Anda di halaman 1dari 7

INDONESIA PADA MASA DEMOKRASI LIBERAL (1950-1959)

1. Perkembangan politik pada masa demokrasi liberal


1.1. Ketidakstabilan Politik
Setelah proses kembalinya Negara Kesatuan Republik Indonesia tanggal 18 Agustus
1950,bangsa Indonesia memasuki babak baru yakni mengisi kemerdekaan. Kurun waktu antara tahun
1950 hingga tahun 1959 dikenal sebagai masa demokrasi liberal, dengan ciri ciri sebagai berikut.
1. Konstitusi yang berlaku adalah UUDS 1950
2. Sistem pemerintahan bersifat parlementer, yang mana kepala pemerintahan dipegang seorang
Perdana Menteri.
3. Kabinet yang diterapkan mengikuti sistem parlementer, yang mana Menteri-menterinya
bertanggung jawab pada parlemen.
Masa demokrasi liberal, dikenal pula sebagai masa demokrasi parlementer, yang menunjukan
peran parlemen sangat besar dalam perpolitikan di Indonesia saat itu. Selama kurun waktu antara
1950 hingga 1959, pemerintahan Indonesia dipimpin oleh 7 kabinet yang bersifat parlementer.
Banyaknyakabinet dalam waktu 9 tahun, menunjukan tingkat perkembangan konflik politik sangat
tinggi. Hal itu, berakibat pada jatuh bangunnya cabinet yang bermuara pada ketidakstabilan politik,
Berikut ini, gambaran singkat tentang pemerintahan 7 kabinet tersebut.
1.1.2 Kabinet Demokrasi Liberal

No Kabinet Program / Keberhasilan Kejatuhannya


.
1 Natsir a. Membentuk DPRD di Ditentang partai oposisi karena
(7 September 1950 seluruh Indonesia. dianggap hanya menguntungkan
– 21 Maret 1951). b. Indonesia diterima anggota partai Mayumi. Mosdi
Berasal dari partai PBB Hadikusumo tentang pembekuan
masyumi dewan dewan rakyat perwakilan.

2 Sukiman-Suwirjo Kerja sama keamanan RI – Amerika Kabinet ini jatuh karena hubungan
(26 April – 3 April Serikat (Mutual Security Art) dimana pemerintah sipil dengan militer
1952). RI mendapat bantuan persenjataan juga kurang baik, korupsi meluas,
Koalisi antara PNI dari Amerika Serikat. ketimpangan sosial makin
dan Masyumi. melebar, yaitu para pemimpin
hidup mewah sedang rakyat tetap
miskin, dan perjuangan
pembebasan Irian Barat
mengalami kegagalan

3 Wilopo Menyelenggarakan pemilu untuk Pada masa pemerintahan kabinet


(3 April 1952 – 2 Dewan Konstituante, DPR dan ini terjadi peristiwa 7 Oktober
juni 1953). membebaskan Irian Barat, dan 1962 yang mengakibatkan
Koalisi antara PNi menjalankan politik luar negri yang demonstrasi rakyat besar-besaran
dan Masyumi bebas aktif yang menuntut DPR dibubarkan
karena dianggap menampuri
urusan internal Angkatan
Bersenjata. Wilopo juga gagal
menyelesaikan persoalan tanah
pekebunan di Sumatera yang
terkenal dengan nama peristiwa
Tanjung Morawa. Akhirnya
kabinet ini mengundurkan diri.

4 Ali Wongso (Ali 1) Menyelenggarakan Konferensi Asia Dengan adanya perselisihan


(31 Juli 1953 – 22 Afrika di Bandung antara 18 April dengan pihak militer antara lain
Augustus 1955). hingga 24 April 1955, membentuk soal pengangkatan menteri
Koalisi PNI dan Panitia Pemilihan Umum Pusat pada pertahanan dan akibatnya kabinet
NU Masyumi tanggal 31 Mei 1954, menetapkan ini jatuh.
menjadi oposisi pelaksanaan pemilu untuk anggota
DPR tanggal 29 September 1955,
dan pemilu untuk anggota Dewan
Konstituante tanggal 15 Desember
1955.
5 Burhanudin Menyelenggarakan pemilu pertama Dengan terbentuknya DPR baru,
Harahap (12 tahun 1955 untuk memilih anggota kabinet dituntut mundur karena
Agustus 1955 – 3 DPR dan 1955 untuk memilih tugasnya dianggap sudah selesai.
maret 1956). anggota DPR dan Dewan
Berasal dari Konstituante, membubarkan Uni
Masyumi Indonesia – Belanda secara sepihak
dengan alasan Belanda menolak
menyerahkan Irian Barat kepada RI.
Kabinet ini juga mulau memberantas
korupsi di kalangam pejabat.
6 Ali Sastroamidjoyo Membebaskan Irian Barat, Kesulitan kesulitan ekonomi dan
2 (20 Maret 1956 – melaksanakan pembentukan daerah- gangguan keamanan yang
14 Maret 1957). daerah otonom, menyehatkan mengakibatkan Kabinet Ali 2
Koalisi PNI – NU – anggaran keuangan negara. Dan dipaksa mundur.
Masyumi mewujudkan pergantian ekonomi
kolonial menjadi ekonomi nasional.
7 Djuanda (9 Agustus Kabinet ini juga disebut Zaken Adany peristiwa usaha
– 10 Juli 1959) Kabinet. Menetapkan program kerja pembunuhan presiden Soekarno di
(Panca Karya). Kelima program Cikini tanggal 20 November
kerja tersebut adalah membentuk 1957, operasi 17 Agustus untuk
Dewan Nasional, normalisasi menumpas pemberontakan PRRI
keadaan Republik, melancarkan di Sumatera, dan operasi
pelaksanaan pembatalan KMB, penumpasan pemberontakan
memperjuangkan Irian Barat, dan Permesta di Sulawesi. Meskipun
menggiatkan pembangunan. Adanya kegagalan Dewan Konstituante
Deklarasi Djuanda tahun 1957 dalam menbuat UUD baru
mengenai luas territorial laut RI mendorong presiden Soekarna
sepanjang 12 mil. mengeluarkan Dekrit presiden
memaksa Kabinet Djuanda untuk
mengundurkan diri tanggal 24 Juli
1959.

Masa singkat yang dialami oleh masing masing kabinet menunjukan terjadinya
ketidakstabilan Faktor faktor yang menimbulkan ketidakstabilan politik tersebut antaranya sebagai
berikut.
1. Masing-masing Perdana Menteri yang berkuasa mementingkan partai/golongannya sendiri,
karena itu menimbulkan pertentangan antarpartai politik.
2. Terjadinya gerakan-gerakan gangguan keamanan di daerah.
3. Pemerintah yang bersifat terpusat (sentralistik) menimbulkan terjadinya kesenjangan antara
pusat dan daerah.
1.1.3 Pemilihan Umum 1955
Didorong oleh kesadaran menciptakan demokrasi yang sejati, masyarakat menuntut diadakannya
Pemilu. Persiapan Pemilu dirintis oleh Kabinet Ali Sastroamidjoyo 1. Pemerintah membentuk Panitia
Pemilu, pada bulan Mei 1954. Panitia tersebut merencanakan pelaksanaan Pemilu dalam 2 tahap.
1. Pemilu tahap pertama akan dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih
anggota DPR.
2. Pemilu tahap kedua akan dilaksanakan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota
Konstituante (dewan pembuat undang-undang dasar).
Meskipun Kabinet Ali jatuh, Pemilu terlaksana sesuai rencana semasa Kabinet Burhanuddin
Harahap. Pemilihan umum yang pertama dilaksanakan pada tahun 1955. Sekitar 39 juta rakyat
Indonesia dating ke kotak suara untuk memberikan suaranya. Pemilu saat itu berjalan dengan tertib,
disiplin, serta tanpa politik uang dan tekanan dari pihak mana pun. Itulah sebabnya, banyak pakar
politik menilai, Pemilu tahun 1955 sebagai pemilu paling demokratis yang pernah terlaksana di
Indonesia sampai sekarang ini. Jumlah orang orang yang hadir dalam pemilihan umum untuk memilih
anggota anggota DPR pada bulan September 1955 sangat banyak. Lenih dari 39 juta orang
memberikan suara, mewakili 91.5 persem dari para pemilih yang terdaftar.
Patut dicatat dan dibanggakan bahwa pemilu bahwa pemilu pertama kali berhasil
diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur, dan adil serta sangat demokratis. Pemilu ini diikuti oleh
lebih 30-an partai politik dan lebih dari serratus daftar kumpulan dan calon perorangan.

Hasil Pemilu untuk Anggota DPR


No Partai/Nama Daftar Suara % Kursi
1. Partai nasional Indonesia (PNI) 8.434.653 22,32 57
2. Masyumi 7.903.886 20,92 57
3. Nahdatul Ulama (NU) 6.955.141 18,41 45
4. Partai Komunis Indonesia (PKI) 6.179.914 16,36 39
5. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) 1.091.160 2,89 8
6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) 1.003.326 2,66 8
7. Partai Katolik 770.740 2,04 6
8. Partai Sosialis Indonesia (PSI) 753.191 1,99 5
9. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) 541.306 1,43 4
10 Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) 483.014 1,28 4
.
11 Partai Rakyat Nasional (PRN) 242.125 0,64 2
.
12 Partai Buruh 224.167 0,59 2
.
13 Gerakan Pembela Pancasila (GPPS) 219.985 0,58 2
.
14 Partai Rakyat Indonesia (PRI) 206.161 0,55 2
.
15 Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI) 200.419 0,53 2
.
16 Murba 199.588 0,53 2
.
17 Baperki 178.887 0,47 1
.
18 Persatuan Indonesia Raya (PIR) Wongsonegoro 178.481 0,47 1
.
19 Grinda 154.792 0,41 1
.
20 Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) 149.287 0,40 1
.
21 Persatuan Daya (PD) 146.054 0,39 1
.
22 PIR Hazarin 114.644 0,30 1
.
23 Partai Politik Tarikat Islam (PPTI) 85.131 0,22 1
.
24 AKUI 81.454 0,21 1
.
25 Persatuan Rakyat Desa (PRD) 77.919 0,21 1
.
26 Partai Republik Indonesia Merdeka (PRIM) 72.523 0,19 1
.
27 Angkatan Comunis Muda (Acoma) 64.514 0,17 1
.
28 R. Soedjono Prawirisoedarso 53.306 0,14 1
.
29 Lain-lain 1.022.433 2,71 -
.
Jumlah 37.785.299 100,0 257

Pemilu untuk anggota Dewan Konstituante dilakukan tanggal 15 Desember 1955. Jumlah
kursi anggota Konstituante dipilih sebanyak 520. Hasil pemilihan anggota Dewan Konstituante
meunjukan bahwa PNI, NU dan PKI meningkat dukungannya, sementara Masyumi, meski dalam
pemilihan anggota DPR. Peserta pemilihan anggota Konestituante yang mendapatkan kursi itu adalah
sebagai berikut.

Hasil Pemilu 1955 untuk Anggota Konstituante


No Partai/Nama Daftar Suara % Kursi
1. Partai nasional Indonesia (PNI) 9.070.218 23,97 119
2. Masyumi 7.789.619 20,59 112
3. Nahdatul Ulama (NU) 6.989.333 18.47 91
4. Partai Komunis Indonesia (PKI) 6.232.512 16,47 80
5. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) 1.059.922 2,80 16
6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) 988.810 2,61 16
7. Partai Katolik 748.591 1,99 10
8. Partai Sosialis Indonesia (PSI) 695.932 1,84 10
9. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) 544.803 1,44 8
10 Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) 465.359 1,23 7
.
11 Partai Rakyat Nasional (PRN) 220.652 0,58 3
.
12 Partai Buruh 332.047 0,88 5
.
13 Gerakan Pembela Pancasila (GPPS) 152.892 0,40 2
.
14 Partai Rakyat Indonesia (PRI) 134.011 0,35 2
.
15 Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI) 179.346 0,47 3
.
16 Murba 248.633 0,66 4
.
17 Baperki 160.456 0,42 2
.
18 Persatuan Indonesia Raya (PIR) Wongsonegoro 162.420 0.43 2
.
19 Grinda 157.976 0.42 2
.
20 Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) 164.386 043 2
.
21 Persatuan Daya (PD) 169.222 0,45 3
.
22 PIR Hazarin 101.509 0,27 2
.
23 Partai Politik Tarikat Islam (PPTI) 74.913 0,20 1
.
24 AKUI 84.862 0,22 1
.
25 Persatuan Rakyat Desa (PRD) 39.278 0,10 1
.
26 Partai Republik Indonesia Merdeka (PRIM) 143.907 0,38 2
.
27 Angkatan Comunis Muda (Acoma) 55.844 0,15 1
.
28 R. Soedjono Prawirisoedarso 38.356 0,10 1
.
29 Gerakan Pilihan Sunda 35.035 0,09 1
.
30 Partai Tani Indonesia 30.060 0,08 1
.
31 Radja Keprabonan 33.660 0,09 1
.
32 Gerakan Banteng Republik Indonesia (GBRI) 39.874 0,11
.
33 PIR NTB 33.823 0,09 1
.
34 L.M. Idrus Effendi 31.988 0,08 1
.
Lain-lain 426.856 1,13
Jumlah 37,837.105 514

Meskipun Pemilu 1 terlaksana secara demokratis, baik DPR hasil Pemilu maupun
Konstituante tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Kecenderungan partai-partai untuk
lebih mementingkan kepentingan kelompoknya dari pada aspirasi rakyat masih tetap muncul.
Akibatnya, stabilitas politik menjadi terganggu. Keadaan itulah yang turut membuat sejumlah daerah
bergejolak, seperti pemberontakan PRII dan Permesta. Krisi politik yang semakin memuncak
mendorong Presiden Soekarno mengulurkan suatu dekrit yang mengakhiri masa demokrasi liberal.

1.1.4 Konferensi Asia Afrika di Bandung


adalah sebuah konferensi antara negara-negara Asia dan Afrika, yang kebanyakan baru saja
memperoleh kemerdekaan. KAA diselenggarakan oleh Indonesia, Myanmar (dahulu Burma), Sri
Lanka (dahulu Ceylon), India dan Pakistan dan dikoordinasi oleh Menteri Luar Negeri
Indonesia Sunario. Pertemuan ini berlangsung antara 18-24 April 1955, di Gedung
Merdeka, Bandung, Indonesia dengan tujuan mempromosikan kerjasama ekonomi dan kebudayaan
Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau
negara imperialis lainnya.
Sebanyak 29 negara yang mewakili lebih dari setengah total penduduk dunia pada saat itu
mengirimkan wakilnya. Konferensi ini merefleksikan apa yang mereka pandang sebagai
ketidakinginan kekuatan-kekuatan Barat untuk mengonsultasikan dengan mereka tentang keputusan-
keputusan yang memengaruhi Asia pada masa Perang Dingin; kekhawatiran mereka mengenai
ketegangan antara Uni Soviet dan Amerika Serikat; keinginan mereka untuk membentangkan fondasi
bagi hubungan yang damai antara Tiongkok dengan mereka dan pihak Barat; penentangan mereka
terhadap kolonialisme, khususnya pengaruh Prancis di Afrika Utara dan kekuasaan kolonial Prancis
di Aljazair; dan keinginan Indonesia untuk mempromosikan hak mereka dalam pertentangan
dengan Belanda mengenai Irian Barat.
Sepuluh poin hasil pertemuan ini kemudian tertuang dalam apa yang disebut Dasasila
Bandung, yang berisi tentang "pernyataan mengenai dukungan bagi kerukunan dan kerjasama dunia".
Dasasila Bandung ini memasukkan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB dan prinsip-
prinsip Nehru. Konferensi ini akhirnya membawa kepada terbentuknya Gerakan Non-Blok pada 1961.

1.1.5 Dekrit Presiden 5 Juli 1959


Dekret Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk
menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota Konstituante mulai bersidang pada
10 November 1956, tetapi pada kenyataannya hingga tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD
yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD
'45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Ir. Soekarno lantas menyampaikan amanat di
depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45.
Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara
menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak,
pemungutan suara ini harus diulang karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Pemungutan suara
kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal
mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, pada tanggal 3 Juni 1959 Konstituante mengadakan
reses (masa perhentian sidang parlemen; masa istirahat dari kegiatan bersidang) yang kemudian
terungkap untuk selamanya. Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, maka Kepala
Staf Angkatan Darat (KSAD) Letnan Jenderal A.H. Nasution atas nama Pemerintah/Penguasa Perang
Pusat (Peperpu), mengeluarkan peraturan No.Prt/Peperpu/040/1959 yang berisi larangan melakukan
kegiatan-kegiatan politik. Pada tanggal 16 Juni 1959, Ketua Umum PNI Suwirjo mengirimkan surat
kepada Presiden agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan membubarkan Konstituante.
Gagalnya konstituante melaksanakan tugasnya dan rentetan peristiwa politik dan keamanan
yang mengguncangkan persatuan dan kesatuan bangsa mencapai klimaksnya pada bulan Juni 1959.
Akhirnya demi keselamatan negara berdasarkan staatsnoodrecht (hukum keadaan bahaya bagi
negara) pada hari Minggu tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekret
yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka.

1.2 Kebijakan-kebijakan Ekonomi-Keuangan


1.2.1 Kebijakan-kebijakan Ekonomi-Keuangan Pada Masa Demokrasi Liberal

1. Gunting Syarifudin Pemotongan nilai uang dengan cara memotong semua uang yang
bernilai Rp2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya
(Sanering)

2. Sistem ekonomi Usaha pemerintah RI untuk mengubah struktur ekonomi yang berat
Gerakan Banteng sebelah pada masa Kabinet Natsir. Program ini bertujuan untuk
mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi nasional

3. Nasionalisasi De Pada masa Kabinet Sukiman (1951) dilakukan Nasionalisasi De


Javasche Bank Javasche Bank menjadi Bank Indonesia.

4. Ssitem ekonomi Ali Digagas oleh Isaq Tjokroadisurjo pada masa Kabinet Ali
– Baba Sastroamidjoyo 1. Suatu bentuk Kerjasama ekonomi antara pengusaha
pribumi dan non-pribumi

5. Biro Perancang Merencanakan pembangunan jangka Panjang pada masa Kabinet Ali
Negara Sastroamidjoyo 2. Biro ini menghasilkan Rencana Pembangunan Lima
Tahun (RPLT)

6. Munap Masa Kabinet Djuanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan
(Musyawarah daerah. Masalah tersebut untuk sementara teratasi dengan Munap,
Nasional tujuan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat
Pembangunan) dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka
Panjang.

Anda mungkin juga menyukai