Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

AWAL KEHIDUPAN MANUSIA INDONESIA

Disusun oleh :
Nama : Wilsen Leovianto
Kelas : X IPS 1
Absen : 25
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………. i


DAFTAR ISI ……………………………………………… ii
KATA PENGANTAR …………………………………………………. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
B. Tujuan Penulisan
C. Manfaat Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Asal – Usul Bumi dan Makhluk Hidup


B. Perkembangan Makhluk Hidup
C. Terbentuknya Kepulauan Indonesia
D. Asal Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia
E. Manusia Purba di Indonesia
F. Corak Kehidupan Manusia Zaman Praaksara
G. Nilai – Nilai Budaya Masyarakat Masa Praaksara Yang Masih Bertahan

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
C. Salam Penutup
D. Daftar Pustaka
Kata Pengantar

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmatnya sehingga saya
dapat menyusun makalah tentang "Awal Kehidupan Manusia Indonesia" dengan
sebaik-baiknya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang
diberi oleh Ms. Yovita pada pelajaran sejarah wajib, selain itu makalah ini
bertujuan untuk menambah wawasan terhadap awal perkembangan manusia.

Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu,
memfasilitasi, memberi masukan, dan mendukung penulisan makalah ini
sehingga selesai tepat pada waktunya.

Meski saya telah menyusun makalah ini dengan maksimal, tidak menutup
kemungkinan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat diharapkan kritik
dan saran yang konstruktif dari pembaca sekalian.

Akhir kata, saya berharap makalah ini dapat menambah referensi keilmuan
masyarakat.

Jakarta, 10 November 2020


Wilsen Leovianto

Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dari waktu ke waktu kenampakan alam Kepulauan Indonesia mengalami perubahan.
Perubahan itu mempengaruhi ekosistem yang ada di dalamnya. Fauna yang hidup di Indonesia
bagian barat lebih mendekati jenis fauna yang ada di daratan
Asia. Sebaliknya, fauna yang hidup di Indonesia bagian timur pun mendekati fauna yang ada
di Benua Australia. Demikian pula halnya dengan beragam jenis floranya. Bagaimana dengan
kehidupan manusia yang ada di Kepulauan Indonesia?

Umur bumi bisa dibagi menjadi beberapa zaman. Zaman palaeozoikum, mesozoikum, dan
neozoikum. Tiap-tiap zaman memiliki ciri-ciri tersendiri. Manusia diperkirakan mulai
menghuni bumi pada zaman neozoikum masa kuarter. Apakah manusia zaman itu mirip dengan
manusia zaman sekarang? Inilah yang senantiasa diteliti oleh para ahli. Para ahli perlahan-
lahan berhasil menyingkap tabir perkembangan manusia sehingga lahirlah beragam pendapat
dan teori tentang asal usul manusia. Namun, mereka sepakat bahwa kurun waktu di saat
manusia belum mengenal tulisan itu disebut dengan zaman prasejarah.
Sejak pertama kali bumi diciptakan hingga saat ini baik bumi maupun kehidupan
didalamnya selalu mengalami perkembangan dan kemajuan dalam berbagai bidang,
perkembangan tersebut terbagi dalam setiap zaman seperti arkaezoikum, paleozoikum,
mesozoikum dan neozoikum.
1. Zaman Arkaezoikum adalah zaman yang paling tua, berlangsung sekitar 2500 juta
tahun yang lalu, pada masa ini belum ada kehidupan karena buni masih dalam proses
pembentukan serta permukaannya masih sangat panas.
2. Zaman Paleozoikum biasa disebut zaman primer, pada masa ini suhu bumi menurun
atau bumi mulai mendingin. Zaman ini berlangsung sekitar 340 juta tahun yang lalu
dan pada masa ini juga muncul makhluk hidup bersel satu yang diperkirakan sebagai
makhluk hidup yang pertama kali menghuni bumi.
3. Zaman Mesozoikum / Zaman Sekunder atau biasa disebut Zaman Reptile, Masa ini
berlangsung sekitar 140 juta tahun yang lalu, di zaman ini hidup reptile-reptile raksasa
seperti Dinosaurus.
4. Zaman Neozoikum adalah zaman yang sudah mulai stabil di mana sudah ada hewan
menyusui yang hidup pada masa ini sekaligus berkurangnya hewan reptile besar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses terbentuknya alam semesta ?
2. Bagaimana perkembangan makhluk hidup ?
3. Bagaimana terbentuknya kepulauan di Indonesia ?
4. Bagaimana tentang asal usul nenek moyang bangsa Indonesia ?
5. Bagaimana tentang manusia purba di Indonesia ?
6. Bagaimana corak kehidupan di zaman praaksara ?
7. Apa saja nilai – nilai budaya masyarakata masa praakasara yang bertahan ?

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini diantaranya sebagai berikut :
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran sejarah.
2. Mengidentifikasi kehidupan manusia pada zaman dulu.
3. Untuk mengetahui proses terbentuknya alam semesta dan kepulain di Indonesia.
4. Mengetahui tentang asal usul nenek moyang bangsa Indonesia.
5. Mengetahui tentang manusia purba di Indonesia dan corak kehidupan zaman praaksara.
6. Mengetahui nilai budaya masyarakat masa praaksara yang bertahan .

C. Manfaat
1. Dapat mengetahui kehidupan manusia di jaman dulu.
2. Sebagai bahan referensi di bidang pendidikan khususnya mata pelajaran sejarah tentang
kehidupan manusia di jaman dulu.

Bab II
Pembahasan

A. Asal – Usul Bumi dan Makhluk Hidup


Bagaimana proses terbentukknya alam semesta ? para ilmuwan meyakini bahwa
terbentuknya alam semesta berawal dari peristiwa big bang ( ledakan dahsyat) sekitar 13,7
milyar tahun lalu. Ledakan ini melontarkan materi dalam jumlah besar ke seluruh alam
semesta. Materi ini mengisi alam semesta dalam bentuk bintang, planet, debu kosmis, asteroid,
energi dan partikel lainnya, membentuk sistem tata surya. Bumi adalah salah satu dari lontaran
tersebut. Pada awalnya, bumi berbentuk gumpalan panas yang terus berputar. Selanjutnya,
keadaan bumi semakin mendingin dan akhirnya berbentuk bola padat. Proses tersebut berjalan
cukup panjang (berevolusi), kurang lebih 2,5 milyar tahun, hingga mencapai keadaan sekarang.
Menurut teori geologi, yaitu iilmu yang mempelajari tentang pembentukan bumi. Dan proses
perkembangannya dibagi menjadi 4 tahapan yaitu masa arkaekum, paleozoikum, mesozoikum,
dan neozoikum.
a. Masa Arkaekum
Masa ini adalah masa tertua yang diperkirakan terjadi 25 miliar tahun yang lalu. Pada masa
ini, keadaan bumi masih labil, menyerupai gumpalan bola gas, dan kulit bumi masih dalam
proses pembentukan. Selain itu, belum ada tanda-tanda kehidupan. Hal ini karena temperatur
bumi memang masih sangat tinggi sehingga tidak memungkinkan adanya makhluk hidup.
b. Masa Paleozoikum
Masa ini berlangsung sekitar 500-245 juta tahun yang lalu. Kondisi bumi sudah lebih
stabil, meski belum secara menyeluruh. Secara berangsur, temperatur bumi mendingin dan
mulai terlihat adanya tanda-tanda kehidupan berupa makhluk bersel satu atau yang lebih
dikenal dengan mikroorganisme. Selanjutnya, muncul hewan sejenis ikan tak berahang
(trilobita), hewan amfibi (binatang yang dapat hidup di dua tempat, di darat dan di air), dan
beberapa jenis tumbuhan ganggang. Oleh karena itu, masa ini dinamakan pula dengan zaman
primer (zaman kehidupan pertama).
c. Masa Mesozoikum
Masa yang disebut juga zaman sekunder (zaman kehidupan kedua) ini diperkirakan
berlangsung sekitar 245-65 juta tahun lalu. Bumi sudah semakin stabil. Mulai muncul beragam
hewan bertubuh besar, seperti berbagai jenis hewan reptile, dinosaurus, dan gajah purba atau
mamut. Menjelang berakhirnya masa ini, mulai muncul berbagai jenis burung dan binatang
menyusui.
Masa Mesozoikum juga dikenal sebagai zaman reptile. Dinosaurus menjadi penguasa
hampir sepanjang masa ini, tetapi kemudian punah secara mendadak pada 65 juta tahun yang
lalu. Kepunahan massal ini diperkirakan akibat tumbukan meteorit raksasa yang membuat
bumi diliputi debu. Pada akhir masa ini, mulai muncul jenis mamalia.
d. Masa Neozoikum
Pada masa ini hewan berukuran besar sudah mulai jauh berkurang. Masa ini dibedakan
menjadi dua zaman, yaitu zaman tersier dan zaman kuarter.
1). Zaman Tersier

Zaman ini berlangsung sekitar 60 juta tahun yang lalu. Hal terpenting pada zaman ini adalah
munculnya jenis primata, seperti kera.
2). Zaman Kuarter

Zaman ini dibagi ke dalam dua kala, yaitu kala Pleistosen/ Diluvium, dan Holosen/Aluvium.
Pada kala Pleistosen, diperkirakan manusia purba mulai muncul Pada kala Holosen, manusia
purba telah berkembang lebih sempurna lagi, yaitu jenis Homo sapiens dengan ciri-ciri seperti
manusia sekarang.

B. Perkembangan Makhluk Hidup


Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kehidupan muncul pertama kali pada masa
Paleozoikum. lalu berkembang pada masa Mesozoikum. Selanjutnya pada masa Neozoikum,
tepatnya pada kala pleistosen, manusia purba mulai muncul. Bahkan pada Holosen (masa
Neozoikum), manusia purba telah berkembang lebih sempurna lagi, yaitu dengan munculnya
jenis Homo sapiens yang ciri cirinya mirip dengan manusia sekarang.
Namun, bagaimana kemunculan makhluk hidup pertama kali? Bumi berkembang
(berevolusi) sedemikian rupa sehingga memungkinkan munculnya makhluk hidup Terdapat
banyak teori tentang munculnya kehidupan di bumi. Salah satunya adalah teori Harold Urey.
Menurut teori ini, kehidupan terjadi pertama kali di udara (atmosfer). Pada perkembangannya,
terbentuk atmosfer yang kaya akan molekul-molekul, seperti CH4, NH3, H2, dan H2O. Hal ini
karena adanya loncatan listrik akibat halilintar dan sinar kosmik. Terbentuklah asam amino
yang memungkinkan adanya kehidupan.
Akan tetapi, teori-teori yang muncul tentang asal-muasal serta perkembangan makhluk
hidup, termasuk manusia, tidak sepopuler teori yang dikemukakan oleh ilmuwan
berkebangsaan Inggris Charles Darwin (1809-1882), atau dikenal dengan Teori Darwin
Dalam pandangan Darwin, semua kehidupan memiliki leluhur yang sama. Ia membayangkan,
sejarah kehidupan di bumi mirip sebuah pohon yang sangat besar, yang awalnya adalah batang
tunggal berupa sel-sel pertama yang sederhana. Spesies-spesies bambu bercabang dari batang
tunggal itu dat terus terbagi menjadi dahan-dahan, atau famili tumbuhan dan binatang, Lalu
menjadi ranting-ranting, yakni semua spesies dalam famili tumbuhan dan binatang yang hidup
sekarang. Salah satu spesies binatang yaitu kelompok mamalia, berevolusi lagi sehingga
menghasilkan "binatang" yang berakal budi, yaitu manusia.

C. Terbentuknya Kepulauan di Indonesia


Secara umum, kendati telah memungkinkan muncul dan berkembangnya manusia purba
pertama, keadaan alam (bumi) pada kala Pleistosen (masa Neozoikum) belum sepenuhnya
stabil. Meski demikian, perkembangannya jauh lebih baik dibandingkan masa-masa
sebelumnya. Ketidakstabilan tersebut disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu (i) adanya
perubahan bentuk daratan akibat gerakan endogen dan eksogen: (ii) perubahan iklim berupa es
yang mencair dan/atau membeku yang mengakibatkan perubahan suhu bumi dan luas daratan
itulah alasannya kala Pleistosen disebut juga zaman es atau zaman glasial, dan (iii) letusan
gunung api. Gabungan ketiga faktor tersebut, terutama gerakan (tenaga) endogen berupa
pergerakan lempeng tektonik, juga ikut membentuk Kepulauan Indonesia.
a. Tenaga Endogen : Pergerakan Lempeng Tektonik
Pergerakan lempeng tektonik diyakini memberikan pengaruh paling besar terhadap
terbentuknya Kepulauan Indonesia. Ketidakstabilan akibat pergerakan lempeng tektonik itu
sudah dimulai pada masa Mesozoikum sekitar 60 juta tahun yang lalu, dan terus berlanjut pada
masa Neozoikum. Jadi terbentuknya Kepulauan Indonesia dimulai sekitar 60 juta tahun yang
lalu itu. Sebelumnya wilayah yang disebut Kepulauan Indonesia masih merupakan bagian dari
samudra yang sangat luas yang meliputi hampir seluruh bumi.

b. Tenaga Eksogen
Sementara itu, tenaga eksogen adalah tenaga yang berasal dari luar bumi. Sifat umum
tenaga eksogen adalah merombak bentuk permukaan bumi hasil bentukan dari tenaga endogen.
Bukit atau tebing yang terbentuk karena proses gerakan endogen terkikis oleh angin, dapat
mengubah bentuk permukaan bumi. Secara umum, tenaga eksogen berasal dari tiga (i)
atmosfer, yaitu perubahan suhu dan angin; (ii) air, yaitu berupa aliran air, siraman hujan,
hempasan gelombang laut, gletser, dan sebagainya: (iii) organisme, yaitu berupa jasad renik,
tumbuh tumbuhan, hewan, dan manusia.

c. Perubahan Iklim
Perubahan iklim berupa turunnya permukaan laut sekitar 60-70 meter di bawah permukaan
laut. Hal ini karena bagian terbesar air di dunia membeku (zaman glasial), terutama di bagian
bumi utara dan selatan. Laut laut yang dangkal itu kemudian berubah menjadi daratan.
Kondisi yang berlangsung pada kala Pleistosen antara 3,000,000 sampai 10.000 tahun yang
lalu ini disebut zaman es atau zaman glasial. Pada saat itu, temperatur bumi menjadi sangat
rendah dan gletser yang berada di wilayah Kutub Utara mencair hingga menutupi bagian
benua-benua besar seperti Asia, Eropa, dan Amerika. Selanjutnya, pecahan-pecahan es tersebut
menyebar ke daerah-daerah sekeliling benua tersebut. Meluasnya permukaan es menyebabkan
turunnya permukaan air laut hingga mencapai kedalaman antara 100-150 meter di bawah
permukaan laut dan memunculkan daratan baru. Hal tersebut memudahkan makhluk hidup
berpindah tempat dalam rangka mendapatkan makanan atau mempertahankan hidup.

d. Letusan Gunung Api


Keadaan alam yang belum stabil tampak dari adanya letusan gunung api. Lempeng tektonik
berupa massa batuan yang sangat besar sehingga energinya besar pula. Lempeng lempeng yang
terus bergerak ini pada suatu saat akan mengalami gesekan atau benturan yang cukup keras.
Benturan antar lempeng dapat menimbulkan gempa tsunami, dan meningkatnya kenaikan
magma ke permukaan bumi. Itulah sebabnya, Kepulauan Indonesia rentan mengalami kejadian
gunung meletus, gempa bumi, dan tsunami.

D. Asal-Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia


Di Indonesia, temuan manusia purba terdiri atas Meganthropus, Pithecanthropus, dan
Homo. Penemus berbagai jenis manusia purba tidak terlepas dari penelitian yang dilakukan
para ahli paleontologi Belanda, di antaranya Eugene Dubois (1856-1940) dan GHR von
Koenigswald (1902-1982).
Secara khusus, kedatangan Eugene Dubois ke Indonesia berawal dari keyakinannya bahwa
manusia purba menyukai hidup di daerah tropis seperti Indonesia. Mula-mula, ia ke Sumatra
lalu ke Jawa. Daerah tropis diyakini sebagai daerah yang keadaan alamnya cukup stabil baik
pada zaman glasial maupun zaman pasca glasial.
Secara umum, asal usul manusia-manusia purba sampai sekarang masih menjadi
kontroversi. Jawaban atas asal-usul manusia purba itu tidak pernah jelas dan tuntas. Para
peneliti, seperti Moh. Yamin, J. Crawford, K. Himly, dan Sutan Takdir Alisjahbana
berpendapat bahwa manusia purba yang menghuni wilayah Nusantara berasal dari wilayah
Indonesia sendiri. Pandangan tersebut menentang pandangan yang mengatakan bahwa
manusia-manusia purba berasal dari luar wilayah Indonesia. Pandangan mereka yang lazim
disebut teori Nusantara, didasarkan pada alasan-alasan berikut.
• Bangsa Melayu dan bangsa Jawa mempunyai tingkat peradaban yang tinggi. Taraf ini
hanya dapat dicapai setelah perkembangan budaya yang lama. Hal ini menunjukkan
orang Melayu berasal dari dan berkembang di Nusantara.

• Terhadap pandangan yang mengatakan bahwa bahasa Melayu serumpun dengan bahasa
Champa (Kamboja) sehingga manusia-manusia praaksara tersebut berasal dari luar
Nusantara, K. Himly berpendapat bahwa kesamaan antara kedua bahasa tersebut
bersifat kebetulan saja.
• Menurut Moh. Yamin, fakta banyaknya fosil dan artefak tertua yang ditemukan di
Indonesia, seperti fosil Homo soloensis dan Homo wajakensis, menunjukkan bahwa
nenek moyang bangsa Indonesia (Melayu) berasal dari Indonesia sendiri (Jawa).

• Bahasa yang berkembang di Nusantara, yaitu rumpun bahasa Austronesia, sangat jauh
berbeda dengan bahasa yang berkembang di wilayah lain di Asia.
Ada juga pandangan lain, yaitu teori Yunan, Menurut teori ini, manusia purba yang
menjadi menjadi nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan (Tiongkok). Mereka
masuk ke Indonesia setelah tinggal cukup lama di daerah-daerah lain di Asia Tenggara,
terutama Vietnam (Dong Son).
Teori yang populer namun juga dianggap kurang meyakinkan adalah teori Afrika.
Menurut teori ini, manusia purba yang pertama kali mendiami Nusantara datang dari Afrika.
Manusia purba muncul dan berkembang pertama kali di Afrika sekitar 200.000 tahun yang lalu.
Mereka kemudian menyebar ke berbagai tempat dengan berbagai variasi dan karakteristik yang
khas, sesuai kondisi lingkungan, kemampuan beradaptasi, dan sebagainya.
Teori Afrika kemudian diragukan kebenarannya, terutama sejak ditemukannya tulang-
belulang manusia di serangkaian gua di Spanyol pada tahun 1941, yang disebut Homo
neanderthalensis. Berdasarkan hasil temuan tersebut, makhluk ini telah menyebar di wilayah
Eurasia sejak sekitar 200.000 tahun yang lalu lenyap pada sekitar 15.000 tahun yang lalu. Ciri-
cirinya sudah sangat mendekati ciri-ciri manusia modern atau Homo sapiens.
Di Nusantara, Meganthropus diyakini berevolusi menjadi Pithecanthropus, kemudian
berevolusi lagi menjadi Homo (Homo wajakensis, Homo soloensis, dan Homo floresiensis).
Dalam tiap-tiap tahap evolusinya, otak manusia purba terus mengalami kemajuan. Hal tersebut
terbukti dari kemampuan mereka membuat alat-alat sederhana dari batu untuk bertahan hidup.

E. Manusia Purba di Indonesia


Penelitian tentang sejarah kehidupan di bumi, termasuk hewan dan tumbuhan pada zaman
lampau yang telah menjadi fosil di Indonesia pertama kali dilakukan oleh Eugene Dubois.
Berpijak dari dugaan kuatnya bahwa manusia purba pasti lebih suka hidup di daerah tropis
pada tahun 1887 ia berangkat ke Indonesia (pada waktu itu Hindia Belanda).
Mula-mula ia menyelidiki gua-gua di Sumatra Barat Mendengar adanya penemuan
tengkorak manusia di Wajak, Tulungagung. Kediri (Jawa Timur) pada tahun 1889, la
memindahkan kegiatannya ke Pulau Jawa. Akhirnya ia menemukan sisa manusia purba di
Kedungbrubus dan Trinil (Jawa Timur).
Temuan Dubois yang pertama diumumkan adalah fosil atap tengkorak Pithecanthropus
erectus dari Trinil yang ditemukan pada tahun 1891.
1) Meganthropus
Fosil manusia paling primitif ditemukan di Indonesia disebut Meganthropus
Paleojavanicus. Meganthropus paleojavanicus sering disebut manusia raksasa dari jawa
karena memiliki tubuh besar dan berbadan tegap. Manusia purba kemudian berkembang
menjadi pithecanthropus, diyakini sebagai jenis Australopithecus. Fragmen – fragmen rahang
atas serta gigi – gigi lepas ditemukan oleh G.H.R. von Koenigswald antara tahun 1936–1941
di Sanggirin, Jawa Tengah. Fragmen rahang bawah lain ditemukan Marks pada 1952 di tempat
sama.
Sebagian gigi geraham yang tersisa dari makhluk ini menunjukkan ia hanya memakan
tumbuh – tumbuhan. Dilihat dari ukuran kepalanya, volume otak masih kecil sehingga
membuat alat sangat terbatas. Ukuran geraham lebih besar dari jenis purba lainnya.
Diperkirakan meganthropus merupakan manusia tertua di Indonesia.
Ciri – ciri meganthropus paleojavanicus :
o Tulang pipi tebal.
o Otot kunyah kuat.
o Tonjolan kening mencolok.
o Tonjolan belakang tajam.
o Tidak memiliki dagu.
o Perawakan tegap.
o Memakan jenis tumbuhan.
2) Pithecanthropus
Fosil manusia paling banyak ditemukan di Indonesia adalah pithecanthropus. Fosil jenis
ini ditemukan Eugene Dubois di desa Trinil, kabupaten Ngawi, Jawa Timur, tahun 1891. Nama
pithecanthropus erectus menjelaskan karakterisitik utama manusia purba ini, pithecanthropus
berasal dari kata pithecos yang berarti “kera”, anthropus yang berarti “manusia”, dan erectus
yang berarti berjalan tegak. Yang berarti manusia kera yang berjalan tegak.
Ciri – ciri umum pithecanthropus :
o Tinggi badan berkisar antara 165 – 180 cm dengan tubuh dan anggota badan yang tegap,
tetapi tidak setegap meganthropus.
o Alat penguyah juga tidak sekuat meganthropus, demikian pula otot tengkuk.
o Geraham besar, rahang kuat, tonjolan kening tebal serta melintang pada dahi dari
pelipis ke pelipis, dan tonjolan belakang pada nyata.
o Dagu belum ada.
o Hidung lebar.
o Perkembangan otak belum menyamai Homo.
o Volume otak berkisar antara 750 – 1.300 cc.
3) Homo
Fosil manusia dari genus Homo adalah Homo wajakensis, Homo soloensis, dan Homo
floresiensis. Dibandingkan dua fosil yang disebut pertama, kesimpulan ilmiah terkait hobbit
dari Flores yang disebut Homo floresiensis masih menjadi kontroversi sampai sekarang. Genus
Homo diyakini sebagai hasil evolusi dari Pithecanthropus.
Temuan genus Homo di Nusantara mengisyaratkan bahwa sekitar 40.000 tahun yang lalu,
Nusantara sudah dihuni Homo sapiens. Homo mempunyai ciri-ciri yang lebih progresif
daripada Pithecanthropus. Volume otaknya bervariasi antara 1.000-2.000 cc, dengan nilai rata-
rata antara 1.350–1.450 cc , Badannya juga lebih tinggi, yaitu antara 130-210 cm, demikian
pula berat badannya, yaitu antara 30-150 kg.
Otaknya lebih berkembang, terutama kulit otaknya, membuat bagian terlebar tengkorak
terletak tinggi di sisi tengkorak dan dahinya membulat serta tinggi. Bagian belakang tengkorak
membulat dan tinggi otak kecil sudah berkembang lebih jauh. Selain itu, otak tengkuk sudah
mengalami banyak reduksi karena tidak begitu diperlukan lagi dalam ukuran besar. Hal ini
disebabkan alat mengunyah sudah menyusut sehingga gigi mengecil begitu pula rahang serta
otot kunyah, dan maka tidak begitu menonjol ke depan. Letak tengkorak di atas tulang belakang
sudah seimbang. Berjalan serta berdiri megak sudah lebih sempuma dan koordinasi otot sudah
jauh lebih cermat.
Rangka Wajak kedua ditemukan pada tahun 1890 di tempat yang sama dan terdiri atas
fragmen-fragmen tulang tengkorak, rahang atas dan bawah, serta tulang paha dan tulang kering.
Fosil ini digolongkan sebagai Homo sapiens dan diberi nama Homo soloensis oleh W.F.F.
Oppenoorth. Diperkirakan hidup sekitar 900.000 sampai 300.000 tahun yang lalu.
Ciri-ciri Homo Soloensis :
• Volume otak antara 1.000-1.200 c.
• Tinggi badan antara 130-210 cm.
• Otot tengkuk mengalami penyusutan.
• Muka tidak menonjol ke depan.
• Berdiri tegak dan berjalan lebih sempurna.
Selanjutnya, Homo floresiensis atau “Manusia Flores” adalah nama yang diberikan oleh
kelompok peneliti terhadap kerangka hobbit yang ditemukan di Liang Bua, sebuah gua kapur
di Ruteng Manggarai, Pulau Flores pada tahun 2001. Di gua tersebut, para peneliti menemukan
serial subfosil (sisa-sisa tubuh yang belum sepenuhnya membatu) dari sembilan individu.
Kesembilan sisa-sisa tulang menunjukkan postur paling tinggi sepinggang manusia modern
sekitar 100 cm dengan volume otak 380 cc. Usia kerangka kerangka ini diperkirakan berasal
dari 94.000 hingga 13.000 tahun yang lalu.
Pemberian nama tersebut berangkat dari keyakinan bahwa Homo floresiensis bukan
manusia modern, melainkan spesies yang berbeda. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian
bahwa tulang Homo floresiensis berbeda dari tulang Homo sapiens (manusia modern) dan
Manusia Neanderthal. Dua publikasi pada 2009 memperkuat argumen bahwa spesimen
kerangka Homo floresiensis lebih primitif daripada Homo sapiens dan berada pada wilayah
variasi Homo erectus.

F. Corak Kehidupan Manusia Zaman Praaksara


Ki Hajar Dewantara merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil cipta, karya, dan karsa
manusia. Senada dengan itu, antropolog lain bernama E. B. Tylor (1871) mendefinisikan
kebudayaan sebagai suatu keseluruhan yang kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Clyde
Kluckhohn menambahkan, kebudayaan memiliki tujuh unsur yang sifatnya universal.
Artinya, unsur – unsur kebudayaan dapat ditemui pada seluruh masyarakat yang ada di dunia.
Ketujuh unsur kebudayaan yang dimaksud adalah sistem mata pencaharian, sistem peralatan
hidup sistem ilmu pengetahuan dan teknologi sistem organisasi sosial dan kemasyarakatan,
sistem religi dan kepercayaan, kesenian, dan bahasa.
Pada bagian berikut ini akan dipaparkan corak kehidupan dan hasil-hasil budaya manusia
zaman praaksara Indonesia. Untuk mempermudah pembahasan, zaman praaksara dibagi
menjadi kategori mata pencarian, yaitu masa berburu dan mengumpulkan makanan (meramu),
masa bercocok tanam, dan masa perundagian.
1. Masa berburu dan mengumpulkan makanan : Zaman Paleolitikum
Sebagaimana diungkapkan The Cambridge Encyclopedia of Hunter Gatherers, berburu dan
mengumpulkan makanan (meramu) merupakan bentuk adaptasi pertama manusia yang paling
sukses serta mencakup 90 persen dari sejarah manusia. Sampai tahun 12.000 SM, semua
manusia hidup dengan cara ini.
Makanan manusia purba pada masa ini bergantung sepenuhnya pada alam dengan berburu
dan mengumpulkan makanan. Hal ini karena pada masa ini hewan dan tumbuh tumbuhan telah
hidup merata di bumi kala Pleistosen sampai Holosen merupakan masa puncak perkembangan
hewan menyusui (mamalia). Oleh karena itu, berburu hewan menjadi aktivitas pokok untuk
bertahan hidup. Hewan-hewan yang diburu antara lain rusa, kuda, babi hutan, kijang, kerbau,
kera gajah, dan kuda nil.
Karena berburu menjadi sarana utama untuk bertahan hidup, kehidupan manusia purba
Indonesia pada masa ini sejak Pithecanthropus sampai Homo sapiens, bersifat nomaden atau
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain mengikuti gerak binatang buruan serta
sumber air. Kehidupan menetap (sedenter) belum dikenal.
Migrasi (perpindahan) hewan buruan itu umumnya dipengaruhi beberapa faktor utama
sebagai berikut.
1. Adanya perubahan iklim yang ekstrem, misalnya kemarau panjang yang membuat banyak
padang rumput dan sumber air menjadi kering, atau musim hujan berkarpanjangan yang
membuat suhu lingkungan menjadi sangat dingin;
2. Bencana alam;
3. Ancaman dari sesama hewan, yaitu hewan karnivora;
4. Gangguan manusia (perburuan);
5. Tumbuh-tumbuhan biasanya lebih mudah tumbuh dan berkembang di daerah-daerah
beriklim lebih panas. Hal ini membuat hewan-hewan pemakan tumbuhan (herbivora) ikut
bermigrasi, mengikuti migrasi tumbuh-tumbuhan itu.
Manusia purba Indonesia mana ini hidup dalam kelompok-kelompok kecil, Interaksi
antaranggota kelompok saat berburu menimbulkan sistem komunikasi dalam bentuk bunyi-
mulut, yakni dalam bentuk kata-kata atau gerakan badan (bahasa isyarat) yang sederhana.
Hasil – Hasil Budaya
Mereka tidak berburu dengan tangan kosong, tetapi menggunakan alat tertentu. Sesuai
perkembangan otaknya yang masih terbatas, alat yang mereka gunakan juga masih sangat
sederhana, yaitu alat-alat dari batu, kayu, dan tulang binatang yang masih kasar. Temuan alat-
alat dari batu yang ditemukan di Indonesia paling banyak berupa kapak perimbas, alat-alat
serpih, dan alat-alat dari tulang. Selain ketiga alat tersebut, ditemukan pula alat-alat seperti
kapak genggam dan kapak penetak.
1). Kapak Perimbas
Kapak perimbas adalah sejenis kapak yang digenggam dan berbentuk masif. Teknik
pembuatannya pada umumnya masih kasar dan tidak mengalami perubahan dalam waktu
perkembangan yang panjang.
2). Alat serpih (flakes)
Temuan alat serpih pertama kali ditemukan oleh von Koenigswald pada tahun 1934. Alat-
alat dikumpulkan dari permukaan tanah barat laut Desa Ngebung, Sragen, Jawa Tengah.
Alat-alat serpih acapkali ditemukan bersama-sama dengan kapak perimbas atau alat batu
masif lainnya. Di beberapa tempat alat serpih merupakan unsur dominan dan kadang kadang
alat ini merupakan unsur pokoknya.
3). Alat tulang
Pembuatan alat-alat tulang sementara ini hanya diketahui di Ngandong sebagai unsur yang
ditemukan dalam konteks Pithecanthropus soloensis dan alat-alat lain yang dibuat dari tanduk,
serpih, dan batu-batu bundar.

2. Masa berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut : Zaman


Mesolitikum
Masa ini terjadi antara 10.000-2.500 tahun yang lalu. Menurut Poesponegoro dan
Notosutanto (1990), manusia purba yang hidup di Nusantara pada masa ini adalah ras
pendatang baru, yaitu ras Australomelanesoid dan ras Mongoloid.
Hipotesis yang populer mengatakan Homo wajakensis dan Homo soloensis telah punah atau
dalam proses kepunahan ketika kedua ras pendatang baru ini tiba. Faktor utama kepunahan
adalah keterbatasan kemampuan otak mereka membuat strategi-strategi baru menyesuaikan
diri dengan alam, termasuk keterbatasan menggunakan otak untuk mengatasi berbagai penyakit
yang timbul Hal semacam ini aga terjadi pada manusia purba sebelum mereka: Pithecanthropus
dan Meganthropus.
Hipotesis lain mengatakan, Manusia Solo dan Manusia Wajak tidak punah, tetapi melebur
melalui proses kawin-mawin (kohabitasi) dengan ras pendatang baru itu. Percampuran itu
menghasilkan manusia Indonesia seperti sekarang Terlepas dari hal itu, pandangan populer
mengatakan pada masa ini Nusantara dihuni kedua ras pendatang baru itu, jenis Homo sapiens
yang sudah sama persis dengan manusia modern.
Ras Australomelanesoid diyakini sebagai keturunan Proto Australoid yang berpindah dari
sekitar Laut Tengah dan tinggal di India. Pada saat bangsa Dravida datang ke India, sebagian
terdesak ke pegunungan, sebagian lagi menyingkir ke timur seperti Kamboja, Tiongkok,
Semenanjung Malaya, dan Indonesia. Pandangan ini diperkuat oleh Sarasin bersaudara
sebagaimana dikutip Restu Gunawan, dkk. (2013: 54). Menurut mereka penduduk asli
Kepulauan Indonesia yang ciri-ciri fisik dan kemampuan otaknya sudah sama dengan manusia
modern sekarang adalah ras bertubuh agak gelap dan bertubuh kecil. Pada mulanya, mereka
tinggal di Asia bagian tenggara. Oleh Sarasin, penduduk asli Indonesia itu disebut sebagai
bangsa Vedda. Mereka mempunyai hubungan erat dengan nenek moyang Melanesia masa kini
dan orang Vedda yang saat ini masih terdapat di Afrika, Asia Selatan (termasuk India) dan
Oseania Orang-orang Vedda atau ras Australomelanesoid ini hidup dalam budaya mesolitik.
a. corak kehidupan sosial - ekonomis
Corak kehidupan mereka tetap sama dengan masa sebelumnya yaitu berburu dan
mengumpulkan makanan dari alam. Benda selain alat-alat dari batu, pada masa ini mereka juga
mampu membuat alat-alat dari tulang dan kulit kerang.
Hal yang membuat mereka mengenal kebiasaan bertempat tinggal secara tidak tetap (semi-
sedenter), terutama di gua gua payung (abris sous roche). Mereka memilih gua-gua yang tidak
jauh dari sumber air atau sungai yang mendapat sumber makanan seperti ikan kerang dan siput.
Selain bertempat tinggal di gua-gua, selain mengerjakan alat-alat mereka juga mulai
mengenal tradisi melukis di dinding-dinding gua atau dinding karang. Sumber inspirasi dari
lukisan-lukisan ini adalah cara hidup mereka yang serba bergantung pada alam. Lukisan-
lukisan itu menggambarkan suatu pengalaman perjuangan, harapan hidup, dan bahkan
kepercayaan mereka.
Pada masa ini pula, untuk pertama kalinya manusia purba menemukan api. Penemuan api
tidak terlepas dari perkembangan otak mereka sebagal akibat dari tuntutan menyesuaikan diri
dengan perkembangan alam dan lingkungan. Secara khusus, api berperan penting dalam
kehidupan gua, seperti menghangatkan tubuh, menghalau binatang buas di malam hari, serta
memasak makanan.
Pada tahap akhir masa ini, mereka telah mengenal cara bercocok tanam yang sangat
sederhana dan dilakukan secara berpindah-pindah menurut kondisi kesuburan tanah. Hutan
yang dijadikan tanah pertanian dibakar terlebih dahulu dan dibersihkan (slash and burn). Di
sana, mereka menanam umbi umbian, seperti keladi.
b. Hasil hasil budaya
Pada masa ini berkembang tiga tradisi pokok pembuatan alat-alat di Indonesia, yaitu tradisi
serpih-bilah, alat tulang dan kapak genggam Sumatra.
1). serpih bilah (flakes)
Tradisi serpih terutama berlangsung dalam kehidupan di gua-gua Sulawesi Selatan, seperti
di Leang Karassa dan pulau- pulau Nusa Tenggara Timur. Adapun di gua-gua di Jawa, serpih-
bilah tidak memainkan peran penting dalam konteks tradisi tulang.
2). alat tulang (pebble)
Alat tulang banyak ditemukan di Jawa Timur. Arkelog L.J.C. Van Es berjasa menemukan
alat-alat ini. Adapun temuan alat-alat tulang yang terkenal di Jawa adalah di Gua Jawa, dekat
Sampung (Jawa Timur). Di tempat itu, ditemukan juga serpih-bilah sederhana, alat-alat tulang
(dua macam bentuk sudip tulang dan semacam belati dari tanduk), mata panah batu yang
bersayap dan berpangkal konveks, hematit (besi oksida), lesung batu, serta perhiasan dari kulit
kerang.
3). Kapak genggam Sumatra (Sumatralith)
Sejumlah alat batu yang di Indonesia dikenal dengan istilah "Sumatralith" atau kapak
genggam Sumatra, berasal dari Asia Tenggara dan ditemukan di Tiongkok Selatan, Vietnam,
Kamboja, Annam, Thailand, dan di Semenanjung Malaya. Melalui daerah Semenanjung
Malaya, tradisi ini menyebar ke Indonesia dan ditemukan di daerah pantai Sumatra Utara yang
berhadapan dengan semenanjung itu.
c. Bentuk kepercayaan awal
Selama bertempat tinggal di gua-gua, mereka mulai mengenal tradisi melukis di dinding-
dinding gua. Lukisan yang terkait dengan sistem kepercayaan awal banyak terlihat di gua-gua
di Sulawesi Selatan dan Papua Lukisan tangan dengan latar belakang cat merah di Gua Lang
Lang (Sulawesi Selatan). Misalnya, diyakini sebagai simbol kekuatan atau lambang kekuatan
pelindung terhadap gangguan toh-roh jahat cap-cap tangan yang jari-jarinya tidak lengkap
diperkirakan merupakan ungkapan berduka atau berkabung – menurut etnoarkeolog HR. van
Heekeren, cap tangan menggambarkan suatu perjalanan dari arwah mereka yang telah
meninggal, yang sedang meraba-raba menuju alam arwah.
3. Zaman Bercocok tanam : zaman neolitikum
Sekitar tahun 1500 SM, datanglah gelombang pertama dari bangsa Melayu Austronesia dari
ras Mongoloid ke Nusantara. Mereka lazim juga disebut bangsa Proto-Melayu atau Melayu
Tua. Jumlah mereka lebih banyak dari penduduk asli, yaitu orang-orang dari ras
Australomelanesoid dan Mongoloid dari masa berburu-meramu tingkat lanjut. Kemungkinan
juga mereka berbaur dengan penduduk asli tersebut.
• Jalur Barat, dari Yunan menuju Thailand (Siam), Semenanjung Malaya kemudian ke
Sumatra, Jawa, dan Flores.
• Jalur Timur, dari Yunan melalui Vietnam menuju Taiwan Kepulauan Filipina
kemudian ke Kepulauan Maluku Sulawesi, Halmahera, dan Papua.
Keturunan Melayu Tua yang sampai sekarang masih ada di Indonesia adalah suku bangsa
Dayak, Toraja, Batak, dan Papua Berdasarkan temuan persebaran kebudayaan Neolitikum
bangsa Melayu Austronesia atau Proto-Melayu ini menyebar.
Merata di seluruh Indonesia. Mereka membawa kebudayaan baru yang disebut budaya
neolitik (budaya batu banu). Masa ini disebut juga zaman kebudayaan kapak persegi karena
banyaknya ditemukan kapak dari batu yang sudah halus, seperti beliung, kapak corong, dan
kapak lonjong.
Selain itu, ciri khas serta sumbangan berharga lain dari bangsa pendatang baru ini adalah
tradisi bercocok tanam. Hal ini tidak mengherankan karena wilayah yang pertama kali
disinggahi orang-orang Yunan ini adalah Vietnam (orang-orang Dong Son) dan Thailand yang
sejak ratusan tahun sebelumnya telah mengenal tradisi bercocok tanam.
Itu juga berarti migrasi orang Yunan atau Vietnam) yang terjadi pada masa ini
menggunakan jalur laut. Sebab, selain petani yang andal, orang-orang Dong Son yang
bermigrasi dari Yunan itu juga dikenal sebagai pelaut pelaut andal.
Pendatang dari Dong Son ini berbaur dengan penduduk asli dari ras Australomelanesoid.
Selanjutnya, kedatangan orang orang Dong Son yang merupakan campuran bangsa Yunan
dengan penduduk asli Dong Son, membuat jumlah penduduk pada masa ini lebih besar dari
sebelumnya. Faktor-faktor lain bertambahnya jumlah penduduk adalah meningkatnya tingkat
kesejahteraan karena pengelolaan pertanian dan peternakan yang lebih baik.
a. corak kehidupan sosial – ekonomis
Cara hidup berburu dan mengumpulkan makanan perlahan-lahan ditinggalkan. Seiring dengan
itu, masyarakat memelihara hewan-hewan tertentu (pastoralisme). Sebagian kecil penduduk
yang tinggal di tepi pantai memproduksi garam dan mencari ikan. Kegiatan bercocok tanam
dilakukan dengan menebang dan membakar pohon-pohon dan belukar (slash and burn)
sehingga terciptalah ladang-ladang yang memberikan hasil hasil pertanian, meskipun sifatnya
masih sederhana. Tanaman yang dikembangkan di antaranya keladi, pisang, kelapa, salak,
rambutan sukun, dan duku. Adapun jenis hewan yang diternakkan di antaranya ayam, kerbau,
anjing, dan babi.
Sebagai konsekuensi dari tradisi baru itu (bercocok tanam) mereka sudah tinggal menetap
(sedenter). Perkampungan terdiri atas tempat-tempat tinggal sederhana yang di diami secara
berkelompok oleh beberapa keluarga. Bangunan tempat tinggal dibuat dari kayu atau bambu.
Gotong royong telah menjadi bagian dari corak kehidupan masyarakat. Menebang hutan,
membakar semak belukar, menabur benih, memetik hasil membuat gerabah, kegiatan tukar-
menukar, berburu dan menangkap ikan dilakukan secara gotong royong. Mereka juga
mengenal pembagian kerja antara kaum wanita dengan laki-laki.
b. Hasil – Hasil budaya
Masa bercocok tanam di Indonesia dimulai kira-kira bersamaan dengan berkembangnya
kemahiran mengupam (menggosok dan mengilapkan) alat-alat batu serta dikenalnya
pembuatan gerabah. Dari hasil pengupaman itu, lahir bema beliung persegi kapak, mata panah,
dan tombak. Beliung da kapak batu ditemukan tersebar di seluruh wilayah Nusantara dan sering
dianggap sebagai petunjuk umum tentang masa bercocok tanam di Indonesia.
1). Beliung persegi
Beliung persegi adalah alat batu paling menonjol dadi masa bercocok tanam. Daerah
penemuannya meliputi hampir seluruh Kepulauan Indonesia. Umumnya berbentuk memanjang
dengan penampang lintang persegi. Seluruh bagiannya diupas halus kecuali pada bagian
pangkalnya sebagai tempat ikatan tangkai. Ukuran dan bentuknya macam-macam, tergantung
penggunaannya. Beliung persegi juga digunakan sebagai ali barter. Ada beberapa variasi
beliung persegi. Variasi yang paling umum adalah beliung, beliung berpunggung tinggi.
2). Kapak lonjong
Tradisi kapak lonjong diduga lebih tua daripada tradisi beliung persegi Bentuk umumnya
lonjong dengan pangkal agak runcing dan melebar pada bagian tajaman. Bagian tanaman
diasah dan dua arah dan menghasilkan bentuk tajaman yang simetris. Bahan yang dipakai
umumnya batu kali berwarna kehitam-hitaman, Daerah penemuan kapak lonjong di Indonesia
hanya terbatas di daerah timur, yaitu Sulawesi, Sangihe-Talaud. Flores Maluku, Leti,
Tanimbar, dan Papua.
3). Alat alat obsidian
Alat-alat yang khusus dibuat dari batu kecubung (obsidian) berkembang sangat terbatas di
beberapa tempat saja seperti Jambi, Leles (sekitar Danau Cangkuang dekat Garut, Leuwiliang
(Bogor) sekitar Danau Tondano (Minahasa), dan dalam jumlah sangat terbatas di Flores Barat.
4). Mata panah
Alat ini berhubungan dengan kehidupan berburu. Ada dua tempat penemuan yang penting
yaitu Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Tempat-tempat penemuan mata panah di Jawa Timur
yaitu Sampung (Gua Lawa), daerah Tuban (Gua Gede dan Kandang), dan gua-gua kecil di
bukit-bukit dekat Tuban, di Besuki (Gua Petpuruh), Bojonegoro (Gua Kramat dan Lawang),
untuk sebar di permukaan bukit-bukit kecil di Song Agung, Sembungan, Gunung Galah, dan
lain-lain.
5). Gerabah
Penyelidikan arkeologis membuktikan benda-benda gerabah mulai dikenal pada masa
bercocok tanam. Bukti-bukti tersebut berasal dan Kendeng Lembu (Banyuwangi), Klapadua
(Bogor) Serpong (Tangerang). Kalumpang dan Minanga Sipakka Sulawesi Selatan bekas
Danau Bandung, dan Paso (Mirahasa).
Temuan-temuan tersebut tampak bahwa teknik pembuatan dan pola bas gerabah pada masa
bercocok tanam masih sangat sederhana, semuanya dikerjakan dengan tangan serta hanya
menggunakan goresan sederhana di lingkar luarnya.
6). Alat pemukul dari kulit kayu
Beberapa dari alat ini yang dibuat dari batu ditemukan di Kalimantan (Ampah) dan Sulawesi
Tengah (Kalumpang Minanga Sipakka, Langkoka, dan Poso).
7). Perhiasan
Dalam masa bercocok tanam perhiasan berupa gelang dari batu dan kerang telah dikenal.
Perhiasan seperti ini umumnya ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
c. sistem kepercayaan
1). Animisme
Animisme, dari bahasa Latin anima yang berarti roh adalah kepercayaan bahwa segala
sesuatu yang ada di bumi ini baik hidup maupun mati (seperti kawasan tertentu gunung laut,
sungai, gua. pohon, atau batu) memiliki roh. Manusia mesti berhubungan baik atau
menghormati roh itu dengan cara melakukan cara pemujaan atau memberi sesaji. Berhubungan
baik dengan cara melakukan acara pemujaan atau memberi saji dimaksudkan agar roh-roh itu
bisa melindungi manusia dan bahkan membantu kehidupan manusia.
Bagian yang tak terpisahkan dari animisme adalah kepercayaan akan adanya roh orang orang
yang telah meninggal Hal itu tercermin dalam upacara penguburan dari tradisi megalitik .
Orang yang sudah meninggal dibekali bermacam-macam barang keperluan sehari-hari, seperti
perhiasan dan periuk dikubur bersama-sama dengan maksud agar perjalanannya dunia aneh
dan kehidupan selanjutnya terjamin.
2). Dinamisme
Dinamisme berasal dari bahasa Yunani dunamos yang berarti “kekuatan" atau "daya"
Dinamisme adalah kepercayaan bahwa benda-benda di sekitar manusia memiliki daya atau
kekuatan gaib yang mampu memberikan manfaat ataupun marabahaya bagi manusia. Benda-
benda suci itu mempunya sifat yang luar biasa baik karena kebaikan ataupun sifat yang luar
biasa buruk sehingga dapat memancarkan pengaruh bayi atau buruk kepada manusia dan dunia
sekitarnya.
Benda-benda yang dianggap suci, seperti pusaka lambang kerajaan, tombak, keris, dan
gamelan akan membawa pengaruh baik bagi masyarakat, misalnya menyuburkan tanah,
mencegah wabah penyakit, dan menolak malapetaka.
4. Masa Bercocok Tanam Tingkat Lanjut : Zaman Megalitikum
Pada masa ini kepercayaan terhadap keberadaan dan pengaruh arwah nenek moyang
semakin berkembang. Zaman ini ditandai dengan hasil budaya berupa bangunan-bangunan
pemujaan arwah nenek moyang yang berukuran besar Pengertian Megalitikum sendiri adalah
batu besar dengan mega yang berarti "besar dan litikum (berasal dari lithos) yang berarti "batu".
1). Menhir
Menhir adalah tugu atau batu yang tegak dan sengaja ditempatkan di suatu tempat untuk
memperingati orang yang sudah meninggal. Batu tegak ini merupakan media penghormatan,
sekaligus lambang bagi orang-orang yang sudah meninggal tersebut.
2). Punden Berundak
Punden berundak merupakan bangunan yang disusun secara bertingkat yang dimaksudkan
untuk melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang. Bangunan ini kemudian menjadi
konsep dasar bangunan candi pada masa Hindu – Buddha.
3). Kubur batu
Bentuknya mirip dengan bangunan kuburan seperti yang dapat kita lihat saat ini, umumnya
tersusun dari batu yang terdiri atas dua sisi panjang dan dua sisi lebar. Sebagian besar kubur
batu yang ditemukan terletak membujur dari arah timur ke barat.
4). Dolmen
Dolmen merupakan bangunan megalitik yang memiliki banyak bentuk dan fungsi, misalnya
sebagai pelinggih roh atau tempat sesaji pada saat upacara. Dolmen biasanya diletakkan di
tempat – tempat yang dianggap keramat atau di tempat – tempat pelaksanaan upacara yang ada
hubungannya dengan pemujaan kepada roh leluhur.
5). Arca Batu
Arca batu banyak ditemukan di beberapa tempat di wilayah Indonesia, di antaranya adalah
di Pasemah (Sumatra Selatan) dan di Sulawesi Tenggara. Bentuk arca batu dapat menyerupai
binatang atau manusia dengan ciri negrito. Di Pasemah, ditemukan arca yang dinamakan Batu
Gajah, yaitu sebongkah batu besar berbentuk bulat dan di atasnya terdapat pahatan wajah
manusia yang mungkin merupakan perwujudan dari nenek moyang yang menjadi objek
pemujaan.
Selain itu, orang yang telah meninggal diberikan penghormatan dan sajian selengkap
mungkin deng maksud mengantar arwah dengan sebaik-baiknya ke tempus tujuannya yaitu
dunia arwah. Oleh karena itu, penguburan orang yang meninggal dilakukan dengan dua cara,
yaitu dengan cara langsung (primer) dan tidak langsung (sekunder).
5. Masa Perundagian : Zaman Logam
Sekitar tahun 300 SM, gelombang kedua dari bangsa Melayu Austronesia dari ras
Mongoloid tiba di Nusantara. Mereka lazim juga disebut bangsa Deutero-Melayu atau Melayu
Muda dan langsung berbaur dengan penduduk sebelumnya. Sebagaimana gelombang pertama,
mereka juga datang dari Yunan, wilayah Tiongkok bagian selatan. Bangsa Deutero-Melayu ini
hidup bersama dan bahkan kawin-mawin (kohabitasi) dengan penduduk asli dari bangsa dan
ras yang sama. Penduduk asli jauh lebih dulu tiba di Nusantara (pada masa bercocok tanam),
dan biasa disebut dengan bangsa Proto-Melayu.
a. Corak Kehidupan Sosial – Ekonomis
Masa ini disebut masa perundagian dari kata undagi yang berarti "terampil"-karena pada
masa ini muncul golongan undagi atau golongan yang terampil melakukan suatu jenis usaha
tertentu, seperti membuat alat-alat dan logam, rumah kayu gerabah dan perbulan.
Munculnya kemampuan membuat alat-alat dari logam tidak menggantikan mata pencarian
pokok, yaitu bercocok taram Konon keterampilan membuat alat-alat dari logam itu awalnya
lahir dari kebutuhan akan pengolahan tanah sawah yang lebih baik.
Sementara itu, penduduk Nusantara hidup secara menetap di desa-desa di daerah
pegunungan, dataran rendah, dan di tepi pantai dalam tata kehidupan yang makin teratur dan
terpimpin. Perdagangan dilakukan antar pulau di Indonesia serta antara Kepulauan Indonesia
dan Daratan Asia Tenggara. Perahu bercadik memainkan peranan yang besar dalam hubungan
hubungan perdagangan ini. Perdagangan dilakukan dengan cara tukar-menukar barang-barang
(barter) yang diperlukan tiap-tiap pihak. Benda-benda tukar yang digemari adalah benda-benda
yang mengandung arti magis dan bersifat khas misalnya nekara perunggu, moko, dan benda-
benda perhiasan, seperti manik-manik.
Ada dua teknik utama membuat barang-barang dari logam, yaitu a cire perdue (teknik cetak
tuang dan bivalve (teknik dua setangkup).
Langkah-langkah membuat benda logam dengan teknik cetak tuang :
(1) Bentuk model benda logam yang diinginkan dengan menggunakan bahan dasar dari lilin
terlebih dahulu.
(2) Model lilin dilapisi dengan tanah liat. Setelah mengeras, tanah liat tersebut dipanaskan
dengan api sehingga mencair melalui lubang yang telah disiapkan di bagian bawah model.
(3) Dari lubang bagian atas model yang sudah disiapkan masukkan logam cair dan biarkan
sampai cairan logam mendingin.
(4) Setelah dingin, model dari tanah liat tadi dipecahkan d benda logam yang diinginkan pun
sudah jadi.
Keuntungan dari teknik a cire perdue adalah benda yang diinginkan dapat mempunyai detail
yang sempurna. Kelemahannya adalah cetakan model hanya dapat digunakan sekali saja.
Cara pengolahan logam dengan teknik dua setangkup (bivalve) :
(1) Buat cetakan model dari benda yang dikehendaki dengan bentuk yang dapat saling
ditangkupkan.
(2) Kemudian tuangkan logam cair ke dalam cetakan tersebut.
(3) Kedua cetakan kemudian saling ditangkupkan.
(4) Biarkan sampai logam dingin dan cetakan dapat dibuka.
(5) Benda logam yang diinginkan sudah dapat digunakan.
Keuntungan dari teknik dua setangkup adalah cetakan dapat digunakan berulang kali.
Kelemahannya adalah terdapat rongga dalam benda logam yang sudah jadi sehingga kurang
kuat.
Pada masa ini, kehadiran pemimpin juga semakin penting untuk menyikapi perkembangan
masyarakat yang semakin dinamis Ketika masyarakat mempraktikkan sistem persawahan
selain berhuma, misalnya, perlu ada gotong royong di antara mereka. Dalam proses itu
ditetapkan juga aturan (misalnya, soal pengaturan air sawah), nilai, dan norma bersama
Pemimpin diperlukan untuk memfasilitasi kerja sama serta menegakkan atau mengawasi
pelaksanaan aturan, nilai, dan norma bersama itu. Hal yang sama berlaku juga pada hubungan
hubungan Sosial yang lain, termasuk misalnya dalam hal upacara keagamaan. Pada masa
berburu meramu dan bercocok tanam, pemimpin memang sudah dikenal (primus interpares).
b. Hasil – hasil budaya
1). Alat alat dari logam perunggu
Berdasarkan temuan-temuan arkeologis, Indonesia hanya mengenal alat-alat dari perunggu
dan besi. Alat-alat dari perunggu, di antaranya nekara perunggu, kapak perunggu, bejana
perunggu, arca perunggu. Sementara itu, alat-alat dari besi, di antaranya mata kapak, mata
sabit, mata pisau, mata pedang cangkul dan tongkat.
(a) Nekara dan moko
Nekara berbentuk seperti dandang terbalik dengan bagian atas yang datar dan bagian bawah
yang terbuka. Bentuk nekara umumnya tersusun dari tiga bagian bagian atas terdiri dari bidang
pukul yang datar dan bagian bahu dengan pegangan bagian tengah berbentuk silinder, dan
bagian bawah atau kaki yang melebar.
Nekara memiliki beragam fungsi, diantaranya sebagai alat upacara keagamaan, genderang
perang, alat memanggil Hujan, benda tukar wadah atau bekal kubur, dan penanda status atau
mas kawin. Setiap wilayah umumnya memegang salah satu atau dua fungsi tersebut, D Alor
Flores, dan Rote (ketiganya di NTT) misalnya fungsi nekara lebih komplek sebagai sarana
upacara lambang status sosial dan sebag kawin Saat upacara, misalnya, nekara dipukul dan
biasa disertai sesaji.
Moko
Moko banyak beredar di bagian timur Indonesia. Orang alor menyebutnya “moko atau
“mako”, sedangkan penduduk Pulau Pentar menamakan benda ini “kendang perunggu”.
Bentuk moko ini masuk dalam nekara tipe Pejeng, tetapi dengan ukurang kecil dengan hiasan
– hiasan yang lebih sederhana.
(b) Kapak perunggu
Berdasarkan tipenya, kapak perunggu dibagi dalam dun golongan, yaitu kapak corong
(kapak sepatu) dan kapak upacara. H.R. van Heekeren menambahkan satu tipe lagi yaitu
tembilang atau tajak. Ada dua fungsi kapak perunggu, yaitu sebagai alat upacara atau benda
pusaka, dan sebagai perkakas atau alat untuk bekerja.
(c) Bejana Perunggu
Di Indonesia, ditemukan hanya dua bejana perunggu, yaitu di Sumatra dan Madura.
(d) Patung perunggu
Patung perunggu mempunyai bentuk macam – macam, seperti bentuk orang atau binatang.
Patung berbentuk orang ini ditemukan di Bangkinang (Riau). Dan patung perunggu berbentuk
binatang ditemukan di Limbangan (Bogor).
(e) Gelang dan cincin perunggu
Gelang dan cincin perunggu umumnya tanpa hiasan, namun ada yang dihias denga pola
geometris. Bentuk kecil ini mungkin hanya digunakan sebagai alat penukar atau benda pusaka.
Gelang yang berhias umunya besar dan tebal.
2) Alat – alat dari besi
Penemuannya terbatas jumlahnya. Sering ditemukan sebagai bekal kubur, misalnya di
kubur – kubur di Wonosari (Jawa Tengah) dan Besuki (Jawa Timur).
(3) gerabah
Gerabah memang telah dikenal sejak masa bercocok tanam, namun pada masa perundagian,
pembuatan gerabah telah mencapai tingkat yang lebih maju daripada sebelumnya. Darah
penemuannya lebih jelas serta ragamnya lebih kaya. Hal ini menunjukkan peranan gerabah
dalam kehidupan masyarakat tidak mudah digantikan oleh alat-alat dari logam baik perunggu
maupun besi. Hal itu karena tidak setiap orang dapat membuat apalagi memiliki alat-alat dari
logam. Maka, gerabah tetap menjadi alat yang banyak dipakai.
Umumnya, gerabah dibuat untuk kepentingan rumah tangga sehari-hari, misalnya sebagai
tempat air alat untuk memasak makanan, dan tempat untuk menyimpan makanan dan barang-
barang lain. Dalam upacara-upacara keagamaan gerabah digunakan pula sebagai tempayan
kubur dan sebagai bekal kubur.
d. Bentuk Kepercayaan
Kepercayaan kepada pengaruh arwah nenek moyang terhadap perjalanan hidup manusia
serta upacara-upacara religius yang menyertainya semakin berkembang pada masa
perundagian. Hasil budayanya berupa bangunan-bangunan besar atau megalitik (mega berarti
"besar" dan litikum atau lithos berarti "batu") yang berfungsi sebagai sarana pemujaan kepada
roh nenek moyang seperti menhir, batu berundak, dolmen, kubur batu, sarkofagus, waruga,
serta berbagai jenis arca berukuran besar. Diyakini bahwa arwah nenek moyang itu akan
melindungi dan menyertai perjalanan hidupnya manusia jika arwah-arwah itu selalu
diperhatikan dan dipuaskan melalui upacara-upacara.

G. Nilai-Nilai Budaya Masyarakat Masa Praaksara Yang Masih Bertahan


Menjelang berakhirnya masa praaksara itu kepercayaan akan roh-roh nenek moyang dan
kekuatan yang melampaui kehidupan manusia semakin matang dan menjadi ritus Upacara
tesebut bertujuan menghormati roh-roh yang belah mati dan bukan menyembah kekuatan
supranatural menjadi praktik yang rutin. Mereka juga sadar akan keberadaan mereka di dunia
yang bersifat sementara, serta tujuan hidup mereka.
Mereka ingin nilai dan pandangan hidup itu tidak hanya menjadi milik mereka tetapi juga
milik generasi-generasi berikut. Maka hasil-hasil budaya yang bersifat nonfisik ini
(kepercayaan, nilai, norma, etos, etika, sikap-perilaku yang dihormati, moralitas yang dianut,
dan lain-lain) mereka warisi sialisasikan ke generasi baru. Mereka belum mengenal tulisan,
dan karena itu proses pewarisan tidak dilakukan cara tertular. Meski demikian pada masa ini
kemampuan berkomunikasi mereka dengan menggunakan bahwa sudah berkembang pesat.
Dengan sarana bahasa mereka mewariskan nilai nilai dan pandangan hidup mereka ke generasi-
generasi berikutnya. Tokoh-tokoh penting dalam sosialisasi atau pewarisan itu adalah keluarga
masyarakat, dan para penatua (tokoh masyarakat).
Ada dua cara menyampaikan nilai-nilai dan pandangan hidup komunitas tersebut yaitu
secara langsung melalui nasihat-nasihat dan petuah-petuah, dan secara tidak langsung melalui
contoh hidup dan folklor (mitos legenda, dongeng, upacara nyanyian rakyat, dll), Nasihat dan
petuah yang disampaikan orang tua biasanya juga merupakan nasihat dan petuah leluhur
mereka.
Folklor itu bukan sebuah cerita dan/atau aktivitas tanpa makna. Di dalamnya terkandung
pandangan hidup, etos sistem kepercayaan, kebiasaan, atau adat istiadat masyarakat praaksara.
1. Tradisi, Tradisi Lisan, dan Folkflor
Kata tradisi berasal dari bahasa Latin tradition, yang berarti "menyampaikan" atau
"meneruskan". Melalui kata ini, muncul kata bahasa Inggris-nya tradition dengan pengertian
yang sama.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata tradisi diartikan sebagai hal yang disampaikan
atau yang diteruskan dari satu generasi ke berikutnya. Itu dapat berupa pesan atau kesaksian
yang disampaikan melalui ucapan dongeng nyanyian, pantun cerita rakyat. nasihat, dan balada.
Tradisi juga dipahami sebagai suatu adat kebiasaan yang dipertahankan turun-temurun dan
masih dihayati oleh masyarakat pendukungnya.
Pada masyarakat praaksara penyampaian kebiasaan kebiasaan yang berlaku di masyarakat
dilakukan dengan cara bertahan atau dengan berbicara secara lisan. Penyampainnya dilakukan
secara lisan kemudian dikenal istilah tradisi lisan.
Tradisi lisan terangkum dalam apa yang disebut folklor. Jejak sejarah masyarakat praaksara
dalam bentuk dongeng Legenda mitos, musik, upacara, pepatah, lelucon takhayul lagu rakyat,
kebiasaan-kebiasaan, kepercayaan alat musik rakyat, pakaian dan perhiasan tradisional obat-
obatan tradisional arsitektur rakyat dan kerajinan tangan merupakan bagian dari apa yang
disebut folk (dari kata bahasa Inggris folklore, folk berarti rakyat dan lore berarti "tradisi" atau
"ilmu pengetahuan").
Folklor adalah bagian dari kebudayaan suatu masyarakat yang tersebar dan bersifat
tradisional yang diwariskan secara lisan dan turun-temuan. Setiap masyarakat atau keadaan di
Nusantara memiliki folklor sendiri dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Berikut ini ciri-ciri folklor :
• Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan.
• Bersifat tradisional, artinya terikat dalam bentuk dan aturan yang baku.
• Bersifat anonim, artinya nama penciptanya tidak diketahui.
• Memiliki gaya bahasa yang suka melebih-lebihkan serta sering menggunakan kata-kata
klise, misalnya jika ingin menggambarkan kecantikan seseorang akan dikatakan
"Wajahnya bersinar seperti bulan purnama".
• Menggunakan kalimat pembuka dengan kata-kata, "menurut empunya cerita" atau
"menurut saltibulhikayat", dan menutupnya dengan ".. demikianlah mereka hidup
berbahagia selamanya ...".
• Memiliki fungsi penting dalam kehidupan bersama dalam suatu masyarakat, selain
sebagai hiburan, pendidikan nilai, juga untuk menyampaikan protes sosial dan bahkan
untuk mengungkapkan keinginan yang terpendam.
• Merupakan milik bersama masyarakat pendukungnya.
2. Jenis – Jenis Folklor
a. Mitos
Mitos (dari kata bahasa Yunani mythos; Inggris: mithology) adalah cerita prosa rakyat yang
tokohnya para dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia lain pada masa lampau
dan dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau oleh penganutnya. Mitos
umumnya menceritakan tentang terjadinya alam semesta, dunia, bentuk khas binatang bentuk
topografi, petualangan para dewa dan kisah percintaan mereka, dan sebagainya.
b. Legenda
Mirip dengan mitos, legenda adalah prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita
sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Bedanya dengan mitos, tokoh dalam legenda lebih
bersifat duniawi.
Terdapat beberapa ciri legenda :
1) bersifat duniawi, artinya bertempat di dunia seperti yang kita kenal sekarang dan terjadi pada
masa yang belum terlampau lama;
2) ditokohi oleh manusia yang ada kalanya mempunyai sifat dan kekuatan yang luar biasa, serta
sering kali dibantu oleh makhluk-makhluk gaib;
3) milik bersama suatu komunitas tempat legenda tersebut lahir;
4) sering mengalami penyimpangan dari versi sebelumnya (terutama karena tidak ditulis);
5) diwariskan secara turun-temurun;
6) banyak mengandung ajaran tentang kebaikan melawan kejahatan sehingga dapat dijadikan
pedoman hidup.
Jan Harold Brunvand menggolongkan legenda menjadi 4 yaitu :
1) Legenda keagamaan
Legenda yang berkisah tentang para pemuka agama, contohnya Walisongo
2) Legenda Alam Gaib
Legenda ini berbentuk kisah yang benar – benar terjadi atau dialami oleh manusia
sehubungan dengan makhluk gaib. Fungsinya untuk meneguhkan kebenaran dan kepercayaan
terhadap alam gaib yang sering disebut takhayul. Contohnya legend mandor Kebun Raya
Bogor yang lenyap sewaktu bertugas di kebun itu.
3) Legenda Perorangan
Legenda dengan kisah tentang orang – orang tertentu dan dianggap benar terjadi. Contohnya
legenda cerita Panji (Jawa timur).
4) Legenda Tempat
Legenda dengan kisah yang berhubungan dengan suatu tempat atau bentuk topografi suatu
daerah. Contohnya legenda Danau Toba di Sumatra.
c. Dongeng
Dongeng adalah cerita fiktif atau imajinatif yang diceritakan turun-temurun. Dalam
dongeng, mungkin kita akan menemukan manusia bisa terbang atau hewan dapat berbicara.
Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan, tetapi banyak juga dongeng yang mengajarkan
tentang baik buruk dan bahkan sindiran. Dengan demikian, selain menghibur, dongeng
merupakan sarana sosialisasi nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Salah satu jenis dongeng yang terkenal adalah fabel yaitu dongeng yang tokoh-tokohnya
berupa hewan dengan perilaku seperti manusia. Contohnya dongeng Si Kancil yang cerdik,
Bawang Merah dan Bawang Putih, Joko Kendil, dll.
d. Nyanyian rakyat
Menurut ahli folklor, Fan Harold Brunvand, nyanyian rakyat adalah jenis folklor yang
terdiri dari teks dan lagu. Dalam nyanyian rakyat, kata-kata dan lagu merupakan satu kesatuan
yang tak terpisahkan. Namun, teks yang sama tidak selalu dinyanyikan dengan lagu yang sama.
Sebaliknya, lagu yang sama sering dipakai untuk menyanyikan beberapa teks nyanyian yang
berbeda. Sifat lentur seperti inilah yang membuat nyanyian rakyat berbeda dengan lagu pop
atau klasik. Oleh karena itu umur nyanyian rakyat lebih lama daripada lagu pop atau klasik.
Setidaknya, ada empat fungsi nyanyian rakyat, yaitu pertama, sebagai pelipur lara, nyanyian
jenaka, pengiring permainan anak anak, dan pengantar tidur; kedua, sebagai pembangkit
semangat; ketiga, memelihara sejarah tempat atau sejarah klan. Di Nias, ada nyanyian rakyat
yang disebut Hoho, yang digunakan untuk memelihara silsilah kan besar orang Nias yang
disebut Mado. Fungsi keempat adalah sebagai protes sosial, misalnya terhadap praktik praktik
ketidakadilan dalam masyarakat.
e. Upacara
Upacara merupakan rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan-aturan
tertentu, seperti adat istiadat agama, dan kepercayaan. Contohnya upacara penguburan,
pendirian rumah, pembuatan perahu, awal perburuan, perkabungan, pengukuhan kepala suku,
dan upacara sebelum berperang. Setidaknya, ada dua tujuan diadakaruya upacara yakni sebagai
berikut.
Pertama, berterima kasih kepada kekuatan-kekuatan yang diyakini telah memberikan
perlindungan dan pertolongan serta menghindari amarah kekuatan-kekuatan itu. Kedua,
memperkuat keberadaan dan pengakuan akan peran kekuatan kekuatan itu dalam kehidupan
sehari-hari masyarakatnya, Contohnya upacara adat Penti di Manggarai, NTT, dan upacara
Kasodo oleh masyarakat Tengger di sekitar Gunung Bromo Selain itu, terdapat upacara
"Larung Samudra yaitu melarung makanan ke tengah laut dan upacara "Seren Taun di daerah
Kuningan.
3. Upaya melestarikan Tradisi Lisan
Banyak alasan masyarakat Indonesia melestarikan tradisi lisan salah satunya adalah tradisi
itu mengandung ajaran moral, nilai, dan norma. Contoh tradisi lisan yang masih dipertahankan
keberadaanya oleh masyarakat pendukungnya.
a. Wayang
Wayang diperkirakan mulai dikenal orang sejak masa praaksara, yaitu sebagai media yang
digunakan dalam upacara mengundang roh nenek moyang. Wayang kemudian berkembang
menjadi pertunjukkan dalam bentuk teater, dengan menggunakan boneka bentuk pipih. Setiap
boneka memiliki ciri dan karakter masing – masing mirip dengan manusia yang dijumpai sehari
– hari. Bentuk fisik bervariasi bergantung imajinasi dan tradisi dari kelompok masyarakat
pendukungnya. Lakon pada cerita mengambil tema dari dua epos Hindu, yaitu Mahabharata
dan Ramayana.
Mengapa wayang masih bertahan dan dipelihara ? Pertunjukan wayang sarat dengan ajaran
moral dan lakon dari tokoh – tokoh wayang dihidupkan oleh dalang ini mengandung hiburan,
dapat digunakan sebagai pendidikan, dan bahkan pada awal perkembangan islam, wayang juga
digunakan sebagai media dakwah.
Karena wayang banyak disukai dan mudah diterima di berbagai kalangan, bermunculan
banyak jenis wayang, di antara sebagai berikut.
a. Wayang kulit : tokohnya terbuat dari kulit, dengan tampilan warna – warni yang
menarik untuk menghidupkan karakter tokohnya.
b. Wayang wong : tokohnya manusia dengan kostum sesuai dengan tuntutan cerita.
c. Wayang golek : tokohnya dibuat dari kayu, seperti wayang dari Jawa Barat.
b. Wayang Beber
Wayang beber adalah bentuk wayang yang agak berbeda dari wayang lain. Wayang beber
menggunakan media gambar yang lakon-lakonnya dilukis di atas kertas (daluang) dengan
ukuran 200 x 70 cm, lalu dibentangkan (dibeber). Wayang beber tidak melakonkan epos-epos
besar, tetapi mengambil cerita dari kisah Panji yang terjadi pada masa kerajaan Majapahit dan
Kerajaan Kediri (sekitar abad VIII hingga awal abad XVI).
Untuk menghidupkan cerita, dalang harus mengekspresikan tokoh dalam gambar yang
dibeberkan tersebut. Sementara itu, suasana pertunjukkan dibangun dengan kesan mistis dan
gaib karena selain sebagai pencerita, dalang memiliki kemampuan mengusir roh jahat.
c. Mak Yong
Mak yong adalah sejenis pertunjukan tradisi lisan yang berasal dari Pattani, Thailand selatan.
Mak yong masuk ke Indonesia melalui Riau, lalu Sumatra Utara, kemudian Kalimantan Barat.
Mak yong kemudian menjadi bagin kebudayaan Melayu.
Ada banyak unsur seni dalam mak yong, seperti drama, tari, musik, dan mimik. Dialog
disampaikan dalam bentuk prosa dan tanpa naskah. Pertunjukkan ini merupakan bentuk ucapan
terima kasih kepada Tuhan. Dengan demikian, pertunjukan ini sering dianggap sebagai
pertunjukkan suci. Oleh karena itu, awal pertunjukan selalu didahului pembacaan doa yang
dilakukan oleh panjak dan bomah.
d. Didong
Didong merupakan kesenian tradisional masyarakat Gayo, provinsi Aceh. Kata didong
berasal dari kata dendang yang artinya sama dengan denang dan donang yang dalam bahasa
Gayo artinya menghibur diri sendiri dengan menyanyi. Unsur-unsur yang ada di dalam dialog
meliputi seni sastra, tari dan seni suara. Tokoh utama dalam tradisi ini adalah ceh yang
mempunyai kemampuan mengubah lagu.
Untuk menghidupkan pertunjukan, sajak-sajak yang disampaikan ceh akan diiringi dengan
tepukan tangan, entakan kaki, dan ketukan panci. Isi sajak yang dinyanyikan umumnya
merupakan gambaran kehidupan sehari-hari seorang petani sederhana.
e. Rabab Pariaman
Raba pariaman adalah salah satu tradisi lisan yang berasal dari Sumatra Barat. Rabab adalah
sejenis alat musik gesek yang menggunakan tempurung kelapa sebagai badannya, ditutup
dengan bambu dan diberi kayu dan hiasan bunga pada kepalanya. Cara menyembunyikannya
adalah dengan dipetik atau dengan busur gesek yang terbuat dari kawat nilon halus. Bentuk
keseluruhannya dan cara memainkannya persis seperti biola.
Teks rabab dibagi dalam dua unsur, yaitu dendang dan kaba. Dendang adalah syair yang
dinyanyikan dan kaba adalah cerita yang disampaikan. Sebagian besar cerita berlatar belakang
sebuah kerajaan dengan tokoh utama seseorang yang memiliki kekuatan gaib.
f. Tanggomo
Tanggomo merupakan salah satu bentuk puisi tradisional dalam tradisi lisan yang berasal
dari Provinsi Gorontalo. Pertunjukan puisi tersebut dinyanyikan oleh seorang penyanyi yang
disebut to motanggomo. Mereka datang dari berbagai latar belakang seperti petani, pedagang
dan nelayan. Mereka mengubah suatu cerita menjadi untaian tanggomo, dilakukan lisan, di
sela-sela bekerja. Penyampaiannya dapat diiringi alat musik dan dapat juga dengan tanpa
musik. Tanggomo bisa disampaikan di mana saja, seperti di pasar.
Keberadaan tanggomo sangat dekat dengan rakyat karena seusai namanya yang artinya
menampung, seorang to motanggomo harus siap menampung keinginan penonton, biasanya
berupa menyelingi cerita dengan lagu. Sementaara itu kisah yang disampaikannya bermacam-
macam, bisa dari mitos dan legenda keagamaan, bisa juga dari sejarah.
4. Pentingnya Memelihara Tradisi Lisan
Tradisi lisan merupakan identitas komunitas dan salah satu sumber penting dalam
pembentukan karakter bangsa melalui nilai-nilai luhur yang diwariskannya. Tradisi lisan juga
dapat menjadi pintu masuk untuk memahami permasalahan masyarakat pemilik tradisi yang
bersangkutan.
Sudahkah kita menghargai tradisi lisan sebagaimana seharusnya ? Tradisi lisan nusantara,
seperti dongeng, puisi, syair, pantun, dan teater, justru semakin berjaarak dengan masyarakat
dan banyak yang menganggap tradisi lisan hanyalah peninggalan masa lalu yang hanya cukup
menjadi kenangan manis belaka.
Tradisi lisan seolah-olah tidak relevan lagi dengan kehidupan modern yang semakin melaju
cepat ini. Pewarisan tradisi lisan ternyata tidak berjalan secara alamiah seperti yang diharapkan.
Akibatnya, para penutur dan komunitas tradisi lisan di negeri ini semakin berkurang.
Permasalan tersebut terjadi karena ada berbagai kendala yang masih dihadapi
pengembangan dan penguatan tradisi lisan. Kendalanya sebagai berikut.
a. Kebijakan dan strategi kebudayaan yang tepat belum siap.
b. Biaya terbatas.
c. Teknologi mengasingkan tradisi dari masyarakatnya.
d. Peran masyarakat dan keluarga dalalm menjaga warisan budaya menurun.
Oleh karena itu, diperlukan upaya mendorong berbagai usaha mempercepat proses
penguatan tradisi lisan sebagai identitas budaya dalam membangun peradaba. Di antaranya
sebagai berikut.
a. Menguatkan Peran Masyarakat Pendukungnya
Upaya revitalisasi tradisi lisan harus juga melibatkan masyarakat pendukung, seperti
penutur, penonton dan pihak lain sehingga tradisi lisan tidak kehilangan kekuatannya.
Revitalisasi tradisi lisan sebagai seni pentas saja tidak efektif dalam menjaga keberlangsungan
tradisi secara maksimal.
Tradisi itu perlu terus dihidupkan dalam pementasan, pertunjukan, dan perayaan masyarakat
dan menjadi sesuatu yang penting. Reproduksinya, baik dalam dokumentasi, pembuatan film,
ataupun dalam bentuk lain menjadi sarana pembantu untuk menghadirkan dan membangun
ingatan akan tradisi yang menjadi khazanah berharga dari suatu komunitas. Pemahaman
tersebut perlu disosialisasikan ke berbagai pihak dengan cara, yakni mdia massa, pendidikan,
dan kontak langsung dengan masyarakat.
b. Masuk Kurikulum Sekolah
Hal ini dapat diwujudkan dengan mendorong pemerintah menjadikan tradisi lisan salah satu
bahan ajaran di sekolah. Dalam rankga ini, pemerintah bersama masyarakat perlu menggagas
kompetensi guru dan tenaga pendidik yang dibekali pengetahuan mengenai tradisi lisan lokal.
Hal ini karena tradisi lisan membantu anak didik, terutama usia dini, mengembangkan mimpi
dan karakter mereka saat dewasa.
Karakter bangsa Indonesia sebagai bangsa multibudaya dan menghargai keharmonisan
mestinya bisa dibentuk sejak awal jika tradisi lisan tetap hidup dan menjadi stimulus bagi setiap
anak didik. Selain itu, tradisi lisan berperan penting membangun karakter bangsa karena
kandungan nilai-nilai moral yang ada di dalam tradisi lisan.

Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan makalah di atas, dapat disimpulkan bahwa,
Asal – Usul Bumi dan Makhluk Hidup. Pada awalnya, bumi berbentuk gumpalan panas yang terus
berputar. Menurut teori geologi, yaitu iilmu yang mempelajari tentang pembentukan bumi dibagi 4
tahap yaitu masa arkaekum, masa paleozoikum, masa mesozoikum dan masa neozokum.
Perkembangan makhluk hidup dijelaskan sebelumnya bahwa kehidupan muncul pertama kali pada
masa Paleozoikum. Bahkan pada Holosen (masa Neozoikum), manusia purba telah berkembang lebih
sempurna lagi, yaitu dengan munculnya jenis Homo sapiens yang ciri cirinya mirip dengan manusia
sekarang. DijelaskanTeori Darwin Dalam pandangan Darwin, semua kehidupan memiliki leluhur yang
sama. Salah satu spesies binatang yaitu kelompok mamalia, berevolusi lagi sehingga menghasilkan
"binatang" yang berakal budi, yaitu manusia.
Terbentuknya kepulauan di Indonesia disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu (i) adanya perubahan
bentuk daratan akibat gerakan endogen dan eksogen: (ii) perubahan iklim berupa es yang mencair
dan/atau membeku yang mengakibatkan perubahan suhu bumi dan luas daratan itulah alasannya kala
Pleistosen disebut juga zaman es atau zaman glasial, dan (iii) letusan gunung api. Gabungan ketiga
faktor tersebut, terutama gerakan endogen berupa pergerakan lempeng tektonik, juga ikut membentuk
Kepulauan Indonesia.
Asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia. Di Indonesia, temuan manusia purba terdiri atas
Meganthropus, Pithecanthropus, dan Homo. Penemus berbagai jenis manusia purba tidak terlepas dari
penelitian yang dilakukan para ahli paleontologi Belanda, di antaranya Eugene Dubois (1856-1940) dan
GHR von Koenigswald (1902-1982). Secara khusus, kedatangan Eugene Dubois ke Indonesia berawal
dari keyakinannya bahwa manusia purba menyukai hidup di daerah tropis seperti Indonesia.
Manusia purba di Indonesia. Penelitian tentang sejarah kehidupan di bumi, termasuk hewan dan
tumbuhan pada zaman lampau yang telah menjadi fosil di Indonesia pertama kali dilakukan oleh Eugene
Dubois. Mula-mula ia menyelidiki gua-gua di Sumatra Barat Mendengar adanya penemuan tengkorak
manusia di Wajak, Tulungagung.

Corak kehidupan Manusia Zaman Praaksara. Menurut peneliti, corak kehidupan dan hasil –
hasil budaya manusia zaman praaksara Indonesia dibagi menjadi kategori mata pencaharian
yaitu masa berburu dan mengumpulkan makanan (meramu), masa bercocok tanamdan zaman
perundagian. Pertama masa berburu dan mengumpulkan makanan : Zaman Paleolitikum,
Kedua meramu tingkat lanjut (Zaman Mesolitikum), Ketiga Masa bercocok tanam(Zaman
Neolitikum), Keempat masa bercocok tanam tingkat lanjut (Zaman Megalitikum), Kelima
Masa perundagian (Zaman Logam).
Nilai budaya masyarakat masa praaksara yang masih bertahan. Ada dua cara menyampaikan
nilai nilai dan pandangan hidup komunitas tersebut, yaitu secara langsung melalui nasihat-
nasihat dan petuah-petuah, dan secara tidak langsung melalui contoh hidup dan folklor (mitos,
legenda, dongeng, upacara, nyanyian rakyat, dll). Upaya melestarikan tradisi lisan. Dengan
menguatkan peran masyarakat pendukungnya dan masuk kurikulum sekolah.

B. Saran
Untuk semua, sebaiknya kita harus mempelajari pelajaran sejarah. Karena seperti yang kita
telah ketahui, sejarah mempunyai arti penting dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya
adalah manfaat pendidikan, yang dapat kita jadikan sebuah hikmah baik yang positif maupun
yang negatif. Untuk nilai-nilai positif yakni keberhasilan-keberhasilan kita pertahankan dan
tingkatkan lagi, dan sebaliknya, untuk nilai-nilai negatif, kesalahan-kesalahan yang pernah
terjadi masa lampau, tidak akan terulang lagi. Seperti yang sering kita dengar “Belajarlah dari
sejarah” atau “sejarah mengajarkan kepada kita” atau “perhatikanlah pelajaran-pelajaran yang
diberikan oleh sejarah” .

C. Penutup
Sekian Makalah Awal kehidupan Indonesia dari saya, semoga makalah ini bisa menjadi
pembelajaran kita semua untuk mengetahui awal kehidupan di Indonesia. Terima kasih.

D. Daftar Pustaka

• Buku Bab 2 Sejarah Indonesia “Awal Mula Kehidupan di Indonesia”


• https://www.dosenpendidikan.co.id/sal-usul-indonesia/
• https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/30/170000169/manusia-purba-di-
indonesia-jenis-dan-ciri-cirinya
• https://www.gurupendidikan.co.id/sejarah-kepulauan-indonesia/
• https://www.sejarah-negara.com/1419/kehidupan-zaman-praaksara/

Anda mungkin juga menyukai