Anda di halaman 1dari 24

Indonesia masa

Demokrasi Parlementer
(1950-1959)
Sistem / Struktur Politik dan Ekonomi
Ciri- Ciri Sistem Parlementer
1. Sistem pemerintahan:
Legislatif (DPR/Parlemen) lebih besar daripada
Eksekutif (Perdana Menteri)
2. Kepala Negara → Presiden
Kepala Pemerintahan → Perdana Menteri
3. Menteri-menteri (kabinet) bertanggung jawab pada
parlemen (DPR)
4. ProKer kabinet harus sesuai dengan politik sebagian
besar anggota parlemen (DPR)
5. Kedudukan kepala negara hanya sebagai simbol
2
SISTEM PARLEMENTER DI INDONESIA
• Kabinet Natsir (6 September 1950 – 21 Maret 1951)
• Kabinet Sukiman (26 April 1951 – 23 Februari 1952)
• Kabinet Wilopo (30 Maret 1952 – 3 Juni 1953)
• Kabinet Ali-Wongso (30 Juli 1953 – 24 Juli 1955)
• Kabinet Burhanuddin Harahap (11 Agustus 1955 – 3
Maret 1956)
• Kabinet Ali II (20 Maret 1956 – 14 Maret 1957)
• Kabinet Djuanda (9 April 1957 – 10 Juli 1959)

Na – Su – Wi – A – Bu – A – Dju 3
Kabinet Natsir
( 6 September 1950 – 21 Maret 1951)
± 7 bulan
Masyumi + PSI vs PNI + PKI +Murba

Proker:
• Mempersiapkan Pemilu
• Ekonomi nasional diperkuat

Ending:
• Mosi tidak percaya (Hadikusumo, PNI)
 PP No.39/1950
 IRBA gagal (4 Desember 1950)
4
Kabinet Sukiman
( 26 April 1951 – 23 Februari 1952)
± 10 bulan
Masyumi + PNI

Proker:
• Mempercepat persiapan Pemilu
• Memperbarui hukum agraria
• Politik Luar Negeri Bebas Aktif

Ending:
• Mosi tidak percaya (Sunarjo, PNI)
 Penandatanganan MSA, sehingga Indonesia dianggap
condong ke Blok Barat
5
Kabinet Wilopo
( 30 Maret 1952 – 3 Juni 1953)
PNI dibantu PSI dan PSII ± 14 bulan
Proker:
• Menata organisasi negara, perburuhan, dan perundang-
undangan
• Menyelenggarakan persiapan Pemilu (Konstituante + Parlemen)

Ending:
• Peristiwa 17 Oktober 1952
 KSAD + KSAP menganggap politisi mencampuri urusan
internal TNI-AD
• Peristiwa Tanjung Morawa → Mosi tidak Percaya Sarekat Tani
Indonesia 6
Kabinet Ali-Wongso
( 30 Juli 1953 – 24 Juli 1955)
PIR (Wongsonegoro) koalisi PNI, NU, dll ± 24 bulan
Proker:
• Melanjutkan proker kabinet Wilopo (menyelenggarakan Pemilu)
• BERHASIL dalam Politik Luar Negeri Bebas Aktif dengan KAA
(April, 1955)

Ending:
• Peristiwa 17 Oktober 1952
 Konflik ditubuh TNI AD yang terus berlanjut dengan
mundurnya A.H. Nasution digantikan Bambang Sugeng (BS
mengundurkan diri, diganti Bambang Utoyo)
• Mosi tidak Percaya Parlemen terhadap Menteri Pertahanan 7
Kabinet Burhanuddin Harahap
( 11 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
koalisi Masyumi, PSI, dan NU ± 7 bulan

Proker:
• Politik Luar Negeri, serta pengembalian Irian Barat
• Melaksanakan Pemilu (27 Sept. 1955 untuk anggota
parlemen, 15 Des. 1955 untuk anggota dewan
konstituante) → BERHASIL

Ending:
• Tugas dianggap selesai
• NU menarik dukungannya dari kabinet
8
Pasca Pemilu 1955…
Terjadi keretakan hubungan “dwi tunggal”

. . . sangat gembira apabila para pemimpin partai


berunding sesamanya dan memutuskan bersama
untuk mengubur partai-partai (hal.58)

VS
Soekarno yakin bahwa gerakan komunisme bisa
dikendalikan, sedangkan Hatta sangat menentang
gerakan komunisme dan menganggapnya sebagai
bahaya laten yang harus dilenyapkan. 9
Kabinet Ali II
(20 Maret 1956 – 14 Maret 1957 )
koalisi PNI, Masyumi, dan NU ± 12 bulan
Drama Soekarno tentang PKI tidak masuk koalisi Kabinet Ali II
Proker:
• REPELITA: Masalah IRBA, OTODA, perbaikan nasib buruh,
penyehatan keuangan, dan pembentukan ekonomi keuangan
Ending:
• Gagal masalah IRBA
• Muncul golongan Anti-Cina
• Banyak pergolakan, IPKI da Masyumi menarik dukungannya
dari kabinet 10
Kabinet Djuanda
( 9 April 1957 – 10 Juli 1959)
Zaken Kabinet (keahlian menteri dibidangnya) ± 27 bulan
Proker: Panca-karya
• Pembentukan Dewan Nasional
• Normalisasi keadaan Republik
• Melancarkan pembatalan hasil KMB
• Memperjuangkan Irian Barat ke wilayah RI
• Menggiatkan pembangunan
Deklarasi Djuanda

Ending:
• Masih banyaknya pemberontakan dan gerakan separatis di
daerah 11
SISTEM KEPARTAIAN
DI INDONESIA
Dasar sistem Maklumat Wapres
kepartaian di Indonesia 3 November 1945

Awalnya, hanya Partai Nasionalis Indonesia


(PNI) sebagai partai tunggal  ditolak.

.....Pemerintah menyukai timbulnya parpol


karena partai tersebut dapat memimpin
masyarakat agar lebih teratur.....
12
PEMILIHAN UMUM 1955
Dilaksanakan pada masa PM Burhanuddin Harahap

16 Daerah pemilihan (208 Kabupaten, 2.139 Kecamatan,


43.429 desa)
Hanya 60% warga Indonesia (± 78 juta) yang
mendaftarkan namanya

Pelaksanaan:
1. Pemilihan anggota Parlemen (DPR) 29 September
1955
2. Pemilihan anggota Konstituante 15 Desember 1955
Hasil Pemilu DPR:
1. PNI ( 57 Kursi) Pemilu 1955
2. MASYUMI (57 Kursi) menghasilkan 250 kursi
untuk DPR dan dilantik
3. NU (45 Kursi) pada 24 Maret 1956 oleh
4. PKI (39 Kursi) Soekarno.

Hasil Pemilu untuk konstituante:


1. PNI ( 119 Kursi) TUJUAN Konstituante
2. MASYUMI (112 Kursi) untuk membuat UUD
3. NU ( 91 Kursi) yang
tetap/menggantikan
4. PKI ( 80 Kursi) UUDS 1950.
14
Kondisi Ekonomi Indonesia saat Demokrasi Parlementer:
menerapkan sistem ekonomi Liberal

Hal-hal yang membuat pembangunan ekonomi tersendat-


sendat saat itu:
 Situasi keamanan  terjadi banyak pemberontakan
 Politik tidak stabil  sering bergantinya kabinet
 Mengandalkan satu jenis ekspor  hasil bumi
(pertanian dan perkebunan)
 Belum berpengalaman  negara masih baru, tidak
memiliki tenaga ahli dan dana yang besar
15
1. Program Benteng
Bantuan kredit/pinjaman bagi pengusaha pribumi
• Mengubah struktur ekonomi kolonial
menjadi struktur ekonomi nasional.
• Pengusaha bermodal lemah,
hendaknya pemerintah membantu
memberikan bantuan kredit.

Soemitro
Djoyohadikusumo Banyaknya impor barang (modal bagi
pengusaha)  lisensi impor disalahgunakan

Terjadi Defisit Ekonomi = GAGAL! 16


2. Sistem Ekonomi Ali – Baba
Kerjasama antara pribumi dan nonpribumi

Untuk dapat memajukan ekonomi


pengusaha pribumi harus bekerja sama
dengan pengusaha nonpribumi

pengusaha nonpribumi lebih


berpengalaman dan pengusaha pribumi Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo
hanya dijadikan alat untuk mendapatkan
kredit
GAGAL! 17
3. Gerakan Asaat
19 Maret 1956  Melindungi pengusaha nasional
Kongres Nasional Importir Indonesia
• Pemerintah harus melindungi
pengusaha nasional
• Warisan Belanda Cina lebih
diutamakan, Pribumi tidak bisa
bersaing secara fair

Mr. Assaat

Oktober 1956, pemerintah memberi lisensi khusus pada


pengusaha dengan 100% saham milik pribumi
Muncul gol. Anti Cina = GAGAL! 18
4. Gunting Syafruddin
Pemotongan nilai uang (sanering)
20 Maret 1950 MenKeu melakukan gunting
mata uang dengan memberlakukan
setengahnya untuk mata uang yang
bernilai Rp 250,- ke atas.

Syafruddin Prawiranegara
Pemerintah menarik uang 1,5 miliar untuk
membiayai defisit anggaran (kekurangan
dalam kas keuangan)

BERHASIL! 19
5. Nasionalisasi de Javasche Bank
Terjadi pada masa Kabinet Sukiman, 19 Juni 1951,
proses nasionalisasi ekonomi oleh pemerintah yaitu
dengan melakukan nasionalisasi de Javasche Bank
menjadi Bank Indonesia dengan presiden pertamanya
adalah Mr. Syafruddin Prawiranegara.

6. Rencana Pembangunan 5 Tahun (RPLT)


Pada masa kabinet Ali sastroamijoyo II, pemerintah
membentuk Biro Perancang Nasional (BPN).
Tujuan RPLT
Mendorong munculnya industri besar
Munculnya perusahaan yang melayani kepentingan umum
Mendorong penanaman modal sektor swasta 20
7. Nasionalisasi Perusahaan Asing
Pencabutan hak milik Belanda (asing) dan ditetapkan
statusnya sebagai milik pemerintah Indonesia  UU No.
86 Nasionalisasi perusahaan Belanda di Indonesia,
Desember 1958
ex Verenigde Deli Maatschapijen (perkebunan)
8. Soemitro Plan
Melaksanakan Industrialisasi
Pembangunan industri dasar, misalnya pendirian pabrik
semen, pemintalan, karung dan percetakan
Kebijakan ini diikuti dengan peningkatan produksi, pangan,
perbaikan SarPras, dan penanaman modal asing
21
9. Persetujuan Finansial Ekonomi (Finek)
(masa Burhanudin Harahap) Di Jenewa Swiss – 7 Januari
1956.
Anak Agung Gede Agung Indonesia – Belanda, dicapai
kesepakatan rencana persetujuan Finek:
1. Persetujuan finek hasil KMB dibubarkan
2. Hubungan finek indonesia dan belanda didasarkan
atas hubungan bilateral.
3. Hubungan finek didasarkan pada undang-undang
Nasional antara kedua belah pihak.

22
Lanjutannya...
13 Februari 1956, Kabinet Burhanudin Harahap melakukan
pembubaran Uni Indonesia – Belanda secara sepihak.

Akibatnya banyak pengusaha-pengusaha Belanda yang


menjual perusahaannya, Sedangkan pengusaha-
pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih
perusahaan-perusahaan Belanda tersebut.

23
10. Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap)

Pada masa Kabinet Djuanda, terjadi Ketegangan antara


pusat dan daerah.
Awalnya diredakan dengan musyawarah nasional
pembangunan.
Akan tetapi, tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena
membutuhkan dana yang besar

Akibatnya meningkatnya prosentasi defisit anggaran


pemerintah dari angka 20% di tahun 1950 dan 100% di
tahun 1960 24

Anda mungkin juga menyukai