Anda di halaman 1dari 8

UTS Hidrometeorologi

EFEK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PRODUKSI APEL


DI KOTA BATU (TAHUN 2011-2020)

Abstrak
Perubahan iklim yang terjadi sangat berpengaruh terhadap sektor pertanian, dalam
hal ini adalah tanaman hortikultura Apel Batu. Suhu yang meningkat hingga
32,9°C dan kelembaban udara relatif hingga 95% menyebabkan Apel sudah tidak
mampu lagi ditanam pada ketinggian 700 – 1200. Hanya tersisa di desa
Tulungrejo yang masih menghasilkan, namun produksinya menurun drastis
terutama pada tahun 2020. Adanya perubahan iklim tersebut sampai batas tertentu
akan mempengaruhi produksi pertanian termasuk produksi Apel di Kota Batu.
Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan penanganan atas lahan yang telah rusak
dan tidak bisa ditanami Apel lagi dengan cara konservasi lahan terpadu. Selain itu
dibutuhkan kerjasama antara petani, PPL, maupun pemerintah Kota Batu dalam
mengatasi penurunan produksi apel agar ikon Batu kota Apel tetap dapat
dipertahankan.
Kata kunci: Apel Batu, Perubahan Iklim, Produksi, Konservasi Lahan

Latar Belakang
Wilayah Kota Batu memiliki luas lahan sekitar 19.908,7 hektar, dan 30% dari
luasan tersebut adalah tegalan dan kebun yang merupakan tempat utama untuk
usahatani apel. Luasan tersebut hampir mendekati luas lahan untuk hutan dan
penggunaan lain (35%), sedangkan sisanya adalah untuk sawah (5%) dan
pemukiman (8%). Apel merupakan buah ikonik Kota Wisata Batu yang saat ini
menurun drastis produksinya. Banyaknya lahan yang rusak serta terjadinya
perubahan iklim mengakibatkan Apel mengalami penurunan produksi. Awalnya
sentra apel di Malang Raya terletak di elevasi 700 – 1.200 m dpl dengan suhu
udara sekitar 16°C – 27°C. Saat ini, suhu udara di Batu telah meningkat secara
nyata sehingga menggeser kesuaian lahan apel ke elevasi sekitar 1.000 – 1.500 m
dpl.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana efek yang
ditimbulkan dari perubahan iklim terhadap hasil produksi Apel di Kota Batu
selama 10 tahun terakhir.

Metodologi
Lokasi Penelitian
UTS Hidrometeorologi

Penelitian dilakukan di Kota Batu. Data klimatologi dan produksi diperoleh dari
BPS Kota Batu.
Syarat Tumbuh Apel
Apel (Malus Sylvestris Mill) adalah tanaman hortikultura buah dengan iklim Sub
Tropis. Apel ditanam di Indonesia sejak tahun 1934 saat penjajahan Belanda.
Tanaman apel telah masuk ke Indonesia sejak jaman Belanda, namun secara
komersial baru diusahakan sejak tahun 1960 setelah ditemukan sistem
pengguguran daun secara buatan dengan cara merompes daun secara manual. Ada
bermacam-macam varietas apel di Indonesia yang memiliki ciri-ciri atau kekhasan
tersendiri. Beberapa varietas apel unggulan antara lain: Rome Beauty, Manalagi,
Anna, Princess Noble dan Wangli/Lali jiwo (Ruminta & Handoko, 2010).
Tanaman apel menghendaki lingkungan dengan karakteristik yaitu temperatur
rendah, kelembaban udara rendah dan curah hujan tidak terlalu tinggi. Syarat
tumbuh tanaman apel adalah sebagai berikut (Soelarso, 1996) :
1) Curah hujan yang ideal adalah 1.000 - 2.600 mm/tahun dengan hari hujan 110
- 150 hari/tahun. Dalam setahun banyaknya bulan basah adalah 6 - 7 bulan
dan bulan kering 3 - 4 bulan. Curah hujan yang tinggi saat berbunga akan
menyebabkan bunga gugur sehingga tidak dapat menjadi buah.
2) Tanaman apel membutuhkan cahaya matahari yang cukup antara 50 - 60%
setiap harinya, terutama pada saat pembungaan.
3) Temperatur yang sesuai berkisar antara 16 - 27°C .
4) Kelembaban udara yang dikehendaki tanaman apel sekitar 75 - 85%.
5) Tanaman apel dapat tumbuh dan berbuah baik pada ketinggian 700 - 1200 m
dpl dengan ketinggian optimal 1000 - 1200 m dpl.
Agroklimat dataran tinggi beriklim kering yang dimiliki, menempatkan daerah
wisata agro ini sebagai sentra produksi utama apel di Indonesia. Potensi usahatani
apel ditunjukkan dengan kehidupan sosial ekonomi dan kesejahteraan pelaku
usaha apel yang relatif tinggi terutama pada era tahun 1980 hingga pertengahan
tahun 1990-an. Perkembangan produksi apel telah memacu berkembangnya
simpul-simpul agribisnis lainnya seperti pemasok agroinput, jasa angkutan,
industri olahan dan menjadikan daya tarik tersendiri bagi berkembangnya industri
wisata agro di kota Batu. Varietas batang atas apel yang telah beradaptasi dan
dikenal di pasaran dari Kota Batu saat ini jumlahnya hanya 3 varietas (Rome
Beauty, Manalagi, dan Anna).

Hasil Studi dan Pembahasan


Kondisi Terkini Sentra Budidaya Apel Batu
UTS Hidrometeorologi

Tanaman apel di wilayah Kota Batu ditemukan mulai ketinggian sekitar 900 m
dpl (Desa Tlekung Kecamatan Junrejo) hingga sekitar 1900 m dpl (Sumber
Brantas), tetapi kawasan sentra produksi utama di wilayah Desa Tulungrejo,
Sumbergondo, Bulukerto, dan Bumiaji terletak pada ketinggian sekitar 1000 –
1400 m dpl.
Desa Tulungrejo merupakan kawasan sentra produksi di ketinggian 1400 – 1250
m dpl yang didominasi apel varietas Manalagi dan Anna. Dibandingkan tanaman
apel di kawasan lain, kondisi tanaman di wilayah Tulungrejo relatif lebih baik
karena selain memiliki ketinggian tempat lebih tinggi juga tanah untuk usaha
tanaman apel didominasi oleh tanah yang kesuburannya lebih baik.
Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro) Kota Batu,
Jawa Timur, menyebut produktivitas buah apel di wilayah sentra Apel menurun
hingga 50 persen. Penyebabnya, maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi
pemukiman dan tempat wisata, dan usia pohon apel kian menua. Selain itu
serangan jamur akibat dari tingginya kelembaban relatif udara serta suhu yang
meningkat menyebabkan penurunan produksi.

Efek Perubahan Iklim Terhadap Produksi Apel


Data produksi 10 tahun terakhir memperlihatkan bahwa sejak tahun 2014 terjadi
penurunan produksi. Hal ini disinyalir dipengaruhi oleh perubahan iklim dan juga
alih fungsi lahan tanpa adanya usaha konservasi sebagai pembenahnya.
Tabel 1. Rekapitulasi Data Produksi Apel dan Iklim di Kota Batu Tahun 2011-
2020
No Tahun Produksi Suhu Suhu Hujan Kelembaban
Apel Maksimum Rerata Tahunan Relatif Rerata

Ton °C °C mm %
1 2011 0.00 27.80 21.70 1466.50 76.67
2 2012 74.71 30.30 23.35 1768.40 75.17
3 2013 83.89 30.30 23.53 2326.40 79.75
4 2014 70.84 31.40 23.58 1257.00 77.50
5 2015 67.12 32.90 24.38 1847.00 75.73
6 2016 54.21 29.00 22.64 2197.00 89.60
7 2017 55.89 29.00 22.08 1923.00 91.83
8 2018 54.53 29.50 21.87 1265.10 93.58
9 2019 50.53 31.00 21.67 1232.90 94.42
10 2020 23.18 24.00 20.60 1688.50 95.00
Sumber : (BPS Kota Batu, 2012), (BPS Kota Batu 2013, 2013), (BPS Kota Batu, 2014), (BPS
Kota Batu, 2015), (BPS Kota Batu, 2016), (BPS Kota Batu, 2017), (BPS Kota Batu,
2018), (BPS Kota Batu, 2019), (BPS Kota Batu, 2020), (BPS Kota Batu, 2021), diolah.
UTS Hidrometeorologi

Sumber: Hasil Analisa


Gambar 1. Grafik Hubungan Produksi Apel dengan Suhu Rerata (Tahun 2011-
2020)
Dari hasil kajian, dapat dilihat bahwa kenaikan suhu dan hujan tahunan
berpengaruh terhadap penurunan produksi sejak tahun 2013, namun saat terjadi
penurunan suhu dan kenaikan hujan tahunan pada tahun 2016 dan 2020 produksi
juga masih turun yang artinya masih ada faktor lainnya yang mempengaruhi
fluktuasi penurunan hasil produksi Apel di Batu selain kenaikan suhu dan hujan
tahunan. Dengan kata lain hubungan produktivitas apel dengan suhu dan hujan
tahunan sesungguhnya tidak begitu kuat. Sampai batas tertentu (hingga sekitar
22.2°C) meningkatnya suhu dapat meningkatkan produktivitas tanaman apel,
namun jika peningkatan suhu terus berlanjut hingga di atas temperatur tersebut
maka produksi tanaman apel akan levelling off (produktivitas tidak naik lagi) atau
bahkan produksinya menjadi turun.
UTS Hidrometeorologi

Sumber: Hasil Analisa


Gambar 2. Grafik Hubungan Produksi Apel dengan Hujan Tahunan (Tahun 2011-
2020)
Sementara itu hubungan produksi dengan curah hujan bernilai negatif, hal ini
menunjukkan bahwa makin tinggi curah hujan menyebabkan penurunan
produktivitas tanaman Apel di Kota Batu. Makin tinggi curah hujan menyebabkan
bunga dan buah muda gugur serta hama dan penyakit tanaman apel berkembang
pesat sehingga produksi apel menjadi berkurang. Berdasarkan model hubungan
produktivitas apel dengan curah hujan dapat diidentifikasi bahwa curah hujan
terbaik untuk produktivitas apel terbaik berada pada kisaran curah hujan 2250 mm
per tahun.
UTS Hidrometeorologi

Sumber: Hasil Analisa


Gambar 3. Grafik Hubungan Produksi Apel dengan Kelembaban Relatif (Tahun
2011-2020)
Grafik hubungan antara produksi apel dengan kelembaban relatif udara
menunjukkan hubungan berbanding terbalik dengan hasil produksi. Hal ini berarti
peningkatan kelembaban relatif mulai tahun 2016 yang signifikan, menyebabkan
penurunan hasil produksi apel. Kelembaban relatif optimum ada pada kisaran
80% (2013) dengan hasil produksi 83,89 ton.

Analisis Perubahan Iklim di Kota Batu


Berdasarkan hasil riset yang telah dilakukan oleh Ruminta & Handoko (2010),
wilayah Kota Batu akan mengalami perubahan iklim hingga tahun 2030. Secara
umum temperatur akan sedikit mengalami peningkatan sementara itu curah hujan
akan mengalami peningkatan. Rerata temperatur dan curah hujan masing-masing
akan meingkat dari 21.8°C menjadi 22.3°C dan dari 2327 mm menjadi 2941 mm
per tahun. Sementara itu untuk tipe iklim berdsarkan klasifikasi Schmidth-
Ferguson juga mengalami perubahan dari tipe iklim C (iklim sedang) menjadi tipe
iklim A (iklim basah). Adanya perubahan iklim tersebut sampai batas tertentu
akan mempengaruhi produksi pertanian termasuk produksi Apel di Kota Batu.
Selain itu berdasarkan hasil riset Aditiyas et al (1999), dihasilkan analisa tentang
spasial kesesuaian lahan untuk budidaya Apel di Kota Batu didapatkan dua kelas
yaitu S1 (sangat sesuai) sebesar 89,92% dan S2 (cukup sesuai) sebesar 10,08 %.
Hasil identifikasi kelas kesesuaian lahan di Kota Batu, kelas S1 terdapat di desa
UTS Hidrometeorologi

Sumber Brantas, Sumbergondo, Tulungrejo, Punten, Bulukerto, Gunungsari,


Sidomulyo, Bumiaji, Sumberejo, Pandanrejo, Giripurno, Ngaglik, Songgokerto,
Pendem, Mojorejo, Tlekung, dan Oro-oro ombo. Sedangkan kelas S2 terdapat di
desa Dadaprejo, Junrejo, Beji, Temas, Sisir, dan Torongrejo.

Kesimpulan
Perubahan iklim yang terjadi sangat berpengaruh terhadap sektor pertanian, dalam
hal ini adalah tanaman hortikultura Apel Batu. Suhu yang meningkat hingga
32,9°C dan kelembaban udara relatif hingga 95% menyebabkan Apel sudah tidak
mampu lagi ditanam pada ketinggian 700 – 1200. Hanya tersisa di desa
Tulungrejo yang masih menghasilkan, namun produksinya menurun drastis
terutama pada tahun 2020. Adanya perubahan iklim tersebut sampai batas tertentu
akan mempengaruhi produksi pertanian termasuk produksi Apel di Kota Batu.

Saran
Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan penanganan intensif atas lahan yang
telah rusak dan tidak bisa ditanami Apel lagi dengan cara konservasi lahan
terpadu. Diperlukan upaya rekayasa kondisi agar syarat tumbuh Apel masih bisa
terpenuhi. Selain itu dibutuhkan kerjasama antara petani, PPL, maupun
pemerintah Kota Batu dalam mengatasi penurunan produksi apel agar ikon Batu
kota Apel tetap dapat dipertahankan. Penyampaian informasi atas peramalan iklim
dari BMKG oleh PPL dibutuhkan untuk informasi ke petani berkaitan dengan
jadwal tanam apel (maju/mundur awal tanam).

Daftar Referensi
Aditiyas, W., Haji, A. T. S., & Rahadi, J. B. (1999). Analisis Spasial Untuk
Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Apel Di Kota Batu-Jawa Timur.
Sumberdaya Alam Dan Lingkungan, 13, 1–7.
BPS Kota Batu. (2012). Batu Dalam Angka 2012. Katalog BPS.
BPS Kota Batu. (2014). Kota Batu Dalam Angka 2014. Katalog BPS.
BPS Kota Batu. (2015). Kota Batu Dalam Angka 2015. Katalog BPS.
BPS Kota Batu. (2016). Kota Batu Dalam Angka 2016. Katalog BPS.
BPS Kota Batu. (2017). Kota Batu Dalam Angka 2017. Katalog BPS.
http://dx.doi.org/10.1016/j.jsames.2011.03.003%0Ahttps://doi.org/10.1016/
j.gr.2017.08.001%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/
j.precamres.2014.12.018%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/
j.precamres.2011.08.005%0Ahttp://dx.doi.org/
10.1080/00206814.2014.902757%0Ahttp://dx.
BPS Kota Batu. (2018). Kota Batu Dalam Angka 2018. Katalog BPS.
BPS Kota Batu. (2019). Kota Batu Dalam Angka 2019. Katalog BPS.
BPS Kota Batu. (2020). Kota Batu Dalam Angka 2020. Katalog BPS.
http://dx.doi.org/10.1016/j.jsames.2011.03.003%0Ahttps://doi.org/10.1016/
UTS Hidrometeorologi

j.gr.2017.08.001%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/
j.precamres.2014.12.018%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/
j.precamres.2011.08.005%0Ahttp://dx.doi.org/
10.1080/00206814.2014.902757%0Ahttp://dx.
BPS Kota Batu. (2021). Kota Batu Dalam Angka 2021. Katalog BPS.
http://dx.doi.org/10.1016/j.jsames.2011.03.003%0Ahttps://doi.org/10.1016/
j.gr.2017.08.001%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/
j.precamres.2014.12.018%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/
j.precamres.2011.08.005%0Ahttp://dx.doi.org/
10.1080/00206814.2014.902757%0Ahttp://dx.
BPS Kota Batu 2013. (2013). Kota Batu Dalam Angka 2013. Katalog BPS.
Ruminta, & Handoko. (2010). Dampak Perubahan Iklim Pada Produksi Apel
Batu.

Anda mungkin juga menyukai