Anda di halaman 1dari 73

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN TINGKAT KEPATUHAN PENGOBATAN ORAL ANTIDIABETIK PASIEN DIABETES


MELITUS TIPE 2 DENGAN NILAI RERATA KADAR GULA DARAH DI FKTP
MEDI MEDIKA

Disusun oleh

ASFARO LAYALI ASHGAR

20180310148

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2020
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmad dan hidayah-Nya yang

sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “ Hubungan

Tingkat Kepatuhan Pengobatan Oral Antidiabetik Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Nilai

Rerata Kadar Gula Darah di FKTP Medi Medika ”

Penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini bertujuan untuk memenuhi salah satu

persyaratan dalam memperoleh derajat sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dalam penulisan proposal karya tulis ilmiah penulis pastinya

mengalami hambatan dan kesulitan. Namun berkat adanya bimbingan, dukungan, doa, dan nasihat dari

berbagai pihak sehingga penulis mampu menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah ini. Oleh karena

itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya sehingga penulis dapat

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini

2. Dr.dr.Kusbaryanto.M.Kes.,FISPH.,FISCM. Selaku dosen pembimbing KTI yang telah banyak

memberikan pengarahan dan bimbingan selama penyusunan karya tulis ilmiah ini.

3. Kedua orang tua saya, Ibu dr.Hj.Jamilah S dan Bapak dr.H Edi Muhaedi yang telah memberikan

doa dan semangat demi kelancaran pembuatan KTI ini.

4. Saudara Laki-Laki saya, Raedi Ardlo Luzman yang selalu mendukung dan memberikan masukan

untuk menyelesaikan KTI ini.

5. Ketiga saudara perempuan saya, Yumita Azatin Amalia, Fityay Adzhani, dan Hilyati Ajrina Amalina

yang selalu memberikan doa dan kelancaran demi pembuatan KTI ini.
6. Chyntia Melinda Gunardi yang selalu memberikan doa, dukungan, dan semangat demi kelancaran

pembuatan KTI ini.

7. Teman-teman sekelompok Karya Tulis Ilmiah Erin, Zannuba, dan Devy yang telah memberikan

doa dan memberikan masukan.

8. Semua pihak yang tidak dapat di sebutkan satu persatu. Semoga amal baik mereka mendapatkan

balasan dari Allah S.W.T.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah (KTI) ini masih banyak kekuranganya, sehingga

penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan dan

peningkatan kualitas KTI ini. Akhir kata, penulis mengharapkan KTI ini dapat diterima dan penelitian

ini dapat berjalan dengan lancar serta KTI ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan ilmu

pengetahuan terutama ilmu kedokteran UMY dan bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 18 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KARYA TULIS ILMIAH...................................................................................................................................


HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL.......................................................................................................
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................................
DAFTAR TABEL...............................................................................................................................................
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................................
A. LATAR BELAKANG 9
B. RUMUSAN MASALAH 11
C. TUJUAN PENELITIAN 11
D. MANFAAT PENELITIAN 12
E. KEASLIAN PENELITIAN 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................................
A. LANDASAN TEORI 15
1. Diabetes Melitus Tipe 2 15
2. Kadar Glukosa Darah 27
3. Kepatuhan Pengobatan 29
B. KERANGKA TEORI 35
C. KERANGKA KONSEP 36
D. HIPOTESIS 37
BAB III METODE PENELITIAN..................................................................................................................
A. DESAIN PENELITIAN 38
B. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 38
C. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI 40
D. LOKASI dan WAKTU PENELITIAN 41
E. VARIABEL PENELITIAN 41
F. DEFINISI OPERASIONAL 41
G. INSTRUMEN PENELITIAN 42
H. TAHAP PENELITIAN 43
I. CARA PENGUMPULAN DATA 44
J. UJI VALIDITAS dan RELIABILITAS44
K. ANALISIS DATA 45
L. ETIK PENELITIAN 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..................................................................................
A. HASIL PENELITIAN 47
B. PEMBAHASAN 51
C. KEKURANGAN PENELITIAN 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................................................................
A. KESIMPULAN 55
B. SARAN 55
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................................
LAMPIRAN......................................................................................................................................................
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel Keaslian Penelitian.........................................................................................................14


Tabel 2. Tabel Subdomain DMSQ.........................................................................................................33
Tabel 3. Tabel Kuesioner MMAS-8 Tingkat Kepatuhan Pengobatan Diabetes Melitus.......................34
Tabel 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia..............................................................................47
Tabel 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...............................................................48
Tabel 6 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Obat yang Dikonsumsi....................................48
Tabel 7 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menderita Diabetes Melitus...............................49
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Klasifikasi Diabetes Melitus menurut PERKENI 2015...........................................................................18


Gambar 2 . obat oral yang tersedia di Indonesia menurut PERKENI 2015...............................................................24
Gambar 3 Farmakologi insulin berdasarkan waktu kerja menurut PERKENI 2015.................................................25
Gambar 4 Gambar 4 Elemen edukasi perawatan kaki berdasarkan PERKENI 2015................................................26
Gambar 5 Gambar 5 Kadar tes laboratorium pemeriksaan darah untuk diagnosis diabetes melitus ataupun
prediabetes menurut PERKENI 2015.........................................................................................................................28
Gambar 6 Gambar 6 Prosedur secara detail cara pelaksanaan tes toleransi glukosa oral menurut PERKENI 2015.28
Gambar 7 Gambar 7 Kadar glukosa darah sewaktu (GD2PP) dan kadar glukosa darah puasa sebagai indikator
diagnosis diabetes melitus menurut PERKENI 2015.................................................................................................29
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Diabetes Melitus mengacu pada kelainan metabolisme yang diindikasikan oleh kondisi

hiperglikemia yang disebabkan oleh sekresi insulin yang rusak ataupun kerja insulin yang rusak,

keadaan gula darah tinggi ini bisa menghasilkan gejala sering buang air kecil, haus, dan rasa lapar

yang meningkat (Goldenberg, R,& Punthakee, Z. 2013). Diabetes Melitus harus menjadi salah

satu perhatian di semua kalangan masyarakat sebab bisa menjadi permasalahan karena

berhubungan dengan tidak terkontrolnya gula darah sangat membahayakan organ lain di dalam

tubuh, beberapa studi menunjukan komplikasi yang diakibatkan tidak terkontrolnya gula darah

yaitu Retinopati, Neuropati, Nefropati biasa dikenal dengan komplikasi kronik mikrovaskuler

(World Health Organization and International Diabetes Federation, 2006) meningkatkan risiko

ketoasidosis diabetikum dan koma hiperglikemia atau komplikasi akut.

Pada tahun 2017, Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang mengeluarkan data mengenai

penyakit tidak menular yang didominasi oleh diabetes melitus di urutan kedua dengan angka

15,61 % atau sekitar 29.207 ribu yang tersebar di puskesmas, rumah sakit, ataupun DPM/klinik.

Data yang diterbitkan oleh RISKESDAS pada tahun 2007 menunjukan prevalensi nasional

penderita diabetes melitus di Indonesia kalangan usia 15 tahun keatas sebesar 5.7% berdasarkan

data dari IDF 2014, saat ini diperkirakan kurang lebih 9,1 juta orang penduduk didiagnosis

sebagai penyandang diabetes melitus. Dengan kondisi tersebut menempatkan Indonesia berada di

peringkat ke-5 dunia, yang sebelumnya dibandingkan dengan data IDF 2013 Indonesia menempati

meringkat ke 7 di dunia dengan 7.6 juta orang menyandang DM. (Zulfy et al., 2015a) Diabetes

melitus merupakan penyakit yang membahayakan negara, kita harus memberikan prioritas untuk

penanganan penyakit seperti DM sebelum kerusakan yang lebih besar terjadi. Transisi

epidemiologi di Indonesia mengakibatkan terjadinya perubahan pola penyakit, yang dimana

penyakit kronis degeneratif sudah mengalami peningkatan yang signifikan. Penyakit degeneratif

adalah penyakit tidak menular yang berlangsung cukup lama hingga disebut kronis seperti
penyakit cardiovascular,
diabetes,dan lainnya. Saat ini diabetes melitus menempati peringkat ke-4 sebagai epidemi dunia

yang menyebabkan kematian, Menurut perkiraan WHO menunjukan terdapat 171 juta orang di

seluruh dunia penderita diabetes melitus di tahun 2000 dan diprediksi akan terjadi peningkatan

hingga 366 juta pada tahun 2030 (World Health Organization and International Diabetes

Federation, 2006). Oleh karena itu diabetes melitus harus menjadi perhatian khususnya dalam hal

penatalaksanaan pengobatan. Tujuan penanganan secara umum adalah untuk meningkatkan

kualitas hidup penyandang diabetes melitus dan juga mencegah komplikasi. Pada penyandang

diabetes melitus agar bisa mencapai tujuan penatalaksanaan maka harus dilakukan kontrol gula

darah, profil lipid, tekanan darah, dan berat badan melalui pengelolaan pasien secara holistik

(Zulfy et al., 2015a).

Keberhasilan penatalaksanaan diabetes melitus meliputi banyak faktor yaitu keakuratan dalam

dosis obat, ketepatan dalam pemilihan jenis obat, dan yang terpenting yakni kepatuhan melakukan

pengobatan. Tingkat kepatuhan pengobatan merupakan hal yang penting pada terapi jangka

panjang untuk penyakit kronik seperti diabetes melitus. Ketidakpatuhan penderita pada

pengobatan diabetes melitus akan menghalangi pengontrolan kadar gula darah sehingga

berpengaruh pada hasil terapi, berdampak negatif pada kualitas hidup pasien dan juga

memperberat kondisi yang dialami. Penyebab ketidakpatuhan melibatkan banyak faktor meliputi

dosis obat, biaya obat, usia, hingga rendahnya dukungan sosial, dan permasalahan kognitif

(Aronson,2007). Oleh sebab itu ketidakpatuhan pasien dalam pengobatan diabetes melitus perlu

diidentifikasi seawal mungkin supaya diberikan intervensi untuk meningkatkan kepatuhan minum

obat dan juga meningkatkan keberhasilan terapi pengontrolan kadar gula darah. (Alfian, 2015)

‫ا „ء د‬Xَ‫ ّ ِم د‬,‫ ْن وب ا ٌء‬Xَ‫ا‬: ‫ع بدهلال ِ ِ ُر ب ْم َقب َل ِن ُك َع ْه َجبب َو َس َه ِه ِ ٍ˝ َص َهى هلال َعهَ َو‬
ِ
ٍ ‫ا ِن‬Xَ‫َفإذ‬
‫َ أ‬Xّ‫َا َوا َصب َة اند‬Xّ‫ ب َرأ بإ ُء اند‬,‫ َء‬Xْ‫هلال َع َّ َزو َج َّم ِذ‬

Artinya: “ dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah bersabda, setiap penyakit pasti memiliki

obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya, maka dia akan sembuh dengan izin Allah.

(HR. Muslim)”
Makna dari hadits tersebut bahwa tuhan menciptakan penyakit begitu pula obatnya, kadang

ada orang yang belum berhasil mendapatkan obat atau kesehatanya. Oleh karena itu dibutuhkan

kesabaran dan usaha untuk berobat sesuai dengan penyakitnya, hadits diatas sekaligus

mengajarkan kita harus selalu meningkatkan kepatuhan kita dalam berobat meskipun kadang kita

belum mendapatkan hasilnya.

Penelitian tentang hubungan tingkat kepatuhan pengobatan oral antidiabetik pada pasien

diabetes melitus tipe 2 terhadap nilai rerata kadar gula darah sangat penting dilakukan untuk

meningkatkan perhatian penderita diabetes dalam menjaga kepatuhan dan juga mendorong

peneliti untuk mencari tahu dan mengembangkan lebih lanjut tentang tingkat kepatuhan dan aspek

yang berpengaruh dalam tingkat kepatuhan pengobatan.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan di atas, maka rumusan masalah yang timbul pada

penelitian ini yaitu: Bagaimana hubungan tingkat kepatuhan pengobatan oral antidiabetik pasien

diabetes melitus tipe 2 terhadap nilai rerata kadar gula darah di FKTP Medi Medika ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini untuk menganalisis hubungan tingkat kepatuhan pengobatan oral

antidiabetik pasien diabetes melitus tipe 2 terhadap nilai rerata kadar gula darah di FKTP Medi

Medika

Tujuan Khusus
1. Mengetahui tingkat kepatuhan pasien dalam pengobatan oral antidiabetik diabetes mellitus

tipe 2

2. Mengetahui hubungan tingkat kepatuhan pengobatan oral antidiabetik pasien diabetes melitus

tipe 2 dengan nilai rerata kadar gula darah

3. Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pengobatan oral antidiabetik

pasien diabetes melitus tipe 2


D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan ilmu dan tambahan informasi bagi penyandang diabetes

mengenai pentingnya mematuhi penatalaksanaan diabetes melitus yang baik dan benar dan

meningkatkan pengetahuan terkait penyakit diabetes melitus

Manfaat Praktis

1. Bagi peneliti
Manfaat penelitian bagi peneliti antara lain menjadikan pembelajaran dan dapat meningkatkan

pengalaman kepada penyandang diabetes melitus mengenai kepatuhan pengobatan, faktor yang

berpengaruh terhadap kepatuhan obat, pengalaman, sikap dalam edukasi tentang kepatuhan

pengobatan, dan pentingnya kadar glukosa darah yang terkontrol

2. Bagi Pasien
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dan memperbaiki sikap pasien dalam

kepatuhan pengobatan diabetes melitus, meningkatkan pengetahuan pasien terkait pengobatan

diabetes melitus, dan komplikasi diabetes melitus akibat ketidakpatuhan dalam pengobatan

diabetes melitus.

3. Bagi Klinik

Manfaat penelitian ini bagi klinik diharapkan dapat meningkatkan lagi edukasi terhadap pasien

mengenai pengobatan diabetes bukan hanya oral antidiabetik melainkan terapi diet, olahraga, dan

juga insulin.
E. KEASLIAN PENELITIAN

No Judul & Peneliti Variabel Desain penelitian Hasil Persamaan &


Perbedaan
1 Faktor Pasien dari 6 Metode Terdapat Persamaan:Me
faktor yang Berhubungan praktik dokter penelitian hubungan tode penelitian
dengan Kepatuhan keluarga di deskriptif analitik signifikan antara menggunakan
Berobat Pasien Tomohon dengan pendidikan pendekatan
Diabetes Melitus pada pendekatan cross pasien dengan cross sectional
Praktek Dokter Keluarga sectional kepatuhan
di Kota Tomohon. (Vera berobat pasien Perbedaan:
Tombokan) diabetes melitus
perbedaan
tempat
penelitian

2 Gambaran Kepatuhan Pasien Penelitian Gambaran Persamaan:Me


Manajemen Diabetes penyandang kuantitatif kepatuhan ningkatkan
Melitus Tipe 2 di diabetes dengan metode manajemen tingkat
Puskesmas Ngoresan melitus tipe 2 penelitian diabetes melitus
Jebres.(Oktavia Putri Nur di puskesmas deskriptif tipe 2 kepatuhan
Cahyati,2019) Jebres eksploratif, didapatkan terhadap
dengan bahwa pengobatan
pendekatan cross responden diabetes
sectional dominan patuh melitus
pada kategori sebagai salah
pengobatan dan satu upaya
aktivitas fisik untuk
dibandingkan mengontrol
dengan kadar gula
pengetahuan dan darah
terapi gizi
Perbedaan :
pengukuran
yang
digunakan
untuk
mengetahui
tingkat
kepatuhan
pengobatan
pasien
3 Dukungan Keluarga Pasien Penelitian Responden yang Persamaan:Metode
Dengan Kepatuhan Terapi penyandang menggunakan mendapatkan penelitian menggunakan
Insulin Pasien Diabetes diabetes desain deskriptif dukungan pendekatan cross
Melitus Tipe 2(Gabriella melitus yang korelasi dengan keluarga yang sectional
Mahamit, Mario Katuk, diperiksa di pendekatan cross baik dan patuh
Hamel Rivelino, 2018) Klinik Kimia sectional. terhadap terapi Perbedaan: faktor yang
Farma Pengambilan insulin. menjadi alat ukur
Husada sampel terhadap kepatuhan
Manado menggunakan Peneliti juga pengobatan diabetes dan
dengan metode menunjukan instrumen pengambilan
Ataupun Purposive bahwa terdapat data yang berbeda.
Menggun- sampling hubungan yang
Kan terapi signifikan
Insulin. antara dukungan
Dengan total keluarga pasien
102 dengan terapi
Responden. insulin pasien
diabetes melitus
tipe 2

Tabel 1. Tabel Keaslian Penelitian


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

1. Diabetes Melitus Tipe 2


a) Definisi

Diabetes melitus tipe 2 adalah permasalahan metabolik yang mempunyai ciri khas

dengan tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh akibat penurunan fungsi sel beta

pancreas untuk mensekresi insulin ataupun gangguan fungsi insulin (resistensi insulin).

Faktor risiko dari diabetes melitus tipe 2 terdiri dari umur, faktor genetik, obesitas,

dyslipidemia, alcohol, dan rokok. Pengobatan dilakukan dengan menggunakan obat

hipoglikemik oral, insulin, dan juga modifikasi gaya hidup untuk mengurangi kejadian

komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler diabetes mellitus tipe 2. (Fatimah, 2015).

Diabetes melitus tipe 2 atau yang biasanya dikenal dengan istilah diabetes non-insulin-

dependent, ataupun diabetes onset waktu dewasa, meliputi individu dengan keadaan

resistensi insulin dan biasanya mempunyai keturunan yang memiliki kondisi yang sama,

penderita diabetes tipe 2 ini tidak membutuhkan terapi insulin untuk bertahan hidup.

Individu dengan tipe diabetes ini biasanya memiliki obesitas, dan obesitas itu sendiri

yang membuat beberapa derajat resistensi insulin. Pasien yang mempunyai obesitas

memiliki tingkat persentase lemak tubuh cukup tinggi yang tersebar di daerah perut.

Bentuk diabetes Tipe 2 sering tidak terdiagnosis selama bertahun-tahun karena

hiperglikemia yang berkembang secara perlahan dan tidak jarang pada tahap awal

mayoritas tidak cukup parah bagi pasien untuk mengenali gejala diabetes (American

Diabetes Association, 2010).


b) Faktor Risiko

Terjadinya peningkatan penderita diabetes melitus tipe 2 terkait dengan beberapa faktor

risiko yang tidak dapat dimodifikasi serta faktor risiko yang dapat dimodifikasi.

Beberapa faktor risiko yang merupakan faktor risiko yang tidak dapat diubah yakni

keturunan keluarga dengan diabetes melitus, usia >45 tahun, riwayat pernah melahirkan

bayi dengan berat badan bayi >4000 gram, dan ketika sedang hamil pernah mengalami

diabetes melitus gestasional. Sedangkan faktor yang termasuk kategori yang bisa diubah

meliputi obesitas dilihat dari lingkar perut >80 cm pada wanita dan >90cm pada laki-

laki, kurangnya aktivitas fisik, pola makan yang tidak baik dan teratur, hipertensi, dan

dyslipidemia(Riddle, 2020). Ada juga faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes

terlepas dari faktor yang dapat dimodifikasi atau tidak, yaitu pasien dengan sindrom

ovarium polikistik (PCOS), pasien dengan riwayat gangguan toleransi glukosa (TGT),

atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT), dan juga memiliki penyakit

kardiovaskular. seperti PJK atau Peripheral Arterial Disease (PAD), jenis kelamin,

kebiasaan minum kopi dan kafein, serta kebiasaan buruk seperti merokok dan

mengonsumsi alkohol (Fatimah, 2015).


c) Klasifikasi

Klasifikasi diabetes melitus menurut (American Diabetes Association, 2018) ada 4 yaitu :

a. Diabetes Melitus Type 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus

Diabetes melitus type 1 ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas yang

disebabkan oleh autoimunitas. Pada DM tipe ini sekresi insulin sedikit atau bahkan

tidak ada, hal ini dapat dilihat dari perhitungan kadar protein c-peptida yang sedikit

atau tidak terdeteksi. Manifestasi klinis yang umum dari diabetes tipe 1 adalah

ketoasidosis.

b. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-Dependent Diabetes Melitus/NIDDM

Penderita DM tipe ini mengalami keadaan hiperinsulinemia, suatu keadaan dimana

terjadi kelebihan insulin tetapi tidak dapat membawa glukosa ke dalamnya karena

insensitivitas insulin yang membuat kemampuan insulin melemah untuk merangsang

pengambilan oksigen oleh jaringan perifer dan juga menghambat produksi glukosa

oleh hati. Karena keadaan insensitivitas insulin akan mengakibatkan defisiensi

insulin, hal ini secara perlahan akan mengakibatkan sensitivitas reseptor terhadap

glukosa menjadi lemah.

c. Diabetes Melitus Type Gestasional

Penderita DM kategori ini terjadi di masa kehamilan, dimana terjadi kenaikan kadar

glukosa yang terjadi pada wanita hamil, umumnya pada trimester kedua dan ketiga

atau usia kandungan 24 minggu, dan akan kembali normal setelah melahirkan.

Diabetes gestasional berhubungan dengan komplikasi perinatal.


d. Diabetes Melitus Type lain

Gangguan metabolik tipe ini terjadi kenaikan kadar glukosa akibat permasalahan

genetik terutama pada fungsi sel beta, penyakit ensokrin pankreas, endokrinopati,

defek genetik kerja insulin, sebab imunologi, dan kelainan genetik lain yang

berhubungan dengan diabetes melitus.

Gambar 1. Klasifikasi Diabetes Melitus menurut PERKENI 2015


d) Manifestasi Klinis

Gejala klinis penderita diabetes melitus dibedakan menjadi gejala kronik dan akut.

Gejala klinis akut berdasarkan Trias DM meliputi polifagi (meningkatnya hasrat

makan), polidipsi (banyak minum karena meningkatnya tingkat kehausan), Polyuria

(urinasi yang sering khususnya di malam hari), nafsu makan yang bertambah tapi tidak

selaras dengan berat badan melainkan menjadi turun dengan cepat ( sekitar 5-10kg

dalam waktu 2-4 minggu), dan juga kadang merasa lebih mudah lelah(Fatimah, 2015).

Saat kadar glukosa dalam tubuh kita meningkat sampai melewati ambang batas yang ada

di ginjal maka glukosa harus dikeluarkan untuk menstabilkan kadar glukosa, untuk

mengeluarkan kadar glukosa yang berlebih dibutuhkan banyak air (H2O) dengan

banyaknya kadar H2O penderita akan sering buang air kecil dan tubuh kehilangan cairan

(dehidrasi) yang menyebabkan rasa haus yang timbul dan menjadi banyak minum

(polidipsi), Defisiensi insulin pada diabetes melitus menyebabkan meningkatnya

katabolisme protein serta lemak yang membuat hasrat makan meningkat (polifagi)

(Esmond, H.A and Antari, N. K .N, 2017). Gejala klinis kronik untuk diabetes melitus

meliputi panas yang dirasakan di daerah kulit seperti tertusuk, kesemutan, pandangan

mulai terlihat buram, penurunan hasrat seksual mulai bahkan pria kadang mengalami

impoten, periode masa kehamilan ibu banyak didapatkan kasus keguguran atau bayi lahir

memiliki berat yang lebih dari 4kg (Fatimah, 2015).


e) Patofisiologi

Mekanisme diabetes melitus tipe 2 ini mengalami ketidakpekaan insulin disebabkan oleh

resistensi insulin, penurunan produksi insulin juga berperan meskipun lebih dominan

ketidakpekaan fungsi insulin yang akhirnya kegagalan sel beta pancreas. Ketidakpekaan

insulin membuat transportasi glukosa tidak terdistribusi sempurna ke dalam sel hati, sel

lemak, dan sel otot. Keadaan hiperglikemia juga mempunyai peran dalam keterlibatan

fungsi sel alfa yang terganggu dan dikenali menjadi salah satu kesalahan fisiologi dalam

diabetes melitus tipe 2(Olokoba et al., 2012).

Resistensi insulin merupakan keadaan yang umum bagi orang dengan berat badan

overweight, keadaan ini membuat insulin tidak bekerja semaksimal mungkin memaksa

pancreas mengkompensasi untuk menghasilkan lebih banyak insulin. Ketika insulin tidak

cukup kuat untuk mengkompensasi peningkatan resistensi insulin,nilai kadar gula darah

meningkat yang mengakibatkan keadaan hiperglikemia kronis. Hiperglikemia kronis pada

diabetes mellitus 2 akan merusak fungsi sel beta yang di sisi lain akan memperburuk

keadaan resistensi insulin dan juga juga memperburuk diabetes mellitus 2 (Decroli Eva,

2019).

Keadaan normal sebelum diagnosis diabetes melitus tipe 2 sel beta pankreas bisa

menghasilkan kadar insulin yang cukup untuk mengkompensasi peningkatan resistensi

insulin. namun ketika terjadi kerusakan sel beta pancreas atau ketika terdiagnosis diabetes

melitus tipe 2 sel pancreas tidak lagi menghasilkan insulin yang cukup. Keadaan disfungsi

sel beta pancreas ini terjadi karena kelainan genetik dan pengaruh lingkungan. Jumlah sel

beta pankreas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kelangsungan hidup sel beta itu dan

proses regenerasi. Pada keadaan diabetes melitus tipe 2, keadaan hiperglikemia akan

mempengaruhi sel beta pankreas untuk menghasilkan reactive oxygen species (ROS).

Peningkatan jumlah ROS dalam tubuh akan menyebabkan kerusakan sel beta

pancreas(Decroli Eva, 2019).


f) Komplikasi

Komplikasi diabetes secara umum dikategorikan berdasarkan komplikasi kronik dan

komplikasi akut. Komplikasi akut disebabkan karena intoleransi glukosa dalam waktu

yang singkat contoh komplikasi akut meliputi:

a. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kondisi gula darah dalam tubuh kita menurun secara signifikan

bisa sampai 50-60 mg/Dl disertai dengan penderita mengalami rasa lemas, pandangan

mata terganggu,dan kadang tingkat kesadaran menurun

b. Ketoasidosis Diabetes

Situasi disaat tubuh kita membentuk asam keton yang berlebih sehingga menyebabkan

tubuh dalam keadaan asidosis metabolik

c. Sindrom Non-Ketotik Hiperosmolar Hiperglikemia (SNHH)

Keadaan dimana kadar glukosa darah dalam tubuh meningkat secara signifikan dengan

jumlah yang tinggi yang menyebabkan penderita mengalami dehidrasi hipertonik.

Komplikasi yang tergolong kronik biasanya terjadi pada penderita yang sudah

menyandang diabetes melitus dalam jangka waktu yang sangat panjang kisaran 10-15

tahun. Komplikasi kronik meliputi:

a. Komplikasi Neuropatik: komplikasi yang sudah mempengaruhi saraf motorik maupun

otonom yang membuat beberapa masalah yang terkait saraf, ulkus kaki dan impotensi

adalah salah satu contoh dari komplikasi ini.

b. Komplikasi Mikrovaskuler: Komplikasi ini biasanya mengenai ginjal atau

disebut nefropati dan juga mata atau retinopati.

c. Komplikasi Makrovaskuler: Komplikasi ini menyerang pembuluh darah besar

seperti sirkulasi koroner, pembuluh darah di otak, dan perifer.


g) Penatalaksanaan

Pengobatan diabetes melitus diawali dengan penerapan pola hidup teratur meliputi pola

nutrisi dan kegiatan fisik, bersama dengan terapi farmakologis obat anti hiperglikemik

oral ataupun suntik insulin, obat anti hiperglikemik oral bisa diberikan dosis obat

tunggal ataupun bersamaan tergantung tingkat keparahan keadaan diabetes melitus. Pada

keadaan tertentu yang cukup membahayakan seperti ketoasidosis,penurunan berat badan

dalam waktu yang singkat, atau adanya proteinuria sebaiknya lansung dipindah ke

pelayanan kesehatan lebih lengkap. Pengetahuan mandiri mengenai gejala hipoglikemia

dan penatalaksanaan diberikan kepada penderita, secara garis besar penatalaksanaan

diabetes melitus dibagi menjadi 2 kategori farmakologis dan non-farmakologis.

a. Terapi Farmakologi

Mekanisme golongan ini bekerja memacu pengeluaran insulin yaitu Sulfonilurea,

golongan ini memiliki fungsi untuk meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pancreas,

tetapi harus tetap berhati-hati ketika mengkonsumsi obat harus sesuai dosis dikarenakan

peningkatan berat badan termasuk salah satu efek samping obat ini khususnya pada

orang tua yang memiliki gangguan fungsi ginjal dan hati. Obat golongan Glinid juga

mempunyai cara kerja yang sama, contoh obat yaitu Repaglinide (derivate asam

benzoate) dan Nateglinide (derivate fenilalanin). Obat golongan ini bekerja secara

lansung melalui pemberian oral dan dikeluarkan oleh hati, sehingga sangat bagus untuk

mengatasi hiperglikemia postprandial namun bisa juga menyebabkan hipoglikemia.

Metformin, salah satu jenis obat dengan cara kerja meningkatkan sensitivitas insulin

sehingga meningkatkan kepekaan uptake glukosa didalam jaringan perifer. Pada

umumnya Metformin merupakan first line bagi penyandang diabetes melitus tipe 2,

meskipun pilihan utama obat ini tetap mempunyai efek samping seperti gangguan

saluran pencernaan seperti dyspepsia. Selain Metformin obat golongan Tiazolidindion

juga mempunyai cara kerja yang sama yakni menurunkan insensitivitas insulin dan
juga
meningkatkan jumlah protein tertentu untuk mengangkut glukosa, alhasil terjadi

peningkatan pengambilan glukosa di jaringan perifer, dikarenakan obat golongan ini

adalah sejalan dengan Peroxisome Proliferator Activated Gamma (PPAR-gamma), yaitu

reseptor inti berada di sel hati,otot, juga lemak(Zulfy et al., 2015b).

Penghambat absorpsi glukosa adalah salah satu cara kerja obat oral anti

hiperglikemia, obat inhibitor Alfa Glukosidase bekerja dengan memperlambat

penyerapan glukosa di dalam sistem pencernaan yakni usus halus, sehingga kadar

glukosa darah setelah makan akan menurun. Akan tetapi harus sangat diwaspadai ketika

mengkonsumsi obat golongan ini seperti pada keadaan irritable bowel syndrome, efek

samping obat ini adalah bloating (timbunan gas dalam usus) yang sering menyebabkan

flatus. Acarbose adalah salah satu golongan obat yang bekerja dengan cara menghambat

absorpsi glukosa pada sistem pencernaan

Obat golongan antagonis DPP-IV bekerja dengan cara menghambat enzim DPP-IV

yang membuat GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam jumlah tinggi, GLP-1

sendiri mempunya fungsi untuk meningkatkan produksi insulin dan menghambat

produksi glukagon, Linagliptin dan Sitagliptin adalah salah satu obat golongan

penghambat DPP- IV.

Obat golongan antagonis SGLT-2 obat oral anti hiperglikemia terbaru yang cara

kerjanya menginhibisi reabsorpsi glukosa di tubulus distal ginjal dengan menghambat

reseptor atau transporter gula darah SGLT-2(Sari, 2017).


Gambar 2 . obat oral yang tersedia di Indonesia menurut PERKENI 2015

Obat antihiperglikemia suntik bisa digunakan dalam kondisi tertentu seperti kadar

HbA1C diatas 9%, penurunan berat badan yang signifikan, ada gangguan fungsi ginjal

ataupun hati yang membahayakan penderita untuk mengkonsumsi obat, dan hal-hal

khusus lainnya. Insulin berdasarkan waktu lama kerjanya terbagi menjadi insulin kerja

cepat,kerja sedang,kerja panjang,dan sangat panjang(Zulfy et al., 2015b).


Gambar 3 Farmakologi insulin berdasarkan waktu kerja menurut PERKENI 2015

b. Terapi Non-Farmakologi

Terapi non-farmakologi meliputi edukasi, edukasi adalah salah satu pencegahan dan

pengelolaan diabetes melitus secara holistic. Materi edukasi yang diberikan secara garis

besar meliputi edukasi awal dan juga edukasi lanjutan.

Edukasi awal umumnya dilakukan di pelayanan kesehatan tingkat awal meliputi hal

hal umum seperti pengetahuan tentang perjalanan penyakit, penyulit diabetes melitus,

komplikasi dari diabetes melitus, pencegahan secara farmakologis ataupun non

farmakologis serta target dari penatalaksanaan diabetes melitus,pemantauan glukosa

darah dan cara memahami nilai gula darah, dan salah satu yang terpenting adalah

pentingnya perawatan kaki.


Sedangkan edukasi lanjut biasanya diberikan di pelayanan kesehatan tingkat sekunder

/ tersier,edukasi meliputi promotif dan preventif komplikasi, pengobatan dm selama

menderita penyakit lainya, kondisi khusus (hamil, puasa, dan sakit), dan tentunya

pemeliharaan kaki. karena perawatan dan pemeliharaan luka kaki pada penyandang

diabetes sangat penting dan berbeda tidak seperti pada umumnya.

Gambar 4 Gambar 4 Elemen edukasi perawatan kaki berdasarkan


PERKENI 2015

Terapi nutrisi medis pada penderita juga sangat penting diedukasi khususnya jadwal

makan yang benar, jenis, kandungan, dan total kalori terutama pada pasien yang

menggunakan insulin.

Penyandang diabetes melitus juga harus diberikan pengetahuan tentang olahraga,

pasien diabetes melitus harus berolahraga secara rutin minimal 3 sampai 5 hari kisaran

waktu dalam seminggu 30 sampai 45 menit, dengan total per-minggu sekitar 150 menit.

Jenis olahraga yang dianjurkan untuk penyandang diabetes melitus olahraga aerobik

dengan intensitas medium yaitu 50% sampai 70%, seperti jalan, sepeda electric, ataupun

jogging(Sari, 2017).
2. Kadar Glukosa Darah

a) Definisi

Kadar glukosa darah merupakan total kandungan gula darah dalam plasma. Glukosa

sendiri adalah salah satu hasil katabolisme karbohidrat yang mempunyai fungsi utama

sebagai sumber energi tubuh yang dibakar pertama kali dan di control oleh insulin.

Glukosa yang berlebih dalam tubuh kita akan secara sendirinya menjadi gula otot atau

dikenal dengan Glikogen yang berfungsi sebagai cadangan dan disimpan dalam

hati(Auliya et al., 2016). Ketika kadar glukosa darah meningkat pada saat puasa kadar

glukosa lebih dari 126 mg/dL ataupun kadar glukosa darah sewaktu ketika lebih dari 200

mg/dL(Kustaria, 2017).

b) Diagnosis

Penentuan diagnosis diabetes melitus dengan dasar pemeriksaan gula darah dalam

tubuh. Pemeriksaan direkomendasikan secara umum adalah bahan plasma darah vena,

sedangkan untuk check up berkala tidak harus menggunakan vena melainkan pembuluh

kapiler. Dari hasil pemeriksaan yang tidak termasuk golongan normal akan

dikelompokan kedalam golongan pre-diabetes yaitu : glukosa darah puasa terganggu

(GDPT) dan toleransi glukosa terganggu (TGT).

● Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): hasil pemeriksaan kadar glukosa ini

normal berada di angka 100-125 mg/dL, Untuk pemeriksaan TTGO glukosa

plasma puasa normal berkisar <100 mg/dL.

● Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): pemeriksaan glukosa ini biasa dilakukan 2

jam setelah makan atau biasa disebut GD 2 Jam PP (Gula Darah 2 Jam

Postprandial). Angka normal pemeriksaan GD 2 PP berkisar 140-199 mg/dL,

Untuk pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam PP tergolong normal di angka

<140 mg/dL
● Pemeriksaan HbA1c juga bisa menentukan diabetes melitus, HbA1c normal

berada di angka 5,7-6,4%

Gambar 5 Gambar 5 Kadar tes laboratorium pemeriksaan darah


untuk diagnosis diabetes melitus ataupun prediabetes menurut
PERKENI 2015

Tatacara pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) secara prosedural sebagai

berikut

Gambar 6 Prosedur secara detail cara pelaksanaan tes


toleransi glukosa oral menurut PERKENI 2015

Pada situasi dimana tidak bisa melakukan pemeriksaan secara TTGO, makan boleh

dilakukan pemeriksaan melalui pembuluh kapiler dengan ukuran kadar normal sesuai
nilai yang sudah ditetapkan. Tetapi diperhatikan perbedaan pemeriksaan glukosa darah

melalui kapiler dan pemeriksaan gula darah melalui vena.

Gambar 7 Kadar glukosa darah sewaktu (GD2PP) dan kadar glukosa darah puasa
sebagai indikator diagnosis diabetes melitus menurut PERKENI 2015

3. Kepatuhan Pengobatan

a) Definisi

Kepatuhan pengobatan merupakan sikap dan perilaku dari penderita dalam melakukan

pengobatan secara teratur dan baik dalam aspek jumlah dosis, frekuensi ataupun waktu

pengobatan. Begitu Pula menurut beberapa ahli seperti Saccket, bahwa kepatuhan

(adherence atau compliance) adalah istilah yang sama dengan mengacu pada terhadap

kemampuan pasien melakukan pengobatan dan tindakan yang sudah direkomendasikan

oleh dokter atau orang lain yang lebih professional(Pasek, 2013).Pendapat lain yang saling

bertolak belakang dikemukakan oleh Brown & Bussell (2011) yang menempatkan istilah

(compliance atau adherence) menjadi dua makna yang berbeda dimana adherence berarti

sikap pasien yang secara implisit menunjukan secara aktif ingin bekerja sama dalam

kegiatan pengobatan, namun compliance menunjukan sikap pasien yang pasif dalam

pengobatan maupun instruksi dokter(Nor Aulia, 2019).

Berlandaskan pendapat beberapa para ahli, kepatuhan pengobatan adalah tingkat aktif

maupun pasif partisipasi dari penderita dalam mengikuti rekomendasi terkait larangan dan

juga perintah yang harus dilakukan yang sudah disepakati.


b) Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pengobatan

Kepatuhan Pengobatan merupakan kegiatan jangka panjang yang memerlukan kerjasama

antara penderita dan juga tenaga kesehatan. Dengan begitu untuk mencapai tujuan

pengobatan diperlukan tingkat kepatuhan, hal ini bisa dicapai dengan cara mengetahui

lebih tentang faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan pasien. Menurut

(Pratama and Ariastuti, 2015) faktor faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan

pengobatan yaitu sebagai berikut :

a. Tingkat Pengetahuan Terhadap Kepatuhan Pengobatan

Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang mengindikasikan bahwa orang

tersebut telah mengerti, memahami, dan mengetahui tujuan dan kewajiban yang

mereka jalani dalam pengobatan. Dengan pengetahuan cukup yang dimiliki oleh

pasien tentang penyakit diabetes melitus tipe 2, kesadaran penderita akan terdorong

dengan pengobatan yang dijalaninya, pengetahuan yang didapatkan bisa diperoleh

dari berbagai sumber bukan hanya kegiatan formal melainkan seperti penyuluhan

ataupun penjelasan yang didapatkan secara langsung.

b. Komunikasi dan Motivasi Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan

Faktor penting lainya dalam menjaga kepatuhan pengobatan adalah adanya

komunikasi dan motivasi yang baik antara petugas kesehatan dengan pasien, karena

dari tenaga kesehatan sebagian besar informasi tentang penyakit dan pengobatan

diperoleh. Jika penderita diingatkan dengan dihubungi secara aktif, maka besar

kemungkinan kadar gula darah pasien dapat terkontrol, dan juga hal lain yang

berhubungan dengan kepatuhan seperti pemberian informasi yang tepat mengenai

obat baik jenis, dosis, dan efek samping akan membuat penderita lebih patuh

menjalani pengobatan.
c. Komunikasi dan Motivasi Keluarga Terhadap Kepatuhan

Motivasi keluarga merupakan tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggota

yang sakit. Keluarga salah satu komponen terpenting dalam kepatuhan pengobatan,

dikarenakan penderita akan merasa mendapat perhatian lebih dari orang lain atas

penyakit yang dideritanya sehingga akan mendorong pasien menjadi lebih patuh dan

menjalani pengobatan dan saran-saran yang diberikan oleh petugas kesehatan.

d. Pengaruh Jumlah Obat yang Dikonsumsi Terhadap Kepatuhan

Banyaknya obat yang dikonsumsi sering menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi kepatuhan minum obat terutama dalam pengobatan penyakit kronis.

Banyaknya jumlah obat yang diminum semakin besar juga kemungkinan pasien

untuk tidak patuh dengan pengobatan yang diberikan. Maka dari itu penggunaan

lebih dari satu obat oral anti hiperglikemia diberikan ketika kadar gula darah sudah

terbilang sangat tinggi dalam jangka waktu yang cukup lama atau dalam beberapa

kali pengecekan kadar gula darah, Hal ini mengindikasikan semakin sulitnya control

kadar gula darah pada penderita akan berdampak pada semakin banyaknya obat yang

akan dikonsumsi. Di sisi lain tidak menutup kemungkinan juga banyak penderita

yang hanya mengkonsumsi satu obat oral antihiperglikemia dan sering lupa untuk

mengkonsumsi obat, meskipun ada beberapa peneliti yang mengatakan bahwa

jumlah obat kadang tidak signifikan dalam mempengaruhi tingkat kepatuhan, tetapi

khususnya pada pasien dengan resiko komplikasi diabetes melitus Tipe 2 biasanya

akan mendapatkan perhatian lebih dari petugas kesehatan untuk memastikan agar

penderita patuh minum obat.

e. Lamanya Penderita Mengalami Diabetes Melitus Tipe 2

Semakin lama penderita mengidap diabetes melitus Tipe 2 maka prevalensi tidak

patuh terhadap pengobatan akan semakin tinggi. Penderita kemungkinan akan

merasa jenuh sehingga pengobatan yang diterapkan menjadi tidak sesuai aturan.
f. Usia

Faktor ini disebabkan semakin berusia seseorang akan mengalami kemunduran dari

fungsi fisik secara progresif. Alasan lupa menjadi penyebab tidak patuhnya

terhadap pengobatan pada usia tua. Menurut penelitian usia 55< akan lebih patuh

terhadap pengobatan dibanding usia >55.


c) Alat Ukur Kepatuhan Pengobatan

Alat ukur kepatuhan pengobatan diabetes melitus dalam bentuk kuesioner menurut

(Kumalasari and Ambar Yunita Nugraheni, 2017)

a. Quesioner DMSQ (Diabetes Self Management Questionnaire)

Kuesioner DMSQ ini untuk mengukur tingkat self care yang memuat 16 pertanyaan

dengan subdomain yakni: glucose management dapat dilihat di nomor 1;4;6;10;12,

untuk dietary control dapat ditemukan di nomor 2;5;9;13, physical activity terdapat

di nomor 8;11;15, health care use pada nomor 3;7;14, dan yang terakhir tentang

melihat self care secara menyeluruh dapat ditemukan di nomor terakhir 16.

Interpretasi kuesioner DMSQ terbagi menjadi empat pilihan jawaban yang berskala

Likert meliputi: “tidak pernah dilakukan” (skor 0), “jarang dilakukan” (skor 1),

“kadang dilakukan” (skor 2), dan “selalu dilakukan” (skor 3). Perhitungan hasil

kuesioner dibagi menjadi tiga kategori self care “baik” skor 32-48, “cukup” skor 16-

31, dan skor “buruk” di angka 0-15.

Tabel 2. Tabel Subdomain DMSQ


b. Quesioner MMAS-8 (Modified Morisky Adherence Scale-8)

Untuk kuesioner MMAS-8 secara umum digunakan untuk mengukur tingkat

kepatuhan pengobatan penderita diabetes melitus tipe 2, dengan kuesioner “ya” atau

“tidak” ada sedikit perbedaan jawaban dimana dari pertanyaan nomor 1 sampai

dengan nomor 7 memiliki jawaban “ya” dengan skor 0 atau “tidak” dengan skor 1,

sedangkan di nomor 8 memiliki jawaban “tidak pernah” mempunyai skor 1,

“sesekali” dengan skor 0.75, “kadang-kadang” memiliki skor 0.5, “biasanya”

memiliki skor 0.25, dan “selalu” dengan skor 0. Perhitungan hasil tingkat kepatuhan

pengobatan berdasarkan kategori “tinggi” dengan total skor 8, untuk kategori

“sedang” dengan nilai 6-8<, dan kategori “rendah” memiliki nilai 6<. Kuesioner ini

sudah tervalidasi oleh penelitian-penelitian sebelumnya dan terbukti merupakan alat

ukur tingkat kepatuhan yang memiliki reliabilitas yang tinggi.

Tabel 3. Tabel Kuesioner MMAS-8 Tingkat Kepatuhan Pengobatan Diabetes Melitus


B. KERANGKA TEORI

Faktor faktor yang tidak bisa dirubah : Faktor-faktor yang bisa


Usia dirubah: Aktivitas
Jenis Kelamin Stress
Riwayat Genetik Berat badan

Glukosa Darah
Tidak Terkontrol Pasien Penderita Diabetes
( Pasien Tidak Melitus Tipe 2
Patuh Terhadap
Pengobatan)

Faktor Faktor Yang Penatalaksanaan:


Mempengaruhi Tingkat Farmakologi
Kepatuhan Pengobatan Non-Farmakologi

Kadar Glukosa Darah

Lama Penderita Mengalami


Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi :
Kurang Akut Glukosa Darah
Usia Edukasi Kronik Terkontrol
Neuropatik ( Pasien Patuh
Kronik Terhadap
Jumlah Obat Kurang Mikrovaskuler Pengobatan )
Yang Kronik
Motivasi
Diminum Makrovaskuler
Keluarga &
Terlalu
Banyak Tenaga
Medis

Gambar 8. Kerangka Teori


C. KERANGKA KONSEP

Tingkat Kepatuhan
PengobatanOral
Nilai Rerata Kadar Gula
Antidiabetik Pasien DM
Darah
Tipe 2

Pengaru Media
Massa,Pengaru
h
h Media Sosial

Gambar 9 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel Bebas

: Variabel Terikat

: Variabel Penganggu
D. HIPOTESIS

Terdapat hubungan antara tingkat kepatuhan pengobatan oral antidiabetik pasien diabetes melitus

tipe 2 terhadap nilai rerata kadar gula darah di FKTP Medi Medika.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif jenis observasional analitik, dengan metode

pendekatan cross sectional. Cross sectional adalah penelitian yang mempelajari suatu hubungan

faktor risiko dan efek, dengan menggunakan pendekatan melalui observasi atau dengan

pengumpulan data pada waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2002).

Rancangan jenis penelitian cross sectional ini hanya akan dilakukan sesuai dengan

waktu yang telah ditentukan oleh peneliti dengan tujuan melihat adanya hubungan antara variabel

terikat dan variabel bebas (Sugiyono, 2005).

B. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah pasien yang didiagnosis diabetes melitus tipe 2 di provinsi Banten

2. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien yang didiagnosis diabetes melitus tipe 2

FKTP Medi Medika, Kabupaten Tangerang

3. Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria

eksklusi. Penelitian ini mengambil sampel menggunakan consecutive sampling. Adapun besaran

sampel dihitung menggunakan rumus:

(𝑍 2
) 𝑃(1−𝑝)
n= 1−𝛼
2
𝑑2

Keterangan:

n= jumlah sampel minimum


Z1-a/2= nilai distribusi normal baku pada a tertentu yaitu tingkat kepercayaan (95%) =1,962

P= proporsi populasi yang diharapkan berdasarkan studi sebelumnya yaitu 16%

d= kesalahan absolut atau presisi yang dapat ditolerir, pada penelitian ini dipakai d= 0,1

(𝑍 2
) 𝑃(1−𝑝)
n= 1−𝛼
2
𝑑2

2𝑥 0,16(0,84)
=1,96 = 51 sampel minimum
(0,1)2
C. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI
Terdapat dua macam kriteria dalam pemilihan responden yaitu kriteria inklusi dan kriteria

eksklusi:

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria anggota populasi yang harus terpenuhi setiap masing

masing anggota populasi yang akan dijadikan responden (Notoadmojo,2010). Kriteria

inklusi penelitian ini adalah:

a. Pasien yang didiagnosis diabetes melitus dengan rentang usia 40-75 tahun

b. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini

c. Minimal sudah pernah melakukan pengecekan kadar gula darah di FKTP Medi

Medika sebanyak 2 kali

2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah kriteria anggota populasi yang tidak bisa dijadikan sebagai

sampel penelitian (Notoadmojo,2010). Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

a. Pasien yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap

b. Pasien yang mempunyai kesulitan berkomunikasi menggunakan bahasa

Indonesia

c. Pasien memiliki komplikasi diabetes melitus


D. LOKASI dan WAKTU PENELITIAN

1. Lokasi

Penelitian dilakukan di FKTP Medi Medika,beralamatkan Jl. Raya Kresek, Pasir, Kec. Kresek,

Kabupaten Tangerang, Banten

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian merupakan waktu selama penelitian berlangsung

a. Pengerjaan Proposal : September – Desember 2020

b. Pengumpulan Data : Maret 2021 – Juli 2021

c. Pengolahan Data : Agustus 2021

E. VARIABEL PENELITIAN

1. Variabel bebas untuk penelitian ini adalah tingkat kepatuhan pengobatan oral antidiabetik

pasien diabetes melitus tipe 2

2. Variabel terikat untuk penelitian ini adalah nilai rerata kadar gula darah.

3. Variabel pengganggu untuk penelitian ini adalah pengaruh media massa dan pengaruh media

sosial.

F. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional akan berguna untuk menjelaskan secara detail tentang variabel yang

sebelumnya hanya bersifat abstrak sehingga bersifat spesifik, tidak multitafsir, dan dapat membantu

pembentukan instrumen penelitian karena dapat terukur.

1. Tingkat Kepatuhan Pengobatan Oral Antidiabetik Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Variabel bebas pada penelitian ini yaitu tingkat kepatuhan pengobatan oral antidiabetik pasien

dm tipe 2 adalah tingkat kepatuhan responden dalam melakukan penatalaksanaan dm yang telah

diperintahkan oleh dokter terkait jumlah obat yang harus diminum, waktu minum obat, dan hal

lainya terkait pengobatan oral antidiabetik. Tingkat kepatuhan ini akan diukur menggunakan

kuesioner yang sudah berstandar yaitu kuesioner MMAS-8.


2. Nilai Rata-Rata Kadar Glukosa Darah

Variabel terikat pada penelitian ini yaitu nilai rerata kadar glukosa darah yang akan dilihat

datanya melalui rekam medis dan akan dikategorikan menjadi dua hasil apakah glukosa darah

terkontrol ataupun tidak, sehingga dapat ditemukan apakah ada korelasi antara variabel bebas

dan terikat.

3. Pengaruh Media Massa dan sosial

Variabel pengganggu pada penelitian ini adalah pengaruh media massa dan sosial.Informasi

yang bisa didapatkan dari media massa seperti tv radio dan juga media sosial mengenai diabetes

ditakutkan mempengaruhi nilai tingkat kepatuhan pengobatan terutama banyaknya sumber yang

belum tentu terpercaya dapat mempengaruhi pandangan penderita mengenai kepatuhan

pengobatan.

G. INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen yang digunakan untuk adalah catatan yang ditulis oleh peneliti berdasarkan data

sekunder dari rekam medis dan kuesioner MMAS-8. Kuesioner MMAS-8 ini adalah instrumen

pengumpulan informasi ataupun data yang sudah tersusun dalam bentuk pertanyaan, beberapa

pertanyaan dari kuesioner bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan pengobatan oral

antidiabetik pasien dm. Kuesioner juga digunakan sebagai instrumen dan juga teknik pengumpulan

data dalam bentuk sederet pertanyaan dalam wujud yang konkrit. Kuesioner dalam penelitian ini

sudah dibuat para peneliti terdahulu serta telah melewati uji validitas terlebih dahulu. Pengambilan

data nilai rerata kadar gula darah berdasarkan data rekam medis.
H. TAHAP PENELITIAN

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan akan dikerjakan sebelum dilakukannya penelitian. Tahap persiapan ini meliputi

dengan penentuan lokasi penelitian berdasarkan data kejadian diabetes melitus di FKTP Medi

Medika kabupaten Tangerang sebagai tempat penelitian serta akan mengkoordinasikan ke FKTP

sebagai tempat penelitian untuk menyampaikan maksud dan tujuan sebagai bentuk persetujuan

dan kerjasama dari FKTP yang bersangkutan. Kemudian dipersiapkan kuesioner penelitian

sebagai instrumen penting dari terlaksananya penelitian dan sebagai alat untuk pengumpulan

data, penyusunan proposal penelitian, informed consent penelitian, pengurusan perijinan

penelitian kepada FKTP Medi Medika kemudian akan mengurus etik penelitian kepada Komite

Etik FKIK UMY.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tahap pelaksanaan penelitian akan dilakukan pemilihan pasien dm dengan izin kepala klinik

FKTP Medi Medika, selanjutnya mengambil data mengenai tingkat kepatuhan pengobatan oral

antidiabetik dengan memberikan kuesioner kepada pasien yang berada di lokasi penelitian dan

menjelaskan bagaimana cara pengisian kuesioner calon responden. Lalu dilakukan pengambilan

data nilai rerata kadar glukosa darah pasien melalui rekam medis kepada pasien yang telah

bersedia berpartisipasi dalam penelitian dan sudah mengisi kuesioner.

3. Tahap Penyelesaian

Data yang telah terkumpul akan dipilah berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Kemudian

dilakukan tabulasi data menggunakan program SPSS untuk hasil dan kesimpulan dari penelitian

ini.
I. CARA PENGUMPULAN DATA

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik yang menggunakan instrumen rekam

medis dan juga kuesioner MMAS-8 yang diisi secara langsung dengan memberikan kuesioner

kepada pasien di lokasi penelitian. Pengambilan data dilakukan dengan cara berikut :

1. Diberikan kuesioner secara langsung untuk pasien di lokasi penelitian untuk

menilai tingkat kepatuhan pengobatan oral antidiabetik pasien diabetes melitus tipe 2

2. Menjelaskan tata cara pengisian kuesioner kepada responden mengenai isi dan makna

pertanyaan di dalam kuesioner

3. Melakukan pengambilan data sekunder melalui rekam medis untuk mengetahui

adakah korelasi antara variabel bebas dan terikat.

J. UJI VALIDITAS dan RELIABILITAS

Validitas merupakan ketepatan(appropriateness),makna(meaningful),dan manfaat

(usefulness) dari hasil yang didapatkan dari interpretasi skor tes(Kusaeri,2012). Validitas sendiri

dibedakan menjadi validitas isi,konstruk, dan empiris atau kriteria. Suatu instrumen pengambilan

data dapat dikatakan valid jika digunakan sesuai tujuan dan pengambilan keputusan tertentu, dan

tidak valid untuk tujuan ataupun pengambilan keputusan dalam hal yang lain(Matondang,2009).

Disisi lain reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau penilaian meskipun diamati

berulang kali dalam waktu yang berlainan(Nursalam,2003). Instrumen penelitian dapat

diandalkan apabila hasilnya konsisten dan menghasilkan skor yang kurang lebih sama pada

setiap subjek(Kline,2015).

Penelitian ini, menggunakan instrumen kuesionernya adalah MMAS-8 yaitu kuesioner

yang digunakan untuk menilai tingkat kepatuhan pengobatan oral antidiabetik pasien diabetes

melitus. Kuesioner ini sudah teruji validitasnya didukung oleh cukup banyaknya penelitian dan

studi sebelumnya yang menggunakan kuesioner serupa dan telah melewati tes validasi. Begitu

pula dengan tingkat reliabilitasnya di studi-studi sebelumnya sudah digunakan beberapa metode

seperti
Alpha Cronbach di angka 0,759 yang mengindikasikan bahwa kuesioner MMAS-8 yang

digunakan pada penelitian ini sudah reliabel.

K. ANALISIS DATA

1. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah teknik analisis data yang dilakukan terhadap masing-masing variabel

dianalisis secara mandiri. Analisis univariat bisa ditentukan dengan nilai frekuensi dan tendensi

sentral(mean, modus, median) dari data yang sudah terkumpul. Pada penelitian ini tidak perlu

dilakukan uji kenormalan untuk mengetahui apakah data yang terkumpul terdistribusi normal atau

tidak, dikarenakan penelitian ini variabel terikat pada penelitian ini yakni nilai rerata kadar gula

darah merupakan data nominal.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan dengan tujuan mengetahui dan menjelaskan korelasi antara variabel

bebas dan variabel terikat. Pada penelitian ini berupa korelasi antara tingkat kepatuhan pengobatan

oral antidiabetik pasien diabetes melitus tipe 2 dan nilai rerata kadar gula darah. Pada penelitian

ini, hasil data yang sudah dikumpulkan akan dianalisis menggunakan software komputer. Proses

analisis data akan dilakukan menggunakan uji Chi Square karena salah satu variabel termasuk data

nominal sehingga termasuk pengujian non parametrik.


L. ETIK PENELITIAN

Etik penelitian sebagai berikut :

1. Penelitian ini telah memperoleh ethical clearance approval dari komisi etik Fakultas Kesehatan Ilmu

Kedokteran UMY dengan nomor 092/EC-KEPK FKIK UMY/III/2021

2. Meminta ketersediaan atau informed consent kepada responden sebelum mulai pengambilan data

3.Seluruh Informasi dan data yang diperoleh pada penelitian ini terjamin kerahasiaanya dan hanya digunakan

untuk kepentingan penelitian ini


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di FKTP atau klinik,yaitu di FKTP Medi Medika yang

bertempatkan di Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang,Provinsi Banten. FKTP Medi Medika

ini beralamatkan di jl raya kresek.Peneliti melakukan penelitian terhadap 60 responden yang sudah

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penilitian ini dimulai pada bulan Maret 2021.

Alasan peneliti memilih FKTP Medi Medika sebagai tempat penilitian dikarenakan

lokasi FKTP cukup terjangkau oleh peneliti, memadai secara fasilitas untuk melakukan penilitan

secara offline terkait dengan kondisi pandemi seperti saat ini dan juga FKTP Medi Medika salah

satu FKTP yang cukup besar di daerah kabupaten Tangerang.

2. Deskripsi Karakteristik Demografi Responden

Penelitian dilaksanakan di FKTP Medi Medika dengan responden sebanyak 60 orang.

Subjek sudah memenuhi kriteria inklusi dan juga eksklusi yang sudah ditetapkan.

Karakteristik demografi responden yang diamati pada penilitian ini adalah berdasarkan

usia,jenis kelamin,jumlah obat yang dikonsumsi,dan lama menderita.

No Umur Frekuensi Presentase

1 45-55 Tahun 16 26%

2 56-65 Tahun 21 36%

3 >65 Tahun 23 38%

Tabel 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia


Berdasarkan tabel menunjukan bahwa responden paling banyak adalah pada rentang

usia >65 tahun,yaitu sebanyak 23 orang(38%), rentang usia 56-65 tahun di urutan kedua terbanyak

yaitu 21 orang(36%), dan yang paling rendah di rentang usia 45-55 tahun sebanyak 16 orang(26%)

No Jenis Kelamin Frekuensi Presentase

1 Laki-Laki 29 48%

2 Perempuan 31 52%

Tabel 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan Tabel menunjukan jenis kelamin yang paling banyak menjadi responden

yaitu perempuan dibanding laki-laki dengan jumlah 31 orang (52%) berbanding 29 orang (48%)

Sesuai dengan penelitian bahwa wanita memiliki kadar LDL (Low Density Lipid) atau trigliserida

kolesterol jahat jauh lebih tinggi daripada pria,yang dimana merupakan salah satu faktor risiko

diabetes (Tigauw et al., n.d.)

No Jumlah Obat Frekuensi Presentase

1 1 21 35%

2 2 18 30%

3 3 21 35%

Tabel 6 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Obat yang Dikonsumsi


Berdasarkan tabel mengenai jumlah obat yang dikonsumsi oleh responden, responden

yang mengkonsumsi 1 obat monoterapi yaitu sebanyak 21 orang (35%), kombinasi 2 obat sebanyak

18 orang (30%), dan kombinasi 3 obat sebanyak 21 orang (35%)

No Lama Menderita Frekuensi Presentase

1 5< Tahun 25 42%

2 6-10 Tahun 18 30%

3 >10 Tahun 17 28%

Tabel 7 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menderita Diabetes Melitus

Berdasarkan hasil penelitian responden berdasarkan lama menderita diabetes melitus

yang terbanyak adalah kategori 5< tahun menderita yaitu sebanyak 25 orang (42%), kategori 6-10

tahun terbanyak urutan kedua sebanyak 18 orang (30%) dan yang paling sedikit kategori >10 tahun

yaitu 17 orang (28%)


3. Hubungan antara Tingkat Kepatuhan Pengobatan Oral Anti Diabetes Melitus terhadap Nilai Rerata
Kadar Gula Darah
Ke patuha n * Terkontrol/Tidak Crossta bula tion

Terkontrol/Tidak
Tidak
Terkontrol Terkontrol Total
Kepatuhan Rendah Count 12 6 18
% within Kepatuhan 66,7% 33,3% 100,0%
% within Terkontrol/Tidak 48,0% 17,1% 30,0%
% of Total 20,0% 10,0% 30,0%
Sedang Count 7 12 19
% within Kepatuhan 36,8% 63,2% 100,0%
% within Terkontrol/Tidak 28,0% 34,3% 31,7%
% of Total 11,7% 20,0% 31,7%
Tinggi Count 6 17 23
% within Kepatuhan 26,1% 73,9% 100,0%
% within Terkontrol/Tidak 24,0% 48,6% 38,3%
% of Total 10,0% 28,3% 38,3%
Total Count 25 35 60
% within Kepatuhan 41,7% 58,3% 100,0%
% within Terkontrol/Tidak 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 41,7% 58,3% 100,0%

Chi-Squa re Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability
Pearson Chi-Square 7,107a 2 ,029 ,026
Likelihood Ratio 7,178 2 ,028 ,029
Fis her's Exact Test 6,896 ,029
Linear-by-Linear b
6,514 1 ,011 ,011 ,008 ,005
Association
N of Valid Cases 60
a.
0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,50.
b.
The standardized statistic is 2,552.

Terkontrol/Tidak
Kepatuhan Tidak Terkontrol Terkontrol P
N % N %
Rendah 12 66,7 6 33,3 0,029
Sedang 7 36,8 12 63,2
Tinggi 6 26,1 17 73,9

*Uji hubungan menggunakan Chi Square karena salah satu variabel merupakan data nominal.

Dalam uji ini tidak diperlukan uji normalitas. Uji korelasi menggunakan Chi Square bila

menunjukan nilai p<0,05 berarti menunjukan adanya hubungan antara kedua variabel dan apabila

p>0,05 mengindikasikan tidak adanya hubungan antara kedua variabel.


Berdasarkan tabel hasil analisis Chi Square didapatkan nilai p<0,05 yaitu sebesar 0,029 hal ini

mengindikasikan bahwa antara kedua variabel yakni tingkat kepatuhan pengobatan oral anti

diabetes melitus dan nilai rerata kadar gula darah terdapat sebuah hubungan

B. PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan tujuan untuk

menganalisis dan mengetahui hubungan tingkat kepatuhan pengobatan oral anti diabetes melitus

terhadap nilai rerata kadar gula darah. Didapatkan hasil analisis terhadap tingkat kepatuhan

pengobatan dan nilai rerata kadar gula darah yang dapat di uraikan sebagai berikut :

1. Tingkat Kepatuhan

Kepatuhan merupakan perilaku individu (contohnya : mematuhi diet,melakukan perubahan gaya

hidup, atau konsumsi obat) sesuai dengan anjuran terapi dan kesehatan yang sudah ditetapkan.Tingkat

kepatuhan juga dapat dimulai dari tindak mengindahkan setiap aspek anjuran hingga mematuhi

rencana,Menurut Kozier(2010). Sedangkan menurut Sacket(2000) mengartikan bahwa kepatuhan

adalah sejumlah aktivitas pasien yang sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan oleh profesional

kesehatan. Tingkat kepatuhan pengobatan pasien dapat diukur menggunakan lembar kuesioner yang

bersangkutan seputar kepatuhan pengobatan

Tingkat kepatuhan responden pada penelitian ini diukur dengan memberikan selembaran

kuesioner MMAS-8 (Modified Morisky Adherence Scale-8) yang terdiri dari 8 pertanyaan dengan

interpretasi akhir kepatuhan tinggi,kepatuhan sedang,dan kepatuhan rendah adapun hasil penilaian

kuesioner yang dilakukan secara keseluruhan terhadap responden yang sudah sesuai dengan kriteria

inklusi dan eksklusi dengan kategori kepatuhan tinggi sebanyak 23 responden (38%), kategori

kepatuhan sedang berjumlah 19 responden (32%), dan kategori kepatuhan rendah sebanyak 18

responden (30%). Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa mayoritas dari responden yang melakukan

medical checkup di FKTP Medi Medika Kabupaten tangerang memiliki tingkat kepatuhan yang cukup

tinggi terhadap pengobatan oral anti diabetes.


Walaupun mayoritas memiliki tingkat kepatuhan tinggi, angka kategori tingkat kepatuhan rendah

juga cukup besar dimana hal ini dapat terjadi dikarenakan faktor faktor yang dapat mempengaruhi

tingkat kepatuhan seperti usia,lama menderita diabetes melitus, dan juga jumlah obat yang dikonsumi

oleh penderita. Begitu pula pengaruh media massa dan sosial yang dianggap sebagai variabel-variabel

penganggu, sehingga responden memiliki pandangan yang berbeda mengenai pentingnya tingkat

kepatuhan pengobatan.

Tingkat kepatuhan rendah juga seringkali ditemukan pada penderita penyakit kronik yang sudah

berlansung lama seperti diabetes melitus,dikarenakan oleh ketidaknyamanan gejala yang timbul dari

penyakit kronik (Jimmy & Jose, 2011) Bagaimanapun juga pemberian edukasi untuk memahami

pentingnya pengobatan dan manfaatnya sangat penting karena dengan memahami akar penyebab

ketidakpatuhan pengobatan dengan pendekatan tertentu dapat meningkatkan dampak kesehatan jangka

panjang(Neiman, 2017)

2. Nilai Rerata Kadar Gula Darah

Menurut American Diabetes Assosiation (ADA) menyatakan bahwa untuk menegakkan kadar gula

darah terkontrol dapat diukur melalui gula darah puasa yakni GDP<=126 ataupun gula darah sewaktu

GDS <=200.Begitu pula menurut PERKENI (2011) mendefinisikan kriteria diabetes melitus adalah

bila kadar glukosa darah 2 jam post prandial(GD2PP) >200mgdL.Sehingga dalam melakukan

penelitian ini juga sudah dipertimbangkan responden yang bersedia melakukan penelitian sudah

terdiagnosa diabetes melitus positif.

Pengukuran nilai rerata kadar gula darah dilakukan dengan melihat data rekam medis yang akan

dilihat 2 kali kunjungan kebelakang hasil pemeriksaan kadar gula darah, dengan interpretasi GDS<200

sebagai nilai rerata kadar gula darah terkontrol dan tidak terkontrol dengan GDS>200. Hasil analisa

data rekam medis didapatkan 35 responden (58%) memiliki nilai rerata kadar gula darah terkontrol

dalam 2 kali kunjungan terakhir dan 25 responden (42%) yang termasuk kategori nilai rerata kadar

gula darah tidak terkontrol dalam 2 kali kunjungan terakhir. Oleh karena itu bisa disimpulkan
mayoritas pada
penelitian ini responden berada di kategori nilai rerata kadar gula darah terkontrol, begitupula

mayoritas responden pada penelitian ini memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi.

Sesuai dengan tabel analisa diatas yang mengindikasikan hubungan antara kedua variabel dimana

semakin tinggi tingkat kepatuhan, semakin baik nilai rerata kadar gula darah. Dipahami bahwa tingkat

kepatuhan obat yang rendah ataupun sedang dapat meningkatkan kadar gula darah menjadi tidak

normal, sedangkan yang memiliki kepatuhan meminum obat yang tinggi akan mampu menjaga kadar

gula darah dalam keadaan terkontrol (Sutriningsih & Bulu, 2019)

Hal ini juga selaras oleh penelitian menurut (Pascal et al., 2012) bahwa kontrol gluksa darah akan

secara signifikan lebih tinggi diantara pasien yang patuh terhadap pengobatan anti diabetes

dibandingkan dengan penderita yang tidak patuh. Meskipun terdapat beberapa responden yang

memiliki tingkat kepatuhan tinggi namun nilai rerata gula darah tidak terkontrol begitu pula

sebaliknya, menurut (CDC, 2021) terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi terkontrolnya

gula darah selain pengobatan seperti bentuk aktivitas,tingkat stress, dan pola makan. Oleh karena itu

pengobatan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi terkontrol nilai gula darah.

C. KEKURANGAN PENELITIAN

Setelah penelitian dilakukan peneliti mengalami beberapa kekurangan dan juga kesulitan,antara lain :

1. Dikarenakan masa pandemi Covid-19, pemberian edukasi setelah pengisian kuesioner tidak banyak

dilakukan khususnya dalam segi waktu yang terbatas demi keamanan dan kenyamanan responden

begitu pula peneliti.

2. Waktu penelitian yang singkat.

3. Sulit untuk mencari referensi yang berkaitan dengan beberapa aspek dalam penelitian ini.

4. Peneliti tidak melakukan dokumentasi dalam tahap pengisian kuesioner


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat diambil kesimbulan sebagai berikut :

1. Tingkat kepatuhan pengobatan oral anti diabetes melitus di FKTP Medi Medika di dominasi oleh

kategori kepatuhan tinggi (38%)

2. Terdapat hubungan antara tingkat kepatuhan pengobatan oral antidiabetes melitus terhadap nilai

rerata kadar gula darah di FKTP Medi Medika dengan nilai p=0,029

3. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien dalam melakukan

pengobatan diabetes melitus yaitu usia,lama menderita,jumlah obat yang dikonsumsi, dan jenis

kelamin.

B. SARAN

Setelah peneliti menyelesaikan penelitian dan didapatkan beberapa kekurangan yang dapat

ditingkatkan dalam penelitian berikutnya, peneliti mengajukan beberapa saran antara lain :

1. Bagi Intitusi FKTP Medi Medika, peneliti menyarankan untuk mengadakan penyuluhan yang

dilakukan oleh tenaga medis atau petugas kesehatan mengenai pentingnya kepatuhan pengobatan

obat hipoglikemik oral (OHO) dalam pengobatan diabetes melitus serta mencegah komplikasi.

2. Bagi subjek penelitian, penderita diharapkan untuk meningkatkan sikap,kekhawatiran,dan

pengetahuan mengenai pentingnya pengobatan diabetes melitus. Penderita disarankan juga berperan

aktif dalam mencari informasi mengenai diabetes melitus melalui berbagai sumber yang terpercaya.

3. Bagi peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan untuk melakukan penelitian yang berlokasi di

fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). Hal ini dikarenakan dari hasil penelitian ini, penderita

yang biasanya berkunjung ke FKTP tidak mendapatkan edukasi mengenai pentingnya pengobatan

diabetes melitus. Peneliti juga menyarankan untuk memperbaiki dan menyempurnakan konsep dan
metode yang telah dilakukan oleh peneliti, hal ini sangat penting untuk memberikan dampak lebih

terhadap responden seperti edukasi dan motivasi untuk melakukan pengobatan mengingat penderita

diabetes memiliki resiko komplikasi yang cukup berbahaya, khususnya pasien yang sudah lama

menderita diabetes melitus.


DAFTAR PUSTAKA

Alfian, R., 2015. Korelasi Antara Kepatuhan Minum Obat dengan Kadar Gula Darah pada Pasien
Diabetes Melitus Rawat Jalan di RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin 2, 9.
American Diabetes Association, 2018. Professional Practice Committee: Standards of Medical Care
in Diabetes—2018. Diabetes Care 41, S3–S3. https://doi.org/10.2337/dc18-Sppc01
American Diabetes Association, 2010. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes
Care 33, S62–S69. https://doi.org/10.2337/dc10-S062
Auliya, P., Oenzil, F., Rofinda, Z.D.D., 2016. Gambaran Kadar Gula Darah pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas yang Memiliki Berat Badan Berlebih dan Obesitas. J.
Kesehat. Andalas 5. https://doi.org/10.25077/jka.v5i3.571
Decroli Eva, 2019. Buku Diabetes Melitus (Lengkap).pdf. Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Esmond, H.A, Antari, N. K .N, 2017. DIABETES MELITUS TIPE 2.
Fatimah, R.N., 2015. DIABETES MELITUS TIPE 2 4, 9.
Kumalasari, U., Ambar Yunita Nugraheni, M.S., 2017. Hubungan Tingkat Self Care Dan Kepatuhan
Terhadap Outcome Terapi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta Februari-Maret 2017 (s1). Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kustaria, D.G., 2017. PENGARUH PROLANIS TERHADAP GULA DARAH SEWAKTU PADA
PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS BANJARDAWA KABUPATEN
PEMALANG (undergraduate). Universitas Muhammadiyah Semarang.
Nor Aulia, 15320366, 2019. EFEKTIVITAS TERAPI AL-FATIHAH REFLEKTIF INTUITIF
TERHADAP PENINGKATAN KEPATUHAN MINUM OBAT ARV PADA IBU RUMAH
TANGGA DENGAN HIV POSITIF.
Olokoba, A.B., Obateru, O.A., Olokoba, L.B., 2012. Type 2 Diabetes Mellitus: A Review of Current
Trends. Oman Med. J. 27, 269–273. https://doi.org/10.5001/omj.2012.68

Pasek, M.S., 2013. Hubungan Persepsi Dan Tingkat Pengetahuan Penderita Tuberkulosis Dengan
Kepatuhan Pengobatan (Di Wilayah Kerja Puskesmas Buleleng I) (Thesis). UNS (Sebelas
Maret University).
Pratama, G.W., Ariastuti, N.L.P., 2015. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEPATUHAN PENGOBATAN HIPERTENSI PADA LANSIA BINAAN PUSKESMAS
KLUNGKUNG 1. E-J. Med. Udayana.
Riddle, Matthew.C., 2020. Standards_of_Care_2020.pdf 43.
Sari, Y.K., 2017. PENGALAMAN PENCEGAHAN DAN PENANGANAN HIPOGLIKEMIA
PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI KELURAHAN SENDANG MULYO KOTA
SEMARANG.
CDC. (2021, April 28). Manage Blood Sugar. Centers for Disease Control and
Prevention. https://www.cdc.gov/diabetes/managing/manage-blood-sugar.html
Jimmy, B., & Jose, J. (2011). Patient Medication Adherence: Measures in Daily Practice.
Oman Medical Journal, 26(3), 155–159. https://doi.org/10.5001/omj.2011.38
Neiman, A. B. (2017). CDC Grand Rounds: Improving Medication Adherence for Chronic Disease
Management — Innovations and Opportunities. MMWR. Morbidity and Mortality Weekly
Report, 66. https://doi.org/10.15585/mmwr.mm6645a2
Pascal, I. G., Ofoedu, J. N., Uchenna, N. P., Nkwa, A. A., & Uchamma, G.-U. E. (2012). Blood
Glucose Control and Medication Adherence Among Adult Type 2 Diabetic Nigerians
Attending A Primary Care Clinic in Under-resourced Environment of Eastern Nigeria.
North American Journal of Medical Sciences, 4(7), 310–315. https://doi.org/10.4103/1947-
2714.98590
Sutriningsih, A., & Bulu, A. (2019). HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEPATUHAN
PENGOBATAN MINUM OBAT DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN
DIABETES MELITUS TIPE II.
Https://Publikasi.Unitri.Ac.Id/Index.Php/Fikes/Article/View/1501/1068, 4.
https://docs.google.com/viewerng/viewer?url=https://publikasi.unitri.ac.id/index.php/fikes/arti
cle/viewFile/1501/1068
Tigauw, J. H., Kapantow, N. H., & Sondakh, R. C. (n.d.). HUBUNGAN ANTARA JENIS
KELAMIN DENGAN KADAR ADIPONEKTIN PADA PENDERITA DIABETES MELITUS
TIPE 2 DI KOTA MANADO. 7.

World Health Organization, International Diabetes Federation, 2006. Definition and diagnosis of
diabetes mellitus and intermediate hyperglycaemia: report of a WHO/IDF consultation.

Zulfy, H., Novida, H., Pramono, B., 2015a. 4.-Konsensus-Pengelolaan-dan-Pencegahan-Diabetes-


melitus-tipe-2-di-Indonesia-PERKENI-2015.pdf. PB PERKENI.
Zulfy, H., Novida, H., Pramono, B., 2015b. 4.-Konsensus-Pengelolaan-dan-Pencegahan-Diabetes-
melitus-tipe-2-di-Indonesia-PERKENI-2015.pdf. PB PERKENI.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Ethical Clearance
Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas
Lampiran 3. Lembar Informed Consent
Lembar Persetujuan Menjadi Responsi
Dengan Hormat,

Dengan menandatangani lembar ini, saya:

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Menyatakan bersedia untuk menjadi responden pada penelitian yang

akan dilakukan Asfaro Layali Ashgar, mahasiswa Program Studi Ilmu Kedokteran

Umum, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta yang berjudul “HUBUNGAN TINGKAT KEPATUHAN PENGOBATAN

ORAL ANTIDIABETIK PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN NILAI RERATA

KADAR GULA DARAH ”.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sejujur-jujurnya tanpa

paksaan dari pihak manapun.

Yogyakarta, Desember 2020

Responden
Lampiran 4. Instrumen Penelitian

KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN TINGKAT


KEPATUHAN PENGOBATAN ORAL ANTIDIABETIK PASIEN
DIABETES MELITUS TIPE 2
DENGAN NILAI RERATA KADAR GULA DARAH
di FKTP MEDI MEDIKA

Nomor Responden

Tanggal Penelitian

1. IDENTITAS RESPONDEN
A. Bacalah dengan teliti pertanyaan terlebih dahulu

B. Isilah secara singkat jawaban pertanyaan dibawah

ini No Responden

A. Data Responden

1. Nama =

2. Umur = tahun

3. Alamat =

4. Jenis kelamin laki-laki perempuan


=

5. Pendidikan = SD sarjana
SMP SMA

6. Pekerjaan = Wirausah IRT Karyawan Pensiunan


a

Buruh L ai -lain……................

7. Lama waktu menderita DM = tahun


8. Jenis obat yang dikonsumsi =

a. Glipizide

b. Metformin

c. Repaglinid

d. Ploglitazon

e. Acarbose

g. Vildagliptin

h……………..

9. Apakah sudah pernah mendapatkan edukasi minum obat ? ya

tidak

10. Apakah keluarga selalu mengingatkan untuk minum obat ? ya

tidak
2. TINGKAT KEPATUHAN PENGOBATAN

Kuesioner MMAS-8
Petunjuk : tandai (centang) pada kolom yang sesuai dengan jawaban

No Pertanyaan Ya Tidak
1. Apakah anda kadang-kadang lupa minum obat untuk
penyakit diabetes Anda ?

2. Orang kadang-kadang tidak sempat minum obat bukan karena


lupa. Selama 2 pekan terakhir ini, pernahkah Anda dengan sengaja
tidak meminum obat?

3. Pernakah anda mengurangi atau berhenti minum obat tanpa


memberitahu dokter Anda karena Anda merasa kondisi Anda
bertambah parah ketika meminum obat tersebut ?

4. Ketika anda pergi berpergian atau meninggalkan rumah,


apakah Anda kadang-kadang lupa membawa obat Anda ?

5. Apakah kemarin Anda minum obat ?

6. Ketika Anda merasa sehat, apakah Anda juga kadang berhenti


meminum obat ?

7. Minum obat setiap hari merupakan hal yang tidak menyenangkan


bagi sebagian orang. Apakah anda pernah merasa terganggu
dengan kewajiban anda terhadap pengobatan yang harus anda
jalani ?
8. Seberapa sering anda mengalami kesulitan minum semua obat anda ?
a. Tidak pernah/jarang
b. Beberapa kali
c. Kadang kala
d. Sering
e. Selalu
Tulis : Ya (bila memilih: b/c/d/e; Tidak (bila memilih:a)
Lampiran 5. Fasilitas FKTP Medi Medika yang mendukung berjalanya penelitian

1
2
Lampiran 6. Data Hasil Penelitian f

Lama
No Jenis Kelamin Jumlah Obat Menderita Usia Kepatuhan Terkontrol/Tidak Terkontrol
1 Perempuan 1 5< 45-55 Tinggi Terkontrol
2 Perempuan 1 >10 56-65 Tinggi Terkontrol
3 Perempuan 1 5< 45-55 Tinggi Terkontrol
4 Perempuan 1 5< >65 Tinggi Terkontrol
5 Perempuan 1 6- 10 tahun 56-65 Tinggi Terkontrol
6 Perempuan 1 5< 45-55 Tinggi Terkontrol
7 Perempuan 2 >10 >65 Tinggi Terkontrol
8 Perempuan 2 5< 56-65 Tinggi Terkontrol
9 Perempuan 2 6-10 tahun >65 Tinggi Terkontrol
10 Perempuan 2 5< >65 Tinggi Terkontrol
11 Perempuan 2 6-10 tahun 56-65 Tinggi Tidak Terkontrol
12 Perempuan 3 5< >65 Tinggi Tidak Terkontrol
13 Perempuan 3 6-10 tahun >65 Tinggi Tidak Terkontrol
14 Perempuan 3 5< >65 Tinggi Tidak Terkontrol
15 Perempuan 1 6-10 tahun 56-65 Sedang Terkontrol
16 Perempuan 1 5< 45-55 Sedang Terkontrol
17 Perempuan 1 >10 56-65 Sedang Terkontrol
18 Perempuan 1 5< >65 Sedang Terkontrol
19 Perempuan 2 5< 56-65 Sedang Terkontrol
20 Perempuan 2 6-10 tahun >65 Sedang Terkontrol
21 Perempuan 2 >10 >65 Sedang Terkontrol
22 Perempuan 3 5< >65 Sedang Tidak Terkontrol
23 Perempuan 3 5< 56-65 Sedang Tidak Terkontrol
24 Perempuan 3 >10 >65 Sedang Tidak Terkontrol
25 Perempuan 1 >10 45-55 Rendah Terkontrol
26 Perempuan 1 >10 45-55 Rendah Terkontrol
27 Perempuan 2 5< 45-55 Rendah Terkontrol
28 Perempuan 2 6-10 tahun 56-65 Rendah Tidak Terkontrol
29 Perempuan 3 >10 45-55 Rendah Tidak Terkontrol
30 Perempuan 3 6-10 tahun >65 Rendah Tidak Terkontrol
31 Perempuan 3 >10 56-65 Rendah Tidak Terkontrol
32 Laki-laki 1 5< 45-55 Tinggi Terkontrol
33 Laki-laki 1 >10 56-65 Tinggi Terkontrol
34 Laki-laki 1 5< 45-55 Tinggi Terkontrol
35 Laki-laki 1 5< >65 Tinggi Terkontrol
36 Laki-laki 2 >10 56-65 Tinggi Terkontrol
37 Laki-laki 2 5< 56-65 Tinggi Terkontrol
38 Laki-laki 2 6-10 tahun >65 Tinggi Terkontrol
39 Laki-laki 3 6-10 tahun >65 Tinggi Tidak Terkontrol
40 Laki-laki 3 5< >65 Tinggi Tidak Terkontrol
41 Laki-laki 1 5< >65 Sedang Terkontrol

3
42 Laki-laki 1 6-10 tahun 56-65 Sedang Terkontrol
43 Laki-laki 1 >10 56-65 Sedang Terkontrol
44 Laki-laki 2 5< 45-55 Sedang Terkontrol
45 Laki-laki 2 5< >65 Sedang Terkontrol
46 Laki-laki 2 6-10 tahun 56-65 Sedang Tidak Terkontrol
47 Laki-laki 3 5< 56-65 Sedang Tidak Terkontrol
48 Laki-laki 3 6-10 tahun >65 Sedang Tidak Terkontrol
49 Laki-laki 3 6-10 tahun >65 Sedang Tidak Terkontrol
50 Laki-laki 1 6-10 tahun 45-55 Rendah Terkontrol
51 Laki-laki 1 6-10 tahun 56-65 Rendah Terkontrol
52 Laki-laki 2 5< 45-55 Rendah Terkontrol
53 Laki-laki 2 6-10 tahun 45-55 Rendah Tidak Terkontrol
54 Laki-laki 3 5< >65 Rendah Tidak Terkontrol
55 Laki-laki 3 6-10 tahun 56-65 Rendah Tidak Terkontrol
56 Laki-laki 3 >10 45-55 Rendah Tidak Terkontrol
57 Laki-laki 3 >10 56-65 Rendah Tidak Terkontrol
58 Laki-laki 3 >10 45-55 Rendah Tidak Terkontrol
59 Laki-laki 3 >10 56-65 Rendah Tidak Terkontrol
60 Laki-laki 3 >10 >65 Rendah Tidak Terkontrol

4
Lampiran 7. Analisis Bivariat

Ke patuha n * Terkontrol/Tidak Crossta bula tion

Terkontrol/Tidak
Tidak
Terkontrol Terkontrol Total
Kepatuhan Rendah Count 12 6 18
% within Kepatuhan 66,7% 33,3% 100,0%
% within Terkontrol/Tidak 48,0% 17,1% 30,0%
% of Total 20,0% 10,0% 30,0%
Sedang Count 7 12 19
% within Kepatuhan 36,8% 63,2% 100,0%
% within Terkontrol/Tidak 28,0% 34,3% 31,7%
% of Total 11,7% 20,0% 31,7%
Tinggi Count 6 17 23
% within Kepatuhan 26,1% 73,9% 100,0%
% within Terkontrol/Tidak 24,0% 48,6% 38,3%
% of Total 10,0% 28,3% 38,3%
Total Count 25 35 60
% within Kepatuhan 41,7% 58,3% 100,0%
% within Terkontrol/Tidak 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 41,7% 58,3% 100,0%

Chi-Squa re Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability
Pearson Chi-Square 7,107a 2 ,029 ,026
Likelihood Ratio 7,178 2 ,028 ,029
Fis her's Exact Test 6,896 ,029
Linear-by-Linear b
6,514 1 ,011 ,011 ,008 ,005
Association
N of Valid Cases 60
a.
0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,50.
b.
The standardized statistic is 2,552.

Terkontrol/Tidak
Kepatuhan Tidak Terkontrol Terkontrol P
N % N %
Rendah 12 66,7 6 33,3 0,029
Sedang 7 36,8 12 63,2
Tinggi 6 26,1 17 73,9

Anda mungkin juga menyukai