Disusun oleh
20180310148
2020
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmad dan hidayah-Nya yang
sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “ Hubungan
Tingkat Kepatuhan Pengobatan Oral Antidiabetik Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Nilai
Penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam memperoleh derajat sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dalam penulisan proposal karya tulis ilmiah penulis pastinya
mengalami hambatan dan kesulitan. Namun berkat adanya bimbingan, dukungan, doa, dan nasihat dari
berbagai pihak sehingga penulis mampu menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah ini. Oleh karena
1. Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya sehingga penulis dapat
memberikan pengarahan dan bimbingan selama penyusunan karya tulis ilmiah ini.
3. Kedua orang tua saya, Ibu dr.Hj.Jamilah S dan Bapak dr.H Edi Muhaedi yang telah memberikan
4. Saudara Laki-Laki saya, Raedi Ardlo Luzman yang selalu mendukung dan memberikan masukan
5. Ketiga saudara perempuan saya, Yumita Azatin Amalia, Fityay Adzhani, dan Hilyati Ajrina Amalina
yang selalu memberikan doa dan kelancaran demi pembuatan KTI ini.
6. Chyntia Melinda Gunardi yang selalu memberikan doa, dukungan, dan semangat demi kelancaran
7. Teman-teman sekelompok Karya Tulis Ilmiah Erin, Zannuba, dan Devy yang telah memberikan
8. Semua pihak yang tidak dapat di sebutkan satu persatu. Semoga amal baik mereka mendapatkan
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah (KTI) ini masih banyak kekuranganya, sehingga
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan dan
peningkatan kualitas KTI ini. Akhir kata, penulis mengharapkan KTI ini dapat diterima dan penelitian
ini dapat berjalan dengan lancar serta KTI ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan ilmu
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Diabetes Melitus mengacu pada kelainan metabolisme yang diindikasikan oleh kondisi
hiperglikemia yang disebabkan oleh sekresi insulin yang rusak ataupun kerja insulin yang rusak,
keadaan gula darah tinggi ini bisa menghasilkan gejala sering buang air kecil, haus, dan rasa lapar
yang meningkat (Goldenberg, R,& Punthakee, Z. 2013). Diabetes Melitus harus menjadi salah
satu perhatian di semua kalangan masyarakat sebab bisa menjadi permasalahan karena
berhubungan dengan tidak terkontrolnya gula darah sangat membahayakan organ lain di dalam
tubuh, beberapa studi menunjukan komplikasi yang diakibatkan tidak terkontrolnya gula darah
yaitu Retinopati, Neuropati, Nefropati biasa dikenal dengan komplikasi kronik mikrovaskuler
(World Health Organization and International Diabetes Federation, 2006) meningkatkan risiko
Pada tahun 2017, Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang mengeluarkan data mengenai
penyakit tidak menular yang didominasi oleh diabetes melitus di urutan kedua dengan angka
15,61 % atau sekitar 29.207 ribu yang tersebar di puskesmas, rumah sakit, ataupun DPM/klinik.
Data yang diterbitkan oleh RISKESDAS pada tahun 2007 menunjukan prevalensi nasional
penderita diabetes melitus di Indonesia kalangan usia 15 tahun keatas sebesar 5.7% berdasarkan
data dari IDF 2014, saat ini diperkirakan kurang lebih 9,1 juta orang penduduk didiagnosis
sebagai penyandang diabetes melitus. Dengan kondisi tersebut menempatkan Indonesia berada di
peringkat ke-5 dunia, yang sebelumnya dibandingkan dengan data IDF 2013 Indonesia menempati
meringkat ke 7 di dunia dengan 7.6 juta orang menyandang DM. (Zulfy et al., 2015a) Diabetes
melitus merupakan penyakit yang membahayakan negara, kita harus memberikan prioritas untuk
penanganan penyakit seperti DM sebelum kerusakan yang lebih besar terjadi. Transisi
penyakit kronis degeneratif sudah mengalami peningkatan yang signifikan. Penyakit degeneratif
adalah penyakit tidak menular yang berlangsung cukup lama hingga disebut kronis seperti
penyakit cardiovascular,
diabetes,dan lainnya. Saat ini diabetes melitus menempati peringkat ke-4 sebagai epidemi dunia
yang menyebabkan kematian, Menurut perkiraan WHO menunjukan terdapat 171 juta orang di
seluruh dunia penderita diabetes melitus di tahun 2000 dan diprediksi akan terjadi peningkatan
hingga 366 juta pada tahun 2030 (World Health Organization and International Diabetes
Federation, 2006). Oleh karena itu diabetes melitus harus menjadi perhatian khususnya dalam hal
kualitas hidup penyandang diabetes melitus dan juga mencegah komplikasi. Pada penyandang
diabetes melitus agar bisa mencapai tujuan penatalaksanaan maka harus dilakukan kontrol gula
darah, profil lipid, tekanan darah, dan berat badan melalui pengelolaan pasien secara holistik
Keberhasilan penatalaksanaan diabetes melitus meliputi banyak faktor yaitu keakuratan dalam
dosis obat, ketepatan dalam pemilihan jenis obat, dan yang terpenting yakni kepatuhan melakukan
pengobatan. Tingkat kepatuhan pengobatan merupakan hal yang penting pada terapi jangka
panjang untuk penyakit kronik seperti diabetes melitus. Ketidakpatuhan penderita pada
pengobatan diabetes melitus akan menghalangi pengontrolan kadar gula darah sehingga
berpengaruh pada hasil terapi, berdampak negatif pada kualitas hidup pasien dan juga
memperberat kondisi yang dialami. Penyebab ketidakpatuhan melibatkan banyak faktor meliputi
dosis obat, biaya obat, usia, hingga rendahnya dukungan sosial, dan permasalahan kognitif
(Aronson,2007). Oleh sebab itu ketidakpatuhan pasien dalam pengobatan diabetes melitus perlu
diidentifikasi seawal mungkin supaya diberikan intervensi untuk meningkatkan kepatuhan minum
obat dan juga meningkatkan keberhasilan terapi pengontrolan kadar gula darah. (Alfian, 2015)
ا „ء دXَ ّ ِم د, ْن وب ا ٌءXَا: ع بدهلال ِ ِ ُر ب ْم َقب َل ِن ُك َع ْه َجبب َو َس َه ِه ِ ٍ˝ َص َهى هلال َعهَ َو
ِ
ٍ ا ِنXََفإذ
َ أXَّا َوا َصب َة اندXّ ب َرأ بإ ُء اند, َءXْهلال َع َّ َزو َج َّم ِذ
Artinya: “ dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah bersabda, setiap penyakit pasti memiliki
obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya, maka dia akan sembuh dengan izin Allah.
(HR. Muslim)”
Makna dari hadits tersebut bahwa tuhan menciptakan penyakit begitu pula obatnya, kadang
ada orang yang belum berhasil mendapatkan obat atau kesehatanya. Oleh karena itu dibutuhkan
kesabaran dan usaha untuk berobat sesuai dengan penyakitnya, hadits diatas sekaligus
mengajarkan kita harus selalu meningkatkan kepatuhan kita dalam berobat meskipun kadang kita
Penelitian tentang hubungan tingkat kepatuhan pengobatan oral antidiabetik pada pasien
diabetes melitus tipe 2 terhadap nilai rerata kadar gula darah sangat penting dilakukan untuk
meningkatkan perhatian penderita diabetes dalam menjaga kepatuhan dan juga mendorong
peneliti untuk mencari tahu dan mengembangkan lebih lanjut tentang tingkat kepatuhan dan aspek
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan di atas, maka rumusan masalah yang timbul pada
penelitian ini yaitu: Bagaimana hubungan tingkat kepatuhan pengobatan oral antidiabetik pasien
diabetes melitus tipe 2 terhadap nilai rerata kadar gula darah di FKTP Medi Medika ?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini untuk menganalisis hubungan tingkat kepatuhan pengobatan oral
antidiabetik pasien diabetes melitus tipe 2 terhadap nilai rerata kadar gula darah di FKTP Medi
Medika
Tujuan Khusus
1. Mengetahui tingkat kepatuhan pasien dalam pengobatan oral antidiabetik diabetes mellitus
tipe 2
2. Mengetahui hubungan tingkat kepatuhan pengobatan oral antidiabetik pasien diabetes melitus
3. Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pengobatan oral antidiabetik
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan ilmu dan tambahan informasi bagi penyandang diabetes
mengenai pentingnya mematuhi penatalaksanaan diabetes melitus yang baik dan benar dan
Manfaat Praktis
1. Bagi peneliti
Manfaat penelitian bagi peneliti antara lain menjadikan pembelajaran dan dapat meningkatkan
pengalaman kepada penyandang diabetes melitus mengenai kepatuhan pengobatan, faktor yang
berpengaruh terhadap kepatuhan obat, pengalaman, sikap dalam edukasi tentang kepatuhan
2. Bagi Pasien
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dan memperbaiki sikap pasien dalam
diabetes melitus, dan komplikasi diabetes melitus akibat ketidakpatuhan dalam pengobatan
diabetes melitus.
3. Bagi Klinik
Manfaat penelitian ini bagi klinik diharapkan dapat meningkatkan lagi edukasi terhadap pasien
mengenai pengobatan diabetes bukan hanya oral antidiabetik melainkan terapi diet, olahraga, dan
juga insulin.
E. KEASLIAN PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
Diabetes melitus tipe 2 adalah permasalahan metabolik yang mempunyai ciri khas
dengan tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh akibat penurunan fungsi sel beta
pancreas untuk mensekresi insulin ataupun gangguan fungsi insulin (resistensi insulin).
Faktor risiko dari diabetes melitus tipe 2 terdiri dari umur, faktor genetik, obesitas,
hipoglikemik oral, insulin, dan juga modifikasi gaya hidup untuk mengurangi kejadian
Diabetes melitus tipe 2 atau yang biasanya dikenal dengan istilah diabetes non-insulin-
dependent, ataupun diabetes onset waktu dewasa, meliputi individu dengan keadaan
resistensi insulin dan biasanya mempunyai keturunan yang memiliki kondisi yang sama,
penderita diabetes tipe 2 ini tidak membutuhkan terapi insulin untuk bertahan hidup.
Individu dengan tipe diabetes ini biasanya memiliki obesitas, dan obesitas itu sendiri
yang membuat beberapa derajat resistensi insulin. Pasien yang mempunyai obesitas
memiliki tingkat persentase lemak tubuh cukup tinggi yang tersebar di daerah perut.
hiperglikemia yang berkembang secara perlahan dan tidak jarang pada tahap awal
mayoritas tidak cukup parah bagi pasien untuk mengenali gejala diabetes (American
Terjadinya peningkatan penderita diabetes melitus tipe 2 terkait dengan beberapa faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi serta faktor risiko yang dapat dimodifikasi.
Beberapa faktor risiko yang merupakan faktor risiko yang tidak dapat diubah yakni
keturunan keluarga dengan diabetes melitus, usia >45 tahun, riwayat pernah melahirkan
bayi dengan berat badan bayi >4000 gram, dan ketika sedang hamil pernah mengalami
diabetes melitus gestasional. Sedangkan faktor yang termasuk kategori yang bisa diubah
meliputi obesitas dilihat dari lingkar perut >80 cm pada wanita dan >90cm pada laki-
laki, kurangnya aktivitas fisik, pola makan yang tidak baik dan teratur, hipertensi, dan
dyslipidemia(Riddle, 2020). Ada juga faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes
terlepas dari faktor yang dapat dimodifikasi atau tidak, yaitu pasien dengan sindrom
ovarium polikistik (PCOS), pasien dengan riwayat gangguan toleransi glukosa (TGT),
atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT), dan juga memiliki penyakit
kardiovaskular. seperti PJK atau Peripheral Arterial Disease (PAD), jenis kelamin,
kebiasaan minum kopi dan kafein, serta kebiasaan buruk seperti merokok dan
Klasifikasi diabetes melitus menurut (American Diabetes Association, 2018) ada 4 yaitu :
Diabetes melitus type 1 ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas yang
disebabkan oleh autoimunitas. Pada DM tipe ini sekresi insulin sedikit atau bahkan
tidak ada, hal ini dapat dilihat dari perhitungan kadar protein c-peptida yang sedikit
atau tidak terdeteksi. Manifestasi klinis yang umum dari diabetes tipe 1 adalah
ketoasidosis.
terjadi kelebihan insulin tetapi tidak dapat membawa glukosa ke dalamnya karena
pengambilan oksigen oleh jaringan perifer dan juga menghambat produksi glukosa
insulin, hal ini secara perlahan akan mengakibatkan sensitivitas reseptor terhadap
Penderita DM kategori ini terjadi di masa kehamilan, dimana terjadi kenaikan kadar
glukosa yang terjadi pada wanita hamil, umumnya pada trimester kedua dan ketiga
atau usia kandungan 24 minggu, dan akan kembali normal setelah melahirkan.
Gangguan metabolik tipe ini terjadi kenaikan kadar glukosa akibat permasalahan
genetik terutama pada fungsi sel beta, penyakit ensokrin pankreas, endokrinopati,
defek genetik kerja insulin, sebab imunologi, dan kelainan genetik lain yang
Gejala klinis penderita diabetes melitus dibedakan menjadi gejala kronik dan akut.
(urinasi yang sering khususnya di malam hari), nafsu makan yang bertambah tapi tidak
selaras dengan berat badan melainkan menjadi turun dengan cepat ( sekitar 5-10kg
dalam waktu 2-4 minggu), dan juga kadang merasa lebih mudah lelah(Fatimah, 2015).
Saat kadar glukosa dalam tubuh kita meningkat sampai melewati ambang batas yang ada
di ginjal maka glukosa harus dikeluarkan untuk menstabilkan kadar glukosa, untuk
mengeluarkan kadar glukosa yang berlebih dibutuhkan banyak air (H2O) dengan
banyaknya kadar H2O penderita akan sering buang air kecil dan tubuh kehilangan cairan
(dehidrasi) yang menyebabkan rasa haus yang timbul dan menjadi banyak minum
katabolisme protein serta lemak yang membuat hasrat makan meningkat (polifagi)
(Esmond, H.A and Antari, N. K .N, 2017). Gejala klinis kronik untuk diabetes melitus
meliputi panas yang dirasakan di daerah kulit seperti tertusuk, kesemutan, pandangan
mulai terlihat buram, penurunan hasrat seksual mulai bahkan pria kadang mengalami
impoten, periode masa kehamilan ibu banyak didapatkan kasus keguguran atau bayi lahir
Mekanisme diabetes melitus tipe 2 ini mengalami ketidakpekaan insulin disebabkan oleh
resistensi insulin, penurunan produksi insulin juga berperan meskipun lebih dominan
ketidakpekaan fungsi insulin yang akhirnya kegagalan sel beta pancreas. Ketidakpekaan
insulin membuat transportasi glukosa tidak terdistribusi sempurna ke dalam sel hati, sel
lemak, dan sel otot. Keadaan hiperglikemia juga mempunyai peran dalam keterlibatan
fungsi sel alfa yang terganggu dan dikenali menjadi salah satu kesalahan fisiologi dalam
Resistensi insulin merupakan keadaan yang umum bagi orang dengan berat badan
overweight, keadaan ini membuat insulin tidak bekerja semaksimal mungkin memaksa
pancreas mengkompensasi untuk menghasilkan lebih banyak insulin. Ketika insulin tidak
cukup kuat untuk mengkompensasi peningkatan resistensi insulin,nilai kadar gula darah
diabetes mellitus 2 akan merusak fungsi sel beta yang di sisi lain akan memperburuk
keadaan resistensi insulin dan juga juga memperburuk diabetes mellitus 2 (Decroli Eva,
2019).
Keadaan normal sebelum diagnosis diabetes melitus tipe 2 sel beta pankreas bisa
insulin. namun ketika terjadi kerusakan sel beta pancreas atau ketika terdiagnosis diabetes
melitus tipe 2 sel pancreas tidak lagi menghasilkan insulin yang cukup. Keadaan disfungsi
sel beta pancreas ini terjadi karena kelainan genetik dan pengaruh lingkungan. Jumlah sel
beta pankreas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kelangsungan hidup sel beta itu dan
proses regenerasi. Pada keadaan diabetes melitus tipe 2, keadaan hiperglikemia akan
mempengaruhi sel beta pankreas untuk menghasilkan reactive oxygen species (ROS).
Peningkatan jumlah ROS dalam tubuh akan menyebabkan kerusakan sel beta
komplikasi akut. Komplikasi akut disebabkan karena intoleransi glukosa dalam waktu
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kondisi gula darah dalam tubuh kita menurun secara signifikan
bisa sampai 50-60 mg/Dl disertai dengan penderita mengalami rasa lemas, pandangan
b. Ketoasidosis Diabetes
Situasi disaat tubuh kita membentuk asam keton yang berlebih sehingga menyebabkan
Keadaan dimana kadar glukosa darah dalam tubuh meningkat secara signifikan dengan
Komplikasi yang tergolong kronik biasanya terjadi pada penderita yang sudah
menyandang diabetes melitus dalam jangka waktu yang sangat panjang kisaran 10-15
otonom yang membuat beberapa masalah yang terkait saraf, ulkus kaki dan impotensi
Pengobatan diabetes melitus diawali dengan penerapan pola hidup teratur meliputi pola
nutrisi dan kegiatan fisik, bersama dengan terapi farmakologis obat anti hiperglikemik
oral ataupun suntik insulin, obat anti hiperglikemik oral bisa diberikan dosis obat
tunggal ataupun bersamaan tergantung tingkat keparahan keadaan diabetes melitus. Pada
dalam waktu yang singkat, atau adanya proteinuria sebaiknya lansung dipindah ke
a. Terapi Farmakologi
golongan ini memiliki fungsi untuk meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pancreas,
tetapi harus tetap berhati-hati ketika mengkonsumsi obat harus sesuai dosis dikarenakan
peningkatan berat badan termasuk salah satu efek samping obat ini khususnya pada
orang tua yang memiliki gangguan fungsi ginjal dan hati. Obat golongan Glinid juga
mempunyai cara kerja yang sama, contoh obat yaitu Repaglinide (derivate asam
benzoate) dan Nateglinide (derivate fenilalanin). Obat golongan ini bekerja secara
lansung melalui pemberian oral dan dikeluarkan oleh hati, sehingga sangat bagus untuk
Metformin, salah satu jenis obat dengan cara kerja meningkatkan sensitivitas insulin
umumnya Metformin merupakan first line bagi penyandang diabetes melitus tipe 2,
meskipun pilihan utama obat ini tetap mempunyai efek samping seperti gangguan
juga mempunyai cara kerja yang sama yakni menurunkan insensitivitas insulin dan
juga
meningkatkan jumlah protein tertentu untuk mengangkut glukosa, alhasil terjadi
Penghambat absorpsi glukosa adalah salah satu cara kerja obat oral anti
penyerapan glukosa di dalam sistem pencernaan yakni usus halus, sehingga kadar
glukosa darah setelah makan akan menurun. Akan tetapi harus sangat diwaspadai ketika
mengkonsumsi obat golongan ini seperti pada keadaan irritable bowel syndrome, efek
samping obat ini adalah bloating (timbunan gas dalam usus) yang sering menyebabkan
flatus. Acarbose adalah salah satu golongan obat yang bekerja dengan cara menghambat
Obat golongan antagonis DPP-IV bekerja dengan cara menghambat enzim DPP-IV
yang membuat GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam jumlah tinggi, GLP-1
produksi glukagon, Linagliptin dan Sitagliptin adalah salah satu obat golongan
Obat golongan antagonis SGLT-2 obat oral anti hiperglikemia terbaru yang cara
Obat antihiperglikemia suntik bisa digunakan dalam kondisi tertentu seperti kadar
HbA1C diatas 9%, penurunan berat badan yang signifikan, ada gangguan fungsi ginjal
ataupun hati yang membahayakan penderita untuk mengkonsumsi obat, dan hal-hal
khusus lainnya. Insulin berdasarkan waktu lama kerjanya terbagi menjadi insulin kerja
b. Terapi Non-Farmakologi
Terapi non-farmakologi meliputi edukasi, edukasi adalah salah satu pencegahan dan
pengelolaan diabetes melitus secara holistic. Materi edukasi yang diberikan secara garis
Edukasi awal umumnya dilakukan di pelayanan kesehatan tingkat awal meliputi hal
hal umum seperti pengetahuan tentang perjalanan penyakit, penyulit diabetes melitus,
darah dan cara memahami nilai gula darah, dan salah satu yang terpenting adalah
menderita penyakit lainya, kondisi khusus (hamil, puasa, dan sakit), dan tentunya
pemeliharaan kaki. karena perawatan dan pemeliharaan luka kaki pada penyandang
Terapi nutrisi medis pada penderita juga sangat penting diedukasi khususnya jadwal
makan yang benar, jenis, kandungan, dan total kalori terutama pada pasien yang
menggunakan insulin.
pasien diabetes melitus harus berolahraga secara rutin minimal 3 sampai 5 hari kisaran
waktu dalam seminggu 30 sampai 45 menit, dengan total per-minggu sekitar 150 menit.
Jenis olahraga yang dianjurkan untuk penyandang diabetes melitus olahraga aerobik
dengan intensitas medium yaitu 50% sampai 70%, seperti jalan, sepeda electric, ataupun
jogging(Sari, 2017).
2. Kadar Glukosa Darah
a) Definisi
Kadar glukosa darah merupakan total kandungan gula darah dalam plasma. Glukosa
sendiri adalah salah satu hasil katabolisme karbohidrat yang mempunyai fungsi utama
sebagai sumber energi tubuh yang dibakar pertama kali dan di control oleh insulin.
Glukosa yang berlebih dalam tubuh kita akan secara sendirinya menjadi gula otot atau
dikenal dengan Glikogen yang berfungsi sebagai cadangan dan disimpan dalam
hati(Auliya et al., 2016). Ketika kadar glukosa darah meningkat pada saat puasa kadar
glukosa lebih dari 126 mg/dL ataupun kadar glukosa darah sewaktu ketika lebih dari 200
mg/dL(Kustaria, 2017).
b) Diagnosis
Penentuan diagnosis diabetes melitus dengan dasar pemeriksaan gula darah dalam
tubuh. Pemeriksaan direkomendasikan secara umum adalah bahan plasma darah vena,
sedangkan untuk check up berkala tidak harus menggunakan vena melainkan pembuluh
kapiler. Dari hasil pemeriksaan yang tidak termasuk golongan normal akan
● Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): hasil pemeriksaan kadar glukosa ini
jam setelah makan atau biasa disebut GD 2 Jam PP (Gula Darah 2 Jam
<140 mg/dL
● Pemeriksaan HbA1c juga bisa menentukan diabetes melitus, HbA1c normal
Tatacara pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) secara prosedural sebagai
berikut
Pada situasi dimana tidak bisa melakukan pemeriksaan secara TTGO, makan boleh
dilakukan pemeriksaan melalui pembuluh kapiler dengan ukuran kadar normal sesuai
nilai yang sudah ditetapkan. Tetapi diperhatikan perbedaan pemeriksaan glukosa darah
Gambar 7 Kadar glukosa darah sewaktu (GD2PP) dan kadar glukosa darah puasa
sebagai indikator diagnosis diabetes melitus menurut PERKENI 2015
3. Kepatuhan Pengobatan
a) Definisi
Kepatuhan pengobatan merupakan sikap dan perilaku dari penderita dalam melakukan
pengobatan secara teratur dan baik dalam aspek jumlah dosis, frekuensi ataupun waktu
pengobatan. Begitu Pula menurut beberapa ahli seperti Saccket, bahwa kepatuhan
(adherence atau compliance) adalah istilah yang sama dengan mengacu pada terhadap
oleh dokter atau orang lain yang lebih professional(Pasek, 2013).Pendapat lain yang saling
bertolak belakang dikemukakan oleh Brown & Bussell (2011) yang menempatkan istilah
(compliance atau adherence) menjadi dua makna yang berbeda dimana adherence berarti
sikap pasien yang secara implisit menunjukan secara aktif ingin bekerja sama dalam
kegiatan pengobatan, namun compliance menunjukan sikap pasien yang pasif dalam
Berlandaskan pendapat beberapa para ahli, kepatuhan pengobatan adalah tingkat aktif
maupun pasif partisipasi dari penderita dalam mengikuti rekomendasi terkait larangan dan
antara penderita dan juga tenaga kesehatan. Dengan begitu untuk mencapai tujuan
pengobatan diperlukan tingkat kepatuhan, hal ini bisa dicapai dengan cara mengetahui
lebih tentang faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan pasien. Menurut
(Pratama and Ariastuti, 2015) faktor faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan
tersebut telah mengerti, memahami, dan mengetahui tujuan dan kewajiban yang
mereka jalani dalam pengobatan. Dengan pengetahuan cukup yang dimiliki oleh
pasien tentang penyakit diabetes melitus tipe 2, kesadaran penderita akan terdorong
dari berbagai sumber bukan hanya kegiatan formal melainkan seperti penyuluhan
komunikasi dan motivasi yang baik antara petugas kesehatan dengan pasien, karena
dari tenaga kesehatan sebagian besar informasi tentang penyakit dan pengobatan
diperoleh. Jika penderita diingatkan dengan dihubungi secara aktif, maka besar
kemungkinan kadar gula darah pasien dapat terkontrol, dan juga hal lain yang
obat baik jenis, dosis, dan efek samping akan membuat penderita lebih patuh
menjalani pengobatan.
c. Komunikasi dan Motivasi Keluarga Terhadap Kepatuhan
yang sakit. Keluarga salah satu komponen terpenting dalam kepatuhan pengobatan,
dikarenakan penderita akan merasa mendapat perhatian lebih dari orang lain atas
penyakit yang dideritanya sehingga akan mendorong pasien menjadi lebih patuh dan
Banyaknya obat yang dikonsumsi sering menjadi salah satu faktor yang
Banyaknya jumlah obat yang diminum semakin besar juga kemungkinan pasien
untuk tidak patuh dengan pengobatan yang diberikan. Maka dari itu penggunaan
lebih dari satu obat oral anti hiperglikemia diberikan ketika kadar gula darah sudah
terbilang sangat tinggi dalam jangka waktu yang cukup lama atau dalam beberapa
kali pengecekan kadar gula darah, Hal ini mengindikasikan semakin sulitnya control
kadar gula darah pada penderita akan berdampak pada semakin banyaknya obat yang
akan dikonsumsi. Di sisi lain tidak menutup kemungkinan juga banyak penderita
yang hanya mengkonsumsi satu obat oral antihiperglikemia dan sering lupa untuk
jumlah obat kadang tidak signifikan dalam mempengaruhi tingkat kepatuhan, tetapi
khususnya pada pasien dengan resiko komplikasi diabetes melitus Tipe 2 biasanya
akan mendapatkan perhatian lebih dari petugas kesehatan untuk memastikan agar
Semakin lama penderita mengidap diabetes melitus Tipe 2 maka prevalensi tidak
merasa jenuh sehingga pengobatan yang diterapkan menjadi tidak sesuai aturan.
f. Usia
Faktor ini disebabkan semakin berusia seseorang akan mengalami kemunduran dari
fungsi fisik secara progresif. Alasan lupa menjadi penyebab tidak patuhnya
terhadap pengobatan pada usia tua. Menurut penelitian usia 55< akan lebih patuh
Alat ukur kepatuhan pengobatan diabetes melitus dalam bentuk kuesioner menurut
Kuesioner DMSQ ini untuk mengukur tingkat self care yang memuat 16 pertanyaan
untuk dietary control dapat ditemukan di nomor 2;5;9;13, physical activity terdapat
di nomor 8;11;15, health care use pada nomor 3;7;14, dan yang terakhir tentang
melihat self care secara menyeluruh dapat ditemukan di nomor terakhir 16.
Interpretasi kuesioner DMSQ terbagi menjadi empat pilihan jawaban yang berskala
Likert meliputi: “tidak pernah dilakukan” (skor 0), “jarang dilakukan” (skor 1),
“kadang dilakukan” (skor 2), dan “selalu dilakukan” (skor 3). Perhitungan hasil
kuesioner dibagi menjadi tiga kategori self care “baik” skor 32-48, “cukup” skor 16-
kepatuhan pengobatan penderita diabetes melitus tipe 2, dengan kuesioner “ya” atau
“tidak” ada sedikit perbedaan jawaban dimana dari pertanyaan nomor 1 sampai
dengan nomor 7 memiliki jawaban “ya” dengan skor 0 atau “tidak” dengan skor 1,
memiliki skor 0.25, dan “selalu” dengan skor 0. Perhitungan hasil tingkat kepatuhan
“sedang” dengan nilai 6-8<, dan kategori “rendah” memiliki nilai 6<. Kuesioner ini
Glukosa Darah
Tidak Terkontrol Pasien Penderita Diabetes
( Pasien Tidak Melitus Tipe 2
Patuh Terhadap
Pengobatan)
Komplikasi :
Kurang Akut Glukosa Darah
Usia Edukasi Kronik Terkontrol
Neuropatik ( Pasien Patuh
Kronik Terhadap
Jumlah Obat Kurang Mikrovaskuler Pengobatan )
Yang Kronik
Motivasi
Diminum Makrovaskuler
Keluarga &
Terlalu
Banyak Tenaga
Medis
Tingkat Kepatuhan
PengobatanOral
Nilai Rerata Kadar Gula
Antidiabetik Pasien DM
Darah
Tipe 2
Pengaru Media
Massa,Pengaru
h
h Media Sosial
Keterangan :
: Variabel Bebas
: Variabel Terikat
: Variabel Penganggu
D. HIPOTESIS
Terdapat hubungan antara tingkat kepatuhan pengobatan oral antidiabetik pasien diabetes melitus
tipe 2 terhadap nilai rerata kadar gula darah di FKTP Medi Medika.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif jenis observasional analitik, dengan metode
pendekatan cross sectional. Cross sectional adalah penelitian yang mempelajari suatu hubungan
faktor risiko dan efek, dengan menggunakan pendekatan melalui observasi atau dengan
Rancangan jenis penelitian cross sectional ini hanya akan dilakukan sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan oleh peneliti dengan tujuan melihat adanya hubungan antara variabel
1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah pasien yang didiagnosis diabetes melitus tipe 2 di provinsi Banten
2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien yang didiagnosis diabetes melitus tipe 2
3. Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria
eksklusi. Penelitian ini mengambil sampel menggunakan consecutive sampling. Adapun besaran
(𝑍 2
) 𝑃(1−𝑝)
n= 1−𝛼
2
𝑑2
Keterangan:
d= kesalahan absolut atau presisi yang dapat ditolerir, pada penelitian ini dipakai d= 0,1
(𝑍 2
) 𝑃(1−𝑝)
n= 1−𝛼
2
𝑑2
2𝑥 0,16(0,84)
=1,96 = 51 sampel minimum
(0,1)2
C. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI
Terdapat dua macam kriteria dalam pemilihan responden yaitu kriteria inklusi dan kriteria
eksklusi:
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria anggota populasi yang harus terpenuhi setiap masing
a. Pasien yang didiagnosis diabetes melitus dengan rentang usia 40-75 tahun
c. Minimal sudah pernah melakukan pengecekan kadar gula darah di FKTP Medi
2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah kriteria anggota populasi yang tidak bisa dijadikan sebagai
Indonesia
1. Lokasi
Penelitian dilakukan di FKTP Medi Medika,beralamatkan Jl. Raya Kresek, Pasir, Kec. Kresek,
2. Waktu Penelitian
E. VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel bebas untuk penelitian ini adalah tingkat kepatuhan pengobatan oral antidiabetik
2. Variabel terikat untuk penelitian ini adalah nilai rerata kadar gula darah.
3. Variabel pengganggu untuk penelitian ini adalah pengaruh media massa dan pengaruh media
sosial.
F. DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional akan berguna untuk menjelaskan secara detail tentang variabel yang
sebelumnya hanya bersifat abstrak sehingga bersifat spesifik, tidak multitafsir, dan dapat membantu
Variabel bebas pada penelitian ini yaitu tingkat kepatuhan pengobatan oral antidiabetik pasien
dm tipe 2 adalah tingkat kepatuhan responden dalam melakukan penatalaksanaan dm yang telah
diperintahkan oleh dokter terkait jumlah obat yang harus diminum, waktu minum obat, dan hal
lainya terkait pengobatan oral antidiabetik. Tingkat kepatuhan ini akan diukur menggunakan
Variabel terikat pada penelitian ini yaitu nilai rerata kadar glukosa darah yang akan dilihat
datanya melalui rekam medis dan akan dikategorikan menjadi dua hasil apakah glukosa darah
terkontrol ataupun tidak, sehingga dapat ditemukan apakah ada korelasi antara variabel bebas
dan terikat.
Variabel pengganggu pada penelitian ini adalah pengaruh media massa dan sosial.Informasi
yang bisa didapatkan dari media massa seperti tv radio dan juga media sosial mengenai diabetes
ditakutkan mempengaruhi nilai tingkat kepatuhan pengobatan terutama banyaknya sumber yang
pengobatan.
G. INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen yang digunakan untuk adalah catatan yang ditulis oleh peneliti berdasarkan data
sekunder dari rekam medis dan kuesioner MMAS-8. Kuesioner MMAS-8 ini adalah instrumen
pengumpulan informasi ataupun data yang sudah tersusun dalam bentuk pertanyaan, beberapa
pertanyaan dari kuesioner bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan pengobatan oral
antidiabetik pasien dm. Kuesioner juga digunakan sebagai instrumen dan juga teknik pengumpulan
data dalam bentuk sederet pertanyaan dalam wujud yang konkrit. Kuesioner dalam penelitian ini
sudah dibuat para peneliti terdahulu serta telah melewati uji validitas terlebih dahulu. Pengambilan
data nilai rerata kadar gula darah berdasarkan data rekam medis.
H. TAHAP PENELITIAN
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan akan dikerjakan sebelum dilakukannya penelitian. Tahap persiapan ini meliputi
dengan penentuan lokasi penelitian berdasarkan data kejadian diabetes melitus di FKTP Medi
Medika kabupaten Tangerang sebagai tempat penelitian serta akan mengkoordinasikan ke FKTP
sebagai tempat penelitian untuk menyampaikan maksud dan tujuan sebagai bentuk persetujuan
dan kerjasama dari FKTP yang bersangkutan. Kemudian dipersiapkan kuesioner penelitian
sebagai instrumen penting dari terlaksananya penelitian dan sebagai alat untuk pengumpulan
penelitian kepada FKTP Medi Medika kemudian akan mengurus etik penelitian kepada Komite
Tahap pelaksanaan penelitian akan dilakukan pemilihan pasien dm dengan izin kepala klinik
FKTP Medi Medika, selanjutnya mengambil data mengenai tingkat kepatuhan pengobatan oral
antidiabetik dengan memberikan kuesioner kepada pasien yang berada di lokasi penelitian dan
menjelaskan bagaimana cara pengisian kuesioner calon responden. Lalu dilakukan pengambilan
data nilai rerata kadar glukosa darah pasien melalui rekam medis kepada pasien yang telah
3. Tahap Penyelesaian
Data yang telah terkumpul akan dipilah berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Kemudian
dilakukan tabulasi data menggunakan program SPSS untuk hasil dan kesimpulan dari penelitian
ini.
I. CARA PENGUMPULAN DATA
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik yang menggunakan instrumen rekam
medis dan juga kuesioner MMAS-8 yang diisi secara langsung dengan memberikan kuesioner
kepada pasien di lokasi penelitian. Pengambilan data dilakukan dengan cara berikut :
menilai tingkat kepatuhan pengobatan oral antidiabetik pasien diabetes melitus tipe 2
2. Menjelaskan tata cara pengisian kuesioner kepada responden mengenai isi dan makna
(usefulness) dari hasil yang didapatkan dari interpretasi skor tes(Kusaeri,2012). Validitas sendiri
dibedakan menjadi validitas isi,konstruk, dan empiris atau kriteria. Suatu instrumen pengambilan
data dapat dikatakan valid jika digunakan sesuai tujuan dan pengambilan keputusan tertentu, dan
tidak valid untuk tujuan ataupun pengambilan keputusan dalam hal yang lain(Matondang,2009).
Disisi lain reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau penilaian meskipun diamati
diandalkan apabila hasilnya konsisten dan menghasilkan skor yang kurang lebih sama pada
setiap subjek(Kline,2015).
yang digunakan untuk menilai tingkat kepatuhan pengobatan oral antidiabetik pasien diabetes
melitus. Kuesioner ini sudah teruji validitasnya didukung oleh cukup banyaknya penelitian dan
studi sebelumnya yang menggunakan kuesioner serupa dan telah melewati tes validasi. Begitu
pula dengan tingkat reliabilitasnya di studi-studi sebelumnya sudah digunakan beberapa metode
seperti
Alpha Cronbach di angka 0,759 yang mengindikasikan bahwa kuesioner MMAS-8 yang
K. ANALISIS DATA
1. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah teknik analisis data yang dilakukan terhadap masing-masing variabel
dianalisis secara mandiri. Analisis univariat bisa ditentukan dengan nilai frekuensi dan tendensi
sentral(mean, modus, median) dari data yang sudah terkumpul. Pada penelitian ini tidak perlu
dilakukan uji kenormalan untuk mengetahui apakah data yang terkumpul terdistribusi normal atau
tidak, dikarenakan penelitian ini variabel terikat pada penelitian ini yakni nilai rerata kadar gula
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan dengan tujuan mengetahui dan menjelaskan korelasi antara variabel
bebas dan variabel terikat. Pada penelitian ini berupa korelasi antara tingkat kepatuhan pengobatan
oral antidiabetik pasien diabetes melitus tipe 2 dan nilai rerata kadar gula darah. Pada penelitian
ini, hasil data yang sudah dikumpulkan akan dianalisis menggunakan software komputer. Proses
analisis data akan dilakukan menggunakan uji Chi Square karena salah satu variabel termasuk data
1. Penelitian ini telah memperoleh ethical clearance approval dari komisi etik Fakultas Kesehatan Ilmu
2. Meminta ketersediaan atau informed consent kepada responden sebelum mulai pengambilan data
3.Seluruh Informasi dan data yang diperoleh pada penelitian ini terjamin kerahasiaanya dan hanya digunakan
A. HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di FKTP atau klinik,yaitu di FKTP Medi Medika yang
ini beralamatkan di jl raya kresek.Peneliti melakukan penelitian terhadap 60 responden yang sudah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penilitian ini dimulai pada bulan Maret 2021.
Alasan peneliti memilih FKTP Medi Medika sebagai tempat penilitian dikarenakan
lokasi FKTP cukup terjangkau oleh peneliti, memadai secara fasilitas untuk melakukan penilitan
secara offline terkait dengan kondisi pandemi seperti saat ini dan juga FKTP Medi Medika salah
Subjek sudah memenuhi kriteria inklusi dan juga eksklusi yang sudah ditetapkan.
Karakteristik demografi responden yang diamati pada penilitian ini adalah berdasarkan
usia >65 tahun,yaitu sebanyak 23 orang(38%), rentang usia 56-65 tahun di urutan kedua terbanyak
yaitu 21 orang(36%), dan yang paling rendah di rentang usia 45-55 tahun sebanyak 16 orang(26%)
1 Laki-Laki 29 48%
2 Perempuan 31 52%
Berdasarkan Tabel menunjukan jenis kelamin yang paling banyak menjadi responden
yaitu perempuan dibanding laki-laki dengan jumlah 31 orang (52%) berbanding 29 orang (48%)
Sesuai dengan penelitian bahwa wanita memiliki kadar LDL (Low Density Lipid) atau trigliserida
kolesterol jahat jauh lebih tinggi daripada pria,yang dimana merupakan salah satu faktor risiko
1 1 21 35%
2 2 18 30%
3 3 21 35%
yang mengkonsumsi 1 obat monoterapi yaitu sebanyak 21 orang (35%), kombinasi 2 obat sebanyak
yang terbanyak adalah kategori 5< tahun menderita yaitu sebanyak 25 orang (42%), kategori 6-10
tahun terbanyak urutan kedua sebanyak 18 orang (30%) dan yang paling sedikit kategori >10 tahun
Terkontrol/Tidak
Tidak
Terkontrol Terkontrol Total
Kepatuhan Rendah Count 12 6 18
% within Kepatuhan 66,7% 33,3% 100,0%
% within Terkontrol/Tidak 48,0% 17,1% 30,0%
% of Total 20,0% 10,0% 30,0%
Sedang Count 7 12 19
% within Kepatuhan 36,8% 63,2% 100,0%
% within Terkontrol/Tidak 28,0% 34,3% 31,7%
% of Total 11,7% 20,0% 31,7%
Tinggi Count 6 17 23
% within Kepatuhan 26,1% 73,9% 100,0%
% within Terkontrol/Tidak 24,0% 48,6% 38,3%
% of Total 10,0% 28,3% 38,3%
Total Count 25 35 60
% within Kepatuhan 41,7% 58,3% 100,0%
% within Terkontrol/Tidak 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 41,7% 58,3% 100,0%
Chi-Squa re Tests
Terkontrol/Tidak
Kepatuhan Tidak Terkontrol Terkontrol P
N % N %
Rendah 12 66,7 6 33,3 0,029
Sedang 7 36,8 12 63,2
Tinggi 6 26,1 17 73,9
*Uji hubungan menggunakan Chi Square karena salah satu variabel merupakan data nominal.
Dalam uji ini tidak diperlukan uji normalitas. Uji korelasi menggunakan Chi Square bila
menunjukan nilai p<0,05 berarti menunjukan adanya hubungan antara kedua variabel dan apabila
mengindikasikan bahwa antara kedua variabel yakni tingkat kepatuhan pengobatan oral anti
diabetes melitus dan nilai rerata kadar gula darah terdapat sebuah hubungan
B. PEMBAHASAN
menganalisis dan mengetahui hubungan tingkat kepatuhan pengobatan oral anti diabetes melitus
terhadap nilai rerata kadar gula darah. Didapatkan hasil analisis terhadap tingkat kepatuhan
pengobatan dan nilai rerata kadar gula darah yang dapat di uraikan sebagai berikut :
1. Tingkat Kepatuhan
hidup, atau konsumsi obat) sesuai dengan anjuran terapi dan kesehatan yang sudah ditetapkan.Tingkat
kepatuhan juga dapat dimulai dari tindak mengindahkan setiap aspek anjuran hingga mematuhi
adalah sejumlah aktivitas pasien yang sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan oleh profesional
kesehatan. Tingkat kepatuhan pengobatan pasien dapat diukur menggunakan lembar kuesioner yang
Tingkat kepatuhan responden pada penelitian ini diukur dengan memberikan selembaran
kuesioner MMAS-8 (Modified Morisky Adherence Scale-8) yang terdiri dari 8 pertanyaan dengan
interpretasi akhir kepatuhan tinggi,kepatuhan sedang,dan kepatuhan rendah adapun hasil penilaian
kuesioner yang dilakukan secara keseluruhan terhadap responden yang sudah sesuai dengan kriteria
inklusi dan eksklusi dengan kategori kepatuhan tinggi sebanyak 23 responden (38%), kategori
kepatuhan sedang berjumlah 19 responden (32%), dan kategori kepatuhan rendah sebanyak 18
responden (30%). Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa mayoritas dari responden yang melakukan
medical checkup di FKTP Medi Medika Kabupaten tangerang memiliki tingkat kepatuhan yang cukup
juga cukup besar dimana hal ini dapat terjadi dikarenakan faktor faktor yang dapat mempengaruhi
tingkat kepatuhan seperti usia,lama menderita diabetes melitus, dan juga jumlah obat yang dikonsumi
oleh penderita. Begitu pula pengaruh media massa dan sosial yang dianggap sebagai variabel-variabel
penganggu, sehingga responden memiliki pandangan yang berbeda mengenai pentingnya tingkat
kepatuhan pengobatan.
Tingkat kepatuhan rendah juga seringkali ditemukan pada penderita penyakit kronik yang sudah
berlansung lama seperti diabetes melitus,dikarenakan oleh ketidaknyamanan gejala yang timbul dari
penyakit kronik (Jimmy & Jose, 2011) Bagaimanapun juga pemberian edukasi untuk memahami
pentingnya pengobatan dan manfaatnya sangat penting karena dengan memahami akar penyebab
ketidakpatuhan pengobatan dengan pendekatan tertentu dapat meningkatkan dampak kesehatan jangka
panjang(Neiman, 2017)
Menurut American Diabetes Assosiation (ADA) menyatakan bahwa untuk menegakkan kadar gula
darah terkontrol dapat diukur melalui gula darah puasa yakni GDP<=126 ataupun gula darah sewaktu
GDS <=200.Begitu pula menurut PERKENI (2011) mendefinisikan kriteria diabetes melitus adalah
bila kadar glukosa darah 2 jam post prandial(GD2PP) >200mgdL.Sehingga dalam melakukan
penelitian ini juga sudah dipertimbangkan responden yang bersedia melakukan penelitian sudah
Pengukuran nilai rerata kadar gula darah dilakukan dengan melihat data rekam medis yang akan
dilihat 2 kali kunjungan kebelakang hasil pemeriksaan kadar gula darah, dengan interpretasi GDS<200
sebagai nilai rerata kadar gula darah terkontrol dan tidak terkontrol dengan GDS>200. Hasil analisa
data rekam medis didapatkan 35 responden (58%) memiliki nilai rerata kadar gula darah terkontrol
dalam 2 kali kunjungan terakhir dan 25 responden (42%) yang termasuk kategori nilai rerata kadar
gula darah tidak terkontrol dalam 2 kali kunjungan terakhir. Oleh karena itu bisa disimpulkan
mayoritas pada
penelitian ini responden berada di kategori nilai rerata kadar gula darah terkontrol, begitupula
mayoritas responden pada penelitian ini memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi.
Sesuai dengan tabel analisa diatas yang mengindikasikan hubungan antara kedua variabel dimana
semakin tinggi tingkat kepatuhan, semakin baik nilai rerata kadar gula darah. Dipahami bahwa tingkat
kepatuhan obat yang rendah ataupun sedang dapat meningkatkan kadar gula darah menjadi tidak
normal, sedangkan yang memiliki kepatuhan meminum obat yang tinggi akan mampu menjaga kadar
Hal ini juga selaras oleh penelitian menurut (Pascal et al., 2012) bahwa kontrol gluksa darah akan
secara signifikan lebih tinggi diantara pasien yang patuh terhadap pengobatan anti diabetes
dibandingkan dengan penderita yang tidak patuh. Meskipun terdapat beberapa responden yang
memiliki tingkat kepatuhan tinggi namun nilai rerata gula darah tidak terkontrol begitu pula
sebaliknya, menurut (CDC, 2021) terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi terkontrolnya
gula darah selain pengobatan seperti bentuk aktivitas,tingkat stress, dan pola makan. Oleh karena itu
pengobatan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi terkontrol nilai gula darah.
C. KEKURANGAN PENELITIAN
Setelah penelitian dilakukan peneliti mengalami beberapa kekurangan dan juga kesulitan,antara lain :
1. Dikarenakan masa pandemi Covid-19, pemberian edukasi setelah pengisian kuesioner tidak banyak
dilakukan khususnya dalam segi waktu yang terbatas demi keamanan dan kenyamanan responden
3. Sulit untuk mencari referensi yang berkaitan dengan beberapa aspek dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat diambil kesimbulan sebagai berikut :
1. Tingkat kepatuhan pengobatan oral anti diabetes melitus di FKTP Medi Medika di dominasi oleh
2. Terdapat hubungan antara tingkat kepatuhan pengobatan oral antidiabetes melitus terhadap nilai
rerata kadar gula darah di FKTP Medi Medika dengan nilai p=0,029
3. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien dalam melakukan
pengobatan diabetes melitus yaitu usia,lama menderita,jumlah obat yang dikonsumsi, dan jenis
kelamin.
B. SARAN
Setelah peneliti menyelesaikan penelitian dan didapatkan beberapa kekurangan yang dapat
ditingkatkan dalam penelitian berikutnya, peneliti mengajukan beberapa saran antara lain :
1. Bagi Intitusi FKTP Medi Medika, peneliti menyarankan untuk mengadakan penyuluhan yang
dilakukan oleh tenaga medis atau petugas kesehatan mengenai pentingnya kepatuhan pengobatan
obat hipoglikemik oral (OHO) dalam pengobatan diabetes melitus serta mencegah komplikasi.
pengetahuan mengenai pentingnya pengobatan diabetes melitus. Penderita disarankan juga berperan
aktif dalam mencari informasi mengenai diabetes melitus melalui berbagai sumber yang terpercaya.
3. Bagi peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan untuk melakukan penelitian yang berlokasi di
fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). Hal ini dikarenakan dari hasil penelitian ini, penderita
yang biasanya berkunjung ke FKTP tidak mendapatkan edukasi mengenai pentingnya pengobatan
diabetes melitus. Peneliti juga menyarankan untuk memperbaiki dan menyempurnakan konsep dan
metode yang telah dilakukan oleh peneliti, hal ini sangat penting untuk memberikan dampak lebih
terhadap responden seperti edukasi dan motivasi untuk melakukan pengobatan mengingat penderita
diabetes memiliki resiko komplikasi yang cukup berbahaya, khususnya pasien yang sudah lama
Alfian, R., 2015. Korelasi Antara Kepatuhan Minum Obat dengan Kadar Gula Darah pada Pasien
Diabetes Melitus Rawat Jalan di RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin 2, 9.
American Diabetes Association, 2018. Professional Practice Committee: Standards of Medical Care
in Diabetes—2018. Diabetes Care 41, S3–S3. https://doi.org/10.2337/dc18-Sppc01
American Diabetes Association, 2010. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes
Care 33, S62–S69. https://doi.org/10.2337/dc10-S062
Auliya, P., Oenzil, F., Rofinda, Z.D.D., 2016. Gambaran Kadar Gula Darah pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas yang Memiliki Berat Badan Berlebih dan Obesitas. J.
Kesehat. Andalas 5. https://doi.org/10.25077/jka.v5i3.571
Decroli Eva, 2019. Buku Diabetes Melitus (Lengkap).pdf. Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Esmond, H.A, Antari, N. K .N, 2017. DIABETES MELITUS TIPE 2.
Fatimah, R.N., 2015. DIABETES MELITUS TIPE 2 4, 9.
Kumalasari, U., Ambar Yunita Nugraheni, M.S., 2017. Hubungan Tingkat Self Care Dan Kepatuhan
Terhadap Outcome Terapi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta Februari-Maret 2017 (s1). Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kustaria, D.G., 2017. PENGARUH PROLANIS TERHADAP GULA DARAH SEWAKTU PADA
PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS BANJARDAWA KABUPATEN
PEMALANG (undergraduate). Universitas Muhammadiyah Semarang.
Nor Aulia, 15320366, 2019. EFEKTIVITAS TERAPI AL-FATIHAH REFLEKTIF INTUITIF
TERHADAP PENINGKATAN KEPATUHAN MINUM OBAT ARV PADA IBU RUMAH
TANGGA DENGAN HIV POSITIF.
Olokoba, A.B., Obateru, O.A., Olokoba, L.B., 2012. Type 2 Diabetes Mellitus: A Review of Current
Trends. Oman Med. J. 27, 269–273. https://doi.org/10.5001/omj.2012.68
Pasek, M.S., 2013. Hubungan Persepsi Dan Tingkat Pengetahuan Penderita Tuberkulosis Dengan
Kepatuhan Pengobatan (Di Wilayah Kerja Puskesmas Buleleng I) (Thesis). UNS (Sebelas
Maret University).
Pratama, G.W., Ariastuti, N.L.P., 2015. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEPATUHAN PENGOBATAN HIPERTENSI PADA LANSIA BINAAN PUSKESMAS
KLUNGKUNG 1. E-J. Med. Udayana.
Riddle, Matthew.C., 2020. Standards_of_Care_2020.pdf 43.
Sari, Y.K., 2017. PENGALAMAN PENCEGAHAN DAN PENANGANAN HIPOGLIKEMIA
PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI KELURAHAN SENDANG MULYO KOTA
SEMARANG.
CDC. (2021, April 28). Manage Blood Sugar. Centers for Disease Control and
Prevention. https://www.cdc.gov/diabetes/managing/manage-blood-sugar.html
Jimmy, B., & Jose, J. (2011). Patient Medication Adherence: Measures in Daily Practice.
Oman Medical Journal, 26(3), 155–159. https://doi.org/10.5001/omj.2011.38
Neiman, A. B. (2017). CDC Grand Rounds: Improving Medication Adherence for Chronic Disease
Management — Innovations and Opportunities. MMWR. Morbidity and Mortality Weekly
Report, 66. https://doi.org/10.15585/mmwr.mm6645a2
Pascal, I. G., Ofoedu, J. N., Uchenna, N. P., Nkwa, A. A., & Uchamma, G.-U. E. (2012). Blood
Glucose Control and Medication Adherence Among Adult Type 2 Diabetic Nigerians
Attending A Primary Care Clinic in Under-resourced Environment of Eastern Nigeria.
North American Journal of Medical Sciences, 4(7), 310–315. https://doi.org/10.4103/1947-
2714.98590
Sutriningsih, A., & Bulu, A. (2019). HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEPATUHAN
PENGOBATAN MINUM OBAT DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN
DIABETES MELITUS TIPE II.
Https://Publikasi.Unitri.Ac.Id/Index.Php/Fikes/Article/View/1501/1068, 4.
https://docs.google.com/viewerng/viewer?url=https://publikasi.unitri.ac.id/index.php/fikes/arti
cle/viewFile/1501/1068
Tigauw, J. H., Kapantow, N. H., & Sondakh, R. C. (n.d.). HUBUNGAN ANTARA JENIS
KELAMIN DENGAN KADAR ADIPONEKTIN PADA PENDERITA DIABETES MELITUS
TIPE 2 DI KOTA MANADO. 7.
World Health Organization, International Diabetes Federation, 2006. Definition and diagnosis of
diabetes mellitus and intermediate hyperglycaemia: report of a WHO/IDF consultation.
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
akan dilakukan Asfaro Layali Ashgar, mahasiswa Program Studi Ilmu Kedokteran
Responden
Lampiran 4. Instrumen Penelitian
Nomor Responden
Tanggal Penelitian
1. IDENTITAS RESPONDEN
A. Bacalah dengan teliti pertanyaan terlebih dahulu
ini No Responden
A. Data Responden
1. Nama =
2. Umur = tahun
3. Alamat =
5. Pendidikan = SD sarjana
SMP SMA
Buruh L ai -lain……................
a. Glipizide
b. Metformin
c. Repaglinid
d. Ploglitazon
e. Acarbose
g. Vildagliptin
h……………..
tidak
tidak
2. TINGKAT KEPATUHAN PENGOBATAN
Kuesioner MMAS-8
Petunjuk : tandai (centang) pada kolom yang sesuai dengan jawaban
No Pertanyaan Ya Tidak
1. Apakah anda kadang-kadang lupa minum obat untuk
penyakit diabetes Anda ?
1
2
Lampiran 6. Data Hasil Penelitian f
Lama
No Jenis Kelamin Jumlah Obat Menderita Usia Kepatuhan Terkontrol/Tidak Terkontrol
1 Perempuan 1 5< 45-55 Tinggi Terkontrol
2 Perempuan 1 >10 56-65 Tinggi Terkontrol
3 Perempuan 1 5< 45-55 Tinggi Terkontrol
4 Perempuan 1 5< >65 Tinggi Terkontrol
5 Perempuan 1 6- 10 tahun 56-65 Tinggi Terkontrol
6 Perempuan 1 5< 45-55 Tinggi Terkontrol
7 Perempuan 2 >10 >65 Tinggi Terkontrol
8 Perempuan 2 5< 56-65 Tinggi Terkontrol
9 Perempuan 2 6-10 tahun >65 Tinggi Terkontrol
10 Perempuan 2 5< >65 Tinggi Terkontrol
11 Perempuan 2 6-10 tahun 56-65 Tinggi Tidak Terkontrol
12 Perempuan 3 5< >65 Tinggi Tidak Terkontrol
13 Perempuan 3 6-10 tahun >65 Tinggi Tidak Terkontrol
14 Perempuan 3 5< >65 Tinggi Tidak Terkontrol
15 Perempuan 1 6-10 tahun 56-65 Sedang Terkontrol
16 Perempuan 1 5< 45-55 Sedang Terkontrol
17 Perempuan 1 >10 56-65 Sedang Terkontrol
18 Perempuan 1 5< >65 Sedang Terkontrol
19 Perempuan 2 5< 56-65 Sedang Terkontrol
20 Perempuan 2 6-10 tahun >65 Sedang Terkontrol
21 Perempuan 2 >10 >65 Sedang Terkontrol
22 Perempuan 3 5< >65 Sedang Tidak Terkontrol
23 Perempuan 3 5< 56-65 Sedang Tidak Terkontrol
24 Perempuan 3 >10 >65 Sedang Tidak Terkontrol
25 Perempuan 1 >10 45-55 Rendah Terkontrol
26 Perempuan 1 >10 45-55 Rendah Terkontrol
27 Perempuan 2 5< 45-55 Rendah Terkontrol
28 Perempuan 2 6-10 tahun 56-65 Rendah Tidak Terkontrol
29 Perempuan 3 >10 45-55 Rendah Tidak Terkontrol
30 Perempuan 3 6-10 tahun >65 Rendah Tidak Terkontrol
31 Perempuan 3 >10 56-65 Rendah Tidak Terkontrol
32 Laki-laki 1 5< 45-55 Tinggi Terkontrol
33 Laki-laki 1 >10 56-65 Tinggi Terkontrol
34 Laki-laki 1 5< 45-55 Tinggi Terkontrol
35 Laki-laki 1 5< >65 Tinggi Terkontrol
36 Laki-laki 2 >10 56-65 Tinggi Terkontrol
37 Laki-laki 2 5< 56-65 Tinggi Terkontrol
38 Laki-laki 2 6-10 tahun >65 Tinggi Terkontrol
39 Laki-laki 3 6-10 tahun >65 Tinggi Tidak Terkontrol
40 Laki-laki 3 5< >65 Tinggi Tidak Terkontrol
41 Laki-laki 1 5< >65 Sedang Terkontrol
3
42 Laki-laki 1 6-10 tahun 56-65 Sedang Terkontrol
43 Laki-laki 1 >10 56-65 Sedang Terkontrol
44 Laki-laki 2 5< 45-55 Sedang Terkontrol
45 Laki-laki 2 5< >65 Sedang Terkontrol
46 Laki-laki 2 6-10 tahun 56-65 Sedang Tidak Terkontrol
47 Laki-laki 3 5< 56-65 Sedang Tidak Terkontrol
48 Laki-laki 3 6-10 tahun >65 Sedang Tidak Terkontrol
49 Laki-laki 3 6-10 tahun >65 Sedang Tidak Terkontrol
50 Laki-laki 1 6-10 tahun 45-55 Rendah Terkontrol
51 Laki-laki 1 6-10 tahun 56-65 Rendah Terkontrol
52 Laki-laki 2 5< 45-55 Rendah Terkontrol
53 Laki-laki 2 6-10 tahun 45-55 Rendah Tidak Terkontrol
54 Laki-laki 3 5< >65 Rendah Tidak Terkontrol
55 Laki-laki 3 6-10 tahun 56-65 Rendah Tidak Terkontrol
56 Laki-laki 3 >10 45-55 Rendah Tidak Terkontrol
57 Laki-laki 3 >10 56-65 Rendah Tidak Terkontrol
58 Laki-laki 3 >10 45-55 Rendah Tidak Terkontrol
59 Laki-laki 3 >10 56-65 Rendah Tidak Terkontrol
60 Laki-laki 3 >10 >65 Rendah Tidak Terkontrol
4
Lampiran 7. Analisis Bivariat
Terkontrol/Tidak
Tidak
Terkontrol Terkontrol Total
Kepatuhan Rendah Count 12 6 18
% within Kepatuhan 66,7% 33,3% 100,0%
% within Terkontrol/Tidak 48,0% 17,1% 30,0%
% of Total 20,0% 10,0% 30,0%
Sedang Count 7 12 19
% within Kepatuhan 36,8% 63,2% 100,0%
% within Terkontrol/Tidak 28,0% 34,3% 31,7%
% of Total 11,7% 20,0% 31,7%
Tinggi Count 6 17 23
% within Kepatuhan 26,1% 73,9% 100,0%
% within Terkontrol/Tidak 24,0% 48,6% 38,3%
% of Total 10,0% 28,3% 38,3%
Total Count 25 35 60
% within Kepatuhan 41,7% 58,3% 100,0%
% within Terkontrol/Tidak 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 41,7% 58,3% 100,0%
Chi-Squa re Tests
Terkontrol/Tidak
Kepatuhan Tidak Terkontrol Terkontrol P
N % N %
Rendah 12 66,7 6 33,3 0,029
Sedang 7 36,8 12 63,2
Tinggi 6 26,1 17 73,9