Anda di halaman 1dari 4

Aris Radita Pramana | 15021020

Paradoks Braess : Contoh Kasus, Penerapan Nyata, User Equilibrium, dan


Penerapan di Indonesia

Braess’ Paradox atau Paradoks Braess merupakan suatu paradoks yang dikemukakan
oleh seorang matematikawan Jerman Bernama Dietrich Braess. Paradoks ini menjelaskan
bahwa saat suatu jaringan lalu lintas ditambahkan suatu jalan baru, para pengemudi memiliki
tendensi untuk memilih jalan yang mereka pikir dapat menghabiskan waktu yang lebih singkat.
Namun, tindakan ini malah dapat menurunkan keseluruhan performa jaringan lalu lintas

Gambar 1. Kondisi Rute dari Kota A ke Kota B


Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=ZiauQXIKs3U

Sebagai contoh, untuk pergi ke Kota B dari Kota A, pengendara dapat melewati dua
rute, yaitu rute utara dan selatan. Untuk rute utara, pengendara harus melewati jalan W selama
20 menit dan dilanjutkan dengan jalan X selama T/10 (waktu tempuh didapatkan dari
pembagian jumlah kendaraan yang lewat dibagi sepuluh). Pada rute selatan, pengendara harus
melewati jalan Y selama T/10 dan jalan Z untuk waktu tempuh 20 menit. Misalnya terdapat
200 pengendara dari kota A yang ingin pergi ke kota B, pengendara akan berpikir untuk
mengambil jalan yang mana saja karena waktu tempuh kedua rute akan sama. Waktu yang akan
ditempuh pengendara yang melalui rute utara dan selatan akan bernilai 30 menit.

Hal ini akan menjadi masalah saat pemerintah berpikir untuk mengurai waktu tempuh
dengan menambahkan jalan antara jalan W dan Y dan jalan X dan Z.

Gambar 2. Kondisi Rute dari Kota A ke Kota B Setelah Penambahan Jalur


Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=ZiauQXIKs3U
Aris Radita Pramana | 15021020

Pengendara akan berpikir untuk mengambil jalan Y dan X yang notabene dapat lebih cepat
dibanding jalan W dan Z karena waktunya yang relatif terhadap jumlah kendaraan. Saat
melewati jalan Y dan X, akan ada kemungkinan waktu yang ditempuh bernilai sangat singkat
jika kendaraan yang lewat sedikit. Sayangnya, pemikiran ini dimiliki oleh semua pengendara
yang akan menuju ke kota B. Jika pengendara yang menuju kota B sejumlah 200 dan semuanya
mengambil rute jalan Y dan X, maka total waktu tempuh menjadi 40 menit. Pengambilan rute
ini justru memperlambat waktu tempuh dari kota A ke kota B. Hal inilah yang disebut dengan
Paradoks Braess.

Pada kasus di mana para pengendara terbagi secara merata pada dua rute, para
pengendara diasumsikan mengetahui waktu yang akan mereka tempuh dari tiap rute serta
mengetahui kondisi jaringan lalu lintas. Hal ini dikenal dengan sebutan user equilibrium. User
equilibrium menyatakan bahwa untuk setiap tujuan, semua rute yang akan ditempuh memiliki
waktu tempuh yang seminimal mungkin dan bernilai sama. Pada kondisi user equilibrium,
tidak ada pengendara yang dapat menurunkan biaya perjalanan dengan berkendara melewati
rute lain, sehingga untuk setiap rute akan memiliki waktu tempuh yang sama

Paradoks Braess telah diterapkan di beberapa negara, salah satunya di


Cheonggyecheon, Korea Selatan. Awal masalah dimulai pada tahun 1968 di mana pemerintah
melakukan upaya antisipasi kemacetan. Upaya tersebut berupa pembangunan jalan raya,
termasuk juga jalan layang. Walaupun sudah dibangun jembatan fly-over, masalah seperti
kemacetan dan masalah di masyarakat masih terjadi. Hal ini menggerakkan walikota Seoul,
Lee Myung Bak pada tahun 2002 untuk menghilangkan jalan layang serta melakukan restorasi
sungai yang sebelumnya ditutup untuk jalan layang. Tentunya hal ini menjadi kontroversi
karena biaya yang dihabiskan mencapai 300 juta dollar dan masyarakat merasa rencana yang
dilakukan walikota tersebut tidak akan menyelesaikan permasalahan yang ada. Akan tetapi,
pemikiran masyarakat terbukti salah. Restorasi tersebut mampu mengurai kemacetan. Selain
itu, penggunaan kendaraan pribadi menurun 2,3% dan meningkatkan penggunaan transportasi
umum bis hingga 1,4%. Partikel debu akibat kendaraan menurun hingga 7% serta
mengembalikan spesies organisme secara signifikan.

Seakan tidak belajar dari pengalaman negara lain, pemikiran “menambah jalan mampu
mengurai kemacetan dan mempersingkat waktu tempuh perjalan” telah mengakar.
Pembangunan jalan baru dapat mendorong perilaku pengendara kendaraan pribadi untuk
melakukan mobilisasi yang berakibat bertambah parahnya kemacetan. Menurut Ahmad
Aris Radita Pramana | 15021020

Munawar dari Fakultas Teknik UGM, pembangunan jalan tol yang awalnya dipikir dapat
mengurai kemacetan justru menambah kemacetan, atau yang dikenal dengan Braess’ Paradox.
Beberapa negara telah mulai merencanakan system transportasi massal, akan tetapi biaya yang
mahal, waktu yang cukup lama, serta nilai keuntungannya tidak ada menghambat
perealisasiannya. Ahmad Munawar menjelaskan bahwa perealisasian ini tidak dapat menjadi
proyek yang berorientasi pada keuntungan, akan tetapi menjadi proyek layanan public.
Bagaimanapun, saat mobilisasi lancar, pada akhirnya dapat memberikan keuntungan bagi
daerah tersebut.

Pertumbuhan jalan raya tak akan pernah dapat memenuhi pertumbuhan kendaraan
bermotor. Berdasarkan data pemerintah, pertumbuhan kendaraan bermotor di Jakarta mencapai
10%, namun jalan raya yang tersedia di bawah 1%. Jumlah kendaraan bermotor sudah
melampaui penduduk dari Jakarta itu sendiri. Sehingga diperlukan perubahan sosial secara
“paksa” agar terjadi perubahan dari penggunaan kendaraan pribadi ke kendaraan umum.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memulai untuk menyelesaikan masalah tersebut


dengan berbagai cara. Pertama, meningkatkan kebijakan ganjil-genap. Kedua, pembuatan
JakLingko, system transportasi umum terintegrasi berupa angkot. Supir angkot digaji per bulan
dengan target berupa jarak yang harus diselesaikan per harinya. Hal ini dapat mencegah angkot
untuk berhenti di jalan. Ketiga, mencegah fenomena bottle-neck atau penyempitan jalan
misalnya dari 3 ruas menjadi hanya 2 ruas. Yang terakhir, perluasan trotoar dapat memberi
keleluasaan bagi pejalan kaki. Langkah yang dilakukan pemerintah DKI ternyata membuahkan
hasil yang positif, di mana Jakarta turun ke peringkat ke-46 mnurut Tom Tom Traffic Index
pada 2021 pada peringkata kota termacet di dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Mamun, M. S. dkk. 2015. Comparison of User Equilibrium (UE) and System Optimum (SO)
Traffic Assignment Methods for Auto Trips. International Conference on Recent
Innovation in Civil Engineering for Sustainable Development (IICSD-2015)
Department of Civil EngineeringDUET - Gazipur, Bangladesh.

Anonim. 2022. Jakarta Traffic. https://www.tomtom.com/en_gb/traffic-index/jakarta-traffic/.


Diakses 07/09/2022 pada pukul 20.23
Aris Radita Pramana | 15021020

Shahindra, Tengku. Paradox Braess : antara Jakarta dan Cheonggyecheon.


https://ilmusdm.wordpress.com/2012/01/08/braess/. Diakses pada 07/09/2022 pukul
20.24

Agung. 2014. Sistem Angkutan Massal, Solusi Atasi Kemacetan.


https://www.ugm.ac.id/id/berita/8756-sistem-angkutan-massal-solusi-atasi-
kemacetan. Diakses pada 07/09/2022 pukul 20.25

MindYourDecisions. 2014. The Braess Paradox: How Closing Roads Can Speed Up Traffic.
https://www.youtube.com/watch?v=ZiauQXIKs3U. Diakses pada 07/09/2022 pukul
20.33

Intifadha, Ridha. 2020. https://id.quora.com/Mengapa-jalan-yang-dipersempit-sehingga-


kemacetan-semakin-parah-di-Jakarta. Diakses pada 07/09/2022 pukul 20.31

Anda mungkin juga menyukai