sumber daya
alam
Untuk memperkuat analisis dalam kajian pengaruh, KLHS ini dilengkapi analisis 6 muatan
yang terdiri dari: (1) kapasitas daya dukung dan daya tampung LH; (2) perkiraan
mengenai dampak dan risiko lingkungan; (3) kinerja layanan atau jasa ekosistem; (4)
efisiensi pemanfaatan SDA; (5) tingkat kerentanan dan adaptasi perubahan iklim; dan (6)
tingkat ketahanan dan potensi keragaman hayati. Analisis 6 muatan menyimpulkan bahwa
pada saat ini kondisi daya dukung penyedia pangan dan air bersih di Kabupaten
Dharmasraya belum terlampaui dan masih dapat mencukupi kebutuhan masyarakat
beserta aktivitasnya. Potensi jasa ekosistem dan efisiensi pemanfaatan SDA masih sangat
besar peluangnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama jasa ekosistem
alami namun rentan hilang akibat aktivitas masyarakat yang tidak berkelanjutan sehingga
perlu kebijaksanaan dalam pemanfaatan potensi jasa ekosistem.
Kerangka kajian dan hasil analisis 6 muatan menjadi dasar perumusan alternatif
penyempurnaan RTRW berupa alternatif untuk (1) tujuan dan kebijakan; (2) strategi
capaian tujuan dan kebijakan; dan (3) arahan perumusan rencana. Analisis Risk-Opportunity
(RO) dilakukan untuk memastikan strategi yang dirumuskan tidak memiliki risiko
terhadap kriteria dalam kerangka kajian.
Perumusan Alternatif
Ketersediaan sumberdaya air yang mudah diakses oleh semua pihak secara
berkelanjutan.
Kebijakan 5: Melestarikan budaya dan kearifan lokal sebagai salah satu fokus
pengembangan
Strategi:
Mengelola pemanfaatan ruang berbasis masyarakat dan kearifan lokal yang
mengakomodasikan kepentingan pemerintah dan dunia usaha dengan
mempertimbangkan konservasi lahan
Mengangkat kembali kebudayaan yang ditinggalkan untuk meningkatkan
ekonomi lokal
Optimalisasi tata kelola pengembangan budaya dan kearifan lokal
Memanfatkan jasa ekosistem dalam pengembangan kearifan lokal dengan
mempertimbangkan fungsi ekologis.
Rumusan alternatif pada tingkat rencana belum dapat dihasilkan dalam proses KLHS PK
RTRW ini karena proses revisi RTRW baru akan dilakukan setelah pelaksanaan PK
RTRW. KLHS PK RTRW ini baru dapat merumuskan arahan penyusunan rencana
struktur ruang, pola ruang dan kawasan strategis berdasarkan hasil analisis 6 muatan
KLHS. Alternatif rencana akan berisi beberapa pilihan skenario untuk pengambilan
keputusan berdasarkan alternatif strategi yang telah direkomendasikan.
KLHS ini disusun pada saat proses Peninjauan Kembali (PK) RTRW Kabupaten
Dharmasraya tahun 2011-2031, bukan pada waktu proses revisi RTRW. Revisi RTRW
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Dharmasraya sesuai dengan hasil PK. Oleh karena
itu, hasil KLHS ini dimaksudkan untuk dijadikan sebagai acuan dan arahan dalam
melakukan revisi RTRW, sehingga tetap diperlukan KLHS lanjutan. Rekomendasi-
rekomendasi KLHS mengacu pada perumusan alternatif di atas.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
Tabel 2-1. Jumlah Nagari dan Jorong pada Kecamatan di Kabupaten Dharmasraya ...... 12
Tabel 2-2. Kondisi Geografi Umum Kabupaten Dharmasraya ............................................. 13
Tabel 3-1. Daftar Isu Pembangunan Berkelanjutan Strategis Kabupaten Dharmasraya . 22
Tabel 3-2. Kerangka Kajian - Tujuan, Kriteria, dan Indikator............................................... 35
Tabel 3-3. Persentase Kontribusi PDRB Berbagai Sektor Tahun 2012-2015 ................... 36
Tabel 3-4. Persentase Kontribusi PDRB pada Sektor Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan Tahun 2012-2015..................................................................................... 39
Tabel 3-5. Analisis Indikator pada CDF Tata Kelola .............................................................. 46
Tabel 3-6. Penjelasan Aspek Muatan KLHS .............................................................................. 47
Tabel 3-7. Potensi Pencemaran Air ............................................................................................ 51
Tabel 4-1. Alternatif Arahan Penyusunan Rencana ................................................................. 61
Tabel Lampiran 7- 1. Cadangan Karbon Menurut Jenis Tutupan Lahan ....................... G-4
Tabel Lampiran 7- 2. Matriks Perubahan Lahan Tahun 2014 ke Tahun 2016 (Ha) .... G-5
Tabel Lampiran 7- 3. Matriks Emisi GRK dari Perubahan Lahan Tahun 2014 ke
Tahun 2016 (ton C) ........................................................................... G-5
Tabel Lampiran 7- 4. Rencana Perubahan Peruntukan Ruang Tahun 2011 - 2031 .... G-8
Tabel Lampiran 7- 5. Stok Karbon dari Perubahan Lahan Tahun 2011 ke 2031 ........ G-9
Tabel Lampiran 7- 6. Luas Lahan Hutan Kabupaten Dharmasraya Menurut SK
35/Menhut-II/2013 .............................................................................. G-9
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2-1. Wilayah Administrasi Kabupaten Dharmasraya ............................................. 13
Gambar 2-2 Peta Wilayah DAS Kabupaten Dharmasraya .................................................. 15
Gambar 2-3 Kepadatan Penduduk Setiap Kabupaten di Sumatera Barat ........................ 16
Gambar 2-4 Perbandingan Angka Harapan Hidup di Sumatera Barat Tahun 2013 ...... 17
Gambar 2-5. Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2014 ..................................................... 18
Gambar 2-6 PDRB Kabupaten Dhamasraya Tahun 2001-2013 ......................................... 19
Gambar 2-7 Perbandingan PDRB Kabupaten di Sumatera Barat Tahun 2013 ............... 19
Gambar 3-1. Pohon Masalah ....................................................................................................... 22
Gambar 3-2. Faktor Penting Pembuatan Keputusan ............................................................. 30
Gambar 3-3. Analisis Sistem - Keterkaitan Antar Isu Pembangunan Berkelanjutan ...... 31
Gambar 3-4. Perubahan tutupan lahan Kabupaten Dharmasraya ...................................... 32
Gambar 3-6. Nilai PDRB Kabupaten Dharmasraya ............................................................... 33
Gambar 3-7. Grafik Persentase Kontribusi PDRB Berbagai Sektor Tahun 2012-
2015 .......................................................................................................................... 38
Gambar 3-8. Persentase Kontribusi PDRB dar Sektor Pertambangan dan
Penggalian ................................................................................................................ 40
Gambar 3-9. Persentase Penduduk Terlayani oleh Distribusi Air Minum Tahun
2013-2016 ............................................................................................................... 41
Gambar 3-10. Rasio Puskesmas per 30.000 Jiwa di kabupaten Dharmasraya Tahun
2012-2016 ............................................................................................................... 42
Gambar 3-11. Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2013-2016 ................................................. 43
Gambar 3-12. Kondisi Tutupan Lahan kabupaten Dharmasraya 2016 ................................ 44
Gambar 3-13. Jumlah Kerusakan Jalan kabupaten Dharmasraya Tahun 2013-2016 ........ 45
Gambar 3-14. Peta status DDLH penyedia pangan.................................................................. 48
Gambar 3-15. Peta status DDLH penyedia air bersih ............................................................. 49
Gambar 3-16. Peta perkiraan konflik antara lahan dengan perizinan kehutanan dan
lahan dengan perizinan pertambangan .............................................................. 50
Gambar 3-17. Peta Ketersediaan Infrastruktur Persampahan Dengan Sumber
Timbulan Sampah Tahun 2017 ........................................................................... 51
Gambar 3-18. Persentase Sektor Penghasil Emisi CO2 di Kabupaten Dharmasraya ...... 54
Gambar Lampiran 7 - 1. Profil Emisi GRK Kabupaten Dharmasraya Tahun 2016 ....... G-6
Gambar Lampiran 7 - 2. Peta Kawasan Hutan Berdasarkan Keputusan Menteri
Kehutanan No. SK.35/Menhut-II/2013.................................... G-10
Gambar Lampiran 7 - 3. Perbandingan Emisi / Serapan CO2 Menurut Skenario ...... G-12
DAFTAR LAMPIRAN
A. Lampiran 1. Surat Keputusan Bupati Dharmasraya tentang Pembentukan
Kelompok Kerja KLHS ................................................................................. A-1
B. Lampiran 2. Kerangka Acuan Kerja (Terms of Reference) PK RTRW 2011-
2031 dan Revisi RPJMD 2016-2021 Kabupaten Dharmasraya .............B-1
C. Lampiran 3. Konsultasi Publik Identifikasi dan Perumusan Isu Pembangunan
Berkelanjutan .................................................................................................. C-1
D. Lampiran 4. Penyusunan dan Pengkajian Alternatif Strategi ....................................... D-1
E. Lampiran 5. Resume Konsultasi Publik Hasil KLHS Peninjauan Kembali RTRW
Kabupaten Dharmasraya 2011-2031 .......................................................... E-1
F. Lampiran 6. Berita Acara Pembuatan Keputusan tentang Rekomendasi KLHS ...... F-1
G. Lampiran 7. Profil Emisi GRK di Kabupaten Dharmasraya ......................................... G-1
H. Lampiran 8. Profil Enam Muatan KLHS ........................................................................... H-1
I. Lampiran 9. Kompetensi Tim Konsultan Penyusun KLHS Peninjauan Kembali
RTRW Kabupaten Dharmasraya 2011-2031 ............................................ I-1
J. Lampiran 10. Penjaminan Kualitas KLHS Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten
Dharmasraya 2011-2031 ................................................................................ J-1
1 PENDAHULUAN
Sebagai bagian dari fasilitasi, WWF juga menyediakan Tim Konsultan untuk
KLHS dengan keahlian tematik dari PT. Dharma Ina Mandiri (DIM). Tim Ahli
dari DIM akan bertanggung jawab untuk membimbing dan meningkatkan
kapasitas Pokja KLHS serta memandu proses pembuatan dan pelaksanaan
KLHS dan juga memberikan masukan ilmiah dalam keseluruhan proses.
Pokja KLHS, dibantu oleh Tim Konsultan KLHS, melakukan identifikasi dan
pemetaan para pemangku kepentingan yang nantinya akan dilibatkan dalam
proses pembuatan dan pelaksanaan KLHS.
Tabel 2-1. Jumlah Nagari dan Jorong pada Kecamatan di Kabupaten Dharmasraya
NAGARI JORONG
NO KECAMATAN
2005-8 2009-11 2005-8 2009-11
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Kecamatan Sungai Rumbai 6 4 26 24
2 Kecamatan Koto Besar - 7 - 32
3 Kecamatan Asam Jujuhan - 5 - 22
4 Kecamatan Koto Baru 7 4 38 26
5 Kecamatan Koto Salak - 5 - 27
6 Kecamatan Tiumang - 4 - 17
7 Kecamatan Padang Laweh - 4 - 17
8 Kecamatan Sitiung 3 4 20 22
9 Kecamatan Timpeh - 5 - 21
10 Kecamatan Pulau Punjung 5 6 25 31
11 Kecamatan IX Koto - 4 - 21
TOTAL 21 52 109 260
No Uraian Keterangan
(1) (2) (3)
1 Luas Daerah 3.025,99 km
2 Jumlah Sungai 59 buah
3 Panjang Sungai 450,9 km
4 Panjang Jalan Negara 60,62 km
5 Panjang Jalan Provinsi 83,5 km
6 Panjang Jalan Kabupaten 1.035,72 km
Bagian hulu DAS Batanghari berada di Provinsi Sumatera Barat yang meliputi
wilayah seluas 19% luas DAS, bagian tengah dan hilir berada di Provinsi Jambi
yang meliputi 80% luas DAS. Sisanya, sekitar 1% berada di Kabupaten
Indragiri Hulu di Provinsi Riau (Kementerian Kehutanan, 2002). Keseluruhan
wilayah Kabupaten Dharmasraya merupakan wilayah DAS bagian hulu Sungai
Batanghari. Peta wilayah DAS Kabupaten Dharmasraya dapat dilihat pada
Gambar 2-2.
Gambar 2-4 Perbandingan Angka Harapan Hidup di Sumatera Barat Tahun 2013
Sumber : BPS Sumatera Barat, 2014
Tim Konsultan bekerjasama dengan Pokja KLHS mengolah daftar isu hasil
konsultasi publik dan memperoleh daftar isu-isu PB yang merupakan
prioritas untuk ditangani dalam perencanaan tata ruang Kabupaten
Dharmasraya sebagai berikut.
Catatan:
• Di dalam satu kelompok isu, dilakukan penggabungan isu-isu PB terkait
dengan tidak menghilangkan satu isu pun.
• Pada awalnya, alih fungsi lahan tidak merupakan satu kelompok isu.
Namun, dengan mempertimbangkan bahwa alih fungsi lahan
merupakan faktor penting atau akar masalah penyebab terjadinya
dampak negatif pembangunan, maka alih fungsi lahan dijadikan satu
kelompok isu tersendiri.
• Lokasi masing-masing kelompok isu dan isu terkait yang lebih detil
dapat dilihat pada tabel di Lampiran 3.
Analisis Kebijakan
Dari analisis materi substansi (content analysis) kerangka kebijakan penataan
ruang dan pembangunan yang tekandung dalam dokumen-dokumen RPJPD
dan RTRW Kabupaten Dharmasraya, RTRW Provinsi Sumatera Barat, dan
RTR Pulau Sumatera maka dapat ditarik beberapa benang merah bahwa
kebijakan yang relevan dan perlu diacu adalah sebagai berikut:
a. Pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam untuk kesejahteraan
masyarakat dan pusat-pusat pertumbuhan perkebunan, perikanan, dan
pertambangan
b. Pembangunan pusat produksi pangan dan lumbung pangan
c. Pengurangan kesenjangan pembangunan antar wilayah
d. Kemandirian energi dan lumbung energi untuk kelistrikan
e. Pembangunan jaringan transportasi/konektivitas
f. Pembangunan sistem jaringan perkotaan untuk jasa layanan sosial dan
ekonomi
g. Pembangunan pariwisata berbasis ekowisata, bahari, cagar budaya dan
ilmu pengetahuan
h. Pengelolaan/koservasi sumberdaya alam secara berkelanjutan
i. Pelestarian nilai-nilai sosial-budaya/adat dan agama
j. Pemberdayaan nagari dan kelompok masyarakat sebagai pelaku
pembangunan
k. Tata kelola pembangunan yang andal dan maju
l. Pembangunan infrastruktur pertahanan dan keamanan
Dari telaah tersebut, diperoleh irisan yang merupakan benang merah dari
isu pembangunan berkelanjutan, isu strategis RTRW, dan kerangka
kebijakan yang merupakan faktor penting pembuatan keputusan (critical
decision factors) sebagai berikut:
Pertumbuhan PDRB tahun 2016 sebesar 5,25 persen menurun dari 5,45
pada tahun 2015. Sebenarnya secara makro nilai PDRB Kabupaten
Dharmasraya disumbang sebagian besar dari sektor pertanian sebesar 31,59
persen dan tahun 2015 sebesar 31,08 persen. Tumbuhnya sektor pertanian
80 persen disumbang oleh sub sektor perkebunan tahunan seperti sawit
dan karet dibandingkan tanaman makanan yang hanya 13 persen.
3,500,000
3,000,000
2,500,000
2,000,000
1,500,000
1,000,000
500,000
0
2012 2013 2014 2015
Jasa Pendidikan
Pertambangan dan Penggalian
a. Pertanian
Tata Kelola
Tata kelola yang handal dan maju senantiasa menjadi impian banyak
pemangku kepentingan, namun pada kenyataannya hal ini tidak mudah untuk
diwujudkan. Tata kelola sumberdaya alam dan lingkungan di Kabupaten
Dharmasraya tampak masih belum memadai. Hal ini dicerminkan oleh
beberapa faktor. Faktor yang sangat menonjol adalah lemahnya pengawasan
dan penegakan hukum. Contoh yang dapat dilihat dengan mudah adalah
praktek pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang mengakibatkan rusaknya
lingkungan dan pencemaran sungai berupa erosi/sedimentasi dan limbah B-3.
Hal yang sangat menyolok mata tersebut tidak dapat diatasi oleh yang
berwenang.
Faktor-faktor lain di antaranya adalah: belum seimbangnya pembangunan
ekonomi, sosial-budya, dan lingkungan; belum ada rencana rinci tata ruang;
masih lemahnya sinergitas dan koordinasi antar Perangkat Daerah; proses
Berdasarkan hasil kerja Pokja KLHS dengan didampingi Tim konsultan maka
kerangka kajian yang disusun dapat dilihat pada Tabel 3-2 di bawah.
Idealnya kerangka kajian di atas dijadikan dasar untuk mengkaji apakah draft atau
rancangan RTRW-revisi telah sesuai dengan tujuan CDF dan kriteria-kriteria
kajiannya.
Namun, pada saat KLHS ini dibuat dan dilaksanakan Pemeritah Daerah sedang
melakukan peninjauan ulang (PK) RTRW yang berlaku dan penyusunan revisi
RTRW baru akan dilakukan tahun depan (2018), maka kerangka kajian yang telah
disusun akan dijadikan landasan untuk menyusun arahan-arahan penyempurnaan
KRP yang wajib diacu dalam menyusun rancangan revisi RTRW yang didampingi
dengan KLHS Revisi RTRW.
30
Persentase Kontribusi Sektor terhadap PDRB
25
20
15
10
0
2012 2013 Tahun 2014 2015
.
Gambar 3-6. Grafik Persentase Kontribusi PDRB Berbagai Sektor Tahun 2012-2015
Sumber: Diolah dari Kabupaten Dharmasraya dalam Angka, 2016
Tabel 3-3 dan Gambar 3-6 di atas menunjukkan bahwa sektor yang paling tinggi
berkontribusi pada PDRB adalah sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
(PKP). Dari sektor tersebut didapat bahwa sub sektor pertanian menyumbang
paling besar bagi PDRB, ditunjukkan pada Tabel 3-4.
Tabel 3-4. Persentase Kontribusi PDRB pada Sektor Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan Tahun 2012-2015
Kecenderungan pada sub sektor pertanian maupun sektor PKP secara umum
menunjukkan bahwa terdapat konsistensi kontribusi pendapatan pada tahun
2012-2015. Untuk itu perlu dicari faktor pendorong kunci yang dapat
meningkatkan kontribusi PDRB pada sub-sektor pertanian, hal ini dikarenakan
potensi pemanfaatan SDA dari sub-sektor ini amatlah besar. Guna memberi
perbandingan pemanfaatan SDA di Kabupaten Dharmasraya, data pada Gambar
3-6 di atas menunjukkan adanya aktivitas penambangan dan penggalian sebagai
salah satu ragam aktivitas ekonomi lokal, dimana merupakan pemanfaatan
potensi SDA. Gambar 3-7 menunjukkan grafik perubahan %PDRB dari sektor
penambangan dan penggalian.
11.50
Persentase, %
11.00
10.50
10.00
9.50
2012 2013 2013 2014 2014 2015 2015
Tahun
Gambar 3-7. Persentase Kontribusi PDRB dar Sektor Pertambangan dan Penggalian
Sumber: Diolah dari Kabupaten Dharmasraya dalam Angka, 2016
Untuk indikator selanjutnya yaitu jenis dan ragam infrastruktur dan layanan,
untuk saat ini dapat teridentifikasi untuk layanan infrastruktur distribusi air dan
pelayanan kesehatan. Selanjutnya untuk indikator jumlah penduduk yang
telayani dengan infrastruktur dan jasa/layanan, untuk pelayanan distribusi air
minum (sistem perpipaan dan non-perpipaan) ditunjukkan oleh Gambar 3-8
berikut.
65.0
60.0
55.0
50.0
45.0
40.0
2013 2014 2015 2016
Tahun
Gambar 3-8. Persentase Penduduk Terlayani oleh Distribusi Air Minum Tahun 2013-2016
Sumber: Hasil Analisis Data Pokja, 2017
Gambar 3-9. Rasio Puskesmas per 30.000 Jiwa di kabupaten Dharmasraya Tahun 2012-2016
Sumber: Hasil Analisis Data Pokja, 2017
Linear (Luas Lahan Non Pertanian (Ha)) Linear (Luas lahan Kering (Ha))
Linear (Luas Lahan Perkebunan (Ha)) Linear (Luas Lahan Hutan (Ha))
218,007
200,000
191,653
178,603
150,000
146,156
100,000
92,694
89,551
57,288
53,266 51,822
50,000
47,414
41,481
30,148
300
R² = 0.9085
250
Kilometer
200
150
100
50
0
2013 2014 2015 2016
Tahun
Dalam laporan ini akan disajikan sintesis hasil analisis 6 muatan KLHS di
Kabupaten Dharmasraya. Hasil kajian detil dapat dilihat dalam Lampiran 8.
Gambar 3-15. Peta perkiraan konflik antara lahan dengan perizinan kehutanan
dan lahan dengan perizinan pertambangan
Keempat, potensi pencemaran air baik dari point source dan non-point
source atau diffuse source berupa BOD, COD, dan TSS disajikan pada tabel
di bawah.
Tabel 3-7. Potensi Pencemaran Air
Adapun emisi GRK yang terjadi akibat perubahan lahan sangat tergantung
atas rencana pemanfaatan lahan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dengan demikian diperlukan
RTRW yang selain berdampak terhadap peningkatan ekonomi juga mampu
menekan laju perubahan stok karbon.
Energi
38%
Peternakan
Pertanian
50%
Perubahan Lahan
Limbah
1%
11% 2016: 663.610 Ton CO2e
yang tersedia di Dharmasraya pangan, tata air, iklim dan penyedia air bersih
berdasarkan daya dukung dan daya
pusat konektivitas ekonomi yang didukung oleh
tampung lingkungan
Pengembangan sistem perkotaan Penetapan struktur ruang berdasarkan jasa
dan pembangunan infrastruktur ekosistem penyedia: pangan, air bersih;
serta pelayanan dasar pengaturan: tata aliran air dan banjir,
pengaturan iklim, pencegahan dan
infrastruktur
DAFTAR PUSTAKA
A. Latar belakang
RIMBA KORIDOR merupakan implementasi Peraturan Presiden No. 13 tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera, yang selanjutnya disebut sebagai
Koridor RIMBA. Lanskap Koridor RIMBA seluas 3,8 juta hektar meliputi Provinsi
Riau, Jambi dan Sumatera Barat serta 19 Kabupaten di dalamnya merupakan salah
satu koridor ekosistem yang sudah ditetapkan dalam Perpres. Pengelolaan di Koridor
RIMBA harus merefleksikan upaya perlindungan keanekaragaman hayati dan
memberikan kontribusi terhadap peningkatan kawasan hutan lindung yang
ditargetkan seluas 40% dari total pulau Sumatera.
Berawal dari Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera tersebut, WWF Indonesia telah
mengembangkan Program yang merupakan inisiatif pengelolaan ekosistem berbasis
tata ruang yang mengintegrasikan dan memperkuat konektivitas hutan dan ekosistem
melalui investasi dan modal alam (natural capital), konservasi keanekaragaman hayati
dan pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) melalui skema Pembangunan
Ekonomi Hijau yang disebut Program KORIDOR RIMBA. Sejalan dengan Program
KORIDOR RIMBA yang dikembangkan, pada awal 2016 WWF Indonesia mendapat
dukungan pendanaan dari Millenium Challenge Account – Indonesia (MCA-I) untuk
jendela Proyek Kemakmuran Hijau (Green Prosperity Project), dengan konsep
kegiatan yang diberi judul “Strengthening Natural Resource Management and Increasing
Carbon Stocks Across Central Sumatra by Enhancing Forest Ecosystem Connectivity and
Alleviating Poverty through Green Economic Development”.
Dalam kerangka pembangunan ekonomi hijau, Program KORIDOR RIMBA bertujuan
untuk: (1) memelihara fungsi ekosistem dalam jangka panjang; (2) meningkatkan
kesejahteraan manusia dan keadilan sosial melalui praktik-praktik pengelolaan yang
lestari dan berbasis masyarakat; (3) mengurangi risiko sosial dan lingkungan serta
kelangkaan ekologis. Program RIMBA-MCAI ini fokus pada 3 kluster yaitu: (a)
Kluster 1: Dharmasraya (Provinsi Sumatera Barat), Kuantan Singingi dan Kampar
(Provinsi Riau), Tebo (Provinsi Jambi). (b) Kluster 2: Tanjung Jabung Timur dan
Muaro Jambi (Provinsi Jambi). (c) Kluster 3: Merangin dan Kerinci (Provinsi Jambi).
Dengan dukungan dari mitra sektor publik dan swasta, Program KORIDOR RIMBA
akan memobilisasi fasilitas investasi untuk mengidentifikasi, mengembangkan, dan
menguji peluang investasi sektor swasta baru. Peluang investasi baru tersebut
dibutuhkan untuk memajukan peningkatan kebutuhan akan komoditas yang
diproduksi secara berkelanjutan sehingga tercipta pengembalian investasi yang
memadai serta proses transformasi dalam menghindari kehilangan jasa ekosistem
menjadi sebuah insentif nyata. Untuk memastikan kualitas investasi, Program
KORIDOR RIMBA juga akan memberikan dukungan teknis yang diperlukan untuk
menghasilkan studi kelayakan, menetapkan baseline, dan memantau hasil dengan cara
B. Tujuan
Ada beberapa fokus utama untuk proses KLHS seperti yang diharapkan melalui
Program KORIDOR RIMBA. Pertama, memastikan bahwa proses tidak hanya
menghasilkan produk yang mencerminkan kebutuhan dan alternatif cetak biru bisnis
hijau untuk kabupaten ini, tetapi juga menciptakan rasa kepemilikan terhadap hasil
yang telah diidentifikasi. Kedua, bahwa proses menekankan tindak lanjut nyata dari
proses persetujuan para pemangku kepentingan yang akan mendorong aksi setelah
proses KLHS selesai.
Berikut adalah lima tujuan utama KLHS dalam konteks Program KORIDOR RIMBA:
1. Membantu pemerintah kabupaten menilai kebijakan yang sudah ada, rencana
dan program yang ada, merampingkan berbagai KRP dan merekomendasikan
LED untuk melindungi jasa ekosistem yang penting;
2. Membangun kapasitas departemen pemerintah kabupaten dan lembaga untuk
mempersiapkan KLHS dan mengintegrasikannya ke dalam RTRW/RPJM/
Sektoral mereka;
3. Meningkatkan dasar bukti ilmiah untuk nilai lanskap (seperti karbon, air,
keanekaragaman hayati, pertanian, dan budaya) dan menyusun pemantauan
indikator yang relevan;
4. Meningkatkan investasi dari sektor swasta dengan merampingkan PPP dan
mendukung opsi rantai nilai yang benar-benar berkelanjutan untuk inovasi
produk / proses dan peningkatan pengelolaan lingkungan;
5. Bekerja untuk mengembangkan intervensi di lapangan dengan hasil yang
terukur secara jelas dan nyata.
C. Output
Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk PK RTRW 2011-
2031dan Revisi RPJMD 2016-2021 di Kabupaten Dharmasraya, Propinsi Sumatera
Barat yang akan dibantu oleh tim konsultan.
Tim Konsultan dengan keahlian tematik untuk KLHS akan bertanggung jawab untuk
membimbing dan meningkatkan kapasitas Pokja KLHS untuk memandu proses
pembuatan dan pelaksanaan KLHS dan juga memberikan masukan ilmiah dalam
keseluruhan proses.
Penyusunan KLHS untuk kedua KRP tersebut menggunakan pendekatan yang sesuai
dengan peraturan perundangan yang termutakhir. Penentuan kerangka pendekatan
KLHS didasari bahwa karakter Kebijakan, Rencana, dan/atau Program menentukan
ukuran-ukuran sasaran yang realistis untuk lingkup, kedalaman, dan hirarki dari
E. Pembiayaan
Masukan Pemangku
Akibat yang
Ditimbulkan:
• Pencemaran ecoli air
sumur
• Penurunan
produtifitas lahan
• Daya serap tanah
terhadap air
berkurang
• Menurunnya kualitas
air sungai
• Terjadinya banjir
• Resapan air berkurang
sehingga terjadinya
longsor
4. Keanekaraganan
Hayati
Faktor Penyebab: • • Data tutupan lahan • WWF
• Degradasi dan • Data hotspot Karhutla • DLH
fragmentasi hutan • Data pantauan
• Perburuan liar kualitatif kegiatan
• Pembalakan liar pembalakan liar dan
• Perambahan hutan perambahan hutan
• Kebakaran hutan dan • Data informasi kasus
lahan konflik satwa vs.
• Alih fungsi lahan manusia
Akibat yang
Ditimbulkan:
• Banyak Ikan di sungai
yang mati
5. Kesenjangan
Sosial/Kemiskinan
Faktor Penyebab: Data series: Dinas pertanian
• Kapasitas SDM belum • Data harga karet dan
memadai sawit
• Harga komoditas • Data SDM untuk
pertanian dan pertanian dan
perkebunan fluktuatif perkebunan
• Belum tertatanya
sistem niaga hasil
pertanian
Akibat yang
Ditimbulkan:
• Perambahan hutan
• Penebangan tanpa izin
Masukan Pemangku
Kepentingan
Perusahaan yang
Faktor Penyebab:
berada di kecamatan
Sitiung, Kecamatan
Sungai Rumbai,
Kecamatan Koto Salak
dan Kecamatan
Tiumang, belum
sepenuhnya
memanfaatkan tenaga
memadai di semua
kecamatan terutama
yang dilalui jalan
perusahaan
disebabkan tingginya
Tidak akuratnya
penggunaan jalan.
pendataan penduduk
miskin di semua
kecamatan di
kabupaten
Keberadaan Suku
Dharmasraya.
Pelayanan kesehatan
Kecamatan IX Koto.
logging di Kecamatan
Timpeh, Kecamatan
Koto Besar,
Kecamatan IX Koto,
Kecamatan Padang
Laweh, dan
Kecamatan Koto
Kurangnya pembinaan
Salak.
anak kemenakan di
seluruh kecamatan di
Kabupaten
Dharmasraya.
Akibat yang
Perekonomian
Ditimbulkan:
masyarakat kurang
Minimnya akses
mendapat bantuan.
pendidikan dan
hilangnya daerah
tangkapan air, akses
Kecenderungan
jalan rusak.
6. Kesehatan Masyarakat
Faktor Penyebab: Berdasarkan Data series:
• Penurunan kualitas pemetaan oleh • Data Kesling • Dinas Pangan
lingkungan (air, udara, puskesmas. • Data Balai POM dan dan perikanan
tanah) kesehatan • Dinkes
• Pola perilaku hidup • Data EHRA • Distan
tidak sehat • Data penggunaan • DisKumperdag
• Ketidakamanan pestisida • DLH
pangan • Data uji bahan
• Penggunaan pestisida pangan dan
dalam pertanian perikanan
• Data rumah
Akibat yang sakit/puskesmas
Ditimbulkan: • Data kejadian KLB
• Penyakit degenerasi
• Penyakit ISPA,
penyakit kulit
• KLB Diare, DBD,
Malaria
• Menurunnya
produktivitas
• Menurunnya daya
saing
• Kematian
Masukan Pemangku
Kepentingan Faktor
Penyebab:
• Belum meratanya
sarana, prasarana dan
tenaga kesehatan
• Tidak semua
masyarakat
menggunakan JKN
• Kurangnya
pengawasan terhadap
makanan
7. Konflik Sosial
Faktor Penyebab: • Batas Sumbar – Data series: • Bagian Tata
• Ketidak jelasan tapal Jambi, segmen • Data kejadian konflik Pemerintahan,
batas Sungai Rumbai Sekda
• Tumpang-tindih • Batas
kepemilikan Dharmasraya-
Sijunjung,
Akibat yang
segmen
Akibat yang
Ditimbulkan:
• Pencemaran
lingkungan dan
penurunan kualitas
lingkungan
• Timbul kecemburuan
sosial
• Konflik dikarenakan
status lahan baik
status penggunaan,
kepemilikan maupun
status lahan oleh
masyarakat.
• Rendahnya tingkat
kesejahteraan
masyarakat sekitar
perusahaan di
Kecamatan Asam
Jujuhan.
8. Tata Kelola SDA & LH
Faktor Penyebab: Seluruh wilayah Data: • Bapppeda, BKD,
• Belum seimbangnya Kabupaten • Data Pagu Anggaran
pembangunan Dharmasraya • Data Program RKPD
ekonomi, sosial dan • KRP dalam RPJMD
lingkungan
• Masih lemahnya
pengawasan dan
penegakan hukum
• Belum ada rencana
Akibat yang
O O O R O O O O/R O
O O O O O O O O O
O O O O O O O O O
Membangun Membangun iklim Membangun iklim Membangun Membangun iklim Membangun iklim Membangun iklim Membangun Membangun iklim
iklim perekonomian perekonomian iklim perekonomian perekonomian perekonomian iklim perekonomian yang
perekonomia yang kondusif yang kondusif perekonomian yang kondusif yang kondusif yang kondusif perekonomian kondusif melalui
n yang dapat didukung dengan yang kondusif dapat mengurangi sesuai dengan dapat dilakukan yang kondusif peningkatan kapasitas
kondusif meningkatkan Akses terhadap didukung kemungkinan mengacu melalui Promosi dapat kelembagaan dan
Sumber pelayanan dengan Jasa terjadinya perencanaan dan Praktek-Praktek diimpelemntasik koordinasi lintas
O O O O O O O O O
Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan kualitas
kualitas dan kualitas dan kualitas dan kualitas dan kualitas dan kualitas dan kualitas dan kualitas dan dan kuantitas
kuantitas kuantitas kuantitas kuantitas kuantitas kuantitas kuantitas kuantitas pelayanan dasar
pelayanan pelayanan dasar pelayanan dasar pelayanan pelayanan dasar pelayanan dasar pelayanan dasar pelayanan dasar didukung dengan
dasar dasar mengacu pada dapat sesuai dengan peningkatan
perencanaan dilaksanakan perencanaan, kapasitas
yang ada dan melalui Promosi kebijakan yang Kelembagaan Untuk
pengelolaan Praktek-Praktek telah ditetapkan Koordinasi Lintas
O O O O O O O O O
Peningkatan Dengan adanya Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan
kepastian Peningkatan kepastian hukum kepastian kepastian hukum kepastian hukum kepastian hukum kepastian hukum kepastian hukum
hukum kepastian hukum melalui hukum melalui melalui melalui melalui melalui melalui pembentukan
melalui melalui pembentukan pembentukan pembentukan pembentukan pembentukan pembentukan regulasi, sosialisasi,
pembentuka pembentukan regulasi, regulasi, regulasi, regulasi, regulasi, regulasi, dan penegakan
n regulasi, regulasi, sosialisasi, dan sosialisasi, dan sosialisasi, dan sosialisasi, dan sosialisasi, dan sosialisasi, dan hukum dan
sosialisasi, sosialisasi, dan penegakan penegakan penegakan hukum penegakan penegakan penegakan peningkatan
dan penegakan hukum hukum hukum mejadi dapat menekan laju hukum sebagai hukum sebagai hukum sesuai kapasitas
penegakan maka dapat merupakan salah dasar aturan perubahan iklim strategi dalam upaya dalam dengan Kelembagaan Untuk
hukum memberikan satu Akses dalam pelaksanaan Promosi perencanaan dan Koordinasi Lintas
kepastian hukum terhadap pemanfaatan perencanaan dan Praktek-Praktek pemanfaatan dan Sektor
terhadap pelayanan Jasa Ekosistem pengelolaan Berkelanjutan pengendalian
pendapatan infrastruktur, yang tekanan dan Teknologi sesuai dengan
masyarakat lokal layanan/jasa mendukung pebangunan Bersih peraturan yang
kehidupan berlaku
masyarakat
O O O O O O O O O
Mengakomo Pegembangan Pengembangan Pengembangan Perkembangan Perkembangan Perkembangan Perkembangan Perkembangan pasar
dasi pasar termasuk pasar didukung pasar dengan pasar yang telah pasar dilaksanakan pasar pasar yang didukung dengan
perkembang usaha/kegiatan oleh Akses memanfaataka dialokasikan lahan sesuai dengan dilaksanakan dilaksanakan peningkatan
an pasar untuk terhadap n jasa berbasis daya perencanaan dan melalui Promosi sesuai dengan Kapasitas
termasuk meningkatkan pelayanan ekosistem dukung dan daya Pengelolaan Praktek-Praktek rencana dan perlu Kelembagaan Untuk
usaha/kegiat sumber infrastruktur, untuk tampung Tekanan Berkelanjutan pengendalian Koordinasi Lintas
an melalui pendapatan layanan/jasa mendukung lingkungan hidup Pembangunan dan Teknologi sesuai dengan Sektor
penetapan masyarakat lokal kehidupan dapat mengurangi Bersih kebijakan dan
alokasi lahan masyarakat kerentanan peraturan
berbasis terhadap perundang-
daya dukung perubahan iklim undangan yang
dan daya berlaku
tampung
lingkungan
hidup
O O O O O O O O O
O O O O O O O O O
Penerapan Penerapan Penerapan Penerapan Penerapan Penerapan Penerapan Penerapan Penerapan teknologi
teknologi teknologi bersih teknologi bersih teknologi teknologi bersih teknologi bersih teknologi bersih teknologi bersih bersih didukung oleh
bersih dapat mendukung didukung oleh bersih dapat dapat mengurangi sesuai dengan mendukung dalam rangka peningkatan
pengelolaan akses terhadap meningkatkan Kerentanan Perencanaan & pelaksanaan didukung oleh kapasitas
Sumber pelayanan pemanfaatan terhadap Pengelolaan Promosi perencanaan, kelembagaan untuk
Pendapatan infrastruktur, Jasa perubahan iklim Tekanan Praktek- implementasi & koordinasi linta
Masyarakat lokal layanan/jasa Ekosistem Pembangunan Praktek pengendalian ssektor
yang Berkelanjutan sesuai dengan
mendukung dan Teknologi kebijakan dan
kehidupan Bersih peraturan
masyarakat perundang-
undangan yang
berlaku
O O O O O O O O O
Pengembang Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan tata
an tata kelola tata kelola tata kelola tata kelola tata kelola tata kelola tata kelola tata kelola kelola pemerintahan
Rangkaian roadshow telah dilaksanakan pada minggu sebelumnya dengan Dinas Pertanian
yang pada akhirnya dapat memberikan pemahaman secara utuh arah dan tujuan
pembangunan Dharmasraya dengan melihat dasar akar permasalahan yang ada. Pada tanggal
10 Januari 2018 kegiatan roadshow direncanakan di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa,
Dinas Pangan & Perikanan, Dinas Kumperdag, dan Dinas Pariwisata dengan hasil diskusi
sebagai berikut:
Dinas PMD
Diskusi dilaksanakan bersama Kepala Dinas – Abdi Amri dan para Kabid terkait, dengan
masukan sebagai berikut:
Tupoksi DPMD adalah memfasilitasi nagari untuk penganggaran dana desa,
melakukan perencanaan dan keberlangsungan pemerintahan di tingkat nagari serta
melakukan pembinaan kelompok-kelompok di nagari.
Pada dasarnya kebijakan pendanaan Nagari ini terbagi menjadi 30% pemberdayaan
masyarakat dan 30% untuk pembangunan fisik. Namun, saat ini sudah direvisi dimana
pemberdayaan masyarakat akan dimaksimalkan paling tinggi 40% untuk
pemberdayaan masyarakat. Kebijakan-kebijakan terkait lingkungan yang sudah ada
sebelumnya adalah pemanfaatan sampah (adanya pelatihan-pelatihan) dan
pemanfaatan lahan pekarangan agar tidak digunakan untuk kebun kelapa
sawit.
Sejak 2007, DPMD sudah memberikan saran untuk pembinaan di masyarakat agar
melakukan pengembangan karet sebagai usaha perkebunan meskipun tanpa kajian
dapat dirasakan bahwa pengembangan sawit akan memberikan dampak besar
terutama di hulu sungai.
Terkait infrastruktur sanitasi, program Pamsimas di Padang Laweh terkendala
karena diidentifikasi tidak adanya catchment area di wilayah tersebut dan lokasi
tersebut memang secara umum diusahakan untuk perkebunan sawit. Perlu
memperkuat kajian kaitan pengembangan sawit dengan catchment area
sehingga diharapkan ada kegiatan di tingkat desa yang dapat diusulkan
untuk mengantisipasi permasalahan tersebut.
Meningkatkan peran masyarakat sebagai tokoh utama dalam
pemeliharaan lingkungan. Pentingnya pemahaman lingkungan sebagai titipan
Diskusi dilaksanakan bersama Kabid Perikanan – Yoyok Suharyo beserta Kabid lain yang
terkait, dengan masukan sebagai berikut:
Kewenangan Dinas Pangan & Perikanan bukan hanya berfokus pada ketersediaan
produk bahan pangan dan ikan namun kewenangannya lebih bersifat sistematik
ekosistem. Hal ini sangat tergantung dengan komponen biotik (bentos, plankton,
tumbuhan air, dll) dan abiotik (batu, kayu, dll) yang menunjang ekosistem pangan
dan ikan.
Namun, perikanan yang dikaji dalam KLHS ini tampaknya berfokus akhir pada
rencana broodstock center dengan luasan 30 Ha. Memang diperkirakan konsumsi
ikan minimal 2 ton/hari di Kabupaten Dharmasraya, dan diharapkan Dharmasraya
dikembangkan sebagai lumbung pangan dan ikan sehingga tidak perlu lagi
mendatangkan produk dari luar bahkan bisa menyuplai daerah sekitar. Kajian ini juga
didasarkan pada program yang ada di RPJMD terkait visi misi Bupati selama
jabatannya. Berkaitan dengan broodstock, Dinas Pangan dan Perikanan berencana
memanfaatkan limbah kotoran ikan dari broodstock untuk pertanian
yang diperkirakan dapat mempercepat laju pertumbuhan tanaman.
Perairan umum Kabupaten Dharmasraya hanya memiliki rawa, namun justru rawa
ini merupakan sumber hayati khas. Dikatakakan Dharmasraya merupakan sumber
berbagai jenis ikan cupang, faktanya, saat ini hampir tidak ditemukan lagi ikan cupang.
Diskusi dilaksanakan bersama Sekretaris Dinas beserta Kabid lain yang terkait, dengan
masukan sebagai berikut:
Keterbatasan waktu yang ada menyebabkan diskusi di Dinas Pariwisata belum terlaksana dan
akan diagendakan ulang pada saat integrasi arahan KLHS pada penyusunan Revisi RTRW.
Kegiatan konsultasi publik diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang dilanjutkan
dengan laporan ketua Pokja dan sambutan serta pembukaan diwakili oleh Sekda Kab.
Dharmasraya. Kegiatan dilanjutkan dengan diskusi kelompok per kelompok tema isu
pembangunan berkelanjutan (daftar hadir stakeholder ditampilkan pada Lampiran 5.C).
Materi presentasi dapat dilihat pada Lampiran 5 A.
Pembukaan
Laporan Ketua Pokja KLHS – Ibu Erina
Pokja KLHS telah melaksanakan rangkaian kegiatan selama penyusunan KLHS PK RTRW
dan Revisi RPJMD salah satunya adalah konsultasi publik identifikasi isu pembangunan
berkelanjutan yang dilaksanakan pada tanggal 29 Agustus 2017 dengan melibatkan
stakeholder. Kemudian konsultasi publik kembali dilaksanakan hari ini dalam rangka untuk
menjaring masukan dari stakeholder atas hasil arahan KLHS yang akan diintegrasikan ke
dalam perbaikan KRP baik pada Revisi RPJMD dan Revisi RTRW. Forum ini dimanfaatkan
untuk menjalin komitmen dan penyelarasan tujuan pembangunan Kabupaten Dharmasraya.
Konsultasi publik dilaksanakan dalam rangka penyampaian proses dan hasil KLHS Peninjauan
Kembali RTRW dan Review RPJMD. KLHS menjadi penting bagi pembangunan daerah
karena isu pembangunan berkelanjutan bersifat lintas batas, lintas sektor dan lintas
stakeholder sehingga diperlukan kerjasama berbagai pihak untuk dapat mengantisipasi isu-isu
tersebut.
Oleh karenanya, saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk meilbatkan seluruh pihak
dalam menyusun KLHS yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan
bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Dalam hal ini,
seluruh perangkat daerah dan pemangku kepentingan diharapkan dapat berkontribusi untuk
memberikan masukan dan saran terkait perumusan alternatif dan rekomendasi untuk arahan
PK RTRW dan Review RPJMD. Penjaringan masukan dari stakeholder terhadap rumusan
alternatif dan rekomendasi KLHS diharapkan menjadi arahan yang aplikatif dan aspiratif
sehingga muatan RTRW dan RPJMD dapat lebih optimal penerapannya untuk mencapai
pembangunan yang berwawasan lingkungan di Kabupaten Dharmasraya.
Kesempatan kali kedua ini merupakan forum yang tepat untuk menyampaikan masukan demi
mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan di Kabupaten Dharmasraya.
Sebagaimana disabdakan “Tidak akan berubah nasib suatu kaum jika tidak kaum itu sendiri
yang berubah” salah satunya yang dapat dilakukan saat ini adalah merevisi RTRW dan
RPJMD yang lebih berwawasan lingkungan melalui KLHS ini. Untuk itu, diperlukan
koordinasi dan sinkronisasi dengan berbagai OPD dan pemangku kepentingan untuk dapat
mengimplementasikan arahan KLHS. Penting meningkatkan kerjasama berbagai pihak dalam
bekerja demi menjaga lingkungan untuk menciptakan Dharmasraya yang tertata dan nyaman.
Materi ini disampaikan oleh Pak Adi Wiyana, Pak Frinaldi, dan Ibu Lasmiyati selaku Pokja
KLHS sebagaimana disajikan dalam Lampiran 5.A.
Hasil Diskusi
Nama Uslaini
Asal Instansi WALHI Sumbar
Pertanyaan/Masukan Dalam hal ini Kabupaten Dharmasraya termasuk dalam kawasan hulu DAS
Sungai Batanghari yang mengalir ke Provinsi Jambi sehingga sangat
mengapresiasi Pokja KLHS telah mengidentifikasi PETI menjadi prioritas
dalam pengelolaan lingkungan.
Catatan terkait alternatif strategi tentang moratorium kawasan
perkebunan, terkait dengan hal ini diperlukan sosialisasi pemahaman
yang tepat akan pentingnya moratorium kawasan perkebunan
kepada stakeholder mengingat luasan Dharmasraya mayoritas sebagai
kebun kelapa sawit. Hal ini penting dikaitkan dengan tujuan untuk
melindungi sumber daya alam di Kabupaten Dharmasraya.
Hal yang menjadi catatan lainnya yaitu terkait IUP Batubara di Kabupaten
Dharmasraya yang berada dalam kawasan hutan, dimungkinkan ada
beberapa persyaratan yang tidak dipenuhi seperti administrasi lingkungan
tidak dilakukan atau reklamasi bekas tambang tidak dilakukan. Untuk itu,
perlu dilakukan upaya penegakan hukum terhadap pelaku usaha
yang telah diberikan IUP.
Jawaban Pokja: Sub-das Dharmasraya memang sangat dipengaruhi oleh hulu DAS
Batanghari oleh karenanya setuju jika diperlukan pengelolaan lingkungan
terutama DAS tingkat Provinsi.
Moratorium tidak serta merta hanya tidak memperbolehkan tanam kelapa
sawit, namun dapat menawarkan peluang komoditi lain yang bernilai
ekonomi tinggi, pemerintah harus terlibat dari hulu ke hilir dengan
koordinasi dari semua stakeholder. Akan dirumuskan lebih lanjut strategi
tersebut menjadi program dan kegiatan yang lebih aplikatif dengan
melibatkan OPD terkait.
Terkait isu DAS maka kemudian penting dibentuk forum DAS untuk
melindungi ekosistem DAS.
Bapak Adlisman menegaskan kembali bahwa Pokja telah berproses cukup lama dalam
menyusun KLHS dan salah satu langkah yang dibuka adalah roadshow ke OPD terkait untuk
berkoordinasi mengenai arahan KLHS, harapannya agar dapat menjalin komitmen tindak
lanjut atas arahan perbaikan yang telah dirumuskan bersama. Pertemuan ditutup pukul 12.00
diakhiri dengan penandatanganan Berita Acara Konsultasi Publik Proses dan Hasil KLHS
yang disertakan pada Lampiran 5.D .
11Jan_Konsult asi
Publik_PROSES DAN H
DASAR HUKUM
UU No. 32/2009 (Pasal 15) dan PP No. 46/2016 (Pasal 2)
•Pemerintah daerah Evaluasi Dokumen Perencanaan Daerah
WAJIB membuat
KLHS
1. Evaluasi RPJMD
Kemitraan
•Pemerintah daerah
(2017) 1. Fasilitasi Tenaga
WAJIB
Ahli dan
melaksanakan KLHS 2. PK RTRW (2017) Peningkatan
ke dalam Kapasitas POKJA
penyusunan atau KLHS Kab.
evaluasi RTRW, Dharmasraya (WWF
RPJPD dan RPJMD & MCAI)
2. Fasilitasi
Pelaksanaan FGD
dan Konsultasi
Publik (Dinas LH)
DEFINISI KLHS
Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) adalah
serangkaian analisis yang
ILMIAH
(teknokratik) sistematis, menyeluruh, dan
partisipatif untuk memastikan
HOLISTIK
(sistemik) bahwa prinsip pembangunan Sinkronisasi
berkelanjutan telah menjadi dasar dengan Tujuan
Melibatkan
Stakeholder dan terintegrasi dalam Pembangunan
pembangunan suatu wilayah Berkelanjutan
(TPB)
dan/atau kebijakan, rencana,
dan/atau program.
(Pasal 1, UU 32/2009)
Penghidupan Masyarakat
(mengarahkan KRP)
(mitigasi)
Usulan solusi
perencanaan Ekonomi
nasional & daerah
Sumber Daya
Alam
Dampak Lingkungan
Lingkungan sebagai Modal
PENDEKATAN KLHS
Evaluasi RPJMD
Perbaikan Strategi
Jangka Panjang
Perbaikan Desain
MEMINIMALKAN
Pendekatan DAMPAK NEGATIF
Dampak PEMBANGUNAN
untuk Mitigasi TERHADAP ASPEK-
ASPEK LINGKUNGAN PK RTRW 2011 -
Dampak/Resiko
HIDUP 2031
Evaluasi RPJMD
Perbaikan Strategi
MENYIAPKAN KONDISI Pendekatan
2016 – 2021 AGAR PEMBANGUNAN Strategis untuk
DAPAT Perbaikan Skenario
BERKELANJUTAN KRP
Sisa pelaksanaan 3
tahun
Jangka Panjang
Perbaikan Desain
MEMINIMALKAN
Pendekatan DAMPAK NEGATIF
Dampak PEMBANGUNAN
untuk Mitigasi TERHADAP ASPEK-
ASPEK LINGKUNGAN PK RTRW 2011 -
Dampak/Resiko
HIDUP 2031
Lingkungan Hidup
• Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
• Perumusan Rekomendasi Perbaikan KRP
3. Penjaminan Kualitas & Pendokumentasian KLHS
4. Validasi KLHS
PROSES DAN HASIL KLHS
PENINJAUAN KEMBALI RTRW
KABUPATEN DHARMASRAYA
TAHUN 2011-2031
CDF – Akar
Fluktuasi Harga
Komoditas
Rendahnya
Kapasitas SDM
Masalah
Kesenjangan
Pendapatan
COMMUNITY
Penghidupan Masyarakat
LIVELIHOOD
GOVERNANCE
Tata Kelola Kurangnya Keterisolasian
Infrastruktur
dan Layanan
LAND
AlihCONVERSION
Fungsi Lahan Deforestasi
Meningkatnya
Arus Lalu-lintas
Banjir/
dan Industri Kekeringan
Sedimentasi
Perkebunan
Sawit PETI Pariwisata Perilaku Budaya
Perkebunan
Karet
Produksi
Produksi Pembalakan
Energi
Tambang Pangan Liar
Peningkatan
Polusi Udara Batubara Suhu Udara Perubahan Iklim
KERANGKA
KAJIAN
• Transmigrasi
• Efisiensi Pemanfaatan SD untuk
Pangan pd Pola Ruang
Pola ruang yang mendukung produksi
pangan sudah pada lokasi yang tepat
(efisiensi JE dari 0,5-0,9 di beberapa
lokasi).
Ada yang memiliki pola ruang dengan
efisiensi masih rendah:
IX Koto, Pertanian
Pulau Punjung Hortikultura dan
Timpeh Transmigrasi.
Pulau Punjung Pertanian Tanah Kering
Kec Timpeh Kebun Plasma Nuftah.
• Arahan/Rekomendasi
• Untuk pola ruang dengan efisiensi SD PANGAN yang
masih rendah, ternyata memiliki efisiensi yang tinggi
pada pengaturan tata air dan banjir dan tentunya untuk
mensupport keanekaragaman hayati,dan berada pada
perbukitan struktural dan perbukitan karst
REKOMENDASI: memperkecil luasan atau
pengembangannya mempertimbangkan Area
Bernilai Konservasi Tinggi.
• Untuk pola ruang yang memiliki tekanan alih fungsi
lahan
REKOMENDASI: diprogramkan pada lahan
pertanian pangan berkelanjutan (atau LP2B)
• Kondisi Pengaturan Jasa Ekosistem
Pengaturan Tata Air dan Banjir
Jasa Ekosistem
Pengaturan Tata Air
dan Banjir
Kabupaten Dhamasraya secara
umum memiliki kualitas jasa
ekosistem pengaturan tata air
yang baik di bagian barat Kab.
Dhamasraya (atau bagian Bukit
Barisan)
• Pola Ruang dengan Potensi
Penurunan Fungsi
Ekosistem Pengatur Air
Jasa Ekosistem
Pengaturan Tata
Air dan Banjir
Pola ruang disamping ini berpotensi
untuk menurunkan fungsi ekosistem
pengaturan air.
Perhatian khusus :
• ekoregion perbukitan struktural
• perbukitan karst
• sebagian dataran fluvial
fungsi pengaturan air dapat
dipertahankan atau bahkan
ditingkatkan.
Perkotaan
• Permasalahan dengan
wilayah yang
berkembang menuju
perkotaan adalah :
1. Penyediaan air bersih
2. Pengelolaan sampah
3. Infrastruktur Sanitasi
dan Drainase
• Arahan/Rekomendasi
Arahan /Rekomendasi
• Mempertimbangkan penyusunan
pola ruang yang membentuk
koridor antar petak-petak
ekosistem.
• Salah satu yang bisa
dikembangkan adalah pembuatan
pola ruang untuk sempadan sungai
sepanjang Batang Hari dan
beberapa anak sungainya.
• Arahan/Rekomendasi
• Kawasan Alternatif industri sebaiknya
diklastering dengan rencana pengembangan
pusat kegiatan pengembangan infrastruktur
dan pengendalian perubahan lahan dapat
diantisipasi sehingga dapat mengatasi
permasalahan lingkungan di atas.
PROSES DAN HASIL KLHS
EVALUASI RPJMD
KABUPATEN DHARMASRAYA
TAHUN 2016-2021
• Kesadaran/kepedulian masyarakat
rendah
• Persentase pengelolaan timbulan
• Timbulan sampah
sampah
• Penambangan tanpa ijin (belum ada • Penambangan tanpa ijin (belum ada
pengelolaan limbah B3 penggunaan pengelolaan limbah B3 penggunaan
merkuri pada PETI) merkuri pada PETI)
IDENTIFIKASI & PERUMUSAN ISU PB PRIORITAS
Pengelompokan Ulang
Isu PB Hasil Konsultasi Publik
Isu PB
Degradasi lahan & hutan Degradasi lahan & hutan
• Fragmentasi kawasan hutan • Fragmentasi kawasan hutan
• Pembalakan dan perburuan liar
• Perambahan hutan
• Lahan kritis • Lahan kritis
• Kebakaran hutan dan lahan • Kebakaran hutan dan lahan
• Alih fungsi lahan • Alih fungsi lahan
• Tingkat pendidikan rendah • Tingkat pendidikan dan kesadaran
• Rendahnya kesadaran masyarakat masyarakat
• Saat tahap konstruksi : Bukaan lahan • Penataan drainase • Memasukkan kegiatan pada PK RTRW,
mengakibatkan air larian membawa TSS, sekeliling bukaan memasukkan kegiatan pada Review
perubahan bentang alam, kehati, biota terintegrasi dengan RPJMD, Melengkapi kegiatan dengan
perairan, sedimentasi sungai, morfologi sungai, sediment pond, dokumen perencanaan kegiatan (FS,
kesehatan masyarakat, produktivitas perikanan mempertahankan DED) yang terintegrasi dengan dokumen
menurun, kesuburan sawah (produktivitas tanaman pelindung, lingkungan yang mengakomodir
pertanian menurun). membuat lobang pengelolaan lingkungan terkait penataan
• Saat operasional menimbulkan potensi biopori, penggunaan drainase sekeliling bukaan terintegrasi
timbulan sampah domestik dan timbulan paving block untuk dengan sediment pond, mempertahankan
limbah B3 industri kecil lantai halaman tanaman pelindung, membuat lobang
menambah resapan air, biopori resapan, penggunaan paving block
• Mendorong terjadinya alih fungsi lahan disediakan TPS untuk lantai halaman menambah resapan
menjadi kawasan terbangun mengurangi daya terpadu beserta air, disediakan TPS terpadu beserta
resapan air pada lahan, mengubah habitat flora pengelolaannya, serta pengelolaannya, serta disediakan TPS
dan fauna dan mengurangi cadangan karbon disediakan TPS limbah limbah B3 beserta sistem pengelolaannya
menjadi emisi CO2 yang menambah beban B3 beserta sistem serta sistem pengelolaan limbah industri
perubahan iklim (efek rumah kaca), pengelolaannya serta kecil dan menengah.
• Meningkatkan timbulan sampah yang akan sistem pengelolaan • Kesiapan Dinas Lingkungan Hidup terkait
menghasilkan gas metan yang menambah limbah industri kecil pembinaan pengelolaan dan limbah B3
beban efek rumah kaca dan menengah. industri kecil (mendorong pembentukan
lembaga usaha)
• Saat tahap konstruksi antara lain : Bukaan • Penataan drainase sekeliling • Perencanaan kegiatan (FS, DED)
lahan mengakibatkan air larian membawa bukaan terintegrasi dengan yang terintegrasi dengan dokumen
TSS, perubahan bentang alam, kehati, biota sediment pond, lingkungan yang mengakomodir
perairan, sedimentasi sungai, morfologi mempertahankan tanaman pengelolaan lingkungan terkait
sungai, kesehatan masyarakat, produktivitas pelindung, membuat lobang penataan drainase sekeliling
perikanan menurun, kesuburan sawah biopori resapan, penggunaan bukaan terintegrasi dengan
(produktivitas pertanian menurun). paving block untuk lantai sedimen pond, mempertahankan
• Saat operasional menimbulkan potensi halaman menambah resapan air, tanaman pelindung, membuat
timbulan sampah domestik dan timbulan disediakan TPS terpadu beserta lobang biopori resapan,
limbah cair pengelolaannya, disediakan penggunaan paving block untuk
sistem pengelolaan air limbah lantai halaman menambah
• Mendorong terjadinya alih fungsi lahan IKM resapan air
menjadi kawasan terbangun mengurangi
daya resapan air pada lahan, mengubah • Fasilitasi pengembangan sentra
habitat flora dan fauna dan mengurangi IKM berbasis agro yang
cadangan karbon menjadi emisi CO2 yang berkelanjutan
menambah beban perubahan iklim (efek • Kesiapan Dinas Lingkungan Hidup
rumah kaca), terkait pembinaan dan
• Meningkatkan timbulan sampah yang akan pengangkutan sampah pada TPS
menghasilkan gas metan yang menambah terpadu dan serta pengelolaan
beban efek rumah kaca limbah cair (IPAL)
E-12
Lampiran 5.B Daftar Peserta
Daftar Peserta Roadshow
Roadshow
Roadshow di Dinas Pangan & Perikanan Presentasi Hasil KLHS di Dinas Pangan &
Perikanan
a. Bupati Sutan Riska Tuanku Kerajaan memahami proses penyusunan KLHS dan
menerima dengan baik hasil KLHS yang telah diselesaikan. Bupati sependapat dengan
akar permasalahan yang dihadapi oleh Kabupaten Dharmasraya, yaitu alih fungsi lahan,
penghidupan masyarakat, dan tata kelola pemerintahan. Bupati menekankan kepada
Pokja untuk serius menyelesaikan permasalahan-permasalahan lingkungan di wilayah
Dharmasraya. Memang disadari di Kabupaten Dharmasraya banyak kawasan yang
dikelola oleh perusahaan untuk pengusahaan kelapa sawit yang kemudian menyebabkan
kekeringan di beberapa titik seperti Pulau Punjung. Masyarakat kelas menengah ke atas
secara signifikan mengembangkan perkebunan kelapa sawit, sedangkan sebagian wilayah
lainnya dijadikan sawah oleh masyarakat petani yang berada di wilayah eks-transmigrasi.
Perlu diperhatikan di Sembilan Koto juga ada permasalahan eksploitasi kayu sehingga
berpotensi besar mengurangi luasan tutupan hutan. Hal ini dipicu adanya makelar kayu
yang memanfaatkan dan mempengaruhi masyarakat agar dapat mengeksploitasi kayu di
tanah ulayat. Hal-hal seperti ini harus menjadi perhatian agar dapat bersama-sama
memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk dapat menjaga tanah-tanah ulayat
yang justru memberikan manfaat yang lebih baik dan berkelanjutan dari hanya sekedar
eksploitasi kayu. Di Sembilan Koto ini direncanakan ada kawasan transmigrasi dengan
alokasi ±300 Ha dan beberapa wilayah sudah menjadi perkebunan kelapa sawit,
beberapa diantaranya milik perusahan swasta dan milik masyarakat yang tanpa
disertifikat. Dampak kekeringan ini sangat terasa ketika sebagian besar lahan dialihkan
sebagai kebun sawit berbeda jika pemanfaatannya untuk kebun karet.
b. Asisten Bupati 3 Adlisman menyatakan bahwa:
1. PENDAHULUAN
Aktivitas pembangunan dan ekonomi di Kabupaten Dharmasraya menyebabkan terjadinya
berbagai emisi GRK. Emisi GRK ini terjadi akibat konsumsi energi fosil (bensin, minyak
tanah, minyak solar, dan LPG), penggunaan pupuk, kotoran ternak, perubahan lahan,
produksi limbah padat dan cair domestik, serta akibat produksi batubara.
Emisi GRK tersebut diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan
ekonomi, penduduk, jumlah ternak, produksi batubara, penggunaan pupuk. Adapun emisi
GRK yang terjadi akibat perubahan lahan sangat tergantung atas rencana pemanfaatan lahan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Dengan demikian diperlukan RTRW yang selain berdampak terhadap peningkatan ekonomi
juga mampu menekan laju perubahan stok karbon di wilayah tersebut.
Seperti diketahui bahwa tanaman merupakan kumpulan biomassa yang mengandung karbon
yang diperoleh dari proses fotosintesis yang menyerap CO2 melalui stomata daun. Untuk
itu, perubahan lahan dari lahan yang banyak mengandung karbon ke lahan yang sedikit
mengandung karbon akan menghasilkan emisi GRK. Sebaliknya, perubahan lahan dari lahan
yang sedikit karbon ke lahan yang banyak mengandung karbon akan menyerap emisi CO2
atau merupakan aksi mitigasi GRK.
2. METODOLOGI
Metode perhitungan emisi GRK sesuai International Panel on Climate Change (IPCC) 2006.
Dalam IPCC-2006, produksi emisi GRK bersumber dari 4 sektor, yaitu Sektor Energi,
Sektor Industrial Product and Product Use (IPPU), Sektor Agriculture, Forestry, and Land Use
(AFOLU), dan Sektor Limbah. Data aktivitas Sektor Energi adalah konsumsi bahan bakar
fosil dan listrik, serta produksi batubara. Data aktivitas Sektor IPPU adalah produksi industri.
Data aktivitas Sektor AFOLU adalah konsumsi pupuk, jumlah ternak, dan perubahan lahan.
Data aktivitas Sektor Limbah adalah jumlah timbulan sampah dan jumlah limbah domestik.
Faktor Emisi konsumsi bensin, konsumsi minyak solar, konsumsi listrik, dan perubahan lahan
menggunakan Faktor Emisi Tier-2 sesuai kondisi Indonesia. Faktor Emisi konsumsi LPG,
produksi batubara, konsumsi pupuk, jumlah ternak, dan produksi limbah domestik (padat
dan cair) menggunakan Faktor Emisi default IPCC-2006 (Tier-1).
Jenis emisi GRK yang dipertimbangkan adalah gas karbon dioksida (CO2), gas methana
(CH4), dan gas dinitrogen oksida (N2O). Emisi GRK dihitung dalam CO2e, dimana emisi CH4
dikalikan dengan faktor potensi perubahan iklim global sebesar 21, dan emisi N2O dikalikan
dengan faktor potensi perubahan iklim global sebesar 310.
Untuk menghitung perubahan lahan yang terjadi dari tahun x ke tahun y diperlukan matriks
perubahan lahan. Matriks perubahan lahan tersebut harus setara antara tahun x dengan
tahun y (jumlah kolom dan baris harus sama). Data matriks perubahan lahan yang setara dan
tersedia adalah matriks perubahan lahan tahun 2014 ke tahun 2016 yang disusun oleh WWF
(World Wide Fund for Nature) Indonesia, seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Total luas lahan
menurut jenis lahan tahun 2014 terletak pada kolom terakhir (paling kanan), sedangkan total
luas lahan menurut jenis lahan pada tahun 2016 terletak pada baris terakhir (paling bawah).
Dari Tabel Lampiran 7- 2 nampak perubahan lahan yang cukup signifikan, misalnya cleared
area, oil plantation, natural forest, others, dan lainnya.
Tabel Lampiran 7- 2. Matriks Perubahan Lahan Tahun 2014 ke Tahun 2016 (Ha)
2016 (Ha)
Area Cleared Area With Mixed Palm Oil Oil Palm Pulpwood
Cleared Area Natural Forest Other Water Body Grand Total
Some Vegetation Plantation Plantation Plantation
Cleared Area 29 355 0 3,570 482 0 685 0 5,120
Cleared Area With Some Vegetation 38 1 0 1,281 0 0 0 0 1,320
Mixed Oil Palm Plantation 283 4,083 13,231 0 0 120 0 0 17,717
Natural Forest 0 0 0 54,509 0 0 0 0 54,509
2014 (Ha) Oil Palm Plantation 801 8,889 0 0 83,839 89 0 0 93,618
Other 1,155 3,647 0 1,406 0 105,785 0 0 111,993
Pulpwood Plantation 1,566 2,649 0 330 0 1,388 11,387 0 17,318
Water Body 0 0 0 0 0 0 0 13 13
Grand Total 3,873 19,622 13,231 61,096 84,320 107,382 12,071 13 301,609
Perkalian antara Faktor Emisi sesuai Tabel Lampiran 7- 1 dan luas lahan sesuai Tabel
Lampiran 7- 2 diperoleh emisi GRK yang diserap atau emisi GRK yang timbul dari
perubahan lahan tersebut. Total perubahan stok karbon akibat perubahan lahan dari tahun
2014 ke 2016 mencapai – 180.752 ton C atau ekuivalen dengan -662.818 ton CO2 selama 2
tahun (2014 ke 2016) atau setara dengan – 331.409 ton CO2 per tahun. Tanda minus
menunjukkan bahwa terjadi penurunan stok karbon atau terjadi emisi GRK. Adapun stok
karbon pada tahun 2016 mencapai 19.859.936 ton C, sehingga stok karbon pada tahun 2014
mencapai 20.221.443 ton C.
Tabel Lampiran 7- 3. Matriks Emisi GRK dari Perubahan Lahan Tahun 2014 ke Tahun 2016
(ton C)
2016 (Ton C)
Area Cleared Area With Mixed Palm Oil Oil Palm Pulpwood
Cleared Area Natural Forest Other Water Body Grand Total
Some Vegetation Plantation Plantation Plantation
Cleared Area 0 9,749 0 687,206 29,136 0 42,102 0 768,193
Cleared Area With Some Vegetation -1,054 0 0 211,359 0 0 0 0 210,305
Mixed Oil Palm Plantation -17,134 -134,726 0 0 0 7,089 0 0 -144,771
Natural Forest 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2014 (Ton
Oil Palm Plantation -48,478 -293,339 0 0 0 5,261 0 0 -336,556
C)
Other -1,732 -94,811 0 -268,588 0 0 0 0 -365,131
Pulpwood Plantation -96,286 -90,051 0 -43,182 0 -83,272 0 0 -312,792
Water Body 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Grand Total -164,685 -603,178 0 586,795 29,136 -70,922 42,102 0 -180,752
Emisi GRK dari Sektor Limbah terjadi karena penimbunan sampah, limbah cair domestik,
dan limbah cair POME. Terdapat tempat penimbunan sampah akhir di Kabupaten
Dharmasraya dengan kapasitas sebesar 1,2% terhadap total produksi sampah domestik.
Sampah yang ditumpuk di TPA merupakan salah satu sumber emisi GRK (gas metana) yang
dihasilkan dari proses dekomposisi bakterial komponen sampah organik yang biodegradable
yang terjadi dalam kondisi anaerobik. Sampah yang tidak ditimbun di TPA Dharmasraya
0%
Energi
38%
Peternakan
Pertanian
50%
Perubahan Lahan
Limbah
1%
11% 2016: 663.610 Ton CO2e
Proyeksi emisi GRK tahun 2017 s.d 2031 disusun untuk mendapatkan gambaran seberapa
besar potensi emisi GRK yang terjadi tahun 2031 dengan mempertimbangkan berbagai
variabel yang melingkupinya, diantaranya pertumbuhan penduduk, pertumbuhan PDRB,
penurunan luas sawah, dan perubahan lahan. Analisis proyeksi emisi GRK ditinjau terhadap
proyeksi emisi GRK Skenario BAU, proyeksi emisi GRK Skenario RTRW 2011-2031,
proyeksi emisi GRK Skenario SK35, dan Skenario Pembangunan Berkelanjutan (Low Emission
Development Strategic).
Rencana
Luas Eksisting
Pemanfaatan Lahan Peruntukan
(Ha) (%) (Ha) (%)
Hutan 165.129 54,57 116.181 38,39
Pemukiman 7.552 2,50 10.515 3,48
Pertanian Tanaman Pangan Lahan Basah 9.652 3,19 14.643 4,84
Pertanian Tanaman Pangan Lahan Kering 3.968 1,31 5.285 1,75
Perkebunan dan Hortikultura 89.647 29,63 130.868 43,25
Semak/belukar 16.562 5,47 0 0
Pertambangan 2.388 0.79 23.305 7,69
Perairan Darat 1.586 0.52 1.720 0,57
Rencana Kawasan Kegiatan Baru 0 0 3.527 1,17
Total 296.484 100 306.044 100
Data perubahan lahan tersebut memperlihatkan adanya ketidaksamaan luasan lahan antara
tahun 2011 dengan tahun 2031. Selanjutnya, untuk kebutuhan analisis, kekurangan luas lahan
tahun 2011 sebanyak 9.560 Ha ditambahkan ke lahan perkebunan agar luas lahan menjadi
sama. Perkalian antara Faktor Emisi lahan dengan luas lahan akan menghasilkan stok karbon,
dimana total stok karbon pada tahun 2012 mencapai 34.427.414 ton C dan menurun
menjadi 28.017.577 ton C pada tahun 2031. Nampak bahwa kebijakan yang ditetapkan
dalam RTRW Kabupaten Dharmasraya 2011-2031 akan mengurangi stok karbon sebanyak
6.725.317 ton C selama 20 tahun ke depan, atau menurun rata-rata 336.266 ton C per
tahun. Pengurangan stok karbon ini menunjukkan adanya kebijakan pengalihan kawasan
hutan menjadi non hutan yang berdampak terhadap terjadinya penurunan stok karbon dari
tanaman, yang akan menghasilkan emisi CO2 rata-rata sebanyak 1.175.244 per tahun.
Dibanding dengan emisi CO2 atas realisasi perubahan lahan yang terjadi selama tahun 2014
s.d 2016 sesuai survei WWF, nampak bahwa target perubahan lahan dalam RTRW lebih
agresif.
Gambar Lampiran 7 - 2. Peta Kawasan Hutan Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.
SK.35/Menhut-II/2013
0
2016 Skenario Skenario Skenario Skenario Total
BAU RTRW SK35 LEDS Skenario
LEDS
Stok Karbon Tahun 2031
Gambar Lampiran 7 - 3. Perbandingan Emisi / Serapan CO2 Menurut Skenario
1. Pendahuluan
Profil enam muatan KLHS ini dilakukan dalam rangka penyusunan KLHS peninjauan kembali
RTRW Kabupaten Dharmasraya tahun 2011-2031 dan KLHS revisi RPJM Kabupaten
Dharmasraya tahun 2016-2021.
1
Kementerian Lingkungan Hidup. 2013. Deskripsi Peta Ekoregion Pulau/Kepulauan. Kementerian
Lingkungan Hidup, Deputi Tata Lingkungan. Jakarta, Indonesia. ISBN: 978-602-8773-09-6
Persebaran nilai indeks untuk setiap Jasa Ekosistem (JE) di Kabupaten Dharmasraya
terlampir pada Lampiran 8 C. Setiap ekoregion memiliki jasa ekosistem yang lebih dominan
dibandingkan jasa ekosistem lainnya. Untuk mengetahui jasa ekosistem dominan yang
dihasilkan oleh setiap unit ekoregion, dilakukan pemetaan jasa ekosistem maksimum. Jasa
ekosistem maksimum ini diperoleh dari perkalian antara luas satu unit wilayah ekoregion
dengan setiap nilai indeks JE dalam unit wilayah ekoregion tersebut. Dari hasil perkalian
tersebut didapatkan bahwa setiap satu wilayah ekoregion memiliki satu nilai maksimum dari
12 nilai jasa ekosistem yang dihasilkan. Nilai makmimum tersebut menunjukkan jenis jasa
ekosistem yang dominan untuk satu wilayah ekoregion. Melalui hasil analisis dan
perhitungan, diperoleh proporsi jenis jasa ekosistem di setiap ekoregion Kabupaten
Dharmasraya (Gambar Lampiran 8 - 2) dan jasa ekosistem dominannya (Tabel Lampiran 8 -
3).
Berdasarkan hasil kali luas ekoregion dan indeks jasa ekosistem diperoleh bahwa ekoregion
Perbukitan Struktural Jalur Bukit Barisan (Nomor: 24), memiliki nilai jasa ekosistem yang
paling tinggi. Lima jasa ekosistem paling tinggi yang dihasilkan oleh ekoregion ini adalah
produksi primer, siklus hara, genetik, ekoturisme, dan penyerbukan alami.
2.2. Kapasitas Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup untuk
Pembangunan
Pada kajian ini, ambang batas jasa ekosistem penyedia digunakan untuk menganalisis
kemampuan lingkungan Kabupaten Dharmasraya. Pangan dan air dipilih sebagai variabel
untuk mengkuantifikasi DDDTLH ini. Yang dimaksud dengan "daya dukung Lingkungan
Hidup" yaitu kemampuan Lingkungan Hidup untuk mendukung perikehidupan manusia,
makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. Sementara "daya tampung
Lingkungan Hidup" adalah kemampuan Lingkungan Hidup untuk menyerap zat, energi,
dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
2.2.1. Ambang Batas dan Status Daya Dukung Penyedia Bahan Pangan
Perhitungan dan analisis terhadap daya dukung lingkungan hidup dan ambang batas jasa
ekosistem penyedia pangan, didahului dengan menghitung ketersediaan dan kebutuhan jasa
ekosistem, hasil analisisnya menunjukkan tingkat kebutuhan dan ketersediaan energi pangan
di Kabupaten Dharmasraya. Pada Gambar Lampiran 8 - 3 dapat terlihat bahwa kebutuhan
energi pangan tertinggi (diwakili oleh warna merah) berada di sepanjang perbatasan
Kecamatan Koto Salak, Tiumang, Koto Baru, Padang Laweh, dan Sitiung. Sementara itu,
ketersediaan energi pangan di Kabupaten Dharmasraya menunjukkan nilai paling tinggi
tersebar di sebagian besar wilayah Koto Baru, Sungai Rumbai, dan Sitiung. Nilai paling tinggi
juga ditemukan di sebagian kecil wilayah Koto Besar, Pulau Punjung, IX Koto, dan Asam
Jujuhan. Sedangkan ketersediaan terkecil terdapat di wilayah perbatasan Koto Besar dan
Pulau Punjung, serta beberapa wilayah di Timpeh (Gambar Lampiran 8 - 4).
Gambar Lampiran 8 - 3. Kebutuhan energi bahan pangan di Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015
dalam sistem grid 30”×30”
Analisis ambang batas dilakukan melalui perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan
bahan pangan, yang hasilnya ditampilkan pada Gambar Lampiran 8 - 6. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa beberapa daerah yang memiliki ambang batas tertinggi untuk bahan
pangan terdapat di selatan Kecamatan Asam Jujuhan dan selatan Koto Besar. Sementara
ambang terkecil atau 0 (nol) dijumpai pada daerah Sungai Rumbai dan sepanjang perbatasan
Kecamatan Koto Salak, Tiumang, Koto Baru, Padang Laweh, dan Sitiung, serta sebagian kecil
wilayah di barat IX Koto, timur Koto Besar, dan timur Pulau Punjung.
Gambar Lampiran 8 - 6. Peta ambang batas penduduk untuk DDLH pangan di Kabupaten
Dharmasraya Tahun 2015 dalam sistem grid 30”×30”
Berdasarkan hasil perhitungan ambang batas DDLH pangan untuk melayani penduduk, maka
analisis selanjutnya adalah penentuan status daya dukung DDLH pangan. Status daya dukung
ini dianalisis berdasarkan hasil perhitungan selisih antara ambang batas dengan jumlah
penduduk, nilai selisih yang negatif menunjukkan bahwa ambang batas pangan di daerah
tersebut telah terlampaui. Hasil analisisnya ditampilkan pada Gambar Lampiran 8 - 7.
Dari hasil analisis tersebut dapat dilihat bahwa daerah yang telah melampaui ambang batas
DDLH pangannya terdapat pada Sungai Rumbai dan sepanjang perbatasan Kecamatan Koto
Salak, Tiumang, Koto Baru, Padang Laweh, dan Sitiung, serta sebagian kecil wilayah di barat
IX Koto, timur Koto Besar, dan timur Pulau Punjung.
Gambar Lampiran 8 - 7 Peta status DDLH pangan terhadap ambang batas di Kabupaten
Dharmasraya Tahun 2015 dalam sistem grid 30”×30”
2.2.2. Ambang Batas dan Status Daya Dukung Penyedia Air Bersih
Sama halnya dengan pangan, perhitungan dan analisis terhadap daya dukung lingkungan dan
ambang batas jasa ekosistem penyedia air, didahului dengan menghitung ketersediaan dan
kebutuhan terhadap jasa ekosistem air. Pola spasial kebutuhan air di Kabupaten
Dharmasraya ditunjukkan pada Gambar Lampiran 8 - 8, dapat dilihat bahwa kebutuhan
paling besar tersebar di perbatasan Kecamatan Koto Salak, Tiumang, Koto Baru, dan Padang
Laweh. Selain itu, kebutuhan air yang tinggi ditemukan pula pada sebagian kecil wilayah
Kecamatan Pulau Punjung dan IX Koto. Secara umum, nilai kebutuhan lahan di setiap
Gambar Lampiran 8 - 8 Kebutuhan air bersih di Kabupaten Dharmasraya tahun 2015 dalam
sistem grid 30”×30”
Sementara itu, pola spasial ketersediaan air ditunjukkan pada gambar Gambar Lampiran
8 - 9 yang menyajikan informasi bahwa ketersediaan air yang lebih tinggi ditemukan pada
sebagian besar wilayah Kecamatan IX Koto dan sebagian Kecamatan Pulau Punjung.
Gambar Lampiran 8 - 9 Ketersediaan air bersih di Kabupaten Dharmasraya tahun 2015 dalam
sistem grid 30”×30”
Dapat dilihat dari selisih yang masih bernilai positif, wilayah Kabupaten Dharmasraya belum
mengalami defisit dalam ketersediaan air. Secara visual, selisih antara ketersediaan dengan
kebutuhan air bersih paling kecil berada di wilayah Kecamatan Tiumang, Pulau Punjung, Koto
Besar, dan Asam Jujuhan; seperti yang direpresentasikan oleh warna biru muda pada
Gambar Lampiran 8 - 10. Sementara itu, Tabel Lampiran 8 - 6 menunjukkan
akumulasi ketersediaan, kebutuhan, dan selisih air per kecamatan.
Gambar Lampiran 8 - 10. Peta selisih ketersediaan air bersih di Kabupaten Dharmasraya tahun
2015 dalam sistem grid 30”x30”
Tabel Lampiran 8 - 6. Ketersediaan, kebutuhan, dan selisih air per kecamatan di Kabupaten
Dharmasraya
Gambar Lampiran 8 - 11 menunjukkan pola spasial sebaran ambang batas daya dukung
air di Kabupaten Dharmasraya. Berdasarkan hasil perhitungan ambang batas dapat
disimpulkan bahwa daerah yang memiliki ambang batas tinggi untuk daya dukung air di
Kabupaten Dharmasraya antara lain sebelah barat IX Koto, sebagian kecil utara Pulau
Punjung, timur Timpeh, dan sebagian Pulau Punjung. Sementara daerah yang memiliki nilai
Gambar Lampiran 8 - 11. Peta ambang batas penduduk untuk jasa ekosistem penyediaan air
bersih di Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 dalam sistem grid 30”x30”
Berdasarkan hasil perhitungan nilai ambang batas DDLH air tersebut, maka status daya
dukung DDLH air dihitung berdasarkan selisih ambang batas dengan jumlah penduduk. Hasil
perhitungannya ditampilkan pada Gambar Lampiran 8 - 12 yang menunjukkan
persebaran status DDLH untuk penyediaan air bersih di Kabupaten Dharmasraya. Status
daya dukung air di Kabupaten Dharmasraya secara keseluruhan masih belum melampaui
daya dukungnya.
Gambar Lampiran 8 - 12 Peta status DDLH untuk jasa ekosistem penyediaan air bersih di
Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 dalam sistem grid 30”x30”
Kawasan Kehutanan
Sumber Daya
HPK (ha) HL (ha) HPT (ha) HP (ha)
Penggunaan Lahan
Alokasi Perkebunan
10.752.768,591 13.575.924,738 72.727.840,015 22.158.881,853
Berdasarkan Izin Lokasi
Alokasi Perkebunan
Berdasarkan - 258.427,911 5.181,668 9.737.399,195
Pencadangan Tanah
Kawasan Budi Daya
Pertanian & Non 4.290.525,685 744.765,203 19.482.475,420 682.032,793
Pertanian
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Wilayah tumpang tindih antara izin pertambangan dan kehutanan diperlihatkan pada Tabel
Lampiran 8 - 8. Hasil ini diperoleh dari pengolahan data menggunakan Peta Perizinan
Kehutanan dan Peta Perizinan Pertambangan. Total luasan yang tumpang tindih sebesar
3.686,992 ha. Persebaran lokasi konflik ditunjukkan pada Gambar Lampiran 8 - 13.
Tabel Lampiran 8 - 8. Wilayah tumpang tindih antara pertambangan dan kehutanan di Kabupaten
Dharmasraya
Pertambangan Luas
Wilayah
Jenis Hutan Ekoregion
Kecamatan Tumpang
Kegiatan Tindih (ha)
Eksplorasi Pelepasan Dataran Struktural Jalur Bukit
Padang Laweh 423,750
Batubara Kebun Barisan
Eksplorasi Pelepasan Dataran Struktural Jalur Bukit
Tiumang 3.263,242
Batubara Kebun Barisan
Total luas lahan tumpang tindih (ha) 3.686,992
Sumber: Hasil Olah data, 2017
Gambar Lampiran 8 - 13 Peta konflik antara lahan dengan perizinan kehutanan dan lahan dengan
perizinan pertambangan
Tabel Lampiran 8 - 9. Tumpang tindih pemanfaatan lahan antara kawasan lindung yang
ditetapkan di RTRW 2012-2032 dengan tutupan lahan tahun 2014
Tabel Lampiran 8 - 10. Timbulan sampah per kecamatan di Kabupaten Dharmasraya tahun 2017
Gambar Lampiran 8 - 14 Peta sebaran timbulan sampah di Kabupaten Dharmasraya tahun 2017
dalam grid 30”x30”
2.3.4.2. Beban pencemar sumber pertanian dan penggunaan lahan (non titik)
Analisis beban pencemar pertanian dan penggunaan lahan berdasarkan pemodelan luas lahan
di setiap grid dan faktor emisi zat pencemar untuk setiap jenis lahan. Lahan pertanian yang
dimaksud merupakan lahan pertanian yang digunakan untuk sawah, palawija, dan
perkebunan/tegalan/kebun campur. Sedangkan penggunaan lahan adalah lahan untuk hutan
dan lahan terbangun. Faktor emisi lahan pertanian dan penggunaan lahan dapat dilihat pada
Tabel Lampiran 8 - 14 dan Tabel Lampiran 8 - 15.
Tabel Lampiran 8 - 15. Faktor emisi sumber penggunaan lahan (ICWRMIP, 2015)
Selanjutnya beban pencemar total pada masing-masing zat pencemar BOD, COD, dan TSS
diperoleh berdasarkan akumulasi beban pencemar sumber domestik dan non-titik yang
secara berurutan ditunjukkan pada Gambar Lampiran 8 - 16, Gambar Lampiran 8 -
17 dan Gambar Lampiran 8 - 18.
Gambar Lampiran 8 - 16. Potensi zat pencemar BOD di Kabupaten Dharmasraya tahun 2014
dalam grid 30”x30”
Gambar Lampiran 8 - 17. Potensi zat pencemar COD di Kabupaten Dharmasraya tahun 2014
dalam grid 30”x30”
Gambar Lampiran 8 - 18. Potensi zat pencemar TSS di Kabupaten Dharmasraya tahun 2014
dalam grid 30”x30”
Gambar Lampiran 8 - 19.Persentase efisiensi pemanfaatan jasa penyedia pangan per pola ruang
Secara umum pola ruang yang mendukung produksi pangan sudah pada lokasi yang tepat
dengan efisiensi jasa ekosistem yang baik dari 0,5 hingga 0,9 pada beberapa lokasi. Namun
pada Kec. IX Koto, Pulau Punjung dan Timpeh ada beberapa pola ruang yang memiliki
ϯ ϰ
ϭ Ϯ
Gambar Lampiran 8 - 20. Persentase efisiensi pemanfaatan jasa penyedia pangan per pola ruang.
Jika dilihat dari tutupan lahan yang ada pada polar ruang yang dimaksud di atas, seperti
terlihat pada Tabel Lampiran 8-17, pola ruang yang ada belum sepenuhnya dimanfaatkan
seperti yang direncanakan pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Dharmasraya.
Luasan tutupan lahan pada pola ruang yang dimaksud masih didominasi oleh Hutan Lahan
Kering Primer, Perkebunan Karet, dan Perkebunan Kelapa Sawit.
No. Lokasi 1 2 3 4 5
Kebun Plasma
Tanah Kering
Transmigrasi
Hortikultura
Hortikultura
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Nuftah
Peruntukan
Lahan Terbuka 7 0 62 30 11
Padang Rumput 22 4
Perkebunan Campuran 133 10 32 21 269
Perkebunan Karet 452 60 524 2347 328
Perkebunan Kayu Manis 26 37 78 30 112
Perkebunan Kelapa Sawit 155 1499 607 8
Perkebunan Kopi 7 12 16 12
Permukiman 16 31 37
Pertambangan 4
Sawah Irigasi 3 9 1
Sawah Tadah Hujan 42
Semak Belukar 9 54 58 38
Berbeda halnya dengan pangan, efisiensi pemanfaatan jasa pengaturan tata air dan banjir
justru menunjukkan tren yang cukup positif secara keseluruhan, terlihat pada Gambar
Lampiran 8 - 21. Hampir semua pola ruang memiliki efisiensi lebih dari 50%, kecuali pola
ruang untuk Embung dan Kolam, serta Permukiman. KSA/KPA dan Hutan lindung
merupakan pola ruang dengan efisiensi pemanfaatan air terbesar di Kabupaten Dharmasraya,
yaitu 86%, disusul oleh Hutan Lindung dengan 81%.
Jasa Ekosistem pengaturan air merupakan jasa ekosistem yang penting guna
mempertahankan daya dukung lingkungan dalam menyediakan sumber air bagi flora dan
fauna, manusia, dan aktifitas manusia. Kabupaten Dharmasraya secara umum memiliki
kualitas jasa ekosistem pengaturan tata air yang baik di bagian barat Kab. Dharmasraya (atau
bagian Bukit Barisan). Namun, pola persebaran ruang dengan efisiensi pengaturan tata air
dan banjir pada daerah tersebut terancam terdegradasi dengan pengaturan pola ruang yang
ada, hal ini menuntut adanya tata kelola yang baik di wilayah perbukitan struktural dan
pegunungan struktural di bagian barat Kab. Dharmasraya.
Pola ruang yang disinyalir akan mengalami penurunan dalam hal efisiensi pengaturan tata air
dan banjir dapat dilihat pada Gambar Lampiran 8 - 22. Perhatian khusus harus
diperhatikan pada ekoregion perbukitan struktural, perbukitan karst, dan sebagian dataran
fluvial agar pada pola ruang tersebut fungsi pengaturan air dapat dipertahankan atau bahkan
ditingkatkan. Pola ruang yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi ekosistem pengaturan
air, tetapi efisiensinya masih rendah adalah pola ruang sempadan sungai.
Gambar Lampiran 8 - 21. Persentase efisiensi pemanfaatan jasa pengaturan tata air dan dan
banjir per pola ruang
Gambar Lampiran 8 - 22. Pola ruang dengan potensi penurunan fungsi ekosistem pengaturan air
Semak Belukar
Lahan Terbuka
Pertambangan
Sawah Irigasi
Permukiman
FID Peruntukan Luas (ha)
0 Embung&Kolam 0.0 0.0 0.7 13.7 10.0 0.0 14.8 3.8 0.0 49.8 7.2 0.0 133.6
2 HPT (Hutan Produksi Terbatas) 32.7 20.3 2.4 2.0 14.1 0.2 25.7 0.1 0.0 0.1 0.1 1.2 31736.0
4 Hutan Rakyat 99.1 0.0 0.5 0.1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.3 0.0 0.0 854.0
5 Hutan Rakyat 67.6 21.7 0.3 7.0 0.0 0.0 0.0 0.2 0.0 0.0 2.3 0.0 487.2
7 Hutan Rakyat 13.2 0.0 0.1 0.0 25.7 0.0 60.9 0.0 0.0 0.0 0.0 0.2 5419.1
10 Hutan Rakyat 0.0 0.0 4.1 0.0 41.6 0.0 50.9 1.3 0.0 2.0 0.0 0.0 117.1
11 Hutan Rakyat 0.0 0.0 0.0 66.8 33.2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 205.0
12 Hutan Rakyat 0.9 0.4 0.2 44.3 43.1 0.0 9.3 0.0 0.0 0.0 0.0 1.4 1310.3
15 Kebun Plasma Nuftah 0.0 0.0 1.4 35.0 42.7 14.6 1.1 0.0 0.0 0.2 0.0 4.9 768.8
19 Perkebunan 0.0 0.0 0.0 1.1 94.8 0.0 4.2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 673.9
21 Perkebunan 0.0 0.0 0.0 13.1 51.2 0.0 0.0 6.3 0.0 0.0 0.0 26.1 199.0
22 Perkebunan 0.0 90.0 0.0 0.0 0.0 0.0 8.3 0.0 0.0 0.0 0.0 1.4 1259.0
25 Perkebunan 0.0 0.0 1.2 0.0 0.0 0.0 95.0 1.7 0.0 0.0 0.0 0.3 307.6
26 Perkebunan 0.0 0.0 0.8 0.0 0.0 0.0 0.0 2.1 0.0 20.2 0.0 74.7 507.5
27 Perkebunan 0.0 0.0 0.0 30.3 0.0 0.0 56.7 4.1 0.0 1.6 0.0 6.2 453.5
38 Pertambangan 0.0 0.0 16.9 7.2 56.9 0.0 9.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.5 197.5
41 Pertambangan 0.0 86.5 3.1 0.0 0.0 0.0 9.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.4 1635.8
45 Pertanian Tanah Kering 11.4 0.0 0.8 0.5 60.5 0.8 15.6 0.9 0.1 0.2 1.1 1.5 3881.3
47 Kawasan Cagar Budaya 0.0 0.0 0.8 5.1 26.4 0.0 1.4 7.1 0.0 38.4 0.3 19.9 915.0
51 HPK 63.0 11.7 4.8 3.4 4.2 0.1 10.6 0.1 0.0 0.0 0.0 1.7 15514.2
56 Kawasan Sempadan Sungai 0.0 0.0 0.6 3.2 18.3 0.2 25.1 3.8 0.0 8.2 0.0 8.2 4690.2
Pola ruang berdasarkan tutupan lahan yang diperkirakan memiliki kecenderungan penurunan
efisiensi pengaturan tata air dan banjir dapat dilihat pada Tabel Lampiran 8 - 18, tabel
tersebut menunjukkan bahwa potensi penurunan akan terjadi pada pola ruang Hutan Rakyat,
Perkebunan, HPT dan HPK. Dalam hal ini perlu adanya usaha untuk arahan dalam
pengelolaan hutan yang lestari dan pengelolaan perkebunan yang ramah terhadap lingkungan
dan lestari.
Pola ruang yang besar dan akan memberikan dampak yang besar pada Kab. Dharmasraya
adalah pola ruang HPT dan HPK, sementara efisiensi pengaturan tata air dan banjir berada di
bawah 60%. Keduanya pada umumnya berupa Hutan Lahan Kering (baik Primer maupun
Sekunder), namun demikian angka lahan terbuka dan semak belukar serta perkebunan sawit
cukup signifikan di kedua pola ruang ini, hingga menurunkan fungsi ekosistem yang ada pada
kedua pola ruang tersebut.
Pada pola ruang sempadan sungai, efisiensi pengaturan tata air dan banjir berkisar diangka
0,59 atau 59%. Angka ini dirasa kurang dan perlu ditingkatkan menjadi lebih baik. Jika
menelaah pada tutupan lahan di pola ruang sempadan sungai, maka dapat ditemui bahwa
pada pola ruang sempadan sungai hampir 50% merupakan kawasan budidaya (dapat dilihat
pada Gambar Lampiran 8 - 23).
Gambar Lampiran 8 - 23. Pola tutupan lahan pada pola ruang kawasan sempadan sungai
Tabel Lampiran 8 - 19. Lokasi, dampak, dan kerugian banjir Kabupaten Dharmasraya tahun 2015
Total Area Jumlah Jumlah
Perkiraan
No Kecamatan Terendam Korban Korban
Kerugian (Rp)
(Ha) Mengungsi Meninggal
1 Sungai Rumbai 0,00 0,00 0,00 0,00
2 Koto Besar 2 titik*) 0,00 0,00 500.000.000,00
3 Asam Jujuhan 0,00 0,00 0,00 0,00
4 Koto Baru 0,00 0,00 0,00 0,00
5 Koto Salak 0,00 0,00 0,00 0,00
6 Tiumang 0,00 0,00 0,00 0,00
7 Padang Laweh 0,00 0,00 0,00 0,00
8 Sitiung 0,00 0,00 0,00 0,00
9 Timpeh 0,00 0,00 0,00 0,00
10 Pulau Punjung 3,00 0,00 0,00 100.000.000,00
11 IX Koto 7,00 0,00 0,00 300.000.000,00
Keterangan: 0 adalah data
*) tidak diketahui luasan area terendam di Kecamatan Koto Besar
Sumber: BPBD Kabupaten Dharmasraya, 2015
2.5.2. Longsor
Bencana longsor di Kabupaten Dharmasraya masing terjadi, namun pada tahun 2015 hanya
sekali longsor dalam setahun (BPBD Kabupaten Dharmasraya, 2015). Hal ini disebabkan
oleh tingginya penyerapan air permukaan oleh tanah dimana fungsi ekosistem sebagai
pengikatan batuan dan tanah berjalan dengan baik. Tabel Lampiran 8 - 1 dan Gambar
Lampiran 8 - 25 menunjukkan titik lokasi potensi rawan longsor di Kabupaten
Dharmasraya.
No Kecamatan Lokasi
1 Pulau Punjung IV Koto Pulau Punjung
Nagari Sungai Kambut
Sumber: BPBD, 2015
Tabel Lampiran 8 - 21. Lokasi, dampak dan kerugian kebakaran hutan/lahan Kabupaten
Dharmasraya 2015
Perkiraaan Luas Hutan/Lahan Perkiraan Kerugian
No Kecamatan
Terbakar (Ha) (Rp)
1 Sungai Rumbai 16,00 180.000.000
2 Koto Besar 3,00 20.000.000
3 Asam Jujuhan 0,00 0
4 Koto Baru 11,00 230.500.000
5 Koto Salak 1,00 5.000.000
6 Tiumang 1,00 60.000.000
7 Padang Laweh 0,00 0
8 Sitiung 19,00 495.000.000
9 Timpeh 0,00 0
10 Pulau Punjung 27,00 484.000.000
11 IX Koto 0,00 0
Keterangan: 0 adalah data
Sumber: BPBD, 2015
Gambar Lampiran 8 - 26. Titik lokasi rawan kebakaran hutan/lahan di Kabupaten Dharmasraya
Tabel Lampiran 8 - 22. Lokasi, dampak, dan kerugian angin puting beliung Kabupaten
Dharmasraya, 2015
Jumlah
Perkiraan
No Kecamatan Jenis Bencana Korban
Kerugian (Rp)
Meninggal
1 Kecamatan Sitiung Angin Puting Beliung 0,00 100.000.000,00
2 Kecamatan Padang Laweh Angin Puting Beliung 0,00 30.000.000,00
Keterangan: 0 adalah data
Sumber: BPBD Kabupaten Dharmasraya, 2015
Gambar Lampiran 8 - 27. Indeks Jasa Ekosistem (IJE) pendukung keanekaragaman hayati
Meskipun demikian, analisis lebih lanjut tentang jasa ekosistem pendukung keanekaragaman
hayati menunjukkan bahwa sebagian besar kawasan hijau di Kabupaten Dharmasraya
memiliki shape index yang rendah dan terhubung satu sama lain (Gambar Lampiran 8 -
28). Shape index adalah ukuran tentang bentuk dari suatu petak (patch) ekosistem, yang
menunjukkan seberapa efektif petak tersebut dalam mendukung keanekaragaman hayati di
dalamnya. Secara teoritis, ukuran petak yang sama dapat memberikan efek yang berbeda
bagi daya jelajah satwa di dalam suatu ekosistem, tergantung dari bentuknya – bentuk
lingkaran memberikan kondisi habitat yang paling baik, sementara petak ekosistem yang
memanjang memberikan ruang yang sempit bagi satwa untuk menjelajah, karena rasio
keliling: luas akan menjadi lebih tinggi dan memberikan efek pada eksposur satwa dengan
ekosistem luar. Di Kabupaten Dharmasraya, petak-petak ekosistem pendukung
keanekaragaman hayati berukuran besar, tersebar dan dengan shape index yang rendah,
yang berarti memberikan ancaman eksposur pada satwa di dalam petak ekosistem tersebut.
Upaya peningkatan keterhubungan antara petak-petak tersebut dapat meningkatkan potensi
terpeliharanya keanekaragaman hayati di Kabupaten Dharmasraya.
Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran Negara RI Tahun 2009, No.
140. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2011
tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Kementerian Lingkungan
Hidup. Jakarta.
Republik Indonesia. (2016). Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Penyelenggaraan Kajian lingkungan Hidup Strategis. Jakarta.
Peta Indeks Jasa Ekosistem dibuat dengan pendekatan land cover based proxy yang
menggunakan penilaian para ahli (expert judgement) dari multi-disiplin ilmu untuk
mendapatkan penilaian yang komprehensif (Cowling et al., 2008; MA, 2005; dan SCBD, 2004
dalam Maynard et al., 2010). Penilaian para ahli secara kualitatif dapat dianggap sebagai data
sehingga bisa digunakan sebagai bobot pada berbagai kelas lahan berbeda. Penilaian ahli yang
diberikan secara kuantitatif dapat dianggap sebagai data (Meyer dan Booker, 1991 dalam
Mashita, 2012).
1. Identifikasi Jasa Ekosistem
Jasa ekosistem dibandingkan tingkat kepentingannya terhadap tiap kelas ekoregion dan
penutup lahan. Hasil perbandingan selanjutnya digunakan untuk menentukan bobot masing-
masing jasa ekosistem.
2. Penilaian Jasa Ekosistem
Data yang digunakan untuk perhitungan bobot menggunakan metode Pairwise Comparison ini
diperoleh dari hasil pengisian kuisioner oleh beberapa responden. Adapun kuisioner yang
disusun terkait dengan kegiatan penentuan nilai bobot jasa ekosistem terhadap ekoregion
dan penutup lahan. Responden yang berpartisipasi dalam pengisian kuisioner ini, antara lain
pakar geomorfologi, pakar kehutanan, pakar biologi, pakar perencanaan wilayah, dan pakar
lingkungan.
Kuisioner yang disebarkan ini berisikan tabel-tabel yang menggambarkan perbandingan skala
penilaian jasa ekosistem terhadap setiap kelas penutup lahan dan ekoregion. Pengisian daftar
pertanyaan dilakukan berdasarkan teori dan pengetahuan, pengamatan dan pengalaman yang
dimiliki oleh pengisi kuisioner terhadap kondisi faktual. Mengingat keragaman fenomena
bentang lahan dan penutup lahan di wilayah pengamatan, maka dilakukan prinsip generalisasi
sesuai dengan kedalaman skala pengamatan. Proses transformasi data dari bentang lahan dan
penutup lahan menjadi nilai jasa ekosistem dilakukan dengan menjawab sejumlah pertanyaan
tentang kepentingan dan peran bentang lahan dan penutup lahan terhadap besar kecilnya
nilai jasa ekosistem. Prinsipnya adalah perbandingan tingkat kepentingan atau peran jenis-
jenis bentang lahan dan penutup lahan terhadap jenis-jenis jasa ekosistem (prinsip
relativitas).
Berdasarkan pola distribusi nilai yang dihasilkan oleh keempat skenario, maka dipilih
skenario pertama. Adapun pemilihan skenario model matematika dilakukan dengan
pertimbangan sebagai berikut:
a. Distribusi nilai lebih baik dan tidak ada satu parameter yang lebih dominan dari
parameter lainnya (seperti pada skenario 3 dan 4).
b. Perkalian lebih dekat dengan logika hubungan antara ekoregion sebagai pembawa
karakteristik dasar dari suatu bentang lahan dan penutup lahan sebagai cerminan
pemanfaatan bentang alam oleh manusia (sebagai jasa ekosistem).
√ eco
maks √ eco
dengan,
IJE : Indeks Jasa Ekosistem,
maks : nilai maksimum dari perhitungan hasil perkalian dan akar terhadap nilai indeks JE
penutup lahan dan ekoregion
Penyusunan Peta Ambang Batas dan Status DDLH Pangan dan Air Kabupaten
Dharmasraya
Secara sederhana, ambang batas merupakan suatu tingkatan yang masih dapat diterima.
Dalam konteks lingkungan, ambang batas adalah suatu kondisi saat terjadi perubahan
mendadak dalam kualitas ekosistem, properti atau fenomena, atau saat perubahan kecil di
lingkungan menghasilkan respon yang besar pada ekosistem (Groffman et al., 2006). Dalam
pengembangan wilayah, pendekatan konsep ambang batas pada daya dukung lingkungan
digunakan untuk mempelajari dampak yang terjadi pada lingkungan akibat pengembangan
wilayah dan pertumbuhan penduduk (Muta’ali, 2012).
Daya dukung lingkungan digambarkan melalui perbandingan jumlah sumberdaya yang dapat
dikelola terhadap jumlah konsumsi penduduk (Cloud, (dalam Soerjani, dkk., 1987).
Perbandingan ini menunjukkan bahwa daya dukung lingkungan berbanding lurus terhadap
jumlah sumber daya lingkungan dan berbanding terbalik dengan jumlah konsumsi penduduk.
Status DDLH diperoleh dari pendekatan kuantitatif melalui perhitungan selisih dan
perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan untuk masing-masing jasa ekosistem
(Norvyani, 2016).
Pada perencanaan ini, status DDLH yang dimodelkan adalah DDLH untuk jasa ekosistem
penyediaan bahan pangan dan penyediaan air bersih. Nilai kebutuhan dihitung berdasarkan
Angka Kecukupan Energi (AKE) populasi untuk bahan pangan; dan kebutuhan air domestik
dan tutupan lahan untuk air bersih. Sementara itu, ketersediaan dihitung berbasis jasa
ekosistem, yaitu dengan menggunakan metode pembobotan berdasarkan Indeks Jasa
Ekosistem Penyedia Bahan Pangan (IJEPBP) untuk bahan pangan; dan Indeks Jasa Ekosistem
Penyedia dan Pengaturan Air (IJEPPA) untuk air bersih.
Peta status daya dukung lingkungan hidup provinsi disusun dengan memanfaatkan sistem grid
skala ragam beresolusi 30” x 30” (± 0,9km x 0,9km). Penggunaan sistem grid skala ragam ini
menjadi suatu pendekatan yang mampu merepresentasikan DDLH wilayah dalam bentuk
Pada akhirnya, pendistribusian energi bahan pangan dan potensi air bersih
dalam sistem grid dilakukan melalui perkalian IJE masing-masing grid dengan 1IJE
pada kecamatan yang sama.
i ij (2)
dengan,
KBi : AKE grid ke-i selama setahun (kkal),
Pij : jumlah penduduk grid ke-i di kecamatan j, dan
AKE : AKE per kapita (kkal).
i ij i (3)
dengan,
Di : jumlah kebutuhan air domestik untuk grid ke-i (m3/tahun),
Pij : jumlah penduduk grid ke-i di kecamatan j, dan
KHLi : kebutuhan air untuk hidup layak di grid ke-i.
KHLi : 43,8 m3/kapita/tahun.
Selain kebutuhan air domestik, kebutuhan air tutupan lahan juga perlu
diikutsertakan dalam perhitungan kebutuhan air wilayah. Pada penyusunan ini
kelas lahan yang diperhitungkan, meliputi persawahan, perkebunan, kebun
campuran, dan tegalan/ladang. Persamaan yang digunakan untuk menghitung
kebutuhan tutupan lahan untuk penyediaan bahan pangan, mengacu pada
rumusan perhitungan penggunaan air untuk padi per tahun sebagai berikut
(Muta’ali, 2012):
i i q (4)
dengan,
Qi : jumlah penggunaan air tutupan lahan dalam setahun untuk grid ke-i
(m3/tahun),
Ai : luas lahan grid ke-i (hektare),
I : intensitas tanaman dalam persen (%) musim per tahun, dan
q : standar penggunaan air (1 liter/detik/hektare),
q : 0,001 m3/detik/ha 3600 24 120 hari per musim.
Total kebutuhan air tiap grid didapatkan dari penjumlahan kebutuhan air
domestik dan tutupan lahan. Berikut ini merupakan rumus total kebutuhan air
tiap grid (Norvyani, 2016):
i i i (5)
dengan,
Ti : total kebutuhan air grid ke-i (m3/tahun),
Di : kebutuhan air domestik untuk grid ke-i (m3/tahun), dan
Qi : jumlah penggunaan air untuk tutupan/guna lahan dalam setahun untuk
grid ke-i (m3/tahun).
ij
ij (6)
dengan,
TPij : ambang batas DDLH untuk jasa ekosistem penyedia bahan pangan di grid ke- i
kecamatan j (kapita),
KHij : energi bahan pangan pada grid i kecamatan j (kkal), dan
AKE : AKE per kapita (kkal).
Sementara itu, ambang batas DDLH berdasarkan jasa ekosistem penyedia air tiap grid
dihitung melalui persamaan berikut (Norvyani dan Taradini, 2016):
ij - ij
ij (7)
dengan,
TAij: ambang batas DDLH untuk jasa ekosistem penyedia bahan pangan di grid ke-i WAS j
(kapita),
Wij : ketersediaan air pada grid i WAS j (m3/tahun),
Qij : jumlah penggunaan air untuk tutupan/guna lahan dalam setahun untuk grid ke-i WAS
j (m3/tahun), dan
KHL : kebutuhan air untuk hidup layak (m3/kapita/tahun).
Status DDLH untuk tiap kecamatan adalah total dari nilai status DDLH semua grid dari
masing-masing kecamatan. Status DDLH tiap grid per kecamatan, ditentukan oleh selisih
antara ambang batas jumlah penduduk dengan jumlah penduduk pada grid kecamatan yang
sama saat ini. Persamaan untuk menentukan status DDLH per grid adalah sebagai berikut
(Norvyani dan Taradini, 2016):
ij ij - ij (8)
dengan,
Sij : nilai status ambang batas DDLH grid ke-i kecamatan j (kapita),
Tij : ambang batas DDLH untuk jasa ekosistem di grid ke-i kecamatan j (kapita),
Pij : jumlah penduduk grid ke-i di kecamatan j (kapita).
Status DDLH ditentukan berdasarkan nilai status ambang batas yang diperoleh dari
persamaan (8). Status ambang batas yang bernilai negatif menunjukkan daya dukung
lingkungan hidup di grid tersebut telah melampaui ambang batasnya, dan status ambang batas
yang bernilai positif menunjukkan grid tersebut masih mendukung kebutuhan pangan
ataupun air di wilayah grid tersebut. Untuk memperoleh status per ekoregion, dilakukan
agregasi grid-grid dari ekoregion yang bersangkutan.
Nilai IJE dihitung menggunakan normalisasi terhadap nilai bobot masing-masing jasa
ekosistem terhadap tutupan lahan dan ekoregion. Nilai bobot tersebut ditentukan dengan
metode pairwise comparison. Setelah proses normalisasi nilai IJE, nilai tersebut dibagi dengan
nilai maksimum hasil normalisasi setiap IJE sehingga diperoleh nilai IJE terhadap tutupan
lahan dan ekoregion yang mempunyai rentang nilai dari 0 hingga 1. Proses selanjutnya
adalah memasukkan nilai IJE pada data spasial gabungan tutupan lahan dan ekoregion,
kemudian melakukan visualisasi berdasarkan IJE yang mempunyai rentang nilai dari 0 hingga
1. Untuk mempermudah visualisasi, setiap nilai IJE dikelompokkan ke dalam tiga kelas yaitu
rendah, sedang, dan tinggi.
Untuk mengetahui jasa ekosistem dominan yang dihasilkan oleh setiap unit ekoregion,
dilakukan pemetaan jasa ekosistem maksimum. Jasa ekosistem maksimum ini diperoleh dari
perkalian antara luas satu unit wilayah ekoregion dengan setiap nilai IJE dalam unit wilayah
ekoregion tersebut. Dari hasil perkalian tersebut didapatkan bahwa setiap satu wilayah
ekoregion memiliki satu nilai maksimum dari 20 nilai jasa ekosistem yang dihasilkan. Nilai
makmimum tersebut menunjukkan jenis jasa ekosistem yang dominan untuk satu wilayah
ekoregion.
Gambar Lampiran 8 - 30. Peta Indeks Jasa Ekosistem Penyedia dan Penyimpan Air Bersih
(Hasil Analisis, 2017)
Gambar Lampiran 8 - 31. Peta Indeks Jasa Ekosistem Pengaturan Tata Air dan Banjir
(Hasil Analisis, 2017)
Gambar Lampiran 8 - 33. Peta Indeks Jasa Ekosistem Pendukung Sumber Daya Genetik
(Hasil Analisis, 2017)
Gambar Lampiran 8 - 34. Peta Indeks Jasa Ekosistem Pencegahan dan Perlindungan Bencana
(Hasil Analisis, 2017)
BA. Bahasa dan Sastra Inggris, IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta, 1975.
Linguistics, IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta, 1978.
Pelatihan Profesional:
SEA Training of Trainers pada tahun 2010 (GTZ), Germany.
Pelatihan Lingkungan Hidup: Amdal di Universitas Gajah Mada dan
1990
1st degree on Environmental Engineering, Faculdade de Ciências e
Tecnologia – Universidade Nova de Lisboa, 1982
Pengalaman Kerja:
Associate Professor, Instituto Superior Tecnico – Universidade de
1987.
Pelatihan Profesional:
U theory (a soft skills and leadership training), Sloan Management School
– MTT Boston, 2009.
Pelatihan-pelatihan di bidang lingkungan hidup dan lainnya
Pengalaman Kerja: 30 tahun
Pakar KLHS, 2006-sekarang.
- bekerja dalam tim sebagai ketua atau anggota tim melakukan puluhan
KLHS termasuk KLHS untuk RPJMD provinsi dan kabupaten/kota,
RTRW provinsi-kabupaten, KLHS DAS Kapuas, KLHS Wilayah
Perbatasan Kalimantan Barat, KLHS Sumberdaya Air Pulau Bali, KLHS
Perkebunan Sawit;
- melakukan berbagai pelatihan dan sosialisasi KLHS termasuk pelatihan
Master Trainer KLHS; dan
- berperanserta dalam penyusunan perturan perundang-undangan
Lebih dari 23 tahun sebagai konsultan senior atau ketua tim dalam banyak
terkait KLHS.
2003
Pelatihan Profesional:
Training of SEA in Support of Improved and Decentralized Environmental
Governance in Indonesia, ITC – University of Twente, The Netherland,
2010, dan beberapa pelatihan jangka-pendek terkait Aplikasi SIG, Remote
Sensing, dan perencanaan tata ruang dan pembangunan.
Pengalaman Kerja: 14 tahun
Pakar KLHS.
- Sejak tahun 2008 telah menekuni KLHS dan berperan serta dalam
penyusunan KLHS RPJMD provinsi-kabupaten/kota, RTR Pulau Papua,
RTRW nasional-provinsi-kabupaten/kota, KLHS MP3EI Koridor
Sumatera;
- Berperanserta dalam evaluasi penerapan KLHS di Indonesia, 2013;
- Berperanserta dalam penyusunan peraturan perundang-undangan
Pakar SIG. Telah berperan sebagai Pakar SIG selama 14 tahun termasuk:
terkait KLHS
(a) survei, (b) pemetaan, (c) penataan ruang, (d) geomorphology, (e) soil
geography, (f) remote sensing, dan (g) aplikasi GPS.
Abdul Wahid, Pendidikan Formal:
Pakar Perubahan S1, Universitas Hasanuddin, 1980-1985
Iklim
Pengalaman Kerja:
Penelitian Senior di BPPT, Perencanaan Energi dan Emisi, 26 tahun
Sejak 1994 melakukan puluhan penelitian dan studi di bidang energi dan
emisi untuk berbagai perusahaan, pemerintah, pemerintah daerah, donor,
dan BUMN
udara dari transport dengan kualitas udara dalam ruangan; kajian potensi
reduksi emisi dari sektor transportasi untuk mekanisme pembangunan
bersih.
Format penjaminan kualitas ini diadaptasi dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan No.P.69/MENLHK/STJEN/KUM.1/12/2017 tentang pelaksanaan Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan KLHS, dan disesuaikan dengan
urutan tahapan dan langkah-langkah penyusunan KLHS sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan KLHS dan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.69/MENLHK/STJEN/KUM.1/12/2017.
Penilaian: Pengkajian