Pada bagian ini akan diuraikan tiga isu penting yang berkaitan dengan keengganan organisai merespon perubahan lingkungan.
1. Pembelajaran Organisasi vs. Ancaman yang menyebabkan Rigiditas
Teori pembelajaran organisasi, di satu sisi, menegaskan bahwa tekanan lingkungan seperti persaingan yang sangat tajam dan menurunnya pasar, akan mendorong perusahaan untuk melakukan perubahan dan inovasi-inovasi baru dalam rangka untuk mengatasi masalah tersebut dan memutup gap antara kinerja organisasi dan harapan masyarakat. Sementara itu threat- rigidity theory menyatakan sebaliknya. Teori kedua ini menegaskan bahwa organisasi yang sedang menghadapi tekanan lingkungan eksternal justru tidak mampu melakukan perubahan organisasi-mengalami situasi yang disebut “learnig disable”. 2. Lingkungan Bersifat Obyektif vs. Konstruktif Smircich & Stubbart berargumentasi bahwa objektivitas lingkungan eksternal sangat bergantung pada tingkat akurasi manajer dalam mempersepsi lingkungan tersebut. Oleh karena itu interpretasi terhadap lingkungan tersebut juga berbeda sehingga apakah lingkungan tersebut perlu direspons dengan perubahan atau tidak sangat bergantung pada persepsi sang manajer. Pandangan seperti ini disebut sebagai constructivist view. Menurut pandangan in, seperti dikatakan Boyd et, al. (1993), manajer sangat mungkin melakukan kesalahan persepsi. Dua kesalahan yang biasa terjadi adalah: a. Kesalahan Tipe I yaitu ketika lingkungan organisasisecara obyektif sesungguhnya stabil, para manajer menganggapnya lingkungan tersebut turbulen sehingga mereka melakukan beberapa tindakan sejalan dengan anggapan tersebut, padahal mestinya tidak perlu. b. Kesalahan Tipe II yaitu keadaan dimana lingkungan eksternal secara obyektif sesungguhnya turbulen tetapi para manjer menganggap sebaliknya sehingga tidak melakukan tindakan apa-apa dan akibatnya mengancam keberlangsungan hidup organisasi. 3. Perubahan Organisasi vs. Stabilitas Organisasi Mone et al. (1998) mengatakan bahwa sejauh mana tekanan lingkungan eksternal akan mendorong terjadinya perubahan inovatif sangat tergantung pada tiga faktor, yaitu: a. Institusionalisasi misi organisasi. Jika misi organisasi terinstitusionalisasikan secara mendalam kepada pemangku kepentingan (stakeholders) dan lingkungan eksternal semakin kecil kemungkinannya tekanan lingkungan akan direspons dengan perubahan. b. Difusi kekuasaan dan sumber daya organisasi. Semakin kekuasaan terkonsentrasi di tangan pimpinan organisasi semakin besar kemampuan organisasi untuk membuat keputusan dan mengalokasikan sumber daya dalam rangka melakukan perubahan organisasi. c. Alasan rasional yang dikemukakan manajer dalam menjelaskan mengapa organisasi mengalami penurunan. Jika sebab-sebab terjadinya penurunan organisasi bersifat stabil dan bisa dikendalikan serta adaya anggapan bahwa penyebab penurunan organisasi bersifat permanen maka semakin mudah bagi manajer untuk melakukan perubahan inovatif. Ketiga faktor seperti dikemukakan Mone dkk. Di atas merupakan sebuah peringatan bagi para manajer untuk selalu mempertimbangkan tekanan-tekanan yang mendorong terjadinya stabilitas organisasi dan tekanan-tekanan yang mendorong perubahan organisasi serta kemungkinan interaksi di antara keduanya. Secara umum faktor-faktor yang mendorong perubahan organisasi dan stabilitas organisasi dapat di lihat pada tabel berikut ini .
Tekanan untuk berubah Tekanan untuk stabil
Kemampuan organisasi untuk beradaptasi Institusionalisasi, khususnya agar praktik terhadap perubahan lingkungan berjalan tidak menyimpang dari praktik masa lalu dan struktur kekuasaan Pertimbangan biaya, khusus dalam Biaya transaksi, misalnya stabilitas tenaga memperlakukan SDM sebagai biaya kerja memungkinkan organisasi dapat variabel ketimbang biaya tetap merencanakan pengembangan karyawan dengan mudah Keinginan untuk segera kembali modal Keuntungan berkelanjutan, agar organisasi tidak mudah di imitasi organisasi lain Aspek pengawasan, agar target kinerja Modal sosial, dalam rangka menjaga segera dicapai kepercayaan karyawan
Keuntungan kompetitif, agar mampu Mengurangi ketidakpastian.
merespon segera perubahan pasar.
D. Tekanan Dari Dalam Organisasi
Dalam batas-batas tertentu faktor internal organisasi juga sering memberi tekanan agar organisasi melakukan perubahan; di antaranya: 1. Perubahan karena Pertumbuhan Organisasi Teori siklus hidup organisasi (Organizational Life Cycle Theory) (lihat Adizes, 1999) misalnya mengatakan bahwa organisasi selalu menglamai siklus hidup seperti bentuk lonceng – mulai dari kecil, mulai tumbuh, tumbuh besar dan pada satu titik tertentu pertumbuhan akan mengalami kemandekan dan bahkan akan terus menurun dan mati jika pihak manjemen tidak melakukan tindakan-tindakan perubahan. Teori ini secara tidak langsung memberi sinyal bahwa perubahan organisasi perlu dilakukan demi menjaga agar organisasi bisa tumbuh secara berkelanjutan dan tidak mengalami kemandekan apalagi terus menurun. 2. Integrasi dan Kolaborasi Pada umumnya ketika sebuah perusahaan melakukan merger atau mengambil alih perusahaan lain, perubahan organisasi biasanya tidak bisa dihindarkan. Dalam hal ini perubahan organisasi dimaksudkan untuk mengintegrasikan kegiatan organisasi atau untuk membuat kegiatan organisasi semakin kolaboratif. 3. Membangun Identitas Baru Industri perbankan Indonesia pada tahun 1970-an didominasi oleh perusahaan perbankan milik pemerintah yang berjumlah 7 perushaan – Bri, BNI, BTN, BAPINDO, BANK EXIM, BDN, dan BBD. Sesuai dengan namanya, masing-masing perusahaan dorientasikan dan berkonsentrasi pada kegiatan bisnis tertentu. Oleh karenanya ruang lingkup (skope) kegiatan masing-masing perusahaan realtif terbatas. Untuk menginformasikan kepada masyarakat bahwa skop kegiatannya telah berubah, bank-bank pemerintah mulai berbenah diri dengan mengubah jati dirinya. 4. Kehadiran Pimpinan Baru Pergantian pemimpin oragnisasi/perusahaan biasanya memberi sinyal bahwa cara-cara lama akan segera diganti dengan pola baru dan tatanan baru perusahaan. Seperti dikatakan Rosabeth Moss Kanter (2003), dalam beberapa hal kehadiran pimpinan baru memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan pimpinan lama. Di antaranya: a. Pimpinan baru biasanya memiliki energi untuk melakukan perubahan di dalam organisasi b. Pimpinan baru tidak harus tunduk pada praktik organisasi masa lalu c. Pimpinan baru bias fokus pada masalah yang sesungguhnya sudah lama diketahui tetapi tidak diselesaikan oleh pemimpinan lama karena masalah tersebut tidak boleh diperbincangkan d. Pimpinan baru biasanya dianggap memiliki kredibilitas sehingga mampu mengatasi masalah yang berhubungan dengan kastemer. Anggapan ini muncul karena pimpinan baru tidak terkait dengan masalah masa lalu yang menjadikan perusahaan bermasalah dengan pelanggan (customer).