Anda di halaman 1dari 281

LAPORAN AKHIR KLHS

Peninjauan Kembali
Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Dharmasraya

2018 | Dharmasraya, Januari 2018

Pemerintah Kabupaten Dharmasraya | 2018


Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Dharmasraya
Jl. Lintas Sumatera Km 5 Sikabau Pulau Punjung Dharmasraya, 27573
Telp. : (0754) 451506
Fax : (0754) 451506
Email : blhdharmasraya02@gmail.com

“Danau Hijau, Dharmasraya, 2016”


Sumber Foto: https://tmladventure.blogspot.co.id/2016/06/danau-hijau-sijunjung.html
LAPORAN AKHIR KLHS
Dharmasraya | Januari 2018

Kajian Lingkungan Hidup Strategis


(KLHS)
untuk Peninjauan Kembali RTRW
Kabupaten Dharmasraya

Disusun oleh:

bersama
PT. Dharma Ina Mandiri Pokja KLHS Kabupaten Dharmasraya
Jl KH Wahid Hasyim 14 B, 2nd Floor SK No. 189.1/377/KPTS-BUP/2017
Kebon Sirih, Menteng
Jakarta Pusat 10340
T. 021 – 3143649
F. 021 – 3143944
E. info@dharmainamandiri.com
W. www.dharmainamandiri.com

Disclaimer
Laporan KLHS PK RTRW 2011-2031 Kabupaten Dharmasraya disusun berdasarkan data dan informasi
yang didapatkan pada saat kajian ini disusun dari bulan Agustus 2017 – Januari 2018. Meskipun upaya
optimal telah dilakukan untuk memberikan informasi yang akurat dan sesuai dengan data terkini yang
tersedia saat ini, perlu dipahami bahwa data dan informasi perlu disesuaikan dengan perkembangan yang
terjadi pada waktu mendatang (masa depan).
Laporan ini bersifat terbuka dan dapat diakses oleh berbagai pihak dan telah didistribusikan pada beberapa
OPD terkait di Kabupaten Dharmasraya. Laporan KLHS ini milik POKJA KLHS Kabupaten Dharmasraya,
untuk reproduksi atau penggunaan, pemanfaatan oleh pihak lain dipersilahkan menghubungi Kepala Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Dharmasraya selaku ketua POKJA KLHS.

Didukung dan didanai oleh:


i

BERITA ACARA SERAH TERIMA HASIL KLHS PK RTRW


DAN EVALUASI RPJMD KABUPATEN DHARMASRAYA
ii

SURAT PER NYAT AAN TENTANG HASIL KLHS


PK RTRW KABUPATEN DHARMASRAYA TAHUN
2011-2031
iii
iv
v

KATA PENGANTAR
Laporan Akhir KLHS Peninjauan Kembali (PK) RTRW Kabupaten Dharmasraya 2011-
2031 ini disusun untuk mendokumentasikan proses dan hasil KLHS dari awal sampai
akhir.

Bab 1 (Pendahuluan) memuat: (i) latar belakang; (ii) tujuan KLHS; (iii) tahap persiapan
KLHS; (iv) pendekatan dan metodologi; dan (v) tantangan dan kunci keberhasilan.

Bab 2 menyajikan profil singkat tentang wilayah kajian Kabupaten Dharmasraya, dari
aspek fisik dan sumber daya alam (modal alami), sumber dan pertumbuhan ekonomi
(modal ekonomi), dan profil kependudukan, pendidikan, kesehatan, dan budaya (modal
sosial).

Bab 3 menyajikan proses dan hasil pengkajian pengaruh kebijakan, rencana dan program
(KRP) terhadap kondisi lingkungan hidup di Kabupaten Dharmasraya. Secara rinci, Bab ini
memaparkan ringkasan proses dan hasil identifikasi isu pembangunan berkelanjutan yang
dilakukan secara internal oleh Pokja KLHS. Hasil indentikasi isu pembangunan
berkelanjutan kemudian dikonsultasikan dengan para pemangku kepentingan di
Kabupaten Dharmasraya. Hasil dari kegiatan-kegiatan tersebut dijadikan landasan untuk
mengidentifkasi dan merumuskan faktor penting pembuatan keputusan (Critical Decision
Factors-CDF). Selain melalui proses tersebut, identifikasi dan perumusan CDF juga
dilakukan melalui analisis sistem. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya
kekeliruan dalam menentukan dan menyepakati CDF. Selain itu, Bab ini juga menyajikan
analisis pengaruh perumusan KRP terhadap Isu PB prioritas (CDF) yang dilengkapi dengan
analisis 6 (enam) muatan KLHS.

Bab 4 menyajikan perumusaan alternatif penyempurnaan KRP yang terdiri dari alternatif
penyempurnaan (i) tujuan dan kebijakan; (ii) strategi pencapaian tujuan dan kebijakan; dan
(iii) arahan penyusunan rencana struktur ruang, pola ruang dan kawasan strategis.

Bab 5 menyajikan rekomendasi KLHS untuk perumusan KRP RTRW-revisi

Bab 6 memuat materi penjaminan kualitas KLHS.

Terakhir, Bab 7 memuat materi monitoring dan evaluasi KLHS.

Materi yang disajikan dalam Laporan Akhir KLHS ini mencerminkan upaya optimal yang
dilakukan oleh Pokja KLHS Kabupaten Dharmasraya dengan fasilitasi Tim Konsultan
dengan segala keterbatasannya.

POKJA KLHS Kabupaten Dharmasraya

Tim Konsultan KLHS


vi

UCAPAN TERIMA KAS IH


Persiapan dan penulisan Laporan KLHS Peninjauan Kembali (PK) RTRW Kabupaten
Dharmasraya ini membutuhkan banyak waktu, upaya, pengumpulan dan analisis data dan
informasi, dan pengabdian. Laporan ini tidak akan selesai tanpa jasa dan dukungan dari
banyak individu dan lembaga/organisasi. Oleh karenanya, lembar ini adalah persembahan
rasa terima kasih kami kepada semua pihak yang telah berkontribusi.
Pertama-tama, terima kasih yang tulus kami ucapkan kepada WWF-Indonesia Jakarta dan
WWF-Indonesia Program Koridor RIMBA serta Millenium Challenge Account –
Indonesia (MCA-Indonesia) atas dukungan teknis serta finansial dan logistik, kerjasama
yang baik, serta arahan, pada saat proses dan pelaporan pada khususnya, dan pada
pembuatan dan pelaksanaan KLHS PK RTRW di Kabupaten Dharmasraya pada
umumnya.
Ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya dihaturkan kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten Dharmasraya, Bupati Kabupaten Dharmasraya - Bapak Sutan Riska Tuanku
Kerajaan dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Ibu drg. Erina, M.KM, atas dukungan penuh
dan terus menerus serta dorongan semangat dalam proses pelaksanaan KLHS PK RTRW
di Kabupaten Dharmasraya.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua anggota Pokja KLHS
Kabupaten Dharmasraya atas kerjasama dan antusiasme yang sangat baik, dari tahap
identifikasi dan perumusan isu pembangunan berkelanjutan, pengumpulan dan analisis
data dan informasi yang akurat, pengkajian pengaruh KRP terhadap kondisi lingkungan
hidup, perumusan alternatif perbaikan KRP, penyusunan rekomendasi KLHS, sampai
dengan pengintegrasian hasil KLHS ke dalam KRP dan penjaminan kualitas serta
pendokumentasian KLHS. Tanpa pengetahuan dan pengalaman memadai tentang kondisi
lokal yang mereka miliki, laporan akhir KLHS ini akan mempunyai muatan dan kearifan
lokal yang terbatas, oleh karenanya dukungan dan kontribusi mereka sangatlah penting.
Akhir kata, kontribusi dari semua kelompok pemangku kepentingan (Pemerintah Daerah,
LSM, dunia usaha, dan tokoh masyarakat serta tokoh agama) sangat kami hargai.

POKJA KLHS Kabupaten Dharmasraya

Tim Konsultan KLHS


vii

ISTILAH AKRONIM DAN SINGKATAN


ADHK : Atas Dasar Harga Konstan
AFOLU : Agricultural activities, livestock, Forestry, and Other Land Uses
AHH : Angka Harapan Hidup (Life Expectancy Ratio)
AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
APL : Area Penggunaan Lain
Bapppeda : Badan Perencanaan Penelitian Pengembangan Daerah
BNPB : Badan Nasional Penanggulangan Bencana
CBIB : Cara Budidaya Ikan yang Baik
DAS : Daerah Aliran Sungai
DIM : PT Dharma Ina Mandiri
FGD : Focus Group Discussion
GRK : Gas Rumah Kaca
HDI : Human Development Index (Indeks Pembangunan Manusia – IPM)
HL : Kawasan Hutan Lindung
HPK : Hutan Produksi yang bisa di Konversi
HPT : Hutan Produksi Terbatas
HTI : Hutan Tanaman Industri
ILO : International Labour Organisation
IPCC : Intergovernmental Panel on Climate Change
IPM : Indeks Pembangunan Manusia
IPPU : Industrial Production Process and certain Products Use
IPTEK : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
IUCN : International Union for Conservation of Nature
Kabupaten : Pemerintahan Daerah Sub-Provinsi yang dipimpin oleh Bupati
KK : Kepala Keluarga
KKP : Kementerian Kelautan dan Perikanan
KLH : Kantor Lingkungan Hidup
KLHS : Kajian Lingkungan Hidup Strategis
KPA : Kawasan Pelestarian Alam
KRP : Kebijakan, Rencana, Program
LBR : Lubang Biopori Resapan
LEDS : Low Emission Development Strategy (Strategi Pembangunan Rendah Emisi - SPRE)
LQ : Location Quotient
MCA-I Millenium Challenge Account – Indonesia
MSF : Multi-Stakeholder Forum
NAWACITA : Sembilan agenda pokok pembangunan pemerintahan 2015-2019
NER : Net Enrollment Ratio (Angka Partisipasi Murni)
OECD : Organisation for Economic Co-operation and Development
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa
Perbup : Peraturan Bupati
PES : Payment Environmental Services
PDRB : Produk Domestik Regional Bruto
PermenLHK : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
viii

PK : Peninjauan Kembali
PKL : Pusat Kegiatan Lokal
PKSN : Pusat Kegiatan Strategis Nasional
PLTA : Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Air
PLTP : Pembangkit Tenaga Listrik Panas Bumi
POKJA : Kelompok Kerja
PP : Peraturan Pemerintah
PPK : Pusat Pelayanan Kawasan
PPL : Pusat Pelayanan Lokal
PPP : Policies, plans, programs (Kebijakan, Rencana, Program)
PKWp : Pusat Kegiatan Wilayah promosi
PT SOL : PT. Sarulla Operation Ltd
Renja : Rencana Kerja
RKPD : Rencana Kegiatan Pemerintah Daerah
RO : Risk-Opportunity
RPJM-N/D : Rencana Pembangunan Jangka Menengah – Nasional/Daerah
RPJP-N/D : Rencana Pembangunan Jangka Panjang – Nasional/Daerah
RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah
RTH : Ruang Terbuka Hijau
SDA : Sumber Daya Alam
SDGs : Sustainable Development Goals (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan – TPB)
SDM : Sumber Daya Manusia
SEA : Strategic Environmental Assessment
SK : Surat Keputusan
SLP : Sustainable Landscapes Partnership
TNI : Tentara Nasional Indonesia
TNKS : Taman Nasional Kerinci Seblat
TPB : Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals – SDGs)
TPT : Tingkat Pengangguran Terbuka (Open Unemployment Rate)
UNFCCC : United Nations Framework Convention on Climate Change
USAID : United States Agency for International Development
UU : Undang Undang
UUD : Undang Undang Dasar
WWF : World Wide Funds for Nature
WS/DAS : Watershed/Daerah Aliran Sungai
ix

RINGKASAN EKSEKUTIF
Pendahululan

Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
PP No. 46/2016 sebagai peraturan perundang-undangan turunannya, kajian lingkungan
hidup strategis (KLHS) wajib dilaksanakan dalam penyusunan atau evaluasi rencana tata
ruang wilayah beserta rencana rincinya. Berhubung Pemerintah Kabupaten Dharmasraya
melakukan evaluasi atau peninjaun kembali (PK) RTRW tahun 2011-2031, maka proses
tersebut wajib didampingi dengan KLHS. Pelaksanaan KLHS dilakukan oleh Pokja KLHS
yang dibentuk oleh Bupati Dharmasraya melalui Surat Keputusan No. 189.1/377/KPTS-
BUP/2017. Pelaksanaan KLHS mendapat dukungan teknis dan pendanaan dari WWF-
Indonesia dan MCA-Indonesia.

Pelaksanaan KLHS PK RTRW Kabupaten Dharmasraya tahun 2011-2031 menggunakan


pendekatan stratejik (strategic thinking), bukan pendekatan pengkajian dampak
sebagaimana kebanyakan KLHS yang pernah dilakukan di Indonesia.

Pengkajian Pengaruh KRP

Langkah-langkah awal yang dilakukan dalam tahap pengkajian adalah (a) mengidentifikasi
dan merumuskan isu-isu pembangunan berkelanjutan (PB); (b) mengidentifikasi isu-isu
strategis penataan ruang; dan (c) mengidentifikasi kerangka kebijakan pembangunan dan
penataan ruang.
Faktor Penting Pembuatan Keputusan

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
x

Hasil dari ketiga langkah tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik content
analysis untuk menemukenali faktor-faktor terpenting dalam pembuatan keputusan
(Critical Decision Factors – CDF). Dari content analysis, maka diidentifikasi terdapat 3 (tiga)
CDF sebagaimana disajikan pada Gambar di atas.

Tiga CDF yang terdapat dalam irisan yang merupakan benang merah dari isu
pembangunan berkelanjutan, isu strategis RTRW, dan kerangka kebijakan adalah: (a) alih
fungsi lahan; (b) penghidupan atau livelihood masyarakat; dan (c) tata kelola pemerintahan.

Berangkat dari tiga CDF yang telah diidentifikasi, maka disusun kerangka kajian yang akan
digunakan sebagai landasan untuk menguji apakah rancangan revisi RTRW sudah sesuai
dengan kriteria kajian. Namun, pada saat KLHS ini dibuat dan dilaksanakan Pemeritah
Daerah sedang melakukan peninjauan kembali (PK) RTRW yang berlaku dan penyusunan
revisi RTRW baru akan dilakukan tahun depan, maka kerangka kajian yang telah disusun
akan dijadikan landasan untuk menyusun masukan-masukan yang wajib diacu dalam
menyusun rancangan revisi RTRW. Kerangka kajian KLHS disajikan pada tabel di bawah.

CDF Tujuan Kriteria Indikator


sumber pendapatan ragam aktivitas ekonomi
Mengkaji upaya peningkatan masyarakat lokal lokal
pendapatan masyarakat dan (pariwisata, energi,
ekonomi lokal yang berpijak kegiatan berpijak pada
produksi pangan,
pada akses terhadap sumber daya alam yang
minyak sawit,
infrastruktur dan pelayanan menghasilkan pendapatan
pertambangan, hutan)
dan pemanfaatan sumber
Penghidupan Masyarakat

jenis dan ragam


daya alam secara akses terhadap
infrastruktur dan layanan
berkelanjutan, terkait infrastruktur dan
jumlah penduduk yang
dengan manfaat dari jasa layanan/jasa (sosial dan
telayani dengan infrastruktur
ekosistem dan diversifikasi ekonomi)
dan jasa/layanan
kegiatan ekonomi, termasuk
kegiatan masyarakat terkait
pariwisata, sehingga jasa ekosistem yang
dengan jasa ekosistem
memberikan kontribusi mendukung kehidupan
jasa ekosistem terkait
untuk mengurangi konflik masyarakat
dangan hutan alami
sosial, meningkatkan
frekuensi dan intensitas
kapasitas dan kesehatan
kerentanan terhadap kejadian ekstrim
masyarakat dalam konteks
perubahan iklim langkah-langkah untuk
perubahan iklim
mengatasi kerentanan
Mengkaji ketersedian perubahan kawasan hutan,
Alih Fungsi Lahan

kebijakan dan rencana yang fragmentasi habitat dan


memadai yang dapat perencanaan dan hilangnya keanekaragaman
memotivasi perubahan pengelolaan tekanan hayati
perilaku budaya, pembangunan perubahan tutupan lahan,
penggunaan teknologi yang lahan marginal dan
tepat untuk mempromosikan kerusakan infrastruktur

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
xi

CDF Tujuan Kriteria Indikator


praktek-praktek produksi kebijakan dan rencana untuk
berkelanjutan, mengurangi mengatasi alih fungsi lahan
dampak negatif dari tekanan kriteria perizinan
pembangunan dan promosi praktek-
program di bidang praktek-
kerentanan terhadap praktek berkelanjutan
praktek berkelanjutan dan
perubahan iklim dan teknologi bersih
teknologi bersih
Mengkaji kapasitas kapasitas untuk
pengendalian
kelembagaan untuk mengendalikan pelaksanaan
implementasi rencana
koordinasi lintas sektor dan rencana
dan penegakan
penegakan kebijakan dan kapasitas untuk penegakan
kebijakan dan
peraturan perundang- kebijakan, hukum, dan
peraturan perundang-
undangan untuk mengelola peraturan
undangan
alih fungsi lahan secara disparitas pendapatan
Tata Kelola

berkelanjutan dan
kapasitas untuk
penggunaan teknologi, untuk
mengkoordinasikan
mempromosikan diversifikasi
perencanaan
kegiatan ekonomi,
kapasitas kelembagaan
ketahanan terhadap
untuk koordinasi lintas
fluktuasi harga,
sektor kapasitas untuk
meningkatkan mata
mengkoordinasikan
pencaharian masyarakat dan
pelaksanaan rencana
konservasi sumber daya
alam

Untuk memperkuat analisis dalam kajian pengaruh, KLHS ini dilengkapi analisis 6 muatan
yang terdiri dari: (1) kapasitas daya dukung dan daya tampung LH; (2) perkiraan
mengenai dampak dan risiko lingkungan; (3) kinerja layanan atau jasa ekosistem; (4)
efisiensi pemanfaatan SDA; (5) tingkat kerentanan dan adaptasi perubahan iklim; dan (6)
tingkat ketahanan dan potensi keragaman hayati. Analisis 6 muatan menyimpulkan bahwa
pada saat ini kondisi daya dukung penyedia pangan dan air bersih di Kabupaten
Dharmasraya belum terlampaui dan masih dapat mencukupi kebutuhan masyarakat
beserta aktivitasnya. Potensi jasa ekosistem dan efisiensi pemanfaatan SDA masih sangat
besar peluangnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama jasa ekosistem
alami namun rentan hilang akibat aktivitas masyarakat yang tidak berkelanjutan sehingga
perlu kebijaksanaan dalam pemanfaatan potensi jasa ekosistem.

Kerangka kajian dan hasil analisis 6 muatan menjadi dasar perumusan alternatif
penyempurnaan RTRW berupa alternatif untuk (1) tujuan dan kebijakan; (2) strategi
capaian tujuan dan kebijakan; dan (3) arahan perumusan rencana. Analisis Risk-Opportunity
(RO) dilakukan untuk memastikan strategi yang dirumuskan tidak memiliki risiko
terhadap kriteria dalam kerangka kajian.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
xii

Perumusan Alternatif

Perumusan alternatif perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program dilakukan dalam


satu FGD Pokja KLHS dengan difasilitasi oleh Tim Konsultan. Rumusan alternatif untuk
tingkat kebijakan pada PK RTRW Kabupaten Dharmasraya berisi rumusan: (1) alternatif
tujuan dan kebijakan; dan (2) alternatif strategi pencapaian tujuan dan kebijakan.
Rumusan alternatif pada tingkat kebijakan untuk PK RTRW Kabupaten Dharmasraya
tahun 2011-2031 dirangkum menjadi dari 5 kebijakan dan 20 strategi seperti disajikan di
bawah.

Kebijakan 1. Menjadikan Kabupaten Dharmasraya sebagai pusat konektivitas


ekonomi yang didukung oleh infrastruktur.
Strategi:
 Pengembangan potensi sumberdaya yang tersedia di Dharmasraya
berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan
 Pengembangan sistem perkotaan dan pembangunan infrastruktur serta
pelayanan dasar
 Pengembangan aktivitas berbasis nilai-nilai lokal (adat, warisan budaya dan
sejarah) untuk mendukung penghidupan masyarakat
 Pembangunan iklim perekonomian yang kondusif

Kebijakan 2: Menjadikan Kabupaten Dharmasraya sejahtera, nyaman, dan aman


Strategi:
 Peningkatan pembangunan berwawasan lingkungan berbasis jasa ekosistem
 Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan dasar
 Peningkatan kepastian hukum melalui pembentukan regulasi, sosialisasi dan
penegakan hukum
 Peningkatan pembangunan yang berwawasan lingkungan berbasis jasa
ekosistem

Kebijakan 3: Meningkatkan akses terhadap pemanfaatan lahan yang lebih


berkelanjutan
Strategi:
 Mengakomodasi perkembangan pasar termasuk usaha/kegiatan melalui
penetapan alokasi lahan berbasis daya dukung dan daya tampung lingkungan
 Pengembangan kapasitas masyarakat dalam pemanfaatan ruang
 Penerapan teknologi bersih
 Pengembangan tata kelola pemerintahan dalam pemanfaatan ruang

Kebijakan 4: Meningkatkan pertanian lestari dan ketersediaan dan akses terhadap


sumberdaya air secara bekelanjutan.
Strategi:
 Pengembangan pertanian berkelanjutan melalui penerapan produksi bersih
disertai peningkatan kapasitas petani
 Moratorium perluasan areal komoditas perkebunan
 Pelestarian keutuhan ekosistem daerah tangkapan air sebagai jasa penyedia
air

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
xiii

 Ketersediaan sumberdaya air yang mudah diakses oleh semua pihak secara
berkelanjutan.

Kebijakan 5: Melestarikan budaya dan kearifan lokal sebagai salah satu fokus
pengembangan
Strategi:
 Mengelola pemanfaatan ruang berbasis masyarakat dan kearifan lokal yang
mengakomodasikan kepentingan pemerintah dan dunia usaha dengan
mempertimbangkan konservasi lahan
 Mengangkat kembali kebudayaan yang ditinggalkan untuk meningkatkan
ekonomi lokal
 Optimalisasi tata kelola pengembangan budaya dan kearifan lokal
 Memanfatkan jasa ekosistem dalam pengembangan kearifan lokal dengan
mempertimbangkan fungsi ekologis.

Rumusan alternatif pada tingkat rencana belum dapat dihasilkan dalam proses KLHS PK
RTRW ini karena proses revisi RTRW baru akan dilakukan setelah pelaksanaan PK
RTRW. KLHS PK RTRW ini baru dapat merumuskan arahan penyusunan rencana
struktur ruang, pola ruang dan kawasan strategis berdasarkan hasil analisis 6 muatan
KLHS. Alternatif rencana akan berisi beberapa pilihan skenario untuk pengambilan
keputusan berdasarkan alternatif strategi yang telah direkomendasikan.

Penyusunan Rekomendasi dan Integrasi

KLHS ini disusun pada saat proses Peninjauan Kembali (PK) RTRW Kabupaten
Dharmasraya tahun 2011-2031, bukan pada waktu proses revisi RTRW. Revisi RTRW
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Dharmasraya sesuai dengan hasil PK. Oleh karena
itu, hasil KLHS ini dimaksudkan untuk dijadikan sebagai acuan dan arahan dalam
melakukan revisi RTRW, sehingga tetap diperlukan KLHS lanjutan. Rekomendasi-
rekomendasi KLHS mengacu pada perumusan alternatif di atas.

Pelibatan Pemangku Kepentingan


Identifikasi dan pemetaan pemangku kepentingan dilakukan setelah Focus Group Discussion
(FGD) identifikasi dan perumusan Isu Pembangunan Berkelanjutan yang dilakukan secara
internal oleh Pokja KLHS. Daftar sementara Isu Pembangunan Berkelanjutan digunakan
sebagai referensi dalam identifikasi dan pemetaan pemangku kepentingan. Pemangku
kepentingan yang relevan untuk berperanserta dalam penyusunan KLHS meliputi: (a)
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi - DLH, Bapppeda, Dinas PU&PR,
Dinas ESDM, Dinas Kehutanan/UPTD Kehutanan, dan Balai Wilayah Sungai Sumatera V
(BWS V); (b) OPD Kabupaten - DLH, Bapppeda, Dinas Pertanian, Dinas Transmigrasi
dan Tenaga Kerja, Setda (Bagian Administrasi Pembangunan, Perekonomian dan Sumber
Daya Alam, Hukum, Kesejahteraan Rakyat, Kesatuan Bangsa dan Politik, dan Hubungan
Masyarakat), Inspektorat, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PM-PTSP), Dinas Perhubungan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Badan

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
xiv

Penganggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Pangan dan Perikanan, Dinas


Pendidikan, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas Komunikasi dan
Informatika, Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM),
Badan Keuangan Daerah, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU PR), Dinas
Kesehatan, Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga, Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD), Dinas Perumahan Pemukiman dan Pertanahan, Dinas Koperasi Usaha
Kecil Menengah dan Perdagangan, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak- Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB), Satuan
Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran, dan Camat dari sebelas kecamatan; (c)
Dunia Usaha - PT Incasi Raya Group, PT Andalas Wahana Berjaya, PT Bukit Raya
Mudisa, PT Tidar Kerinci Agung, PT Dharmasraya Lestarindo, PT Dharmasraya Sawit
Lestari, PT KUD Sinamar; (d) Ormas - Bundo Kanduang, PKK, KNPI, LKAAM; (e)
LSM – WARSI, WALHI; (f) Perguruan Tinggi - Unand Kampus III, Undhari/LPPM
Undhari; (g) DPRD - Sekreatariat; (h) Tokoh Masyarakat/Agama: MUI; dan (g)
Mitra Kerja - WWF Indonesia dan MCA-Indonesia.
Konsultasi publik dilaksanakan di Auditorium Kantor Bupati. Konsultasi publik untuk
identifikasi dan perumusan Isu Pembangunan Berkelanjutan dilaksanakan pada tanggal 29
Agustus 2017 diikuti oleh 86 peserta. Konsultasi publik proses dan hasil KLHS
dilaksanakan pada tanggal 11 Januari 2017 diikuti oleh 108 peserta. Peserta konsultasi
publik pertama dan kedua berasal dari berbagai kelompok pemangku kepentingan,
termasuk OPD Kabupaten Dharmasraya, OPD Provinsi Sumatera Barat, Perguruan
Tinggi, Dunia Usaha, LSM, dan tokoh masyarakat.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
xv

DAFTAR ISI

BERITA ACARA SERAH TERIMA HASIL KLHS PK RTRW DAN


E V A L U A S I R P J M D K A B U P A T E N D H A R M A S R A Y A ................................................. i
SURAT PERNYATAAN TENTANG HASIL KLHS PK RTRW KABUPATEN
D H A R M A S R A Y A T A H U N 2 0 1 1 - 2 0 3 1 ............................................................................. ii
K A T A P E N G A N T A R .............................................................................................................. v
U C A P A N T E R I M A K A S I H .................................................................................................. vi
I S T I L A H A K R O N I M D A N S I N G K A T A N ..................................................................... vii
RINGKASAN EKSEKUTIF .......................................................................................................... ix
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. xv
DAFTAR TABEL........................................................................................................................ xvii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................ xxii
1 PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................................................1
1.2 Tujuan KLHS..........................................................................................................................................3
1.3 Persiapan KLHS.....................................................................................................................................3
1.4 Pendekatan dan Metodologi...............................................................................................................4
1.5 Tantangan dan Kunci Keberhasilan ..................................................................................................9
2 PROFIL KABUPATEN DHARMASRAYA ......................................................................... 12
2.1 Kondisi Geografis, Fisik dan Lingkungan ...................................................................................... 13
2.2 Profil Sosial-Budaya ........................................................................................................................... 16
2.3 Profil Ekonomi.................................................................................................................................... 18
3 PENGKAJIAN PENGARUH KRP TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN HIDUP ..... 21
3.1 Identifikasi dan Perumusan Isu Pembangunan Berkelanjutan .................................................. 21
3.1.1 Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan..................................................................... 21
3.1.2 Identifikasi Isu Strategis RTRW Kabupaten Dharmasraya 2011-
2031 ........................................................................................................................................... 24
3.1.3 Identifikasi Kerangka Kebijakan Penataan Ruang dan Pembangunan.......................... 26
3.1.4 Identifikasi Faktor Penting Pembuatan Keputusan (Critical Decision
Factors) ...................................................................................................................................... 29
3.2 Analisis Pengaruh Perumusan KRP terhadap Isu Pembangunan
Berkelanjutan (CDF) .......................................................................................................................... 34

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
xvi

3.2.1 Kondisi Lingkungan Hidup.................................................................................................... 34


3.2.2 Kerangka Kajian ...................................................................................................................... 34
3.2.3 Analisis Enam Muatan KLHS ................................................................................................ 47
4 PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP ............................................... 57
4.1 Perumusan Alternatif Tujuan dan Kebijakan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Dharmasraya 2018-2031 ............................................................................ 57
4.2 Perumusan Alternatif Strategi Pencapaian Tujuan dan Kebijakan
RTRW .................................................................................................................................................. 59
4.3 Perumusan Arahan Penyusunan Rencana Struktur Ruang, Pola Ruang
dan Kawasan Strategis ...................................................................................................................... 60
5 PENYUSUNAN REKOMENDASI KLHS DAN LANGKAH TINDAK LANJUT .......... 65
5.1 Penyusunan Rekomendasi KLHS ................................................................................................... 65
5.2 Tindak Lanjut ...................................................................................................................................... 67
6 PENJAMINAN KUALITAS DAN INTEGRASI KLHS KE DALAM KRP ........................ 69
6.1 Penjaminan Kualitas KLHS............................................................................................................... 69
6.2 Integrasi KLHS ke dalam KRP ........................................................................................................ 69
7 PEMANTAUAN DAN EVALUASI ..................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................... 73
LAMPIRAN ................................................................................................................................... 75

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
xvii

DAFTAR TABEL
Tabel 2-1. Jumlah Nagari dan Jorong pada Kecamatan di Kabupaten Dharmasraya ...... 12
Tabel 2-2. Kondisi Geografi Umum Kabupaten Dharmasraya ............................................. 13
Tabel 3-1. Daftar Isu Pembangunan Berkelanjutan Strategis Kabupaten Dharmasraya . 22
Tabel 3-2. Kerangka Kajian - Tujuan, Kriteria, dan Indikator............................................... 35
Tabel 3-3. Persentase Kontribusi PDRB Berbagai Sektor Tahun 2012-2015 ................... 36
Tabel 3-4. Persentase Kontribusi PDRB pada Sektor Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan Tahun 2012-2015..................................................................................... 39
Tabel 3-5. Analisis Indikator pada CDF Tata Kelola .............................................................. 46
Tabel 3-6. Penjelasan Aspek Muatan KLHS .............................................................................. 47
Tabel 3-7. Potensi Pencemaran Air ............................................................................................ 51
Tabel 4-1. Alternatif Arahan Penyusunan Rencana ................................................................. 61

Tabel Lampiran 7- 1. Cadangan Karbon Menurut Jenis Tutupan Lahan ....................... G-4
Tabel Lampiran 7- 2. Matriks Perubahan Lahan Tahun 2014 ke Tahun 2016 (Ha) .... G-5
Tabel Lampiran 7- 3. Matriks Emisi GRK dari Perubahan Lahan Tahun 2014 ke
Tahun 2016 (ton C) ........................................................................... G-5
Tabel Lampiran 7- 4. Rencana Perubahan Peruntukan Ruang Tahun 2011 - 2031 .... G-8
Tabel Lampiran 7- 5. Stok Karbon dari Perubahan Lahan Tahun 2011 ke 2031 ........ G-9
Tabel Lampiran 7- 6. Luas Lahan Hutan Kabupaten Dharmasraya Menurut SK
35/Menhut-II/2013 .............................................................................. G-9

Tabel Lampiran 8 - 1. Penjelasan Aspek Muatan KLHS ..................................................... H-1


Tabel Lampiran 8 - 2. Klasifikasi Jasa Ekosistem .................................................................. H-8
Tabel Lampiran 8 - 3. Jasa ekosistem dominan di setiap ekoregion di Kabupaten
Dharmasraya........................................................................................ H-9
Tabel Lampiran 8 - 4. Ketersediaan, kebutuhan, dan selisih pangan per kecamatan
di Kabupaten Dharmasraya ............................................................H-16
Tabel Lampiran 8 - 5. Kebutuhan air per kecamatan di Kabupaten Dharmasraya ....H-18
Tabel Lampiran 8 - 6. Ketersediaan, kebutuhan, dan selisih air per kecamatan di
Kabupaten Dharmasraya.................................................................H-20
Tabel Lampiran 8 - 7. Tumpang tindih/konflik pemanfaatan antar sumber daya alamH-23
Tabel Lampiran 8 - 8. Wilayah tumpang tindih antara pertambangan dan kehutanan
di Kabupaten Dharmasraya ............................................................H-23
Tabel Lampiran 8 - 9. Tumpang tindih pemanfaatan lahan antara kawasan lindung
yang ditetapkan di RTRW 2012-2032 dengan tutupan lahan
tahun 2014 .........................................................................................H-24
Tabel Lampiran 8 - 10. Timbulan sampah per kecamatan di Kabupaten Dharmasraya
tahun 2017 .........................................................................................H-25
Tabel Lampiran 8 - 11. Faktor emisi penduduk....................................................................H-28
Tabel Lampiran 8 - 12. Rasio ekivalen kota ..........................................................................H-28
Tabel Lampiran 8 - 13. Koefisien transfer beban .................................................................H-28
Tabel Lampiran 8 - 14. Faktor emisi sumber pertanian (BLK-PSDA, 2004)..................H-28
Tabel Lampiran 8 - 15. Faktor emisi sumber penggunaan lahan (ICWRMIP, 2015) ....H-28

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
xviii

Tabel Lampiran 8 - 16. Potensi beban pencemar total di Kabupaten Dharmasraya


tahun 2014 .........................................................................................H-29
Tabel Lampiran 8 - 17. Luasan Tutupan Lahan pada setiap Lokasi Pola Ruang ............H-33
Tabel Lampiran 8 - 18. Luasan Tutupan Lahan pada setiap Lokasi Pola Ruang ............H-35
Tabel Lampiran 8 - 19. Lokasi, dampak, dan kerugian banjir Kabupaten
Dharmasraya tahun 2015................................................................H-36
Tabel Lampiran 8 - 20. Lokasi longsor di Kabupaten Dharmasraya tahun 2015 ..........H-37
Tabel Lampiran 8 - 21. Lokasi, dampak dan kerugian kebakaran hutan/lahan
Kabupaten Dharmasraya 2015 ......................................................H-38
Tabel Lampiran 8 - 22. Lokasi, dampak, dan kerugian angin puting beliung
Kabupaten Dharmasraya, 2015 .....................................................H-39
Tabel Lampiran 8 - 23. Flora dan fauna yang dilindungi di Kabupaten Dharmasraya,
2015 .....................................................................................................H-40

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
xix

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2-1. Wilayah Administrasi Kabupaten Dharmasraya ............................................. 13
Gambar 2-2 Peta Wilayah DAS Kabupaten Dharmasraya .................................................. 15
Gambar 2-3 Kepadatan Penduduk Setiap Kabupaten di Sumatera Barat ........................ 16
Gambar 2-4 Perbandingan Angka Harapan Hidup di Sumatera Barat Tahun 2013 ...... 17
Gambar 2-5. Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2014 ..................................................... 18
Gambar 2-6 PDRB Kabupaten Dhamasraya Tahun 2001-2013 ......................................... 19
Gambar 2-7 Perbandingan PDRB Kabupaten di Sumatera Barat Tahun 2013 ............... 19
Gambar 3-1. Pohon Masalah ....................................................................................................... 22
Gambar 3-2. Faktor Penting Pembuatan Keputusan ............................................................. 30
Gambar 3-3. Analisis Sistem - Keterkaitan Antar Isu Pembangunan Berkelanjutan ...... 31
Gambar 3-4. Perubahan tutupan lahan Kabupaten Dharmasraya ...................................... 32
Gambar 3-6. Nilai PDRB Kabupaten Dharmasraya ............................................................... 33
Gambar 3-7. Grafik Persentase Kontribusi PDRB Berbagai Sektor Tahun 2012-
2015 .......................................................................................................................... 38
Gambar 3-8. Persentase Kontribusi PDRB dar Sektor Pertambangan dan
Penggalian ................................................................................................................ 40
Gambar 3-9. Persentase Penduduk Terlayani oleh Distribusi Air Minum Tahun
2013-2016 ............................................................................................................... 41
Gambar 3-10. Rasio Puskesmas per 30.000 Jiwa di kabupaten Dharmasraya Tahun
2012-2016 ............................................................................................................... 42
Gambar 3-11. Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2013-2016 ................................................. 43
Gambar 3-12. Kondisi Tutupan Lahan kabupaten Dharmasraya 2016 ................................ 44
Gambar 3-13. Jumlah Kerusakan Jalan kabupaten Dharmasraya Tahun 2013-2016 ........ 45
Gambar 3-14. Peta status DDLH penyedia pangan.................................................................. 48
Gambar 3-15. Peta status DDLH penyedia air bersih ............................................................. 49
Gambar 3-16. Peta perkiraan konflik antara lahan dengan perizinan kehutanan dan
lahan dengan perizinan pertambangan .............................................................. 50
Gambar 3-17. Peta Ketersediaan Infrastruktur Persampahan Dengan Sumber
Timbulan Sampah Tahun 2017 ........................................................................... 51
Gambar 3-18. Persentase Sektor Penghasil Emisi CO2 di Kabupaten Dharmasraya ...... 54

Gambar Lampiran 7 - 1. Profil Emisi GRK Kabupaten Dharmasraya Tahun 2016 ....... G-6
Gambar Lampiran 7 - 2. Peta Kawasan Hutan Berdasarkan Keputusan Menteri
Kehutanan No. SK.35/Menhut-II/2013.................................... G-10
Gambar Lampiran 7 - 3. Perbandingan Emisi / Serapan CO2 Menurut Skenario ...... G-12

Gambar Lampiran 8 - 1. Ekoregion Kabupaten Dharmasraya ........................................... H-3


Gambar Lampiran 8 - 2. Proporsi jenis jasa ekosistem di setiap ekoregion di
Kabupaten Dharmasraya ............................................................... H-9
Gambar Lampiran 8 - 3. Kebutuhan energi bahan pangan di Kabupaten
Dharmasraya Tahun 2015 dalam sistem grid 30”×30” ........H-14
Gambar Lampiran 8 - 4. Ketersediaan energi bahan pangan di Kabupaten
Dharmasraya tahun 2015 dalam sistem grid 30”×30” .........H-14

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
xx

Gambar Lampiran 8 - 5. Peta selisih ketersediaan energi bahan pangan di


Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 dalam sistem grid
30”×30”...........................................................................................H-15
Gambar Lampiran 8 - 6. Peta ambang batas penduduk untuk DDLH pangan di
Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 dalam sistem grid
30”×30”...........................................................................................H-16
Gambar Lampiran 8 - 7 Peta status DDLH pangan terhadap ambang batas di
Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 dalam sistem grid
30”×30”...........................................................................................H-17
Gambar Lampiran 8 - 8 Kebutuhan air bersih di Kabupaten Dharmasraya tahun
2015 dalam sistem grid 30”×30”...............................................H-18
Gambar Lampiran 8 - 9 Ketersediaan air bersih di Kabupaten Dharmasraya
tahun 2015 dalam sistem grid 30”×30” ...................................H-19
Gambar Lampiran 8 - 10. Peta selisih ketersediaan air bersih di Kabupaten Dharmasraya
tahun 2015 dalam sistem grid 30”x30” ...................................H-20
Gambar Lampiran 8 - 11. Peta ambang batas penduduk untuk jasa ekosistem penyediaan
air bersih di Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 dalam
sistem grid 30”x30”......................................................................H-21
Gambar Lampiran 8 - 12 Peta status DDLH untuk jasa ekosistem penyediaan air
bersih di Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 dalam
sistem grid 30”x30”......................................................................H-22
Gambar Lampiran 8 - 13 Peta konflik antara lahan dengan perizinan kehutanan
dan lahan dengan perizinan pertambangan .............................H-24
Gambar Lampiran 8 - 14 Peta sebaran timbulan sampah di Kabupaten
Dharmasraya tahun 2017 dalam grid 30”x30” .......................H-26
Gambar Lampiran 8 - 15. Peta infrastruktur persampahan di Kabupaten Dharmasraya
tahun 2017......................................................................................H-27
Gambar Lampiran 8 - 16. Potensi zat pencemar BOD di Kabupaten Dharmasraya
tahun 2014 dalam grid 30”x30” ................................................H-29
Gambar Lampiran 8 - 17. Potensi zat pencemar COD di Kabupaten Dharmasraya
tahun 2014 dalam grid 30”x30” ................................................H-30
Gambar Lampiran 8 - 18. Potensi zat pencemar TSS di Kabupaten Dharmasraya
tahun 2014 dalam grid 30”x30” ................................................H-30
Gambar Lampiran 8 - 19. Persentase efisiensi pemanfaatan jasa penyedia pangan
per pola ruang ...............................................................................H-31
Gambar Lampiran 8 - 20. Persentase efisiensi pemanfaatan jasa penyedia pangan
per pola ruang. ..............................................................................H-32
Gambar Lampiran 8 - 21. Persentase efisiensi pemanfaatan jasa pengaturan tata air
dan dan banjir per pola ruang ....................................................H-34
Gambar Lampiran 8 - 22. Pola ruang dengan potensi penurunan fungsi ekosistem
pengaturan air ................................................................................H-34
Gambar Lampiran 8 - 23. Pola tutupan lahan pada pola ruang kawasan sempadan
sungai ...............................................................................................H-36
Gambar Lampiran 8 - 24. Titik lokasi rawan banjir di Kabupaten Dharmasraya ..........H-37
Gambar Lampiran 8 - 25. Titik lokasi rawan longsor di Kabupaten Dharmasraya .......H-38

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
xxi

Gambar Lampiran 8 - 26. Titik lokasi rawan kebakaran hutan/lahan di Kabupaten


Dharmasraya ..................................................................................H-39
Gambar Lampiran 8 - 27. Indeks Jasa Ekosistem (IJE) pendukung keanekaragaman
hayati................................................................................................H-41
Gambar Lampiran 8 - 28. Shape index Kabupaten Dharmasraya 2015 ...........................H-42
Gambar Lampiran 8 - 29. Peta Indeks Jasa Ekosistem Penyedia Pangan .........................H-53
Gambar Lampiran 8 - 30. Peta Indeks Jasa Ekosistem Penyedia dan Penyimpan Air
Bersih ...............................................................................................H-54
Gambar Lampiran 8 - 31. Peta Indeks Jasa Ekosistem Pengaturan Tata Air dan
Banjir ................................................................................................H-55
Gambar Lampiran 8 - 32. Peta Indeks Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim .........................H-56
Gambar Lampiran 8 - 33. Peta Indeks Jasa Ekosistem Pendukung Sumber Daya
Genetik............................................................................................H-57
Gambar Lampiran 8 - 34. Peta Indeks Jasa Ekosistem Pencegahan dan
Perlindungan Bencana ..................................................................H-58

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
xxii

DAFTAR LAMPIRAN
A. Lampiran 1. Surat Keputusan Bupati Dharmasraya tentang Pembentukan
Kelompok Kerja KLHS ................................................................................. A-1
B. Lampiran 2. Kerangka Acuan Kerja (Terms of Reference) PK RTRW 2011-
2031 dan Revisi RPJMD 2016-2021 Kabupaten Dharmasraya .............B-1
C. Lampiran 3. Konsultasi Publik Identifikasi dan Perumusan Isu Pembangunan
Berkelanjutan .................................................................................................. C-1
D. Lampiran 4. Penyusunan dan Pengkajian Alternatif Strategi ....................................... D-1
E. Lampiran 5. Resume Konsultasi Publik Hasil KLHS Peninjauan Kembali RTRW
Kabupaten Dharmasraya 2011-2031 .......................................................... E-1
F. Lampiran 6. Berita Acara Pembuatan Keputusan tentang Rekomendasi KLHS ...... F-1
G. Lampiran 7. Profil Emisi GRK di Kabupaten Dharmasraya ......................................... G-1
H. Lampiran 8. Profil Enam Muatan KLHS ........................................................................... H-1
I. Lampiran 9. Kompetensi Tim Konsultan Penyusun KLHS Peninjauan Kembali
RTRW Kabupaten Dharmasraya 2011-2031 ............................................ I-1
J. Lampiran 10. Penjaminan Kualitas KLHS Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten
Dharmasraya 2011-2031 ................................................................................ J-1

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
BAB I
PENDAHULUAN
1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


RIMBA KORIDOR merupakan implementasi Peraturan Presiden No. 13
tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera, yang selanjutnya
disebut sebagai Koridor RIMBA. Lanskap Koridor RIMBA seluas 3,8 juta
hektar meliputi Provinsi Riau, Jambi dan Sumatera Barat serta 19 Kabupaten
di dalamnya merupakan salah satu koridor ekosistem yang sudah ditetapkan
dalam Perpres. Pengelolaan di Koridor RIMBA harus merefleksikan upaya
perlindungan keanekaragaman hayati dan memberikan kontribusi terhadap
peningkatan kawasan hutan lindung yang ditargetkan seluas 40% dari total
Pulau Sumatera.
Berangkat dari Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera tersebut, WWF-
Indonesia telah mengembangkan Program yang merupakan inisiatif
pengelolaan ekosistem berbasis tata ruang yang mengintegrasikan dan
memperkuat konektivitas hutan dan ekosistem melalui investasi dan modal
alam (natural capital), konservasi keanekaragaman hayati dan pengurangan
emisi Gas Rumah Kaca (GRK) melalui skema Pembangunan Ekonomi Hijau
yang disebut Program RIMBA. Sejalan dengan Program Koridor RIMBA yang
dikembangkan, pada awal 2016 WWF-Indonesia mendapat dukungan
pendanaan dari MCA-Indonesia untuk jendela Proyek Kemakmuran Hijau
(Green Prosperity Project), dengan konsep kegiatan yang diberi judul
“Strengthening Natural Resource Management and Increasing Carbon Stocks
Across Central Sumatra by Enhancing Forest Ecosystem Connectivity and
Alleviating Poverty through Green Economic Development”.
Dalam kerangka pembangunan ekonomi hijau, Program Koridor RIMBA
bertujuan untuk: (1) memelihara fungsi ekosistem dalam jangka panjang; (2)
meningkatkan kesejahteraan manusia dan keadilan sosial melalui praktik-
praktik pengelolaan yang lestari dan berbasis masyarakat; dan (3)
mengurangi risiko sosial dan lingkungan serta kelangkaan ekologis. Program
Koridor RIMBA dan MCA-Indonesia ini fokus pada 3 kluster yaitu: (a)
Kluster 1: Dharmasraya (Provinsi Sumatera Barat), Kuantan Singingi dan
Kampar (Provinsi Riau), Tebo (Provinsi Jambi); (b) Kluster 2: Tanjung Jabung
Timur dan Muaro Jambi (Provinsi Jambi); (c) Kluster 3: Merangin dan
Kerinci (Provinsi Jambi).
Dengan dukungan dari mitra sektor publik dan swasta, Program RIMBA
akan memobilisasi fasilitas investasi untuk mengidentifikasi, mengembangkan,
dan menguji peluang investasi sektor swasta baru.
Peluang investasi baru tersebut dibutuhkan untuk memajukan peningkatan
kebutuhan akan komoditas yang diproduksi secara berkelanjutan sehingga
tercipta pengembalian investasi yang memadai serta proses transformasi

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
2
dalam menghindari kehilangan jasa ekosistem menjadi sebuah insentif nyata.
Untuk memastikan kualitas investasi, Program KORIDOR RIMBA juga
memberikan dukungan teknis yang diperlukan untuk menghasilkan studi
kelayakan, menetapkan baseline, dan memantau hasil dengan cara yang dapat
menghasilkan bukti dari konsep dan investasi skala yang lebih besar.
Program KORIDOR RIMBA akan mengatasi peningkatan kebutuhan
makanan, air, dan risiko ketersediaan energi untuk pembangunan ekonomi
dan kesejahteraan manusia, dan tantangan terkait dengan perubahan iklim
dan fragmentasi ekosistem. Program KORIDOR RIMBA berupaya untuk
menggunakan dan meningkatkan kerangka kerja pemerintah yang ada untuk
meningkatkan dan membantu intervensi di lapangan.
Sejak pelaksanaan sistem desentralisasi di Indonesia, berdasarkan Undang-
Undang (UU) Otonomi Daerah yang diterbitkan pada tahun 2004 (UU No.
32/2004), pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengarahkan,
merancang, dan mengelola rencana pembangunannya masing-masing,
termasuk rencana tata ruang. Akan tetapi secara hukum, pemerintah daerah
(pada semua tingkat) harus mengacu pada rencana pembangunan nasional
dan rencana tata ruang. Idealnya, otonomi daerah akan menjadi sebuah
pendekatan komprehensif terhadap kebijakan, perencanaan dan program,
akan tetapi pada kenyataannya sebagian besar pemerintah daerah memiliki
kapasitas terbatas dalam memahami, merancang, dan menerapkan konsep-
konsep pembangunan berkelanjutan dan tujuannya, termasuk Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
KLHS
Menurut definisi, KLHS mengacu pada berbagai "pendekatan analitis dan
partisipatif yang bertujuan untuk mengintegrasikan pertimbangan lingkungan
ke dalam kebijakan, rencana, dan program, serta mengevaluasi dan
mempertimbangkan hubungan antar bidang ekonomi dan sosial" (OECD,
2006). UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan PP No. 46/2016 sebagai peraturan perundang-undangan
turunannya mendefinisikan KLHS sebagai “serangkaian analisis yang
sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program”.
KLHS dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas kebijakan, rencana,
dan/atau program melalui pengarusutamaan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan dan mengurangi dampak negatif yang diperkirakan akan
terjadi. Rekomendasi KLHS wajib diintegrasikan ke dalam rancangan rencana
tata ruang wilayah.

UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup


mewajibkan pembuatan dan pelaksanaan KLHS dalam penyusunan atau
evaluasi:

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
3
a. rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya,
rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), dan rencana
pembangunan jangka menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota; dan
b. kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan
dampak dan/atau risiko lingkungan hidup.

1.2 Tujuan KLHS


Ada beberapa fokus utama untuk proses KLHS seperti yang diharapkan
melalui Program KORIDOR RIMBA. Pertama, memastikan bahwa proses
tidak hanya menghasilkan produk yang mencerminkan kebutuhan dan
alternatif cetak biru bisnis hijau untuk kabupaten ini, tetapi juga menciptakan
rasa kepemilikan terhadap hasil yang telah diidentifikasi. Kedua, bahwa
proses menekankan tindak lanjut nyata dari proses persetujuan para
pemangku kepentingan yang akan mendorong aksi setelah proses KLHS
selesai.
Berikut adalah lima tujuan utama KLHS dalam konteks Program Koridor
RIMBA:
a. Membantu pemerintah kabupaten menilai kebijakan yang sudah ada,
rencana dan program yang ada, merampingkan berbagai KRP dan
merekomendasikan LED untuk melindungi jasa ekosistem yang
penting;
b. Membangun kapasitas dinas dalam lingkup pemerintah kabupaten dan
lembaga untuk mempersiapkan KLHS dan mengintegrasikannya ke
dalam RTRW/RPJM/Sektoral mereka;
c. Meningkatkan dasar bukti ilmiah untuk nilai lanskap (seperti karbon,
air, keanekaragaman hayati, pertanian, dan budaya) dan menyusun
pemantauan indikator yang relevan;
d. Meningkatkan investasi dari sektor swasta dengan merampingkan PPP
dan mendukung opsi rantai nilai yang benar-benar berkelanjutan untuk
inovasi produk/proses dan peningkatan pengelolaan lingkungan; dan
e. Bekerja untuk mengembangkan intervensi di lapangan dengan hasil
yang terukur secara jelas dan nyata.

1.3 Persiapan KLHS


Proses KLHS dimulai dengan tahap persiapan, yang terdiri dari beberapa
kegiatan, yaitu:
1) Membentuk kelompok kerja KLHS (Pokja KLHS);
2) Menyusun kerangka acuan kerja (KAK) atau Terms of Reference (ToR)
KLHS;
3) Merekrut tenaga ahli sesuai kebutuhan;
4) Melakukan pelatihan KLHS untuk anggota POKJA KLHS
5) Melakukan pemetaan pemangku kepentingan.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
4
Kabupaten Dharmasraya membentuk Kelompok Kerja KLHS dengan Surat
Keputusan (SK) Bupati Dharmasraya No. 189.1/377/KPTS-BUP/2017. SK
menetapkan bahwa: (a) Bupati, Wakil Bupati, dan Sekretaris Daerah
bertanggung-jawab atas keseluruhan program KLHS; (b) Asisten 2 (ekonomi
dan pembangunan) dan Kepala Bapppeda bertanggung-jawab sebagai panitia
pengarah; (c) Kepala Dinas Lingkungan Hidup, dibantu oleh kepala SKPD
mengemban tanggung jawab pada tingkat implementasi; dan (d) Tim Teknis
yang terdiri dari 17 anggota dari berbagai instansi pemerintah daerah
bertanggung-jawab atas pelaksanaan harian KLHS (surat SK terlampir, lihat
Lampiran 1). Kelompok Kerja KLHS akan aktif berkolaborasi dengan Tim
Konsultan yang akan memberikan fasilitasi dan bantuan yang berkelanjutan
dalam keseluruhan proses KLHS.

Sejak KLHS di Kabupaten Dharmasraya difasilitasi oleh WWF, maka WWF


telah menyusun kerangka acuan kerja (KAK) untuk KLHS PK RTRW
Dharmasraya yang memberi panduan kepada Pokja KLHS dan Tim
Konsultan untuk melakukan KLHS dari awal sampai akhir proses
pelaksanaan KLHS (KAK terlampir, lihat Lampiran 2).

Sebagai bagian dari fasilitasi, WWF juga menyediakan Tim Konsultan untuk
KLHS dengan keahlian tematik dari PT. Dharma Ina Mandiri (DIM). Tim Ahli
dari DIM akan bertanggung jawab untuk membimbing dan meningkatkan
kapasitas Pokja KLHS serta memandu proses pembuatan dan pelaksanaan
KLHS dan juga memberikan masukan ilmiah dalam keseluruhan proses.

Pokja KLHS, dibantu oleh Tim Konsultan KLHS, melakukan identifikasi dan
pemetaan para pemangku kepentingan yang nantinya akan dilibatkan dalam
proses pembuatan dan pelaksanaan KLHS.

1.4 Pendekatan dan Metodologi


Penentuan kerangka pendekatan KLHS didasari bahwa karakter KRP
menentukan ukuran-ukuran sasaran yang realistis untuk lingkup, kedalaman,
dan hirarki dari KRP itu sendiri. Kerangka pendekatan KLHS yang ditujukan
memperbaiki strategi akan berbeda dengan kerangka pendekatan yang
ditujukan memperbaiki desain.
Sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) No.P.69/MENLHK/STJEN/KUM.1/12/
2017 Pasal 13 ayat (2) huruf a bahwa penerapan mekanisme pembuatan dan
pelaksanaan KLHS wajib mempertimbangkan jenis, tema, hirarki dan skala
informasi KRP yang bersifat: (i) umum, konseptual, dan/atau makro; atau (ii)
fokus, detail, terikat, terbatas dan/atau teknis.
Menurut Lampiran IV PermenLHK tersebut, KLHS untuk KRP yang bersifat
umum, konseptual, dan/atau makro lebih banyak di tataran konsep lebih
tepat untuk menggunakan KLHS pendekatan berpikir strategis (strategic

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
5
thinking SEA) karena kajian-kajian yang dilakukan lebih banyak didorong
untuk menguji strategi-strategi makro agar konsep besarnya dapat
diarahkan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Sedangkan KLHS untuk KRP yang sifatnya sudah detail/rinci, terikat atas
pengaturan pada hirarki di atasnya, dan sudah mengatur teknis lebih sesuai
untuk dilakukan dengan menggunakan pendekatan pengkajian dampak agar
fokus pada pengujian tindakan-tindakan mitigasi dampak dan memperbaiki
desain detail.
RTRW adalah dokumen perencanaan yang memuat KRP yang bersifat
makro, umum, dan lebih banyak di tataran konsep. Oleh karena itu, untuk
KLHS PK RTRW Kabupaten Dharmasraya tahun 2011-2031 menggunakan
KLHS pendekatan berpikir strategis (strategic thinking SEA).
Pendekatan pengkajian berpikir strategis memiliki perbedaan dengan
pendekatan pengkajian berbasis dampak. Jika pada pendekatan berbasis
dampak, kajian dilakukan terhadap rumusan KRP (yang sedang
disusun/evaluasi) yang memiliki keterkaitan dengan isu PB, maka pada
pendekatan pengkajian berbasis berpikir strategis, pengkajian dilakukan
dengan menggunakan isu PB Prioritas (CDF) sebagai dasar merumuskan
arahan KRP yang berkelanjutan.

Partidario, 2012 menyatakan bahwa pendekatan berpikir strategis memiliki


3 (tiga) elemen utama, yaitu: (i) menetapkan konteks dan fokus strategis
berupa kerangka kajian yang berisi CDF, tujuan, kriteria dan indikator; (ii)
menetapkan langkah dan arahan untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan (PB); dan (iii) mengkomunikasi langkah dan arahan dengan
pemangku kepentingan secara aktif dan terus menerus.

Dalam proses KLHS PK RTRW Kabupaten Dharmasraya, langkah


pertama adalah menetapkan konteks dan fokus strategis dengan
merumuskan isu PB yang dalam hal ini disebut sebagai critical decision factor
(CDF) yang kemudian menjadi dasar untuk merumuskan kerangka kajian
berupa tujuan yang ingin dicapai dari setiap CDF berserta kriteria dan
indikator capaiannya..

Langkah kedua adalah menentukan tujuan yang ingin dicapai menetapkan


langkah dan arahan untuk mencapai Pembangunan Berkelanjutan dengan
melakukan kajian analisis kecenderungan dan merumuskan pilihan-pilihan
strategis dengan mempertimbangkan peluang dan risiko (Opportunity and
Risk) sebagai dasar merumuskan arahan alternatif penyempurnaan rencana
dan program. Dalam tahap ini juga dilakukan analisis 6 muatan KLHS sebagai
bahan pendukung perumusan

Langkah ketiga adalah melakukan kajian terhadap pilihan-pilihan rencana


dan program RTRW untuk melihat kesempatan dan risikonya sebagai bahan

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
6
penyusunan rekomendasi dan pengambilan keputusan. Semua proses
tersebut dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait.

Proses PK RTRW yang dilakukan oleh Kabupaten Dharmasraya pada tahun


2017 dilakukan hanya untuk menetapkan perlu atau tidaknya revisi RTRW,
maka proses KLHS dalam laporan ini akan berhenti pada langkah kedua dan
selanjutnya langkah ketiga akan dilanjutkan pada proses Revisi RTRW di
tahun 2018.

Untuk memenuhi kaidah penyusunan KLHS sebagaimana diatur dalam PP


No. 46 Tahun 2016 dan PermenLHK No.P.69/MENLHK/STJEN/KUM.1/12/
2017, maka dilakukan penyesuaian terhadap proses dan pendokumentasian
KLHS pendekatan berpikir strategis tanpa mengurangi substansi yang
diharapkan. Rincian pendekatan yang dilakukan dapat dilihat di bawah.

Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup

a. Identifikasi dan Perumusan Isu Pembangunan Berkelanjutan

Langkah pertama identifikasi dan perumusan isu pembangunan


berkelanjutan adalah melakukan upaya identifikasi dan perumusan isu
pembangunan berkelanjutan secara internal oleh Pokja KLHS yang difasilitasi
oleh Tim konsultan KLHS dengan menggunakan metode curah pendapat,
metaplan, analisis pohon masalah/sebab-akibat, dan analisis sistem.
Identifikasi dan perumusan isu pembangunan berkelanjutan pada langkah
pertama dilakukan dalam 3 (tiga) kelompok kecil. Kemudian hasil identifikasi
dan perumusan isu pembangunan berkelanjutan dipaparkan dan didiskusikan
dalam pleno Pokja KLHS untuk memperoleh kesepakan. Tim konsultan
bertindak sebagai fasilitator dan Pokja KLHS menggali isu pembangunan
berkelanjutan yang di Kabupaten Dharmasrasya sesuai dengan kompetensi
dan pengetahuan masing-masing anggota. Curah pendapat dimulai dengan
menemukan isu/masalah dari tiap anggota Pokja KLHS menggunakan teknik
metaplan yang akhirnya menghasilkan daftar panjang isu/masalah. Langkah
awal ini kemudian diikuti dengan diskusi panjang untuk mengidentifikasi
hubungan kausal antara isu-isu. Isu-isu tersebut selanjutnya dikelompokkan
berdasarkan kesamaan substansi. Setelah itu, Pokja KLHS dan tim konsultan
KLHS mengidentifikasi data dan informasi untuk menggambarkan status
terkini dari masing-masing kelompok isu pembangunan. Proses awal
identifikasi dan perumusan isu pembangunan berkelanjutan juga
mengidentifikasi kebutuhan data dan informasi serta pemangku kepentingan
yang perlu dilibatkan dalam tahap berikutnya.

Data dan informasi untuk mendukung isu pembangunan berkelanjutan


dikumpulkan dari berbagai macam sumber, termasuk OPD kabupaten dan
provinsi, WWF-Indonesia, internet (dokumen on-line), dokumen penelitian
yang ada, serta LSM dan masyarakat akademis.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
7
Kegiatan awal identifikasi dan perumusan isu pembangunan berkelanjutan
meliputi:

1) Melaksanakan curah pendapat dalam kelompok kecil pada waktu


pelatihan KLHS untuk Pokja KLHS;
2) Mengidentifikasi masalah, penyebab dan akar penyebab masalah;
3) Mengidentifikasi data dan informasi yang terkait dengan isu-isu;
4) Memetakan dan mengidentifikasi pemangku kepentingan yang perlu
dilibatkan dalam proses KLHS;
5) Melakukan telaah mandiri di sekretariat Pokja KLHS dan konsultasi
jarak jauh;
6) Mendokumentasikan proses dan hasil kegiatan awal identifikasi dan
perumusan isu pembangunan berkelanjutan.

Langkah kedua identifikasi dan perumusan isu pembangunan


berkelanjutan adalah melakukan konsultasi publik untuk memperoleh
masukan dari pemangku kepentingan terkait. Tahapan kegiatan dalam
konsultasi publik terdiri atas tiga langkah sebagai berikut:

1) Melakukan lokakarya konsultasi publik identifikasi dan perumusan


isu pembangunan berkelanjutan dengan pemangku kepentingan
terkait yang meliputi kegiatan-kegiatan di bawah ini,
a) Pemaparan tentang PK RTRW Kabupaten Dharmasraya 2011-
2031 dan evaluasi RPJMD Kabupaten Dharmasraya 2016-2021
kepada semua pemangku kepentingan terkait dengan penekanan
pada pentingnya partisipasi pemangku kepentingan dalam
seluruh proses KLHS;
b) Pengenalan KLHS kepada Pemangku Kepentingan;
c) Pemaparan proses dan hasil identifikasi dan perumusan awal isu
pembangunan berkelanjutan yang dilakukan oleh Pokja KLHS
kepada pemangku kepentingan;
d) Penjelasan tentang bagaimana proses kerja kekompok dan apa
yang diharapkan dari kerja kelompok;
e) Pembagian peserta ke dalam 4 (empat) kelompok, dan distribusi
lembar kerja dan bahan-bahan lainnya; dan
f) FGD di dalam 4 (empat) kelompok kerja untuk mempertajam
dan memperkaya hasil sementara identifikasi dan perumusan
isu-isu pembangunan berkelanjutan, lokasi, dan kebutuhan data
dan informasi).
2) Mendokumentasikan proses dan hasil identifikasi dan perumusan
isu-isu PB secara internal oleh Pokja KLHS dengan fasilitasi tim
konsultan dalan bentuk laporan awal yang akan menjadi bagian tidak
terpisahkan dari Laporan Akhir KLHS yang meliputi kegiatan-
kegiatan berikut,
a) Penjelasan oleh tim konsultan tentang apa yang perlu dilakukan
oleh para anggota Pokja KLHS (finalisasi perumusan isu

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
8
pembangunan berkelanjutan yang didukung oleh baseline
data/informasi);
b) Pembagian tugas penulisan bagian-bagian tertentu di antara
anggota Pokja KLHS dan tim konsultan.
3) Finalisasi laporan identifikasi dan perumusan isu pembangunan
berkelanjutan oleh Pokja KLHS dan tim konsultan.

Langkah ketiga adalah identifikasi isu-isu strategis penataan ruang, isu-isu


strategis ini terdapat dalam dokumen RTRW Kabupaten Dharmasraya
tahun 2011-2031.

Langkah keempat adalah identifikasi dan analisis kerangka kebijakan yang


relevan dengan kebijakan penataan ruang di Kabupaten Dharmasraya.
Kegiatan ini bertujuan untuk mencari benang merah kebijakan-kebijakan ti
tingkat kabupaten, provinsi, dan Pulau Sumateran yang wajib diacu dalam
pembuatan dan pelaksanaan KLHS.

Langkah kelima adalah proses identifikasi dan perumusan faktor penting


pembuatan keputusan (Critical Decision Factors – CDF) dalam konteks
penataan ruang di Kabupaten Dharmasraya.

b. Analisis Pengaruh/Risiko RTRW Kabupaten Dharmasraya


terhadap Isu Pembangunan Prioritas

Tim Konsultan KLHS yang didampingi tenaga ahli internasional


berkerjasama dengan Pokja KLHS Kabupaten Dharmasraya menyusun
kerangka kajian berdasarkan hasil identifikasi isu PB setelah konsultasi
publik, isu strategis penataan ruang, hasil identifikasi dan analisis kebijakan,
dan CDF. Kerangka kajian memuat CDF, rumusan tujuan masing-masing
CDF, kriteria kajian, dan indikator-indikator untuk masing-masing kriteria
kajian. Indikator-indikator dilengkapi dengan data yang menggambarkan pola
kecenderungan. Pada tahap ini juga dilakukan analisis 6 muatan KLHS untuk
mendapatkan gambaran yang lebih detil kondisi lingkungan hidup sebagai
bahan arahan dan panduan untuk perumusan KRP dalam RTRW revisi.
Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP

Dengan fasilitasi tim konsultan, Pokja mengidentifikasi, merumuskan dan


mengkaji pilihan-pilihan strategis berdasarkan kerangka kajian untuk
mendapatkan pilihan-pilihan strategis yang mempunyai peluang terbesar dan
risiko terkecil. Pilihan-pilihan strategis yang telah dirumuskan dianalisis
dengan hasil analisis 6 muatan untuk mendapatkan arahan-arahan dalam
perumusan rencana dan program KRP pada saat revisi RTRW.

Penyusunan Rekomendasi Perbaikan KRP

Mengingat PK RTRW pada tahun 2017 akan dillanjutkan dengan Revisi


RTRW pada tahun berikutnya, maka rekomendasi perbaikan KRP masih

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
9
berupa arahan dan panduan untuk perumusan pilihan-pilihan rencana dan
program. Rumusan rekomendasi telah dikomunikasikan dengan Bupati
(Kepala Daerah), kepala-kepala OPD terkait serta pemangku kepentingan
untuk mendapatkan masukan dan menjadi bahan lanjutan proses KLHS
Revisi RTRW pada tahun 2018.
Pada akhir tahun 2018 diharapkan revisi RTRW telah selesai dan hasil
rekomendasi KLHS telah diintegrasikan sehingga nantinya dapat
digambarkan pengintegrasian rekomendasi KLHS dalam KRP yang telah
diperbaiki.

1.5 Tantangan dan Kunci Keberhasilan


Tantangan dalam Pelaksanaan KLHS
Pelaksanaan KLHS RTRW Kabupaten Dharmasraya memiliki beberapa
tantangan, antara lain:
 Masih adanya OPD yang belum terlibat aktif dalam keanggotaan
Pokja KLHS menyebabkan adanya beberapa data dan informasi yang
tidak lengkap;
 Adanya keterbatasan kualitas dari data dan informasi yang dimiliki
oleh OPD yang terkait dengan validitas data;
 Tidak konsistennya data geospasial terkait batas wilayah Kabupaten
Dharmasraya sehingga menyebabkan adanya distorsi dalam
penyajian informasi;
 Tidak lengkapnya data spasial yang dimiliki oleh Kabupaten
Dharmasraya terutama data-data time series untuk analisis
kecenderungan/tren analysis;
 Pelaksanaan kegiatan/aktivitas fasilitasi di daerah tidak selalu dapat
berlangsung dengan mudah karena sulitnya menyesuaikan
ketersediaan waktu dan personil antara Pokja KLHS dengan Tim
Konsultan.
 Pendekatan KLHS berpikir strategis merupakan metodologi yang
baru diperkenalkan di Indonesia, diperlukan adapatasi terhadap tata
cara dan konsep pelaksanaanya.

Kunci Keberhasilan Pelaksanaan KLHS


Walaupun telah menghadapi berbagai tantangan, tim pokja KLHS telah
berhasil menyelesaikannya. Kunci keberhasilan dari proses KLHS PK
RTRW Kabupaten Dharmasraya antara lain:
 Komitmen yang kuat dari pimpinan OPD dalam mendukung kerja
Pokja KLHS;
 Komitmen anggota Pokja KLHS untuk bersedia menghadiri kegiatan
fasilitasi pada akhir pekan;

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
10
 Komposisi anggota Pokja KLHS yang didominasi oleh anggota yang
memiliki minat untuk belajar telah memudahkan proses transfer of
knowledge;
 Adanya dukungan fasilitasi data spasial dan analisis yang kuat dari
mitra kerja;
 Bergabungnya tenaga ahli internasional KLHS berpikir strategis
dalam tim konsultan untuk mendampingi Pokja KLHS.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
BAB II
PROFIL
KABUPATEN DHARMASRAYA
12

2 PROFIL KABUPATEN DHARMASRAYA


Aktivitas Pemerintahan Kabupaten Dharmasraya secara resmi telah berjalan
sejak dilantiknya Pejabat Bupati Dharmasraya pada tanggal 10 Januari 2004.
Mulai tanggal 12 Agustus 2005 Kabupaten Dharmasraya telah memiliki Bupati
definitif hasil Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Ketika ditetapkan Peraturan
Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2008 tentang Penataan dan Pembentukan
Kecamatan, dimana jumlah kecamatan di Kabupaten Dharmasraya
dimekarkan dari 4 (empat) kecamatan menjadi 11 (sebelas) kecamatan. Lebih
jelasnya dapat dilihat di Tabel 2-1 berikut.

Tabel 2-1. Jumlah Nagari dan Jorong pada Kecamatan di Kabupaten Dharmasraya

NAGARI JORONG
NO KECAMATAN
2005-8 2009-11 2005-8 2009-11
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Kecamatan Sungai Rumbai 6 4 26 24
2 Kecamatan Koto Besar - 7 - 32
3 Kecamatan Asam Jujuhan - 5 - 22
4 Kecamatan Koto Baru 7 4 38 26
5 Kecamatan Koto Salak - 5 - 27
6 Kecamatan Tiumang - 4 - 17
7 Kecamatan Padang Laweh - 4 - 17
8 Kecamatan Sitiung 3 4 20 22
9 Kecamatan Timpeh - 5 - 21
10 Kecamatan Pulau Punjung 5 6 25 31
11 Kecamatan IX Koto - 4 - 21
TOTAL 21 52 109 260

Berdasarkan Perda Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan


Penataan Nagari, terdapat beberapa nagari yang dimekarkan dari 21 nagari
menjadi 52 nagari di Kabupaten Dharmasraya. Sedangkan jorong dimekarkan
menjadi 260 jorong. Tujuan dari pemekaran ini agar pelayanan pemerintah
kepada masyarakat menjadi lebih luas sehingga dapat melayani seluruh lapisan
masyarakat di Kabupaten Dharmasraya. Peta wilayah administrasi Kabupaten
Damasraya dapat dilihat pada Gambar 2-1.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
13

Gambar 2-1.Wilayah Administrasi Kabupaten Dharmasraya

2.1 Kondisi Geografis, Fisik dan Lingkungan


Kabupaten Dharmasraya berada pada Jalur Lintas Sumatera yang
menghubungkan antara Kota Padang, Pekanbaru dan Jambi. Secara geografis
Kabupaten Dharmasraya terletak pada koordinat 0048’25,367’’-
141’40,269” LS (Lintang Selatan) dan 1018’32,52’’ - 10153’3,166’’ BT
(Bujur Timur). Kabupaten Dharmasraya sebelah Utara berbatasan dengan
Kabupaten Sijunjung dan Kabupaten Kuantan Singingi (Provinsi Riau), sebelah
Selatan dengan Kabupaten Bungo dan Kabupaten Kerinci di Provinsi Jambi, di
sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo di
Provinsi Jambi dan di sebelah Barat dengan Kabupaten Solok dan Kabupaten
Solok Selatan. Kondisi geografi umum Kabupaten Dhamasraya dapat dilihat
pada Tabel 2-2.

Tabel 2-2. Kondisi Geografi Umum Kabupaten Dharmasraya

No Uraian Keterangan
(1) (2) (3)
1 Luas Daerah 3.025,99 km
2 Jumlah Sungai 59 buah
3 Panjang Sungai 450,9 km
4 Panjang Jalan Negara 60,62 km
5 Panjang Jalan Provinsi 83,5 km
6 Panjang Jalan Kabupaten 1.035,72 km

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
14
Kondisi topografi Kabupaten Dharmasraya yang mayoritas merupakan lahan
datar dengan ketinggian dari 82 meter sampai 1.525 meter dari permukaan
laut. Berdasarkan RTRW Kabupaten Dharmasraya, sekitar 21.797,3 Ha
adalah kawasan lindung dan kawasan berfungsi lindung. Sedangkan
berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 35/Menhut-11/2013 tentang Fungsi
dan Status Kawasan Hutan, untuk wilayah Kabupaten Dharmasraya seluas
92.150 Ha adalah kawasan hutan dimana 74.755 Ha adalah hutan produksi
dan sisanya 17.395 Ha adalah hutan lindung, taman nasional dan cagar alam.

Sumber daya air pada Kabupaten Dharmasraya cukup berlimpah, di mana


terdapat 78 sungai besar dan kecil dengan debit mencapai 1.979 m3/dt dan
memiliki embung sebanyak 16 buah dengan jumlah volume mencapai 115
ribu m3. Ketersediaan sumber daya air yang cukup tinggi tersebut
dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan pertanian dan perkebunan di
Kabupaten Dharmasraya. Selain ketersediaan sumber daya air, prasarana
sumber daya air cukup memadai dengan adanya Bendungan Sungai Batanghari
dan Bendungan Sungai Siat yang mampu mengairi ribuan hektar lahan
persawahan.

Salah satu sungai besar di Kabupaten Dharmasraya adalah Sungai Batanghari.


Secara geografis daerah aliran Sungai Batanghari berada pada posisi 00°
43’sampai dengan 00 46’ Lintang Selatan dan 100° 45’ sampai dengan 104° 25’
Bujur Timur. Sungai Batanghari merupakan sungai terpanjang di Pulau
Sumatera dengan panjang ± 775 km. Hulunya berada di Provinsi Sumatera
Barat dan mengalir ke Timur bermuara ke laut melalui Kabupaten Tanjung
Jabung Timur Provinsi Jambi. Pada bagian hulu, pasokan air Sungai Batanghari
berasal dari Gunung Talang yang mengalir melalui Danau Diatas (Kabupaten
Solok) terus mendapat pasokan air sungai – sungai di Kabupaten Solok
Selatan dan Kabupaten Dharmasraya. Sungai Batanghari pada wilayah
Kabupaten Dharmasraya memiliki panjang kurang lebih 77 km dengan
pemanfaatan air untuk pertanian, perikanan, industri dan keperluan
domestik.

Bagian hulu DAS Batanghari berada di Provinsi Sumatera Barat yang meliputi
wilayah seluas 19% luas DAS, bagian tengah dan hilir berada di Provinsi Jambi
yang meliputi 80% luas DAS. Sisanya, sekitar 1% berada di Kabupaten
Indragiri Hulu di Provinsi Riau (Kementerian Kehutanan, 2002). Keseluruhan
wilayah Kabupaten Dharmasraya merupakan wilayah DAS bagian hulu Sungai
Batanghari. Peta wilayah DAS Kabupaten Dharmasraya dapat dilihat pada
Gambar 2-2.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
15

Gambar 2-2 Peta Wilayah DAS Kabupaten Dharmasraya

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
16
Berdasarkan sistem klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1951) wilayah
Kabupaten Dharmasraya tergolong pada tipe iklim A (sangat basah).
Sementara menurut zona agroklimat L.R. Oldeman termasuk pada zona iklim
B1 dengan bulan basah 7-9 bulan dan bulan kering berturut-turut kurang dari
2 bulan. Curah hujan sebagian wilayah Kabupaten Dharmasraya tergolong
tinggi yaitu lebih dari 200 mm/bulan.
Suhu udara berkisar antara 21 hingga 330C, dengan tingkat kelembaban
antara 70 hingga 80%. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu dari tahun
2006-2010 dapat dilihat curah hujan yang paling tinggi terdapat pada tahun
2007 dengan curah hujan sebesar 14.684 mm/tahun dengan banyak hari
hujan 361, dari kurun waktu 5 tahun terakhir curah hujan rendah terdapat
pada tahun 2009 mengalami penurunan curah hujan yaitu 6.412,2 mm/tahun
dengan jumlah hari hujan 398 hari.

2.2 Profil Sosial-Budaya


Jumlah penduduk Kabupaten Dhamasraya tahun 2016 adalah 229.313 jiwa
dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar adalah 2,78 %. Dibandingkan
dengan Kabupaten lainnya di Provinsi Sumatera Barat, kepadatan penduduk
di Kabupaten Dhamasraya tergolong kategori sedang. Kepadatan penduduk
setiap Kabupaten di Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada Gambar 2-3.

Gambar 2-3 Kepadatan Penduduk Setiap Kabupaten di Sumatera Barat


Sumber: BPS Sumatera Barat, 2014

Angka harapan hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah


dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan
meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka harapan hidup
Kabupaten Dhamasraya pada tahun 2013 mencapai 69,76 tahun. Angka

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
17
harapan hidup Kabupaten Dhamasraya menduduki peringkat 2 dibandingkan
dengan Kabupaten lain di Provinsi Sumatera Barat. Perbandingan angka
harapan hidup Kabupaten di Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada
Gambar 2-4.

Gambar 2-4 Perbandingan Angka Harapan Hidup di Sumatera Barat Tahun 2013
Sumber : BPS Sumatera Barat, 2014

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan


manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran
kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi
tersebut mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan, dan kehidupan
yang layak (BPS Sumatera Barat, 2015).
Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait
banyak faktor. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka harapan
hidup waktu lahir. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan
digunakan gabungan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah.
Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator
kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang
dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan
pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
18
IPM Kabupaten Dhamasraya pada tahun 2014 adalah 69,27. Nilai IPM ini
mengategorikan Kabupaten Dhamasraya pada kriteria United Nations
Development Programme (UNDP) berstatus menengah ke atas (66<IPM
<80). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa capaian pembangunan
manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup telah cukup baik
dan berhasil. IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat tahun 2014
dapat dilihat pada Gambar 2-5.

Gambar 2-5. Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2014


Sumber: Diolah dari BPS Sumatera Barat, 2015

2.3 Profil Ekonomi


Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator pembangunan yang paling sering
digunakan untuk melihat perkembangan dan capaian pembangunan. Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator ekonomi
makro yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi hasil-hasil pembangunan
di suatu daerah dalam lingkup Kabupaten dan Kota. PDRB Kabupaten
Dhamasraya dapat dilihat pada Gambar 2-6 berikut sedangkan perbandingan
PDRB Kabupaten di Sumatera barat dapat dilihat pada Gambar 2-7.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
19

Gambar 2-6 PDRB Kabupaten Dhamasraya Tahun 2001-2013


Sumber : BPS Sumatera Barat, 2015

Gambar 2-7 Perbandingan PDRB Kabupaten di Sumatera Barat Tahun 2013


Sumber : BPS Sumatera Barat, 2014

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan PDRB


Kabupaten Dharmasraya sejak tahun 2007 relatif konstan pada angka sekitar
6,27 - 6,64%. Apabila dibandingkan dengan kabupaten lain di Provinsi
Sumatera Barat, Kabupaten Dharmasraya memiliki tingkat pertumbuhan
PDRB nomor dua setelah Kabupaten Padang Pariaman.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
BAB III
PENGKAJIAN PENGARUH
21

3 PENGKAJIAN PENGARUH KRP TERHADAP KONDISI


LINGKUNGAN HIDUP
Pengkajian pengaruh KRP dalam RTRW Kabupaten Dharmasraya terhadap
kondisi lingkungan hidup menurut PP No. 46 Tahun 2016 dan PermenLHK
No.P.69/MENLHK/STJEN/KUM.1/12/ 2017 terdiri dari tiga langkah utama,
yaitu:
a. identifikasi dan perumusan isu pembangunan berkelanjutan
b. identifikasi muatan KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh
terhadap kondisi lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan; dan
c. analisis pengaruh hasil identifikasi muatan KRP terhadap isu
pembangunan berkelanjutan prioritas.

Mengingat KLHS PK RTRW Kabupaten Dharmasraya dilaksanakan


menggunakan pendekatan berpikir strategis, yang memproyeksikan
kebutuhan KRP untuk mencapai kondisi keberlanjutan yang diinginkan
dimasa depan, maka langkah utama pengkajian pengaruh berupa:
a. identifikasi dan perumusan isu pembangunan berkelanjutan (Critical
Decision Factor) sehingga menemukan akar masalah
b. analisis pengaruh hasil identifikasi arahan perumusan KRP terhadap isu
pembangunan berkelanjutan (Critical Decision Factor)

3.1 Identifikasi dan Perumusan Isu Pembangunan


Berkelanjutan

3.1.1 Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan


Pokja KLHS Kabupaten Dharmasraya melakukan identifikasi dan perumusan
isu pembangunan berkelanjutan secara internal dengan difasilitasi oleh tim
konsultan pada tanggal 8 Agustus 2017. Identifikasi isu pembangunan
berkelanjutan dilakukan dengan menggunakan teknik metaplan dan pohon
masalah. Hasil identifikasi isu pembangunan oleh Pokja disajikan pada
Gambar 3-1 di bawah.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
22

Gambar 3-1. Pohon Masalah

Kemudian hasil awal dari proses tersebut dikonsultasikan kepada para


pemangku kepentingan terkait di Pulau Punjung pada tanggal 29 Agustus
2017. Hasil identifikasi dan perumusan isu pembangunan berkelanjutan oleh
Pokja KLHS dan masukan dari para pemangku kepentingan
didokumentasikan dan disajikan pada Lampiran 3.

Tim Konsultan bekerjasama dengan Pokja KLHS mengolah daftar isu hasil
konsultasi publik dan memperoleh daftar isu-isu PB yang merupakan
prioritas untuk ditangani dalam perencanaan tata ruang Kabupaten
Dharmasraya sebagai berikut.

Tabel 3-1. Daftar Isu Pembangunan Berkelanjutan Strategis Kabupaten


Dharmasraya

Isu Pembangunan Berkelanjutan Lokasi


1. Kenaikan Suhu/Perubahan Iklim
• Alih fungsi/berkurangnya tutupan lahan
• Degradasi lahan dan hutan karena pembalakan • Lokasi-lokasi dari isu-isu ini disajikan
liar, dan karhutla dalam kelompok isu degradasi
• Pola Pengelolaan sampah kawasan hutan dan lahan (kelompok
• GRK dari pertanian (pembakaran jerami dll.), isu no. 3) di bawah.
peternakan, industri, dan bahan bakar fosil
• Gaya Hidup (Pemakaian Pendingin Udara)

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
23
Isu Pembangunan Berkelanjutan Lokasi
2. Penurunan Kualitas Air Permukaan
• Pembalakan liar
• Limbah pabrik dan domestik • Perubahan kualitas air permukaan
• Persentase pengelolaan timbulan sampah terutama di anak-anak sungai
• Penambangan tanpa ijin (belum ada pengelolaan Batanghari (sungai Nyunyo, sungai
limbah B3 penggunaan merkuri pada PETI) Rotan, sungai Piruko, sungai Koto
• Perilaku hidup sehat masih rendah termasuk Balai, sungai Siat, sungai Palangko).
sanitasi buruk karena rendahnya pengetahuan/
pemahaman dan kesadaran/ kepedulian
3. Degradasi lahan & hutan
• Fragmentasi kawasan hutan • Di seluruh wilayah kecamatan di
• Lahan kritis Kabupaten Dharmasraya
• Karhutla
• Alih fungsi lahan
• Tingkat pendidikan dan kesadaran rendah
4. Kemerosotan Keanekaraganan Hayati
• Degradasi dan fragmentasi hutan/putusnya rantai
makanan alami di hutan • Lokasi disajikan pada kelompok isu
• Perburuan liar, penangkapan ikan dengan racun isu no 3 di atas (degradasi hutan dan
• Berkurangnya hutan (pembalakan liar dengan lahan).
chaishaw, alih fungsi lahan, pembukaan hutan,
perambahan hutan, dll.)
• Kebakaran hutan dan lahan
• PETI
• Penggunaan pestisida berlebih & pencemaran air
• Belum adanya pemetaan kawasan budidaya yang
berwawasan lingungan
5. Penghidupan Masyarakat
• Kapasitas SDM belum memadai
• Harga komoditas pertanian dan perkebunan • Masih terdapat kantong-kantong
fluktuatif kemiskinan (nagari tertinggal) di
• Belum tertatanya sistem niaga hasil pertanian sebagian besar kecamatan di wilayah
• Penurunan kualitas lingkungan (air, udara, tanah) Kabupaten Dharmasraya.
• Pola perilaku hidup tidak sehat
• Ketidakamanan pangan
6. Konflik Sosial
• Ketidak jelasan tapal batas antar kabupaten, • Batas Sumbar-Jambi segmen Sungai
kecamatan, dan nagari Rumbai; batas Dharmasraya-
• Tumpang-tindih kepemilikan lahan antara: Sijunjung segmen Kampung Surau;
masyarakat-dunia usaha; pemerintah-dunia batas Sumbar-Riau segmen Padang
usaha. Laweh dan Timpeh; batas Solok
Selatan-Dharmasraya segmen S.
Dareh; dan batas antar Nagari dan
Kecamatan yang belum jelas
7. Tata Kelola
• Belum seimbangnya pembangunan ekonomi,
sosial dan lingkungan • Seluruh wilayah Kabupaten
• Masih lemahnya pengawasan dan penegakan Dharmasraya termasuk kecamatan
hukum (penambangan tidak sesuai ketentuan dan nigari.
termasuk tata penambangan, reklamasi dan
pengangkutan komoditas tambang);
• Belum ada rencana rinci tata ruang (Kurangnya

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
24
Isu Pembangunan Berkelanjutan Lokasi
penataan kawasan pertambangan Galian C,
Terbatasnya lahan untuk kehidupan flora dan
fauna);
• Belum sinergi dan koordinasi antar PD (proses
perizinan lama; ketidakadilan dalam pemberian
izin; Banyaknya IUP Pertambangan yang
bermasalah; terlalu luasnya kepemilikan IUP
perkebunan untuk pengusaha besar; CSR
perusahaan tidak tepat sasaran; Pencemaran
sungai akibat kegiatan penambangan liar,
kegiatan pabrik/limbah industri).
8. Alih Fungsi Lahan
• Alih fungsi hutan ke perkebunan sawit • Di hampir seluruh kecamatan di
• Alih fungsi perkembunan karet ke sawit wilayah Kabupaten Dharmasraya
• Alih fungsi lahan pertanian ke perkebunan sawit
• Alih fungsi hutan ke lahan pertambangan
• Alih bungsi lahan ke permukiman

Catatan:
• Di dalam satu kelompok isu, dilakukan penggabungan isu-isu PB terkait
dengan tidak menghilangkan satu isu pun.
• Pada awalnya, alih fungsi lahan tidak merupakan satu kelompok isu.
Namun, dengan mempertimbangkan bahwa alih fungsi lahan
merupakan faktor penting atau akar masalah penyebab terjadinya
dampak negatif pembangunan, maka alih fungsi lahan dijadikan satu
kelompok isu tersendiri.
• Lokasi masing-masing kelompok isu dan isu terkait yang lebih detil
dapat dilihat pada tabel di Lampiran 3.

3.1.2 Identifikasi Isu Strategis RTRW Kabupaten Dharmasraya


2011-2031
Dari telaah dokumen RTRW Kabupaten Dharmasraya 2011-2031,
ditemukan 6 (enam) isu-isu strategis sebagai berikut.
a. Rencana Pengembangan Koridor Sumatera
Dalam Dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia 2011-2025, pembangunan ekonomi Indonesia dilakukan
dengan strategi: (a) Pengembangan koridor ekonomi Indonesia; (b)
Perkuatan konektivitas nasional; dan (c) Mempercepat kemampuan IPTEK
nasional.
Pembangunan koridor pusat-pusat pertumbuhan di setiap pulau didukung
oleh pengembangan klaster industri berbasis sumber daya unggulan yang
strategis. Koridor Sumatera sebagai sentra produksi dan pengolahan hasil
bumi dan lumbung energi nasional. Kabupaten Dharmasraya terkait dengan

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
25
pengembangan Koridor Sumatera sebagai bagian dari: (a) sentra produksi
dan pengolahan hasil bumi (kelapa sawit dan karet); (b) lumbung energi
nasional (batu bara); dan (c) penguatan konektivitas nasional berupa
peningkatan jalur transportasi darat berupa jalan dan jalur kereta api
(Sumatera Railway).
b. Konversi Lahan
Terjadinya konversi lahan pertanian produktif menjadi kawasan
terbangun/non pertanian, pemanfaatan kawasan hutan untuk kegiatan non
kehutanan, dan perambahan hutan lindung serta kebakaran hutan. Hal ini
berimplikasi terhadap perekonomian daerah dan menurunnya daya dukung
lingkungan. Pemanfaatan kawasan hutan untuk kegiatan di luar kehutanan
dalam skala besar seperti pertambangan dan perkebunan tentunya perlu
disikapi secara bijaksana sehingga tidak terjadi konflik kepentingan antar
sektor. Kecenderungan yang terjadi di Kabupaten Dharmasraya adalah
konversi lahan hutan menjadi perkebunan dan pertanian lahan basah
menjadi perkebunan.
c. Kelestarian Hutan dan Lingkungan
Keterpaduan pemanfaatan ruang dengan provinsi yang berbatasan langsung
dengan Provinsi Sumatera Barat. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan
keterpaduan pemanfaatan ruang terutama pola ruang dan prasarana lintas
wilayah sehingga tercipta satu kesatuan antar wilayah. Untuk wilayah
Provinsi Sumatera Barat keterpaduan pola ruang terutama menyangkut
fungsi kawasan lindung lintas wilayah seperti Taman Nasional Kerinci Seblat
(TNKS) yang mencakup wilayah Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau,
Provinsi Jambi, Provinsi Bengkulu dan Provinsi Sumatera Selatan. Demikian
juga adanya WS/DAS lintas wilayah provinsi seperti WS/DAS Batanghari
yang meliputi wilayah Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Jambi.
Dengan demikian dibutuhkan keterpaduan penataan ruangnya. Dalam hal ini
peran dan fungsi Kabubapaten Dharmasraya sangat terkait erat dengan
kelestarian WS/DAS Batanghari. Disamping itu kegiatan pertambangan yang
intensif dikhawatirkan juga membawa dampak bagi penurunan kondisi
lingkungan sehingga memerlukan penanganan yang hati-hati.
d. Pengembangan Pariwisata
Kabupaten Dharmasraya kaya akan peninggalan bersejarah terutama situs-
situs bersejarah, yang saat ini masih belum tergali. Jika kawasan yang menjadi
tempat situs-situs bersejarah tersebut dikembangkan dan dipadukan dengan
atraksi wisata lainnya akan dapat menjadi potensi pariwisata Kabupaten
Dharmasraya.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
26
e. Pengembangan Kawasan Tertinggal
Walaupun secara keseluruhan Kabupaten Dharmasraya bukan lagi
dikategorikan sebagai kabupaten tertinggal, namun masih ada beberapa
nagari dalam 3 kecamatan yang masih tergolong terisolir yang membutuhkan
penanganan pembangunan yang lebih tinggi.
f. Perkembangan Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya
Kondisi ini terkait dengan pertambahan jumlah penduduk yang
membutuhkan tambahan lahan/ruang baik untuk perumahan maupun untuk
melakukan aktivitas. Tidak jarang dijumpai aktivitas masyarakat yang tidak
memperhatikan kemampuan daya dukung lingkungan, seperti perambahan
hutan lindung dan lahan hutan lindung yang seharusnya dilindungi.
Perkembangan sosial ekonomi dan sosial budaya Kabupaten Dharmasraya
tidak hanya terjadi karena perkembangan Provinsi Sumatera Barat, namun
juga dipengaruhi perubahan yang terjadi di wilayah provinsi lain terutama
yang berbatasan langsung. Sebagai Kabupaten yang berbatasan langsung
dengan Propinsi Riau dan Jambi perkembangan yang ada pada kedua wilayah
itu harus dicermati mengingat kedua wilayah tersebut terkenal kaya akan
sumber daya alam dan diramalkan akan jauh berkembang dibanding
Sumatera Barat. Hal tersebut membawa pengaruh kepada Dharmasraya
secara positif jika Kabupaten Dharmasraya dapat memanfaatkan potensi
kondisi tersebut atau malah membawa efek negatif terutama dalam hal
ekonomi jika Kabupaten Dharmasraya tidak mampu menangkap peluang-
peluang yang ada.

3.1.3 Identifikasi Kerangka Kebijakan Penataan Ruang dan


Pembangunan
Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten
Dharmasraya 2005-2025
Visi Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Dharmasraya 2005-2025
adalah “Kabupaten Dharmasraya maju dan berbudaya” yang akan
diupayakan untuk diwujudkan melalui pelaksanaan 7 (tujuh) misi sebagai
berikut.
a. Meningkatkan kualitas manusia agar bisa membawa kemajuan daerah
disegala bidang dan berkontribusi sebagai pusat pengembangan
pendidikan dan kesehatan dalam wilayah tenggara Provinsi Sumatera
Barat.
b. Memanfaatkan kekayaan sumber daya alam (pertanian, peternakan,
perikanan, pertambangan, industri) dengan optimal dan bernilai tambah
besar sebagai upaya menyejahterakan masyarakat sekaligus menjadikan
Kabupaten Dharmasraya sebagai pusat pengembangan ekonomi bagian
tenggara Provinsi Sumatera Barat.
c. Memelihara kualitas lingkungan Kabupaten Dharmasraya untuk
mendukung pembangunan yang berkelanjutan.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
27
d. Memberdayakan nagari dan kelompok masyarakat (seperti kelompok
tani, koperasi paguyuban, kelembagaan adat, karang taruna dan lainnya)
sebagai pelaku pembangunan dalam bidang sosial dan ekonomi.
e. Menyediakan berbagai prasarana dan sarana pendukung kegiatan
ekonomi dan sosial yang mampu mendorong perkembangan ekonomi
dan mewujudkan pemerataan pembangunan antar kawasan.
f. Menegakkan kehidupan beragama dan beradat sebagai norma sosial dan
semangat membangun serta melestarikan identitas daerah.
g. Mewujudkan tata kelola pembangunan yang andal dan maju serta
melibatkan semua potensi peran kelembagaan daerah yang mampu
membangun manfaat yang besar, kemandirian dan keadilan dalam
pembangunan.

Kebijakan Penataan Ruang Kabupaten Dharmasraya 2011-2031


Kebijakan-kebijakan penataan ruang Kabupaten Dharmasraya 2011-2031
meliputi:
a. Pengembangan Kabupaten sebagai sentra produksi dan pengolahan hasil
perkebunan (terutama untuk komoditi sawit dan karet) bagian wilayah
tenggara Provinsi Sumatera Barat;
b. Pengembangan Kabupaten menjadi salah satu kawasan produksi
tanaman pangan lahan basah di Provinsi Sumatera Barat;
c. Pengembangan Kabupaten sebagai salah satu sentra perikanan budidaya
di Provinsi Sumatera Barat;
d. Pengembangan Kabupaten sebagai salah satu sentra peternakan
budidaya di Provinsi Sumatera Barat;
e. Pengembangan potensi pertambangan Kabupaten dengan tetap
mempertahankan kualitas lingkungan;
f. Pengembangan Kabupaten sebagai pusat pelayanan perdagangan dan jasa
wilayah bagian tenggara Provinsi Sumatera Barat;
g. Pemeliharaan warisan budaya kabupaten sebagai bekas kerajaan
Dharmasraya dan mengembangkan potensi sebagai aset wisata;
h. Pemeliharaan ekosistem wilayah Kabupaten sebagai bagian kawasan
Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari;
i. Pengembangan sistem infrastruktur yang mampu mendukung
pengembangan wilayah; dan
j. Pengembangan infrastruktur pertahanan dan keamanan Kabupaten
Dharmasraya.

Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat


2010-2030
Penataan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat bertujuan untuk
mewujudkan keterpaduan pola ruang provinsi tahun 2009 melalui
pengembangan potensi sumber daya alam dengan tetap memperhatikan

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
28
ekosistem alam dan daya dukung wilayah secara berkelanjutan, melalui
kebijakan-kebijakan:
a. Pengurangan kesenjangan pembangunan dan perkembangan wilayah
Utara-Selatan Provinsi Sumatera Barat,
b. Pengembangan ekonomi sektor primer, sekunder dan tersier sesuai
daya dukung wilayah,
c. Penetapan pusat-pusat kegiatan untuk mendukung pelayanan
sosial/ekonomi dan pengembangan wilayah
d. Peningkatan fungsi Kota Padang menjadi Kota Metropolitan,
e. Penetapan dan Peningkatan Kota Payakumbuh, Pulau Punjung, Tapan,
dan Simpang Empat menjadi Pusat Kegiatan Wilayah yang dipromosikan
provinsi (PKWp) untuk melayani beberapa kabupaten, dan Pusat
Kegiatan Lokal (PKL) yaitu Painan, Lubuk Alung, Parik Malintang, Lubuk
Basung, Lubuk Sikaping, Sarilamak, Kota Padang Panjang, Batusangkar,
Muaro Sijunjung, Aro Suka, Padang Aro, dan Tuapejat untuk melayani
satu wilayah kabupaten atau beberapa kecamatan,
f. Pendorongan terbentuknya aksesibilitas jaringan transportasi dalam
rangka menunjang perkembangan wilayah
g. Penetapan kawasan lindung untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam
secara terpadu dengan provinsi berbatasan
h. Peningkatan pemanfaatan kawasan budi daya untuk mendukung
pengembangan ekonomi daerah

Kebijakan Penataan Ruang Pulau Sumatera Barat 2009-2029


Penataan ruang Pulau Sumatera Barat 2009-2029 bertujuan untuk
mewujudkan:
a. Pusat pengembangan ekonomi perkebunan, perikanan, serta
pertambangan yang berkelanjutan;
b. Swasembada pangan dan lumbung pangan nasional;
c. Kemandirian energi dan lumbung energi nasional untuk
ketenagalistrikan;
d. Pusat industri yang berdaya saing;
e. Pusat pariwisata berdaya saing internasional berbasis ekowisata, bahari,
cagar budaya dan ilmu pengetahuan, serta penyelenggaraan perteman,
perjalanan insentif, konferensi, dan pameran (Meeting, Incentive,
Convention and Exhibition – MICE);
f. Kelestarian kawasan berfungsi lindung bervegetasi hutan tetap paling
sedikit 40% (empat puluh persen) dari luas Pulau Sumatera sesuai
dengan kondisi ekosistemnya;
g. Kelestarian kawasan yang mewakili keanekaragaman hayati hutan tropis
basah;
h. Kawasan perkotaan nasional yang kompak dan berbasis mitigasi dan
adaptasi bencana;

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
29
i. Pusat pertumbuhan baru di wilayah pesisir barat dan wilayah pesisir
timur Pulau Sumatera;
j. Jaringan transportasi antar moda yang dapat meningkatkan keterkaitan
antar wilayah, efesiensi ekonomi, serta membuka keterisolsian wilayah;
dan
k. Kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan dan pintu gerbang
negara yang berbatasan dengan Negara India, Negara Thailand, Negara
Malaysia, Negara Singapura, dan Negara Vietnam dengan
memperhatikan keharmonisan aspek kedaulatan, pertahanan dan
keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan
hidup.

Analisis Kebijakan
Dari analisis materi substansi (content analysis) kerangka kebijakan penataan
ruang dan pembangunan yang tekandung dalam dokumen-dokumen RPJPD
dan RTRW Kabupaten Dharmasraya, RTRW Provinsi Sumatera Barat, dan
RTR Pulau Sumatera maka dapat ditarik beberapa benang merah bahwa
kebijakan yang relevan dan perlu diacu adalah sebagai berikut:
a. Pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam untuk kesejahteraan
masyarakat dan pusat-pusat pertumbuhan perkebunan, perikanan, dan
pertambangan
b. Pembangunan pusat produksi pangan dan lumbung pangan
c. Pengurangan kesenjangan pembangunan antar wilayah
d. Kemandirian energi dan lumbung energi untuk kelistrikan
e. Pembangunan jaringan transportasi/konektivitas
f. Pembangunan sistem jaringan perkotaan untuk jasa layanan sosial dan
ekonomi
g. Pembangunan pariwisata berbasis ekowisata, bahari, cagar budaya dan
ilmu pengetahuan
h. Pengelolaan/koservasi sumberdaya alam secara berkelanjutan
i. Pelestarian nilai-nilai sosial-budaya/adat dan agama
j. Pemberdayaan nagari dan kelompok masyarakat sebagai pelaku
pembangunan
k. Tata kelola pembangunan yang andal dan maju
l. Pembangunan infrastruktur pertahanan dan keamanan

3.1.4 Identifikasi Faktor Penting Pembuatan Keputusan (Critical


Decision Factors)
Telaah Isu dan Kerangka Kebijakan
Dilakukan telaah perbandingan antara (a) hasil identifikasi dan perumusan
isu-isu pembangunan berkelanjutan, (b) isu-isu strategis penataan ruang
Kabupaten Dharmasraya 2011-2031, dan (c) kerangka kebijakan
pembangunan dan penataan ruang, sebagaimana disajikan pada Gambar 3-2
di bawah.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
30

Gambar 3-2. Faktor Penting Pembuatan Keputusan

Dari telaah tersebut, diperoleh irisan yang merupakan benang merah dari
isu pembangunan berkelanjutan, isu strategis RTRW, dan kerangka
kebijakan yang merupakan faktor penting pembuatan keputusan (critical
decision factors) sebagai berikut:

a. Alih fungsi lahan


b. Penghidupan masyarakat (livelihood)
c. Tata kelola

Analisis Sistem Keterkaitan antar Isu Pembangunan


Dari identifikasi dan perumusan isu pembangunan berkelanjutan yang
dilakukan secara internal oleh Pokja KLHS dan masukan dari para pemangku
kepentingan, dilakukan analisis sistem untuk dapat memahami secara lebih
baik keterkaitan antar isu-isu PB. Hasil analisis sistem disajikan pada Gambar
3-3 di bawah.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
31

Gambar 3-3. Analisis Sistem - Keterkaitan Antar Isu Pembangunan Berkelanjutan

Alih Fungsi Lahan


Salah satu masalah utama di Kabupaten Dharmasraya adalah alih fungsi lahan
yang kurang memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Hal ini tercermin dari luasan hutan yang dialihfungsikan menjadi
perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit oleh dunia usaha dengan ijin
dari pemerintah. Booming kelapa sawit oleh dunia usaha tersebut berakibat
pada alih fungsi lahan yang dilakukan oleh masyarakat baik dari hutan ke
kelapa sawit, dari perkebunan karet ke kelapa sawit, maupun dari lahan
pertanian ke kelapa sawit. Terjadi juga alih bungsi lahan dari hutan ke areal
pertambangan yang akhirnya meninggalkan areal bekas tambang yang
terbengkalai. Selain itu, dengan bertambahnya jumlah penduduk tentu
diperlukan penambahan lahan untuk permukiman dan sarana-sarana terkait
yang diperlukan, seperti sarana pendidikan dan kesehatan serta infrastruktur
yang diperlukan. Dari berbagai alih fungsi lahan dan kegiatan-kegiatan yang
menyertainya mengakibatkan terjadinya dampak tidak langsung seperti
perambahan dan fragmentasi kawasan hutan. Akumulasi kegiatan-kegiatan
tersebut mengakibatkan dampak terhadap lingkungan maupun sosial-
ekonomi, seperti: kerusakan lahan (lahan kritis), erosi dan sedimentasi,
pendangkalan dasar sungai, banjir dan longsor, meningkatnya suhu
udara/perubahan iklim, kemerosotan keanekaragaman hayati, turunnya
permukaan/cadangan air tanah, terjadinya krisis ketersediaan dan kualitas air
bersih pada masa-masa tertentu, konflik lahan, berkurangnya hutan lindung,

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
32
menurunnya produktivitas pertanian, dan hilangnya sumber perekonomian
sebagian masyarakat. Perubahan tutupan lahan 1985 – 2016 yang disajikan
pada Gambar 3-4 di bawah ini yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan
tutupan lahan yang drastis dari hutan ke budidaya antara tahun 1985 – 1990.

Gambar 3-4. Perubahan tutupan lahan Kabupaten Dharmasraya


1985 – 1990 – 2000 – 2008 - 2016

Penghidupan Masyarakat (Livelihood)


Di Kabupaten Dharmasraya masih terdapat adanya kesenjangan sosial-
ekonomi (kesejahteraan) di antara anggota masyarakatnya.
Di wilayah-wilayah yang relatif terisolasi karena kurangnya sarana dan
prasarana sosial-ekonomi masih terdapat masyarakat dengan tingkat
kesejahteraan yang rendah, baik dari aspek pendapatan (income), pendidikan,
kesehatan, serta kualitas sumber daya alam dan lingkungan. Selain karena
faktor kurangnya sarana dan prasarana, kondisi demikian juga diakibatkan
oleh beberapa faktor lain, di antaranya adalah: SDM belum memadai dari
aspek pengetahuan dan ketrampilan; harga komoditas pertanian dan
perkebunan fluktuatif; belum tertatanya sistem niaga hasil pertanian; pola
perilaku hidup tidak sehat; ketidakamanan pangan; penggunaan pestisida
dalam pertanian; dan penurunan kualitas lingkungan (air, udara, dan tanah).

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
33
Apabila kondisi kesenjangan kesejahteraan masyarakat dibiarkan tidak
terpecahkan terlalu lama, maka dapat menimbulkan berbagai dampak
negatif, seperti misalnya: perambahan hutan; penebangan tanpa izin;
berjangkitnya berbagai penyakit (degenerasi, ISPA, penyakit kulit, KLB
Diare, DBD, Malaria); menurunnya produktivitas dan daya saing, serta
kematian.

Pertumbuhan PDRB tahun 2016 sebesar 5,25 persen menurun dari 5,45
pada tahun 2015. Sebenarnya secara makro nilai PDRB Kabupaten
Dharmasraya disumbang sebagian besar dari sektor pertanian sebesar 31,59
persen dan tahun 2015 sebesar 31,08 persen. Tumbuhnya sektor pertanian
80 persen disumbang oleh sub sektor perkebunan tahunan seperti sawit
dan karet dibandingkan tanaman makanan yang hanya 13 persen.

3,500,000
3,000,000
2,500,000
2,000,000
1,500,000
1,000,000
500,000
0
2012 2013 2014 2015

Jasa Pendidikan
Pertambangan dan Penggalian
a. Pertanian

Gambar 3-5. Nilai PDRB Kabupaten Dharmasraya

Tata Kelola
Tata kelola yang handal dan maju senantiasa menjadi impian banyak
pemangku kepentingan, namun pada kenyataannya hal ini tidak mudah untuk
diwujudkan. Tata kelola sumberdaya alam dan lingkungan di Kabupaten
Dharmasraya tampak masih belum memadai. Hal ini dicerminkan oleh
beberapa faktor. Faktor yang sangat menonjol adalah lemahnya pengawasan
dan penegakan hukum. Contoh yang dapat dilihat dengan mudah adalah
praktek pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang mengakibatkan rusaknya
lingkungan dan pencemaran sungai berupa erosi/sedimentasi dan limbah B-3.
Hal yang sangat menyolok mata tersebut tidak dapat diatasi oleh yang
berwenang.
Faktor-faktor lain di antaranya adalah: belum seimbangnya pembangunan
ekonomi, sosial-budya, dan lingkungan; belum ada rencana rinci tata ruang;
masih lemahnya sinergitas dan koordinasi antar Perangkat Daerah; proses

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
34
perizinan yang memakan waktu lama; kurangnya penataan kawasan
pertambangan Galian C; kegiatan pabrik/limbah industri; ketidakadilan dalam
pemberian izin; penambangan tidak sesuai ketentuan (tata penambangan,
reklamasi dan pengangkutan komoditas tambang); banyaknya IUP
pertambangan yang bermasalah; terlalu luasnya kepemilikan IUP perkebunan
untuk pengusaha besar; CSR perusahaan tidak tepat sasaran; dan
terbatasnya lahan untuk konservasi flora dan fauna.
Sebagai akibat dari lemahnya tata kelola sumberdaya alam dan lingkungan
hidup tersebut di antaranya adalah sebagai berikut: degradasi sumberdaya
alam, kerusakan dan pencemaran lingkungan, sesenjangan sosial-ekonomi
(hilangnya ruang hidup sebagian masyarakat), rendahnya investasi,
berkurangnya flora dan fauna, pencemaran air, rusaknya sarana dan
prasarana umum (terutama jalan), kekurangan lahan untuk kegiatan
ekonomi masyarakat yang dapat memacu konflik sosial, tidak optimalnya
hasil dari berbagai kegiatan ekonomi.

3.2 Analisis Pengaruh Perumusan KRP terhadap Isu


Pembangunan Berkelanjutan (CDF)

3.2.1 Kondisi Lingkungan Hidup


Dalam KLHS ini, yang dimaksud kondisi lingkungan hidup adalah adalah
kondisi lingkungan hidup yang ingin dicapai oleh RTRW Kabupaten
Dharmasraya tahun 2011-2031 atau kondisi lingkungan hidup pada tahun
2031, bukan kondisi lingkungan hidup pada saat ini. Kondisi lingkungan
hidup di akhir periode perencanaan tata ruang termuat dalam tujuan tata
ruang Kabupaten Dharmasraya 2011-2031.

3.2.2 Kerangka Kajian


Setelah CDF disepakati oleh semua pihak, maka disusun kerangka kajian
memuat tujuan, kriteria kajian, dan indikator yang dirumuskan untuk
masing-masing CDF. Tujuan tiap CDF merupakan upaya untuk
mengidentifikasi capaian yang diinginkan terhadap CDF. Kriteria merupakan
lingkup dari CDF yang menggambarkan aspek prioritas capaian di masa
depan yang dilengkapi dengan indikator capaiannya sehingga dapat
menunjukan keterkaitan dan statusnya.

Berdasarkan hasil kerja Pokja KLHS dengan didampingi Tim konsultan maka
kerangka kajian yang disusun dapat dilihat pada Tabel 3-2 di bawah.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
35
Tabel 3-2. Kerangka Kajian - Tujuan, Kriteria, dan Indikator

CDF Tujuan Kriteria Indikator


sumber pendapatan ragam aktivitas
masyarakat lokal ekonomi lokal
(pariwisata, energi,
produksi pangan, kegiatan berpijak pada
Mengkaji upaya minyak sawit, sumber daya alam yang
peningkatan pendapatan pertambangan, menghasilkan
masyarakat dan ekonomi hutan) pendapatan
lokal yang berpijak pada jenis dan ragam
akses terhadap infrastruktur infrastruktur dan
dan pelayanan dan akses terhadap layanan
pemanfaatan sumber daya infrastruktur dan
alam secara berkelanjutan, jumlah penduduk yang
layanan/jasa (sosial
terkait dengan manfaat dari telayani dengan
Penghidupan dan ekonomi)
jasa ekosistem dan infrastruktur dan
Masyarakat jasa/layanan
diversifikasi kegiatan
ekonomi, termasuk
pariwisata, sehingga kegiatan masyarakat
memberikan kontribusi jasa ekosistem yang terkait dengan jasa
untuk mengurangi konflik mendukung ekosistem
sosial, meningkatkan kehidupan
kapasitas dan kesehatan masyarakat jasa ekosistem terkait
masyarakat dalam konteks dangan hutan alami
perubahan iklim
frekuensi dan intensitas
kerentanan terhadap kejadian ekstrim
perubahan iklim langkah-langkah untuk
mengatasi kerentanan
perubahan kawasan
hutan, fragmentasi
habitat dan hilangnya
Mengkaji ketersedian
keanekaragaman hayati
kebijakan dan rencana yang
memadai yang dapat perencanaan dan perubahan tutupan
memotivasi perubahan pengelolaan tekanan lahan, lahan marginal
perilaku budaya, pembangunan dan kerusakan
penggunaan teknologi yang infrastruktur
Alih Fungsi tepat untuk
Lahan mempromosikan praktek- kebijakan dan rencana
praktek produksi untuk mengatasi alih
berkelanjutan, mengurangi fungsi lahan
dampak negatif dari
tekanan pembangunan dan kriteria perizinan
kerentanan terhadap promosi praktek-
praktek program di bidang
perubahan iklim
berkelanjutan dan praktek-praktek
teknologi bersih berkelanjutan dan
teknologi bersih

Mengkaji kapasitas pengendalian kapasitas untuk


Tata Kelola kelembagaan untuk implementasi mengendalikan
koordinasi lintas sektor dan rencana dan pelaksanaan rencana

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
36
CDF Tujuan Kriteria Indikator
penegakan kebijakan dan penegakan kebijakan
peraturan perundang- dan peraturan kapasitas untuk
undangan untuk mengelola perundang-undangan penegakan kebijakan,
alih fungsi lahan secara hukum, dan peraturan
berkelanjutan dan
penggunaan teknologi, untuk disparitas pendapatan
mempromosikan diversifikasi
kegiatan ekonomi, kapasitas untuk
ketahanan terhadap kapasitas mengkoordinasikan
fluktuasi harga, kelembagaan untuk perencanaan
meningkatkan mata koordinasi lintas
pencaharian masyarakat kapasitas untuk
sektor mengkoordinasikan
dan konservasi sumber daya
alam pelaksanaan rencana
Sumber: Hasil Analisis, 2017

Idealnya kerangka kajian di atas dijadikan dasar untuk mengkaji apakah draft atau
rancangan RTRW-revisi telah sesuai dengan tujuan CDF dan kriteria-kriteria
kajiannya.

Namun, pada saat KLHS ini dibuat dan dilaksanakan Pemeritah Daerah sedang
melakukan peninjauan ulang (PK) RTRW yang berlaku dan penyusunan revisi
RTRW baru akan dilakukan tahun depan (2018), maka kerangka kajian yang telah
disusun akan dijadikan landasan untuk menyusun arahan-arahan penyempurnaan
KRP yang wajib diacu dalam menyusun rancangan revisi RTRW yang didampingi
dengan KLHS Revisi RTRW.

A. CDF 1: Penghidupan Masyarakat


Pada CDF 1 terdapat beberapa indikator untuk menggambarkan kondisi
penghidupan masyarakat di Kabupaten Dharmasraya. Salah satu indikator yang
yang ditentukan atas kesepakatan Pokja adalah ragam aktivitas ekonomi lokal.
Ragam aktivitas ekonomi lokal ditunjukkan dari data konstribusi sektor
lapangan usaha untuk PDRB Kabupaten Dharmasraya (Tabel 3-3).

Tabel 3-3. Persentase Kontribusi PDRB Berbagai Sektor Tahun 2012-2015

Persentase Kontribusi PDRB pada


No. Sektor Tahun (%)
2012 2013 2014 2015
1 Pertanian, Kehutanan dan 30,69 30,84 31,05 31,03
Perikanan
2 Pertambangan dan Penggalian 11,83 11,52 10,90 9,87
3 Industri Pengolahan 6,67 6,27 6,00 5,89
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,01 0,01 0,01 0,02
5 Pengadaan Air, Pengolahan 0,01 0,01 0,01 0,01
Sampah, Limbah dan Daur
Ulang
6 Kontruksi 11,20 11,54 11,95 12,88
7 Perdagangan Besar dan 12,61 12,67 12,62 13,18
Eceran

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
37
Persentase Kontribusi PDRB pada
No. Sektor Tahun (%)
2012 2013 2014 2015
8 Transportasi dan 5,32 5,56 5,77 5,83
Pergudangan
9 Penyediaan Jasa Akomodasi 0,79 0,81 0,82 0,88
Makanan dan Minuman
10 Informasi dan Komunikasi 5,50 5,28 5,43 5,18
11 Jasa Keuangan dan Ansuransi 2,16 2,17 2,24 2,31
12 Real Estate 2,05 2,06 2,10 2,20
13 Jasa Perusahaan 0,02 0,02 0,02 0,02
14 Adm Pemerintahan, 6,72 6,65 6,35 5,87
Keamanan, dan Jamsos
15 Jasa Pendidikan 2,22 2,34 2,46 2,55
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan 1,54 1,57 1,59 1,60
Sosial
17 Jasa Lainnya 0,64 0,69 0,68 0,69
Total PDRB 5.741.295 6.432.827 7.175.163 7.719.364
(Milyar Rupiah)
Sumber: Diolah dari Kabupaten Dharmasraya dalam Angka, 2016

Terdapat 17 ragam sektor lapangan usaha yang ada di Kabupaten Dharmasraya.


Jumlah ini masih diklasifikasi kembali menjadi beberapa sub-sektor dan
spesifikasi jenis usaha yang dilakukan. Secara umum, ke tujuh belas sektor
tersebut dapat menjadi gambaran aktivitas lokal apa saja yang menjadi sumber
pendapatan masyarakat di Kabupaten Dharmasraya. Tabel 3-3 diatas dapat pula
ditunjukkan pada Gambar 3-6 berikut.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
38

Kontribusi Sektor terhadap PDRB Kabupaten Dharmasraya


35

30
Persentase Kontribusi Sektor terhadap PDRB

25

20

15

10

0
2012 2013 Tahun 2014 2015

Pertanian, Kehutanan dan Perikanan


Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Kontruksi
Perdagangan Besar dan Eceran
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Jasa Akomodasi Makanan dan Minuman
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Ansuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Adm Pemerintahan, Keamanan, dan Jamsos
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa Lainnya

.
Gambar 3-6. Grafik Persentase Kontribusi PDRB Berbagai Sektor Tahun 2012-2015
Sumber: Diolah dari Kabupaten Dharmasraya dalam Angka, 2016

Tabel 3-3 dan Gambar 3-6 di atas menunjukkan bahwa sektor yang paling tinggi
berkontribusi pada PDRB adalah sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
(PKP). Dari sektor tersebut didapat bahwa sub sektor pertanian menyumbang
paling besar bagi PDRB, ditunjukkan pada Tabel 3-4.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
39

Tabel 3-4. Persentase Kontribusi PDRB pada Sektor Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan Tahun 2012-2015

Persentase Kontribusi PDRB pada sektor


Sub-Sektor PKP pada Tahun (%)
2012 2013 2014 2015
Pertanian 27,5 27,6 27,8 27,5
Kehutanan dan 1,64 1,66 1,66 1,87
Penebangan Kayu
Perikanan 1,54 1,55 1,60 1,64
Sumber: Diolah dari Kabupaten Dharmasraya dalam Angka, 2016

Dapat dilihat bahwa sub-sektor pertanian menyumbang paling banyak bagi


PDRB Kabupaten Dharmasraya. Pada kurun waktu 2012 hingga 2015
persentase kontribusi sub sektor pertanian relatif konstan pada kisaran 27,5-
27,8%, dan terjadi fluktuasi perubahan yang tidak begitu signifikan (0,1-0,3%).
Dari sub-sektor pertanian, terdapat beberapa jenis sumber pendapatan yang
terdiri dari: (1) Tanaman Bahan Makanan; (2) Tanaman Holtikultura Semusim;
(3) Tanaman Perkebunan Semusim; (4) Tanaman Holtikultura Tahunan; (5)
Tanaman Perkebunan Tahunan; (6) Peternakan dan Hasil-Hasilnya; (7) dan Jasa
Pertanian dan Perburuan. Dari ketujuh sumber pendapatan tersebut, tanaman
perkebunan tahunan menjadi penyumbang paling besar untuk sub-sektor
petanian. Pada tahun 2015, tanaman perkebunan tahunan berkontibusi sebesar
77,17% untuk sub sektor pertanian.

Kecenderungan pada sub sektor pertanian maupun sektor PKP secara umum
menunjukkan bahwa terdapat konsistensi kontribusi pendapatan pada tahun
2012-2015. Untuk itu perlu dicari faktor pendorong kunci yang dapat
meningkatkan kontribusi PDRB pada sub-sektor pertanian, hal ini dikarenakan
potensi pemanfaatan SDA dari sub-sektor ini amatlah besar. Guna memberi
perbandingan pemanfaatan SDA di Kabupaten Dharmasraya, data pada Gambar
3-6 di atas menunjukkan adanya aktivitas penambangan dan penggalian sebagai
salah satu ragam aktivitas ekonomi lokal, dimana merupakan pemanfaatan
potensi SDA. Gambar 3-7 menunjukkan grafik perubahan %PDRB dari sektor
penambangan dan penggalian.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
40

%PDRB dari Sektor Pertambangan dan Penggalian


12.00

11.50
Persentase, %

11.00

10.50

10.00

9.50
2012 2013 2013 2014 2014 2015 2015
Tahun

Gambar 3-7. Persentase Kontribusi PDRB dar Sektor Pertambangan dan Penggalian
Sumber: Diolah dari Kabupaten Dharmasraya dalam Angka, 2016

Gambar 3-7 menunjukkan adanya penurunan kontribusi PDRB dari sektor


pertambangan dan penggalian. Rata-rata penurunan kontribusi PDRB untuk
sektor ini dalam kurun waktu 2012-2015 sebesar 0,65%.

Penjabaran mengenai persentase kontribusi PDRB pada sektor PKP dan


pertambangan dan penggalian dapat pula menjawab indikator lainnya pada CDF
1 yaitu indikator kegiatan berpijak pada sumber daya alam yang menghasilkan
pendapatan, bahwa kegiatan pemanfatan SDA di Kabupaten Dharmasraya
berpijak pada sektor PKP dan pertambangan dan penggalian, dimana sub-
sektor pertanian mendominasi.

Untuk indikator selanjutnya yaitu jenis dan ragam infrastruktur dan layanan,
untuk saat ini dapat teridentifikasi untuk layanan infrastruktur distribusi air dan
pelayanan kesehatan. Selanjutnya untuk indikator jumlah penduduk yang
telayani dengan infrastruktur dan jasa/layanan, untuk pelayanan distribusi air
minum (sistem perpipaan dan non-perpipaan) ditunjukkan oleh Gambar 3-8
berikut.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
41
% Penduduk Terlayani Pelayanan Air Minum
85.0
80.0
75.0
70.0
Persentase

65.0
60.0
55.0
50.0
45.0
40.0
2013 2014 2015 2016
Tahun

Gambar 3-8. Persentase Penduduk Terlayani oleh Distribusi Air Minum Tahun 2013-2016
Sumber: Hasil Analisis Data Pokja, 2017

Dari Gambar 3-8 di atas, didapat peningkatan persentase penduduk yang


terlayani. Rata-rata peningkatan tiap tahun persentase penduduk yang terlayani
dalam kurun waktu 2013- 2016 sebesar 11,19%. Hal lain yang dapat diamati
perubahannya yaitu pada pelayanan kesehatan, dalam hal ini tergambar melalui
rasio puskesmas per 30.000 jiwa (Gambar 3-9). Pada Gambar 3-9 tersebut,
terdapat fluktuasi rasio puskesmas, dimana terdapat peningkatan pada kurun
waktu 2012-2014 dan mengalami penurunan pada tahun 2014-2016. Pada
dasarnya, jumlah puskesmas di Kabupaten Dharmasraya meningkat. Tercatat
ada penambahan 2 puskesmas dalam kurun waktu 2013 ke 2016 (dari 12
menjadi 14 puskesmas). Namun, penambahan jumlah puskesmas belumlah
seimbang dengan pertumbuhan penduduk yang terjadi di Kabupaten
Dharmasarya.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
42

Rasio Puskesmas/30000 jiwa


2 2014, 1.96
1.95
1.9 2013, 1,9
1.85
1.8
Rasio

2012, 1.76 2015, 1.75


1.75 2016, 1.7
1.7
1.65
1.6
1.55
2012 2013 2014 2015 2016
Tahun

Gambar 3-9. Rasio Puskesmas per 30.000 Jiwa di kabupaten Dharmasraya Tahun 2012-2016
Sumber: Hasil Analisis Data Pokja, 2017

Selanjutnya untuk indikator yang menjelaskan kriteria kerentanan terhadap


perubahan iklim akan dibahas pada analisis enam muatan.

B. CDF 2: Alih Fungsi Lahan


Pada CDF alih fungsi lahan terdapat indikator perubahan tutupan lahan.
Tutupan lahan di Kabupaten Dharmasraya yang dapat teridentifikasi datanya
yaitu tutupan lahan untuk lahan non pertanian, lahan sawah, lahan kering, lahan
perkebunan, lahan hutan dan badan air. Perubahan tutupan lahan ditunjukkan
pada

Gambar 3-10. Gambar tersebut menunjukkan grafik perubahan lahan dari


tahun 2013 hingga 2016. Perubahan tutupan lahan untuk masing-masing jenis
tutupan lahan sangat fluktuatif, namun secara umum didominasi oleh lahan
perkebunan. Hal ini relevan dengan indikator ragam aktivitas ekonomi lokal
dimana sektor pertanian untuk tanaman perkebunan tahunan berkontribusi
paling besar pada PDRB. Secara spasial kondisi terkini tutupan lahan
ditunjukkan pada Gambar 3-11.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
43
Luas Lahan Non Pertanian (Ha) Luas Lahan Sawah (Ha)
250,000
Luas lahan Kering (Ha) Luas Lahan Perkebunan (Ha)

Luas Lahan Hutan (Ha) Luas Lahan Badan Air (Ha)

Linear (Luas Lahan Non Pertanian (Ha)) Linear (Luas lahan Kering (Ha))

Linear (Luas Lahan Perkebunan (Ha)) Linear (Luas Lahan Hutan (Ha))

218,007

200,000
191,653

178,603

150,000
146,156

100,000
92,694
89,551

57,288
53,266 51,822
50,000
47,414
41,481

30,148

15,808 15,947 15,473 14,665


7,984
3,680 2,914 5,049
-
2013 2014 2015 2016

Gambar 3-10. Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2013-2016


Sumber: Hasil Analisis Data Pokja, 2017

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
44

Gambar 3-11. Kondisi Tutupan Lahan kabupaten Dharmasraya 2016


Sumber: Hasil Analisis Data Pokja, 2017

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
45
Selain kondisi tutupan lahan kerusakan infrastruktur (dalam hal ini jalan) perlu
diketahui sebagai salah satu indikator. Gambar 3-12 merupakan data kerusakan
jalan di Kabupaten Dharmasraya tahun 2013-2016.
350

300
R² = 0.9085
250
Kilometer

200

150

100

50

0
2013 2014 2015 2016
Tahun

Gambar 3-12. Jumlah Kerusakan Jalan kabupaten Dharmasraya Tahun 2013-2016


Sumber: Hasil Analisis Data Pokja, 2017

Gambar 3-12 menunjukkan adanya penurunan jumlah kerusakan jalan di


Kabupaten Dharmasraya pada kurun waktu 2013 ke 2016. Namun, penurunan
ini tidaklah signifikan.

C. CDF 3: Tata Kelola


Analisis untuk indikator pada CDF Tata Kelola dilakukan secara kualitatif.
Analisis ini dilakukan guna mengevaluasi dan mencari kondisi tata kelola yang
ada di Kabupaten Dharmasraya. Secara singkat, analisis tersebut ditunjukan
pada Tabel 3-5.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
46

Tabel 3-5. Analisis Indikator pada CDF Tata Kelola

Kondisi Saat Kondisi


Indikator Kenapa / Drivers Trend
Ini Sebelumnya
- Pelaksanaan - Keterbatasan dan
- Belum ada
SOP perizinan Kualitas SDM yang
SOP perizinan
belum optimal masih terbatas
- Mempermudah dan
- Perizinan memangkas birokrasi
- Satu Pintu
masih di yang berbelit mahal
kapasitas untuk Proses perizinan
sektor terkait dan kompleks dalam
mengendalikan proses perizinan
Adanya arah
pelaksanaan - Aturan yang
- Peran peningkatan
rencana - Peran BKPRD dipersyaratkan dalam
BKPRD belum dalam
semakin optimal pelaksanaan rencana pengendalian
optimal
tata ruang dan penegakan
- Pola monev - Keterbatasan dan kebijakan/perat
- Pola monev
yang belum Kualitas SDM yang uran namun
yang belum jelas
jelas masih terbatas harus didukung
- Ego sektoral dengan upaya
- Penegakan - Penegakan peningkatan
- PPNS yang masih SDM yang
aturan masih aturan masih
kapasitas untuk terbatas ditunjang oleh
lemah lemah
penegakan kebijakan yang
- Penerapan
kebijakan, - Penerapan jelas/tegas dan
sanksi - Tim pengendalian
hukum, dan sanksi komitmen
pelanggaran dan penegakan
peraturan pelanggaran tata semua pelaku
tata ruang aturan belum ada
ruang belum ada pembangunan
belum ada
- Arah
- Arah
pembangunan
Pembangunan
didasarkan - Kebijakan dan
disparitas didasarkan
pada komitmen
pendapatan dengan nawacita
kecenderunga pembangunan
membangun dari
n arah
pinggiran
pembangunan
- Peran Pokja - Peran Pokja - Pemahaman
Perencanaan Perencanaan terhadap peran dan
Tata Ruang Tata Ruang fungsi BKPRD yang
kapasitas untuk belum optimal belum optimal masih kurang
mengkoordinasik - Kepedulian - Kepedulian
an perencanaan sektor yang sektor yang Masih lemah
terlibat dalam terlibat dalam perlu adanya
koordinasi koordinasi peningkatan
masih kurang masih kurang kesepahaman
antar pelaku
kapasitas untuk - Peran Pokja - Peran Pokja
mengkoordinasik Pengendalian Pengendalian
an pelaksanaan Tata Ruang Tata Ruang
rencana belum optimal belum optimal

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
47
3.2.3 Analisis Enam Muatan KLHS
Di dalam PP No. 46 Tahun 2016 tentang tata cara penyelenggaraan KLHS,
kajian sekurangnya memuat enam aspek yang dijelaskan secara ringkas pada
Tabel 3-6. Penjelasan Aspek Muatan KLHSTabel 3-6.
Tabel 3-6. Penjelasan Aspek Muatan KLHS

No. Aspek Penjelasan/Ilustrasi


1. Kapasitas daya dukung dan a. Kemampuan suatu ekosistem untuk mendukung
daya tampung lingkungan suatu aktivitas sampai pada batas tertentu;
hidup untuk pembangunan b. Untuk menentukan apakah suatu kegiatan masih
dapat ditambahkan dalam suatu ekosistem tertentu
atau untuk menentukan apakah suatu kawasan
lingkungannya masih mampu mendukung
perikehidupan manusia dan mahluk hidup lain.
c. Bisa diukur dari beberapa variable, seperti
tanah/lahan dan air.
d. Daya tampung lingkungan hidup dapat diukur dari
tingkat asimilasi media ketika menerima gangguan
dari luar.
2. Perkiraan mengenai dampak a. Dampak suatu kebijakan, rencana, dan/atau
dan risiko lingkungan hidup program terhadap terjadinya perubahan lingkungan
hidup yang mendasar;
b. Bisa diukur dari beberapa media lingkungan.
3. Kinerja layanan/jasa Layanan atau fungsi ekosistem dikategorikan dalam 4
ekosistem (empat) jenis layanan, yaitu layanan
fungsional/penyediaan, layanan regulasi, layanan kultural,
dan layanan pendukung kehidupan.
4. Efisiensi pemanfaatan a. Tingkat optimal pemanfaatan sumberdaya alam di
sumber daya alam mana kebutuhan terpenuhi namun sumber daya
alam beserta ekosistemnya dapat tetap dilestarikan.
b. Dapat diukur berdasarkan kesesuaian antar tingkat
pemanfaatan dan pencadangan terhadap potensi
dan kebutuhan.
c. Dapat pula diukur dengan nilai manfaat sumber
daya alam melalui valuasi ekonomi.
5. Tingkat kerentanan dan Kondisi lingkungan yang diukur dari kemungkinan
kapasitas adaptasi terhadap dampak perubahan iklim, apakah semakin memburuk
perubahan iklim (seperti peningkatan muka air laut atau perubahan cuaca
yang ekstrim) atau mempunyai daya lenting/kapasitas
untuk menyesuaikan.
6. Tingkat ketahanan dan a. Kondisi lingkungan yang diukur dengan indeks
potensi keanekaragaman keanekaragaman hayati, apakah cenderung tetap,
hayati menurun, atau meningkat.
b. Ukuran lain bisa dipakai, seperti kepunahan,
kemerosotan dan kerusakan.

Dalam laporan ini akan disajikan sintesis hasil analisis 6 muatan KLHS di
Kabupaten Dharmasraya. Hasil kajian detil dapat dilihat dalam Lampiran 8.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
48
Kapasitas Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup
(DDDTLH) untuk Pembangunan
Ambang batas jasa ekosistem penyedia pangan dan air digunakan sebagai
variabel untuk menganalisis dan mengkuantifikasi kemampuan lingkungan
atau DDDTLH Kabupaten Dharmasraya. Yang dimaksud dengan "daya
dukung Lingkungan Hidup" yaitu kemampuan Lingkungan Hidup untuk
mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan
antar keduanya. Sementara "daya tampung Lingkungan Hidup" adalah
kemampuan Lingkungan Hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau
komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
Analisis DDDTLH dilakukan secara spasial berdasarkan kondisi
ketersediaan dan kebutuhan saat sekarang, yang diwakili oleh data tahun
2015. Sedangkan analisis ketersediaan dan kebutuhan di masa depan akan
dilakukan kemudian setelah mendapatkan pilihan-pilihan rencana dan
program penyempurnaan RTRW pada kelanjutan KLHS ini.
Pada analisis daya dukung lingkungan untuk bahan pangan, diperoleh dari
perhitungan selisih antara ketersediaan dan kebutuhan. Hasil analisis
menunjukkan bahwa secara umum status daya dukung pangan di Kabupaten
Dharmasraya hingga tahun 2015 belum terlampaui, tetapi terdapat daerah-
daerah yang telah melampaui ambang batas yaitu Sungai Rumbai dan
sepanjang perbatasan Kecamatan Koto Salak, Tiumang, Koto Baru, Padang
Laweh, dan Sitiung, serta sebagian kecil wilayah di barat IX Koto, timur
Koto Besar, dan timur Pulau Punjung sebagaimana disajikan dalam Gambar
3-13.

Gambar 3-13. Peta status DDLH penyedia pangan

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
49

Sedangkan status daya dukung penyedia air bersih di Kabupaten


Dharmasraya secara keseluruhan hingga tahun 2015 masih belum
melampaui daya dukungnya karena ketersediaan yang lebih besar bila
dibandingkan dengan kebutuhannya.

Gambar 3-14. Peta status DDLH penyedia air bersih

Perkiraan mengenai Dampak dan Risiko Lingkunga Hidup


Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup di Kabupaten
Dharmasraya dianalisis dan diukur melalui dua media lingkungan yaitu
sumber daya alam dan ruang/lahan.
Pertama, konflik penggunaan lahan masih menjadi salah satu permasalahan
utama dalam pengelolaan lingkungan hidup. Tumpang tindih lokasi
pemanfaatan antar sumber daya alam dapat mengakibatkan kerusakan
lingkungan, terutama apabila pemanfaatan yang dilakukan tidak
memerhatikan fungsi ekologi atau jasa ekosistem di suatu kawasan. Analisis
menunjukkan adanya indikasi tumpang tindih pemanfaatan sumber daya alam
di sektor perkebunan, pertanian, dan kehutanan sebesar 3.686,992 ha.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
50

Gambar 3-15. Peta perkiraan konflik antara lahan dengan perizinan kehutanan
dan lahan dengan perizinan pertambangan

Kedua, analisis alokasi pemanfaatan lahan RTRW antara kawasan lindung


dan kawasan budidaya berdasarkan RTRW 2011-2031 dengan tutupan lahan
2014 di Kabupaten Dharmasraya menunjukkan adanya konflik tata ruang,
terutama adanya fungsi pemanfaatan budidaya pertanian di kawasan hutan
dengan total luasan 51.000 Ha
Ketiga, pemodelan spasial persebaran timbulan sampah pada tahun 2017
berdasarkan jumlah populasi pada tahun 2015 menunjukkan bahwa
persebaran timbulan sampah di Kabupaten Dharmasraya timbulan sampah
terbanyak berada di sepanjang perbatasan Kecamatan Koto Salak, Tiumang,
Koto Baru, Padang Laweh, dan Sitiung. Sementara itu, secara akumulatif,
kecamatan yang menghasilkan timbulan sampah domestik terbanyak adalah
IX Koto, Sitiung, dan Koto Baru. Pembangunan infrastruktur persampahan
berada di wilayah yang memang menghasilkan timbulan sampah besar,
namun secara kapasitas harus dilihat pula apakah infrastruktur persampahan
yang ada dapat menampung timbulan sampah yang dihasilkan.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
51

Gambar 3-16. Peta Ketersediaan Infrastruktur Persampahan Dengan Sumber


Timbulan Sampah Tahun 2017

Keempat, potensi pencemaran air baik dari point source dan non-point
source atau diffuse source berupa BOD, COD, dan TSS disajikan pada tabel
di bawah.
Tabel 3-7. Potensi Pencemaran Air

Kecamatan Total zat pencemar (Kg/hari)


COD BOD TSS
Asam Jujuhan 104170.767 69461.938 190.577
IX Koto 482197.841 321533.458 781.676
Koto Baru 14006.566 9369.963 378.178
Koto Besar 127097.157 84764.632 405.378
Koto Salak 11810.673 7928.530 632.626
Padang Laweh 8932.041 5961.364 82.917
Pulau Punjung 105542.912 70410.118 567.785
Sitiung 56400.746 37687.352 1000.055
Sungai Rumbai 4187.711 2805.476 158.913
Timpeh 209193.919 139497.756 408.591
Tiumang 4370.020 2946.632 382.435
Sumber: Hasil Analisis, 2017

Dikaitkan dengan kondisi pada akhir masa perencanaan 2031. Program-


program perwujudan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan
rencana kawasan strategis kabupaten tentu akan memiliki potensi dampak
dan/atau risiko lingkungan hidup sebagaimana diuraikan di atas.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
52
Kinerja Layanan/Jasa Ekosistem
Di Kabupaten Dharmasraya terdapat 7 (tujuh) ekoregion, yaitu: (1) Dataran
Fluvial Sumatera; (2) Dataran Struktural Jalur Bukit Barisan; (3) Pegunungan
Struktural Jalur Bukit Barisan; (4) Pegunungan Vulkanik Jalur Bukit Barisan;
(5) Perbukitan Karst Sumatera; (6) Perbukitan Struktural Jalur Bukit
Barisan; dan (7) Perbukitan Vulkanik Jalur Bukit Barisan. Setiap ekoregion
memiliki jasa ekosistem yang lebih dominan dibandingkan jasa ekosistem
lainnya. Dari pemetaan jasa ekosistem maksimum diketahaui bahwa setiap
satu wilayah ekoregion memiliki satu nilai maksimum dari 12 nilai jasa
ekosistem yang dihasilkan. Nilai maksimum tersebut menunjukkan jenis jasa
ekosistem yang dominan untuk satu wilayah ekoregion. Melalui hasil analisis
dan perhitungan, diperoleh proporsi jenis jasa ekosistem di setiap
ekoregion Kabupaten Dharmasraya dan jasa ekosistem dominannya.
Hasil analisis menunjukkan bahwa ekoregion Perbukitan Struktural Jalur
Bukit Barisan memiliki nilai jasa ekosistem yang paling tinggi, dengan bentuk
jasa ekosistem produksi primer, siklus hara, genetic, ekoturisme, dan
penyerbukan alami. Sedangkan nilai jasa ekosistem tertinggi kedua berada di
dataran fluvial Sumatera dengan jasa ekosistem pangan, siklus hara, produksi
primer, kualitas udara dan penyerbukan alami.
Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Dharmasraya memiliki peluang yang
tinggi untuk memanfaatkan berbagai jasa ekosistem yang ada untuk
pertumbuhan ekonomi. Namun perlu diingat bahwa dalam satu kelompok
ekoregion terdapat berbagai jasa yang saling ketergantungan, jika satu jasa
ekosistem melampaui kapasitasnya maka ada jasa ekosistem lain yang akan
rusak atau bahkan hilang sehingga diperlukan kebijaksanaan untuk mengatur
pemanfaatannya.
Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam memperlihatkan tingkat optimal
pemanfaatan sumberdaya alam dimana kebuthuhan terpenuhi namun
sumber daya alam beserta ekosistemnya dapat tetap dilestarikan. Efisensi
pemanfaatan dinilai dari kondisi atau fungsi rencana pola ruang yang
diinginkan pada tahun 2031 sebagaimana tercantum dalam RTRW 2011-
2031 dibandingkan terhadap tutupan lahan faktual berdasarkan tutupan
lahan tahun 2014. Jasa ekosistem yang diperhitungkan adalah jasa ekosistem
penyediaan bahan pangan dan jasa ekosistem pengaturan tata air dan banjir.
Berdasarkan pada indeks jasa ekosistem, tutupan lahan faktual, dan rencana
pola ruangnya diperoleh rata-rata efisiensi sebagai berikut:
 Pemanfaatan ruang untuk jasa penyedia pangan sudah pada lokasi yang
tepat dengan efisiensi jasa ekosistem yang baik dari 50% hingga 90%,
Namun masih ada peluang meningkatkan efisiensi karena masih banyak
lahan yang diperuntukkan sebagai penyedia pangan masih belum
dimanfaatkan.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
53
 Pemanfaatan ruang untuk jasa pengaturan tata air dan banjir sebagian
besar telah memiliki efisiensi antara 50% - 80%. Jasa Ekosistem
pengaturan air merupakan jasa ekosistem yang penting guna
mempertahankan daya dukung lingkungan dalam menyediakan sumber
air bagi flora dan fauna, manusia, dan aktifitas manusia. Kabupaten
Dhamasraya secara umum memiliki kualitas jasa ekosistem pengaturan
tata air yang baik di bagian barat Kabupaten Dhamasraya (atau bagian
Bukit Barisan) sehingga pada wilayah ini harus dipertahankan
pemanfaatan lahannya agar tidak berubah sehingga dapat menurunkan
nilai efisiensinya.

Tingkat Kerentanan dan Kapasits Adaptasi terhadap Perubahan


Iklim
Potensi kerentananan terhadap perubahan iklim dapat dilihat dari besaran
emisi GRK. Emisi GRK ini terjadi akibat konsumsi energi fosil (bensin,
minyak tanah, minyak solar, dan LPG), penggunaan pupuk, kotoran ternak,
perubahan lahan, produksi limbah padat dan cair domestik, serta akibat
produksi batubara. Emisi GRK tersebut diperkirakan akan terus meningkat
seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi, penduduk, jumlah ternak,
produksi batubara, penggunaan pupuk.

Adapun emisi GRK yang terjadi akibat perubahan lahan sangat tergantung
atas rencana pemanfaatan lahan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dengan demikian diperlukan
RTRW yang selain berdampak terhadap peningkatan ekonomi juga mampu
menekan laju perubahan stok karbon.

Berdasarkan analisis didapatkan bahwa potensi emisi GRK Kabupaten


Dharmasraya berdasarkan data tahun 2016 mencapai 663.610 ton CO2e.
Sektor penghasil emisi GRK terbanyak adalah Sektor AFOLU yang
mencapai 61,89%, disusul Sektor Energi sebanyak 37,78%, dan sektor limbah
(hanya 0,33%). Dari 61,89% sumbangsih emisi GRK Sektor AFOLU, 49,94%
diantaranya terjadi karena adanya perubahan lahan. Persentase tersebut
ditunjukan pada Gambar 3-17

Sedangkan potensi emisi GRK Kabupaten Dharmasraya berdasarkan RTRW


2011-2031 akan mengurangi stok karbon sebanyak 6.725.317 Ton C selama
20 tahun ke depan, atau menurun rata-rata 336.266 Ton C per tahun.
Pengurangan stok karbon ini menggambarkan adanya kebijakan pengalihan
kawasan hutan menjadi non hutan yang berdampak terhadap terjadinya
penurunan stok karbon dari tanaman, yang akan menghasilkan emisi CO2
rata-rata sebanyak 1.175.244 ton per tahun.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
54
0%

Energi
38%
Peternakan
Pertanian
50%
Perubahan Lahan
Limbah

1%
11% 2016: 663.610 Ton CO2e

Gambar 3-17. Persentase Sektor Penghasil Emisi CO2 di Kabupaten


Dharmasraya

Selain emisi GRK tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap


perubahan iklim di Kabupaten Dharmasraya dapat dilihat paling tidak dari 4
(empat) parameter yaitu: banjir, longsor, kebakaran hutan/lahan, dan angin
puting beliung.
Banjir. Air permukaan yang merupakan salah satu sumber air juga dapat
mengakibatkan bencana banjir jika volume ketersediaan berlimpah.
Kabupaten Dharmasraya rentan terhadap bencana banjir setiap tahunnya
yang disebabkan oleh curah hujan tinggi dan penurunan muka tanah.
Bencana banjir selama setahun pada Tahun 2015 terjadi sebanyak 3 kali.
Bencana banjir tersebut menimbulkan kerugian yang cukup besar namun
tidak ada korban yang meninggal.
Longsor. Bencana longsor di Kabupaten Dharmasraya masih terjadi, namun
pada tahun 2015 hanya sekali longsor dalam setahun. Hal ini disebabkan
oleh tingginya penyerapan air permukaan oleh tanah dimana fungsi
ekosistem sebagai pengikatan batuan dan tanah berjalan dengan baik.
Kebakaran. Bencana kebakaran hutan/lahan juga terjadi Kabupaten
Dharmasraya. Total Kebakaran hutan/lahan paling besar seluas 27 Ha terjadi
di Kecamatan Pulau Punjung dengan total kerugian Rp 484.000.000.
Puting Beliung. Kejadian lain seperti angin puting beliung juga terjadi di
Kecamatan Sitiung dan Padang Laweh pada tahun 2015. Bencana angin
puting beliung ini menimbulkan kerugian dengan total Rp. 130.000.000,00.
JIka dilihat dari jumlah bencana yang terkait dengan perubahan iklim, maka
dapat dilihat bahwa Kabupaten Dharmasraya relatif aman dari bencana
besar namun aspek kebencanaan ini masih perlu dipertimbangkan dalam
perumusan pilihan-pilihan rencana dan program

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
55
Penataan ruang perlu memperhatikan berbagai bencana yang ditimbulkan
akibat perubahan iklim seperti diuraikan di atas. Artinya, penataan ruang
wajib mengikuti prinsip-prinsip pembangunan rendah emisi sehingga dapat
mengurangi dampak perubahan iklim.
Tingkat Ketahanan dan Potensi Keanekaragaman Hayati
Di Kabupaten Dharmasraya tercatat ditemukan jenis-jenis hewan menyusui
seperti rusa, musang, gajah dan sebagainya serta jenis burung, reptil, ikan,
serangga, dan tumbuh-tumbuhan. Dari flora dan fauna yang dilindungi
terdapat beberapa yang endemik dan terancam.
Analisis spasial menunjukkan bahwa Kabupaten Dharmasraya memiliki
potensi jasa ekosistem pendukung keanekaragaman hayati yang cukup tinggi.
Indeks jasa ekosistem (ije) keanekaragaman hayati yang tinggi tersebar
hampir di semua wilayah Ekoregion Kabupaten Dharmasraya, namun
persebaran ije keanekaragaman hayati tinggi secara merata di Dataran
Struktural Jalur Bukit Barisan dan Pegunungan Vulkanik Jalur Bukit Barisan.
Meskipun demikian, analisis lebih lanjut tentang jasa ekosistem pendukung
keanekaragaman hayati menunjukkan bahwa sebagian besar kawasan ije
tinggi di Kabupaten Dharmasraya memiliki shape index yang rendah dan
terhubung satu sama lain. Petak-petak ekosistem pendukung
keanekaragaman hayati berukuran besar, tersebar dan dengan shape index
yang rendah, yang berarti memberikan ancaman eksposure pada satwa di
dalam petak ekosistem tersebut. Upaya peningkatan keterhubungan antara
petak-petak tersebut dapat meningkatkan potensi terpeliharanya
keanekaragaman hayati di Kabupaten Dharmasraya.
Dari uraian di atas berarti bahwa perencanaan tata ruang harus
memperhatikan keutuhan ekosistem di dua wilayah keanekaragaman tinggi
(Dataran Struktural Jalur Bukit Barisan dan Pegunungan Vulkanik Jalur Bukit
Barisan) serta berupaya untuk meningkatkan keterhubungkan antar petak-
petak ekosistem.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
BAB IV
PERUMUSAN ALTERNATIF
57

4 PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP


Perumusan alternatif pada KLHS PK RTRW berisi rumusan alternatif tujuan
dan kebijakan, strategi pencapaian tujuan dan kebijakan serta arahan
penyusunan rencana (rencana pola ruang, struktur ruang dan kawasan
strategis). Perumusan dilakukan dalam satu FGD Pokja KLHS dengan
difasilitasi oleh Tim Konsultan. FGD dilakukan di kantor Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Dharmasraya.

4.1 Perumusan Alternatif Tujuan dan Kebijakan


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Dharmasraya 2018-2031
Pokja KLHS, yang di dalamnya terdapat perencana, mengusulkan bahwa
kondisi ideal yang diinginkan untuk diwujudkan di Kabupaten Dharmasraya
pada tahun 2031 digambarkan sebagai berikut:
a. Menjadikan Kabupaten Dharmasraya sebagai pusat
konektivitas ekonomi yang didukung oleh infrastruktur
Kabupaten Dharmasraya terletak di lokasi yang sangat strategis, di
perbatasan dan persimpangan jalan lintas Sumatera antara tiga provinsi,
yaitu Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jambi, dan Provinsi Riau.
Walaupun lokasinya sangat strategis, namun ekonomi lokalnya kurang
berkembang secara optimal. Hal ini dikarenakan di Kabupaten
Dharmasraya kurang terdapat daya tarik sehingga orang yang
melintasinya jarang singgah untuk kepentingan wisata, belanja,
kepentingan lainnya. Perlu dikembangkan daya tarik di Kabupaten
Dharmasraya sehingga orang yang melewatinya tertarik untuk singgah
dan belanja. Kabupaten Dharmasraya memiliki potensi daya tarik
wisata yang meliputi wisata budaya/sejarah, wisata alam, wisata
waterfront, serta penyedian barang dan jasa yang mendukungnya.
b. Menjadikan Kabupaten Dharmasraya sejahtera, nyaman, dan
aman.
Walaupun pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dharmasraya cukup
bagus, melebihi rata-rata dari seluruh kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Barat, namun masih terdapat penduduk yang kurang mampu
dan hidup di bawah standar kesejahteraan. Di beberapa kecamatan
masih terdapat nagari-nagari yang tertinggal dari nagari-nagari lainnya.
Dengan melimpahnya sumber daya alam, seharusnya di Kabupaten
Dharmasraya tidak ada lagi kemiskinan. Budidaya pertanian dan
perkebunan hendaknya menerapkan prakterk-praktek terbaik dan
didukung dengan teknologi pasca panen dan pasar sehingga didapat
nilai tambah produk pertanian.
Pada tahun 2031 Kabupaten Dharmasraya hendaknya menjadi tempat
yang nyaman untuk ditinggali. Kabupaten Dharmasraya harus memiliki

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
58
lingkungan yang bersih. Kalau pun terdapat banyak industri, namun
industri di kabupaten yang ramah lingkungan. Ibukota kabupaten dan
ibukota kecamatan hendaknya menjadi kota hijau dan ramah serta
terbebas dari kemacetan lalu-lintas.
Sedangkan Kabupaten Dharmasraya yang aman diartikan sebagai
kabupaten yang bebas atau minim kriminalitas dan konflik sosial serta
aman dari ancaman bencana banjir, kebakaran, dan bencana lainnya.
c. Meningkatkan akses terhadap pemanfaatan lahan yang
berkelanjutan.
Pada kondisi saat ini, penguasaan lahan di Kabupaten sangat didominasi
oleh dunia usaha, terutama usaha perkebunan dan pertambangan.
Perpanjangan izin usaha yang dikeluarkan Pemerintah sering tidak
dikonsultasikan dan disosialisakan kepada pemangku kepentingan di
daerah. Tidak jarang pula bahwa terdapat tumpang-tindih penguasaan
lahan antar dunia usaha serta antara dunia usaha dengan masyarakat
sehingga berpotensi menimbulkan konflik. Selain itu, masih terdapat
pemanfaatan lahan untuk kegiatan pertanian/perkebunan yang kurang
sesuai. Permasalahan-permasalahan seperti ini hendaknya segera dicari
jalan keluarnya dalam rangka menyediakan akses terhadap lahan yang
berkelanjutan.
d. Meningkatkan pertanian lestari dan ketersediaan dan akses
terhadap sumberdaya air secara berkelanjutan.
Pertanian tanaman pangan di Kabupaten Dharmasraya masih perlu
dikembangkan namun tetap memperhatikan kesesuaian lahan, dan
terjamain ketersediaan air serta ketersediaan jaringan irigasi yang
bekualitas dan memadai. Budidaya pertanian pangan hendaknya
menerapkan praktek-praktek termbaik termasuk penggunaan pupuk
dan pestisida dengan dosis yang sesuai. Selain itu, pertanian tanaman
pangan hendaknya didukung dengan teknologi pasca panen dan jaringan
pasar yang tidak monopolatif dan dengan stabilitas harga sehingga
mendatangkan keuntungan petani.
e. Melestarikan budaya dan kearifan lokal sebagai salah satu
fokus pengembangan.
Di Kabupaten Dharmasraya budaya dan kearifan lokal masih dihargai
dan dijunjung tinggi oleh masyarakat. Dengan dukungan pemerintah
daerah tentunya masyarakat akan lebih termotivasi untuk
melestarikannya sehingga diharapkan akan berperanguh positif
terhadap upaya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup
secara berkelanjutan. Di antara nilai budaya dan kearifan lokal yang
perlu lebih disemarakkan perwujudannya dalam pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup adalah: pengelolaan hutan
berkelanjutan secara adat, lubuk larangan, larangan menebang jenis
pohon tertentu, dan tradisi menanam pohon.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
59
Kelima sub-kondisi tersebut diharapkan akan terwujud pada akhir masa
RTRW Kabupaten Dharmasraya pada tahun 2031. Oleh karena itu, kelima
sub-kondisi tersebut perlu dirumuskan dalam satu kalimat tujuan RTRW
Kabupaten Dharmasraya tahun 2018-2031. Salah satu alternatif rumusan
kalimat tujuan adalah sebagai berikut:
“Menjadikan Kabupaten Dharmasraya sejahtera, berbudaya, aman,
nyaman dan berkeadilan didukung oleh lumbung pangan lestari dan
berperan sebagai pusat konektivitas ekonomi dan infrastruktur”
Perumusan final tujuan RTRW hendaknya disepakati di antara anggota
Pokja KLHS, para perencana dan pemangku kepentingan, dan akhirmya
oleh pembuat keputusan.

4.2 Perumusan Alternatif Strategi Pencapaian Tujuan


dan Kebijakan RTRW
Pilihan-pilihan strategi dihasilkan dari proses FGD antar anggota Pokja
dengan didampingi Tim Konsultan serta NGO. Pilihan-pilihan strategi
dirumuskan dengan menilai peluang (Oportunity) dan risiko (Risk) dari setiap
usulan pilihan strategi terhadap kriteria dari masing-masing CDF. Berikut
disampaikan sintesis pilihan strategi yang telah dianalisis, informasi detil
hasil analisis R/O dapat dilihat di Lampiran 4.

Kebijakan 1. Menjadikan Kabupaten Dharmasraya sebagai pusat


konektivitas ekonomi yang didukung oleh infrastruktur
Strategi:
 Pengembangan potensi sumberdaya yang tersedia di Dharmasraya
berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
 Pengembangan sistem perkotaan dan pembangunan infrastruktur
serta pelayanan dasar
 Pengembangan aktivitas berbasis nilai-nilai lokal (adat, warisan
budaya dan sejarah) untuk mendukung penghidupan masyarakat
 Pembangunan iklim perekonomian yang kondusif

Kebijakan 2: Menjadikan Kabupaten Dharmasraya sejahtera, nyaman, dan


aman
Strategi:
- Peningkatan pembangunan berwawasan lingkungan berbasis jasa
ekosistem
- Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan dasar
- Peningkatan kepastian hukum melalui pembentukan regulasi, sosialisasi
dan penegakan hukum
- Peningkatan pembangunan yang berwawasan lingkungan berbasis jasa
ekosistem

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
60
Kebijakan 3: Meningkatkan akses terhadap pemanfaatan lahan yang lebih
berkelanjutan
Strategi:
- Mengakomodasi perkembangan pasar termasuk usaha/kegiatan melalui
penetapan alokasi lahan berbasis daya dukung dan daya tampung
lingkungan
- Pengembangan kapasitas masyarakat dalam pemanfaatan ruang
- Penerapan teknologi bersih
- Pengembangan tata kelola pemerintahan dalam pemanfaatan ruang

Kebijakan 4: Meningkatkan pertanian lestari dan ketersediaan dan akses


terhadap sumberdaya air secara bekelanjutan.
Strategi:
- Pengembangan pertanian berkelanjutan melalui penerapan produksi
bersih disertai peningkatan kapasitas petani
- Moratorium perluasan areal komoditas perkebunan
- Pelestarian keutuhan ekosistem daerah tangkapan air sebagai jasa
penyedia air
- Ketersediaan sumberdaya air yang mudah diakses oleh semua pihak
secara berkelanjutan.

Kebijakan 5: Melestarikan budaya dan kearifan lokal sebagai salah satu


fokus pengembangan
Strategi:
- Mengelola pemanfaatan ruang berbasis masyarakat dan kearifan lokal
yang mengakomodasikan kepentingan pemerintah dan dunia usaha
dengan mempertimbangkan konservasi lahan
- Mengangkat kembali kebudayaan yang ditinggalkan untuk
meningkatkan ekonomi lokal
- Optimalisasi tata kelola pengembangan budaya dan kearifan lokal
- Memanfatkan jasa ekosistem dalam pengembangan kearifan lokal
dengan mempertimbangkan fungsi ekologis.

4.3 Perumusan Arahan Penyusunan Rencana Struktur


Ruang, Pola Ruang dan Kawasan Strategis

Idealnya pada tahap ini, dilakukan perumusan alternatif penyempurnaan


rencana struktur ruang, pola ruang dan kawasan strategis dengan
merumuskan beberapa skenario rencana. Namun mengingat proses KLHS
ini merupakan KLHS Peninjauan Kembali RTRW maka pada tahap ini hanya
menyampaikan arahan-arahan yang menjadi pertimbangan dalam
perumusan skenario rencana pada saat Revisi RTRW. Arahan dirumuskan
berdasarkan strategi dan menggunakan hasil analisis spasial dari 6 muatan
KLHS. Arahan penyempurnaan rencana disajikan dalam Tabel 4-1 berikut.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
61

Tabel 4-1. Alternatif Arahan Penyusunan Rencana

Arahan Penyusunan Rencana Struktur,


Alternatif Strategi Pencapaian Tujuan
Pola Ruang dan Kawasan Strategis
dan Kebijakan RTRW
Integrasi Analisis 6 Muatan
Pengembangan potensi sumberdaya Pola ruang yang meningkatkan efisiensi
Kebijakan 1. Menjadikan Kabupaten Dharmasraya sebagai

yang tersedia di Dharmasraya pangan, tata air, iklim dan penyedia air bersih
berdasarkan daya dukung dan daya
pusat konektivitas ekonomi yang didukung oleh

tampung lingkungan
Pengembangan sistem perkotaan Penetapan struktur ruang berdasarkan jasa
dan pembangunan infrastruktur ekosistem penyedia: pangan, air bersih;
serta pelayanan dasar pengaturan: tata aliran air dan banjir,
pengaturan iklim, pencegahan dan
infrastruktur

perlindungan bencana alam, pengolahan dan


penguraian limbah, pemeliharaan kualitas
udara; budaya: tempat tinggal dan ruang hidup,
rekreasi dan turisme, estetika (alam)

Pengembangan aktivitas berbasis Pengembangan kawasan strategis budaya


nilai-nilai lokal (adat, warisan budaya dengan pertimbangan DDLH pangan dan air;
dan sejarah) untuk mendukung serta jasa ekosistem Budaya
penghidupan masyarakat
Membangun iklim perekonomian Pertimbangan penetapan struktur ruang
yang kondusif
Peningkatan pembangunan Pola ruang yang mempertimbangkan
berwawasan lingkungan berbasis kesesuaian fungsi dalam optimalisasi
Kebijakan 2. Menjadikan Kabupaten Dharmasraya sejahtera,

jasa ekosistem penyediaan pangan, pengaturan tata air,


pengaturan iklim dan penyedia air bersih
(Hasil 6 muatan) serta DDLH penyedia
pangan dan air.
Peningkatan kualitas dan kuantitas Penetapan struktur ruang berdasarkan jasa
pelayanan dasar ekosistem penyedia: pangan, air bersih;
nyaman, dan aman

pengaturan: tata aliran air dan banjir,


pencegahan dan perlindungan bencana alam,
pengolahan dan penguraian limbah,
pemeliharaan kualitas udara; budaya: tempat
tinggal dan ruang hidup, rekreasi dan turisme,
estetika (alam).
Peningkatan kepastian hukum Pertimbangan pemanfaatan dan pengendalian
melalui pembentukan regulasi, pemanfaatan ruang
sosialisasi dan penegakan hukum
Peningkatan pembangunan yang Pempertimbangkan efisiensi tata air dan banjir
berwawasan lingkungan berbasis dan penyediaan air bersih
jasa ekosistem

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
62
Arahan Penyusunan Rencana Struktur,
Alternatif Strategi Pencapaian Tujuan
Pola Ruang dan Kawasan Strategis
dan Kebijakan RTRW
Integrasi Analisis 6 Muatan
Mengakomodasi perkembangan Pola ruang yang mempertimbangkan
Kebijakan 3. Meningkatkan akses

pasar termasuk usaha/kegiatan kesesuaian fungsi dalam optimalisasi


terhadap pemanfaatan lahan yang

melalui penetapan alokasi lahan penyediaan pangan, pengaturan tata air,


berbasis daya dukung dan daya pengaturan iklim dan penyedia air bersih
lebih berkelanjutan

tampung lingkungan (Hasil 6 muatan) serta DDLH penyedia


pangan dan air.
Pengembangan kapasitas masyarakat Pertimbangan pemanfaatan dan pengendalian
dalam pemanfaatan ruang pemanfaatan ruang
Penerapan teknologi bersih Arahan program di RPJMD
Pengembangan tata kelola Pertimbangan perencanaan, pemanfaatan dan
pemerintahan dalam pemanfaatan pengendalian pemanfaatan ruang
ruang
Pengembangan pertanian Pola ruang yang mempertimbangkan
Kebijakan 4: Meningkatkan pertanian lestari dan ketersediaan dan akses terhadap sumberdaya air secara

berkelanjutan melalui penerapan kesesuaian fungsi dalam optimalisasi


produksi bersih disertai peningkatan ketersediaan pangan, pengaturan tata air,
kapasitas petani pengaturan iklim dan penyedia air bersih
(Hasil 6 muatan); DDLH penyedia pangan dan
air; Jasa ekosistem penyedia energi, serat;
pengaturan tata air, iklim, penyerbukan alami,
pengendalian hama dan penyakit; pendukung
pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan
kesuburan siklus hara, produksi primer.
Moratorium perluasan areal Pola ruang yang mempertimbangkan
komoditas perkebunan kesesuaian fungsi dalam optimalisasi
ketersediaan pangan,pengaturan tata air,
pengaturan iklim dan penyedia air bersih
(Hasil 6 muatan); DDLH Penyedia Air dan
penyedia pangan; Jasa ekosistem penyedia
bekelanjutan

energi, serat; pengaturan tata air, pengolahan


dan pengurai limbah, iklim, penyerbukan
alami, pengendalian hama dan penyakit;
pendukung pembentukan lapisan tanah dan
pemeliharaan kesuburan siklus hara, produksi
primer.
Pelestarian keutuhan ekosistem Pola ruang yang mempertimbangkan
catchment area sebagai jasa kesesuaian fungsi dalam optimalisasi
penyedia air ketersediaan pangan,pengaturan tata air,
pengaturan iklim dan penyedia air bersih
(Hasil 6 muatan); DDLH Penyedia Air; jasa
ekosistem penyedia: pangan, air bersih;
pengaturan: tata aliran air dan banjir,
pengaturan iklim, pencegahan dan
perlindungan bencana alam, pengolahan dan
penguraian limbah, pemeliharaan kualitas
udara; budaya: tempat tinggal dan ruang hidup.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
63
Arahan Penyusunan Rencana Struktur,
Alternatif Strategi Pencapaian Tujuan
Pola Ruang dan Kawasan Strategis
dan Kebijakan RTRW
Integrasi Analisis 6 Muatan
Ketersediaan sumberdaya air yang Struktur ruang mempertimbangkan DDLH
mudah diakses oleh semua pihak Penyedia Air; jasa ekosistem penyedia air
secara berkelanjutan

Mengelola pemanfaatan ruang


Kebijakan 5: Melestarikan budaya dan kearifan

berbasis masyarakat dan kearifan


lokal sebagai salah satu fokus pengembangan

lokal yang mengakomodasikan


kepentingan pemerintah dan dunia
usaha dengan mempertimbangkan
konservasi lahan
Mengangkat kembali kebudayaan Menjadi pertimbangan dalam pengembangan
yang ditinggalkan untuk rencana kawasan strategis
meningkatkan ekonomi lokal
Optimalisasi tata kelola Pertimbangan perencanaan, pemanfaatan dan
pengembangan budaya dan kearifan pengendalian pemanfaatan ruang terkait
lokal rencana kawasan strategis
Memanfatkan jasa ekosistem dalam Pertimbangan perencanaan, pemanfaatan dan
pengembangan kearifan lokal pengendalian pemanfaatan ruang terkait
dengan mempertimbangkan fungsi rencana kawasan strategis
ekologis

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
BAB V
PENYUSUNAN REKOMENDASI
65

5 PENYUSUNAN REKOMENDASI KLHS DAN LANGKAH


TINDAK LANJUT

5.1 Penyusunan Rekomendasi KLHS


Berdasarkan rumusan alternatif yang diuraikan pada Bab 4, maka disusun
rekomendasi-rekomendasi KLHS sebagai berikut untuk dijadikan acuan
dalam melakukan revisi RTRW Kabupaten Dharmasraya tahun 2011-2031.
1) Kebijakan RTRW. Kebijakan penataan ruang Kabupaten Dharmasraya
hingga tahun 2031 hendaknya meliputi 5 (lima) aspek sebagai berikut:
a. Menjadikan Kabupaten Dharmasraya sebagai pusat konektivitas
ekonomi yang didukung oleh infrastruktur
b. Menjadikan Kabupaten Dharmasraya sejahtera, nyaman, dan
aman.
c. Meningkatkan akses terhadap pemanfaatan lahan yang
berkelanjutan.
d. Meningkatkan pertanian lestari dan ketersediaan dan akses
terhadap sumberdaya air secara bekelanjutan.
e. Melestarikan budaya dan kearifan lokal sebagai salah satu fokus
pengembangan.

2) Tujuan RTRW. Perlu dipastikan bahwa tujuan Rencana Tata Ruang


Wilayah Kabupaten Dharmasraya yang direvisi meliputi dan
mencerminkan 5 (lima) aspek yang terkandung dalam rekomendasi
KLHS seperti pada angka 1 di atas.

3) Strategi RTRW. Strategi perwujudan kebijakan dan pencapaian tujuan


RTRW mengadopsi atau mengadaptasi alternatif-alternatif strategi
berikut:
a. Kebijakan 1: Menjadikan Kabupaten Dharmasraya pusat
konektivitas ekonomi yang didukung oleh infrastruktur
- Pengembangan potensi sumberdaya yang tersedia di
Dharmasraya berdasarkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan
- Pengembangan sistem perkotaan dan pembangunan
infrastruktur serta pelayanan dasar
- Pengembangan aktivitas berbasis nilai-nilai lokal (adat, warisan
budaya dan sejarah) untuk mendukung penghidupan
masyarakat
- Pembangunan iklim perekonomian yang kondusif
OPD terkait dengan arahan ini termasuk: Disbudparpora, PUPR,
Kumperdag, Transnaker, Setda (Bagian Perekonomian & Bagian
Pembangunan), DLH.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
66
b. Kebijakan 2: Menjadikan Kabupaten Dharmasraya sejahtera,
nyaman, dan aman
- Peningkatan pembangunan berwawasan lingkungan berbasis
jasa ekosistem
- Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan dasar
- Peningkatan kepastian hukum melalui pembentukan regulasi,
sosialisasi dan penegakan hukum
- Peningkatan pembangunan yang berwawasan lingkungan
berbasis jasa ekosistem
OPD terkait dengan arahan ini termasuk: Pertanian, Dinsos
P3AP2KB, Pangan & Perikanan, Kumperdag, DLH, BPBD, Satpol
PP Damkar, Kesbangpol, Perhubungan, PUPR, Setda (Bagian
Hukum)
c. Kebijakan 3: Meningkatkan akses terhadap pemanfaatan lahan yang
lebih berkelanjutan.
- Mengakomodasi perkembangan pasar termasuk usaha/kegiatan
melalui penetapan alokasi lahan berbasis daya dukung dan daya
tampung lingkungan
- Pengembangan kapasitas masyarakat dalam pemanfaatan ruang
- Penerapan teknologi bersih
- Pengembangan tata kelola pemerintahan dalam pemanfaatan
ruang
OPD terkait dengan arahan ini termasuk: Perkimtan, Pertanian,
PUPR, DPMPTSP, Transnaker, DLH, Bapppeda, DPMD, Kominfo
dan Dinas Tanaman Pangan dan Perikanan.
d. Kebijakan 4: Meningkatkan pertanian lestari dan ketersediaan &
akses terhadap sumberdaya air secara berkelanjutan
- Pengembangan pertanian berkelanjutan melalui penerapan
produksi bersih disertai peningkatan kapasitas petani
- Moratorium perluasan areal komoditas perkebunan
- Pelestarian keutuhan ekosistem daerah tangkapan air sebagai
jasa penyedia air
- Ketersediaan sumberdaya air yang mudah diakses oleh semua
pihak secara berkelanjutan.
OPD terkait dengan arahan ini termasuk: Pertanian, Setda (Bagian
Perekonomian & Bagian Pembangunan, Bagian Hukum), DLH,
PUPR, Pangan & Perikanan, DPMD, Kominfo, dan Dinas Tanaman
Pangan dan Perikanan.
e. Kebijakan 5: Melestarikan budaya dan kearifan lokal sebagai salah
satu fokus pengembangan.
- Mengelola pemanfaatan ruang berbasis masyarakat dan
kearifan lokal yang mengakomodasikan kepentingan
pemerintah dan dunia usaha dengan mempertimbangkan
konservasi lahan

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
67
- Mengangkat kembali kebudayaan yang ditinggalkan untuk
meningkatkan ekonomi lokal
- Optimalisasi tata kelola pengembangan budaya dan kearifan
lokal
- Memanfatkan jasa ekosistem dalam pengembangan kearifan
lokal dengan mempertimbangkan fungsi ekologis.
OPD terkait dengan arahan ini termasuk: DLH, Pertanian, PUPR,
Disbudparpora, DPMD, Kumperdag.
4) Rencana Stuktur Ruang, Pola Ruang dan Kawasan Strategis.
Penyusunan rencana struktur ruang, pola ruang dan kawasan strategis
disusun dengan arahan sebagai berikut:

a. Sistem perkotaan mempertimbangkan efisiensi tata air dan banjir


dan penyediaan air bersih
b. Mempertimbangkan batas beban pencemaran
c. Mempertimbangkan pemanfaatan konsep green and resilience
infrastructure dan mempertahankan nilai-nilai budaya dan kearifan
lokal.
d. Mengimplementasikan peraturan dan perundangan tentang
penetapan pola ruang dan kawasan strategis kawasan lindung,
diantaranya (1) Perpres No. 32/1990 tentang pengelolaan kawasan
lindung (2) PermenPU No. 63/PRT/1993 tentang sempadan sungai
dan (3) SK Menteri Kehutanan terkait fungsi kawasan hutan
Sumatera Barat dan perhutanan sosial di Kab. Dharmasraya;
e. Mengimplementasikan pengalokasian pola ruang dan kawasan
strategis budidaya didasarkan kepada (1) PermenPU No.
41/PRT/M/2007 tentang pedoman kriteria teknis kawasan budidaya;
(2) SK Menteri Kehutanan terkait fungsi kawasan hutan Sumatera
Barat; (3) SK Menteri LHK terkait perhutanan sosial di Sumatera
Barat; (4) SK Menteri LHK SK.180/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/
2017 tentang indikatif alokasi kawasan hutan untuk Tanah Obyek
Reforma Agraria (TORA); (5) SK Menteri Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 6 Tahun 2016 tentang
penetapan kawasan transmigrasi; dan (6) Permen ATR/Kepala BPN
No. 19 Tahun 2016 tentang penetapan lahan pertanian pangan
berkelanjutan pada wilayah yang belum terbentuk RTRW

5.2 Tindak Lanjut


KLHS ini disusun pada saat proses Peninjauan Kembali (PK) RTRW
Kabupaten Dharmasraya tahun 2011-2031, bukan pada waktu proses revisi
RTRW. Revisi RTRW dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Dharmasraya
sesuai dengah hasil PK. Oleh karena itu, hasil KLHS ini dimaksudkan untuk
dijadikan sebagai acuan dan arahan dalam melakukan revisi RTRW,
sehingga tetap diperlukan KLHS lanjutan.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
BAB VI
PENJAMINAN KUALITAS DAN
INTEGRASI
69

6 PENJAMINAN KUALITAS DAN INTEGRASI KLHS KE


DALAM KRP

6.1 Penjaminan Kualitas KLHS


Penjaminan kualitas dilakukan melalui penilaian mandiri oleh penyusun
kebijakan, rencana, dan/atau program untuk memastikan bahwa proses
pembuatan dan pelaksanaan KLHS dilakukan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam menyusun kebijakan, rencana,
dan program, Bupati dibantu oleh kepala OPD yang membidangi urusan
perencanaan yaitu Bapppeda. Dalam melakukan penjaminan kualitas KLHS,
Bupati dibantu oleh Kepala Bapppeda dan kepala OPD yang membidangi
urusan lingkungan hidup yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH).

Hasil penilaian mandiri terhadap proses dan hasil KLHS PK RTRW


Kabupaten Dharmasraya Tahun 2011-2031 menunjukkan bahwa pembuatan
dan pelaksanaan KLHS telah mengikuti ketentuan-ketentuan sebagaimana
dimuat dalam PP No. 46 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan No.P.69/MENLHK/ STJEN/KUM.1/12/2017. Karena
dikerjakan secara bersungguh-sungguh dengan niat untuk meningkatkan
kondisi masyarakat dari aspek ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan
hidup, maka hasil setiap tahapan dan hasil akhir KLHS dinilai telah
memenuhi standar kualitas sebagaimana diharapkan oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Isian matriks penjaminan kualitas KLHS disajikan secara lengkap pada


Lampiran 10 dari Laporan Akhir KLHS ini.

6.2 Integrasi KLHS ke dalam KRP


KLHS ini disusun pada waktu proses PK RTRW Kabupaten Dharmasraya
tahun 2011-2031, bukan pada proses revisi RTRW. Revisi RTRW dilakukan
oleh Pemerintah Kabupaten Dharmasraya setelah selesainya PK. Oleh
karena itu, hasil KLHS yang merupakan arahan revisi RTRW ini
dimaksudkan untuk dijadikan acuan dalam melakukan revisi RTRW,
sehingga tetap diperlukan KLHS lanjutan.
KLHS lanjutan bertujuan untuk memastikan bahwa: (a) hasil KLHS PK
RTRW Kabupaten Dharmasraya tahun 2011-2031 diintegrasikan ke dalam
RTRW revisi pada bagian tujuan, kebijakan dan strategi, rencana struktur
dan pola ruang; dan (b) revisi tujuan, kebijakan dan strategi, rencana
struktur dan pola ruang yang sudah mengintegrasikan rekomendasi KLHS
dijabarkan secara konsisten ke dalam indikasi program.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
BAB VII
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
71

7 PEMANTAUAN DAN EVALUASI


Sesuai ketentuan dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 38 PP No. 46 Tahun
2016, Bupati sesuai dengan kewenangannya menunjuk satuan kerja
perangkat daerah di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Dengan kata lain, Kepala Dinas Lingkungan Hidup mengemban tugas dan
tanggung-jawab melakukan pemantauan dan evaluasi KLHS.
Pemantauan dan evaluasi KLHS dilakukan pada saat pembuatan dan
pelaksanaan (proses penyusunan) KLHS dan pelaksanaan KLHS yang telah
mendapat persetujuan validasi. Pemantauan dan evaluasi dalam proses
penyusunan KLHS dilakukan untuk memastikan: (a) dipenuhinya tahapan
dan langkah-langkah KLHS sesuai dengan peraturan perundang-undangan
berlaku; (b) efektivitas pelibatan masyarakat dan pemangku kepentingan;
dan (c) efektivitas pembinaan KLHS.
Pemantauan dan evaluasi KLHS setelah mendapat persetujuan validasi
dilakukan untuk memastikan: (a) kepatuhan dan efektivitas integrasi hasil
KLHS ke dalam KRP, khususnya RPJMD, RKPD, dan Renja OPD khususnya;
dan (b) kualitas dan efektivitas rekomendasi KLHS dalam pengelolaan
dampak dan risiko lingkungan hidup, yakni peran KLHS dalam menciptakan
kondisi lingkungan hidup yang berkualitas dan berkelanjutan.
Kegiatan pemantauan dan evaluasi KLHS di Kabupaten Dharmasraya setelah
tersesaikannya Laporan Akhir KLHS ini adalah sebagai berikut:
1) Memantau dan memastikan bahwa 5 (lima) aspek hasil KLHS dijadikan
bahan acuan dalam merevisi tujuan, kebijakan, strategi, rencana
strukutur ruang, dan rencana pola ruang RTRW Dharmasraya tahun
2011-2031, yaitu:
a. Menjadikan Kabupaten Dharmasraya sebagai pusat konektivitas
ekonomi yang didukung oleh infrastruktur
b. Menjadikan Kabupaten Dharmasraya sejahtera, nyaman, dan
aman.
c. Meningkatkan akses terhadap pemanfaatan lahan yang
berkelanjutan.
d. Meningkatkan pertanian lestari dan ketersediaan dan akses
terhadap sumberdaya air secara bekelanjutan.
e. Melestarikan budaya dan kearifan lokal sebagai salah satu fokus
pengembangan.

2) Memantau dan memastikan bahwa 5 (lima) aspek hasil KLHS yang


diintegrasikan ke dalam revisi RTRW sebagaimana angka 1) di atas
diterjemahkan secara konsisten ke dalam perumusan program-
program perwujudan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.
3) Memantau dan memastikan bahwa rekomendasi KLHS yang telah
diintegrasikan ke dalam revisi RTRW Dharmasraya diadopsi ke dalam
RPJM, Renstra OPD, RKPD, dan Renja OPD.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
72
4) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan rekomendasi KLHS yang
sudah diadopsi ke dalam RKPD dan Renja OPD untuk
mengidentifikasi kualitas dan efektivitas rekomendasi KLHS dalam
pengelolaan dampak dan risiko lingkungan hidup, yakni peran KLHS
dalam menciptakan kondisi lingkungan hidup yang berkualitas dan
berkelanjutan.
5) Memastikan kegiatan Revisi RTRW Kabupaten Dharmasraya pada
tahun 2018 didampingi dengan pelaksanaan KLHS Revisi RTRW dan
memastikan angka 1,2,3 dan 4 dilakukan.
6) Menyampaikan hasil pemantaun dan evaluasi kepada gubernur dengan
tembusan kepada Menteri/kepala lembaga non-kementerian terkait.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
73

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Dharmasraya. Kabupaten Dharmasraya Dalam Angka


2007, 2008, 2009, 2010, 2011, 2012, 2012, 2015. BPS Dharmasraya. Pulau
Punjung.
Bhagabati1, Nirmal and Thomas Barano, Marc Conte, Driss Ennaanay, Oki Hadian, Emily
McKenzie, Nasser Olwero, Amy Rosenthal, Suparmoko, Aurelie Shapiro,
Heather Tallis, and Stacie Wolny. 2012. A Green Vision for Sumatra - A
Report by The Natural Capital Project, WWF-US, and WWF-Indonesia.
Jakarta, February, 2012.
Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat. 2015. STATISTIK KEHUTANAN PROVINSI
SUMATERA BARAT 2014 (Forestry Statistics of West Sumatera). West
Sumatera Forestry Service. Padang 2015.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia - Pusat Pengendalian
Pembangunan Ekoregion Sumatera. Daya Dukung Dan Daya Tampung
Lingkungan Hidup Ekoregion Sumatera Berbasis Jasa Ekosistem. Pusat
Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera, Pekanbaru.
Kementerian Pekerjaan Umum – Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2014. Laporan Akhir
Fasilitasi Penyusunan Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten
Dharmasraya. Ditjen Cipta Karya. Jakarta 2014.

Partidario, Maria. 2012. Methodological guidance for strategic thinking in SEA.


Portuguese Environment Agency and Redes Energéticas Nacionais (REN).
Lisbon.
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. 2012. Perda No. 13 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat 2012-2032. Padang 2012.
Pemerintah Kabupaten Dharmasraya. 2012. Perda No. 10 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Dharmasraya 2011-2031.
Pemerintah Kabupaten Dharmasraya. Pulau Punjung 2012.
Pemerintah Kabupaten Dharmasraya. 2005. Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (RPJPD) Kabupaten Dharmasraya 2005-2025. Pemerintah Kabupaten
Dharmasraya. Pulau Punjung 2012.
Pemerintah Kabupaten Dharmasraya. 2016. Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan
Lingkungan Hidup Daerah (DIKPLHD) - Buku 1 dan Buku 2, Tahun 2007,
2008, 2009, 2010, 2012, 2013, 2014, 2015, 2016. Pemerintah Kabupaten
Dharmasraya. Pulau Punjung.
Pemerintah Kabupaten Dharmasraya. 2016. Rancangan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dharmasraya Tahun 2016-2021.
Pemkab Dharmasraya. Pulau Punjung 2016.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
74
Pemerintah Kabupaten Dharmasraya – Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2011.
Laporan Akhir Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Dharmasraya 2011-2031. Bapppeda. Pulau Punjung 2011.
Pemerintah Kabupaten Dharmasraya. 2011. Rancangan Peraturan Daerah tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Dharmasraya 2011-2031.
Pemerintah Kabupaten Dharmasraya. Pulau Punjung 2011.
Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tenang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta 2009.
Pemerintah Republik Indonesia 2016. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016
tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis.
Ditjen FPDLKWS-KLHK. Jakarta 2016.
Presiden Republik Indonesia. 2017. Perpres No. 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan
Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta 2017.
Presiden Republik Indonesia. 2009. Perpres No. 13 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Pulau Sumatera. Jakarta 2012.
WWF-Indonesia. 2010. Peta Jalan Menuju Penyelamatan Ekosistem Sumatera - Visi
Sumatera 2020. WWF-Jakarta. Jakarta, Januari 2010.
WWF-Indonesia. 2016. Analisa Potensi Jasa Lingkungan di Koridor Rimba Year 0. WWF-
Indonesia. Jakarta, Desember 19, 2016.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
LAMPIRAN
A-1
A. Lampiran 1. Surat Keputusan Bupati Dharmasraya
tentang Pembentukan Kelompok Kerja KLHS

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
A-2

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
A-3

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
A-4

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
A-5

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
B-1
B. Lampiran 2. Kerangka Acuan Kerja (Terms of Reference)
PK RTRW 2011-2031 dan Revisi RPJMD 2016-2021
Kabupaten Dharmasraya

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)


FASILITASI KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)

A. Latar belakang
RIMBA KORIDOR merupakan implementasi Peraturan Presiden No. 13 tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera, yang selanjutnya disebut sebagai
Koridor RIMBA. Lanskap Koridor RIMBA seluas 3,8 juta hektar meliputi Provinsi
Riau, Jambi dan Sumatera Barat serta 19 Kabupaten di dalamnya merupakan salah
satu koridor ekosistem yang sudah ditetapkan dalam Perpres. Pengelolaan di Koridor
RIMBA harus merefleksikan upaya perlindungan keanekaragaman hayati dan
memberikan kontribusi terhadap peningkatan kawasan hutan lindung yang
ditargetkan seluas 40% dari total pulau Sumatera.
Berawal dari Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera tersebut, WWF Indonesia telah
mengembangkan Program yang merupakan inisiatif pengelolaan ekosistem berbasis
tata ruang yang mengintegrasikan dan memperkuat konektivitas hutan dan ekosistem
melalui investasi dan modal alam (natural capital), konservasi keanekaragaman hayati
dan pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) melalui skema Pembangunan
Ekonomi Hijau yang disebut Program KORIDOR RIMBA. Sejalan dengan Program
KORIDOR RIMBA yang dikembangkan, pada awal 2016 WWF Indonesia mendapat
dukungan pendanaan dari Millenium Challenge Account – Indonesia (MCA-I) untuk
jendela Proyek Kemakmuran Hijau (Green Prosperity Project), dengan konsep
kegiatan yang diberi judul “Strengthening Natural Resource Management and Increasing
Carbon Stocks Across Central Sumatra by Enhancing Forest Ecosystem Connectivity and
Alleviating Poverty through Green Economic Development”.
Dalam kerangka pembangunan ekonomi hijau, Program KORIDOR RIMBA bertujuan
untuk: (1) memelihara fungsi ekosistem dalam jangka panjang; (2) meningkatkan
kesejahteraan manusia dan keadilan sosial melalui praktik-praktik pengelolaan yang
lestari dan berbasis masyarakat; (3) mengurangi risiko sosial dan lingkungan serta
kelangkaan ekologis. Program RIMBA-MCAI ini fokus pada 3 kluster yaitu: (a)
Kluster 1: Dharmasraya (Provinsi Sumatera Barat), Kuantan Singingi dan Kampar
(Provinsi Riau), Tebo (Provinsi Jambi). (b) Kluster 2: Tanjung Jabung Timur dan
Muaro Jambi (Provinsi Jambi). (c) Kluster 3: Merangin dan Kerinci (Provinsi Jambi).
Dengan dukungan dari mitra sektor publik dan swasta, Program KORIDOR RIMBA
akan memobilisasi fasilitas investasi untuk mengidentifikasi, mengembangkan, dan
menguji peluang investasi sektor swasta baru. Peluang investasi baru tersebut
dibutuhkan untuk memajukan peningkatan kebutuhan akan komoditas yang
diproduksi secara berkelanjutan sehingga tercipta pengembalian investasi yang
memadai serta proses transformasi dalam menghindari kehilangan jasa ekosistem
menjadi sebuah insentif nyata. Untuk memastikan kualitas investasi, Program
KORIDOR RIMBA juga akan memberikan dukungan teknis yang diperlukan untuk
menghasilkan studi kelayakan, menetapkan baseline, dan memantau hasil dengan cara

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
B-2
yang dapat menghasilkan bukti dari konsep dan investasi skala yang lebih besar.
Program KORIDOR RIMBA akan mengatasi peningkatan kebutuhan makanan, air,
dan risiko ketersediaan energi untuk pembangunan ekonomi dan kesejahteraan
manusia, dan tantangan terkait dengan perubahan iklim dan fragmentasi ekosistem.
Program KORIDOR RIMBA berupaya untuk menggunakan dan meningkatkan
kerangka kerja pemerintah yang ada untuk meningkatkan dan membantu intervensi di
lapangan.
Sejak pelaksanaan sistem desentralisasi di Indonesia, berdasarkan UU Otonomi
Daerah yang diterbitkan pada tahun 2004 (UU No. 32/2004), pemerintah daerah
memiliki kewenangan untuk mengarahkan, merancang, dan mengelola rencana
pembangunan mereka masing- masing, termasuk rencana tata ruang. Akan tetapi
secara hukum, mereka (pada semua tingkat) harus mengacu pada rencana
pembangunan nasional dan rencana tata ruang. Idealnya, otonomi daerah akan
menjadi sebuah pendekatan komprehensif terhadap kebijakan, perencanaan dan
program; akan tetapi pada kenyataannya sebagian besar pemerintah daerah memiliki
kapasitas terbatas dalam memahami, merancang, dan menerapkan konsep- konsep
pembangunan berkelanjutan dan tujuannya, termasuk Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
KLHS
Pada tahun 2009, Pemerintah Indonesia merevisi UU untuk Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan (UU No. 32/2009) dengan menetapkan Kajian Lingkungan
Hidup Strategis (KLHS) sebagai alat wajib untuk menilai kebijakan, rencana dan
program, termasuk program jangka panjang dan rencana pengembangan jangka
menengah, serta produk rencana tata ruang kabupaten (RTRW). Dalam sistem
pemerintahan desentralisasi yang menekankan pada pembangunan berkelanjutan,
upaya pengarusutamaan pembangunan berbasis lingkungan dan rencana tata ruang
harus sesuai dan bisa diterapkan di tingkat kabupaten. Selain itu, menerapkan KLHS
untuk mengembangkan RTRW yang baik juga harus dilaksanakan melalui sebuah
pengambilan keputusan strategis. Menurut definisi, KLHS mengacu pada berbagai
"pendekatan analitis dan partisipatif yang bertujuan untuk mengintegrasikan
pertimbangan lingkungan ke dalam kebijakan, rencana, dan program, serta
mengevaluasi dan mempertimbangkan hubungan antar bidang ekonomi dan sosial"
(OECD, 2006).
Pada dasarnya, fungsi dari KLHS adalah untuk:
1. Melakukan kebijakan, rencana dan program (KRP) yang ada secara
menyeluruh; menetapkan indikator & target lingkungan dalam KRP dan
menilai apakah target terukur, relevan dan terikat waktu;
2. Memfasilitasi diskusi kelompok melalui Forum Multistakeholder (MSF) untuk
mengembangkan pemahaman yang lebih baik atas interaksi berbagai pihak
(penyebab langsung) dan pemicu (penyebab tak langsung) atas degradasi
lingkungan; efektivitas PPP saat ini, menilai kesenjangan dan trade-offs atas
alternatif PPP, serta membuat strategi-strategi terkait;
3. Meningkatkan bukti ilmiah-dasar untuk memvisualkan secara eksplisit atas
sebuah nilai lanskap sebagai dasar yang membantu para pengambil keputusan
lebih memahami implikasi dari PPP terhadap jasa ekosistem. Nilai lanskap akan

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
B-3
mencakup Nilai Konservasi Tinggi (HCV), nilai karbon, nilai pengadaan air,
pertanian, sosial-ekonomi dan nilai-nilai budaya;
4. Mempersingkat PPP yang ada, mengembangkan alternatif PPP, dan
merekomendasikan strategi mitigasi dan intervensi yang mematuhi prinsip-
prinsip Strategi Pembangunan Rendah Emisi dan melestarikan jasa ekosistem
yang penting;
5. Memberikan rekomendasi untuk memperbarui Rencana Tata Ruang yang
mencerminkan perencanaan pembangunan berkelanjutan.

B. Tujuan
Ada beberapa fokus utama untuk proses KLHS seperti yang diharapkan melalui
Program KORIDOR RIMBA. Pertama, memastikan bahwa proses tidak hanya
menghasilkan produk yang mencerminkan kebutuhan dan alternatif cetak biru bisnis
hijau untuk kabupaten ini, tetapi juga menciptakan rasa kepemilikan terhadap hasil
yang telah diidentifikasi. Kedua, bahwa proses menekankan tindak lanjut nyata dari
proses persetujuan para pemangku kepentingan yang akan mendorong aksi setelah
proses KLHS selesai.
Berikut adalah lima tujuan utama KLHS dalam konteks Program KORIDOR RIMBA:
1. Membantu pemerintah kabupaten menilai kebijakan yang sudah ada, rencana
dan program yang ada, merampingkan berbagai KRP dan merekomendasikan
LED untuk melindungi jasa ekosistem yang penting;
2. Membangun kapasitas departemen pemerintah kabupaten dan lembaga untuk
mempersiapkan KLHS dan mengintegrasikannya ke dalam RTRW/RPJM/
Sektoral mereka;
3. Meningkatkan dasar bukti ilmiah untuk nilai lanskap (seperti karbon, air,
keanekaragaman hayati, pertanian, dan budaya) dan menyusun pemantauan
indikator yang relevan;
4. Meningkatkan investasi dari sektor swasta dengan merampingkan PPP dan
mendukung opsi rantai nilai yang benar-benar berkelanjutan untuk inovasi
produk / proses dan peningkatan pengelolaan lingkungan;
5. Bekerja untuk mengembangkan intervensi di lapangan dengan hasil yang
terukur secara jelas dan nyata.

C. Output
Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk PK RTRW 2011-
2031dan Revisi RPJMD 2016-2021 di Kabupaten Dharmasraya, Propinsi Sumatera
Barat yang akan dibantu oleh tim konsultan.

Tim Konsultan dengan keahlian tematik untuk KLHS akan bertanggung jawab untuk
membimbing dan meningkatkan kapasitas Pokja KLHS untuk memandu proses
pembuatan dan pelaksanaan KLHS dan juga memberikan masukan ilmiah dalam
keseluruhan proses.

Penyusunan KLHS untuk kedua KRP tersebut menggunakan pendekatan yang sesuai
dengan peraturan perundangan yang termutakhir. Penentuan kerangka pendekatan
KLHS didasari bahwa karakter Kebijakan, Rencana, dan/atau Program menentukan
ukuran-ukuran sasaran yang realistis untuk lingkup, kedalaman, dan hirarki dari

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
B-4
Kebijakan, Rencana, dan/atau Program itu sendiri. Kerangka pendekatan KLHS yang
ditujukan memperbaiki strategi akan berbeda dengan kerangka pendekatan yang
ditujukan memperbaiki desain.
KLHS untuk Kebijakan, Rencana, atau Program yang bersifat makro, umum, dan lebih
banyak di tataran konsep lebih tepat untuk menggunakan KLHS pendekatan berfikir
strategis (strategic thinking SEA) karena kajian-kajian yang dilakukan lebih banyak
didorong untuk menguji strategi-strategi makro agar konsep besarnya dapat
diarahkan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Sedangkan KLHS untuk Kebijakan, Rencana, dan/atau Program yang sifatnya sudah
detail/rinci, terikat atas pengaturan pada hirarki di atasnya, dan sudah mengatur
teknis lebih sesuai untuk dilakukan dengan menggunakan pendekatan pengkajian
dampak agar fokus pada perumusan tindakan-tindakan alternatif dan perbaikan desain
secara keseluruhan.
D. Waktu Pelaksanaan
Kegiatan ini dijadwalkan dari bulan Agustus 2017 dan akan selesai pada bulan Januari
2018.

E. Pembiayaan

Untuk penyelenggaraan kegiatan ini Pemerintah Daerah Kabupaten Dharmasraya


telah melakukan kerjasama dengan MCAI serta Program KORIDOR RIMBA /WWF-
Indonesia. WWF-Indonesia akan mengundang tim konsultan yang kompeten untuk
berpartisipasi dalam proses pelelangan kegiatan fasilitasi ini.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
C-1
C. Lampiran 3. Konsultasi Publik Identifikasi dan Perumusan
Isu Pembangunan Berkelanjutan
Lampiran 3.A. Undangan

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
C-2
Lampiran 3.B. Daftar Hadir

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
C-3

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
C-4

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
C-5

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
C-6
Lampiran 3.C. Masukan Pemangku Kepentingan – Isu Pembangunan
Berkelanjutan

Isu PB Strategis dan Isu


Lokasi Data Pendukung Pengumpul Data
Terkait
1. Perubahan
Iklim/Kenaikan Suhu
Faktor Penyebab: • Alih fungsi lahan Data series 5 tahun • Dinas Pertanian
• Alih diperkirakan (SLHD): • BPS
fungsi/berkurangnya menjadi • Data luas perkebunan • DLH
tutupan lahan penyumbang sawit, karet,
• Degradasi lahan dan utama terjadinya hortikultura, sawah
hutan perubahan • Data konsumsi BBM
• Pembalakan liar iklim/kenaikan • Data jumlah ternak
• Karhutla suhu, terjadi di … • Data limbah (beban
• Pola Pengelolaan • Penggunaan pencemar)
sampah pupuk urea • Data timbulan
• GRK dari pertanian, untuk pertanian sampah
peternakan dan di… • Data curah hujan
industri
Akibat yang
Ditimbulkan:
• Pola curah hujan
• Iklim ektrim
• Kenaikan suhu udara

Masukan Pemangku • Alih fungsi terjadi


Kepentingan di lokasi Abai Siat
Faktor Penyebab: dan sekitarnya
• Alih fungsi lahan • Pembakaran
karena pembukaan lahan terjadi di
lahan hutan koto baru dan
• Pembakaran Lahan sekitarnya
• Kebiasaan membakar
Jerami
• Emisi Kendaraan
Bermotor
• Kotoran
Ternak/Hewan
menyebabkan GRK
• Gaya Hidup
(Pemakaian Pendingin
Udara)
• Alih fungsi lahan
karena pembukaan
lahanhutan
• Pembukaan
Lahan/Hutan menjadi
Kebun Sawit
Akibat yang
Ditimbulkan:

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
C-7
Isu PB Strategis dan Isu
Lokasi Data Pendukung Pengumpul Data
Terkait
• Penurunan Air
Permukan
• Menambah biaya
hidup contoh biaya
listrik naik
• Polusi Udara
• Efek Rumah Kaca
• Perubahan
Keanekaragaman
Hayati Ikan

2. Penurunan Kualitas & Debet Air Permukaan


Faktor Penyebab: • Perubahan Data series: • DLH
• Pembalakan liar kualitas air • Data kualitas air • Dinkes
• Limbah pabrik permukaan • Data KLB • DLH
• Persentase (sumur gali dan Waterbourne • DLH
pengelolaan timbulan resapan) diseases (laporan • DPU
sampah • Penurunan kunjungan rumah • Dinkes
• Penambangan tanpa kuantitas di … sakit/puskesmas) • DPU, Perkimtan
ijin (belum ada terjadi • Data PROPER
pengelolaan limbah B3 kekeringan. • Data kasus
penggunaan merkuri • Ekosistem anak lingkungan, SLHD
pada PETI) sungai • Data timbulan
• Sanitasi buruk Batanghari rusak sampah
• Perilaku hidup sehat di sungai Nyunyo, • Data EHRA
masih rendah sungai Rotan, • Data Rumah Tidak
• Rendahnya sungai Piruko, Layak Huni
pengetahuan dan sungai Koto Balai,
pemahaman sungai Siat,
• Rendahnya kesadaran sungai Palangko.
/kepedulian • KLB diare terjadi
masyarakat di Kecamatan
Sembilan Koto.
Akibat yang • Kesenjangan
Ditimbulkan: sosial
• Sedimentasi sungai berdasarkan
• Krisis air informasi dari
bersih/berkurangnya masyarakat
kuantitas sumber air
• Penurunan kuantitas
air permukaan
• KLB penyakit menular
(diare, dll.)
• Risiko penyakit
degeneratif akibat
paparan merkuri
• Ekosistem sungai rusak
• Kesenjangan sosial

Masukan Pemangku

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
C-8
Isu PB Strategis dan Isu
Lokasi Data Pendukung Pengumpul Data
Terkait
Kepentingan
Faktor Penyebab;
• peningkatan
perkebunan sawit
(Kuantitas)
• Penggunaan pestisida
secara berlebihan
(Kualitas)
• Rendahnya kepedulian
masyarakat terhadap
lingkungan
• Drainase tidak
berfungsi
• Perda/Regulasi
(dipertimbangkan)

Akibat yang
Ditimbulkan:
• Pencemaran ecoli air
sumur
• Penurunan
produtifitas lahan
• Daya serap tanah
terhadap air
berkurang
• Menurunnya kualitas
air sungai
• Terjadinya banjir
• Resapan air berkurang
sehingga terjadinya
longsor

3. Degradasi lahan &


hutan
Faktor Penyebab: • Alih fungsi lahan Data series: • WWF (Mirza),
• Fragmentasi kawasan dan jalan • Data tutupan lahan, Bapppeda
hutan menyebabkan tata ruang. (Frinaldi).
• Lahan kritis fragmentasi • Data hotspot BMKG, • BPBD, DLH
• Karhutla kawasan hutan BPBD, SLHD. • WWF, DLH
• Alih fungsi lahan terjadi di Koridor • Data deskriptif
• Tingkat pendidikan Bukit Batabuh. berdasarkan kamera
rendah • Karhutla trap, SLHD.
• Rendahnya kesadaran (kebakaran
masyarakat lahan) terdapat
beberapa titik
Akibat yang terjadi di daerah
Ditimbulkan: Timpeh,
• Banjir terutama
• Suhu udara meningkat kebakaran
• Kemerosotan kehati perkebunan

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
C-9
Isu PB Strategis dan Isu
Lokasi Data Pendukung Pengumpul Data
Terkait
• Turunnya karet hampir
muka/cadangan air terjadi di semua
tanah Kecamatan (11
• Krisis kuantitas dan Kecamatan).
kualitas air bersih
Masukan Pemangku • Degradasi hutan
Kepentingan Faktor terjadi di
Penyebab: kawasan yang
memanjang dari
Gunung Selasih
Akibat yang ke arah Timpeh.
Ditimbulkan: • Degradasi lahan
terjadi di
wilayah anak-
anak sungai
Batanghari:
sungai Nyunyo,
sungai Rotan,
sungai Piruko,
sungai Koto
Balai, sungai
Siat, sungai
Palangko
• Pada daerah
Timpeh banyak
terdapat lahan
terbuka akibat
penambangan
mangaan.
• Potensi
degradasi lahan
pada
penambangan
batubara di
Padang Laweh,
dan Asam
Jujuhan.

4. Keanekaraganan
Hayati
Faktor Penyebab: • • Data tutupan lahan • WWF
• Degradasi dan • Data hotspot Karhutla • DLH
fragmentasi hutan • Data pantauan
• Perburuan liar kualitatif kegiatan
• Pembalakan liar pembalakan liar dan
• Perambahan hutan perambahan hutan
• Kebakaran hutan dan • Data informasi kasus
lahan konflik satwa vs.
• Alih fungsi lahan manusia

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
C-10
Isu PB Strategis dan Isu
Lokasi Data Pendukung Pengumpul Data
Terkait
Akibat yang • Data sebaran satwa
Ditimbulkan: (salah satunya laporan
• Terganggunya rantai camera trap)
makanan • Laporan semester
• Konflik satwa vs. pengelolaan PT. BRM
manusia • Data-data studi terkait
• Berkurang/punah (AMDAL, dll).
satwa dan flora
endemik

Masukan Pemangku • Penebangan


Kepentingan Faktor Kayu Sialang
Penyebab: dan Modan
• Penebangan Kayu Keladi Lokasi
tanpa perhitungan Kecamatan IX
(Kayu Sialang) Koto
• Penebangan Tidak
Tebang Pilih (Pohon
Modan Keladi dengan
ukuran pohon yang
besar sebagai bahan
baku untuk obat
tempayang)
• Putusnya rantai
makanan alami di
hutan
• Berkurangnya hutan
• Pembukaan lahan
hutan
• Air Tercemar
• Penangkapan ikan
dengan racun
• Penggunaan pestisida
secara berlebihan
• Belum adanya
pemetaan kawasan
budi daya yang
berwawasan lingungan
• Adanya kemajuan
teknologi untuk
menebang pohon
(Chainsaw)
• Banyaknya
Penambangan Emas
Tanpa Izin

Akibat yang
Ditimbulkan:
• Banyak Ikan di sungai
yang mati

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
C-11
Isu PB Strategis dan Isu
Lokasi Data Pendukung Pengumpul Data
Terkait
• Produksi madu lebah
berkurang
• Habisnya beberapa
jenis makhluk hidup
• Hilangnya binatang liar
• Hilangnya plasma
nutfah
• Mikroorganisme
banyak yang ikut mati
• Hilangnya jenis kayu
gaharu, Jonang
(Rotan)
• Berkurangnya bunyi-
bunyian alami

5. Kesenjangan
Sosial/Kemiskinan
Faktor Penyebab: Data series: Dinas pertanian
• Kapasitas SDM belum • Data harga karet dan
memadai sawit
• Harga komoditas • Data SDM untuk
pertanian dan pertanian dan
perkebunan fluktuatif perkebunan
• Belum tertatanya
sistem niaga hasil
pertanian
Akibat yang
Ditimbulkan:
• Perambahan hutan
• Penebangan tanpa izin
Masukan Pemangku
Kepentingan

 Perusahaan yang
Faktor Penyebab:

berada di kecamatan
Sitiung, Kecamatan
Sungai Rumbai,
Kecamatan Koto Salak
dan Kecamatan
Tiumang, belum
sepenuhnya
memanfaatkan tenaga

 Akses jalan belum


kerja lokal.

memadai di semua
kecamatan terutama
yang dilalui jalan
perusahaan
disebabkan tingginya

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
C-12
Isu PB Strategis dan Isu
Lokasi Data Pendukung Pengumpul Data
Terkait
intensitas

 Tidak akuratnya
penggunaan jalan.

pendataan penduduk
miskin di semua
kecamatan di
kabupaten

 Keberadaan Suku
Dharmasraya.

Anak Dalam (KAT) di


Kecamatan Koto
Besar, Kecamatan
Pulau Punjung dan

 Pelayanan kesehatan
Kecamatan IX Koto.

dan pendidikan yang


belum merata di
Kecamatan Asam

 Masih terjadi illegal


Jujuhan dan IX Koto.

logging di Kecamatan
Timpeh, Kecamatan
Koto Besar,
Kecamatan IX Koto,
Kecamatan Padang
Laweh, dan
Kecamatan Koto

 Kurangnya pembinaan
Salak.

anak kemenakan di
seluruh kecamatan di
Kabupaten
Dharmasraya.

Akibat yang

 Perekonomian
Ditimbulkan:

masyarakat kurang

 Masih ada penduduk


maju.

miskin yang belum

 Minimnya akses
mendapat bantuan.

pendidikan dan

 Hutan punah, banjir,


kesehatan

hilangnya daerah
tangkapan air, akses

 Kecenderungan
jalan rusak.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
C-13
Isu PB Strategis dan Isu
Lokasi Data Pendukung Pengumpul Data
Terkait
timbulnya masalah
narkoba

6. Kesehatan Masyarakat
Faktor Penyebab: Berdasarkan Data series:
• Penurunan kualitas pemetaan oleh • Data Kesling • Dinas Pangan
lingkungan (air, udara, puskesmas. • Data Balai POM dan dan perikanan
tanah) kesehatan • Dinkes
• Pola perilaku hidup • Data EHRA • Distan
tidak sehat • Data penggunaan • DisKumperdag
• Ketidakamanan pestisida • DLH
pangan • Data uji bahan
• Penggunaan pestisida pangan dan
dalam pertanian perikanan
• Data rumah
Akibat yang sakit/puskesmas
Ditimbulkan: • Data kejadian KLB
• Penyakit degenerasi
• Penyakit ISPA,
penyakit kulit
• KLB Diare, DBD,
Malaria
• Menurunnya
produktivitas
• Menurunnya daya
saing
• Kematian

Masukan Pemangku
Kepentingan Faktor
Penyebab:
• Belum meratanya
sarana, prasarana dan
tenaga kesehatan
• Tidak semua
masyarakat
menggunakan JKN
• Kurangnya
pengawasan terhadap
makanan

7. Konflik Sosial
Faktor Penyebab: • Batas Sumbar – Data series: • Bagian Tata
• Ketidak jelasan tapal Jambi, segmen • Data kejadian konflik Pemerintahan,
batas Sungai Rumbai Sekda
• Tumpang-tindih • Batas
kepemilikan Dharmasraya-
Sijunjung,
Akibat yang
segmen

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
C-14
Isu PB Strategis dan Isu
Lokasi Data Pendukung Pengumpul Data
Terkait
Ditimbulkan: Kampung Surau
• Potensi konflik fisik • Batas Sumbar-
antara masyarakat Riau, segmen
dengan aparatur Padang Laweh
• Potensi konflik fisik dan Timpeh
antara masyarakat • Batas Solok
dengan masyarakat Selatan-
Dharmasraya,
segmen S.
Dareh
• Batas antar
Nagari dan
Kecamatan
yang belum
jelas
Masukan Pemangku
Kepentingan Faktor
Penyebab:
• Pencemaran akibat
limbah pabrik kelapa
sawit di Kecamatan
Koto Besar,
Kecamatan Asam
Jujuhan, Kecamatan
Timoeh, Kecamatan
Padang Laweh dan
Kecamatan Koto Baru
• Penambangan Emas
tanpa Izin, persoalan
di lokasi yang
tersebar di seluruh
kecamatan.
• Tidak adanya upaya
perbaikan lahan
bekas galian di
Kecamatan Asam
Jujuhan, Kecamatan
Koto Besar.
• Tidak transparannya
pembagian CSR oleh
Perusahaan yang ada
di Kecamatan Asam
Jujuhan dan
Kecamatan Koto
Besar.
• Ketidakjelasan status
lahan antara inti,
plasma, dan
perorangan (baik

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
C-15
Isu PB Strategis dan Isu
Lokasi Data Pendukung Pengumpul Data
Terkait
perkebunan maupun
pemukiman) di
kecamatan Asam
Jujuhan dan
Kecamatan Koto
Besar.
• Ketidakjelasan batas
wilayah ini juga
terjadi antar: (a)
Kabupaten
Dharmasraya dan
Muaro Sijunjung –
Pulau Punjung; dan
(b) Provinsi
Sumatera Barat dan
Jambi – Kecamatan
Sungai Rumbai dan
Kecamatan Koto
Salak

Akibat yang
Ditimbulkan:
• Pencemaran
lingkungan dan
penurunan kualitas
lingkungan
• Timbul kecemburuan
sosial
• Konflik dikarenakan
status lahan baik
status penggunaan,
kepemilikan maupun
status lahan oleh
masyarakat.
• Rendahnya tingkat
kesejahteraan
masyarakat sekitar
perusahaan di
Kecamatan Asam
Jujuhan.
8. Tata Kelola SDA & LH
Faktor Penyebab: Seluruh wilayah Data: • Bapppeda, BKD,
• Belum seimbangnya Kabupaten • Data Pagu Anggaran
pembangunan Dharmasraya • Data Program RKPD
ekonomi, sosial dan • KRP dalam RPJMD
lingkungan
• Masih lemahnya
pengawasan dan
penegakan hukum
• Belum ada rencana

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
C-16
Isu PB Strategis dan Isu
Lokasi Data Pendukung Pengumpul Data
Terkait
rinci tata ruang
• Belum sinergi dan
koordinasi antar PD
Akibat yang
Ditimbulkan:
• Degradasi sumberdaya
alam
• Kerusakan dan
pencemaran
lingkungan
• Kesenjangan sosial
• Rendahnya investasi

Masukan Pemangku Unsur terkait


Kepentingan Faktor pemerintahan
Penyebab:
• Proses perizinan yang
membutuhkan waktu
lama;
• Kurangnya penataan
kawasan
pertambangan dan
galian C;
• Pencemaran sungai
akibat kegiatan
penambangan liar,
kegiatan
pabrik/limbah industri;
• Ketidakadilan dalam
pemberian izin;
• Penambangan tidak
sesuai ketentuan (tata
penambangan,
reklamasi dan
pengangkutan
komoditas tambang);
• Banyaknya IUP
Pertambangan yang
bermasalah;
• Terlalu luasnya
kepemilikan IUP
perkebunan untuk
pengusaha besar;
• CSR perusahaan tidak
tepat sasaran;
• Terbatasnya lahan
untuk kehidupan flora
dan fauna;

Akibat yang

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
C-17
Isu PB Strategis dan Isu
Lokasi Data Pendukung Pengumpul Data
Terkait
Ditimbulkan:
• Berkurangnya flora
dan fauna
• Pencemaran air
• Kerusakan lingkungan
(kerusakan lahan)
• Rusaknya sarana dan
prasarana umum
(jalan)
• Kekurangan lahan
untuk kegiatan
ekonomi masyarakat
memacu konflik social
• Kesenjangan ekonomi
dan hilangnya ruang
hidup rakyat
• Hasil dari kegiatan
ekonomi tidak optimal

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
C-18
Lampiran 3.D. Berita Acara Konsultasi Publik

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
C-19
Lampiran 3.E. Dokumentasi

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
D-1

D. Lampiran 4. Penyusunan dan Pengkajian Alternatif Strategi


KEBIJAKAN 1:MENJADIKAN KABUPATEN DHARMASRAYA SEBAGAI PUSAT KONEKTIVITAS EKONOMI YANG DIDUKUNG
OLEH INFRASTRUKTUR

Kriteria CDF 1 CDF 2 CDF 3


Kajian PENGHIDUPAN MASYARAKAT ALIH FUNGSI LAHAN TATA KELOLA
C2.2 C3.1
C1.2 C1.3 C2.1 C3.2
C1.1 C1.4 Promosi Pengendalian,
Akses Jasa Perencanaan Kapasitas O/R
Sumber Kerentanan Praktek Implementasi,
Pilihan terhadap Ekosistem dan Kelembagaan
Pendapatan terhadap Berkelanjutan Rencana dan
Strategi pelayanan pendukung Pengelolaan Untuk Koordinasi
Masyarakat perubahan dan Teknologi Penegakan
infrastruktur, kehidupan Tekanan Lintas Sektor
lokal iklim Bersih Kebijakan dan
layanan/jasa masyarakat Pembangunan
Peraturan
O O O O/R O O O O/R O

Pengembang Aktifitas Dengan adanya Dapat O: Dalam Dalam Pengembangan O


an potensi Pariwisata, pelayanan mengembangka Pengembangan Pengembangan Pengembangan potensi Pengembangan
Sumberdaya energi, infrastruktur dapat n potensi sumberdaya potensi potensi Sumberdaya potensi Sumberdayan
yang tersedia pertambangan, mengembangkan sumberdaya memiliki peuang Sumberdaya Sumberdaya mengacu pada didukung oleh
di Kabupaten minyak sawit, potensi sumber yang untuk harus didukung dengan perencanaan pengembangan
Dharmasraya pertambangan, daya yang ada berdasarkan memperbaiki memperhatikan Promosi Praktek- dalam kapasitas
berdasarkan hutan merupakan jasa ekosistem kerentanan perencanaan dan Praktek pelaksanaannya kelembagaan dalam
daya dukung sumber terhadap pengelolaan Berkelanjutan dan harus rangka pelaksanaan
dan daya pendapatan perubahan iklim tekanan program-program dikendalikan dan koordinasi lintas
tampung masyarakat lokal pembangunan Teknologi Bersih mengacu pada sektor
R
lingkungan kebijakan dan
Pengembangan R
hidup peraturan
potensi Pengembangan
perundang-
Sumberdaya potensi Sumberdaya
undangan
memiliki resiko tidak didukung oleh
terhadap pengembangan
peerubahan iklim kelembagaan akan
karena memiliki mengakibatkan
ambang batas ketidakseimbangan
potensi daya dalam eksploitasi
tampung

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
D-2

Kriteria CDF 1 CDF 2 CDF 3


Kajian PENGHIDUPAN MASYARAKAT ALIH FUNGSI LAHAN TATA KELOLA
C2.2 C3.1
C1.2 C1.3 C2.1 C3.2
C1.1 C1.4 Promosi Pengendalian,
Akses Jasa Perencanaan Kapasitas O/R
Sumber Kerentanan Praktek Implementasi,
Pilihan terhadap Ekosistem dan Kelembagaan
Pendapatan terhadap Berkelanjutan Rencana dan
Strategi pelayanan pendukung Pengelolaan Untuk Koordinasi
Masyarakat perubahan dan Teknologi Penegakan
infrastruktur, kehidupan Tekanan Lintas Sektor
lokal iklim Bersih Kebijakan dan
layanan/jasa masyarakat Pembangunan
Peraturan
lingkungan sumberdaya

O O O R O O O O/R O

Pengembang Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan O:


an sistem sistem perkotaan sistem perkotaan sistem sistem perkotaan sistem perkotaan sistem perkotaan sistem perkotaan Pengembangan
perkotaan & pembangunan & pembangunan perkotaaan dan & pembangunan & pembangunan & pembangunan & pembangunan sistem perkotaan &
dan infrastruktur, serta infrastruktur, serta pembangunan infrastruktur, serta infrastruktur, serta infrastruktur, serta infrastruktur, pembangunan
pembanguna pelayanan dasar pelayanan dasar infrastruktur, pelayanan dasar pelayanan dasar pelayanan dasar serta pelayanan infrastruktur, serta
n dapat menjadi dapat serta pelayanan rentan terhadap mengacu pada dapat dasar mengacu pelayanan dasar
infrastruktur, akses masyarakat meningkatkan dasar dapat perubahan iklim perencanaan dan dilaksanakan pada didukung oleh
serta untuk peningkatan akses terhadap memberikan pengelolaan melalui Promosi perencanaan & pengembangan
pelayanan sumber pelayanan peluang bagi tekanan terhadap Praktek-Praktek dilaksanakan kapasitas
dasar pendapatan infrastruktur pengembangan pembangunan Berkelanjutan dan dan dikendalikan kelembagaan dalam
masyarakat jasa ekosistem Teknologi Bersih melalui rangka pelaksanaan
yang Penegakan koordinasi lintas
mendukung Kebijakan dan sektor
kehidupan Peraturan
R
masyarakat Perundang-
Pengembangan
Undangan
sistem perkotaan &
pembangunan
infrastruktur, serta
pelayanan dasar
memiliki resiko jika
tidak didukung oleh
pengembangan
kelembagaan dan

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
D-3

Kriteria CDF 1 CDF 2 CDF 3


Kajian PENGHIDUPAN MASYARAKAT ALIH FUNGSI LAHAN TATA KELOLA
C2.2 C3.1
C1.2 C1.3 C2.1 C3.2
C1.1 C1.4 Promosi Pengendalian,
Akses Jasa Perencanaan Kapasitas O/R
Sumber Kerentanan Praktek Implementasi,
Pilihan terhadap Ekosistem dan Kelembagaan
Pendapatan terhadap Berkelanjutan Rencana dan
Strategi pelayanan pendukung Pengelolaan Untuk Koordinasi
Masyarakat perubahan dan Teknologi Penegakan
infrastruktur, kehidupan Tekanan Lintas Sektor
lokal iklim Bersih Kebijakan dan
layanan/jasa masyarakat Pembangunan
Peraturan
koordinasi lintas
sektor

O O O O O O O O O

Pengembang Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan


an aktivitas aktivitas berbasis aktivitas berbasis aktivitas aktivitas berbasis aktivitas berbasis aktivitas berbasis aktivitas aktivitas berbasis
berbasis pada pada nilai-nilai pada nilai-nilai berbasis pada pada nilai-nilai pada nilai-nilai pada nilai-nilai berbasis pada pada nilai-nilai local
nilai-nilai lokal local dapat local didukung nilai-nilai local local dapat local mengacu local dapat nilai-nilai local dapat dilaksanakan
(adat, warisan menjadi salah oleh Akses dapat mengurangi perencanaan dan dilaksanakan dalam dengan peningkatan
budaya, satu sumber terhadap meningkatkan Kerentanan pengelolaaan dengan Promosi pelaksanaannya kapasitas
sejarah) pendapatan pelayanan Jasa Ekosistem terhadap tekanan Praktek-Praktek mengacu pada kelembagaan dan
untuk masyarakat lokal infrastruktur, yang perubahan iklim pembangunan Berkelanjutan dan perencanaan koordinasi lintas
mendukung layanan/jasa mendukung Teknologi Bersih dan perlu sektor
penghidupan kehidupan pengendalian
masyarakat masyarakat serta penegakan
kebijakan dan
peraturan
perundang-
undangan

O O O O O O O O O

Membangun Membangun iklim Membangun iklim Membangun Membangun iklim Membangun iklim Membangun iklim Membangun Membangun iklim
iklim perekonomian perekonomian iklim perekonomian perekonomian perekonomian iklim perekonomian yang
perekonomia yang kondusif yang kondusif perekonomian yang kondusif yang kondusif yang kondusif perekonomian kondusif melalui
n yang dapat didukung dengan yang kondusif dapat mengurangi sesuai dengan dapat dilakukan yang kondusif peningkatan kapasitas
kondusif meningkatkan Akses terhadap didukung kemungkinan mengacu melalui Promosi dapat kelembagaan dan
Sumber pelayanan dengan Jasa terjadinya perencanaan dan Praktek-Praktek diimpelemntasik koordinasi lintas

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
D-4

Kriteria CDF 1 CDF 2 CDF 3


Kajian PENGHIDUPAN MASYARAKAT ALIH FUNGSI LAHAN TATA KELOLA
C2.2 C3.1
C1.2 C1.3 C2.1 C3.2
C1.1 C1.4 Promosi Pengendalian,
Akses Jasa Perencanaan Kapasitas O/R
Sumber Kerentanan Praktek Implementasi,
Pilihan terhadap Ekosistem dan Kelembagaan
Pendapatan terhadap Berkelanjutan Rencana dan
Strategi pelayanan pendukung Pengelolaan Untuk Koordinasi
Masyarakat perubahan dan Teknologi Penegakan
infrastruktur, kehidupan Tekanan Lintas Sektor
lokal iklim Bersih Kebijakan dan
layanan/jasa masyarakat Pembangunan
Peraturan
Pendapatan infrastruktur, Ekosistem yang perubahan iklim pengelolaaan Berkelanjutan dan an sesuai sektor ekonomi
Masyarakat lokal layanan/jasa mendukung tekanan Teknologi Bersih dengan
kehidupan pembangunan perencanaan
masyarakat dan perlu
pengendalian
serta penegakan
kebijakan dan
peraturan
perundang-
undangan

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
D-5
KEBIJAKAN 2: MENJADIKAN KABUPATEN DHARMASRAYA SEJAHTERA, NYAMAN, DAN AMAN
Kriteria CDF 1 CDF 2 CDF 3
Kajian PENGHIDUPAN MASYARAKAT ALIH FUNGSI LAHAN TATA KELOLA
C2.2 C3.1
C1.3 C3.2
C1.2 C2.1 Promosi Pengendalian,
C1.1 Jasa C1.4 Kapasitas
Akses terhadap Perencanaan & Praktek-Praktek Implementasi, O/R
Pilihan Sumber Ekosistem Kerentanan Kelembagaan Untuk
pelayanan Pengelolaan Berkelanjutan Rencana dan
Strategi Pendapatan Pendukung terhadap Koordinasi Lintas
infrastruktur, Tekanan dan Teknologi Penegakan
Masyarakat lokal kehidupan perubahan iklim Sektor
layanan/jasa Pembangunan Bersih Kebijakan dan
masyarakat
Peraturan
O O O O O O O O O

Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan


pembanguna pembangunan pembangunan pembangunan pembangunan pembangunan pembangunan pembangunan pembangunan yg
n yang yang berwawasan yang berwawasan yang yang berwawasan yang berwawasan yang yang berwawasan berwawasan
berwawasan lingkungan lingkungan berwawasan lingkungan lingkungan berwawasan lingkungan lingkungan berbasis
lingkungan berbasis jasa berbasis jasa lingkungan berbasis jasa berbasis jasa lingkungan berbasis jasa jasa ekosistem
berbasis jasa ekosistem dapat ekosistem berbasis jasa ekosistem dapat ekosistem berbasis jasa ekosistem yang didukung dengan
ekosistem meningkatkan didukung dengan ekosistem mengurangi dilaksanakan ekosistem dapat diimplementasika peningkatan
akses ke Sumber Akses terhadap dapat menjaga kerentanan sesuai dengan dilaksanakan n sesuai dengan kapasitas
Pendapatan pelayanan Jasa Ekosistem terhadap perencanaan dan melalui Promosi perencanaan dan Kelembagaan Untuk
Masyarakat lokal infrastruktur, yang perubahan iklim pengelolaaan Praktek-Praktek Penegakan Koordinasi Lintas
layanan/jasa mendukung tekanan Berkelanjutan Kebijakan dan Sektor
kehidupan pembangunan dan Teknologi Peraturan
masyarakat Bersih Perundang-
Undangan

O O O O O O O O O

Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan kualitas
kualitas dan kualitas dan kualitas dan kualitas dan kualitas dan kualitas dan kualitas dan kualitas dan dan kuantitas
kuantitas kuantitas kuantitas kuantitas kuantitas kuantitas kuantitas kuantitas pelayanan dasar
pelayanan pelayanan dasar pelayanan dasar pelayanan pelayanan dasar pelayanan dasar pelayanan dasar pelayanan dasar didukung dengan
dasar dasar mengacu pada dapat sesuai dengan peningkatan
perencanaan dilaksanakan perencanaan, kapasitas
yang ada dan melalui Promosi kebijakan yang Kelembagaan Untuk
pengelolaan Praktek-Praktek telah ditetapkan Koordinasi Lintas

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
D-6
Kriteria CDF 1 CDF 2 CDF 3
Kajian PENGHIDUPAN MASYARAKAT ALIH FUNGSI LAHAN TATA KELOLA
C2.2 C3.1
C1.3 C3.2
C1.2 C2.1 Promosi Pengendalian,
C1.1 Jasa C1.4 Kapasitas
Akses terhadap Perencanaan & Praktek-Praktek Implementasi, O/R
Pilihan Sumber Ekosistem Kerentanan Kelembagaan Untuk
pelayanan Pengelolaan Berkelanjutan Rencana dan
Strategi Pendapatan Pendukung terhadap Koordinasi Lintas
infrastruktur, Tekanan dan Teknologi Penegakan
Masyarakat lokal kehidupan perubahan iklim Sektor
layanan/jasa Pembangunan Bersih Kebijakan dan
masyarakat
Peraturan
tekanan Berkelanjutan dan peraturan Sektor
pembangunan dan Teknologi perundang-
Bersih undangan yang
berlaku

O O O O O O O O O

Peningkatan Dengan adanya Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan
kepastian Peningkatan kepastian hukum kepastian kepastian hukum kepastian hukum kepastian hukum kepastian hukum kepastian hukum
hukum kepastian hukum melalui hukum melalui melalui melalui melalui melalui melalui pembentukan
melalui melalui pembentukan pembentukan pembentukan pembentukan pembentukan pembentukan regulasi, sosialisasi,
pembentuka pembentukan regulasi, regulasi, regulasi, regulasi, regulasi, regulasi, dan penegakan
n regulasi, regulasi, sosialisasi, dan sosialisasi, dan sosialisasi, dan sosialisasi, dan sosialisasi, dan sosialisasi, dan hukum dan
sosialisasi, sosialisasi, dan penegakan penegakan penegakan hukum penegakan penegakan penegakan peningkatan
dan penegakan hukum hukum hukum mejadi dapat menekan laju hukum sebagai hukum sebagai hukum sesuai kapasitas
penegakan maka dapat merupakan salah dasar aturan perubahan iklim strategi dalam upaya dalam dengan Kelembagaan Untuk
hukum memberikan satu Akses dalam pelaksanaan Promosi perencanaan dan Koordinasi Lintas
kepastian hukum terhadap pemanfaatan perencanaan dan Praktek-Praktek pemanfaatan dan Sektor
terhadap pelayanan Jasa Ekosistem pengelolaan Berkelanjutan pengendalian
pendapatan infrastruktur, yang tekanan dan Teknologi sesuai dengan
masyarakat lokal layanan/jasa mendukung pebangunan Bersih peraturan yang
kehidupan berlaku
masyarakat

O O O O O O O O O

Peningkatan Penguatan Penguatan Penguatan Penguatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan


pembanguna kelembagaan dan kelembagaan dan kelembagaan kelembagaan dan pembangunan pembangunan pembangunan pembangunan yang
n yang tata kelola tata kelola dan tata kelola tata kelola yang berwawasan yang yang berwawasan berwawasan

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
D-7
Kriteria CDF 1 CDF 2 CDF 3
Kajian PENGHIDUPAN MASYARAKAT ALIH FUNGSI LAHAN TATA KELOLA
C2.2 C3.1
C1.3 C3.2
C1.2 C2.1 Promosi Pengendalian,
C1.1 Jasa C1.4 Kapasitas
Akses terhadap Perencanaan & Praktek-Praktek Implementasi, O/R
Pilihan Sumber Ekosistem Kerentanan Kelembagaan Untuk
pelayanan Pengelolaan Berkelanjutan Rencana dan
Strategi Pendapatan Pendukung terhadap Koordinasi Lintas
infrastruktur, Tekanan dan Teknologi Penegakan
Masyarakat lokal kehidupan perubahan iklim Sektor
layanan/jasa Pembangunan Bersih Kebijakan dan
masyarakat
Peraturan
berwawasan pemerintahan pemerintahan pemerintahan pemerintahan lingkungan berwawasan lingkungan lingkungan berbasis
lingkungan sebagai pengendali dapat mendukung dapat mengatur dapat mengurangi berbasis jasa lingkungan berbasis jasa jasa ekosistem yang
berbasis jasa dalam akses terhadap pemanfaatan laju terhadap ekosistem sesuai berbasis jasa ekosistem sesuai didukung dengan
ekosistem pemanfaatan pelayanan Jasa Ekosistem perubahan iklim dengan ekosistem dapat dengan peningkatan
sumberdaya untuk infrastruktur yang perencanaan dan dilaksanakan perencanaan, kapasitas
meningkatkan layanan/jasa mendukung pengelolaan dengan Promosi kebijakan yang Kelembagaan Untuk
sumber kehidupan tekanan Praktek-Praktek telah ditetapkan Koordinasi Lintas
pendapatan masyarakat pembangunan Berkelanjutan dan peraturan Sektor
masyarakat lokal dan Teknologi perundang-
Bersih undangan yang
berlaku

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
D-8
KEBIJAKAN 3: MENINGKATKAN AKSES TERHADAP PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN

Kriteria CDF 1 CDF 2 CDF 3


Kajian PENGHIDUPAN MASYARAKAT ALIH FUNGSI LAHAN TATA KELOLA
C1.3 C2.2 C3.1
C3.2
C1.2 Jasa C2.1 Promosi Pengendali,
C1.1 C1.4 Kapasitas O/R
Akses terhadap Ekosistem Perencanaan dan Praktek-Praktek Implementasi,
Pilihan Sumber Kerentanan Kelembagaan Untuk
pelayanan yang Pengelolaan Berkelanjutan Rencana dan
Strategi Pendapatan terhadap Koordinasi Lintas
infrastruktur, mendukung Tekanan dan Teknologi Penegakan
Masyarakat lokal perubahan iklim Sektor
layanan/jasa kehidupan Pembangunan Bersih Kebijakan dan
masyarakat Peraturan
O O O O O O O O O

Mengakomo Pegembangan Pengembangan Pengembangan Perkembangan Perkembangan Perkembangan Perkembangan Perkembangan pasar
dasi pasar termasuk pasar didukung pasar dengan pasar yang telah pasar dilaksanakan pasar pasar yang didukung dengan
perkembang usaha/kegiatan oleh Akses memanfaataka dialokasikan lahan sesuai dengan dilaksanakan dilaksanakan peningkatan
an pasar untuk terhadap n jasa berbasis daya perencanaan dan melalui Promosi sesuai dengan Kapasitas
termasuk meningkatkan pelayanan ekosistem dukung dan daya Pengelolaan Praktek-Praktek rencana dan perlu Kelembagaan Untuk
usaha/kegiat sumber infrastruktur, untuk tampung Tekanan Berkelanjutan pengendalian Koordinasi Lintas
an melalui pendapatan layanan/jasa mendukung lingkungan hidup Pembangunan dan Teknologi sesuai dengan Sektor
penetapan masyarakat lokal kehidupan dapat mengurangi Bersih kebijakan dan
alokasi lahan masyarakat kerentanan peraturan
berbasis terhadap perundang-
daya dukung perubahan iklim undangan yang
dan daya berlaku
tampung
lingkungan
hidup

O O O O O O O O O

Pengembang Pemahaman Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan


an kapasitas masyarakat akan kapasitas kapasitas kapasitas kapasitas kapasitas kapasitas kapasitas masyarakat
masyarakat pemanfaatan ruang masyarakat masyarakat masyarakat dalam masyarakat dalam masyarakat masyarakat dalam dalam pemanfaatan
dalam dapat dalam dalam pemanfaatan ruang pemanfaatan ruang dalam pemanfaatan ruang seiiring dengan
pemanfaatan meningkatkan pemanfaatan pemanfaatan dapat mengurangi dapat mendukung pemanfaatan ruang dalam peningkatan
ruang Sumber ruang didukung ruang dapat kerentanan Perencanaan dan ruang rangka kapasitas
Pendapatan oleh Akses meningkatkan terhadap Pengelolaan mempercepat mewujudkan kelembagaan untuk

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
D-9

Kriteria CDF 1 CDF 2 CDF 3


Kajian PENGHIDUPAN MASYARAKAT ALIH FUNGSI LAHAN TATA KELOLA
C1.3 C2.2 C3.1
C3.2
C1.2 Jasa C2.1 Promosi Pengendali,
C1.1 C1.4 Kapasitas O/R
Akses terhadap Ekosistem Perencanaan dan Praktek-Praktek Implementasi,
Pilihan Sumber Kerentanan Kelembagaan Untuk
pelayanan yang Pengelolaan Berkelanjutan Rencana dan
Strategi Pendapatan terhadap Koordinasi Lintas
infrastruktur, mendukung Tekanan dan Teknologi Penegakan
Masyarakat lokal perubahan iklim Sektor
layanan/jasa kehidupan Pembangunan Bersih Kebijakan dan
masyarakat Peraturan
Masyarakat lokal terhadap pemanfaatan perubahan iklim Tekanan pelaksanaan perencanaan & koordinasi lintas
pelayanan Jasa Ekosistem Pembangunan Promosi pengendalian sektor
infrastruktur, yang Praktek-Praktek pemanfaatan
layanan/jasa mendukung Berkelanjutan ruang sesuai
kehidupan dan Teknologi dengan kebijakan
masyarakat Bersih dan peraturan
perundang-
undangan yang
berlaku

O O O O O O O O O

Penerapan Penerapan Penerapan Penerapan Penerapan Penerapan Penerapan Penerapan Penerapan teknologi
teknologi teknologi bersih teknologi bersih teknologi teknologi bersih teknologi bersih teknologi bersih teknologi bersih bersih didukung oleh
bersih dapat mendukung didukung oleh bersih dapat dapat mengurangi sesuai dengan mendukung dalam rangka peningkatan
pengelolaan akses terhadap meningkatkan Kerentanan Perencanaan & pelaksanaan didukung oleh kapasitas
Sumber pelayanan pemanfaatan terhadap Pengelolaan Promosi perencanaan, kelembagaan untuk
Pendapatan infrastruktur, Jasa perubahan iklim Tekanan Praktek- implementasi & koordinasi linta
Masyarakat lokal layanan/jasa Ekosistem Pembangunan Praktek pengendalian ssektor
yang Berkelanjutan sesuai dengan
mendukung dan Teknologi kebijakan dan
kehidupan Bersih peraturan
masyarakat perundang-
undangan yang
berlaku

O O O O O O O O O

Pengembang Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan tata
an tata kelola tata kelola tata kelola tata kelola tata kelola tata kelola tata kelola tata kelola kelola pemerintahan

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
D-10

Kriteria CDF 1 CDF 2 CDF 3


Kajian PENGHIDUPAN MASYARAKAT ALIH FUNGSI LAHAN TATA KELOLA
C1.3 C2.2 C3.1
C3.2
C1.2 Jasa C2.1 Promosi Pengendali,
C1.1 C1.4 Kapasitas O/R
Akses terhadap Ekosistem Perencanaan dan Praktek-Praktek Implementasi,
Pilihan Sumber Kerentanan Kelembagaan Untuk
pelayanan yang Pengelolaan Berkelanjutan Rencana dan
Strategi Pendapatan terhadap Koordinasi Lintas
infrastruktur, mendukung Tekanan dan Teknologi Penegakan
Masyarakat lokal perubahan iklim Sektor
layanan/jasa kehidupan Pembangunan Bersih Kebijakan dan
masyarakat Peraturan
pemerintaha pemerintahan pemerintahan pemerintahan pemerintahan pemerintahan pemerintahan pemerintahan dalam pemanfaatan
n dalam dalam dalam dalam dalam dalam dalam dalam ruang seiiring dengan
pemanfaatan pemanfaatan ruang pemanfaatan pemanfaatan pemanfaatan ruang pemanfaatan ruang pemanfaatan pemanfaatan peningkatan
ruang dapat mendukung ruang seiring ruang sebagai yang sesuai sebagai ruang yang ruang mendukung Kapasitas
pengelolaan dengan upaya menjaga dengan aturan implementasi mendukung pelaksanaan Kelembagaan Untuk
Sumber pembangunan keseimbangan dapat mengurangi keterlibatan pelaksanaan perencanaan & Koordinasi Lintas
Pendapatan Akses terhadap Jasa Ekosistem Kerentanan masyarakat dalam Promosi implementasi Sektor
Masyarakat lokal pelayanan yang terhadap Perencanaan dan Praktek-Praktek serta
infrastruktur, mendukung perubahan iklim Pengelolaan Berkelanjutan pengendalian
layanan/jasa kehidupan Tekanan dan Teknologi sesuai dengan
masyarakat Pembangunan Bersih kebijakan dan
peraturan
perundang-
undangan yang
berlaku

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
D-11
KEBIJAKAN 4:MEMPROMOSIKAN PERTANIAN LESTARI DAN KETERSEDIAAN & AKSES TERHADAP SUMBERDAYA AIR
SECARA BERKELANJUTAN
CDF 1 CDF 2 CDF 3
Kriteria Kajian
PENGHIDUPAN MASYARAKAT ALIH FUNGSI LAHAN TATA KELOLA
C3.1
C1.3 C2.2 Pengendali,
C3.2
C1.1 C1.2 Jasa C2.1 Promosi Implementasi,
C1.4 Kapasitas O/R
Sumber Akses terhadap Ekosistem Perencanaan dan Praktek-Praktek Rencana dan
Pilihan Kerentanan Kelembagaan Untuk
Pendapatan pelayanan yang Pengelolaan Berkelanjutan Penegakan
Strategi terhadap Koordinasi Lintas
Masyarakat infrastruktur, mendukung Tekanan dan Teknologi Kebijakan dan
perubahan iklim Sektor
lokal layanan/jasa kehidupan Pembangunan Bersih Peraturan
masyarakat Perundang-
Undangan
O O O O O/R O O O/R
Pengembanga Peningkatan infrastruktur penerapan penerapan O: Penerapan strategi ini O:
n pertanian pendapatan yang produksi produksi bersih peneraan produksi bersih adalah strategi ini secara
berkelanjutan masyaraakt mendukun bersih akan akan memberikan produksi bersih adalah salah implementasi tidak langsung akan
melalui terkait produksi gpengembanga memberikan hubungan yang mengurangi satu kepada rencana mendorong
penerapan pangan dan n strategi ini hubungan positif terhadap penggunaan implementasi dan penegakan pelaksanaan
produksi bersih minyak sawit. secara tidak positif kerentanan pestisida dan dari promosi regulasi peningkatan
disertai langsung akan terhadap jasa efisiensi limbah praktik-praktik pemerintah serta kapasitas
peningkatan ditingkatkan ekosistem berkelanjutan juga kelembagaan
kapasitas R: dan teknologi meningkatkan pemerintah
petani. peningkatan hasil bersih. pendapatan
produksi masyarakat yang R:
pertanian akan menekan Jika perencanaan
memberikan angka disparitas hingga pelaksanaan
beban bagi pendapatan program tidak
infrastruktur terkoordinasi
jalan. dengan baik akan
menyebabkan
kegagalan program
O ? O O O O O O
Moratorium meningkatkan strategi ini penerapan penerapan penerapan strategi ini strategi ini secara
perluasan daya dukung mendukung produksi bersih moratorium moratorium mendukung tidak langsung akan
areal komoditi jasa lingkungan peningkatan akan memberikan perluasan areal perluasan areal implementasi mendorong
perkebunan; yang kualitas jasa hubungan yang komoditi komoditi rencana pelaksanaan
mendukung ekosistem yang positif terhadap perkebunan akan perkebunan akan pemerintah dan peningkatan

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
D-12
CDF 1 CDF 2 CDF 3
Kriteria Kajian
PENGHIDUPAN MASYARAKAT ALIH FUNGSI LAHAN TATA KELOLA
C3.1
C1.3 C2.2 Pengendali,
C3.2
C1.1 C1.2 Jasa C2.1 Promosi Implementasi,
C1.4 Kapasitas O/R
Sumber Akses terhadap Ekosistem Perencanaan dan Praktek-Praktek Rencana dan
Pilihan Kerentanan Kelembagaan Untuk
Pendapatan pelayanan yang Pengelolaan Berkelanjutan Penegakan
Strategi terhadap Koordinasi Lintas
Masyarakat infrastruktur, mendukung Tekanan dan Teknologi Kebijakan dan
perubahan iklim Sektor
lokal layanan/jasa kehidupan Pembangunan Bersih Peraturan
masyarakat Perundang-
Undangan
sumber mendukung kerentanan memberikan memberikan penegakan kapasitas
pendapatan kehidupan hubungan yang hubungan yang regulasi kelembagaan
masyaakat R : masyarakat positif terhadap positif terhadap pemerintah R : Jika
terjadi konflik tekanan penerapan perencanaan hingga
sosial pada pembangunan praktik-praktik pelaksanaan program
sebagian berkelanjutan dan tidak terkoordinasi
masyarakat yang teknologi bersih dengan baik akan
ingin menyebabkan
memanfaatkan kegagalan program
lahan hutan
O O O O O O O O
Pelestarian strategi ini strategi ini strategi ini meningkatkan peningkatan strategi ini strategi ini sesuai strategi ini secara
keutuhan mendukung mendukung mendukung cadangan karbon tutupan lahan dan mendukung dengan program tidak langsung akan
ekosistem kualitas jasa kualitas jasa peningkatan yang mengurangi peningkatan kehati implementasi pemerintah untuk mendorong
catchment ekosistem yang ekosistem yang kualitas jasa kerentanan teknologi bersih pelestarian pelaksanaan
area sebagai akan akan ekosistem terhadap sumber daya air peningkatan
jasa penyedia meningkatkan mendukung perubahan iklim kapasitas
air; hasil pendapatan ketersediaan air kelembagaan
masyarakat pemerintah R : Jika
perencanaan hingga
pelaksanaan program
tidak terkoordinasi
dengan baik akan
menyebabkan
kegagalan program
O O O O R O O O
Ketersediaan strategi ini strategi ini akan strategi ini strategi ini ketersediaan air strategi ini strategi ini sesuai strategi ini secara
sumberdaya mendukung meningkatkan mendukung mendorong meningkatkan mendukung dengan program tidak langsung akan

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
D-13
CDF 1 CDF 2 CDF 3
Kriteria Kajian
PENGHIDUPAN MASYARAKAT ALIH FUNGSI LAHAN TATA KELOLA
C3.1
C1.3 C2.2 Pengendali,
C3.2
C1.1 C1.2 Jasa C2.1 Promosi Implementasi,
C1.4 Kapasitas O/R
Sumber Akses terhadap Ekosistem Perencanaan dan Praktek-Praktek Rencana dan
Pilihan Kerentanan Kelembagaan Untuk
Pendapatan pelayanan yang Pengelolaan Berkelanjutan Penegakan
Strategi terhadap Koordinasi Lintas
Masyarakat infrastruktur, mendukung Tekanan dan Teknologi Kebijakan dan
perubahan iklim Sektor
lokal layanan/jasa kehidupan Pembangunan Bersih Peraturan
masyarakat Perundang-
Undangan
air yang peningkatan efektifitas peningkatan program restorasi tekanan implementasi pemerintah untuk mendorong
mudah sumber program kualitas jasa daerah tangkapan pembangunan dan teknologi bersih ketersediaan air pelaksanaan
diakses oleh pendapatan peningkatan ekosistem air dan mengurangi daya peningkatan
semua pihak masyarakat infrastruktur meningkatkan dukung ekosistem kapasitas
secara layanan jasa air cadangan karbon kelembagaan
berkelanjutan; pemerintah R : Jika
perencanaan hingga
pelaksanaan program
tidak terkoordinasi
dengan baik akan
menyebabkan
kegagalan program

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
D-14
KEBIJAKAN 5: MELESTARIKAN BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL
CDF 1 CDF 2 CDF 3
Kriteria Kajian O/R
PENGHIDUPAN MASYARAKAT ALIH FUNGSI LAHAN TATA KELOLA
C1.3 C2.2 C3.1
C3.2
C1.1 C1.2 Jasa C2.1 Promosi Pengendali,
C1.4 Kapasitas
Sumber Akses terhadap Ekosistem Perencanaan Praktek-Praktek Implementasi,
Pilihan Kerentanan Kelembagaan
Pendapatan pelayanan yang dan Pengelolaan Berkelanjutan Rencana dan
Strategi terhadap Untuk Koordinasi
Masyarakat infrastruktur, mendukung Tekanan dan Teknologi Penegakan
perubahan iklim Lintas Sektor
lokal layanan/jasa kehidupan Pembangunan Bersih Kebijakan dan
masyarakat Peraturan
O O O O O/R ? R R
Mengelola strategi ini O: akan ketepatsasaran O: besarnya besarnya tantangan
pemanfaatan meningkatkan Peningkatan peningkatan pembangunan Memanfaatkan tantangan dalam dalam
ruang pembangunan penghasilan pembangunan infrastruktur dan ruang mengkombinasika mengkombinasikan
berbasis ekonomi yang masyarakat melalui infrastruktur jasa layanan mempertimbangk n aspirasi dunia aspirasi dunia
masyarakat secara tidak pemanfaatan hasil dasar an konservasi usaha, usaha, masyarakat
dan kearipan langsung akan hutan bukan kayu masyarakat dan dan ketentuan
lokal yang meningkatkan (jernang, galo-galo, R ketentuan regulasi regulasi pemerintah
mengakomod pendapatan rotan, wisata minat pemanfaatan pemerintah
asi masyarakat lokal khusus, dll) ruang untuk
kepentingan pembangunan
pemerintah R: akan
dan dunia beberapa aktifitas menimbulkan
usaha dengan kearifan lokal tekanan bagi
mempertimba berpotensi lingkungan
ngkan mengeksploitasi
konservasi sumber daya alam
lahan; dan konflik sosial
(misalnya ladang
berpindah dan
konflik kepemilikan
ulayat)
O O O O O O O R
Mengangkat meningkatkan Pengembangan beberapa beberapa Sebagian kearifan Sebagian kearifan implementasi besarnya tantangan
kembali sumber kebudayaan lokal kebudayaan kebudayaan lokal lebih bijak lokal memiliki nilai kebijakan dalam
kebudayaan pendapatan mendorong mendukung mendukung dalam praktik-praktik pemerintah mengkoordinasikan
yang ekonomi peningkatan peningkatan peningkatan pemanfaatan berkelanjutan dan mendukung stakesholder terkait
ditinggalkan masyarakat lokal jaringan jasa cadangan karbon sumber daya teknologi bersih pengembangan dalam
untuk infrastruktur dasar ekosistem alam yang akan kearifan lokal pengembangan

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
D-15
CDF 1 CDF 2 CDF 3
Kriteria Kajian O/R
PENGHIDUPAN MASYARAKAT ALIH FUNGSI LAHAN TATA KELOLA
C1.3 C2.2 C3.1
C3.2
C1.1 C1.2 Jasa C2.1 Promosi Pengendali,
C1.4 Kapasitas
Sumber Akses terhadap Ekosistem Perencanaan Praktek-Praktek Implementasi,
Pilihan Kerentanan Kelembagaan
Pendapatan pelayanan yang dan Pengelolaan Berkelanjutan Rencana dan
Strategi terhadap Untuk Koordinasi
Masyarakat infrastruktur, mendukung Tekanan dan Teknologi Penegakan
perubahan iklim Lintas Sektor
lokal layanan/jasa kehidupan Pembangunan Bersih Kebijakan dan
masyarakat Peraturan
meningkatkan mengurangi kebudayaan
ekonomi lokal tekanan terhadap
lingkungan
O O O O O O O R
Optimalisasi Memberikan Memberikan Memberikan Memberikan Sebagian kearifan Sebagian kearifan implementasi besarnya tantangan
tata kelola peluang peluang untuk peluang untuk peluang untuk lokal lebih bijak lokal memiliki nilai kebijakan dalam
pengembanga terhadap pengembangan peningkatan peningkatan dalam praktik-praktik pemerintah mengkoordinasikan
n budaya dan peningkatan infrastruktur dasar daya dukung cadangan karbon pemanfaatan berkelanjutan dan mendukung stakesholder terkait
kearifan lokal ragam dan yang mendukung jasa ekosistim sumber daya teknologi bersih pengembangan dalam
besaran strategi tersebut alam yang akan kearifan lokal pengembangan
pendapatan mengurangi kebudayaan
masyarakaat tekanan terhadap
lingkungan
O O O O O O O R
Memanfaatkan Memberikan Memberikan pemanfaatan Memberikan Sebagian kearifan Pemanfaatan jasa implementasi besarnya tantangan
jasa peluang peluang untuk jasa peluang untuk lokal lebih bijak ekosistem dengan kebijakan dalam
ekosistem terhadap pengembangan ekosistem peningkatan dalam memperytimbang pemerintah mengkoordinasikan
dalam peningkatan infrastruktur dasar yang cadangan karbon pemanfaatan kan nilai2 kearifan mendukung stakesholder terkait
pengembanga ragam dan yang mendukung mempertimba sumber daya banyak pengembangan dalam
n kearifan besaran strategi tersebut ngakn fungsi alam yang akan mengdung kriteria kearifan lokal pengembangan
lokal dengan pendapatan ekologis dapat mengurangi teknologi bersih kebudayaan
mempertimba masyarakaat mempertahan tekanan terhadap
ngkan fungsi kan daya lingkungan
ekologis dukung
lingkungan
dan dapat
memberikan
manafaat
ekonomi

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
E-1
E. Lampiran 5. Resume Konsultasi Publik Hasil KLHS
Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya 2011-
2031

ROADSHOW HASIL KLHS KEPADA OPD TERKAIT – 10 JANUARI 2018


Kegiatan roadshow hasil KLHS kepada OPD terkait ditujukan sebagai media berkonsultasi
terbatas untuk mengkonfirmasi hasil KLHS, mendapatkan masukan serta merumuskan
bersama arahan rekomendasi yang berkaitan dengan OPD yang dimaksudkan sehingga OPD
terkait dapat memberikan komitmen dalam pelaksanaan rekomendasi tersebut.

Rangkaian roadshow telah dilaksanakan pada minggu sebelumnya dengan Dinas Pertanian
yang pada akhirnya dapat memberikan pemahaman secara utuh arah dan tujuan
pembangunan Dharmasraya dengan melihat dasar akar permasalahan yang ada. Pada tanggal
10 Januari 2018 kegiatan roadshow direncanakan di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa,
Dinas Pangan & Perikanan, Dinas Kumperdag, dan Dinas Pariwisata dengan hasil diskusi
sebagai berikut:

Dinas PMD

Diskusi dilaksanakan bersama Kepala Dinas – Abdi Amri dan para Kabid terkait, dengan
masukan sebagai berikut:
 Tupoksi DPMD adalah memfasilitasi nagari untuk penganggaran dana desa,
melakukan perencanaan dan keberlangsungan pemerintahan di tingkat nagari serta
melakukan pembinaan kelompok-kelompok di nagari.
 Pada dasarnya kebijakan pendanaan Nagari ini terbagi menjadi 30% pemberdayaan
masyarakat dan 30% untuk pembangunan fisik. Namun, saat ini sudah direvisi dimana
pemberdayaan masyarakat akan dimaksimalkan paling tinggi 40% untuk
pemberdayaan masyarakat. Kebijakan-kebijakan terkait lingkungan yang sudah ada
sebelumnya adalah pemanfaatan sampah (adanya pelatihan-pelatihan) dan
pemanfaatan lahan pekarangan agar tidak digunakan untuk kebun kelapa
sawit.
Sejak 2007, DPMD sudah memberikan saran untuk pembinaan di masyarakat agar
melakukan pengembangan karet sebagai usaha perkebunan meskipun tanpa kajian
dapat dirasakan bahwa pengembangan sawit akan memberikan dampak besar
terutama di hulu sungai.
 Terkait infrastruktur sanitasi, program Pamsimas di Padang Laweh terkendala
karena diidentifikasi tidak adanya catchment area di wilayah tersebut dan lokasi
tersebut memang secara umum diusahakan untuk perkebunan sawit. Perlu
memperkuat kajian kaitan pengembangan sawit dengan catchment area
sehingga diharapkan ada kegiatan di tingkat desa yang dapat diusulkan
untuk mengantisipasi permasalahan tersebut.
 Meningkatkan peran masyarakat sebagai tokoh utama dalam
pemeliharaan lingkungan. Pentingnya pemahaman lingkungan sebagai titipan

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
E-2
untuk generasi penerus dapat dilakukan melalui pelestarian kearifan lokal yang
mendukung lingkungan hidup berkelanjutan, penyampaian kearifan lokal ini
bisa dilakukan oleh pemangku adat.
 Meningkatkan pelatihan-pelatihan pengembangan ekonomi kreatif
dengan mempertimbangkan potensi wilayahnya sebagai contoh di Tebing
Tinggi oleh WWF dikembangkan penanaman bamboo maka pada daerah tersebut
juga dapat dilatih bagaimana pemanfaatan bambu itu menjadi produk bernilai
ekonomi tinggi. Hal lain yang perlu dibahas adalah kewenangan IKM ini perlu
dipertajam apakah menjadi kewenangan provinsi karena saat ini hanya mikro yang
menjadi tupoksi di Kabupaten.
 Selama ini perencanaan desa berfokus pada peningkatan ekonomi masyarakat
menurunkan angka kemiskinan. DPMD sangat mendukung adanya arahan alternatif
dan rekomendasi no. 4 “mempromosikan pertanian lestari dan ketersediaan & akses
terhadap sumber daya air secara berkelanjutan”. Dalam hal ini DPMD akan
mendukung adanya peningkatan kapasitas petani untuk mendorong
pembangunan nagari sesuai kewenangannya yang berpihak pada prinsip
ramah lingkungan. DPMD dapat berperan untuk memberikan arahan program
pembangunan nagari berkelanjutan (ramah lingkungan) yang diprioritaskan dalam
pemanfaatan dana desa.
 Harapannya tindak lanjut arahan KLHS akan dimasukkan dalam RPJM
Nagari dan pelaksanaan teknis perencanaan RPJM Nagari akan disesuaikan dengan
daya dukung daya tampung lingkungan hidup.
Dinas Pangan & Perikanan

Diskusi dilaksanakan bersama Kabid Perikanan – Yoyok Suharyo beserta Kabid lain yang
terkait, dengan masukan sebagai berikut:
 Kewenangan Dinas Pangan & Perikanan bukan hanya berfokus pada ketersediaan
produk bahan pangan dan ikan namun kewenangannya lebih bersifat sistematik
ekosistem. Hal ini sangat tergantung dengan komponen biotik (bentos, plankton,
tumbuhan air, dll) dan abiotik (batu, kayu, dll) yang menunjang ekosistem pangan
dan ikan.
 Namun, perikanan yang dikaji dalam KLHS ini tampaknya berfokus akhir pada
rencana broodstock center dengan luasan 30 Ha. Memang diperkirakan konsumsi
ikan minimal 2 ton/hari di Kabupaten Dharmasraya, dan diharapkan Dharmasraya
dikembangkan sebagai lumbung pangan dan ikan sehingga tidak perlu lagi
mendatangkan produk dari luar bahkan bisa menyuplai daerah sekitar. Kajian ini juga
didasarkan pada program yang ada di RPJMD terkait visi misi Bupati selama
jabatannya. Berkaitan dengan broodstock, Dinas Pangan dan Perikanan berencana
memanfaatkan limbah kotoran ikan dari broodstock untuk pertanian
yang diperkirakan dapat mempercepat laju pertumbuhan tanaman.
 Perairan umum Kabupaten Dharmasraya hanya memiliki rawa, namun justru rawa
ini merupakan sumber hayati khas. Dikatakakan Dharmasraya merupakan sumber
berbagai jenis ikan cupang, faktanya, saat ini hampir tidak ditemukan lagi ikan cupang.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
E-3
Hal ini sangat dipengaruhi dengan kualitas air dan komponen ekosistem perairan itu
sendiri yang terganggu akibat kegiatan penambangan ilegal di sekitar sungai. Artinya,
perlu ada kebijakan yang dapat diusulkan untuk mengembalikan
ekosistem perikanan kembali normal.
 Selain itu, sedimentasi diperkirakan menjadi penyebab keanekaragaman ikan soma
dan bauwang. Hal ini dikarenakan kedua ikan tersebut termasuk ikan perenang
cepat, sedangkan sungai-sungai deras saat ini sudah mulai dangkal. Hal ini bisa
dikatergorikan sebagai isu fragmentasi kehati.
 Dinas Pangan dan Perikanan sudah mengembangkan lubuk larangan di dua lokasi
Asam Jujuhan dan Batang Lomon sebagai salah satu cara untuk mempertahankan
sumber-sumber perikanan di perairan umum. Kebijakan pengembangan lubuk
larangan sebagai kearifan lokal cukup efektif dengan memberdayakan
Masyarakat Pengawas. Mawas sebagai penjaga dan pengelola cukup tinggi.
 Input rekomendasi yang penting masuk dalam KLHS untuk program No.5
“Pengembangan Budidaya Perikanan” adalah penerapan CBIB (Cara Budidaya
Ikan yang Baik).
 Usulan Pokja KLHS, masukan-masukan dari Dinas Pangan dan Perikanan dapat
diintegrasikan melalui kawasan percontohan yang dikembangkan di suatu
wilayah hulu yang memiliki catchment area untuk pengembangan perikanan
dengan memberdayakan masyarakat sebagai penjaganya. Selain itu, dapat
mengaplikasikan juga konsep Payment Ecosystem Services (Jasa
Lingkungan) dimana kawasan percontohan tersebut bisa mendapatkan kompensasi
dari daerah lain yang mendapatkan manfaatnya. Harapannya, kawasan ini
kemudian bisa dijadikan demplot untuk pengembangan program serupa
daerah-daerah lainnya. Program ini perlu disinergikan dengan berbagai OPD
terkait untuk menjadikan kawasan tersebut dijaga oleh stakeholder bersama.
 Hal lain yang menjadi perhatian bahwa bendungan juga mempengaruhi
keragaman spesies perikanan, jadi ikan tangkap di bendungan jauh lebih besar
ukurannya daripada yang di aliran sungai. Hal ini juga berkaitan dengan siklus hidup
ikan yang berpindah untuk berkembangbiak lalu kembali ke habitatnya. Dinas Pangan
& Perikanan selama ini sudah melakukan salah satu langkah konservasi melalui
re-stocking bibit ikan perairan umum dengan tujuan untuk mempertahankan
keragaman spesies.
 Usulan lain, pengembangan Mpok Darwis (kelompok sadar wisata) dengan
memanfaatkan kawasan lubuk larangan dimana kawasan yang terjaga
kelestariannya dapat menarik minat pengunjung dan bahkan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sekitarnya.

Dinas Kumperdag (Koperasi UKM dan Perdagangan)

Diskusi dilaksanakan bersama Sekretaris Dinas beserta Kabid lain yang terkait, dengan
masukan sebagai berikut:

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
E-4
 Pada dasarnya, Dinas Kumperdag tidak ada nomenklatur bidang industri namun
dalam strukturnya ada kewenangan untuk pembinaan UMKM dan industri mikro
sedangkan pembinaan industri kecil menengah besar menjadi kewenangan provinsi.
 Mulai tahun 2017, terdapat program yang mensyaratkan pemanfaatan dana untuk
pembangunan infrastruktur perdagangan seperti pasar maka sertfikat harus atas
nama pemerintah daerah. Jika sarana dan prasarana perdagangan sudah menjadi
sertifikat pemerintah daerah maka akan lebih mudah mendukung program-program
yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Akan memberikan persiapan
penyuluhan dan dukungan anggaran yang mendukung keefektifan
pengelolaan lingkungan yang terkait dengan kegiatan perdagangan.
 Di tahun 2018, Dinas Kumperdag mendapatkan pendanaan untuk mengembangkan
sentra logam di Nagari Koto Padang di Koto Baru, Nagari Gunung Medan di Sitiung
serta akan mengusulkan tempat sentra logam ke PK RTRW. Pengembangan ini
nantinya juga mempertimbangkan dampak ekonomi serta pengelolaan lingkungan
yang baik.
 Mendukung penerapan Industri Hijau meskipun saat ini belum dapat masuk
sebagai Industri Hijau namun setidaknya sudah melaksanakan pengelolaan limbah.
Salah satunya industri rumah tangga Pabrik Tahu yang ada di Koto Ilalang sudah
menerapkan pengolahan limbah tahu dengan menggunakan bak-bak tampung.
Usulan Pokja KLHS, pabrik tahu di Koto Ilalang ini dapat dijadikan percontohan,
akan lebih efektif baik DLH dan Dinas Kumperdag melakukan penataan industri
mikro dengan memperhatikan sistem pengelolaan lingkungan yang
paling baik. Selain itu, perencanaan ke depannya dapat mendesain sistem
pengelolaan limbah komunal sehingga dapat disentralisasikan.
Contoh lain dapat mempelajari dari pelaksanaan pengelolaan lingkungan di
Purwokerto khususnya industri tahu, limbah tahu bisa dikelola untuk biogas dimana
gas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk memasak. Hal ini tentunya dapat
mengurangi biaya produksi dari industri itu sendiri. Selain itu bisa menerapkan
Teknologi Bersih untuk industri kecil terutama pada proses produksi. Stimulan
bisa berasal dari Kabupaten, Provinsi atau Pusat dalam bentuk yang berbeda-beda
seperti industri yang mau menyambungkan ke instalasi komunal tersebut bisa
mendapatkan insentif. Untuk menjamin keberlanjutannya perlu dibentuk juga forum
pengelolanya mungkin bisa seperti BUMNag (Badan Usaha Milik Nagari). Namun, hal
yang menjadi catatan di setiap perencanaannya sangat perlu melibatkan stakeholder
(social engineering) untuk mengidentifikasi hal yang benar-benar dibutuhkan
masyarakatnya sehingga sarana prasarana yang dibangunkan bermanfaat dan
berkelanjutan.
 Terkait sampah pasar harapannya dapat diintegrasikan dengan sistem pengelolaan
sampah melalui kegiatan 3R, pengangkutan dan pengelolaan ke TPA – Sitiung 4.
Sampah organik dapat dikelola di pasar dengan memproses jadi pupuk sedangkan
sampah recycle dapat dijual dan hanya sampah residu yang diangkut dan dikelola di
TPA – Sitiung 4 (dengan memberikan retribusi). Dari 52 nagari rata-rata memiliki
pasar, berdasarkan kondisi ini Pemda belum mampu melayani keseluruhan titik

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
E-5
tersebut sehingga diperlukan program pengelolaan sampah pasar melalui
pemilahan sampah yang diharapkan masing-masing pedagang sudah memilah
sampah dari sumbernya.
 Terkait koperasi yang sudah mulai masuk pada tahap re-planting kelapa sawit, usaha
perkebunan kelapa sawit ini berkembang seperti kurva dimana ada masa puncak
demand dan ada waktunya mulai surut, sehingga perlu rencana menawarkan opsi
lain tanaman kehutanan bernilai ekonomi tinggi pada saat nilai kelapa
sawit mulai surut. Salah satu koperasi dapat dijadikan pilot project dengan
menawarkan tanaman kehutanan bernilai ekonomi tinggi seperti Jabon, Sengon dan
Jornang.
Dinas Pariwisata

Keterbatasan waktu yang ada menyebabkan diskusi di Dinas Pariwisata belum terlaksana dan
akan diagendakan ulang pada saat integrasi arahan KLHS pada penyusunan Revisi RTRW.

Daftar peserta dapat dilihat pada Lampiran 5.C.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
E-6
KONSULTASI PUBLIK PROSES DAN HASIL KLHS – 11 JANUARI 2018

Kegiatan konsultasi publik diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang dilanjutkan
dengan laporan ketua Pokja dan sambutan serta pembukaan diwakili oleh Sekda Kab.
Dharmasraya. Kegiatan dilanjutkan dengan diskusi kelompok per kelompok tema isu
pembangunan berkelanjutan (daftar hadir stakeholder ditampilkan pada Lampiran 5.C).
Materi presentasi dapat dilihat pada Lampiran 5 A.

Pembukaan
Laporan Ketua Pokja KLHS – Ibu Erina

Pokja KLHS telah melaksanakan rangkaian kegiatan selama penyusunan KLHS PK RTRW
dan Revisi RPJMD salah satunya adalah konsultasi publik identifikasi isu pembangunan
berkelanjutan yang dilaksanakan pada tanggal 29 Agustus 2017 dengan melibatkan
stakeholder. Kemudian konsultasi publik kembali dilaksanakan hari ini dalam rangka untuk
menjaring masukan dari stakeholder atas hasil arahan KLHS yang akan diintegrasikan ke
dalam perbaikan KRP baik pada Revisi RPJMD dan Revisi RTRW. Forum ini dimanfaatkan
untuk menjalin komitmen dan penyelarasan tujuan pembangunan Kabupaten Dharmasraya.

Sambutan Bupati – diwakili oleh Sekda

Konsultasi publik dilaksanakan dalam rangka penyampaian proses dan hasil KLHS Peninjauan
Kembali RTRW dan Review RPJMD. KLHS menjadi penting bagi pembangunan daerah
karena isu pembangunan berkelanjutan bersifat lintas batas, lintas sektor dan lintas
stakeholder sehingga diperlukan kerjasama berbagai pihak untuk dapat mengantisipasi isu-isu
tersebut.

Oleh karenanya, saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk meilbatkan seluruh pihak
dalam menyusun KLHS yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan
bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Dalam hal ini,
seluruh perangkat daerah dan pemangku kepentingan diharapkan dapat berkontribusi untuk
memberikan masukan dan saran terkait perumusan alternatif dan rekomendasi untuk arahan
PK RTRW dan Review RPJMD. Penjaringan masukan dari stakeholder terhadap rumusan
alternatif dan rekomendasi KLHS diharapkan menjadi arahan yang aplikatif dan aspiratif
sehingga muatan RTRW dan RPJMD dapat lebih optimal penerapannya untuk mencapai
pembangunan yang berwawasan lingkungan di Kabupaten Dharmasraya.

Kesempatan kali kedua ini merupakan forum yang tepat untuk menyampaikan masukan demi
mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan di Kabupaten Dharmasraya.
Sebagaimana disabdakan “Tidak akan berubah nasib suatu kaum jika tidak kaum itu sendiri
yang berubah” salah satunya yang dapat dilakukan saat ini adalah merevisi RTRW dan
RPJMD yang lebih berwawasan lingkungan melalui KLHS ini. Untuk itu, diperlukan
koordinasi dan sinkronisasi dengan berbagai OPD dan pemangku kepentingan untuk dapat
mengimplementasikan arahan KLHS. Penting meningkatkan kerjasama berbagai pihak dalam
bekerja demi menjaga lingkungan untuk menciptakan Dharmasraya yang tertata dan nyaman.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
E-7
Ucapan terima kasih ditujukan kepada berbagai pihak yang turut terlibat, mendukung dan
mendampingi terwujudnya dokumen KLHS dalam rangka memperbaiki perencanaan
pembangunan daerah.

Paparan Proses dan Hasil KLHS

Materi ini disampaikan oleh Pak Adi Wiyana, Pak Frinaldi, dan Ibu Lasmiyati selaku Pokja
KLHS sebagaimana disajikan dalam Lampiran 5.A.

Hasil Diskusi

Nama Purwanto (Kadis)


Asal Instansi DPMPTSP
Pertanyaan/Masukan Pengembangan industri berbasis agro diperkirakan akan menimbulkan
dampak lingkungan, dalam rangka memudahkan pengelolaan lingkungan
terhadap investasi besar maka masukan alternatifnya adalah menetapkan
kawasan – kawasan industri untuk mempermudah pengelolaan
lingkungan juga melindungi produksi pangan. Hal ini pula dapat
mempengaruhi minat investor, dimana investor lebih tertarik jika kawasan
tersebut memiliki akses dan lokasi yang baik.
Jawaban Pokja: Masukan diatas akan diarahkan dalam rekomendasi RTRW dengan
langkah clustering (pengelompokan) sesuai potensi wilayah. Akan
diperlukan diskusi lebih lanjut untuk mempertimbangkan besaran
investasinya.

Nama Akrial (Kasat)


Asal Instansi SatPolPP
Pertanyaan/Masukan Pentingya membenahi lingkungan karena semua pembangunan bergantung
pada lingkungan, lalu bagaimana menghentikan penambangan ilegal, sebab
telah jelas sanksinya pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Oleh
karenanya, penting melibatkan pihak Provinsi untuk menegakkan
hukum sehingga dapat menghentikan kegiatan tambang ilegal.
Dampak dari tambang ini sangat meresahkan masyarakat dimana air sungai
tercemar merkuri sedangkan air sungai sendiri merupakan salah satu
sumber untuk pusat kegiatan sehari-hari masyarakat. Bahkan ini mungkin
mempengaruhi hasil ikan tangkap yang kemudian tidak dapat dipasarkan ke
luar daerah karena terkenal dari sumber sungai tercemar merkuri.
Jawaban Pokja: Hal ini erat kaitannya masih lemahnya tata kelola dalam penegakan
hukum, karena PETI melibatkan wilayah tetangga, maka diperlukan
koordinasi lebih mendalam dengan tingkat Provinsi.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
E-8
Nama M Zen (Sekdis)
Asal Instansi Dinas Pertakim
Pertanyaan/Masukan Pertimbangan TORA (Tanah Objek Reformasi Agraria) dalam Revisi
RTRW
Jawaban Pokja: Menjadi pertimbangan lebih mendetail (polygon)

Nama Uslaini
Asal Instansi WALHI Sumbar
Pertanyaan/Masukan Dalam hal ini Kabupaten Dharmasraya termasuk dalam kawasan hulu DAS
Sungai Batanghari yang mengalir ke Provinsi Jambi sehingga sangat
mengapresiasi Pokja KLHS telah mengidentifikasi PETI menjadi prioritas
dalam pengelolaan lingkungan.
Catatan terkait alternatif strategi tentang moratorium kawasan
perkebunan, terkait dengan hal ini diperlukan sosialisasi pemahaman
yang tepat akan pentingnya moratorium kawasan perkebunan
kepada stakeholder mengingat luasan Dharmasraya mayoritas sebagai
kebun kelapa sawit. Hal ini penting dikaitkan dengan tujuan untuk
melindungi sumber daya alam di Kabupaten Dharmasraya.
Hal yang menjadi catatan lainnya yaitu terkait IUP Batubara di Kabupaten
Dharmasraya yang berada dalam kawasan hutan, dimungkinkan ada
beberapa persyaratan yang tidak dipenuhi seperti administrasi lingkungan
tidak dilakukan atau reklamasi bekas tambang tidak dilakukan. Untuk itu,
perlu dilakukan upaya penegakan hukum terhadap pelaku usaha
yang telah diberikan IUP.
Jawaban Pokja: Sub-das Dharmasraya memang sangat dipengaruhi oleh hulu DAS
Batanghari oleh karenanya setuju jika diperlukan pengelolaan lingkungan
terutama DAS tingkat Provinsi.
Moratorium tidak serta merta hanya tidak memperbolehkan tanam kelapa
sawit, namun dapat menawarkan peluang komoditi lain yang bernilai
ekonomi tinggi, pemerintah harus terlibat dari hulu ke hilir dengan
koordinasi dari semua stakeholder. Akan dirumuskan lebih lanjut strategi
tersebut menjadi program dan kegiatan yang lebih aplikatif dengan
melibatkan OPD terkait.

Nama Welfriadi, S.Sos (Kabag)


Asal Instansi Bagian Organisasi
Pertanyaan/Masukan Rekomendasi terkait tata ruang perkotaan dan jasa ekosistem KEHATI:
1. Selama 14 tahun Dharmasraya pemekaran, pertumbuhan penduduknya

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
E-9
menjadi 2 kali lipat, ruang perkotaan yang akan terbentuk perlu
dikaji lebih makro sehingga pola ruang perkotaan dapat
diperluas pada tingkat kecamatan.
2. Masih lemahnya penegakan hukum di daerah sehingga diperlukan
penguatan peran masing-masing stakeholder melalui
Peraturan Kepala Daerah;
3. Penting melakukan penguatan aparatur dan sistemnya
melalui Perda;
4. DAS Batanghari di Dharmasraya bukan merupakan kawasan hulu,
namun terdapat 23 sub-das Batanghari yang berhulu di Dharmasraya.
Faktanya pencemaran yang diperoleh oleh bagian hilir tidak hanya
disebabkan oleh Dharmasraya tetapi oleh wilayah tetangga hulunya
yakni Solok Selatan dan Kerinci. Oleh karenanya, diperlukan
konsistensi dalam penerapan regulasi yang ada dan koordinasi
antar wilayah di tingkat provinsi.
Jawaban Pokja:

 Pola ruang disusun mempertimbangkan 6 muatan dan berdasarkan


pada akar masalah yang telah diidentifikasi yaitu alih fungsi lahan, tata

 Sepakat perlu adanya penguatan aparatur.


kelola, dan penghidupan masyarakat.

 Terkait isu DAS maka kemudian penting dibentuk forum DAS untuk
melindungi ekosistem DAS.

Nama Kepala Dinas Ketahanan Pangan & Perikanan


Asal Instansi Dinas Pangan & Perikanan
Pertanyaan/Masukan 1. Meningkatkan produksi pangan bersih dan aman sehingga
kesehatan dapat terjaga nantinya, produk ini dapat diberikan
sertifikat prima aman,
2. Pasar yang aman, sehat, utuh dan halal (pasar asuh), perlunya
label halal
3. Tumpang sari Karet dan Jernang sebagai pengganti Kelapa
Sawit, harapannya OPD terkait dapat membantu bibit Jernang.
Jawaban Pokja: Menerima masukan dari Dinas Pangan & Perikanan

Nama Kecamatan Koto Salak

Asal Instansi Kecamatan Koto Salak


Pertanyaan/Masukan 1. Apresiasi terhadap Pokja yang telah mengangkat permasalahan-
permasalahan tersebut di atas ke dalam dokumen yang perlu
didiskusikan bersama. Pada dasarnya, permasalahan ini juga telah
diidentifikasi dan dialami di masing-masing wilayah hanya pada tingkat
bawah. Ketika permasalahan ini diangkat ke atas maka bisa
mendapatkan perhatian yang lebih.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
E-10
2. Permasalahan yang terjadi pada dasarnya bersumber pada lemahnya
iman masing-masing pribadi dan sangat tergantung pada aksi nyata
pelaksanaan arahan KLHS.
Jawaban Pokja: Sebagaimana disampaikan oleh Ibu Sekda pada sambutannya “tidak
akan berubah nasib suatu kaum jika bukan dirinya sendiri yang
mengubahnya”. Saat ini, Pokja telah melaksanakan kajian dan berhasil
mengidentifikasi akar masalah pembangunan di Dharmasraya serta
merumuskan langkah perbaikannya. Oleh karenanya, diperlukan kerja
bersama niat yang tulus untuk mengimplementasikan demi mewujudkan
Dharmasraya aman, nyaman dan berwawasan lingkungan.

Bapak Adlisman menegaskan kembali bahwa Pokja telah berproses cukup lama dalam
menyusun KLHS dan salah satu langkah yang dibuka adalah roadshow ke OPD terkait untuk
berkoordinasi mengenai arahan KLHS, harapannya agar dapat menjalin komitmen tindak
lanjut atas arahan perbaikan yang telah dirumuskan bersama. Pertemuan ditutup pukul 12.00
diakhiri dengan penandatanganan Berita Acara Konsultasi Publik Proses dan Hasil KLHS
yang disertakan pada Lampiran 5.D .

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
E-11
Lampiran 5.A. Materi Presentasi Roadshow dan Konsultasi Publik

11Jan_Konsult asi
Publik_PROSES DAN H

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
KONSULTASI PUBLIK
Proses dan Hasil KLHS Peninjauan Kembali RTRW dan
Evaluasi RPJMD Kabupaten Dharmasraya

Pulau Punjung, 11 Januari 2018

DASAR HUKUM
UU No. 32/2009 (Pasal 15) dan PP No. 46/2016 (Pasal 2)
•Pemerintah daerah Evaluasi Dokumen Perencanaan Daerah
WAJIB membuat
KLHS
1. Evaluasi RPJMD
Kemitraan
•Pemerintah daerah
(2017) 1. Fasilitasi Tenaga
WAJIB
Ahli dan
melaksanakan KLHS 2. PK RTRW (2017) Peningkatan
ke dalam Kapasitas POKJA
penyusunan atau KLHS Kab.
evaluasi RTRW, Dharmasraya (WWF
RPJPD dan RPJMD & MCAI)
2. Fasilitasi
Pelaksanaan FGD
dan Konsultasi
Publik (Dinas LH)
DEFINISI KLHS
Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) adalah
serangkaian analisis yang
ILMIAH
(teknokratik) sistematis, menyeluruh, dan
partisipatif untuk memastikan
HOLISTIK
(sistemik) bahwa prinsip pembangunan Sinkronisasi
berkelanjutan telah menjadi dasar dengan Tujuan
Melibatkan
Stakeholder dan terintegrasi dalam Pembangunan
pembangunan suatu wilayah Berkelanjutan
(TPB)
dan/atau kebijakan, rencana,
dan/atau program.
(Pasal 1, UU 32/2009)

KLHS DAN/ATAU AMDAL?


AMDAL – rancangan bagus KLHS – strategi bagus

Sumber: Maria Partidario


PENDEKATAN KLHS UNTUK RTRW
DHARMASRAYA

KLHS pendekatan Berpikir Strategis


Berpikir jangka panjang
Pendorong
KLHS – Pendekatan Dampak

Penghidupan Masyarakat

(mengarahkan KRP)
(mitigasi)

Usulan solusi
perencanaan Ekonomi
nasional & daerah
Sumber Daya
Alam

Dampak Lingkungan
Lingkungan sebagai Modal

PENDEKATAN KLHS

Evaluasi RPJMD
Perbaikan Strategi

MENYIAPKAN KONDISI Pendekatan


2016 – 2021 AGAR PEMBANGUNAN Strategis untuk
DAPAT Perbaikan Skenario
BERKELANJUTAN KRP
Sisa pelaksanaan
3 tahun

Jangka Panjang
Perbaikan Desain

MEMINIMALKAN
Pendekatan DAMPAK NEGATIF
Dampak PEMBANGUNAN
untuk Mitigasi TERHADAP ASPEK-
ASPEK LINGKUNGAN PK RTRW 2011 -
Dampak/Resiko
HIDUP 2031

KLHS PK RTRW Dharmasraya menggunakan Pendekatan Strategis (Strategic Thinking)


• Tidak sekedar mangkaji dampak/risiko revisi RTRW, tetapi
• Fokus pada menyusun arahan untuk revisi RTRW
PENDEKATAN KLHS

Evaluasi RPJMD

Perbaikan Strategi
MENYIAPKAN KONDISI Pendekatan
2016 – 2021 AGAR PEMBANGUNAN Strategis untuk
DAPAT Perbaikan Skenario
BERKELANJUTAN KRP
Sisa pelaksanaan 3
tahun

Jangka Panjang
Perbaikan Desain

MEMINIMALKAN
Pendekatan DAMPAK NEGATIF
Dampak PEMBANGUNAN
untuk Mitigasi TERHADAP ASPEK-
ASPEK LINGKUNGAN PK RTRW 2011 -
Dampak/Resiko
HIDUP 2031

KLHS Evaluasi RPJMD Dharmasraya menggunakan Pendekatan Kajian Dampak


•Fokus pada pengkajian dampak Revisi RPJMD dan perumusan mitigasi dampak
•Merekomendasikan perbaikan Revisi RPJMD berdasarkan dampak teridentifikasi

TAHAPAN PENYELENGGARAAN KLHS


1. Persiapan KLHS
2. Pembuatan dan Pelaksanaan (Penyusunan) KLHS
KONSULTASI

• Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi


PUBLIK

Lingkungan Hidup
• Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
• Perumusan Rekomendasi Perbaikan KRP
3. Penjaminan Kualitas & Pendokumentasian KLHS
4. Validasi KLHS
PROSES DAN HASIL KLHS
PENINJAUAN KEMBALI RTRW
KABUPATEN DHARMASRAYA
TAHUN 2011-2031

CDF – Akar
Fluktuasi Harga
Komoditas
Rendahnya
Kapasitas SDM
Masalah
Kesenjangan
Pendapatan

COMMUNITY
Penghidupan Masyarakat
LIVELIHOOD
GOVERNANCE
Tata Kelola Kurangnya Keterisolasian
Infrastruktur
dan Layanan

Lahan Fragmentasi Habitat


Kritis/Marginal
Konflik Sosial

Kurangnya Penyiapan/ Nilai Budaya


Kebijakan dan Kerusakan Pembakaran Lahan
Lemahnya Infrastruktur
Penegakaan
Hukum

LAND
AlihCONVERSION
Fungsi Lahan Deforestasi

Meningkatnya
Arus Lalu-lintas
Banjir/
dan Industri Kekeringan

Sedimentasi

Perkebunan
Sawit PETI Pariwisata Perilaku Budaya
Perkebunan
Karet
Produksi
Produksi Pembalakan
Energi
Tambang Pangan Liar
Peningkatan
Polusi Udara Batubara Suhu Udara Perubahan Iklim

Praktek TEKANAN PEMBANGUNAN


Pertanian &
Perkebunan Limbah
dan Teknologi Domestik
Kesehatan
Limbah Industri Masyarakat
LANGKAH BERIKUTNYA

Apabila sudah ada rancangan KRP

• Mengkaji apakah • Rekomendasi


rancangan KRP Merumuskan
perbaikan KRP
sesuai dengan alternatif
kerangka kajian • Integrasi
perbaikan KRP
• 6 muatan KLHS • Pendokumentasian

KERANGKA
KAJIAN

Merumuskan arahan : • Rekomendasi


• Tujuan arahan penyusunan
• Kebijakan KRP
• Strategi • Pendokumentasian
• Rencana & Program (Laporan KLHS)

Apabila belum ada rancangan KRP

ARAHAN REVISI RTRW KAB DHARMASRAYA


UNTUK PERUMUSAN REVISI TUJUAN DAN KEBIJAKAN

1. Menjadikan Kab Dharmasraya pusat konektivitas ekonomi/pasar, infrastruktur,


barang dan jasa (wisata budaya/sejarah, wisata alam, wisata waterfront, barang
dan jasa)
2. Menjadikan Kab Dharmasraya sejahtera, nyaman, dan aman (tidak ada
kemiskinan, nilai tambah produk pertanian, industri ramah lingkungan, bebas
kriminalitas, lingkungan bersih, tidak ada kemacetan lalu-lintas, kota hijau dan
ramah, tidak ada konflik sosial, aman terhadap ancaman banjir dan kebakaran)
3. Mempromosikan akses terhadap lahan yang lebih merata (pemanfaatan lahan tidak
tepat, dominasi dunia usaha, tumpang-tindih sertifikat, perpanjangan izin)
4. Mempromosikan pertanian lestari dan ketersediaan & akses terhadap sumberdaya
air secara berkelanjutan (dosis pupuk & pestisida, praktek pertanian,
keuntungan terengaruhi oleh praktek lingkungan dan monopoli pasar,
stabilitas harga, kesesuaian lahan, ketersediaan air)
5. Memelihara dan melestarikan budaya dan kearifan lokal (hutan larangan, pohon
dan sungai dilindungi, tradisi tanam pohon)
ARAHAN REVISI RTRW KAB DHARMASRAYA
UNTUK PERUMUSAN REVISI STRATEGI

1. Kabupaten Dharmasraya pusat konektivitas


ekonomi/pasar, infrastruktur, barang dan jasa
• Pengembangan potensi sumberdaya yang tersedia di
Dharmasraya berdasarkan daya dukung dan daya
tampung lingkungan
• Pengembangan sistem perkotaan dan pembangunan
infrastruktur serta pelayanan dasar
• Pengembangan aktivitas berbasis nilai-nilai lokal (adat,
warisan budaya dan sejarah) untuk mendukung
penghidupan masyarakat
• Pembangunan iklim perekonomian yang kondusif

 Disbudparpora, PUPR, Kumperdag, Transnaker, Setda


(bag. Perekonomian & bag. Pembangunan), DLH

ARAHAN REVISI RTRW KAB DHARMASRAYA


UNTUK PERUMUSAN REVISI STRATEGI

2. Menjadikan Kab Dharmasraya sejahtera, nyaman, dan


aman
• Peningkatan pembangunan berwawasan lingkungan
berbasis jasa ekosistem
• Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan dasar
• Peningkatan kepastian hukum melalui pembentukan
regulasi, sosialisasi dan penegakan hukum

 Pertanian, Dinsos P3AP2KB, Pangan & Perikanan,


Kumperdag, DLH, BPBD, Satpol PP Damkar, Kesbangpol,
Perhubungan, PUPR, Setda (bag. Hukum)
ARAHAN REVISI RTRW KAB DHARMASRAYA
UNTUK PERUMUSAN REVISI STRATEGI

3. Kabupaten Dharmasraya menyediakan akses terhadap


lahan yang lebih merata
• Mengakomodasi perkembangan pasar termasuk
usaha/kegiatan melalui penetapan alokasi lahan
berbasis daya dukung dan daya tampung lingkungan
• Pengembangan kapasitas masyarakat dalam
pemanfaatan ruang
• Penerapan teknologi bersih
• Pengembangan tata kelola pemerintahan dalam
pemanfaatan ruang

 Perkimtan, Pertanian, PUPR, DPMPTSP,


Transnaker, DLH, Bappeda, DPMD, Kominfo,

ARAHAN REVISI RTRW KAB DHARMASRAYA


UNTUK PERUMUSAN REVISI STRATEGI

4. Mempromosikan pertanian lestari dan ketersediaan &


akses terhadap sumberdaya air secara berkelanjutan
• Pengembangan pertanian berkelanjutan melalui
penerapan produksi bersih disertai peningkatan
kapasitas petani
• Moratorium perluasan areal komoditas perkebunan
• Pelestarian keutuhan ekosistem catchment area
sebagai jasa penyedia air
• Ketersediaan sumberdaya air yang mudah diakses oleh
semua pihak secara berkelanjutan.

 Pertanian, Setda (bag. Perekonomian & bag.


Pembangunan, bag. Hukum), DLH, PUPR, Pangan &
Perikanan, DPMD, Kominfo
ARAHAN REVISI RTRW KAB DHARMASRAYA
UNTUK PERUMUSAN REVISI STRATEGI

5. Memelihara dan melestarikan budaya dan kearifan lokal


• Mengelola pemanfaatan ruang berbasis masyarakat dan
kearifan lokal yang mengakomodasikan kepentingan
pemerintah dan dunia usaha dengan
mempertimbangkan konservasi lahan
• Mengangkat kembali kebudayaan yang ditinggalkan
untuk meningkatkan ekonomi lokal
• Optimalisasi tata kelola pengembangan budaya dan
kearifan lokal
• Memanfatkan jasa ekosistem dalam pengembangan
kearifan lokal dengan mempertimbangkan fungsi
ekologis.

 DLH, Pertanian, PUPR, Disbudparpora, DPMD,


Kumperdag

ARAHAN REVISI RTRW KAB DHARMASRAYA


UNTUK PERUMUSAN RENCANA
Arahan Stuktur Ruang (Interpretasi Arahan Strategi Penataan Ruang)
• Hirarki perkotaan
• Infrastruktur yang berfokus pada kearifan lokal, warisan budaya dan
sejarah

Arahan Pola Ruang (Interpretasi Arahan Strategi Penataan Ruang)


• Moratorium alih fungsi lahan ke komoditas perkebunan sawit
• DDDT penyedia air yang tinggi tidak boleh diganggu
• Alokasi lahan budidaya sesuai DDDT dan Kesesuaian Lahan
• Kearifan lokal, warisan budaya dan situs sejarah sebagai dasar
pemanfaatan lahan
• Pola Ruang Pendukung SD
• Pangan dan Kolam
Embung
5
• Kebun Plasmas Nuftah
• Persawahan
3
• Pertanian Hartikultura 4

• Pertanian Tanah Kering 1 2

• Transmigrasi
• Efisiensi Pemanfaatan SD untuk
Pangan pd Pola Ruang
Pola ruang yang mendukung produksi
pangan sudah pada lokasi yang tepat
(efisiensi JE dari 0,5-0,9 di beberapa
lokasi).
Ada yang memiliki pola ruang dengan
efisiensi masih rendah:
IX Koto, Pertanian
Pulau Punjung Hortikultura dan
Timpeh Transmigrasi.
Pulau Punjung  Pertanian Tanah Kering
Kec Timpeh  Kebun Plasma Nuftah.

• Tekanan Alih Fungsi Lahan karena


Persebaran Penduduk
Terdapat tekanan akan Terutama pada:
ketersediaan kualitas • Kec. Pulau Tunjung
air yang baik dan • Kec. Sitiung
adanya alih fungsi • Kec. Padang Laweh
lahan oleh masyarakat. • Kec. Koto Baru
• Kec. Koto Salak

• Arahan/Rekomendasi
• Untuk pola ruang dengan efisiensi SD PANGAN yang
masih rendah, ternyata memiliki efisiensi yang tinggi
pada pengaturan tata air dan banjir dan tentunya untuk
mensupport keanekaragaman hayati,dan berada pada
perbukitan struktural dan perbukitan karst 
REKOMENDASI: memperkecil luasan atau
pengembangannya mempertimbangkan Area
Bernilai Konservasi Tinggi.
• Untuk pola ruang yang memiliki tekanan alih fungsi
lahan 
REKOMENDASI: diprogramkan pada lahan
pertanian pangan berkelanjutan (atau LP2B)
• Kondisi Pengaturan Jasa Ekosistem
Pengaturan Tata Air dan Banjir

• Efisiensi Pola Ruang Terhadap


Pengaturan Tata Air dan Banjir

Jasa Ekosistem
Pengaturan Tata Air
dan Banjir
Kabupaten Dhamasraya secara
umum memiliki kualitas jasa
ekosistem pengaturan tata air
yang baik  di bagian barat Kab.
Dhamasraya (atau bagian Bukit
Barisan)
• Pola Ruang dengan Potensi
Penurunan Fungsi
Ekosistem Pengatur Air

Jasa Ekosistem
Pengaturan Tata
Air dan Banjir
Pola ruang disamping ini berpotensi
untuk menurunkan fungsi ekosistem
pengaturan air.

Perhatian khusus :
• ekoregion perbukitan struktural
• perbukitan karst
• sebagian dataran fluvial
 fungsi pengaturan air dapat
dipertahankan atau bahkan
ditingkatkan.

• Arahan Pola Ruang Pengelolaan


Hutan Produksi Terbatas (HPT) Jasa Ekosistem Pengaturan
Tata Air dan Banjir
di lokasi Kec. IX Koto, Kec.
Pulau Punjung, Kec. Koto Besar
dan Kec. Timpeh diharapkan
dapat ditingkatkan efisiensinya
masih terdapat 3,6% (1100 ha)
berupa lahan terbuka dan semak
belukar.

HPT ini selain daerah penyangga dari Hutan


Konservasi dan Perbukitan Karst.

Hutan Rakyat dan Perkebunan diharapkan


dapat mengimplementasikan pola pengelolaan
yang ramah lingkungan dengan tetap
mempertahankan fungsi ekosistem.
• Kawasan Perkotaan dan
Pemukiman

Perkotaan
• Permasalahan dengan
wilayah yang
berkembang menuju
perkotaan adalah :
1. Penyediaan air bersih
2. Pengelolaan sampah
3. Infrastruktur Sanitasi
dan Drainase

• Arahan/Rekomendasi

• Ruang perkotaan yang akan


terbentuk akan mengarah di Kec.
Pulau Punjung perlu diarahkan
untuk mengantisipasi
permasalahan di atas.
• Pola ruang permukiman pada
umumnya berada di dataran
fluvial dan menyebar kecil2
(patchy), ada baiknya
dikembangkan memusat (cluster)
agar pengembangan infrastruktur
dan layanan dimaksud diatas dpt Sebaran Permukiman
terselenggara dgn lebih mudah
dan akan mengurangi tekanan
perubahan alih fungsi lahan lahan
yang subur.
JE Kehati
• Petak-petak ekosistem pendukung
keanekaragaman hayati berukuran
besar, tersebar dan dengan shape index
yang rendah
 memberikan ancaman eksposure
pada satwa di dalam petak ekosistem
tersebut.
 Upaya peningkatan keterhubungan
antara petak-petak tersebut dapat
meningkatkan potensi terpeliharanya
keanekaragaman hayati.

Arahan /Rekomendasi
• Mempertimbangkan penyusunan
pola ruang yang membentuk
koridor antar petak-petak
ekosistem.
• Salah satu yang bisa
dikembangkan adalah pembuatan
pola ruang untuk sempadan sungai
sepanjang Batang Hari dan
beberapa anak sungainya.

Pola Ruang Alternatif Kawasan Industri


• Pengembangan kawasan Industri akan
mengakibatkan efek domino pada lingkungan :
1. Perubahan Alih Fungsi Lahan di sekitar
Kawasan Industri, seperti pemukiman
2. Peningkatan kebutuhan air bersih
3. Pencemaran air dan udara.
4. Pola ruang kawasan industri berada di
ekoregion dataran fluvial yang subur dengan
ketersediaan air permukaan melimpah, serta
daya tarik sebagai tempat bermukim.

• Arahan/Rekomendasi
• Kawasan Alternatif industri sebaiknya
diklastering dengan rencana pengembangan
pusat kegiatan  pengembangan infrastruktur
dan pengendalian perubahan lahan dapat
diantisipasi sehingga dapat mengatasi
permasalahan lingkungan di atas.
PROSES DAN HASIL KLHS
EVALUASI RPJMD
KABUPATEN DHARMASRAYA
TAHUN 2016-2021

ISU PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN PRIORITAS

1. Kenaikan Suhu/Perubahan Iklim


2. Penurunan Kualitas Air Permukaan
3. Degradasi lahan & hutan
4. Kemerosotan Keanekaraganan Hayati
5. Penghidupan Masyarakat
6. Tata Kelola
IDENTIFIKASI & PERUMUSAN ISU PB PRIORITAS
Pengelompokan Ulang
Isu PB Hasil Konsultasi Publik Isu PB
Kenaikan Suhu/Perubahan Iklim Kenaikan Suhu/Perubahan Iklim
• Alih fungsi/berkurangnya tutupan
lahan • Degradasi lahan dan hutan (sudah
• Degradasi lahan dan hutan
meliputi alih fungsi lahan,
• Pembalakan liar pembalakan, karhutla)
• Karhutla
• Pola Pengelolaan sampah • Timbulan sampah
• GRK dari pertanian, peternakan,
industri, dan bahan bakar fosil
• GRK dari pertanian, peternakan,
• Kebiasaan membakar Jerami industri, dan bahan bakar fosil, dan
lainnya
• Gaya Hidup (pemakaian pendingin
udara)

IDENTIFIKASI & PERUMUSAN ISU PB PRIORITAS


Pengelompokan Ulang
Isu PB Hasil Konsultasi Publik
Isu PB
Penurunan Kualitas dan Debet Air Penurunan Kualitas Air Permukaan
Permukaan
• Pembalakan liar • Degradasi lahan dan hutan
• Limbah pabrik
• Sanitasi buruk
• Perilaku hidup sehat masih rendah

• Pengetahuan dan pemahaman rendah • Limbah industri dan domestik

• Kesadaran/kepedulian masyarakat
rendah
• Persentase pengelolaan timbulan
• Timbulan sampah
sampah
• Penambangan tanpa ijin (belum ada • Penambangan tanpa ijin (belum ada
pengelolaan limbah B3 penggunaan pengelolaan limbah B3 penggunaan
merkuri pada PETI) merkuri pada PETI)
IDENTIFIKASI & PERUMUSAN ISU PB PRIORITAS
Pengelompokan Ulang
Isu PB Hasil Konsultasi Publik
Isu PB
Degradasi lahan & hutan Degradasi lahan & hutan
• Fragmentasi kawasan hutan • Fragmentasi kawasan hutan
• Pembalakan dan perburuan liar
• Perambahan hutan
• Lahan kritis • Lahan kritis
• Kebakaran hutan dan lahan • Kebakaran hutan dan lahan
• Alih fungsi lahan • Alih fungsi lahan
• Tingkat pendidikan rendah • Tingkat pendidikan dan kesadaran
• Rendahnya kesadaran masyarakat masyarakat

IDENTIFIKASI & PERUMUSAN ISU PB PRIORITAS


Pengelompokan Ulang
Isu PB Hasil Konsultasi Publik
Isu PB
Kemerosotan Keanekaraganan Hayati Kemerosotan Keanekaraganan Hayati
• Degradasi dan fragmentasi hutan/
• Degradasi hutan/lahan dan fragmentasi
putusnya rantai makanan alami di hutan
hutan - putusnya rantai makanan alami
• Berkurangnya hutan (pembalakan liar di hutan (akibat dari pembalakan liar
dengan chaishaw, alih fungsi lahan, dengan chaishaw, alih fungsi lahan,
pembukaan hutan, perambahan hutan) pembukaan hutan, perambahan hutan,
kebakaran)
• Kebakaran hutan dan lahan
• Perburuan liar, penangkapan ikan • Perburuan liar, penangkapan ikan
dengan racun dengan racun
• PETI
• Pencemaran dari PETI, penggunaan
• Penggunaan pestisida berlebih &
pestisida berlebih
pencemaran air
• Belum adanya pemetaan kawasan • Belum adanya pemetaan kawasan
budidaya yang berwawasan lingkungan budidaya yang berwawasan lingkungan
IDENTIFIKASI & PERUMUSAN ISU PB PRIORITAS
Pengelompokan Ulang
Isu PB Hasil Konsultasi Publik
Isu PB
Kesenjangan Sosial/Kemiskinan Penghidupan Masyarakat
• Kapasitas SDM belum memadai • Kapasitas SDM belum memadai
• Harga komoditas pertanian dan • Harga komoditas pertanian dan
perkebunan fluktuatif perkebunan fluktuatif
• Belum tertatanya sistem niaga hasil • Belum tertatanya sistem niaga hasil
pertanian pertanian
Kesehatan Masyarakat
• Penurunan kualitas lingkungan (air,
udara, tanah/lahan) • Penurunan kualitas lingkungan (air,
• Penggunaan pestisida dalam udara, tanah/lahan)
pertanian
• Pola perilaku hidup tidak sehat • Pola perilaku hidup tidak sehat
• Ketidakamanan pangan • Ketidakamanan pangan
Konflik Sosial
• Ketidak jelasan tapal batas • Ketidak jelasan tapal batas
• Tumpang-tindih kepemilikan • Tumpang-tindih kepemilikan

IDENTIFIKASI & PERUMUSAN ISU PB PRIORITAS


Pengelompokan Ulang
Isu PB Hasil Konsultasi Publik
Isu PB
Tata Kelola Tata Kelola
• Belum sinergi dan koordinasi antar PD Belum sinergi dan koordinasi antar PD
• Belum seimbangnya pembangunan ekonomi, sosial dan Belum seimbangnya pembangunan ekonomi,
lingkungan sosial dan lingkungan
• Masih lemahnya pengawasan dan penegakan hukum
• Pencemaran sungai akibat kegiatan penambangan liar, kegiatan
pabrik/limbah industri Masih lemahnya pengawasan dan penegakan
hukum
• Penambangan tidak sesuai
• CSR perusahaan tidak tepat sasaran;
• Belum ada rencana rinci tata ruang
Belum ada rencana rinci tata ruang
• Kurangnya penataan kawasan pertambangan galian c
• Proses perizinan lama
• Ketidakadilan dalam pemberian izin Perizinan (proses lama, ketidakadilan
• Banyaknya IUP Pertambangan yang bermasalah pemberian izin, banyak IUP poertambangan
• Terlalu luasnya kepemilikan IUP perkebunan untuk pengusaha bermasalah)
besar
• Ketentuan (tata penambangan, reklamasi dan pengangkutan Ketentuan (tata penambangan, reklamasi dan
komoditas tambang) pengangkutan komoditas tambang)
• Terbatasnya lahan untuk kehidupan flora dan fauna Terbatasnya lahan untuk kehidupan flora dan
fauna
IDENTIFIKASI PROGRAM BERPOTENSI DAMPAK/RISIKO
1. Program Pembangunan Jalan dan Jembatan; PUPR
2. Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan; DPMD, Perkimtan
3. Program Peningkatan Ketahanan Pangan; Pertanian
4. Program Pembangunan Sarana dan Prasarana Perhubungan; Perhubungan
5. Program Pengembangan Budidaya Perikanan; Pangan dan Perikanan
6. Program Peningkatan Produksi Hasil Peternakan; Pertanian
7. Program peningkatan sarana dan prasarana pasar; Kumperdag
8. Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah; Kumperdag
9. Penumbuhan & Pengembangan Industri Berbasis Agro. Kumperdag

1. Program Pembangunan Jalan dan


Jembatan
DAMPAK RENCANA PEMBANGUNAN
JALAN TERHADAP JASA EKOSISTEM
PENYEDIA PANGAN
• Hasil kajian WWF perubahan tutupan
lahan 2004-2016 di sepanjang jalan
lintas Sumatera Barat – Riau  Alih
fungsi lahan terjadi pada area 2-3 km
sekitar jalan
• Tingkat efisiensi jasa ekosistem yang
tinggi penyedia pangan (Biru Gelap)
rentan terdegradasi oleh aktifitas yang
berkembang di jalan baik jalan nasional,
jalan provinsi maupun jalan kabupaten
• Perlu alternatif program untuk mencegah
terjadinya degradasi jasa ekosistem
penyedia pangan di Kab. Dharmasraya
 Visi RPJMD “Mandiri” dari hasil
pertanian untuk ketahanan pangan
DAMPAK RENCANA PEMBANGUNAN
JALAN TERHADAP JASA EKOSISTEM
PENYEDIA AIR BERSIH
• Tingkat efisiensi yang tinggi dan sedang
jasa ekosistem penyedia air bersih (biru
gelap dan agak gelap) rentan
terdegradasi oleh aktifitas yang
berkembang di sepanjang jalan baik
jalan nasional, jalan provinsi maupun
jalan kabupaten
• Aktivitas pertanian, perkebunan, industri
agro, jasa perdagangan dan rumah
tangga sangat bergantung pada
ketersediaan air bersih
• Perlu alternatif program untuk mencegah
terjadinya degradasi jasa ekosistem
penyedia air bersih di Kab. Dharmasraya
 Visi RPJMD “Mandiri” dan
“Berbudaya” dengan dukungan
infrastruktur dan pemanfaatan lahan
yang ramah lingkungan.

DAMPAK RENCANA PEMBANGUNAN


JALAN TERHADAP JASA EKOSISTEM
PENGATUR TATA AIR
• Seluruh Kab. Dharmasraya memiliki
efisiensi jasa ekosistem pengatur tata air
yang tinggi, sehingga secara umum
mampu menahan air larian dan
mencegah banjir di daerah permukiman
• Pemanfaatan lahan harus diatur dengan
baik untuk mencegah terjadinya alih
fungsi lahan yang dapat menurunkan
efisiensi jasa ekosistem pengatur tata air.
• Perlu alternatif program untuk mencegah
terjadinya degradasi jasa ekosistem
pengatur tata air di Kab. Dharmasraya 
Visi RPJMD “Mandiri” dan “Berbudaya”
dengan dukungan infrastruktur dan
pemanfaatan lahan yang ramah
lingkungan dan berketahanan dari
bencana banjir
DAMPAK RENCANA PEMBANGUNAN
JALAN TERHADAP JASA EKOSISTEM
PENGATUR IKLIM
• Seluruh Kab. Dharmasraya memiliki
efisiensi jasa ekosistem pengatur iklim
yang tinggi di bagian hulu dan sedang di
bagian tengah, sehingga mampu
mengatur kondisi iklim secara mikro dan
makro
• Pemanfaatan lahan harus diatur dengan
baik untuk mencegah terjadinya alih
fungsi lahan yang dapat menurunkan
efisiensi jasa ekosistem pengatur iklim
terutama di bagian hulu
• Perlu alternatif program untuk mencegah
terjadinya degradasi jasa ekosistem
pengatur iklim di Kab. Dharmasraya 
Visi RPJMD “Mandiri” dan “Berbudaya”
dengan dukungan infrastruktur dan
pemanfaatan lahan yang ramah
lingkungan dan berketahanan dari
bencana banjir dan perubahan iklim

1. Program Pembangunan Jalan dan Jembatan


DAMPAK/RISIKO ALT/MITIGASI REKOMENDASI
• Jika pada lokasi kawasan hutan, • Pada saat konstruksi, • Memastikan perencanaan
akan memberikan potensi hendaknya dibuat drainase pembangunan jalan
terjadinya dampak kumulatif jalan yang diintegrasikan terintegrasi dalam
berupa potensi perambahan/ pada sediment pond; perencanaan ruang daerah
pembukaan hutan menjadi kebun • Dilakukan penanaman (RTRW dan RDTR) yang
dan ekploitasi sumber daya hutan tanaman pelindung dan mengakomodir perlindungan
yang disebabkan meningkatnya Legum Cover Crop (LCC) di kawasan hutan.
kelancaran/ kemudahan sempadan jalan yang • Dalam perencanaan kegiatan
aksesibilitas terbuka; dilengkapi dengan kegiatan
• Berkurangnya kehati baik flora dan • Lokasi kegiatan diarahkan minor yang berupa penataan
fauna akibat di luar kawasan hutan drainase jalan yang
perambahan/pembukaan hutan (KSA, HL, HPT, HP dan mempertimbangkan
menjadi kebun HPK) pengelolaan air larian, kegiatan
• Meningkatnya emisi gas rumah konservasi berupa tanaman
• Pengaturan zonasi kiri dan pelindung dan LCC pada
kaca akibat berkurangnya kanan jalan
cadangan karbon yang disebabkan sempadan jalan.
degradasi hutan menjadi kebun • Alternatif program untuk
mencegah terjadinya
degradasi JE pangan.
Program Rencana Program Rencana
NonJalan thd Efisiensi JE NonJalan thd Efisiensi JE
Penyedia Pangan Penyedia Air Bersih

Program Rencana Program Rencana


NonJalan thd Efisiensi JE NonJalan thd Efisiensi JE
Pengatur Tata Air Pengatur Iklim
DAMPAK RENCANA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI, IKM, PASAR dan
SARANA PERHUBUNGAN TERHADAP JASA EKOSISTEM PENYEDIA PANGAN,
AIR BERSIH, PENGATUR TATA AIR DAN IKLIM
• Pengembangan kegiatan agroindustri, Industri kecil dan menengah logam,
pembangunan sarana prasarana pasar dan sarana prasarana perhubungan akan
memberikan dampak yang relatif kecil bila dibandingkan dengan pembangunan
jalan, karena sifat dampak yang lokal/setempat
• Perlu diantisipasi lokasi-lokasi program yang berdekatan dengan aliran air yang
dapat mencemari perairan baik dari timbulan limbah padat, cair maupun B3 serta
kawasan penyangga (lindung). (DLH pengawasan rutin, izin lingkungan, izin
TPS B3; Perkimtan dan PUPR)
• Perlunya alternatif program untuk mencegah dan mengurangi dampak secara
sistematik dan menguatkan “Membangun Lintas Sektor”. (Dalam melaksanakan
program**nya, Dinas PUPR dan Pertanian berkoordinasi dan mempertimbangkan
potensi JE Penyedia Pangan, Air Bersih, Pengatur Tata Air dan Iklim sehingga
daya dukungnya tidak terlampaui).

2. Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan


DAMPAK/RISIKO ALT/MITIGASI REKOMENDASI
• Ada potensi dampak namun • Prioritas pembangunan • Dokumen perencanaan dan
relatif kecil sebab infrastruktur jalan ke pedesaaan desain teknis harus
pembukaan lahan/tahap di luar kawasan hutan. mengintegrasikan pengelolaan
prakonstruksi relatif tidak • Hendaknya dilakukan penataan lingkungan terkait air larian,
terlalu luas. Potensi dampak drainase dan dialirkan pada
tersebut yaitu berkurangnya penanaman tanaman
sediment pond pada areal yang
serapan air dan pelindung, lubang biopori
dilakukan pada saat land clearing.
mengakibatkan air larian resapan, lantai halaman tidak
membawa TSS. • Dilengkapi dengan kegiatan
dilantai permanen tetapi
penanaman tanaman pelindung,
• Untuk infrastruktur lubang biopori resapan, lantai menggunakan paving block
pedesaaan berupa jalan yang halaman tidak dibuat permanen sehingga bisa mempertahankan
dekat dengan kawasan hutan tetapi menggunakan paving block resapan air.
akan mendorong terjadinya sehingga bisa mempertahankan
alih fungsi kawasan hutan. • Saat pelaksanaan diperlukan
resapan air.
pengawasan dari sektor terkait
• Menunda pembangunan jalan
pedesaan yang ada dalam
kawasan hutan
3. Program Peningkatan Ketahanan Pangan
DAMPAK/RISIKO ALT/MITIGASI REKOMENDASI
• Potensi dampaknya adalah pencemaran • Diarahkan program • Bantuan komposter dan
lingkungan perairan disebabkan oleh ini dengan kegiatan probiotik sektor pertanian,
pestisida dan pupuk kimia, dampak pertanian yang Penyuluhan tata cara
kumulatifnya terhadap biota perairan menerapkan pertanian berkelanjutan,
hingga ke kesehatan masyarakat praktek produksi Optimalisasi pemanfaatan
terutama di bagian hilir bersih seperti predator alami sebagai
• Jika program ini arahnya adalah penggunaan pupuk pembasmi hama.
intensifikasi pertanian maka dampaknya organik, • Inventarisasi kebutuhan dan
adalah lahan kritis disebabkan oleh pemanfaatan ketersediaan pasar.
berkurangnya unsur hara tanah akibat predator alami
untuk pembasmi • Meningkatkan nilai tambah
penanaman yang terus-menerus dan pasar bagi produk
melebihi kemampuan lahan hama, pengolahan
lahan berdasarkan pertanian, gerakan konsumsi
• Mengakibatkan bioakumulasi pestisida kemampuan lahan. produk pangan lokal daerah
pada rantai makanan yang dapat (Perbup Pegawai Wajib
menyebabkan terganggunya membeli/konsumsi produk
pertumbuhan serta kematian lokal (beras, sayur mayur).

4. Pembangunan Sarana & Prasarana Perhubungan (Terminal A)


DAMPAK/RISIKO ALT/MITIGASI REKOMENDASI
• Pembangunan terminal Tipe A seluas 2 Ha, Penataan drainase • Memasukkan kegiatan pada PK
potensi dampak saat tahap konstruksi sekeliling bukaan RTRW, memasukkan kegiatan
antara lain : Bukaan lahan mengakibatkan terintegrasi dengan pada evaluasi RPJMD,
air larian membawa TSS (kekeruhan). Pada sediment pond, melengkapi kegiatan dengan
saat tahap operasional : timbulan sampah, mempertahankan dokumen perencanaan teknis
pencemaran perairan, vektor penyakit, tanaman pelindung, (FS, DED) yang terintegrasi
kesehatan masyarakat membuat lubang dengan dokumen lingkungan
• Dampak ikutan mendorong terjadinya biopori resapan, yang mengakomodir penataan
perubahan tutupan lahan menjadi kawasan penggunaan paving drainase sekeliling bukaan
terbangun yang mengurangi resapan air, block untuk lantai terintegrasi dengan sediment
dapat mengubah habitat flora dan fauna, halaman pond, mempertahankan
dan mengurangi cadangan karbon menjadi menambah resapan tanaman pelindung, membuat
emisi CO2 yang menambah beban air, disediakan TPS lobang biopori resapan,
perubahan iklim (efek rumah kaca) serta terpadu beserta penggunaan paving block untuk
timbulan sampah menghasilkan gas metan pengelolaannya. lantai halaman menambah
yang menambah beban efek rumah kaca. resapan air, disediakan TPS
terpadu beserta pengelolaannya.
• Kesiapan Dinas Lingkungan
Hidup terkait pembinaan dan
pengangkutan sampah pada TPS
terpadu.
4. Pembangunan Sarana & Prasarana Perhubungan (Terminal C)
DAMPAK/RISIKO MITIGASI REKOMENDASI
• Kesulitan pengadaan lahan (konflik Penataan drainase • Memasukkan kegiatan pada PK
lahan), sekeliling bukaan RTRW, memasukkan kegiatan pada
• Mendorong terjadinya alih fungsi lahan terintegrasi dengan Review RPJMD, Melengkapi kegiatan
yang mengakibatkan air larian sediment pond, dengan dokumen perencanaan
membawa TSS (kekeruhan). mempertahankan teknis (FS, DED) yang terintegrasi
tanaman pelindung, dengan dokumen lingkungan yang
• Pada saat tahap operasional : timbulan membuat lubang mengakomodir penataan drainase
sampah yang berpotensi meningkatkan biopori resapan, sekeliling bukaan terintegrasi
gas metan, pencemaran perairan, vektor penggunaan paving dengan sedimen pond,
penyakit, kesehatan masyarakat block untuk lantai mempertahankan tanaman
• Alih fungsi lahan dapat mengubah halaman menambah pelindung, membuat lobang biopori
habitat flora dan fauna resapan air, resapan, penggunaan puving block
• Alih gungsi lahan menjadi kawasan disediakan TPS untuk lantai halaman menambah
terbangun mengurangi cadangan terpadu beserta resapan air, disediakan TPS terpadu
karbon menjadi emisi CO2 yang pengelolaannya beserta pengelolaannya.
menambah beban perubahan iklim • Kesiapan Dinas Lingkungan Hidup
(efek rumah kaca), terkait pembinaan dan
pengangkutan sampah pada TPS
terpadu

5. Program Pengembangan Budidaya Perikanan


DAMPAK/RISIKO ALT/MITIGASI REKOMENDASI
• Pencemaran organik (BOD, COD, • Perikanan berkelanjutan • Pembinaan penerapan
Amoniak) air sungai akibat beban dengan penerapan produksi budidaya perikanan
limbah pakan dan feses ikan yang bersih, efektifitas pemberian berkelanjutan (penerapan
mengalir kembali ke lingkungan pakan, efektifitas density produksi bersih dan
perairan kolam, dan pemanfaatan pemanfaatan teknologi
• Beban pencemar dari limbah pakan dan teknologi perikanan seperti perikanan seperti GWS,
feses menimbulkan emisi methan teknologi GWS, BWS, RWS BWS, RWS (bioflock), dan
menambah beban efek rumah kaca (bioflock), dan pemanfaatan pemanfaatan aquafonik
aquafonik limbah perikanan)
• Tahap konstruksi dengan adanya
penataan lahan, akan timbul dampak • Penyusunan FS, DED dan • Memasukkan kegiatan
keringnya rawa pada sekitar lokasi yang dokumen lingkungan pada Review RPJMD,
kumulatifnya alih fungsi dari rawa • Pengelolaan kualitas air Melengkapi kegiatan
menjadi kebun campuran. buangan dari kegiatan baik dengan dokumen
dari kolam Broodstock perencanaan kegiatan (FS,
• Pada radius 1 km dari kegiatan tidak DED) yang terintegrasi
diperkenankan untuk budidaya ikan maupun kolam-kolam indukan
dari masyarakat sekitar. dengan dokumen
(pembenihan dan pembesaran), lingkungan.
alternatif, masayarakat akan diarahkan • Pengembangan lubuk • Penerapan CBIB (Cara
untuk budidaya indukan (sertifikasi) > LARANGAN sebagai Budaya Ikan yang Baik)
meningkatnya pendapatan masyarakat pendekatan kearifan lokal
6. Program Peningkatan Produksi Hasil Peternakan

DAMPAK/RISIKO ALT/MITIGASI REKOMENDASI


• Pencemaran organik (BOD, • Pembesaran dan • Pembinaan teknik
COD, Amoniak) akibat air penggemukan ternak beternak berkelanjutan
larian membawa dengan sistem dengan memperhatikan
limbah/feses ternak ke partisi/kandang/pengem kepadatan ternak per
lingkungan perairan balaan dengan luasan lahan
memperhatikan daya • Bantuan peningkatan
• Pencemar organik kotoran
dukung lahan serta kapasitas peternak
ternak meningkatkan
dilengkapi fasilitas (pemilik kandang) untuk
konsentrasi gas methane
pengelolaan kotoran memanfaatkan kotoran
pada lingkungan
menjadi kompos dan menjadi kompos dan
menyebabkan efek
biogas. biogas
pemanasan global

7. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Pasar


DAMPAK/RISIKO ALTERNATIF/MITIGASI REKOMENDASI
• Saat ini pasar yang ada di • Penataan drainase, prasarana • Kegiatan revitalisasi ini
Kabupaten Dharmasraya belum sanitasi (WC umum dilengkapi dengan
dilengkapi dengan sarana terpadu), sarana pengolaan peningkatan prasarana terkait
prasarana yang memadai seperti sampah, prasarana estetika, sanitasi (WC umum), sarana
TPS Sampah, sehingga prakiraan prasarana RTH dan tanaman pengolaan sampah, prasarana
dampaknya antara lain : timbulan pelindung serta resapan estetika, prasarana RTH dan
sampah, pencemaran air, vektor (biopori dan lantai paving tanaman pelindung serta
penyakit, dan estetika lingkungan block) resapan (biopori dan lantai
• Timbulan sampah menghasilkan • Pengelolaan sampah paving block).
gas methane yang akan menambah diintegrasikan pada Program • Pada program pengembangan
beban gas rumah kaca Pengembangan Lembaga lembaga ekonomi pedesaan
Ekonomi (BUMNag) diarahkan pembinaan pada
Pedesaan untuk nagari dapat memberikan
pemberdayaan masyarakat pelayanan pengelolaan pasar
desa (BUMNag) (sampah pasar,
sanitasi pasar)
8. Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah
DAMPAK/RISIKO ALT/MITIGASI REKOMENDASI

• Saat tahap konstruksi : Bukaan lahan • Penataan drainase • Memasukkan kegiatan pada PK RTRW,
mengakibatkan air larian membawa TSS, sekeliling bukaan memasukkan kegiatan pada Review
perubahan bentang alam, kehati, biota terintegrasi dengan RPJMD, Melengkapi kegiatan dengan
perairan, sedimentasi sungai, morfologi sungai, sediment pond, dokumen perencanaan kegiatan (FS,
kesehatan masyarakat, produktivitas perikanan mempertahankan DED) yang terintegrasi dengan dokumen
menurun, kesuburan sawah (produktivitas tanaman pelindung, lingkungan yang mengakomodir
pertanian menurun). membuat lobang pengelolaan lingkungan terkait penataan
• Saat operasional menimbulkan potensi biopori, penggunaan drainase sekeliling bukaan terintegrasi
timbulan sampah domestik dan timbulan paving block untuk dengan sediment pond, mempertahankan
limbah B3 industri kecil lantai halaman tanaman pelindung, membuat lobang
menambah resapan air, biopori resapan, penggunaan paving block
• Mendorong terjadinya alih fungsi lahan disediakan TPS untuk lantai halaman menambah resapan
menjadi kawasan terbangun mengurangi daya terpadu beserta air, disediakan TPS terpadu beserta
resapan air pada lahan, mengubah habitat flora pengelolaannya, serta pengelolaannya, serta disediakan TPS
dan fauna dan mengurangi cadangan karbon disediakan TPS limbah limbah B3 beserta sistem pengelolaannya
menjadi emisi CO2 yang menambah beban B3 beserta sistem serta sistem pengelolaan limbah industri
perubahan iklim (efek rumah kaca), pengelolaannya serta kecil dan menengah.
• Meningkatkan timbulan sampah yang akan sistem pengelolaan • Kesiapan Dinas Lingkungan Hidup terkait
menghasilkan gas metan yang menambah limbah industri kecil pembinaan pengelolaan dan limbah B3
beban efek rumah kaca dan menengah. industri kecil (mendorong pembentukan
lembaga usaha)

9. Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Berbasis Agro


DAMPAK/RISIKO ALTERNATIF/MITIGASI REKOMENDASI

• Saat tahap konstruksi antara lain : Bukaan • Penataan drainase sekeliling • Perencanaan kegiatan (FS, DED)
lahan mengakibatkan air larian membawa bukaan terintegrasi dengan yang terintegrasi dengan dokumen
TSS, perubahan bentang alam, kehati, biota sediment pond, lingkungan yang mengakomodir
perairan, sedimentasi sungai, morfologi mempertahankan tanaman pengelolaan lingkungan terkait
sungai, kesehatan masyarakat, produktivitas pelindung, membuat lobang penataan drainase sekeliling
perikanan menurun, kesuburan sawah biopori resapan, penggunaan bukaan terintegrasi dengan
(produktivitas pertanian menurun). paving block untuk lantai sedimen pond, mempertahankan
• Saat operasional menimbulkan potensi halaman menambah resapan air, tanaman pelindung, membuat
timbulan sampah domestik dan timbulan disediakan TPS terpadu beserta lobang biopori resapan,
limbah cair pengelolaannya, disediakan penggunaan paving block untuk
sistem pengelolaan air limbah lantai halaman menambah
• Mendorong terjadinya alih fungsi lahan IKM resapan air
menjadi kawasan terbangun mengurangi
daya resapan air pada lahan, mengubah • Fasilitasi pengembangan sentra
habitat flora dan fauna dan mengurangi IKM berbasis agro yang
cadangan karbon menjadi emisi CO2 yang berkelanjutan
menambah beban perubahan iklim (efek • Kesiapan Dinas Lingkungan Hidup
rumah kaca), terkait pembinaan dan
• Meningkatkan timbulan sampah yang akan pengangkutan sampah pada TPS
menghasilkan gas metan yang menambah terpadu dan serta pengelolaan
beban efek rumah kaca limbah cair (IPAL)
E-12
Lampiran 5.B Daftar Peserta
Daftar Peserta Roadshow

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
E-13

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
E-14
Lampiran 5.C.Daftar Peserta Konsultasi Publik Proses dan Hasil KLHS

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
E-15

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
E-16

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
E-17

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
E-18
Lampiran 5.D Berita Acara Konsultasi Publik Proses dan Hasil KLHS

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
E-19
Lampiran 5.E Dokumentasi Kegiatan

Roadshow

Roadshow di Dinas PMD Presentasi Hasil KLHS di Dinas PMD

Roadshow di Dinas Pangan & Perikanan Presentasi Hasil KLHS di Dinas Pangan &
Perikanan

Roadshow di Dinas Kumperdag Presentasi Hasil KLHS di Dinas Kumperdag

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
E-20
Konsultasi Publik

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
F-1

F. Lampiran 6. Berita Acara Pembuatan Keputusan tentang


Rekomendasi KLHS
Pokja didamping Konsultan KLHS memaparkan proses dan hasil KLHS kepada jajaran
pimpinan daerah termasuk Bupati, Wakil Bupati, Sekretaris Daearah, Asisten Bupati 3 dan
lainnya pada tanggal 8 Januari 2018 Tujuan pemaparan ini adalah agar agar Bupati dan jajaran
pimpinan daerah memperoleh informasi terkini tentang pelaksanaan dan hasil KLHS, serta
memperoleh umpan balik dari seluruh peserta pertemuan.

Agenda pertemuan meliputi:


• Laporan oleh Kepala Pokja KLHS
• Pengenalan terhadap KLHS oleh Ketua Tim Konsultan
• Paparan proses dan hasil KLHS PK RTRW Kabupaten Dharmasraya 2011-2031 oleh
Pokja
• Paparan proses dan hasil KLHS Evaluasi RPJMD Kabupaten Dharmasraya 2016-2021
oleh Pokja
• Diskusi
Tanggapan Pimpinan Daerah:

a. Bupati Sutan Riska Tuanku Kerajaan memahami proses penyusunan KLHS dan
menerima dengan baik hasil KLHS yang telah diselesaikan. Bupati sependapat dengan
akar permasalahan yang dihadapi oleh Kabupaten Dharmasraya, yaitu alih fungsi lahan,
penghidupan masyarakat, dan tata kelola pemerintahan. Bupati menekankan kepada
Pokja untuk serius menyelesaikan permasalahan-permasalahan lingkungan di wilayah
Dharmasraya. Memang disadari di Kabupaten Dharmasraya banyak kawasan yang
dikelola oleh perusahaan untuk pengusahaan kelapa sawit yang kemudian menyebabkan
kekeringan di beberapa titik seperti Pulau Punjung. Masyarakat kelas menengah ke atas
secara signifikan mengembangkan perkebunan kelapa sawit, sedangkan sebagian wilayah
lainnya dijadikan sawah oleh masyarakat petani yang berada di wilayah eks-transmigrasi.
Perlu diperhatikan di Sembilan Koto juga ada permasalahan eksploitasi kayu sehingga
berpotensi besar mengurangi luasan tutupan hutan. Hal ini dipicu adanya makelar kayu
yang memanfaatkan dan mempengaruhi masyarakat agar dapat mengeksploitasi kayu di
tanah ulayat. Hal-hal seperti ini harus menjadi perhatian agar dapat bersama-sama
memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk dapat menjaga tanah-tanah ulayat
yang justru memberikan manfaat yang lebih baik dan berkelanjutan dari hanya sekedar
eksploitasi kayu. Di Sembilan Koto ini direncanakan ada kawasan transmigrasi dengan
alokasi ±300 Ha dan beberapa wilayah sudah menjadi perkebunan kelapa sawit,
beberapa diantaranya milik perusahan swasta dan milik masyarakat yang tanpa
disertifikat. Dampak kekeringan ini sangat terasa ketika sebagian besar lahan dialihkan
sebagai kebun sawit berbeda jika pemanfaatannya untuk kebun karet.
b. Asisten Bupati 3 Adlisman menyatakan bahwa:

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
F-2
 Rumusan arahan KLHS ini diharapkan dapat menjadi acuan dan diselaraskan ke
dalam dokumen perencanaannya RTRW dan RPJMD. Arahan KLHS ini tidak hanya
sebagai dokumen namun diharapkan dapat diaplikasikan nantinya sehingga penting
untuk menghadirkan berbagai Kepala OPD dalam konsultasi publik agar ada
koordinasi lebih lanjut untuk mengimplementasikannya.
 Pendekatan KLHS yang digunakan untuk mengkaji bukanlah suatu hal yang baru, jika
diingat pada masa pengajaran lama memang sistem berpikir seperti inilah yang
digunakan untuk menganalisis suatu akar permasalahan. Isu strategis yang
diidentifikasi dalam KLHS merupakan isu (alih fungsi lahan, penghidupan masyarakat,
tata kelola dan) yang bersifat fundamental, mendasar dan dilalui banyak tahapan
pemikiran.
 Setelah laporan KLHS selesai maka diharapkan ada aturan-aturan teknokratis
nantinya yang dapat mendukung implementasi lebih lanjut arahan KLHS.
 Baik RPJMD dan RTRW yang sudah melalui proses KLHS diharapakan dapat
memberikan manfaat yang tinggi untuk menciptakan pola pembangunan
berkelanjutan dengan fokus mengantisipasi akar permasalahan: alih fungsi lahan, tata
kelola dan penghidupan masyarakat.

Tanggapan Pokja KLHS dan Tenaga Ahli:


a. Terkait dengan alih fungsi lahan pertanian menjadi perkebunan sawit secara masif di
Kabupaten Dharmasraya, Pokja sudah mendiskusikannya Kepala Dinas Pertanian dan
staff, untuk merumuskan langkah terbaik baik menentukan pemanfaatan lahan dan
potensi pemasaran agar dapat menanggulangi permasalahan alih fungsi lahan (dari sawah
ke kebun sawit) sehingga luasan sawah tidak semakin berkurang, dan produksi pangan
tidak berkurang bahkan justru ditingkatka sesuai dengan Visi dan Misi Kepala Daerah.
b. Pokja menyambut baik masukan dari seluruh pihak terutama ketika menekankan bahwa
KLHS tidak hanya sebagai laporan tertulis namun harus diimplementasikan. Hal ini
sangat sesuai dengan amanat dari UU No. 32/2009 dan PP No. 46/2016 yang memuat
ketentuan bahwa hasil KLHS diintegrasikan secara nyata dalam dokumen perencanaan.
Ini merupakan syarat penting untuk memperoleh persetujuan validasi dari Gubernur.
Persetujan validari oleh Gubernur merupakan salah saru syarat agar RTRW dan RPJMD
dapat disyahkan menjadi Peraturan Daerah.
c. Pokja telah melakukan langkah-langkah integrasi rekomendasi KLHS ke dalam RPJMD-
revisi, namun untuk integrasi arahan KLHS ke dalam RTRW-revisi perlu ada pengawalan
lebih lanjut dari Pokja karena revisi RTRW belum dimulai pada saat selesainya KLHS ini.
Perlu dipastikan bahwa arahan KLHS untuk revisi RTRW diintegrasikan ke dalam
perumusan tujuan, kebijakan dan strategi, serta rencana struktur dan pola ruang.
Kemudian, struktur dan pola ruang yang sudah menintegrasikan arah dari KLHS perlu
dipastikan dijabarkan ke dalam program-program secara konsisten.
d. Implementasi KLHS dengan pendekatan strategis merupakan yang pertama di Indonesia,
pendekatan ini juga sudah masuk dalam PermenLHK tentang KLHS yang sudah

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
F-3
ditandatangai oleh Menteri LHK dan nantinya diharapkan akan selaras dengan peraturan
penyelenggaraan KLHS dari Kementerian ATR.
e. Berdasarkan pengalaman tenaga ahli mendampingi KLHS di berbagai tempat, dinyatakan
bahwa Pokja KLHS Dharmasraya merupakan salah satu Pokja KLHS yang paling
responsif dan menunjukkan komitmen tinggi. Harapannya tim inti Pokja dapat
berkembang menjadi aparatur daerah yang dapat memberikan kontribusi optimal untuk
pembangunan Kabupaten Dharmasraya ke depan.
Kesimpulan:
Dari pertemuan ini dapat ditarik kesimbulan bahwa pimpinan daerah menerima dengan baik
hasil KLHS Peninjauan Kembali RTRW dan Evaluasi RPJMD Kabupaten Dharmasraya. Berita
Acara diterimanya hasil KLHS oleh Bupati akan disiapkan kemudian dan diharapkan dapat
ditandatangani pada waktu penyerahan Laporan KLHS kepada Bupati secara resmi.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
G-1

G. Lampiran 7. Profil Emisi GRK di Kabupaten Dharmasraya

1. PENDAHULUAN
Aktivitas pembangunan dan ekonomi di Kabupaten Dharmasraya menyebabkan terjadinya
berbagai emisi GRK. Emisi GRK ini terjadi akibat konsumsi energi fosil (bensin, minyak
tanah, minyak solar, dan LPG), penggunaan pupuk, kotoran ternak, perubahan lahan,
produksi limbah padat dan cair domestik, serta akibat produksi batubara.
Emisi GRK tersebut diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan
ekonomi, penduduk, jumlah ternak, produksi batubara, penggunaan pupuk. Adapun emisi
GRK yang terjadi akibat perubahan lahan sangat tergantung atas rencana pemanfaatan lahan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Dengan demikian diperlukan RTRW yang selain berdampak terhadap peningkatan ekonomi
juga mampu menekan laju perubahan stok karbon di wilayah tersebut.
Seperti diketahui bahwa tanaman merupakan kumpulan biomassa yang mengandung karbon
yang diperoleh dari proses fotosintesis yang menyerap CO2 melalui stomata daun. Untuk
itu, perubahan lahan dari lahan yang banyak mengandung karbon ke lahan yang sedikit
mengandung karbon akan menghasilkan emisi GRK. Sebaliknya, perubahan lahan dari lahan
yang sedikit karbon ke lahan yang banyak mengandung karbon akan menyerap emisi CO2
atau merupakan aksi mitigasi GRK.

2. METODOLOGI
Metode perhitungan emisi GRK sesuai International Panel on Climate Change (IPCC) 2006.
Dalam IPCC-2006, produksi emisi GRK bersumber dari 4 sektor, yaitu Sektor Energi,
Sektor Industrial Product and Product Use (IPPU), Sektor Agriculture, Forestry, and Land Use
(AFOLU), dan Sektor Limbah. Data aktivitas Sektor Energi adalah konsumsi bahan bakar
fosil dan listrik, serta produksi batubara. Data aktivitas Sektor IPPU adalah produksi industri.
Data aktivitas Sektor AFOLU adalah konsumsi pupuk, jumlah ternak, dan perubahan lahan.
Data aktivitas Sektor Limbah adalah jumlah timbulan sampah dan jumlah limbah domestik.
Faktor Emisi konsumsi bensin, konsumsi minyak solar, konsumsi listrik, dan perubahan lahan
menggunakan Faktor Emisi Tier-2 sesuai kondisi Indonesia. Faktor Emisi konsumsi LPG,
produksi batubara, konsumsi pupuk, jumlah ternak, dan produksi limbah domestik (padat
dan cair) menggunakan Faktor Emisi default IPCC-2006 (Tier-1).
Jenis emisi GRK yang dipertimbangkan adalah gas karbon dioksida (CO2), gas methana
(CH4), dan gas dinitrogen oksida (N2O). Emisi GRK dihitung dalam CO2e, dimana emisi CH4
dikalikan dengan faktor potensi perubahan iklim global sebesar 21, dan emisi N2O dikalikan
dengan faktor potensi perubahan iklim global sebesar 310.

3 PROFIL EMISI GRK TAHUN 2016

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
G-2
Profil emisi GRK Kabupaten Dharmasraya Tahun 2016 disusun berdasarkan data tahun 2016
yang tersedia dan berhasil dikumpulkan.

3.1 Sektor Energi


Emisi GRK Sektor Energi mempertimbangkan emisi dari pembakaran bahan bakar fosil, baik
langsung maupun tidak langsung, serta emisi fugitif akibat produksi batubara. Emisi GRK
langsung terjadi karena pembakaran bahan bakar fosil, baik untuk memenuhi sektor
transportasi (bensin dan minyak solar), sektor rumah tangga (LPG), dan sektor industri
(LPG dan minyak solar). Emisi GRK akibat konsumsi bensin dan minyak solar untuk sektor
transportasi tidak semuanya terjadi di Kabupaten Dharmasraya, karena juga dipakai oleh
kendaraan selain kendaraan yang tercatat di Kabupaten Dharmasraya. Kondisi ini juga terjadi
di wilayah atau kabupaten lain, dan untuk menghindari tumpang tindih, semua bensin dan
minyak solar yang dibeli di SPBU di suatu wilayah, dianggap menghasilkan emisi di wilayah
itu. Emisi GRK tidak langsung adalah emisi GRK dari konsumsi listrik, yang emisinya terjadi
di luar Kabupaten Dharmasraya. Emisi fugitif adalah emisi yang terjadi tidak melalui
cerobong, ventilasi, atau sistem pembuangan emisi yang setara.
Total penjualan bensin, minyak solar, dan LPG tahun 2016 di Kabupaten Dharmasraya
mencapai 40.374,20 kiloliter bensin, 54.725,90 kiloliter minyak solar, dan 3.288,87 kiloliter
LPG. Penjualan BBM dan LPG tersebut menghasilkan emisi GRK langsung sebanyak 247.232
ton CO2e. Konsumsi listrik tahun 2016 sebanyak 128.971.369 kWh atau setara 140.293.015
kWh di sisi pembangkit (losses jaringan sebesar 8.07%). Produksi listrik sebesar 140.293.015
kWh tersebut menghasilkan emisi tidak langsung sebanyak 111.393 ton CO2e. Emisi GRK
tidak langsung dari konsumsi listrik tersebut terjadi di luar Kabupaten Dharmasraya, tetapi
diperlukan untuk membandingkan besaran emisi langsung dan tidak langsung dari suatu
wilayah, guna mengetahui tingkat emisi GRK dari konsumsi bahan bakar fosil dan listrik.
Pada Kabupaten Dharmasraya terdapat usaha pertambangan batubara dengan produksi
batubara sebanyak 130.493 ton pada tahun 2015. Produksi batubara terbanyak terjadi pada
tahun 2011 sebesar 1.039.400 ton. Penurunan produksi batubara seiring dengan harga
batubara yang mengalami penurunan. Total emisi fugitif dari produksi batubara (tahun 2016
dianggap sama dengan tahun 2015) mencapai 2.387 ton CO2e. Dengan demikian, total emisi
GRK Sektor Energi tahun 2016 mencapai 361.011 ton CO2e.
3.2 Sektor IPPU
Emisi GRK yang terjadi pada Sektor IPPU akibat proses produksi dan penggunaan produk.
Sebagai contoh, pabrik semen menggunakan bahan baku batu kapur atau limestone dengan
rumus kimia CaCO3. Limestone apabila dipanaskan pada tanur putar dengan temperatur
1.300 °C atau lebih akan terurai menjadi CaO (kalsium monoksida) dan CO2 (karbon
dioksida) yang akan terlepas ke udara. Selain pabrik semen, beberapa pabrik yang
menghasilkan emisi CO2 sewaktu proses produksi adalah pabrik pupuk amonia, pabrik pulp,
pabrik aluminium, pabrik baja, pabrik kaca, dan lainnya.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
G-3
Emisi GRK yang juga termasuk dalam kelompok IPPU adalah penggunaan kapur dan
konsumsi pelumas. Mengingat industri semen/baja/pupuk/pulp/aluminium/kaca dan data
konsumsi pelumas dan kapur tidak ada atau tidak tersedia, maka emisi GRK akibat IPPU di
Kabupaten Dharmasraya tahun 2016 sama dengan nol.
3.3 Sektor AFOLU
Sektor AFOLU mencakup sub sektor pertanian/perkebunan, peternakan, kehutanan, dan
perubahan lahan. Penggunaan pupuk urea akan menghasilkan emisi CO2 karena urea
mengandung karbon yang terikut dari bahan baku pembuatan pupuk urea, yaitu gas bumi.
Konsumsi pupuk urea juga akan menghasilkan emisi CH4 dari sawah irigasi dan sawah ladang,
serta emisi N2O langsung maupun N2O tidak langsung.
Total konsumsi urea untuk pertanian pada tahun 2016 mencapai 24.893 ton yang
menghasilkan emisi CO2 sebanyak 18.255 ton CO2. Konsumsi urea sebanyak 24.893 ton
tersebut pada sawah irigasi dan ladang di Kabupaten Dharmasraya juga menghasilkan emisi
CH4 sebanyak 330,66 atau ekuivalen dengan 6.944 ton CO2e. Penggunaan pupuk urea juga
akan menghasilkan emisi N2O langsung dan tidak langsung karena pupuk urea mengandung
sekitar 46% nitrogen. Besarnya emisi N2O langsung dan tidak langsung dari konsumsi pupuk
urea tersebut mencapai 49.514 ton CO2e. Dengan demikian, total emisi GRK dari subsektor
pertanian mencapai 74.713 ton CO2e. Total emisi GRK dari penggunaan pupuk ini hanya
untuk sub sektor pertanian, sedangkan di Kabupaten Dharmasraya banyak terdapat
perkebunan kelapa sawit yang juga mengkonsumsi pupuk urea selama proses pertumbuhan
dan produksi tandang kelapa sawit.
Menurut IPCC-2016, hewan ternak seperti sapi, kerbau, kambing, domba, ayam pedaging,
ayam petelur, ayam kampung, dan itik juga akan menghasilkan emisi CH4 dan N2O (langsung
dan tidak langsung) dari kotoran ternak yang dihasilkan. Jumlah hewan ternak di Kabupaten
Dharmasraya tahun 2016 adalah 42.049 sapi, 6.230 kerbau, 17.150 kambing, 111 domba,
4.264.500 ayam pedaging, 32.300 ayam petelur, 149.337 ayam kampung, dan 19.424 itik.
Total hewan ternak ini menghasilkan 147,62 ton CH4, 4,07 ton N2O langsung, dan 0,694 ton
N2O tidak langsung. Dengan demikian total emisi GRK dari peternakan tahun 2016
mencapai 4.577 ton CO2e.
Sub sektor perubahan lahan merupakan emisi yang timbul atau terserap akibat terjadinya
perubahan lahan di Kabupaten Dharmasraya. Seperti diketahui bahwa perubahan lahan hutan
primer menjadi perkebunan kelapa sawit akan menghasilkan emisi GRK karena stok karbon
pada hutan primer lebih besar dibanding stok karbon pada tanaman kelapa sawit. Begitupun
sebaliknya, perubahan lahan kritis menjadi lahan kelapa sawit akan menyerap emisi CO2
karena stok karbon lahan kritis lebih rendah dibanding lahan kelapa sawit. Besarnya stok
(kandungan) karbon dari setiap tanaman berbeda-beda. Menurut Bappenas (2014), Faktor
Emisi dari berbagai lahan di Indonesia seperti Tabel Lampiran 7- 1.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
G-4

Tabel Lampiran 7- 1. Cadangan Karbon Menurut Jenis Tutupan Lahan

No Tutupan Lahan Cadangan Karbon (Ton C/Ha)


1 Hutan Lahan Kering Primer 195
2 Hutan Lahan Kering Sekunder 169
3 Hutan Mangrove Primer 170
4 Hutan Rawa Primer 196
5 Hutan Tanaman 64
6 Semak Belukar 30
7 Perkebunan 63
8 Permukiman 4
9 Tanah Terbuka 2,5
10 Padang Rumput 4
11 Hutan Mangrove Sekunder 120
12 Hutan Rawa Sekunder 155
13 Belukar Rawa 30
14 Pertanian Lahan Kering 10
15 Pertanian Lahan Kering Campur 30
16 Sawah 2
17 Tambak 0
18 Bandara/Pelabuhan 0
19 Transmigrasi 10
20 Pertambangan 0
21 Rawa 0
Sumber: Bappenas, Pedoman Teknis Penghitungan Baseline Sektor Berbasis Lahan, 2014

Untuk menghitung perubahan lahan yang terjadi dari tahun x ke tahun y diperlukan matriks
perubahan lahan. Matriks perubahan lahan tersebut harus setara antara tahun x dengan
tahun y (jumlah kolom dan baris harus sama). Data matriks perubahan lahan yang setara dan
tersedia adalah matriks perubahan lahan tahun 2014 ke tahun 2016 yang disusun oleh WWF
(World Wide Fund for Nature) Indonesia, seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Total luas lahan
menurut jenis lahan tahun 2014 terletak pada kolom terakhir (paling kanan), sedangkan total
luas lahan menurut jenis lahan pada tahun 2016 terletak pada baris terakhir (paling bawah).
Dari Tabel Lampiran 7- 2 nampak perubahan lahan yang cukup signifikan, misalnya cleared
area, oil plantation, natural forest, others, dan lainnya.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
G-5

Tabel Lampiran 7- 2. Matriks Perubahan Lahan Tahun 2014 ke Tahun 2016 (Ha)

2016 (Ha)
Area Cleared Area With Mixed Palm Oil Oil Palm Pulpwood
Cleared Area Natural Forest Other Water Body Grand Total
Some Vegetation Plantation Plantation Plantation
Cleared Area 29 355 0 3,570 482 0 685 0 5,120
Cleared Area With Some Vegetation 38 1 0 1,281 0 0 0 0 1,320
Mixed Oil Palm Plantation 283 4,083 13,231 0 0 120 0 0 17,717
Natural Forest 0 0 0 54,509 0 0 0 0 54,509
2014 (Ha) Oil Palm Plantation 801 8,889 0 0 83,839 89 0 0 93,618
Other 1,155 3,647 0 1,406 0 105,785 0 0 111,993
Pulpwood Plantation 1,566 2,649 0 330 0 1,388 11,387 0 17,318
Water Body 0 0 0 0 0 0 0 13 13
Grand Total 3,873 19,622 13,231 61,096 84,320 107,382 12,071 13 301,609

Perkalian antara Faktor Emisi sesuai Tabel Lampiran 7- 1 dan luas lahan sesuai Tabel
Lampiran 7- 2 diperoleh emisi GRK yang diserap atau emisi GRK yang timbul dari
perubahan lahan tersebut. Total perubahan stok karbon akibat perubahan lahan dari tahun
2014 ke 2016 mencapai – 180.752 ton C atau ekuivalen dengan -662.818 ton CO2 selama 2
tahun (2014 ke 2016) atau setara dengan – 331.409 ton CO2 per tahun. Tanda minus
menunjukkan bahwa terjadi penurunan stok karbon atau terjadi emisi GRK. Adapun stok
karbon pada tahun 2016 mencapai 19.859.936 ton C, sehingga stok karbon pada tahun 2014
mencapai 20.221.443 ton C.

Tabel Lampiran 7- 3. Matriks Emisi GRK dari Perubahan Lahan Tahun 2014 ke Tahun 2016
(ton C)

2016 (Ton C)
Area Cleared Area With Mixed Palm Oil Oil Palm Pulpwood
Cleared Area Natural Forest Other Water Body Grand Total
Some Vegetation Plantation Plantation Plantation
Cleared Area 0 9,749 0 687,206 29,136 0 42,102 0 768,193
Cleared Area With Some Vegetation -1,054 0 0 211,359 0 0 0 0 210,305
Mixed Oil Palm Plantation -17,134 -134,726 0 0 0 7,089 0 0 -144,771
Natural Forest 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2014 (Ton
Oil Palm Plantation -48,478 -293,339 0 0 0 5,261 0 0 -336,556
C)
Other -1,732 -94,811 0 -268,588 0 0 0 0 -365,131
Pulpwood Plantation -96,286 -90,051 0 -43,182 0 -83,272 0 0 -312,792
Water Body 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Grand Total -164,685 -603,178 0 586,795 29,136 -70,922 42,102 0 -180,752

3.4 Sektor Limbah

Emisi GRK dari Sektor Limbah terjadi karena penimbunan sampah, limbah cair domestik,
dan limbah cair POME. Terdapat tempat penimbunan sampah akhir di Kabupaten
Dharmasraya dengan kapasitas sebesar 1,2% terhadap total produksi sampah domestik.
Sampah yang ditumpuk di TPA merupakan salah satu sumber emisi GRK (gas metana) yang
dihasilkan dari proses dekomposisi bakterial komponen sampah organik yang biodegradable
yang terjadi dalam kondisi anaerobik. Sampah yang tidak ditimbun di TPA Dharmasraya

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
G-6
dianggap tidak menghasilkan emisi GRK karena ditimbun, dibuang sembarangan, dibuang ke
sungai, dan lainnya. Dengan metode First Order Decay FOD sesuai IPCC-2006, total emisi
GRK dari timbulan sampah di TPA Dharmasraya tahun 2016 mencapai 578 ton CO2e.
Emisi GRK dari limbah cair domestik tergantung atas jumlah penduduk, komposisi septik
tank, jumlah masyarakat kurang mampu, dan lainnya. Menurut IPCC-2006, produksi BOD
per penduduk adalah 14,6 kg BOD/orang/tahun. Jumlah penduduk Kabupaten Dharmasraya
tahun 2016 mencapai 234.053 jiwa, sedangkan data komposisi septik tank, jumlah
masyarakat kurang mampu, dan lainnya adalah asumsi. Dengan data dan asumsi tersebut,
total emisi GRK dari limbah cair domestik di Kabupaten Dharmasraya mencapai 940 ton
CO2e.
Di Kabupaten Dharmasraya terdapat 5 (lima) industri CPO yang menghasilkan limbah cair
POME (Palm Oil Mill Effluent). Limbah cair POME kalau ditimbun akan menghasilkan emisi
CH4 yang terbuang ke udara. Potensi emisi GRK dari limbah POME dihitung berdasarkan
produksi tandan buah segar (TBS) tahun 2016. Total produksi TBS kelima industri CPO
tersebut tahun 2016 mencapai 1.151.545 ton. Dengan menggunakan metodologi sesuai Buku
Panduan Konversi POME menjadi Biogas oleh USAID-Winrock (2015), total emisi dari
pengolahan TBS menjadi CPO tahun 2016 mencapai 660 ton CO2e. Dengan demikian, total
emisi GRK dari Sektor Limbah mencapai 2.178 ton CO2e.
Berdasarkan penjabaran di atas, Profil Emisi GRK Kabupaten Dharmasraya tahun 2016
mencapai 663.610 ton CO2e. Sektor penghasil emisi GRK terbanyak adalah Sektor AFOLU
yang mencapai 61,89%, disusul Sektor Energi sebanyak 37,78%, dan sektor limbah (hanya
0,33%). Dari 61,89% sumbangsih emisi GRK Sektor AFOLU, 49,94% diantaranya terjadi
karena adanya perubahan lahan.

0%

Energi
38%
Peternakan
Pertanian
50%
Perubahan Lahan
Limbah

1%
11% 2016: 663.610 Ton CO2e

Gambar Lampiran 7 - 1. Profil Emisi GRK Kabupaten Dharmasraya Tahun 2016

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
G-7
4. PROYEKSI EMISI GRK 2017-2031
4.1 Umum

Proyeksi emisi GRK tahun 2017 s.d 2031 disusun untuk mendapatkan gambaran seberapa
besar potensi emisi GRK yang terjadi tahun 2031 dengan mempertimbangkan berbagai
variabel yang melingkupinya, diantaranya pertumbuhan penduduk, pertumbuhan PDRB,
penurunan luas sawah, dan perubahan lahan. Analisis proyeksi emisi GRK ditinjau terhadap
proyeksi emisi GRK Skenario BAU, proyeksi emisi GRK Skenario RTRW 2011-2031,
proyeksi emisi GRK Skenario SK35, dan Skenario Pembangunan Berkelanjutan (Low Emission
Development Strategic).

4.2 Skenario Baseline


Skenario BAU atau Bussiness as Usual merupakan gambaran skenario potensi emisi GRK
mempertimbangkan kondisi tahun dasar 2016 dan perubahan variabel PDRB, penduduk, dan
penurunan luas lahan, sesuai kondisi baseline.
Dalam Skenario BAU, pertumbuhan emisi GRK dari konsumsi BBM, LPG, dan listrik
diasumsi sejalan dengan pertumbuhan PDRB rata-rata. Pertumbuhan PDRB rata-rata selama
tahun 2011 s.d. 2016 mencapai 6,123% per tahun. Dari berbagai studi, harga batubara
selama tahun 2017 s.d. 2031 tidak mengalami pertumbuhan yang spektakuler, sehingga
produksi batubara pada tahun 2031 diasumsikan sama dengan produksi batubara maksimal
yang terjadi pada tahun 2011 mencapai 1.039.040 ton batubara. Jumlah ternak dan
penggunaan pupuk juga diprediksi akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan PDRB.
Sesuai dengan data luas sawah tahun 2008 s.d. 2016 menunjukkan bahwa pertumbuhan luas
sawah mengalami penurunan rata-rata 3,72% per tahun akibat peralihan lahan sawah ke
lahan lainnya. Emisi GRK dari perubahan lahan besarnya dianggap meningkat per tahun
sebesar yang terjadi pada tahun 2016. Adapun pertumbuhan emisi GRK dari sektor limbah,
baik limbah padat maupun limbah cair, sejalan dengan perkiraan pertumbuhan penduduk.
Penduduk Kabupaten Dharmasraya diperkirakan akan mencapai 566.527 jiwa pada tahun
2031.
Dengan asumsi tersebut, total potensi emisi GRK Skenario BAU di Kabupaten Dharmasraya
tahun 2031 mencapai 6,50 juta ton CO2e. Sekitar 86,74% dari emisi GRK tersebut
disumbang oleh sub sektor perubahan lahan, padahal konstribusi emisi GRK dari
perubahan lahan pada tahun 2016 baru mencapai 50%. Seperti diasumsikan bahwa emisi
GRK dari perubahan lahan dianggap meningkat sebesar 331.409 per tahun dan pada tahun
2031 mencapai 5,30 juta ton CO2.

4.2 Skenario RTRW


Skenario RTRW adalah Skenario BAU namun perubahan lahan sesuai dengan Rencana
RTRW Kabupaten Dharmasraya 2011-2031. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Dharmasraya Nomor 10 Tahun 12 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Dharmasraya Tahun 2011 – 2031, sebagaimana tertuang dalam Tabel 4.4 Bab 4
Halaman 5, direncanakan akan terjadi perubahan lahan dari tahun 2011 ke tahun 2031,
seperti tertera pada Tabel Lampiran 7- 4.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
G-8
Tabel Lampiran 7- 4. Rencana Perubahan Peruntukan Ruang Tahun 2011 - 2031

Rencana
Luas Eksisting
Pemanfaatan Lahan Peruntukan
(Ha) (%) (Ha) (%)
Hutan 165.129 54,57 116.181 38,39
Pemukiman 7.552 2,50 10.515 3,48
Pertanian Tanaman Pangan Lahan Basah 9.652 3,19 14.643 4,84
Pertanian Tanaman Pangan Lahan Kering 3.968 1,31 5.285 1,75
Perkebunan dan Hortikultura 89.647 29,63 130.868 43,25
Semak/belukar 16.562 5,47 0 0
Pertambangan 2.388 0.79 23.305 7,69
Perairan Darat 1.586 0.52 1.720 0,57
Rencana Kawasan Kegiatan Baru 0 0 3.527 1,17
Total 296.484 100 306.044 100

Data perubahan lahan tersebut memperlihatkan adanya ketidaksamaan luasan lahan antara
tahun 2011 dengan tahun 2031. Selanjutnya, untuk kebutuhan analisis, kekurangan luas lahan
tahun 2011 sebanyak 9.560 Ha ditambahkan ke lahan perkebunan agar luas lahan menjadi
sama. Perkalian antara Faktor Emisi lahan dengan luas lahan akan menghasilkan stok karbon,
dimana total stok karbon pada tahun 2012 mencapai 34.427.414 ton C dan menurun
menjadi 28.017.577 ton C pada tahun 2031. Nampak bahwa kebijakan yang ditetapkan
dalam RTRW Kabupaten Dharmasraya 2011-2031 akan mengurangi stok karbon sebanyak
6.725.317 ton C selama 20 tahun ke depan, atau menurun rata-rata 336.266 ton C per
tahun. Pengurangan stok karbon ini menunjukkan adanya kebijakan pengalihan kawasan
hutan menjadi non hutan yang berdampak terhadap terjadinya penurunan stok karbon dari
tanaman, yang akan menghasilkan emisi CO2 rata-rata sebanyak 1.175.244 per tahun.
Dibanding dengan emisi CO2 atas realisasi perubahan lahan yang terjadi selama tahun 2014
s.d 2016 sesuai survei WWF, nampak bahwa target perubahan lahan dalam RTRW lebih
agresif.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
G-9
Tabel Lampiran 7- 5. Stok Karbon dari Perubahan Lahan Tahun 2011 ke 2031

Faktor Stok Karbon (Ton


Luas Lahan (Ha)
Emisi C)
Pemanfaatan Lahan
(Ton C /
2011 2031 2011 2031
Ha)
Hutan 169 165.129 116.181 27.906.801 19.634.589
Pemukiman 4 7.552 10.515 30.208 42.060
Pertanian Tanaman Pangan Lahan
Basah 2 9.652 14.643 19.304 29.286
Pertanian Tanaman Pangan Lahan
Kering 10 3.968 5.285 39.680 52.850
Perkebunan dan Hortikultura 63 99.207 130.868 6.250.041 8.244.684
Semak/belukar 30 16.562 0 496.860 0
Pertambangan 0 2.388 23.305 0 0
Perairan Darat 0 1.586 1.720 0 0
Rencana Kawasan Kegiatan Baru 4 0 3.527 0 14.108
Total 306.044 306.044 34.742.894 28.017.577
Selisih (6.725.317)

4.3 Skenario SK35


Emisi CO2 yang akan terjadi pada Skenario RTRW belum mempertimbangkan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 35/Menhut-II/2013 Tentang Kawasan Hutan Provinsi
Sumatera Barat. Pola ruang dalam SK35 kemudian disederhanakan menjadi 4 kategori lahan
seperti Tabel Lampiran 7- 6.
Tabel Lampiran 7- 6. Luas Lahan Hutan Kabupaten Dharmasraya Menurut SK 35/Menhut-II/2013

Lahan Luas (Ha)


KSA/KPA 5.967,08
KSA/KPA L 0
HL 11.935,30
HPT 31.100,58
HP 26.591,73
HPK 16.795,40
Total 92.390,09

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
G-10

Gambar Lampiran 7 - 2. Peta Kawasan Hutan Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.
SK.35/Menhut-II/2013

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
G-11
Total luas lahan di Kabupaten Dharmasraya mencapai 298.871 Ha, 92.390,09 Ha merupakan
lahan hutan sebagaimana ditetapkan dalam SK 35/Menhut-II/2013, dan sisanya merupakan
lahan areal penggunaan lain (APL), seperti semak belukar, sawah, dan permukiman. Dengan
SK 35, maka stok karbon akan berkurang sebanyak 10,17 juta ton karbon, atau ekuivalen
dengan emisi GRK sebanyak 37,29 juta ton CO2.
4.4 Skenario LEDS
Skenario LEDS merupakan skenario pembangunan rendah emisi yang berupaya untuk
melestarikan fungsi kawasan lindung dan kawasan budaya sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku dan mendorong pembangunan pertanian/perkebunan yang
berkelanjutan. Skenario ini disusun sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan perbaikan
RTRW Kabupaten Dharmasraya.
Seperti diketahui bahwa dalam RTRW Kabupaten Dharmasraya tahun 2011-2031 akan
terjadi perubahan lahan hutan menjadi lahan perkebunan. Untuk mengurangi emisi GRK,
maka lahan hutan yang akan dikonversi ke lahan perkebunan harus ditanam tanaman yang
mengandung stok karbon yang lebih banyak dibanding stok karbon kelapa sawit, seperti
pohon durian, pohon karet, dan pohon duku. Ketiga jenis pohon ini banyak ditanam oleh
masyarakat di Kabupaten Dharmasraya. Dengan kebijakan ini, maka stok karbon tetap akan
berkurang tetapi tidak sebanyak apabila semua lahan hutan yang akan dikonversi ditanami
tanaman kelapa sawit. Jika diasumsi semua sisa lahan hutan yang akan dikonversi menjadi
lahan perkebunan akan ditanam tanaman karet, maka jumlah stok karbon total lahan di
Kabupaten Dharmasraya pada tahun 2031 akan berkurang rata-rata 295.107 ton C per
tahun. Sebaliknya, jika lahan tersebut ditanami tanaman kelapa sawit, maka jumlah stok
karbon lahan di Kabupaten Dharmasraya pada tahun 2031 akan berkurang rata-rata 366.266
ton C per tahun.

5 PERBANDINGAN STOK KARBON MENURUT SKENARIO


Stok karbon di Kabupaten Dharmasraya pada tahun 2016 mencapai 19.86 juta ton C. Pada
Skenario BAU, stok karbon akan menurun sebanyak 1,36 juta ton C pada tahun 2031 yang
menghasilkan emisi CO2 sebanyak 4,99 juta ton CO2. Cadangan karbon Skenario RTRW
akan menurun sebanyak 5,04 juta ton C yang menghasilkan emisi GRK sebanyak 18,50 juta
ton CO2. Selanjutnya, Skenario SK35, yaitu Skenario Perubahan Lahan sesuai Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 35/Menhut-II/2013 akan menurunkan cadangan
karbon sebanyak 10,17 juta ton C atau ekuivalen dengan emisi GRK sebanyak 37,30 juta ton
CO2. Untuk itu, diperlukan Skenario LEDS, yang mendukung cadangan karbon menurun
lebih rendah dibanding Skenario RTRW.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
G-12
25
Skenario ini akan
Stok Karbon Menurut Skenario (Juta Ton
dihitung pada saat
20 Revisi RTRW
1.45
?? ??
3.59
15
5.13
19.96
10
C)

0
2016 Skenario Skenario Skenario Skenario Total
BAU RTRW SK35 LEDS Skenario
LEDS
Stok Karbon Tahun 2031
Gambar Lampiran 7 - 3. Perbandingan Emisi / Serapan CO2 Menurut Skenario

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-1
H. Lampiran 8. Profil Enam Muatan KLHS

1. Pendahuluan
Profil enam muatan KLHS ini dilakukan dalam rangka penyusunan KLHS peninjauan kembali
RTRW Kabupaten Dharmasraya tahun 2011-2031 dan KLHS revisi RPJM Kabupaten
Dharmasraya tahun 2016-2021.

2. Analisis Materi Muatan Kajian Lingkungan Hidup Strategis


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis, hasil analisis materi muatan kebijakan,
rencana, dan/atau program paling sedikit memuat kajian:
1. kapasitas daya dukung dan daya tampung Lingkungan Hidup untuk pembangunan;
2. perkiraan mengenai dampak dan risiko Lingkungan Hidup;
3. kinerja layanan atau jasa ekosistem;
4. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
5. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan
6. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
Di dalam PP No. 46/2016 keenam aspek muatan kajian KLHS tersebut dijelaskan secara
ringkas pada Tabel Lampiran 8 - 1.

Tabel Lampiran 8 - 1. Penjelasan Aspek Muatan KLHS

No. Aspek Penjelasan/Ilustrasi


1. Kapasitas daya a. Kemampuan suatu ekosistem untuk mendukung suatu
dukung dan daya aktivitas sampai pada batas tertentu;
tampung lingkungan b. Untuk menentukan apakah suatu kegiatan masih dapat
hidup untuk ditambahkan dalam suatu ekosistem tertentu atau untuk
menentukan apakah suatu kawasan lingkungannya masih
pembangunan
mampu mendukung perikehidupan manusia dan mahluk
hidup lain.
c. Bisa diukur dari beberapa variabel, seperti tanah/lahan
dan air.
d. Daya tampung lingkungan hidup dapat diukur dari tingkat
asimilasi media ketika menerima gangguan dari luar.
2. Perkiraan mengenai a. Dampak suatu kebijakan, rencana, dan/atau program
dampak dan risiko terhadap terjadinya perubahan lingkungan hidup yang
lingkungan hidup mendasar;
b. Bisa diukur dari beberapa media lingkungan.
3. Kinerja layanan/jasa Layanan atau fungsi ekosistem dikategorikan dalam 4 (empat)
ekosistem jenis layanan, yaitu layanan fungsional/penyediaan, layanan
regulasi, layanan kultural, dan layanan pendukung kehidupan.
4. Efisiensi pemanfaatan a. Tingkat optimal pemanfaatan sumberdaya alam di mana
sumber daya alam kebutuhan terpenuhi namun sumber daya alam beserta
ekosistemnya dapat tetap dilestarikan.
b. Dapat diukur berdasarkan kesesuaian antar tingkat
pemanfaatan dan pencadangan terhadap potensi dan

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-2
No. Aspek Penjelasan/Ilustrasi
kebutuhan.
c. Dapat pula diukur dengan nilai manfaat sumber daya alam
melalui valuasi ekonomi.
5. Tingkat kerentanan dan Kondisi lingkungan yang diukur dari kemungkinan dampak
kapasitas adaptasi perubahan iklim, apakah semakin memburuk (seperti
terhadap perubahan peningkatan muka air laut atau perubahan cuaca yang ekstrim)
iklim atau mempunyai daya lenting/kapasitas untuk menyesuaikan.
6. Tingkat ketahanan dan a. Kondisi lingkungan yang diukur dengan indeks
potensi keanekaragaman keanekaragaman hayati, apakah cenderung tetap,
hayati menurun, atau meningkat.
b. Ukuran lain bisa dipakai, seperti kepunahan, kemerosotan
dan kerusakan.

2.1. Kinerja Layanan atau Jasa Ekosistem


2.1.1. Gambaran Umum Ekoregion di Kabupaten Dharmasraya1
Ekoregion merupakan wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora
dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas
sistem alam dan lingkungan hidup. Sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dinyatakan bahwa
penetapan wilayah ekoregion dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesamaan: a)
karakteristik bentang alam; b) daerah aliran sungai; c) iklim; d) flora dan fauna; e) sosial-
budaya; f) ekonomi; g) kelembagaan masyarakat; dan h) hasil inventarisasi lingkungan hidup.
Ekoregion dipahami sebagai karakter lahan yang berperan sebagai penciri sifat dan faktor
pembatas (constraints) potensi lahan yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampungnya.
Dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, Indonesia telah menetapkan
ekoregion sebagai acuan dalam pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan hidup.
Berdasarkan hasil pemetaan (Gambar Lampiran 8 - 1.), secara umum Kabupaten
Dharmasraya memiliki tujuh jenis ekoregion, yaitu Dataran Fluvial Sumatera, Dataran
Struktural Jalur Bukit Barisan, Pegunungan Struktural Jalur Bukit Barisan, Pegunungan
Vulkanik Jalur Bukit Barisan, Perbukitan Karst Sumatera, Perbukitan Struktural Jalur Bukit
Barisan, dan Perbukitan Vulkanik Jalur Bukit Barisan.

1
Kementerian Lingkungan Hidup. 2013. Deskripsi Peta Ekoregion Pulau/Kepulauan. Kementerian
Lingkungan Hidup, Deputi Tata Lingkungan. Jakarta, Indonesia. ISBN: 978-602-8773-09-6

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-3

Gambar Lampiran 8 - 1. Ekoregion Kabupaten Dharmasraya

2.1.1.1. Ekoregion Dataran Fluvial Sumatera


Ekoregion ini tersebar hampir di seluruh lereng bawah di kanan-kiri sungai. Kondisi iklimnya
relatif basah dengan variasi curah hujan tahunan mulai sedang hingga tinggi (2.000-
3.000 mm). Umumnya di seluruh bagian Barat dan Timur Sumatera mempunyai curah hujan
relatif seragam, dengan suhu tahunan rata-rata sekitar 24-28ºC.
Secara genetik, material penyusun umumnya adalah endapan aluvium yang berlapis-
lapis, yang terdiri dari material pasir, debu, dan lempung (clay) relatif seimbang.
Komposisi endapan aluvium ini bervariasi, tergantung pada kepada kondisi geologi daerah
hulu, yang terbentuk akibat aktivitas pengendapan sedimen-load aliran sungai, hasil erosi
tanah di daerah hulu atau lereng atas. Topografinya berupa dataran, dengan morfologi relatif
datar dengan relief sangat rendah (< 3 m), dan kemiringan lereng secara umum 0-3%. Proses
sedimentasi dan transportasi sedimen-load dengan media aliran sungai masih aktif. Kondisi
geomorfologi yang demikian menjadi penyebab ekoregion ini rawan terhadap bencana banjir
pada musim hujan.
Kondisi hidrologi ekoregion ini dibangun oleh material aluvium yang mampu membentuk
akuifer yang potensial, dengan dukungan morfologi yang datar. Kondisi seperti ini
menyebabkan cadangan atau ketersediaan air tanahnya relatif dangkal (< 10 m) yang
membentuk reservoir air tanah atau cekungan hidrogeologi. Material aluvium merupakan
material yang mudah untuk mengalami pengikisan oleh aliran sungai, sehingga pada
umumnya satuan ini dicirikan oleh pola aliran berkelok-kelok (meandering) dan
bercabang-cabang seperti pohon (dendritik).

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-4
Aliran sungainya mengalir sepanjang tahun (perrenial) dengan debit aliran relatif besar,
karena mendapat input dari air hujan dan aliran air tanah yang masuk ke dalam badan atau
lembah sungai. Material aluvium berkembang menjadi tanah Aluvial, yang mulai berkembang
(Inceptisol) hingga sangat muda (Entisol). Karena topografinya datar dan umumnya
ketersedian airnya yang melimpah, tanah yang ada banyak dimanfaatkan untuk berbagai
peruntukan, seperti permukiman, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering (tanaman
palawija), perkebunan karet, kelapa sawit, dan industri.
Kondisi sosial budaya/kultural didominasi oleh petani, dengan mengandalkan pertanian lahan
basah, pertanian lahan kering (tanaman palawija), perkebunan kelapa sawit, karet, dan
kakao. Pola permukiman penduduk cenderung menyebar di kanan-kiri sungai. Di daerah
perkotaan, banyak daerah-daerah pertanian dialih fungsikan sebagai daerah permukiman atau
industri, dengan komposisi penduduk yang multi etnis dan kultural. Di daerah pedesaan,
masih banyak mata pencaharian pertanian diusahakan secara intensif. Kehidupan masyarakat
petani yang berawal dari program transmigran menjadi sejahtera.

2.1.1.2. Ekoregion Dataran Struktural Jalur Bukit Barisan


Keberadaan ekoregion ini berasosiasi dengan jalur perbukitan dan pegunungan
struktural Bukit Barisan, yaitu berupa lembah-lembah antar perbukitan dan pegunungan
struktural. Lembah-lembah yang ada merupakan lembah sinklin dan menjadi tempat
pengendapan bahan aluvium yang terangkut melalui transportasi aliran sungai yang
membawa muatan sedimen hasil erosi dari daerah hulu. Pola aliran sungai di daerah lembah
ini biasanya terkontrol oleh jalur patahan, yaitu dalam bentuk trellis atau rektangular.
Kondisi iklimnya relatif basah dengan curah hujan tahunan pada kisaran 2.000-3.000 mm.
Material penyusun dataran struktural ini merupakan bahan aluvium (endapan lempung)
hasil rombokan batuan vulkanik Bukit Barisan yang kondisi topografinya relatif datar.
Ketersediaan air tanah berada pada cekungan-cekungan dan sering muncul sebagai mata air.
Aliran sungai bersifat perenial, yang memungkinkan masyarakat yang hidup di sekitar lembah
dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, seperti untuk pengairan pertanian, perikanan,
dan lain-lain. Karena posisinya di jalur patahan, daerah ini rentan terhadap bencana gempa
bumi tektonik. Selain itu, bencana banjir diprediksi sering terjadi, mengingat posisinya di
dataran rendah, sebagai tempat akumulasi luapan air sungai pada musim hujan.

2.1.1.3. Ekoregion Pegunungan Struktural Jalur Bukit Barisan


Ekoregion pegunungan struktural merupakan punggung Bukit Barisan, yang terbentuk oleh
tenaga tektonik yang membentuk struktur lipatan dan patahan. Pegunungan struktural ini
dilalui oleh garis patahan Sumatera yang membujur dari provinsi Lampung hingga Nangroe
Aceh Daroessalam (NAD). Secara genetik, ekoregion ini tersusun oleh batuan vulkanik
intrusif dan batuan sedimen yang sudah mengalami deformasi.
Morfologi yang terbentuk berupa pegunungan yang menempati elevasi tinggi (> 300 m).
Tanah yang dijumpai di ekoregion berlereng terjal (> 45%) ini didominasi oleh bahan-bahan
induk vulkan yang sudah terdeformasi, sepeti tanah Latosol, Podsolik, dan Litosol. Jenis
tanah ini bersolum dalam (> 100 cm), kecuali Litosol (< 20 cm). Pegunungan struktural ini
sebagian besar masih berhutan dan termasuk kawasan Hutan Lindung atau Hutan Suaka

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-5
Alam. Untuk menjaga kelestarian flora dan fauna yang ada, hutan yang berada di ekoregion
ini disarankan untuk tetap dijadikan sebagai hutan lindung atau kawasan konservasi.
Pegunungan struktural tersebut berada di bawah kondisi iklim tropika basah dengan suhu
sejuk tropikal hingga dingin. Dengan kondisi iklim yang demikian sumberdaya air permukaan
dan air tanah cukup baik di musim hujan, serta aliran air sungainya mengalir sepanjang tahun.
Mata air atau air terjun banyak dijumpai di daerah-daerah tekuk lereng (break of slope).
Sumberdaya mineral umumnya berupa galian C dan mineral lainnya yang mempunyai nilai
ekonomi, seperti emas atau yang lainnya. Walaupun memiliki nilai ekonomi tinggi,
penambangan baik galian C atau lainnya tidak disarankan, mengingat peran ekoregion ini
adalah untuk menjaga keseimbangan hidrologis dan keanekaragaman hayati yang sangat
tinggi. Seperti di kawasan Daerah Aliran Sungai Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara,
berbagai flora dan fauna langka masih banyak ditemukan. Satwa langka yang ditemukan
diantaranya adalah harimau, orang utan, tapir, dan lain-lain.
Ancaman yang ada di ekoregion ini antara lain adalah gempa bumi dan penebangan kayu
hutan baik legal maupun illegal. Berdasarkan karakter wilayahnya, ekoregion ini mempunyai
jasa ekosistem sebagai habitat flora-fauna, pengatur sirkulasi udara, penyedia air
permukaan dan air tanah, dan perlindungan plasma nutfah.
2.1.1.4. Ekoregion Pegunungan Vulkanik Jalur Bukit Barisan
Pegunungan vulkanik di Sumatera merupakan daerah yang berupa kerucut vulkanik dari
gunung berapi, yang ada di berbagai provinsi, seperti gunung Leuser dan Seulawah Agam
(NAD), gunung Sibayak dan Sinabung (Sumatera Utara), gunung Merapi dan Kerinci
(Sumatera Barat), gunung Seblat (Bengkulu), gunung Dompu (Sumatera Selatan), gunung
Tanggamus dan Rajabasa (Lampung). Ekoregion ini tersusun dari produk letusan gunung
berapi berupa perselingan batuan beku ekstrusif dan material piroklastik.
Hasil letusan gunung berapi tersebut membentuk bentuk lahan bertopografi bergunung,
berlereng terjal, dan amplitudo relief > 300 m. Kondisi iklimnya adalah tropika basah dengan
suhu panas hingga sejuk (12-30ºC) dan curah tahunan berkisar 1.900-4.200 mm. Kondisi
iklimnya memiliki sumberdaya air permukaan maupun air tanah yang melimpah sepanjang
tahun, sehingga pegunungan vulkanik berperan sebagai sumber cadangan air yang sangat
besar. Aliran air sungai dengan pola radial atau semi radial mengalir sepanjang tahun. Pada
tekuk lereng bawah atau lereng kaki banyak dijumpai mata air artesis atau air terjun.
Jenis tanah yang dominan adalah Andosol, Latosol, dan Litosol. Jenis tanah Andosol dan
Latosol yang ada tergolong subur. Sebagain besar kawasan ekoregion ini masih berhutan
lebat dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Berbagai satwa langka seperti
harimau, tapir, orang utan, dan berbagai spesies burung masih banyak ditemukan. Selain itu,
flora langka seperti bunga raksasa Rafflesia Arnoldi dan Bunga Bangkai (Suweg) dapat
dijumpai di kawasan gunung Kerinci, Sumatera Barat. Kondisi iklimnya yang sejuk dan
tanahnya yang subur membawa berkah bagi masyarakat yang hidup di daerah pegunungan
vulkanik. Seperti di kabupaten Karo (Sumatera Utara) yang termasuk kawasan pegunungan
vulkanik gunung Sinabung dan Sibayak, tanahnya yang subur dan udaranya yang sejuk
membuat penduduk kabupaten Karo hidup sebagai petani sayuran. Kabupaten Karo

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-6
merupakan pemasok sayuran terbesar di provinsi Sumatera Utara. Selain itu, udaranya yang
sejuk menjadikan ekoregion ini banyak dimanfaatkan sebagai daerah wisata, seperti di daerah
danau Toba. Danau Toba yang merupakan kaldera hasil letusan gunung berapi merupakan
kawasan wisata unggulan di provinsi Sumatera Utara, yang banyak dikunjungi wisatawan
domestik maupun mancanegara.
2.1.1.5. Ekoregion Perbukitan Karst Sumatera
Kawasan ekoregion karst terbentuk dari proses pelarutan batuan karbonat atau batuan
gamping atau batuan kapur dengan air. Ekosistem ini memiliki karakteristik bentang alam
berupa cekungan dan bukit-bukit kecil yang tajam serta memiliki cerukan goa. Permukaan
lapisan kapur tampak kasar dan berlubang-lubang. Karakteristik lainnya adalah terputusnya
aliran sungai di permukaan tanah yang masuk ke dalam lapisan kapur di bawah permukaan
tanah. Di dalam tanah, sungai-sungai ini membentuk alur dan menjadi sungai bawah tanah
yang terperangkap di dalam gua-gua.
2.1.1.6. Ekoregion Perbukitan Struktural Jalur Bukit Barisan
Perbukitan struktural yang ada merupakan perbukitan yang tersusun oleh batuan intrusif dan
batuan sedimen yang sudah mengalami deformasi oleh tenaga tektonik, dengan membentuk
struktur lipatan atau patahan. Perbukitan struktural tersebut berasosiasi dengan jalur Bukit
Barisan. Morfologi yang terbentuk berupa perbukitan pada elevasi sedang (< 300 m), dengan
kemiringan lereng yang curam. Tanah yang dijumpai didominasi oleh Tanah Latosol (Alfisol)
dan Podsolik (Ultiusol) dengan solum dalam dan memiliki tingkat kesuburan rendah hingga
sedang. Di beberapa tempat yang berlereng curam, juga dijumpai tanah Litosol (Tanah
bersolum tanah dangkal: < 20 cm). Tingkat kesuburan tanahnya tergolong cukup subur.
Karakteristik yang demikian menyebabkan perbukitan struktural ini mempunyai tipe
penggunaan lahan agak beragam, yaitu hutan, semak belukar, padang-rumput, ladang, dan
permukiman.
Perbukitan struktural jalur Bukit Barisan berada di bawah kondisi iklim tropika basah dengan
suhu 20-26ºC. Pola aliran air terkontrol oleh jalur patahan, yaitu dalam bentuk rektangular
atau trellis. Air sungainya umumnya mengalir sepanjang tahun (parennial) dan ketersediaan
air permukaan dan air tanah cukup baik sepanjang tahun. Sumberdaya mineral umumnya
berupa galian C dan mineral lainnya yang mempunyai nilai ekonomi. Keanekaragaman hayati
di wilayah ini relatif rendah. Masyarakat yang tinggal di wilayah ini umumnya bertani atau
berladang dan berternak, mempunyai tingkat pendidikan agak tertinggal, disebabkan baik
oleh karena minimnya aksesibilitas atau masih terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan.
Ancaman bencana alam yang ada di ekoregion ini antara lain adalah gempa bumi dan longsor
lahan. Berdasarkan karakter wilayahnya, ekoregion ini mempunyai jasa ekosistem sebagai
habitat flora-fauna dan sebagian pertanian lahan kering yang dapat mendukung ketahanan
pangan.

2.1.1.7. Ekoregion Perbukitan Vulkanik Jalur Bukit Barisan


Persebaran ekoregion ini berasosiasi dengan keberadaan gunung berapi, yang tersebar di
sekitar Bukit Barisan, Gunung Merapi, Gunung Kerinci, Gunung Sibayak, Gunung Bandara,
dan lain-lain. Secara genetik, material penyusun umumnya berasal dari hasil erupsi gunung

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-7
berapi berupa batuan beku bahan-bahan piroklastik berukuran halus (pasir halus), sedang
(kerikil), hingga kasar (kerakal). Bahan piroklastik ini bisa ditambang sebagai bahan galian
golongan C.
Topografinya berbukit dengan amplitudo relief 0-30 m, dan kemiringan lereng yang curam
(25-45%). Ekoregion ini sebagian besar dapat ditemukan di bagian lereng tengah gunung
berapi yang ada. Tanah yang dijumpai pada ekoregion ini didominasi oleh Podsolik dan
Latosol yang memiliki tingkat kesuburan yang bervariasi. Sedangkan pada daerah yang
memiliki ketinggian di atas permukaan laut yang cukup tinggi dapat dijumpai tanah Andosol
yang tingkat kesuburannya tinggi. Karakteristik yang demikian menyebabkan perbukitan
vulkanik ini mempunyai tipe penutupan/penggunaan lahan beragam, seperti hutan, semak
belukar, lahan pertanian, dan permukiman. Perbukitan vulkanik di Sumatera berada di bawah
kondisi iklim tropika basah dengan suhu panas tropikal hingga sejuk. Dengan kondisi iklim
yang demikian sumberdaya air permukaan, air tanah, dan mata air cukup melimpah dengan
kualitas yang baik.
Sumberdaya mineral umumnya berupa galian C (pasir dan batu). Vegetasi alami yang
dijumpai seperti mahoni, tumbuhan raksasa bunga Raflesia Arnoldi yang ada di lereng
Gunung Kerinci. Berbagai fauna langka yang masih ada adalah gajah, badak Sumatera,
harimau, beruang madu, macan tutul, kecuali orang utan. Berbagai primata seperti siamang,
gibbon, monyet ekor panjang. Selain itu, juga terdapat berbagai jenis burung.
Masyarakat yang tinggal di wilayah ini umumnya bertani atau berladang, sedangkan tingkat
pendidikan mereka agak tertinggal, baik disebabkan karena minimnya aksesibilitas atau masih
terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan. Ancaman yang ada di ekoregion ini antara lain
adalah aliran lahar dan banjir bandang. Berdasarkan karakter wilayahnya, ekoregion ini
mempunyai jasa ekosistem sebagai penyedia air permukaan dan air tanah, dan lahan
pertanian yang dapat mendukung ketahanan pangan.
2.1.2. Jasa Ekosistem
Jasa ekosistem merupakan produk yang dihasilkan oleh ekosistem untuk dapat dimanfaatkan
oleh manusia. Dalam setiap ekoregion yang terdiri dari beberapa tipe ekosistem, terdapat
satu atau lebih jasa ekosistem yang dihasilkan. Terdapat empat kelompok jasa ekosistem
yaitu : jasa ekosistem penyedia, pengaturan, kultural, dan pendukung; yang kemudian dibagi
menjadi beberapa sub-jenis/kelompok (Tabel Lampiran 8 - 2).
a. Layanan penyedia (provisioning services): Jasa/produk yang didapat dari ekosistem,
seperti misalnya sumber daya genetika, makanan, air, dll.
b. Layanan pengaturan (regulating services): Manfaat yang didapatkan dari pengaturan
ekosistem, seperti misalnya aturan tentang pengendalian banjir, pengendalian erosi,
pengendalian dampak perubahan iklim, dll.
c. Layanan kultural (cultural services): Manfaat yang tidak bersifat material/ terukur dari
ekosistem, seperti misalnya pengkayaan spirit, tradisi, pengalaman batin, nilai-nilai
estetika dan pengetahuan.
d. Layanan pendukung (supporting services): Jasa ekosistem yang diperlukan manusia,
seperti misalnya produksi biomasa, produksi oksigen, nutrisi, air, dll.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-8
Tabel Lampiran 8 - 2. Klasifikasi Jasa Ekosistem

Klasifikasi Jasa Ekosistem Definisi Operasional


Fungsi Penyediaan (Provisioning)
1. Pangan Hasil laut, pangan dari hutan (tanaman dan
hewan), hasil pertanian dan perkebunan untuk
pangan, hasil peternakan
2. Air bersih Penyediaan air dari tanah (termasuk kapasitas
penyimpanannya), penyediaan air dari sumber
permukaan
3. Serat (fiber) Hasil hutan, hasil laut, hasil pertanian dan
perkebunan untuk material
4. Bahan bakar (fuel) Penyediaan kayu bakar dan bahan bakar yang
berasal dari fosil
Fungsi Pengaturan (Regulating)
1. Iklim Pengaturan suhu, kelembaban dan hujan,
pengendalian gas rumah kaca dan karbon
2. Tata aliran air dan banjir Siklus hidrologi, serta infrastruktur alam untuk
penyimpanan air, pengendalian banjir, dan
pemeliharaan air
3. Pencegahan dan perlindungan Infrastruktur alam pencegahan dan perlindungan
dari bencana dari kebakaran lahan, erosi, abrasi, longsor, badai
dan tsunami
4. Pemurnian air Kapasitas badan air dalam mengencerkan,
mengurai dan menyerap pencemar
5. Pengolahan dan penguraian Kapasitas lokasi dalam menetralisir, mengurai dan
limbah menyerap limbah dan sampah
6. Pemeliharaan kualitas udara Kapasitas mengatur sistem kimia udara
7. Penyerbukan alami (pollination) Distribusi habitat spesies pembantu proses
penyerbukan alami
8. Pengendalian hama dan penyakit Distribusi habitat spesies trigger dan pengendali
hama dan penyakit
Fungsi Budaya (Cultural)
1. Spiritual dan warisan leluhur Ruang dan tempat suci, peninggalan sejarah dan
leluhur
2. Tempat tinggal dan ruang hidup Ruang untuk tinggal dan hidup sejahtera, jangkar
(sense of place) “kampung halaman” yang memiliki nilai
sentimental
3. Rekreasi dan ekoturisme Fitur lansekap, keunikan alam, atau nilai tertentu
yang menjadi daya tarik wisata
4. Estetika Keindahan alam yang memiliki nilai jual
5. Pendidikan dan pengetahuan Memiliki potensi untuk pengembangan pendidikan
dan pengetahuan
Fungsi Pendukung (Supporting)
1. Pembentukan lapisan tanah dan Kesuburan tanah
pemeliharaan kesuburan
2. Siklus hara (nutrient) Kesuburan tanah, tingkat produksi pertanian
3. Produksi primer Produksi oksigen, penyediaan habitat spesies
Sumber: Millenium Ecosystem Assessment, 2005; Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2011

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-9

Persebaran nilai indeks untuk setiap Jasa Ekosistem (JE) di Kabupaten Dharmasraya
terlampir pada Lampiran 8 C. Setiap ekoregion memiliki jasa ekosistem yang lebih dominan
dibandingkan jasa ekosistem lainnya. Untuk mengetahui jasa ekosistem dominan yang
dihasilkan oleh setiap unit ekoregion, dilakukan pemetaan jasa ekosistem maksimum. Jasa
ekosistem maksimum ini diperoleh dari perkalian antara luas satu unit wilayah ekoregion
dengan setiap nilai indeks JE dalam unit wilayah ekoregion tersebut. Dari hasil perkalian
tersebut didapatkan bahwa setiap satu wilayah ekoregion memiliki satu nilai maksimum dari
12 nilai jasa ekosistem yang dihasilkan. Nilai makmimum tersebut menunjukkan jenis jasa
ekosistem yang dominan untuk satu wilayah ekoregion. Melalui hasil analisis dan
perhitungan, diperoleh proporsi jenis jasa ekosistem di setiap ekoregion Kabupaten
Dharmasraya (Gambar Lampiran 8 - 2) dan jasa ekosistem dominannya (Tabel Lampiran 8 -
3).

Gambar Lampiran 8 - 2. Proporsi jenis jasa ekosistem di setiap ekoregion di Kabupaten


Dharmasraya

Tabel Lampiran 8 - 3. Jasa ekosistem dominan di setiap ekoregion di Kabupaten Dharmasraya

No. Nama Ekoregion Kecamatan Jasa Ekosistem Dominan


1. Pegunungan Struktural IX Koto Siklus Hara
Jalur Bukit Barisan Produksi Primer
Genetik
Ekoturisme
Kesuburan

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-10
No. Nama Ekoregion Kecamatan Jasa Ekosistem Dominan
2. Pegunungan Vulkanik Jalur Asam Jujuhan Produksi Primer
Bukit Barisan Siklus Hara
Kesuburan
Ekoturisme
Bencana
3. Dataran Fluvial Sumatera Asam Jujuhan Pangan
Siklus Hara
Limbah
Produksi Primer
Tata Air
4. Dataran Fluvial Sumatera Padang Laweh Pangan
Siklus Hara
Air Bersih
Tata Air
Limbah
5. Dataran Fluvial Sumatera Pulau Punjung Pangan
Limbah
Siklus Hara
Produksi Primer
Tata Air
6. Dataran Fluvial Sumatera Pulau Punjung Pangan
Siklus Hara
Produksi Primer
Kualitas Udara
Penyerbukan Alami
7. Dataran Fluvial Sumatera Koto Baru Pangan
Koto Besar Limbah
Koto Salak Siklus Hara
Padang Laweh Produksi Primer
Pulau Punjung Tata Air
Sitiung
Sungai Rumbai
Tiumang
8. Dataran Struktural Jalur Koto Salak Siklus Hara
Bukit Barisan Produksi Primer
Serat
Penyerbukan Alami
Kesuburan
9. Dataran Struktural Jalur Sitiung Produksi Primer
Bukit Barisan Timpeh Siklus Hara
Tiumang Ekoturisme
Genetik
Kualitas Udara
10. Dataran Struktural Jalur Timpeh Produksi Primer
Bukit Barisan Siklus Hara
Pangan
Penyerbukan Alami

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-11
No. Nama Ekoregion Kecamatan Jasa Ekosistem Dominan
Genetik
11. Perbukitan Karst IX Koto Kesuburan
Sumatera Produksi Primer
Tata Air
Penyerbukan Alami
Hama Penyakit
12. Perbukitan Karst IX Koto Kesuburan
Sumatera Produksi Primer
Tata Air
Penyerbukan Alami
Hama Penyakit
13. Perbukitan Karst IX Koto Kesuburan
Sumatera Produksi Primer
Tata Air
Penyerbukan Alami
Hama Penyakit
14. Perbukitan Karst IX Koto Produksi Primer
Sumatera Siklus Hara
Kesuburan
Genetik
Ekoturisme
15. Perbukitan Karst IX Koto Produksi Primer
Sumatera Siklus Hara
Kesuburan
Ekoturisme
Genetik
16. Perbukitan Karst Pulau Punjung Produksi Primer
Sumatera Sitiung Siklus Hara
Timpeh Kesuburan
Ekoturisme
Genetik
17. Perbukitan Struktural Asam Jujuhan Bencana
Jalur Bukit Barisan Penyerbukan Alami
Ekoturisme
Siklus Hara
Produksi Primer
18. Perbukitan Struktural Asam Jujuhan Siklus Hara
Jalur Bukit Barisan Produksi Primer
Genetik
Iklim
Penyerbukan Alami
19. Perbukitan Struktural Asam Jujuhan Siklus Hara
Jalur Bukit Barisan Produksi Primer
Genetik
Bencana
Penyerbukan Alami
20. Perbukitan Struktural Asam Jujuhan Siklus Hara

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-12
No. Nama Ekoregion Kecamatan Jasa Ekosistem Dominan
Jalur Bukit Barisan Produksi Primer
Serat
Bencana
Kualitas Udara
21. Perbukitan Struktural Koto Besar Bencana
Jalur Bukit Barisan Serat
Siklus Hara
Produksi Primer
Kualitas Udara
22. Perbukitan Struktural Asam Jujuhan Siklus Hara
Jalur Bukit Barisan Koto Besar Produksi Primer
Bencana
Penyerbukan Alami
Genetik
23. Perbukitan Struktural IX Koto Kesuburan
Jalur Bukit Barisan Ekoturisme
Genetik
Siklus Hara
Produksi Primer
24. Perbukitan Struktural IX Koto Produksi Primer
Jalur Bukit Barisan Koto Baru Siklus Hara
Koto Besar Genetik
Padang Laweh Ekoturisme
Pulau Punjung Penyerbukan Alami
Sitiung
Timpeh
25. Perbukitan Vulkanik Jalur Asam Jujuhan Produksi Primer
Bukit Barisan Siklus Hara
Kesuburan
Genetik
Pangan
26. Perbukitan Vulkanik Jalur Asam Jujuhan Siklus Hara
Bukit Barisan Produksi Primer
Pangan
Genetik
Kesuburan
27. Perbukitan Vulkanik Jalur Asam Jujuhan Siklus Hara
Bukit Barisan Produksi Primer
Pangan
Kesuburan
Hama Penyakit
28. Perbukitan Vulkanik Jalur Asam Jujuhan Siklus Hara
Bukit Barisan Produksi Primer
Pangan
Kesuburan
Hama Penyakit
29. Perbukitan Vulkanik Jalur Asam Jujuhan Siklus Hara

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-13
No. Nama Ekoregion Kecamatan Jasa Ekosistem Dominan
Bukit Barisan Produksi Primer
Pangan
Bencana
Kualitas Udara
30. Perbukitan Vulkanik Jalur Asam Jujuhan Siklus Hara
Bukit Barisan Koto Besar Produksi Primer
Kesuburan
Genetik
Pangan
Sumber: Hasil Analisis, 2017

Berdasarkan hasil kali luas ekoregion dan indeks jasa ekosistem diperoleh bahwa ekoregion
Perbukitan Struktural Jalur Bukit Barisan (Nomor: 24), memiliki nilai jasa ekosistem yang
paling tinggi. Lima jasa ekosistem paling tinggi yang dihasilkan oleh ekoregion ini adalah
produksi primer, siklus hara, genetik, ekoturisme, dan penyerbukan alami.

2.2. Kapasitas Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup untuk
Pembangunan
Pada kajian ini, ambang batas jasa ekosistem penyedia digunakan untuk menganalisis
kemampuan lingkungan Kabupaten Dharmasraya. Pangan dan air dipilih sebagai variabel
untuk mengkuantifikasi DDDTLH ini. Yang dimaksud dengan "daya dukung Lingkungan
Hidup" yaitu kemampuan Lingkungan Hidup untuk mendukung perikehidupan manusia,
makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. Sementara "daya tampung
Lingkungan Hidup" adalah kemampuan Lingkungan Hidup untuk menyerap zat, energi,
dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.

2.2.1. Ambang Batas dan Status Daya Dukung Penyedia Bahan Pangan
Perhitungan dan analisis terhadap daya dukung lingkungan hidup dan ambang batas jasa
ekosistem penyedia pangan, didahului dengan menghitung ketersediaan dan kebutuhan jasa
ekosistem, hasil analisisnya menunjukkan tingkat kebutuhan dan ketersediaan energi pangan
di Kabupaten Dharmasraya. Pada Gambar Lampiran 8 - 3 dapat terlihat bahwa kebutuhan
energi pangan tertinggi (diwakili oleh warna merah) berada di sepanjang perbatasan
Kecamatan Koto Salak, Tiumang, Koto Baru, Padang Laweh, dan Sitiung. Sementara itu,
ketersediaan energi pangan di Kabupaten Dharmasraya menunjukkan nilai paling tinggi
tersebar di sebagian besar wilayah Koto Baru, Sungai Rumbai, dan Sitiung. Nilai paling tinggi
juga ditemukan di sebagian kecil wilayah Koto Besar, Pulau Punjung, IX Koto, dan Asam
Jujuhan. Sedangkan ketersediaan terkecil terdapat di wilayah perbatasan Koto Besar dan
Pulau Punjung, serta beberapa wilayah di Timpeh (Gambar Lampiran 8 - 4).

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-14

Gambar Lampiran 8 - 3. Kebutuhan energi bahan pangan di Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015
dalam sistem grid 30”×30”

Gambar Lampiran 8 - 4. Ketersediaan energi bahan pangan di Kabupaten Dharmasraya tahun


2015 dalam sistem grid 30”×30”

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-15
Analisis daya dukung lingkungan untuk bahan pangan dapat diperoleh dari perhitungan selisih
antara ketersediaan dan kebutuhan, yang ditampilkan pada Gambar Lampiran 8 - 5. Hasil
perhitungan selisih tersebut menunjukkan bahwa beberapa daerah memiliki nilai selisih
negatif (minus) yang berarti memiliki defisit bahan pangan, yaitu di sebagian besar Kecamatan
Sungai Rumbai dan sepanjang perbatasan Kecamatan Koto Salak, Tiumang, Koto Baru,
Padang Laweh, dan Sitiung. Selisih negatif – yang direpresentasikan oleh warna hijau paling
terang – juga dijumpai pada beberapa wilayah barat IX Koto, timur Koto Besar, dan timur
Pulau Punjung. Melihat kembali pada Gambar Lampiran 8 - 4, wilayah-wilayah yang
memiliki ketersediaan energi pangan paling tinggi ternyata memiliki selisih ketersediaan yang
negatif, dikarenakan pada wilayah tersebut kebutuhan pangan juga sangatlah tinggi. Apabila
dilihat secara menyeluruh, kebutuhan, ketersediaan, dan selisih akumulatif per kecamatan
dapat dilihat pada Tabel Lampiran 8 - 4.

Gambar Lampiran 8 - 5. Peta selisih ketersediaan energi bahan pangan di Kabupaten


Dharmasraya Tahun 2015 dalam sistem grid 30”×30”

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-16
Tabel Lampiran 8 - 4. Ketersediaan, kebutuhan, dan selisih pangan per kecamatan di Kabupaten
Dharmasraya

Kecamatan Ketersediaan (kkal) Kebutuhan (kkal) Selisih (kkal)


Asam Jujuhan 35.118.418.174,10 6.104.570.250,00 29.013.847.924,10
IX Koto 30.534.645.300,00 27.491.362.000,00 3.043.283.299,97
Koto Baru 18.465.243.253,20 23.252.927.250,00 -4.787.683.996,81
Koto Besar 39.870.216.568,20 18.162.254.000,00 21.707.962.568,20
Koto Salak 11.184.634.601,00 18.654.292.250,00 -7.469.657.648,96
Padang Laweh 4.472.398.222,60 5.453.227.750,00 -980.829.527,40
Pulau Punjung 27.666.291.889,70 20.758.207.000,00 6.908.084.889,70
Sitiung 11.320.708.933,40 24.276.241.250,00 -12.955.532.316,60
Sungai Rumbai 4.672.518.094,82 7.735.280.750,00 -3.062.762.655,18
Timpeh 20.016.100.365,70 16.352.620.500,00 3.663.479.865,73
Tiumang 10.597.814.098,90 11.745.353.250,00 -1.147.539.151,09
Sumber: Hasil Analisis, 2017

Analisis ambang batas dilakukan melalui perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan
bahan pangan, yang hasilnya ditampilkan pada Gambar Lampiran 8 - 6. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa beberapa daerah yang memiliki ambang batas tertinggi untuk bahan
pangan terdapat di selatan Kecamatan Asam Jujuhan dan selatan Koto Besar. Sementara
ambang terkecil atau 0 (nol) dijumpai pada daerah Sungai Rumbai dan sepanjang perbatasan
Kecamatan Koto Salak, Tiumang, Koto Baru, Padang Laweh, dan Sitiung, serta sebagian kecil
wilayah di barat IX Koto, timur Koto Besar, dan timur Pulau Punjung.

Gambar Lampiran 8 - 6. Peta ambang batas penduduk untuk DDLH pangan di Kabupaten
Dharmasraya Tahun 2015 dalam sistem grid 30”×30”

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-17

Berdasarkan hasil perhitungan ambang batas DDLH pangan untuk melayani penduduk, maka
analisis selanjutnya adalah penentuan status daya dukung DDLH pangan. Status daya dukung
ini dianalisis berdasarkan hasil perhitungan selisih antara ambang batas dengan jumlah
penduduk, nilai selisih yang negatif menunjukkan bahwa ambang batas pangan di daerah
tersebut telah terlampaui. Hasil analisisnya ditampilkan pada Gambar Lampiran 8 - 7.
Dari hasil analisis tersebut dapat dilihat bahwa daerah yang telah melampaui ambang batas
DDLH pangannya terdapat pada Sungai Rumbai dan sepanjang perbatasan Kecamatan Koto
Salak, Tiumang, Koto Baru, Padang Laweh, dan Sitiung, serta sebagian kecil wilayah di barat
IX Koto, timur Koto Besar, dan timur Pulau Punjung.

Gambar Lampiran 8 - 7 Peta status DDLH pangan terhadap ambang batas di Kabupaten
Dharmasraya Tahun 2015 dalam sistem grid 30”×30”

2.2.2. Ambang Batas dan Status Daya Dukung Penyedia Air Bersih
Sama halnya dengan pangan, perhitungan dan analisis terhadap daya dukung lingkungan dan
ambang batas jasa ekosistem penyedia air, didahului dengan menghitung ketersediaan dan
kebutuhan terhadap jasa ekosistem air. Pola spasial kebutuhan air di Kabupaten
Dharmasraya ditunjukkan pada Gambar Lampiran 8 - 8, dapat dilihat bahwa kebutuhan
paling besar tersebar di perbatasan Kecamatan Koto Salak, Tiumang, Koto Baru, dan Padang
Laweh. Selain itu, kebutuhan air yang tinggi ditemukan pula pada sebagian kecil wilayah
Kecamatan Pulau Punjung dan IX Koto. Secara umum, nilai kebutuhan lahan di setiap

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-18
kecamatan lebih besar dibandingkan nilai kebutuhan domestiknya, kecuali di Kecamatan
Asam Jujuhan, Koto Besar, dan Sungai Rumbai (Tabel Lampiran 8 - 5)

Tabel Lampiran 8 - 5. Kebutuhan air per kecamatan di Kabupaten Dharmasraya

Kecamatan Domestik (m3) Lahan (m3) Total (m3)


Asam Jujuhan 672.105,600 422.973,973 1.095.079,573
IX Koto 3.026.764,800 9.875.982,810 12.902.747,610
Koto Baru 2.560.118,400 8.384.606,327 10.944.724,727
Koto Besar 1.999.641,600 470.998,438 2.470.640,038
Koto Salak 2.053.814,400 12.400.690,404 14.454.504,804
Padang Laweh 600.393,600 6.585.602,845 7.185.996,445
Pulau Punjung 2.285.452,800 19.391.673,661 21.677.126,461
Sitiung 2.672.784,000 11.070.318,118 13.743.102,118
Sungai Rumbai 851.644,800 355.778,851 1.207.423,651
Timpeh 1.800.403,200 3.729.295,326 5.529.698,526
Tiumang 1.293.148,800 12.787.200,632 14.080.349,432
Sumber: Hasil Analisis, 2017

Gambar Lampiran 8 - 8 Kebutuhan air bersih di Kabupaten Dharmasraya tahun 2015 dalam
sistem grid 30”×30”

Sementara itu, pola spasial ketersediaan air ditunjukkan pada gambar Gambar Lampiran
8 - 9 yang menyajikan informasi bahwa ketersediaan air yang lebih tinggi ditemukan pada
sebagian besar wilayah Kecamatan IX Koto dan sebagian Kecamatan Pulau Punjung.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-19
Ketersediaan air yang relatif cukup tinggi di antara kecamatan di Kabupaten Dharmasraya
juga didapati pada Kecamatan Timpeh, Koto Baru, Koto Salak, Koto besar, dan Sungai
Rumbai. Sementara itu, ada sebagian besar wilayah di Kecamatan Tiumang dan Asam
Jujuhan, ketersediaan air relatif lebih rendah dibandingkan wilayah lainnya.

Gambar Lampiran 8 - 9 Ketersediaan air bersih di Kabupaten Dharmasraya tahun 2015 dalam
sistem grid 30”×30”

Dapat dilihat dari selisih yang masih bernilai positif, wilayah Kabupaten Dharmasraya belum
mengalami defisit dalam ketersediaan air. Secara visual, selisih antara ketersediaan dengan
kebutuhan air bersih paling kecil berada di wilayah Kecamatan Tiumang, Pulau Punjung, Koto
Besar, dan Asam Jujuhan; seperti yang direpresentasikan oleh warna biru muda pada
Gambar Lampiran 8 - 10. Sementara itu, Tabel Lampiran 8 - 6 menunjukkan
akumulasi ketersediaan, kebutuhan, dan selisih air per kecamatan.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-20

Gambar Lampiran 8 - 10. Peta selisih ketersediaan air bersih di Kabupaten Dharmasraya tahun
2015 dalam sistem grid 30”x30”

Tabel Lampiran 8 - 6. Ketersediaan, kebutuhan, dan selisih air per kecamatan di Kabupaten
Dharmasraya

Kecamatan Ketersediaan (m3) Kebutuhan (m3) Selisih (m3)


Asam Jujuhan 659.616.187,581 1.095.079,573 658.521.108,008
IX Koto 771.537.953,087 12.902.747,610 758.635.205,477
Koto Baru 279.886.267,438 10.944.724,727 268.941.542,710
Koto Besar 776.049.895,486 2.470.640,038 773.579.255,448
Koto Salak 197.753.979,339 14.454.504,804 183.299.474,535
Padang Laweh 88.724.996,934 7.185.996,445 81.539.000,488
Pulau Punjung 624.059.524,761 21.677.126,461 602.382.398,300
Sitiung 212.705.194,454 13.743.102,118 198.962.092,336
Sungai Rumbai 78.443.729,327 1.207.423,651 77.236.305,677
Timpeh 467.294.813,308 5.529.698,526 461.765.114,782
Tiumang 178.043.032,256 14.080.349,432 163.962.682,825
Sumber: Hasil Analisis, 2017

Gambar Lampiran 8 - 11 menunjukkan pola spasial sebaran ambang batas daya dukung
air di Kabupaten Dharmasraya. Berdasarkan hasil perhitungan ambang batas dapat
disimpulkan bahwa daerah yang memiliki ambang batas tinggi untuk daya dukung air di
Kabupaten Dharmasraya antara lain sebelah barat IX Koto, sebagian kecil utara Pulau
Punjung, timur Timpeh, dan sebagian Pulau Punjung. Sementara daerah yang memiliki nilai

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-21
ambang batas terendah berada di sebagian kecil bagian timur IX Koto dan di perbatasan
Kecamatan Pulau Punjung dan Timpeh. Daerah-daerah dengan nilai ambang batas yang
rendah merupakan daerah yang rentan terhadap kelangkaan air di masa mendatang
khususnya jika terdapat pertumbuhan populasi dan aktivitas ekonomi yang signifikan serta
adanya dampak perubahan iklim.

Gambar Lampiran 8 - 11. Peta ambang batas penduduk untuk jasa ekosistem penyediaan air
bersih di Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 dalam sistem grid 30”x30”

Berdasarkan hasil perhitungan nilai ambang batas DDLH air tersebut, maka status daya
dukung DDLH air dihitung berdasarkan selisih ambang batas dengan jumlah penduduk. Hasil
perhitungannya ditampilkan pada Gambar Lampiran 8 - 12 yang menunjukkan
persebaran status DDLH untuk penyediaan air bersih di Kabupaten Dharmasraya. Status
daya dukung air di Kabupaten Dharmasraya secara keseluruhan masih belum melampaui
daya dukungnya.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-22

Gambar Lampiran 8 - 12 Peta status DDLH untuk jasa ekosistem penyediaan air bersih di
Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 dalam sistem grid 30”x30”

2.3. Perkiraan Mengenai Dampak dan Risiko Lingkungan Hidup


Aspek KLHS ini berbicara tentang dampak suatu kebijakan, rencana, dan/atau program
terhadap terjadinya perubahan lingkungan hidup yang mendasar. Hal ini dapat diukur melalui
beberapa media lingkungan. Pada pembuatan KLHS ini, dua media lingkungan yang dianalisis
adalah sumber daya alam dan ruang/lahan.

2.3.1. Indikasi Tumpang Tindih atau Konflik Pemanfaatan antar Sumber


Daya Alam
Konflik penggunaan lahan masih menjadi salah satu permasalahan utama dalam pengelolaan
lingkungan hidup. Tumpang tindih lokasi pemanfaatan antar sumber daya alam dapat
mengakibatkan kerusakan lingkungan, terutama apabila pemanfaatan yang dilakukan tidak
memperhatikan fungsi ekologi atau jasa ekosistem di suatu kawasan. Tabel Lampiran 8 -
7 merupakan indikasi tumpang tindih pemanfaatan sumber daya alam di sektor perkebunan,
pertanian, dan kehutanan.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-23
Tabel Lampiran 8 - 7. Tumpang tindih/konflik pemanfaatan antar sumber daya alam

Kawasan Kehutanan
Sumber Daya
HPK (ha) HL (ha) HPT (ha) HP (ha)
Penggunaan Lahan
Alokasi Perkebunan
10.752.768,591 13.575.924,738 72.727.840,015 22.158.881,853
Berdasarkan Izin Lokasi
Alokasi Perkebunan
Berdasarkan - 258.427,911 5.181,668 9.737.399,195
Pencadangan Tanah
Kawasan Budi Daya
Pertanian & Non 4.290.525,685 744.765,203 19.482.475,420 682.032,793
Pertanian
Sumber: Hasil Analisis, 2017

Wilayah tumpang tindih antara izin pertambangan dan kehutanan diperlihatkan pada Tabel
Lampiran 8 - 8. Hasil ini diperoleh dari pengolahan data menggunakan Peta Perizinan
Kehutanan dan Peta Perizinan Pertambangan. Total luasan yang tumpang tindih sebesar
3.686,992 ha. Persebaran lokasi konflik ditunjukkan pada Gambar Lampiran 8 - 13.

Tabel Lampiran 8 - 8. Wilayah tumpang tindih antara pertambangan dan kehutanan di Kabupaten
Dharmasraya

Pertambangan Luas
Wilayah
Jenis Hutan Ekoregion
Kecamatan Tumpang
Kegiatan Tindih (ha)
Eksplorasi Pelepasan Dataran Struktural Jalur Bukit
Padang Laweh 423,750
Batubara Kebun Barisan
Eksplorasi Pelepasan Dataran Struktural Jalur Bukit
Tiumang 3.263,242
Batubara Kebun Barisan
Total luas lahan tumpang tindih (ha) 3.686,992
Sumber: Hasil Olah data, 2017

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-24

Gambar Lampiran 8 - 13 Peta konflik antara lahan dengan perizinan kehutanan dan lahan dengan
perizinan pertambangan

2.3.2. Indikasi Tumpang Tindih Pemanfaatan Lahan Kawasan RTRW dan


Tutupan Lahan
Selain konflik antar perizinan sumber daya alam, tumpang tindih pemanfaatan lahan antara
kawasan lindung dan kawasan budidaya berdasarkan RTRW dengan tutupan lahan di
Kabupaten Dharmasraya juga menjadi hal yang harus diperhatikan. Tabel Lampiran 8 - 9
menunjukkan adanya konflik tata ruang.

Tabel Lampiran 8 - 9. Tumpang tindih pemanfaatan lahan antara kawasan lindung yang
ditetapkan di RTRW 2012-2032 dengan tutupan lahan tahun 2014

RTRW Tutupan lahan


Luas (ha)
Kawasan Lindung 2014
Pertanian 15.503,329
Alternatif Kawasan Industri Permukiman 166,661
Pertambangan -
Pertanian 1.532,046
Hutan HL Permukiman -
Pertambangan -
Pertanian 12.758,090
Hutan HP Permukiman -
Pertambangan -
Pertanian 9.997,286
Hutan HPK
Permukiman -

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-25
RTRW Tutupan lahan
Luas (ha)
Kawasan Lindung 2014
Pertambangan -
Pertanian 24.225,157
Hutan HPT Permukiman -
Pertambangan 84,262
Pertanian 2.558,156
Hutan Rakyat Permukiman -
Pertambangan -
Pertanian 8.811,731
Pemukiman Permukiman -
Pertambangan -
Pertanian 2.125,562
Pertambangan Permukiman -
Pertambangan -
Sumber: Hasil Analisis, 2017

2.3.3. Potensi Timbulan Sampah


Berdasarkan nilai timbulan sampah per kapita, yaitu 2.625 m3/hari (SLHD Kabupaten
Dharmasraya, 2015), dilakukan pemodelan spasial untuk menghasilkan peta persebaran
timbulan sampah berdasarkan jumlah populasi. Hasilnya diperoleh peta persebaran timbulan
sampah di Kabupaten Dharmasraya yang ditunjukkan pada Gambar Lampiran 8 - 14,
dapat dilihat bahwa persebaran timbulan sampah terbanyak berada di sepanjang perbatasan
Kecamatan Koto Salak, Tiumang, Koto Baru, Padang Laweh, dan Sitiung. Sementara itu,
secara akumulatif, kecamatan yang menghasilkan timbulan sampah domestik terbanyak
adalah IX Koto, Sitiung, dan Koto Baru (Tabel Lampiran 8 - 10).

Tabel Lampiran 8 - 10. Timbulan sampah per kecamatan di Kabupaten Dharmasraya tahun 2017

Kecamatan Timbulan Sampah (m3/tahun)


Asam Jujuhan 7.453,254
IX Koto 33.565,035
Koto Baru 28.390,202
Koto Besar 22.174,845
Koto Salak 22.775,589
Padang Laweh 6.658,011
Pulau Punjung 25.344,323
Sitiung 29.639,597
Sungai Rumbai 9.444,238
Timpeh 19.965,409
Tiumang 14.340,257
Sumber: Hasil Analisis, 2017

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-26

Gambar Lampiran 8 - 14 Peta sebaran timbulan sampah di Kabupaten Dharmasraya tahun 2017
dalam grid 30”x30”

Selanjutnya, dilakukan pula pemetaan infrastruktur persampahan yang memperlihatkan


bahwa persebaran infrastruktur persampahan berada di wilayah yang memang menghasilkan
timbulan sampah besar (Gambar Lampiran 8 - 15). Namun, secara kapasitas, harus
dilihat pula apakah infrastruktur persampahan yang ada dapat menampung timbulan sampah
yang dihasilkan.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-27

Gambar Lampiran 8 - 15. Peta infrastruktur persampahan di Kabupaten Dharmasraya tahun


2017

2.3.4. Potensi Beban Pencemar


Identifikasi sumber pencemaran merupakan langkah awal untuk menentukan status mutu air
sungai di Kota Cimahi. Sumber pencemar secara umum dibagi menjadi dua yaitu point source
dan non-point source atau diffuse source. Pencemar point source merupakan sumber tunggal
yang dapat diidentifikasi yang umumnya bersifat lokal dengan volume relatif tetap seperti
dari pipa pembuangan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) kegiatan industri, permukiman,
hotel, rumah sakit, pusat perdagangan, laboratorium, klinik dan gedung-gedung komersial.
Sumber pencemaran non-titik adalah sumber pencemar tersebar (diffuse) atau non-titik yang
bukan berasal dari sumber tunggal teridentifikasi yang dibawa oleh air limpasan permukaan
(runoff) pada saat atau setelah terjadinya hujan. Sumber pencemar tersebut meliputi air
larian dari berbagai jenis penggunaan lahan (land based) seperti pertanian, hutan dan lahan
terbangun di perkotaan (Ananda, 2017).
2.3.4.1. Beban pencemar sumber domestik
Potensi beban pencemar domestik dianalisis berdasarkan hasil pemodelan distribusi
penduduk di setiap grid 30” x 30” dengan mempertimbangkan parameter faktor emisi
penduduk, rasio ekuivalen kota serta koefisien transfer beban. Potensi zat pencemar yang
dihitung adalah BOD, COD, dan TSS. Faktor emisi penduduk, rasio ekivalen dan koefisien
transfer beban secara berurutan ditunjukkan pada Tabel Lampiran 8 - 11, Tabel
Lampiran 8 - 12 dan Tabel Lampiran 8 - 13.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-28
Tabel Lampiran 8 - 11. Faktor emisi penduduk

Zat Pencemar Faktor Emisi (kg/orang/hari)


BOD 0,04
COD 0,055
TSS 0,038

Tabel Lampiran 8 - 12. Rasio ekivalen kota

Jenis Wilayah Rasio ekivalen


Kota 1
Pinggiran Kota 0,8125
Pedalaman 0,625

Tabel Lampiran 8 - 13. Koefisien transfer beban

Jarak dari sungai (meter) Alpha


0 - 100 1
100 - 500 0,85
> 500 0,3

2.3.4.2. Beban pencemar sumber pertanian dan penggunaan lahan (non titik)
Analisis beban pencemar pertanian dan penggunaan lahan berdasarkan pemodelan luas lahan
di setiap grid dan faktor emisi zat pencemar untuk setiap jenis lahan. Lahan pertanian yang
dimaksud merupakan lahan pertanian yang digunakan untuk sawah, palawija, dan
perkebunan/tegalan/kebun campur. Sedangkan penggunaan lahan adalah lahan untuk hutan
dan lahan terbangun. Faktor emisi lahan pertanian dan penggunaan lahan dapat dilihat pada
Tabel Lampiran 8 - 14 dan Tabel Lampiran 8 - 15.

Tabel Lampiran 8 - 14. Faktor emisi sumber pertanian (BLK-PSDA, 2004)

Parameter Sawah Palawija Perkebunan Lain /


(kg/ha/musim (kg/ha/musim Tegalan / Kebun
tanam) tanam) Campuran
(kg/ha/musim tanam)
BOD 225 125 32.5
TN 20 10 3
TP 10 5 1.5
TSS 0.46 2.4 1.6

Tabel Lampiran 8 - 15. Faktor emisi sumber penggunaan lahan (ICWRMIP, 2015)

Parameter Hutan (kg/hr) Lahan Terbangun (kg/hr)


BOD 9.32 15.34
TN 21.92 18.9
TP 1.37 0.55

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-29
Tabel Lampiran 8 - 16. Potensi beban pencemar total di Kabupaten Dharmasraya tahun 2014

Kecamatan Total zat pencemar (Kg/hari)


COD BOD TSS
Asam Jujuhan 104170.767 69461.938 190.577
IX Koto 482197.841 321533.458 781.676
Koto Baru 14006.566 9369.963 378.178
Koto Besar 127097.157 84764.632 405.378
Koto Salak 11810.673 7928.530 632.626
Padang Laweh 8932.041 5961.364 82.917
Pulau Punjung 105542.912 70410.118 567.785
Sitiung 56400.746 37687.352 1000.055
Sungai Rumbai 4187.711 2805.476 158.913
Timpeh 209193.919 139497.756 408.591
Tiumang 4370.020 2946.632 382.435
Sumber: Hasil Analisis, 2017

Selanjutnya beban pencemar total pada masing-masing zat pencemar BOD, COD, dan TSS
diperoleh berdasarkan akumulasi beban pencemar sumber domestik dan non-titik yang
secara berurutan ditunjukkan pada Gambar Lampiran 8 - 16, Gambar Lampiran 8 -
17 dan Gambar Lampiran 8 - 18.

Gambar Lampiran 8 - 16. Potensi zat pencemar BOD di Kabupaten Dharmasraya tahun 2014
dalam grid 30”x30”

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-30

Gambar Lampiran 8 - 17. Potensi zat pencemar COD di Kabupaten Dharmasraya tahun 2014
dalam grid 30”x30”

Gambar Lampiran 8 - 18. Potensi zat pencemar TSS di Kabupaten Dharmasraya tahun 2014
dalam grid 30”x30”

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-31
2.4. Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam memperlihatkan tingkat optimal pemanfaatan
sumberdaya alam dimana kebutuhan terpenuhi namun sumber daya alam beserta
ekosistemnya dapat tetap dilestarikan. Untuk dapat menilai tingkat optimal tersebut maka
dilakukan analisis terhadap pola ruang dan akumulasi nilai indeks jasa ekosistem yang ada
dalam satuan pola ruang tersebut. Efisiensi pemanfaatan dinilai dari kondisi atau fungsi pola
ruang yang diinginkan dibandingkan terhadap tutupan lahan faktual. Jasa ekosistem yang
diperhitungkan adalah jasa ekosistem penyediaan bahan pangan dan jasa ekosistem
pengaturan tata air dan banjir. Pada Gambar Lampiran 8 - 19 merupakan hasil
perhitungan efisiensi untuk jasa efisiensi penyediaan bahan pangan sementara dan Gambar
Lampiran 8 - 20 merupakan untuk jasa pengaturan tata air dan banjir di Kabupaten
Dharmasraya.
Pola ruang yang mendukung pengadaan pangan di Kabupaten Dharmasraya Embung dan
Kolam, Kebun Plasma Nuftah, Persawahan, Pertanian Hortikultura, Pertanian Tanah Kering
dan Kawasan Transmigrasi. Berdasarkan pada indeks jasa ekosistem, tutupan lahan faktual,
dan pola ruangnya diperoleh rata-rata efisiensi untuk pengadaan pangan pada saat ini (sesuai
dengan data tutupan lahan) untuk Embung/Kolam dan Persawahan berkisar di 60-70%,
sedangkan yang lainnya masih berada pada kisaran 15-33%. Nilai efisiensi ini tentunya tidak
optimal atau dapat ditingkatkan untuk memperoleh efisiensi yang lebih baik lagi. Persentase
efisiensi tertinggi untuk pengadaan pangan sebagian besar tersebar di wilayah dataran fluvial
Sumatera.

Gambar Lampiran 8 - 19.Persentase efisiensi pemanfaatan jasa penyedia pangan per pola ruang

Secara umum pola ruang yang mendukung produksi pangan sudah pada lokasi yang tepat
dengan efisiensi jasa ekosistem yang baik dari 0,5 hingga 0,9 pada beberapa lokasi. Namun
pada Kec. IX Koto, Pulau Punjung dan Timpeh ada beberapa pola ruang yang memiliki

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-32
efisiensi yang masih rendah pada pola ruang Pertanian Hortikultura dan Transmigrasi.
Sedangkan pada Kec. Pulau Punjung pada pola ruang Pertanian Tanah Kering, dan Kec.
Timpeh pada pola ruang Kebun Plasma Nuftah. Beberapa lokasi tersebut dapat dilihat pada
Gambar Lampiran 8 - 21.

ϯ ϰ
ϭ Ϯ

Gambar Lampiran 8 - 20. Persentase efisiensi pemanfaatan jasa penyedia pangan per pola ruang.

Jika dilihat dari tutupan lahan yang ada pada polar ruang yang dimaksud di atas, seperti
terlihat pada Tabel Lampiran 8-17, pola ruang yang ada belum sepenuhnya dimanfaatkan
seperti yang direncanakan pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Dharmasraya.
Luasan tutupan lahan pada pola ruang yang dimaksud masih didominasi oleh Hutan Lahan
Kering Primer, Perkebunan Karet, dan Perkebunan Kelapa Sawit.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-33
Tabel Lampiran 8 - 17. Luasan Tutupan Lahan pada setiap Lokasi Pola Ruang

No. Lokasi 1 2 3 4 5

Kebun Plasma

Tanah Kering

Transmigrasi
Hortikultura

Hortikultura
Pertanian
Pertanian

Pertanian
Nuftah
Peruntukan

Gosong Sungai 190


Hutan Lahan Kering Primer 1193 1188 1932 442
Hutan Lahan Kering Sekunder 35
Luas Tutupan Lahan (ha)

Lahan Terbuka 7 0 62 30 11
Padang Rumput 22 4
Perkebunan Campuran 133 10 32 21 269
Perkebunan Karet 452 60 524 2347 328
Perkebunan Kayu Manis 26 37 78 30 112
Perkebunan Kelapa Sawit 155 1499 607 8
Perkebunan Kopi 7 12 16 12
Permukiman 16 31 37
Pertambangan 4
Sawah Irigasi 3 9 1
Sawah Tadah Hujan 42
Semak Belukar 9 54 58 38

Berbeda halnya dengan pangan, efisiensi pemanfaatan jasa pengaturan tata air dan banjir
justru menunjukkan tren yang cukup positif secara keseluruhan, terlihat pada Gambar
Lampiran 8 - 21. Hampir semua pola ruang memiliki efisiensi lebih dari 50%, kecuali pola
ruang untuk Embung dan Kolam, serta Permukiman. KSA/KPA dan Hutan lindung
merupakan pola ruang dengan efisiensi pemanfaatan air terbesar di Kabupaten Dharmasraya,
yaitu 86%, disusul oleh Hutan Lindung dengan 81%.

Jasa Ekosistem pengaturan air merupakan jasa ekosistem yang penting guna
mempertahankan daya dukung lingkungan dalam menyediakan sumber air bagi flora dan
fauna, manusia, dan aktifitas manusia. Kabupaten Dharmasraya secara umum memiliki
kualitas jasa ekosistem pengaturan tata air yang baik di bagian barat Kab. Dharmasraya (atau
bagian Bukit Barisan). Namun, pola persebaran ruang dengan efisiensi pengaturan tata air
dan banjir pada daerah tersebut terancam terdegradasi dengan pengaturan pola ruang yang
ada, hal ini menuntut adanya tata kelola yang baik di wilayah perbukitan struktural dan
pegunungan struktural di bagian barat Kab. Dharmasraya.

Pola ruang yang disinyalir akan mengalami penurunan dalam hal efisiensi pengaturan tata air
dan banjir dapat dilihat pada Gambar Lampiran 8 - 22. Perhatian khusus harus
diperhatikan pada ekoregion perbukitan struktural, perbukitan karst, dan sebagian dataran
fluvial agar pada pola ruang tersebut fungsi pengaturan air dapat dipertahankan atau bahkan
ditingkatkan. Pola ruang yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi ekosistem pengaturan
air, tetapi efisiensinya masih rendah adalah pola ruang sempadan sungai.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-34

Gambar Lampiran 8 - 21. Persentase efisiensi pemanfaatan jasa pengaturan tata air dan dan
banjir per pola ruang

Gambar Lampiran 8 - 22. Pola ruang dengan potensi penurunan fungsi ekosistem pengaturan air

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-35
Tabel Lampiran 8 - 18. Luasan Tutupan Lahan pada setiap Lokasi Pola Ruang

Hutan Lahan Kering Sekunder


Hutan Lahan Kering Primer

Perkebunan Kelapa Sawit


Perkebunan Kayu Manis
Perkebunan Campuran

Sawah Tadah Hujan


Perkebunan Karet

Semak Belukar
Lahan Terbuka

Pertambangan

Sawah Irigasi
Permukiman
FID Peruntukan Luas (ha)
0 Embung&Kolam 0.0 0.0 0.7 13.7 10.0 0.0 14.8 3.8 0.0 49.8 7.2 0.0 133.6
2 HPT (Hutan Produksi Terbatas) 32.7 20.3 2.4 2.0 14.1 0.2 25.7 0.1 0.0 0.1 0.1 1.2 31736.0
4 Hutan Rakyat 99.1 0.0 0.5 0.1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.3 0.0 0.0 854.0
5 Hutan Rakyat 67.6 21.7 0.3 7.0 0.0 0.0 0.0 0.2 0.0 0.0 2.3 0.0 487.2
7 Hutan Rakyat 13.2 0.0 0.1 0.0 25.7 0.0 60.9 0.0 0.0 0.0 0.0 0.2 5419.1
10 Hutan Rakyat 0.0 0.0 4.1 0.0 41.6 0.0 50.9 1.3 0.0 2.0 0.0 0.0 117.1
11 Hutan Rakyat 0.0 0.0 0.0 66.8 33.2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 205.0
12 Hutan Rakyat 0.9 0.4 0.2 44.3 43.1 0.0 9.3 0.0 0.0 0.0 0.0 1.4 1310.3
15 Kebun Plasma Nuftah 0.0 0.0 1.4 35.0 42.7 14.6 1.1 0.0 0.0 0.2 0.0 4.9 768.8
19 Perkebunan 0.0 0.0 0.0 1.1 94.8 0.0 4.2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 673.9
21 Perkebunan 0.0 0.0 0.0 13.1 51.2 0.0 0.0 6.3 0.0 0.0 0.0 26.1 199.0
22 Perkebunan 0.0 90.0 0.0 0.0 0.0 0.0 8.3 0.0 0.0 0.0 0.0 1.4 1259.0
25 Perkebunan 0.0 0.0 1.2 0.0 0.0 0.0 95.0 1.7 0.0 0.0 0.0 0.3 307.6
26 Perkebunan 0.0 0.0 0.8 0.0 0.0 0.0 0.0 2.1 0.0 20.2 0.0 74.7 507.5
27 Perkebunan 0.0 0.0 0.0 30.3 0.0 0.0 56.7 4.1 0.0 1.6 0.0 6.2 453.5
38 Pertambangan 0.0 0.0 16.9 7.2 56.9 0.0 9.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.5 197.5
41 Pertambangan 0.0 86.5 3.1 0.0 0.0 0.0 9.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.4 1635.8
45 Pertanian Tanah Kering 11.4 0.0 0.8 0.5 60.5 0.8 15.6 0.9 0.1 0.2 1.1 1.5 3881.3
47 Kawasan Cagar Budaya 0.0 0.0 0.8 5.1 26.4 0.0 1.4 7.1 0.0 38.4 0.3 19.9 915.0
51 HPK 63.0 11.7 4.8 3.4 4.2 0.1 10.6 0.1 0.0 0.0 0.0 1.7 15514.2
56 Kawasan Sempadan Sungai 0.0 0.0 0.6 3.2 18.3 0.2 25.1 3.8 0.0 8.2 0.0 8.2 4690.2

Pola ruang berdasarkan tutupan lahan yang diperkirakan memiliki kecenderungan penurunan
efisiensi pengaturan tata air dan banjir dapat dilihat pada Tabel Lampiran 8 - 18, tabel
tersebut menunjukkan bahwa potensi penurunan akan terjadi pada pola ruang Hutan Rakyat,
Perkebunan, HPT dan HPK. Dalam hal ini perlu adanya usaha untuk arahan dalam
pengelolaan hutan yang lestari dan pengelolaan perkebunan yang ramah terhadap lingkungan
dan lestari.
Pola ruang yang besar dan akan memberikan dampak yang besar pada Kab. Dharmasraya
adalah pola ruang HPT dan HPK, sementara efisiensi pengaturan tata air dan banjir berada di
bawah 60%. Keduanya pada umumnya berupa Hutan Lahan Kering (baik Primer maupun
Sekunder), namun demikian angka lahan terbuka dan semak belukar serta perkebunan sawit
cukup signifikan di kedua pola ruang ini, hingga menurunkan fungsi ekosistem yang ada pada
kedua pola ruang tersebut.
Pada pola ruang sempadan sungai, efisiensi pengaturan tata air dan banjir berkisar diangka
0,59 atau 59%. Angka ini dirasa kurang dan perlu ditingkatkan menjadi lebih baik. Jika
menelaah pada tutupan lahan di pola ruang sempadan sungai, maka dapat ditemui bahwa
pada pola ruang sempadan sungai hampir 50% merupakan kawasan budidaya (dapat dilihat
pada Gambar Lampiran 8 - 23).

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-36

Gambar Lampiran 8 - 23. Pola tutupan lahan pada pola ruang kawasan sempadan sungai

2.5. Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Adaptasi terhadap Perubahan Iklim


2.5.1. Banjir
Air permukaan yang merupakan salah satu sumber air juga dapat mengakibatkan bencana
banjir jika volume ketersediaan berlimpah. Kabupaten Dharmasraya rentan terhadap
bencana banjir setiap tahunnya yang disebabkan oleh curah hujan tinggi dan penurunan muka
tanah. Bencana banjir selama setahun pada Tahun 2015 terjadi sebanyak 3 kali (BPBD,
2015). Bencana banjir tersebut menimbulkan kerugian yang cukup besar namun tidak ada
korban yang meninggal. Lokasi terjadinya banjir serta dampak yang ditimbulkan dapat dilihat
pada Tabel Lampiran 8 - 19 dan Gambar Lampiran 8 - 24.

Tabel Lampiran 8 - 19. Lokasi, dampak, dan kerugian banjir Kabupaten Dharmasraya tahun 2015
Total Area Jumlah Jumlah
Perkiraan
No Kecamatan Terendam Korban Korban
Kerugian (Rp)
(Ha) Mengungsi Meninggal
1 Sungai Rumbai 0,00 0,00 0,00 0,00
2 Koto Besar 2 titik*) 0,00 0,00 500.000.000,00
3 Asam Jujuhan 0,00 0,00 0,00 0,00
4 Koto Baru 0,00 0,00 0,00 0,00
5 Koto Salak 0,00 0,00 0,00 0,00
6 Tiumang 0,00 0,00 0,00 0,00
7 Padang Laweh 0,00 0,00 0,00 0,00
8 Sitiung 0,00 0,00 0,00 0,00
9 Timpeh 0,00 0,00 0,00 0,00
10 Pulau Punjung 3,00 0,00 0,00 100.000.000,00
11 IX Koto 7,00 0,00 0,00 300.000.000,00
Keterangan: 0 adalah data
*) tidak diketahui luasan area terendam di Kecamatan Koto Besar
Sumber: BPBD Kabupaten Dharmasraya, 2015

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-37

Gambar Lampiran 8 - 24. Titik lokasi rawan banjir di Kabupaten Dharmasraya

2.5.2. Longsor
Bencana longsor di Kabupaten Dharmasraya masing terjadi, namun pada tahun 2015 hanya
sekali longsor dalam setahun (BPBD Kabupaten Dharmasraya, 2015). Hal ini disebabkan
oleh tingginya penyerapan air permukaan oleh tanah dimana fungsi ekosistem sebagai
pengikatan batuan dan tanah berjalan dengan baik. Tabel Lampiran 8 - 1 dan Gambar
Lampiran 8 - 25 menunjukkan titik lokasi potensi rawan longsor di Kabupaten
Dharmasraya.

Tabel Lampiran 8 - 20. Lokasi longsor di Kabupaten Dharmasraya tahun 2015

No Kecamatan Lokasi
1 Pulau Punjung IV Koto Pulau Punjung
Nagari Sungai Kambut
Sumber: BPBD, 2015

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-38

Gambar Lampiran 8 - 25. Titik lokasi rawan longsor di Kabupaten Dharmasraya

2.5.3. Kebakaran Hutan/Lahan


Selain bencana longsor dan banjir, bencana kebakaran hutan/lahan juga terjadi Kabupaten
Dharmasraya. Total kebakaran hutan/lahan paling besar seluas 27 Ha terjadi di Kecamatan
Pulau Punjung dengan total kerugian Rp 484.000.000. Lokasi kebakaran hutan/lahan serta
dampak yang ditimbulkan dapat dilihat pada Tabel Lampiran 8 - 21 dan Gambar
Lampiran 8 - 26.

Tabel Lampiran 8 - 21. Lokasi, dampak dan kerugian kebakaran hutan/lahan Kabupaten
Dharmasraya 2015
Perkiraaan Luas Hutan/Lahan Perkiraan Kerugian
No Kecamatan
Terbakar (Ha) (Rp)
1 Sungai Rumbai 16,00 180.000.000
2 Koto Besar 3,00 20.000.000
3 Asam Jujuhan 0,00 0
4 Koto Baru 11,00 230.500.000
5 Koto Salak 1,00 5.000.000
6 Tiumang 1,00 60.000.000
7 Padang Laweh 0,00 0
8 Sitiung 19,00 495.000.000
9 Timpeh 0,00 0
10 Pulau Punjung 27,00 484.000.000
11 IX Koto 0,00 0
Keterangan: 0 adalah data
Sumber: BPBD, 2015

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-39

Gambar Lampiran 8 - 26. Titik lokasi rawan kebakaran hutan/lahan di Kabupaten Dharmasraya

2.5.4. Angin Puting Beliung


Kejadian lain seperti angin puting beliung juga terjadi di Kecamatan Sitiung dan Padang
Laweh pada tahun 2015. Bencana angin puting beliung pada tahun ini tidak terjadi banjir
namun menimbulkan kerugian dengan total Rp. 130.000.000,00. Bencana puting beliung dan
dampaknya di Kabupaten Dharmasraya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 8 - 22.

Tabel Lampiran 8 - 22. Lokasi, dampak, dan kerugian angin puting beliung Kabupaten
Dharmasraya, 2015

Jumlah
Perkiraan
No Kecamatan Jenis Bencana Korban
Kerugian (Rp)
Meninggal
1 Kecamatan Sitiung Angin Puting Beliung 0,00 100.000.000,00
2 Kecamatan Padang Laweh Angin Puting Beliung 0,00 30.000.000,00
Keterangan: 0 adalah data
Sumber: BPBD Kabupaten Dharmasraya, 2015

2.6. Tingkat Ketahanan dan Potensi Keanekaragaman Hayati


Potensi keanekaragaman hayati di wilayah kabupaten lebih kecil dibandingkan dengan wilayah
provinsi atau kepulauan. Di Kabupaten Dharmasraya tercatat ditemukan jenis-jenis hewan
menyusui seperti rusa, musang, gajah dan sebagainya serta jenis burung, reptil, ikan,
serangga, dan tumbuh-tumbuhan. Dari flora dan fauna yang dilindungi terdapat beberapa
yang endemik dan terancam. Tabel Lampiran 8 - 23 menunjukkan jenis flora dan fauna
yang dilindungi di Kabupaten Dharmasraya.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-40
Tabel Lampiran 8 - 23. Flora dan fauna yang dilindungi di Kabupaten Dharmasraya, 2015

Golongan Nama Spesies Status Status Status Status


Diketahui Endemik Terancam Berlimpah Dilindungi
1. Hewan Rusa Tidak Ya Tidak Ya
Menyusui Musang Tidak Tidak Ya Ya
Gajah Tidak Ya Tidak Ya
Kucing Hitam Tidak Ya Tidak Ya
Beruang Madu Tidak Ya Tidak Ya
Landak Tidak Tidak Ya Ya
Tupai Tidak Tidak Ya Ya
Trenggiling Tidak Ya Tidak Ya
Harimau Dahan Tidak Ya Tidak Ya
Harimau Sumatera Tidak Ya Tidak Ya
Orang Utan Tidak Ya Tidak Ya
Rungka Tidak Ya Tidak Ya
Simpai Tidak Tidak Ya Ya
Kancil Tidak Ya Tidak Ya
2. Burung Bangau Putih Tidak Tidak Ya Ya
Elang Tidak Ya Tidak Ya
Kakak Tua Tidak Tidak Ya Ya
Burung Udang Tidak Tidak Ya Ya
Enggang Tidak Tidak Ya Ya
Cendrawasih Tidak Tidak Ya Ya
Angsa Tidak Ya Tidak Ya
Kasuari Tidak Tidak Ya Ya
3. Reptil Penyu Tidak Ya Tidak Ya
Kura-kura Tidak Tidak Ya Ya
Labi-labi Tidak Tidak Ya Ya
Sancu Hijau Tidak Tidak Ya Ya
Buaya Tidak Tidak Ya Ya
Bunglon Tidak Ya Tidak Ya
Biawak Tidak Ya Tidak Ya
4. Amphibi - - - - -
5. Ikan Ikan Balido Tidak Ya Tidak Ya
Siluk Tidak Ya Tidak Ya
6. Keong - - - - -
7. Serangga Belalang Ya Tidak Tidak Ya
Kumbang Ya Tidak Tidak Ya
Lebah Ya Tidak Tidak Ya
8. Tumbuh- Bunga Bangkai Tidak Tidak Ya Ya
tumbuhan Palem Raja Tidak Tidak Ya Ya
Raflesia Tidak Tidak Ya Ya
Keterangan: (-) = tidak ada data
Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Dharmasraya, 2015

Analisis spasial menunjukkan bahwa Kabupaten Dharmasraya memiliki potensi jasa


ekosistem pendukung keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Indeks jasa ekosistem

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-41
keanekaragaman hayati yang tinggi (nilai indeks 0,3–1,0) yang ditandai dengan warna hijau tua
ini tersebar hampir di semua wilayah Ekoregion Kabupaten Dharmasraya, namun persebaran
IJE (indeks jasa ekosistem) keanekaragaman hayati tinggi secara merata di Dataran Struktural
Jalur Bukit Barisan dan Pegunungan Vulkanik Jalur Bukit Barisan (Gambar Lampiran 8 -
27).

Gambar Lampiran 8 - 27. Indeks Jasa Ekosistem (IJE) pendukung keanekaragaman hayati

Meskipun demikian, analisis lebih lanjut tentang jasa ekosistem pendukung keanekaragaman
hayati menunjukkan bahwa sebagian besar kawasan hijau di Kabupaten Dharmasraya
memiliki shape index yang rendah dan terhubung satu sama lain (Gambar Lampiran 8 -
28). Shape index adalah ukuran tentang bentuk dari suatu petak (patch) ekosistem, yang
menunjukkan seberapa efektif petak tersebut dalam mendukung keanekaragaman hayati di
dalamnya. Secara teoritis, ukuran petak yang sama dapat memberikan efek yang berbeda
bagi daya jelajah satwa di dalam suatu ekosistem, tergantung dari bentuknya – bentuk
lingkaran memberikan kondisi habitat yang paling baik, sementara petak ekosistem yang
memanjang memberikan ruang yang sempit bagi satwa untuk menjelajah, karena rasio
keliling: luas akan menjadi lebih tinggi dan memberikan efek pada eksposur satwa dengan
ekosistem luar. Di Kabupaten Dharmasraya, petak-petak ekosistem pendukung
keanekaragaman hayati berukuran besar, tersebar dan dengan shape index yang rendah,
yang berarti memberikan ancaman eksposur pada satwa di dalam petak ekosistem tersebut.
Upaya peningkatan keterhubungan antara petak-petak tersebut dapat meningkatkan potensi
terpeliharanya keanekaragaman hayati di Kabupaten Dharmasraya.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-42

Gambar Lampiran 8 - 28. Shape index Kabupaten Dharmasraya 2015

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-43
Daftar Pustaka

Kementerian Lingkungan Hidup. (2013). Deskripsi Ekoregion Pulau/Kepulauan. Jakarta:


Kementerian Lingkungan Hidup, Deputi Tata Lingkungan.

Millennium Ecosystem Assessment. (2005). Ecosystem and Human Well-being: A Framework


for Assessment. Island Press, Washington.

Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran Negara RI Tahun 2009, No.
140. Sekretariat Negara. Jakarta.

Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2011
tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Kementerian Lingkungan
Hidup. Jakarta.

Republik Indonesia. (2016). Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Penyelenggaraan Kajian lingkungan Hidup Strategis. Jakarta.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-44
Lampiran 8 A: Metode Analisis Spasial Penyusunan DDDTLH

METODE ANALISIS SPASIAL PENYUSUNAN DDDTLH


DDDTLH disusun dengan mempertimbangkan hasil analisis data yang tersedia. Salah satu
analisis yang dilakukan, yakni analisis spasial. Analisis tersebut meliputi penyusunan peta jasa
ekosistem per ekoregion Kabupaten Dharmasraya, penyusunan peta status DDLH
Kabupaten Dharmasraya, penyusunan peta aliran energi sumber daya, dan penyusunan peta
tekanan terhadap lingkungan Kabupaten Dharmasraya.
Penyusunan Peta Indeks Jasa Ekosistem per Ekoregion Kabupaten Dharmasraya

Peta Indeks Jasa Ekosistem dibuat dengan pendekatan land cover based proxy yang
menggunakan penilaian para ahli (expert judgement) dari multi-disiplin ilmu untuk
mendapatkan penilaian yang komprehensif (Cowling et al., 2008; MA, 2005; dan SCBD, 2004
dalam Maynard et al., 2010). Penilaian para ahli secara kualitatif dapat dianggap sebagai data
sehingga bisa digunakan sebagai bobot pada berbagai kelas lahan berbeda. Penilaian ahli yang
diberikan secara kuantitatif dapat dianggap sebagai data (Meyer dan Booker, 1991 dalam
Mashita, 2012).
1. Identifikasi Jasa Ekosistem
Jasa ekosistem dibandingkan tingkat kepentingannya terhadap tiap kelas ekoregion dan
penutup lahan. Hasil perbandingan selanjutnya digunakan untuk menentukan bobot masing-
masing jasa ekosistem.
2. Penilaian Jasa Ekosistem
Data yang digunakan untuk perhitungan bobot menggunakan metode Pairwise Comparison ini
diperoleh dari hasil pengisian kuisioner oleh beberapa responden. Adapun kuisioner yang
disusun terkait dengan kegiatan penentuan nilai bobot jasa ekosistem terhadap ekoregion
dan penutup lahan. Responden yang berpartisipasi dalam pengisian kuisioner ini, antara lain
pakar geomorfologi, pakar kehutanan, pakar biologi, pakar perencanaan wilayah, dan pakar
lingkungan.
Kuisioner yang disebarkan ini berisikan tabel-tabel yang menggambarkan perbandingan skala
penilaian jasa ekosistem terhadap setiap kelas penutup lahan dan ekoregion. Pengisian daftar
pertanyaan dilakukan berdasarkan teori dan pengetahuan, pengamatan dan pengalaman yang
dimiliki oleh pengisi kuisioner terhadap kondisi faktual. Mengingat keragaman fenomena
bentang lahan dan penutup lahan di wilayah pengamatan, maka dilakukan prinsip generalisasi
sesuai dengan kedalaman skala pengamatan. Proses transformasi data dari bentang lahan dan
penutup lahan menjadi nilai jasa ekosistem dilakukan dengan menjawab sejumlah pertanyaan
tentang kepentingan dan peran bentang lahan dan penutup lahan terhadap besar kecilnya
nilai jasa ekosistem. Prinsipnya adalah perbandingan tingkat kepentingan atau peran jenis-
jenis bentang lahan dan penutup lahan terhadap jenis-jenis jasa ekosistem (prinsip
relativitas).

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-45
3. Penentuan Nilai Bobot Jasa Ekosistem
Setelah dilakukan pengisian kuisioner oleh para responden, selanjutnya dilakukan
perhitungan bobot untuk setiap jasa ekosistem pada 2 komponen penentuan daya dukung
dan daya tampung lingkungan hidup berdasarkan hasil kuisioner yang diperoleh. Terdapat
beberapa prosedur dalam proses perhitungan hasil kuisioner dengan menggunakan metode
Pairwise Comparison, yaitu:
1) Membangun matriks pairwise comparison untuk setiap jenis jasa ekosistem,
2) Normalisasi matriks pairwise comparison,
3) Menghitung nilai rata-rata setiap baris matriks untuk mendapatkan tingkat
kecocokan,
4) Menghitung dan mengecek rasio konsistensi atau consistency ratio (CR).
Sebelum membangun matriks pairwise comparison, perlu dilakukan konversi hasil kuisioner.
Pada kuisioner yang ada rentang nilai yaitu antara 0 – 10. Sedangkan hasil perbandingan
setiap jasa ekosistem harus dideskripsikan dalam nilai integer dari 1 (sama-sama penting)
hingga 9 (sangat berbeda), dimana semakin tinggi nilai berarti jasa ekosistem tersebut
dianggap jauh lebih penting dibandingkan jasa ekosistem pembandingnya.
Matriks pairwise comparison dibuat untuk setiap pakar dan setiap jasa ekosistem. Kemudian
untuk keperluan perhitungan nilai bobot tiap jasa ekosistem, dilakukan perhitungan rata-rata
geometrik (geometric mean) dari matriks-matriks semua pakar pada jasa ekosistem yang
dihitung. Rata-rata geometrik adalah rata-rata yang menunjukkan tendensi sentral atau nilai
khas dari sebuah himpunan bilangan dengan menggunakan produk dari nilai-nilai mereka.
Langkah selanjutnya, melakukan proses normalisasi pada matriks pairwise comparison.
Normalisasi matriks dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai di setiap kolom. Setiap nilai
pada matriks kemudian dibagi dengan hasil penjumlahan di kolom masing-masing untuk
mendapatkan nilai bobot normal. Jumlah dari setiap kolom yang sudah dinormalisasi adalah
1.
Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai bobot untuk jasa ekosistem terhadap setiap kelas
penutup lahan dan ekoregion. Caranya dengan menjumlahkan nilai di setiap baris. Nilai total
yang didapat menjadi nilai bobot dari jasa ekosistem tersebut terhadap masing-masing kelas
ekoregion atau penutup lahan. Hasil perhitungan nilai bobot perlu dicek dan dihitung rasio
konsistensinya. Tujuan dari proses ini yaitu untuk memastikan penilaian yang dilakukan para
pakar konsisten. Terdapat 3 langkah dalam menghitung consistency ratio:
1) Menghitung consistency measure,
2) Menghitung consistency index (CI)
3) Menghitung consistency ratio (CI/RI, dimana RI adalah indeks acak)
Secara praktis, nilai CR = 0.1 atau di bawah 0.1 menunjukkan bahwa nilai yang didapat sudah
dapat digunakan. Sedangkan jika nilai CR di atas 0.1, maka penilaian yang dilakukan perlu
diperiksa ulang.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-46
4. Analisis Spasial Jasa Ekosistem
Analisis spasial jasa ekosistem merupakan proses overlay data spasial dengan nilai indeks jasa
ekosistem. Tahap pertama yaitu analisis data spasial ekoregion dan penutup lahan dengan
operasi spasial overlay (intersect). Metode ini menghasilkan unsur spasial baru dari irisan
unsur spasial ekoregion dan tutupan lahan. Tahap kedua yaitu proses overlay data geospasial
dengan nilai indeks jasa ekosistem (JE). Pada proses ini, nilai indeks JE dari kajian sebelumnya
dimasukkan ke dalam tabel atribut dari data spasial hasil interseksi antara ekoregion dan
penutup lahan.
Analisis overlay (intersect) dilakukan menggunakan data ekoregion dan penutup lahan yang
sudah berisi nilai bobot JE. Hasil analisis yaitu berupa data spasial interseksi yang berisi nilai-
nilai bobot JE untuk kedua unit analisis. Data hasil analisis spasial jasa ekosistem ini kemudian
digunakan untuk perhitungan indeks daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
5. Perhitungan Indeks Daya Dukung Lingkungan Hidup
Kapasitas daya dukung lingkungan hidup terhadap jasa ekosistem tertentu direpresentasikan
dalam bentuk indeks daya dukung lingkungan hidup. Indeks daya dukung LH dihitung dengan
melibatkan nilai bobot jasa ekosistem terhadap ekoregion dan penutup lahan.
f ieco i
dengan,
IJE : Indeks Jasa Ekosistem,
ieco : indeks berdasarkan ekoregion, dan
iLC : indeks berdasarkan penutup lahan.

Terdapat 4 (empat) skenario model matematika perhitungan indeks. Skenario model


matematika yang dimaksud di antaranya:

a. Pertama, perkalian indeks jasa ekosistem berdasarkan ekoregion dan


penutup lahan (ieco * ilc)
b. Kedua, setiap indeks berdasarkan ekoregion pada setiap baris dibagi dengan
indeks rata-rata ekoregion, kemudian dikalikan dengan indeks penutup lahan
(( ieco ke-n/ieco rata2) * ilc).
c. Ketiga, nilai indeks berdasarkan ekoregion dijumlahkan dengan indeks
berdasarkan penutup lahan (ieco + ilc).
d. Keempat, penjumlahan nilai bobot indeks berdasarkan ekoregion dan
penutup lahan (weco ilc + wec ilc).

Berdasarkan pola distribusi nilai yang dihasilkan oleh keempat skenario, maka dipilih
skenario pertama. Adapun pemilihan skenario model matematika dilakukan dengan
pertimbangan sebagai berikut:
a. Distribusi nilai lebih baik dan tidak ada satu parameter yang lebih dominan dari
parameter lainnya (seperti pada skenario 3 dan 4).
b. Perkalian lebih dekat dengan logika hubungan antara ekoregion sebagai pembawa
karakteristik dasar dari suatu bentang lahan dan penutup lahan sebagai cerminan
pemanfaatan bentang alam oleh manusia (sebagai jasa ekosistem).

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-47
c. Skenario kedua memberikan informasi yang sama dengan skenario pertama.
Sedangkan skenario ke 3 dan ke 4 selalu menghasilkan magnifikasi (karena
penambahan) terhadap hasilnya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dipilih skenario pertama, dengan melakukan pen-
skalaan maka diperoleh perhitungan Indeks daya dukung LH adalah sebagai berikut:

√ eco
maks √ eco

dengan,
IJE : Indeks Jasa Ekosistem,
maks : nilai maksimum dari perhitungan hasil perkalian dan akar terhadap nilai indeks JE
penutup lahan dan ekoregion

Penyusunan Peta Ambang Batas dan Status DDLH Pangan dan Air Kabupaten
Dharmasraya

Secara sederhana, ambang batas merupakan suatu tingkatan yang masih dapat diterima.
Dalam konteks lingkungan, ambang batas adalah suatu kondisi saat terjadi perubahan
mendadak dalam kualitas ekosistem, properti atau fenomena, atau saat perubahan kecil di
lingkungan menghasilkan respon yang besar pada ekosistem (Groffman et al., 2006). Dalam
pengembangan wilayah, pendekatan konsep ambang batas pada daya dukung lingkungan
digunakan untuk mempelajari dampak yang terjadi pada lingkungan akibat pengembangan
wilayah dan pertumbuhan penduduk (Muta’ali, 2012).
Daya dukung lingkungan digambarkan melalui perbandingan jumlah sumberdaya yang dapat
dikelola terhadap jumlah konsumsi penduduk (Cloud, (dalam Soerjani, dkk., 1987).
Perbandingan ini menunjukkan bahwa daya dukung lingkungan berbanding lurus terhadap
jumlah sumber daya lingkungan dan berbanding terbalik dengan jumlah konsumsi penduduk.
Status DDLH diperoleh dari pendekatan kuantitatif melalui perhitungan selisih dan
perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan untuk masing-masing jasa ekosistem
(Norvyani, 2016).
Pada perencanaan ini, status DDLH yang dimodelkan adalah DDLH untuk jasa ekosistem
penyediaan bahan pangan dan penyediaan air bersih. Nilai kebutuhan dihitung berdasarkan
Angka Kecukupan Energi (AKE) populasi untuk bahan pangan; dan kebutuhan air domestik
dan tutupan lahan untuk air bersih. Sementara itu, ketersediaan dihitung berbasis jasa
ekosistem, yaitu dengan menggunakan metode pembobotan berdasarkan Indeks Jasa
Ekosistem Penyedia Bahan Pangan (IJEPBP) untuk bahan pangan; dan Indeks Jasa Ekosistem
Penyedia dan Pengaturan Air (IJEPPA) untuk air bersih.
Peta status daya dukung lingkungan hidup provinsi disusun dengan memanfaatkan sistem grid
skala ragam beresolusi 30” x 30” (± 0,9km x 0,9km). Penggunaan sistem grid skala ragam ini
menjadi suatu pendekatan yang mampu merepresentasikan DDLH wilayah dalam bentuk

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-48
informasi spasial, tanpa harus menyamakan skala dari berbagai jenis data yang tersedia.
Sistem grid skala ragam yang digunakan mengacu pada sistem grid Indonesia berbentuk dasar
persegi dengan elemen utama, antara lain sistem koordinat geodetik dan datum geodetik
World Geodetic System 1984 (WGS84); titik asal sistem koordinat grid, yaitu titik (90° BT,
15° LS); sistem penomoran; dan resolusi grid (Riqqi, 2011).
1. Penyusunan peta ketersediaan bahan pangan dan air bersih
Pada tahap perhitungan ketersediaan, data yang digunakan adalah Peta Distribusi Penduduk
dalam sistem grid dan data ekoregion beserta Indeks Jasa Ekosistem (IJE). Peta Distribusi
Penduduk dalam sistem grid dibuat berdasarkan bobot densitas populasi dalam kelas tutupan
lahan dan jalan. Tahapan perhitungan ketersedian energi bahan pangan dan potensi
penyediaan air bersih, meliputi:
1. Perhitungan IJE tiap grid berdasarkan bobot perbandingan luas dan tutupan
lahan.
2. Perhitungan IJE tiap kecamatan, yang merupakan penjumlahan nilai IJE untuk
masing-masing jasa ekosistem (penyediaan pangan dan penyediaan air bersih)
dari semua grid dalam masing-masing kecamatan.
3. Perhitungan energi bahan pangan dan potensi ketersediaan air bersih tiap
kecamatan. Untuk energi bahan pangan, digunakan data produksi bahan pangan
tiap kecamatan. Jenis bahan pangan yang beragam dari tiap kecamatan
disamakan dengan mengonversikan data produksi yang memiliki satuan berat
(gram) menjadi satuan energi (kkal) untuk mendapatkan nilai energi bahan
pangan (jenis bahan pangan dan kandungan kalori terlampir pada Lampiran 8 C).
Energi untuk tiap jenis bahan pangan lalu dijumlahkan berdasarkan kecamatan
untuk mendapatkan nilai energi bahan pangan tiap kecamatan. Sementara itu,
untuk jasa ekosistem air, nilai yang digunakan langsung merupakan potensi
ketersediaan air, baik air permukaan maupun air tanah, per unit spasial wilayah
aliran sungai.
4. Pendistribusian ketersediaan energi bahan pangan dan potensi ketersediaan air
dalam sistem grid, dilakukan dengan terlebih dahulu membandingkan total
energi bahan pangan maupun potensi ketersediaan air kecamatan, terhadap
total IJE masing-masing ekosistem (IJEPBP dan IJEPPA) tiap kecamatan yang
sama untuk menghasilkan energi bahan pangan 1IJEPBP dan potensi ketersediaan
air 1IJEPPA. Nilai 1IJE merepresentasikan ketersediaan untuk satu IJE pada
kecamatan. Pada akhirnya, pendistribusian energi bahan pangan dan potensi
ketersediaan air dalam sistem grid dilakukan melalui perkalian IJE masing-masing
grid dengan 1IJE pada kecamatan yang sama. Persamaan yang digunakan adalah
sebagai berikut (Barirottutaqiyah, 2015):

total ketersediaan satu kecamatan


total kecamatan
(1)

Pada akhirnya, pendistribusian energi bahan pangan dan potensi air bersih
dalam sistem grid dilakukan melalui perkalian IJE masing-masing grid dengan 1IJE
pada kecamatan yang sama.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-49
2. Penyusunan peta kebutuhan bahan pangan dan air bersih
1. Kebutuhan energi bahan pangan
Kebutuhan energi bahan pangan diperoleh melalui perhitungan Angka
Kecukupan Energi (AKE) penduduk tiap grid selama setahun. AKE merupakan
besar kebutuhan energi bahan pangan suatu individu untuk melakukan
pekerjaan atau aktivitas harian (Hardinsyah, 2012). Barirotuttaqiyah (2015)
menggunakan persamaan matematis berikut, untuk menghitung AKE tiap grid:

i ij (2)

dengan,
KBi : AKE grid ke-i selama setahun (kkal),
Pij : jumlah penduduk grid ke-i di kecamatan j, dan
AKE : AKE per kapita (kkal).

2. Kebutuhan air bersih


Kebutuhan air domestik untuk tiap grid, dihitung dengan mengacu pada
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.17 Tahun 2009 tentang
Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang
Wilayah. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

i ij i (3)

dengan,
Di : jumlah kebutuhan air domestik untuk grid ke-i (m3/tahun),
Pij : jumlah penduduk grid ke-i di kecamatan j, dan
KHLi : kebutuhan air untuk hidup layak di grid ke-i.
KHLi : 43,8 m3/kapita/tahun.

Selain kebutuhan air domestik, kebutuhan air tutupan lahan juga perlu
diikutsertakan dalam perhitungan kebutuhan air wilayah. Pada penyusunan ini
kelas lahan yang diperhitungkan, meliputi persawahan, perkebunan, kebun
campuran, dan tegalan/ladang. Persamaan yang digunakan untuk menghitung
kebutuhan tutupan lahan untuk penyediaan bahan pangan, mengacu pada
rumusan perhitungan penggunaan air untuk padi per tahun sebagai berikut
(Muta’ali, 2012):

i i q (4)

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-50

dengan,
Qi : jumlah penggunaan air tutupan lahan dalam setahun untuk grid ke-i
(m3/tahun),
Ai : luas lahan grid ke-i (hektare),
I : intensitas tanaman dalam persen (%) musim per tahun, dan
q : standar penggunaan air (1 liter/detik/hektare),
q : 0,001 m3/detik/ha 3600 24 120 hari per musim.

Total kebutuhan air tiap grid didapatkan dari penjumlahan kebutuhan air
domestik dan tutupan lahan. Berikut ini merupakan rumus total kebutuhan air
tiap grid (Norvyani, 2016):

i i i (5)

dengan,
Ti : total kebutuhan air grid ke-i (m3/tahun),
Di : kebutuhan air domestik untuk grid ke-i (m3/tahun), dan
Qi : jumlah penggunaan air untuk tutupan/guna lahan dalam setahun untuk
grid ke-i (m3/tahun).

3. Penentuan status daya dukung lingkungan hidup provinsi berdasarkan jasa


ekosistem pangan dan air
Penentuan status DDLH dilakukan melalui perhitungan ambang batas penduduk. Ambang
batas penduduk diperoleh melalui pembagian ketersedian dengan kebutuhan energi bahan
pangan per kapita per tahun. Ambang batas DDLH dinyatakan dalam bentuk jumlah
penduduk dan ditentukan melalui pendekatan perbandingan ketersediaan terhadap
kebutuhan. Hal ini diturunkan dari pemahaman bahwa ambang batas DDLH adalah ketika
selisih bernilai nol, atau saat ketersediaan sama dengan kebutuhan. Nilai ambang batas
DDLH suatu kecamatan merupakan total dari nilai ambang batas semua grid masing-masing
kecamatan. Persamaan untuk menentukan ambang batas DDLH berdasarkan jasa ekosistem
penyedia bahan pangan tiap grid adalah sebagai berikut (Norvyani dan Taradini, 2016):

ij
ij (6)

dengan,
TPij : ambang batas DDLH untuk jasa ekosistem penyedia bahan pangan di grid ke- i
kecamatan j (kapita),
KHij : energi bahan pangan pada grid i kecamatan j (kkal), dan
AKE : AKE per kapita (kkal).

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-51

Sementara itu, ambang batas DDLH berdasarkan jasa ekosistem penyedia air tiap grid
dihitung melalui persamaan berikut (Norvyani dan Taradini, 2016):

ij - ij
ij (7)

dengan,
TAij: ambang batas DDLH untuk jasa ekosistem penyedia bahan pangan di grid ke-i WAS j
(kapita),
Wij : ketersediaan air pada grid i WAS j (m3/tahun),
Qij : jumlah penggunaan air untuk tutupan/guna lahan dalam setahun untuk grid ke-i WAS
j (m3/tahun), dan
KHL : kebutuhan air untuk hidup layak (m3/kapita/tahun).

Status DDLH untuk tiap kecamatan adalah total dari nilai status DDLH semua grid dari
masing-masing kecamatan. Status DDLH tiap grid per kecamatan, ditentukan oleh selisih
antara ambang batas jumlah penduduk dengan jumlah penduduk pada grid kecamatan yang
sama saat ini. Persamaan untuk menentukan status DDLH per grid adalah sebagai berikut
(Norvyani dan Taradini, 2016):

ij ij - ij (8)

dengan,
Sij : nilai status ambang batas DDLH grid ke-i kecamatan j (kapita),
Tij : ambang batas DDLH untuk jasa ekosistem di grid ke-i kecamatan j (kapita),
Pij : jumlah penduduk grid ke-i di kecamatan j (kapita).

Status DDLH ditentukan berdasarkan nilai status ambang batas yang diperoleh dari
persamaan (8). Status ambang batas yang bernilai negatif menunjukkan daya dukung
lingkungan hidup di grid tersebut telah melampaui ambang batasnya, dan status ambang batas
yang bernilai positif menunjukkan grid tersebut masih mendukung kebutuhan pangan
ataupun air di wilayah grid tersebut. Untuk memperoleh status per ekoregion, dilakukan
agregasi grid-grid dari ekoregion yang bersangkutan.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-52
Lampiran 8 B: Perhitungan IJE dan Jasa Ekosistem Dominan

Nilai IJE dihitung menggunakan normalisasi terhadap nilai bobot masing-masing jasa
ekosistem terhadap tutupan lahan dan ekoregion. Nilai bobot tersebut ditentukan dengan
metode pairwise comparison. Setelah proses normalisasi nilai IJE, nilai tersebut dibagi dengan
nilai maksimum hasil normalisasi setiap IJE sehingga diperoleh nilai IJE terhadap tutupan
lahan dan ekoregion yang mempunyai rentang nilai dari 0 hingga 1. Proses selanjutnya
adalah memasukkan nilai IJE pada data spasial gabungan tutupan lahan dan ekoregion,
kemudian melakukan visualisasi berdasarkan IJE yang mempunyai rentang nilai dari 0 hingga
1. Untuk mempermudah visualisasi, setiap nilai IJE dikelompokkan ke dalam tiga kelas yaitu
rendah, sedang, dan tinggi.
Untuk mengetahui jasa ekosistem dominan yang dihasilkan oleh setiap unit ekoregion,
dilakukan pemetaan jasa ekosistem maksimum. Jasa ekosistem maksimum ini diperoleh dari
perkalian antara luas satu unit wilayah ekoregion dengan setiap nilai IJE dalam unit wilayah
ekoregion tersebut. Dari hasil perkalian tersebut didapatkan bahwa setiap satu wilayah
ekoregion memiliki satu nilai maksimum dari 20 nilai jasa ekosistem yang dihasilkan. Nilai
makmimum tersebut menunjukkan jenis jasa ekosistem yang dominan untuk satu wilayah
ekoregion.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-53
Lampiran 8 C: Peta Indeks Jasa Ekosistem

Gambar Lampiran 8 - 29. Peta Indeks Jasa Ekosistem Penyedia Pangan


(Hasil Analisis, 2017)

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-54

Gambar Lampiran 8 - 30. Peta Indeks Jasa Ekosistem Penyedia dan Penyimpan Air Bersih
(Hasil Analisis, 2017)

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-55

Gambar Lampiran 8 - 31. Peta Indeks Jasa Ekosistem Pengaturan Tata Air dan Banjir
(Hasil Analisis, 2017)

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-56

Gambar Lampiran 8 - 32. Peta Indeks Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim


(Hasil Analisis, 2017)

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-57

Gambar Lampiran 8 - 33. Peta Indeks Jasa Ekosistem Pendukung Sumber Daya Genetik
(Hasil Analisis, 2017)

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
H-58

Gambar Lampiran 8 - 34. Peta Indeks Jasa Ekosistem Pencegahan dan Perlindungan Bencana
(Hasil Analisis, 2017)

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
I-1
I. Lampiran 9. Kompetensi Tim Konsultan Penyusun KLHS
Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya 2011-
2031

Nama & Posisi Kualifikasi

Adi Wiyana, Pendidikan Formal:


Ketua Tim & Pakar  Menyelesaikan mata kuliah program S3, Perencanaan dan Pengelolaan

 MS, Development Sociology, Cornell University, New York, USA, 1991.


KLHS Pesisir dan Lautan, IPB Bogor, 2004.

 Drs. Teaching English as a Foreign Language (TEFL) and Minor in

 BA. Bahasa dan Sastra Inggris, IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta, 1975.
Linguistics, IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta, 1978.

Pelatihan Profesional:
 SEA Training of Trainers pada tahun 2010 (GTZ), Germany.
 Pelatihan Lingkungan Hidup: Amdal di Universitas Gajah Mada dan

 Perencanaan dan Pengelolaan: Project Implementation Course (USAID);


Environmentally-Sound Developmen Planning di Washington, D.C., USA.

Rural and Regional Development Planning, AIT, Bangkok; Performance-


Based Contracting; Perencanaan Pembangunan Wilayah, UGM; dan
lainnya.
Pengalaman Kerja: (39 tahun)
 Pakar KLHS, 2007 – sekarang:
- bekerja dalam tim sebagai ketua atau anggota tim melakukan puluhan
KLHS termasuk KLHS untuk RPJMD provinsi dan kabupaten/kota,
RTRW nasional-provinsi-kabupaten, KLHS DAS Kapuas, KLHS
Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat, KLHS Sumberdaya Air Pulau
Bali, KLHS MP3EI Koridor Bali-Nusra;
- sebagai anggota tim melakukan Evaluasi penerapan KLHS di Indonesia;
- melakukan berbagai pelatihan dan sosialisasi KLHS termasuk pelatihan
Master Trainer KLHS; dan
- berperanserta dalam penyusunan perturan perundang-undangan terkait

 Konsultan Coastal Resource Management (CRM) dan Natural Resource


KLHS.

 Assistant Task Manager, the World Bank Indonesia, 1997-1998.


Management (CRM), 1998-2007.

 USAID 1978-1997: Indonesia Cleaner Industrial Production (ICIP) Project,


Natural Resource Management Project, Provincial Area Development
Project.

Maria Rosario Pendidikan Formal:


Partidario, Pakar  PhD on Strategic Envirinmental Assessment, University of Aberdeen,

 MSc on Urban and Regional Planning, Universidade Técnica de Lisboa,


KLHS Internasional Scotland, 1992

1990
 1st degree on Environmental Engineering, Faculdade de Ciências e
Tecnologia – Universidade Nova de Lisboa, 1982
Pengalaman Kerja:
 Associate Professor, Instituto Superior Tecnico – Universidade de

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
I-2

 Assistant Professor, Faculdade de Ciências e Tecnologia –


Lisboa, 2006-present

 Director of Environment and Quality of Green Globe international,


Universidade Nova de Lisboa, 1993-2006

 Lecturer, Faculdade de Ciências e Tecnologia – Universidade Nova de


Green Globe international, 1999-2000

 Telah melakukan berbagai patihan dan penyusunan KLHS di banyak negara


Lisboa, 1982-1993

di Eropa, Afrika, Asia, dan Amerika Selatan.

Triarko Pendidikan Formal:


Nurlambang, Pakar  S3 Kebijakan Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia,

 Master of Arts in Social Sciences, the Flinders University of South


Kebijakan Publik & 2011.
KLHS

 Graduate Diploma in Geography, the Australian National University,


Australia, Adelaide, Australia, 1994.

 BA, Geografi, Fakultas Mathematik dan Ilmu Alam, Universitas Indonesia,


1992.

1987.
Pelatihan Profesional:
 U theory (a soft skills and leadership training), Sloan Management School
– MTT Boston, 2009.
 Pelatihan-pelatihan di bidang lingkungan hidup dan lainnya
Pengalaman Kerja: 30 tahun
 Pakar KLHS, 2006-sekarang.
- bekerja dalam tim sebagai ketua atau anggota tim melakukan puluhan
KLHS termasuk KLHS untuk RPJMD provinsi dan kabupaten/kota,
RTRW provinsi-kabupaten, KLHS DAS Kapuas, KLHS Wilayah
Perbatasan Kalimantan Barat, KLHS Sumberdaya Air Pulau Bali, KLHS
Perkebunan Sawit;
- melakukan berbagai pelatihan dan sosialisasi KLHS termasuk pelatihan
Master Trainer KLHS; dan
- berperanserta dalam penyusunan perturan perundang-undangan

 Lebih dari 23 tahun sebagai konsultan senior atau ketua tim dalam banyak
terkait KLHS.

proyek pemerintah atau donor di bidang pengelolaan sumberdaya alam,


lingkungan hidup, dan kajian kebijakan publik.
Sri Handayani, Pendidikan Formal:
 MBA, Universitas Gajah Mada, Jakarta, 2014.
 ST, Universitas Trisakti, Jakarta, 1998.
Pakar

 Diploma, Analis Kimia, Akademi Kimia Analis, Bogor, 1994.


Pengembangan
Kapasitas
Pelatihan Profesioal:
 TOT tentang Environmental Navigator Management , 2005, Germany
 TOT Environmental Performance Indicator, 2005, Bangkok
 TOT Environmental Management Accounting, 2006 Bangkok
 Training on Results Chain Management , 2006, Germany
 Training on Organizational Development 1-5 Modules – 2007-2008
 TOT Leadership Beyond Boundaries, Centre for Creative Leadership,
2012, Cambodia

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
I-3
 Berpartisipasi dalam berbagai pelatihan/seminar di bidang lingkungan hidup
(termasuk KLHS) dan manajemen di Indonesa maupun di luar negeri.
Pengalaman Kerja: 23 tahun
 Pakar KLHS dari tahun 2010 – sekarang,
- Berperan dalam tim dan ketua tim peningkatan kapasitas dalam KLHS,
mengembangkan dan menyelenggarkan modul-modul pelatihan KLHS
kepada aparat pemerintah daerah dan pemangku kepentingan terkait,
- Berperanserta penerapan KLHS untuk RPJMD dan RTRW (2015-
sekarang);
- Berperanserta dalam penyusunan peraturan perundang-undangan
terkait KLHS – 2016
- Salah satu pelatih TOT KLHS-KLHS ESP3, Jakarta, Solo, Makassar,
Medan, Ambon, 2016-2017
- Salah satu pelatih ST- SEA di IAIA – 17 Montreal Canada, 2017
 Lebih dari 21 tahun sebagai pakar dalam pengelolaan lingkungan hidup,
pembangunan berkelanjutan, ekonomi hijau, efisiensi energi, produksi
bersih, pengembangan kapasitas, pembangunan masyarakat, pelatihan,
design event, dan bantuan teknis untuk SME.
Dwi Nurcahyadi, Pendidikan Formal:
Pakar SIG & KLHS  Menyelesaikan mata kuliah Progrm S2, Program Geologi/Ilmu Tanah,

 BA, Geografi, Fakultas Mathematik dan Ilmu Alam, Universitas Indonesia,


Facultas Pertanian, IPB Bogor, 2006.

2003
Pelatihan Profesional:
 Training of SEA in Support of Improved and Decentralized Environmental
Governance in Indonesia, ITC – University of Twente, The Netherland,
2010, dan beberapa pelatihan jangka-pendek terkait Aplikasi SIG, Remote
Sensing, dan perencanaan tata ruang dan pembangunan.
Pengalaman Kerja: 14 tahun
 Pakar KLHS.
- Sejak tahun 2008 telah menekuni KLHS dan berperan serta dalam
penyusunan KLHS RPJMD provinsi-kabupaten/kota, RTR Pulau Papua,
RTRW nasional-provinsi-kabupaten/kota, KLHS MP3EI Koridor
Sumatera;
- Berperanserta dalam evaluasi penerapan KLHS di Indonesia, 2013;
- Berperanserta dalam penyusunan peraturan perundang-undangan

 Pakar SIG. Telah berperan sebagai Pakar SIG selama 14 tahun termasuk:
terkait KLHS

(a) survei, (b) pemetaan, (c) penataan ruang, (d) geomorphology, (e) soil
geography, (f) remote sensing, dan (g) aplikasi GPS.
Abdul Wahid, Pendidikan Formal:
Pakar Perubahan  S1, Universitas Hasanuddin, 1980-1985
Iklim
Pengalaman Kerja:
 Penelitian Senior di BPPT, Perencanaan Energi dan Emisi, 26 tahun
 Sejak 1994 melakukan puluhan penelitian dan studi di bidang energi dan
emisi untuk berbagai perusahaan, pemerintah, pemerintah daerah, donor,
dan BUMN

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
I-4
Akhmad Riqqi, Pendidikan Formal:
Pakar Geografi &  S3, Geodesi, ITB, 2008
Ekologi  S2, Biologi, ITB, 2000
 S1, Geodesi, ITB, 1998
Pelatihan Profesional:
 Mengikuti dan memaparkan makalah di berbagai seminar nasional dan
internasional terkait dengan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data
dan informasi spasial.
Pengalaman Kerja:
 Dosen, Geodesi, Ilmu dan Teknologi Kebumian, ITB, sejak 2006
 Melakukan berbagai pekerjaan terkait dengan data spasial, DDDT-LH, ISO
19110, ISO 19115, ISO 15157, RPPLH, SLHD, akreditasi, standardisasi,

 Melalkukan berbagai penelitian sejak 2009 terkait substansi: kerentanan


dan pemetaan, sejak 2011.

pesisir untuk peningkatan kapasitas adaptasi terhadap ancaman kenaikan


muka air laut; model spatial open platform; penentuan besar kerugian akibat
gangguan pernapasan sebagai dampak pencemaran udara dari sektor

 Dampak polusi udara terhadap kesehatan masyarakat, kaitan antara polusi


transportasi;

udara dari transport dengan kualitas udara dalam ruangan; kajian potensi
reduksi emisi dari sektor transportasi untuk mekanisme pembangunan
bersih.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
J-1
J. Lampiran 10.Penjaminan Kualitas KLHS Peninjauan Kembali
RTRW Kabupaten Dharmasraya 2011-2031

Format penjaminan kualitas ini diadaptasi dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan No.P.69/MENLHK/STJEN/KUM.1/12/2017 tentang pelaksanaan Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan KLHS, dan disesuaikan dengan
urutan tahapan dan langkah-langkah penyusunan KLHS sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan KLHS dan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.69/MENLHK/STJEN/KUM.1/12/2017.

Penilaian: Desain Proses KLHS


Kriteria Nilai Keterangan
Apakah KLHS dilakukan sebagai satu Tidak KLHS ini mendahului proses perencanaan
kesatuan proses perencanaan KRP? revisi RTRW karena dilakukan pada
waktu Peninjauan Kembali (PK) RTRW.
Revisi RTRW-nya sendiri belum dimulai,
baru dikerjakan pada tahun anggaran
berikutnya.
a. Apakah ada mekanisme komunikasi Tidak Pada saat KLHS disusun tim penyusun
antara tim perencana dengan revisi RTRW belum dibentuk. Tim
kelompok kerja KLHS? penyusun KLHS melakukan komunikasi
intensif dengan tim PK RTRW.
Diperkirakan komposisi tim revisi RTRW
akan sama dengan tim PK RTRW.
Sebagian anggota tim PK RTRW juga
menjadi anggota Pokja KLHS.
b. Apakah rekomendasi yang diusulkan Ya Tim penyusun KLHS beberapa kali
KLHS didiskusikan dengan pembuat berkonsultasi dengan Bupati sebagai
KRP? pembuat KRP. Beberapa anggota tim PK
RTRW dari Bapppeda dan Dinas
Pekerjaan Umum sebagai OPD penyusun
KRP berkontribusi dalam menyusun
rekomendasi KLHS. Hasil sementara
KLHS dikonsultasikan dalam serangkaian
pertemuan dengan OPD terkait (Dinas
Pertanian, Dinas Pemberdayaan
Masyarakat Desa, Dinas Pangan dan
Perikanan, Dinas Pariwisata, serta Dinas
Koperasi Usaha Menengah dan
Perdagangan).

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
J-2
Penilaian: Desain Proses KLHS
Kriteria Nilai Keterangan
c. Apakah diuraikan secara rinci siapa Ya
Penyusun KLHS meliputi: (a) Pokja KLHS
penyusun KLHS? (SDM internal yang ditetapkan dengan Surat Keputusan
institusi pembuat KRP, SDM institusi Bupati No. 189.1/377/KPTS-BUP/2017;
yang ditunjuk sebagai penyusun (b) staff WWF-Indonesia Program
KLHS, tenaga ahli eksternal, KORIDOR RIMBA; dan (c) tim konsultan
perusahaan konsultan, Pokja yang nasional serta tenaga ahli internasional
dibentuk oleh SK, pegawai dari PT DIM. Tim konsultan terdiri atas
pemerintah atau lainnya) beberapa pakar di bidangnya, yaitu
KLHS, kebijakan publik, pengembangan
kapasitas, SIG, daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup, dan
perubahan iklim.
Kesimpulan: Upaya optimal sudah dilakukan oleh Pokja KLHS bekerjasama dengan staf WWF-
Indonesia Program KORIDOR RIMBA dan Tim konsultan untuk melaksanakan ketentuan-
ketentuan dalam UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP
No. 46/2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan KLHS dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan No. P.69/MENLHK/STJEN/KUM.1/12/2017 tentang pelaksanaan Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan KLHS.

Penilaian: Persiapan KLHS

Kriteria Nilai Keterangan


Jawablah dengan pilihan jawaban seperti  Belum lengkap
tertera di samping.  Lengkap
Jelaskan jawaban dengan uraian pada kolom TS Terpenuhi sebagian
keterangan. Tidak relevan (tidak bisa dilakukan
TR
penilaian)
1. Apakah Kelompok Kerja KLHS  Pokja KLHS beranggotakan dari
dibentuk dengan komposisi perwakilan OPD terkait termasuk
kepengurusan dan keanggotaan sesuai Bapppeda, DLH, Dinas PU, Dinas
dengan kebutuhan? Pertanian, dan Dinas Pemukiman dan
Pertanahan.
2. Apakah disusun Kerangka Acuan Kerja  Kerangka kerja penyusunan KLHS telah
yang meliputi: (a) latar belakang, (b) disusun dengan asistensi dari WWF-
tujuan, (c) lingkup kegiatan, (d) hasil Indonesia.
yang diharapkan, (e) rencana kerja dan
metode pengkajian, (f) tenaga ahli yang
diperlukan, (g) waktu dan pembiayaan.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
J-3
Penilaian: Persiapan KLHS

Kriteria Nilai Keterangan


3. Apakah diidentifikasi narasumber atau 
Direkrut tim konsultan nasional serta
tenaga ahli yang akan dilibatkan dalam tenaga ahli internasional dari PT DIM.
pembuatan dan pelaksanaan KLHS? Tim konsultan terdiri atas beberapa
pakar di bidangnya, yaitu KLHS,
kebijakan publik, pengembangan
kapasitas, SIG, daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup, dan
perubahan iklim.
4. Apakah dilakukuan upaya untuk  Telah dipetakan pemangku kepentingan
mengidentifikasi dan memetakan yang dilibatkan dalam KLHS yang terdiri
pemangku kepentingan yang akan atas perwakilan OPD Provinsi dan
dilibatkan dalam proses pembuatan dan Kabupaten, LSM (WWF-Indonesia,
pelaksanaan KLHS? WARSI, WALHI), perguruan tinggi, wali
nagari dan tokoh masyarakat.
5. Keterangan Tambahan: Tahap persiapan KLHS PK RTRW Kabupaten Dharmasraya tahun
2011-2031 dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
No. P.69/MENLHK/ STJEN/KUM.1/12/2017 tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.
46 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan KLHS.

Penilaian: Isu Pembangunan Berkelanjutan Paling Strategis dan Prioritas

Kriteria Nilai Keterangan


Apakah identifikasi dan perumusan isu-isu Ya Para pemangku kepentingan dilibatkan
Pembangunan Berkelanjutan paling dalam identifikasi dan perumusan isu-isu
strategis yang merupakan akar masalah Pembangunan Berkelanjutan paling
melibatkan pemangku kepentingan? strategis yang merupakan akar masalah.
Apakah hasil identifikasi isu Pembangunan Ya Periksa keterangan di bawah.
Berkelanjutan paling strategis dirumuskan
berdasarkan prioritas dengan
mempertimbangkan unsur-unsur paling
sedikit:
1. Karakteristik wilayah  KLHS PK RTRW menggunakan
2. Tingkat pentingnya potensi dampak pendekatan strategis (strategic thinking).
Isu PB prioritas adalah faktor penting
3. Keterkaitan antar isu strategis
pembuatan keputusan atau Critical
Pembangunan Berkelanjutan
Decision Factors (CDF). CDF diidentifikasi
4. Keterkaitan dengan muatan Kebijakan, dengan menggunakan teknik pohon
Rencana, dan/ atau Program

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
J-4
Penilaian: Isu Pembangunan Berkelanjutan Paling Strategis dan Prioritas

Kriteria Nilai Keterangan


5. Muatan Rencana Perlindungan dan masalah, analisis sebab-akibat, dan
Pengelolaan Lingkungan analisis sistem.
Hidup/RPPLH; dan/atau Dalam identifikasi dan perumusan CDF
6. Hasil KLHS dari Kebijakan, Rencana, telah dipertimbangkan unsur-unsur
dan/atau Program pada hirarki nomor 1 sampai nomor 6. CDF
diatasnya yang harus diacu, serupa menggambarkan isu-isu pembangunan
dan berada pada wilayah yang berkelanjutan prioritas yang merupakan
berdekatan, dan/atau memiliki akar masalah. CDF didapatkan dengan
keterkaitan dan/ atau relevansi cara mengidentifikasi irisan antara isu PB
langsung. strategis, isu strategis yang terdapat
dalam KRP, dan kerangka kebijakan
makro. CDF ditetapkan dengan
keterlibatan penuh tim Pokja KLHS yang
memahami karakteristik wilayah
Kabupaten Dharmasraya.
Apakah rumusan prioritas juga sudah Ya Periksa keterangan di bawah.
memperhatikan aspek-aspek berikut:
1. Kapasitas daya dukung dan daya  CDF didukung dengan data dan informasi
tampung lingkungan hidup untuk yang sesuai secara memadai. CDF
pembangunan. dirumuskan untuk menjaga daya dukung
2. Perkiraan mengenai dampak dan dan daya tampung lingkungan hidup,
risiko lingkungan hidup mengurangi potensi dampak dan risiko
3. Kinerja layanan/jasa ekosistem. lingkungan hidup, menjaga kinerja
4. Intensitas dan cakupan wilayah layanan/jasa ekosistem, mengurangi
bencana alam. intensitas dan cakupan wilayah bencana
alam, menjaga status mutu dan
5. Status mutu dan ketersediaan SDA.
ketersediaan SDA, menjaga ketahanan
6. Ketahanan dan potensi
dan potensi keanekaragaman hayati,
keanekaragaman hayati.
mempertimbangkan Strategi
7. Kerentanan dan kapasitas adaptasi
Pembangunan Rendah Emisi (SPRE)
terhadap perubahan iklim.
dalam rangka mitigasi perubahan iklim,
8. Tingkat dan status jumlah penduduk
peningkatan penghidupan masyarakat
miskin atau penghidupan sekelompok
termasuk kesejahteraan dan kesehatan,
masyarakat serta terancamnya
dan revitalisasi nilai budaya dan kearifan
keberlanjutan penghidupan
lokal/adat.
masyarakat.
9. Risiko terhadap kesehatan dan
keselamatan masyarakat; dan/atau

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
J-5
Penilaian: Isu Pembangunan Berkelanjutan Paling Strategis dan Prioritas

Kriteria Nilai Keterangan


10 Ancaman terhadap perlindungan
terhadap kawasan tertentu secara
tradisional yang dilakukan oleh
masyarakat dan masyarakat hukum
adat.
Apakah lingkup geografis diidentifikasi Ya Setiap isu PB strategis dilengkapi dengan
dengan jelas? cakupan geografis.
Jika Ya, apakah melingkupi wilayah di luar Ya Isu PB penurunan kualitas air yang
cakupan KRP? disebabkan oleh penambangan emas
tanpa ijin (PETI) terjadi pada kabupaten
Solok dan Dharmasraya yang berpotensi
dampak sampai dengan wilayah hilir di
Provinsi Jambi. Demikian juga alih fungsi
lahan yang terjadi antar kabupaten dan
provinsi (Kuantan Sengingi di Provinsi
Riau).
Apakah lingkup pihak terkena Ya Cakupan geografis pihak yang
dampak/berisiko dan berkepentingan terpengaruh/berisiko disampaikan secara
diuraikan dengan jelas? jelas oleh pemangku kepentingan.
Keterangan Tambahan: Identifikasi dan perumusan isu pembangunan berkelanjutan merupakan
langkah awal yang sangat menentukan langkah-langkah berikutnya dalam penyusunan KLHS.
Oleh karena itu, langkah awal ini harus dikerjakan dengan benar, dengan melibatkan seluruh
pemangku kepentingan terkait agar tidak ada isu pembangunan berkelanjutan penting yang tidak
teridentifikasi. Seluruh isu pembangunan bekelanjutan yang teridentifikasi dari pemangku
kepentingan tidak ada yang terbuang, namun sebagian dileburkan ke dalam isu yang lebih makro
sifatnya. Isu-isu ini dianalisis sedemikian rupa untuk mendapatkan CDF yang merupakan akar
masalah.

Penilaian: Analisis KRP dan Isu Pembangunan Berkelanjutan Prioritas


Kriteria Nilai Keterangan
Apakah kondisi terkini dan pemetaan Ya Pemetaaan masalah divisualisasikan
masalah dari isu prioritas dideskripsikan dalam identifikasi dan penetapan CDF.
dengan jelas? CDF dilengkapi dengan deskripsi data
dan informasi pendukung.
Apakah tersedia informasi yang Ya Analisis mengenai kondisi daya dukung
menjelaskan kondisi daya dukung dan daya dan daya tampung lingkungan hidup dan
tampung lingkungan hidup terkini dan/atau kecenderungannya dilakukan sendiri oleh
kecenderungannya? tim konsultan.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
J-6
Penilaian: Analisis KRP dan Isu Pembangunan Berkelanjutan Prioritas

Kriteria Nilai Keterangan


Apakah telah dilakukan analisis semua TR KLHS yang dilakukan untuk
dampak KRP terhadap isu prioritas? mendampingi proses PK RTRW
Apakah hasil analisis diatas dideskripsikan menggunakan pendekatan strategis,
dengan jelas? bukan pendekatan berbasis dampak.
Apakah hasil analisis diatas dijelaskan
secara spasial?
Jika “Ya”, apakah dibedakan tingkat
kerinciannya? Contoh: isu skala nasional,
skala pulau, atau skala lokasi
Keterangan Tambahan: Sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.69/MENLHK/STJEN/KUM.1/12/2017 Pasal 13 ayat (2)
huruf a bahwa penerapan mekanisme pembuatan dan pelaksanaan KLHS wajib
mempertimbangkan jenis, tema, hirarki dan skala informasi KRP. Untuk KRP yang bersifat umum,
konseptual, dan/atau makro, sesuai dengan Lampiran IV dapat menggunakan pendekatan
Strategis. RTRW merupakan KRP yang bersifat umum, konseptual, dan/atau makro, sehingga
KLHS untuk RTRW dapat dilakukan menggunakan pendekatan strategis.

Penilaian: Pengkajian

Kriteria Nilai Keterangan

Hasil analisis memuat kajian:


1. Kapasitas daya dukung dan daya  DDDTLH Kab Dharmasraya belum
tampung Lingkungan Hidup untuk terlewati sampai dengan tahun 2031.
pembangunan.
2. Perkiraan mengenai dampak dan  Dengan hanya mempertimbangkan
risiko Lingkungan Hidup pertumbuhan penduduk, potensi timbulan
sampah dan beban pencemar akan
meningkat. Potensi dampak/risiko
terhadap lingkungan perlu dimitigasi agar
akumulasinya tidak melampaui daya
tampung lingkungan hidup.
3. Kinerja layanan atau jasa ekosistem.  Ekoregion Perbukitan Struktural Jalur
Bukit Barisan memiliki nilai jasa
ekosistem paling tinggi. Lima jasa
ekosistem paling tinggi yang dihasilkan
oleh ekoregion ini adalah produksi
primer, siklus hara, genetik, ekoturisme,
dan penyerbukan alami.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
J-7
Penilaian: Pengkajian

Kriteria Nilai Keterangan

4. Efisiensi pemanfaatan sumber daya  Masih banyak kawasan di kabupaten


alam. Dharmasraya yang pemanfaatannya
belum sesuai dengan peruntukannya
menurut rencana pola ruang existing.

5. Tingkat kerentanan dan kapasitas  Banjir, longsor, kebakaran hutan/lahan,


adaptasi terhadap perubahan iklim; angin puting beliung.

6. Tingkat ketahanan dan potensi  Petak-petak ekosistem pendukung


keanekaragaman hayati. keanekaragaman hayati berukuran besar,
tersebar dan dengan shape index yang
rendah, yang berarti memberikan
ancaman eksposure pada satwa di dalam
petak ekosistem tersebut.

Apakah pengkajian yang bersifat kuantitatif Ya Metode analisis kuantitatif disajikan


dilengkapi dengan perhitungan yang secara lengkap (lihat Lampiran 8 “ rofil
akuntabel? nam Muatan ”

Apakah pengkajian menyebutkan landasan Ya Pengkajian dilakukan oleh Dr. Ahmad


pedoman, acuan/referensi, standar, jaminan Riqqi, pakar di bidangnya. Pengkajian
akuntabilitas dari ahli yang jelas? memanfaatkan data dan informasi pada
dokumen “ aya ukung dan aya
Tampung Lingkungan Hidup Ekoregion
umatera erbasis kosistem” yang
disusun oleh para pakar.

Apakah pengkajian dilakukan dengan Ya Hasil kajian dituangkan dalam bentuk


pendekatan spasial? deskripsi maupun peta.
Apakah dijelaskan pada tahap penyusunan TR Sesuai ketentuan dalam Peraturan
KRP yang mana, proses telaahan KLHS Menteri Peraturan Menteri Lingkungan
dilaksanakan? Hidup dan Kehutanan No.
Apakah semua dampak dan risiko terhadap P.69/MENLHK/STJEN/KUM.1/12/2017
isu prioritas telah dianalisis?
Pasal 13 ayat (2) huruf a bahwa
Apakah perkiraan dampak lanjutan dan
penerapan mekanisme pembuatan dan
dampak kumulatif sudah dianalisis?
pelaksanaan KLHS wajib
Apakah perkiraan dampak dan risiko
dilakukan secara kuantitatif? mempertimbangkan jenis, tema, hirarki
Apakah dilakukan simulasi berbasis dan skala informasi KRP. Untuk KRP yang
skenario untuk perkiraan dampak dan bersifat umum, konseptual, dan/atau
risiko? makro, sesuai dengan Lampiran IV dapat

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
J-8
Penilaian: Pengkajian

Kriteria Nilai Keterangan

Apakah perkiraan dampak dan risiko menggunakan pendekatan Strategis.


dituangkan secara spasial?
Apakah ada penjelasan antara hasil telaahan RTRW merupakan KRP yang bersifat
dengan pengaruhnya pada daya dukung dan umum, konseptual, dan/atau makro,
daya tampung lingkungan hidup? sehingga KLHS untuk RTRW dapat
dilakukan menggunakan pendekatan
strategis.
Keterangan Tambahan: Pengkajian 6 muatan KLHS memerlukan upaya yang besar dan sumber
daya manusia yang dapat mengerjakannya sangat terbatas.

Penilaian: Perumusan Alternatif dan Penyusunan Rekomendasi


Kriteria Nilai Keterangan
Bagaimana bentuk penyempurnaan
Kebijakan, Rencana, dan/atau Program?
Uraikan dalam bagian-bagian yang sesuai di
bawah ini:
1. Perubahan tujuan atau target TR Pada waktu KLHS dilaksanakan (proses
2. Perubahan strategi pencapaian target PK RTRW) RTRW-revisi belum disusun.
Dengan demikian, KLHS ini selesai pada
3. Perubahan atau penyesuaian ukuran, penyusunan rekomendasi yang
skala, dan lokasi memberikan arahan untuk perumusan
4. Perubahan, penyesuaian atau adaptasi tujuan, kebijakan dan strategi, dan
proses atau metode terhadap penyusunan rencana struktur ruang dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan rencana pola ruang. Selanjutnya pada
teknologi proses revisi RTRW, Pokja KLHS wajib
5. Penundaan, perbaikan urutan, atau memastikan bahwa arahan KLHS ini
perubahan prioritas pelaksanaan diintegrasikan ke dalam penyusunan
6. Pemberian arahan atau rambu-rambu RTRW-revisi.
untuk mempertahankan atau
meningkatkan fungsi ekosistem;
dan/atau
7. Pemberian arahan atau rambu-rambu
mitigasi dampak dan risiko Lingkungan
Hidup
Apakah dijelaskan bagaimana cara Ya Perumusan alternatif didasarkan pada
menyusun dan memutuskan kerangka kajian dan hasilnya diuji dengan
alternatif KRP serta rekomendasi analisis risk-opportunity (RO) atau resiko-

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
J-9
Penilaian: Perumusan Alternatif dan Penyusunan Rekomendasi
Kriteria Nilai Keterangan
KLHS? peluang.

Apakah langkah-langkah untuk TR KLHS yang dilakukan untuk


pencegahan dan pengurangan mendampingi proses PK RTRW
dampak dan risiko dari KRP telah menggunakan pendekatan strategis,
diidentifikasikan dengan jelas? bukan pendekatan berbasis dampak.
Apakah langkah-langkah mitigasi
mencantumkan apa perkiraan
dampak/risiko tambahan/sisa
dampak/risiko yang mungkin/masih
akan muncul?
Adakah rekomendasi KLHS terkait Ya Dari analisis DDDTLH diidentifikasi
hasil kajian terutama pengaruhnya bahwa, dengan skenario BAU, belum
pada daya dukung dan daya tampung akan terlampaui hingga akhir masa
LH diidentifikasikan dengan jelas? perencanaan RTRW tahun 2031.
Rekomendasi KLHS justru diarahkan
untuk menjaga DDDTLH.
Apakah hasil rekomendasi konsisten Ya Penyusunan rekomendasi didasarkan
dan relevan sebagai hasil dari pada hasil perumusan alternatif.
rangkaian proses penetapan isu Perumusan alternatif berdasarkan pada
prioritas, pengkajian, dan hasil kajian. Hasil kajian didasarkan pada
penyusunan alternatif? CDF. CDF diperoleh dengan menggali isu
dari seluruh pemangku kepentingan
terkait.
Apakah disusun rekomendasi tindak Ya Tindak lanjut berupa perlunya
lanjut tambahan sebagai konsekuensi memastikan bahwa rekomendasi KLHS
implementasi KLHS untuk KRP? diintegrasikan ke dalam RTRW-revisi.
RTRW-revisi yang telah mengintegrasikan
rekomendasi KLHS perlu dipastikan
dijabarkan secara konsisten ke dalam
perumusan indikasi program.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
J-10
Penilaian: Pendokumentasian/Laporan KLHS

Kriteria Nilai Keterangan


Apakah Laporan KLHS telah memuat :
1. Dasar pertimbangan KRP sehingga perlu  UU No. 32/2009 Pasal 15 ayat (2) huruf
dilengkapi KLHS a, PP No. 46 Tahun 2016 Pasal 2 ayat
(2) huruf a dan Peraturan Menteri
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan No. P.69/MENLHK/STJEN/
KUM.1/12/2017 Pasal 4 ayat (3) huruf a
2. Metode, teknik, rangkaian langkah-  Diuraikan pada Laporan KLHS Bab 1
langkah dan hasil pengkajian pengaruh Pendahuluan, huruf 1.4 Pendekatan dan
KRP terhadap kondisi lingkungan hidup Metodologi.
dan pembangunan berkelanjutan
3. Metode, teknik, rangkaian langkah-  Diuraikan pada Laporan KLHS Bab 1
langkah dan hasil perumusan alternatif Pendahuluan, huruf 1.4 Pendekatan dan
muatan KRP Metodologi.
4. Pertimbangan, muatan dan konsekuensi Bab 5, Penyusunan Rekomendasi
rekomendasi perbaikan untuk  memuat substansi dimaksud.
pengambilan keputusan KRP yang
mengintegrasikan prinsip Pembangunan
Berkelanjutan
5. Gambaran pengintegrasian hasil KLHS  Bab 6, Penjaminan Kualitas dan
dalam KRP Pengintegrasian KLHS ke dalam KRP.
6. Pelaksanaan partisipasi masyarakat dan  Pemangku kepentingan berperan-serta
keterbukaan informasi KLHS pada tahap identifikasi isu PB dan tahap
akhir KLHS dalam konsultasi publik. Lihat
disclaimer pada halaman judul bagian
dalam.
7. Hasil penjaminan kualitas KLHS  Proses dan hasil KLHS mengikuti PP No.
46/2016 dan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.
P.69/MENLHK/STJEN/ KUM.1/12/2017
8. Ringkasan eksekutif yang menuangkan Lihat di bagian Ringkasan Eksekutif pada
rekomendasi-rekomendasi KLHS untuk  Laporan akhir KLHS.
pengambil keputusan secara jelas.
Data pendukung proses dan hasil  Informasi pendukung dimuat pada
konsultasi publik (foto, absen, berita acara) Lampiran 3 dan Lampiran 5
Dokumen KRP sebelum dan sesudah KRP TR Pada waktu KLHS dilaksanakan (proses
diperbaiki dan/atau matriks yang PK RTRW) RTRW-revisi belum disusun.
menjelaskan perubahan sebelum dan
sesudah

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
J-11
Penilaian: Pendokumentasian/Laporan KLHS

Kriteria Nilai Keterangan


Dokumen penjaminan kualitas  Dokumen ini adalah dokumen
penjaminan kualitas
Bukti pemenuhan kompetensi penyusun  Lihat Lampiran 9
KLHS
SK Kelompok Kerja KLHS  SK Kelompok Kerja KLHS disajikan pada
Lampiran 1

Penilaian: Pengintegrasian Hasil KLHS/Pengambilan Keputusan

Kriteria Nilai Keterangan


Apakah telah terpenuhi:
Rekomendasi yang dihasilkan KLHS TR Pada waktu KLHS dilaksanakan (proses
ditulis/dimasukkan materi teknis KRP PK RTRW) RTRW-revisi belum disusun.
Rekomendasi yang dihasilkan KLHS Dengan demikian, KLHS ini selesai pada
ditulis/dijadikan ketentuan pengaturan KRP penyusunan rekomendasi yang
memberikan arahan untuk perumusan
Rekomendasi yang dihasilkan KLHS tujuan, kebijakan dan strategi, dan
dijembatani/ diinterpretasikan kembali penyusunan rencana struktur ruang dan
penulisannya dalam bahasa peraturan pada rencana pola ruang. Selanjutnya pada
KRP proses revisi RTRW, Pokja KLHS wajib
Rekomendasi KLHS diatur tersendiri dalam memastikan bahwa arahan KLHS ini
ketentuan KRP (tidak ditulis kembali) diintegrasikan ke dalam penyusunan
RTRW-revisi.
Penjelasan tentang KRP lainnya yang juga
harus mempertimbangkan rekomendasi
KLHS ini?
Rekomendasi khusus untuk penyusunan
KLHS bagi KRP turunannya
Rekomendasi khusus tentang pelaksanaan
AMDAL dan UKL/UPL sebagai tindak
lanjut KRP ini

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
J-12
Penilaian: Peranserta Pemangku Kepentingan

Kriteria Nilai Keterangan


Apakah dijelaskan pada tahapan mana Ya Konsultasi publik pertama dilakukan pada
saja dilakukan konsultasi publik? tahap identifikasi dan perumusan isu PB
untuk memperoleh masukan dari para
pemangku kepentingan tentang isu PB.
Konsultasi publik kedua dilakukan setelah
selesai penyusunan rekomendasi untuk
memperoleh masukan dari para
pemangku kepentingan terkait
pengkajian, perumusan alternatif, dan
penyusunan rekomendasi.
Apakah pemangku kepentingan yang Ya Pemangku kepentingan yang dilibatkan
dilibatkan dalam KLHS disebutkan dalam KLHS terdiri atas perwakilan OPD
dengan jelas? Provinsi dan Kabupaten, LSM/Ormas,
perguruan tinggi, dan tokoh
masyarakat/agama.
Daftar pemangku kepentingan yang
diundang ke konsutasi publik disajikan
dalam Lampiran 3 dan 5.
Apakah semua pemangku kepentingan Ya Pemangku kepentingan diberi
yang dilibatkan memiliki kesempatan kesempatan luas untuk memberi
untuk memberikan masukan selama masukan. Dalam konsultasi publik
proses KLHS? Jika tidak, pemangku identifikasi isu PB, peserta dibagi menjadi
kepentingan yang mana yang tidak 4 kelompok dan dipersilahkan memberi
dilibatkan? masukan dengan menggunakan
metaplan, curah pendapat, dan diskusi.
Dalam konsultasi publik kedua,
pemangku kepentingan diberikan
kesempatan luas untuk memberikan
masukan terkait dengan hasil kajian,
perumusan alternatif, dan penyusunan
rekomendasi.
Apakah semua dokumen terkait KLHS Ya Semua dokumen KLHS bersifat terbuka.
dapat diakses oleh publik selama dan Laporan akhir KLHS tersedia di Dinas
setelah proses KLHS? Lingkungan Hidup dan OPD terkait
lainnya dan dapat diakses oleh pemangku
kepentingan.

LAPORAN AKHIR KLHS


Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Dharmasraya
LAPORAN AKHIR KLHS
PK RTRW Kabupaten Dharmasraya 2011-2031 | 2018

Anda mungkin juga menyukai