Anda di halaman 1dari 5

BAB 2

Definisi
 SKA -> penyakit jantung koroner yang progresif ditandai dengan gejala klinis nyeri dada
yang umumnya disertai oleh aktivasi saraf simpatetik.
 SKA berdasarkan derajat obstruksi dan iskemia dapat dibagi menjadi infark miokard akut
dengan elevasi segmen ST (STEMI), infark miokard akut non-elevasi segmen ST
(NSTEMI), dan angina pektoris tidak stabil (UAP)
 Umumnya SKA disebabkan oleh adanya disrupsi atau ruptur dari plak aterosklerosis
diikuti oleh agregasi platelet dan formasi dari trombus intrakoroner.
 Saat trombus mengoklusi secara sebagian maka akan menimbulkan manifestasi klinis ->
NSTEMI dan UAP.
 Keduanya kemudian dibedakan lebih lanjut dengan adanya nekrosis miokard (NSTEMI)
atau tidak (UAP).
 Jika trombus mengoklusi arteri koroner secara total maka akan menimbulkan STEMI.

Epidemiologi

Etiologi
 Penyebab utama terjadinya SKA -> terdapat ketidakseimbangan antara kebutuhan
oksigen miokard (demand) dan suplai oksigen oleh arteri koroner (supply).
 NSTEMI hampir selalu dikaitkan dengan penyebab aterosklerosis -> plak aterosklerosis
yang ruptur dan terjadi disfungsi endotel sehingga terbentuk trombus yang mengoklusi
arteri koroner menyebabkan nekrosis miokard.
 Namun NSTEMI memiliki beberapa penyebab non-aterosklerosis seperti emboli koroner
yang berasal dari katup jantung yang terinfeksi (endokarditis), vaskulitis akut yang dapat
menginisiasi oklusi koroner, diseksi arteri koroner spontan, spasme arteri koroner,
trombositosis, dan lain - lain.

FAKTOR RISIKO

PATOGENESIS
 Pembentukan plak aterosklerotik diawali dengan adanya disfungsi endotel yang
disebabkan oleh low shear stress dan adanya paparan terhadap bahan kimia yang toksik
-> reactive oxygen species (ROS)
 ROS meningkat saat seseorang merokok, menderita diabetes, dan memiliki kadar lipid
yang abnormal -> menyebabkan faktor pelindung dari endotel rusak dan terjadilah
inflamasi -> terdapat pelepasan sitokin inflamasi, meningkatnya produksi molekul adhesi
permukaan sel yang nantinya bertugas untuk merekrut leukosit, berkurangnya produksi
nitrogen monoksida (NO) dan prostasiklin (pelindung endotel dan bersifat antitrombotik
sehingga mencegah terbentuknya trombus)
 Karena endotel telah mengalami disfungsi, permeabilitas endotel meningkat dan LDL
(low-density lipoprotein) dapat masuk ke intima dan terakumulasi di subendotel.
 LDL terpapar oleh ROS -> mengalami oksidasi dan pada pasien diabetes LDL akan
mengalami glikasi sehingga LDL bersifat proinflamasi.
 LDL yang termodifikasi dan ekspresi dari sitokin proinflamasi -> merekrut leukosit
(monosit dan T limfosit).
 Monosit akan masuk ke dalam intima dan berdiferensiasi menjadi makrofag dan
tergabung dengan lipoprotein sehingga membentuk sel busa (foam cell).
 Plak akan terus berkembang semakin besar karena proliferasi otot polos, akumulasi lipid
dalam sel busa dan matriks protein interseluler yang membentuk fibrous cap.
 Fibrous cap -> bagian dari plak yang menyelubungi pusat nekrosis yang berisi sel – sel
busa, lipid, dan debris sel.
 Integrasi fibrous cap mempengaruhi manifestasi klinis yang dihasilkan.
 Saat fibrous cap tebal -> arteri semakin sempit namun kecenderungan untuk ruptur
kecil.
 Sebaliknya jika fibrous cap tipis -> tidak akan terlalu mengoklusi arteri namun memiliki
kecenderungan untuk ruptur cukup tinggi
 Rupturnya plak dipengaruhi oleh faktor kimia yang dihasilkan oleh sel inflamasi
(MISALNYA sel T limfosit menghasilkan interferon gamma (IFN-γ) -> menginhibisi sintesis
kolagen oleh sel otot polos). Kolagen bertugas untuk memperkuat fibrous cap.
 Selain itu sel dalam plak memproduksi enzim seperti metalloproteinase yang
mendegradasi matriks interstisial -> menyebabkan destabilisasi plak.
 Selain faktor kimia, tekanan darah (misalnya saat berolahraga maka laju nadi
meningkat) dapat menyebabkan stress secara fisik pada plak -> plak ruptur.
 Saat plak ruptur, -> pelepasan tissue factor yang mengaktivasi kaskade koagulasi dan
kolagen subendotel mengaktivasi platelet.
 Platelet yang teraktivasi akan melepaskan ADP, fibrinogen, faktor Va, dan
vasokonstriktor (thromboxane dan serotonin).
 Jadinya semua yang berlangsung yaitu pembentukan trombus, perdarahan intraplak,
dan vasokonstriksi pada endotel yang telah mengalami disfungsi akan semakin
mempersempit lumen vaskuler menyebabkan oklusi yang berakhir pada kejadian
iskemik

PATOFISIOLOGI
 STEMI -> transmural -> ekstensinya hingga seluruh ketebalan dinding miokard
 NSTEMI -> subendokardial -> mengenai lapisan bagian dalam miokard
 Proses infark diawali oleh iskemia (reversibel) -> kemudian menjadi kematian sel yang
ireversibel (nekrosis)
o Perubahan awal : Perubahan metabolisme aerobik -> anaerobik. glikolisis
anaerobik mengambil alih -> akumulasi asam laktat
o Menurunnya produksi ATP -> mengganggu aktivitas transmembran Na+-K+-
ATPase
 ↑konsentrasi Na+ intraseluler -> edema sel
 ↑ K+ ekstraseluler -> rentan mengalami aritmia
Perubahan lanjut : Miosit nekrosis -> digantikan jaringan fibrosa (4-7 hari) -> zona infark
menjadi lemah secara struktural -> terbentuk jaringan granulasi menjadi awal proses fibrosis
(>7 hari) -> terus berlangsung selama 7 minggu

MANIFESTASI KLINIS

DIAGNOSIS
 Diagnosis NSTEMI ditentukan berdasarkan gejala klinis pasien, abnormalitas pada EKG,
dan hasil pemeriksaan BIOMARKA JANTUNG.
 EKG -> ditemukan ST depresi dan/atau inversi gelombang T.
 walaupun ST depresi dan/atau inversi gelombang T juga dapat ditemukan pada pasien
UAP, abnormalitas EKG pada NSTEMI akan lebih persisten dibandingkan pada UAP.
 Perlu dipastikan tidak terdapat ST elevasi untuk membedakan NSTEMI dan STEMI.
 Lalu untuk membedakan UAP dan NSTEMI -> pemeriksaan biomarka jantung yaitu
kreatinin kinase-MB (CK-MB) dan troponin I/T.
 Troponin dan CK-MB akan mengalami peningkatan pada kasus NSTEMI sebagai tanda
adanya nekrosis miokard.
 Kadar troponin dalam darah -> mulai meningkat 3 – 4 jam setelah onset nyeri dada dan
memuncak -> dalam 18-36 jam lalu kemudian mulai menurun perlahan.
 Troponin akan mulai normal setelah kurang lebih 10 hari.
 CK-MB akan mulai meningkat dalam 3 – 8 jam setelah infark dan memuncak dalam 24
jam. CK-MB akan kembali normal dalam 48 – 72 jam

TATALAKSANA
 Penanganan berikutnya setelah diketahui hasil pemeriksaan mengarah pada NSTEMI ->
dilakukan stratifikasi risiko dengan TIMI (Thrombolysis in Myocardial Infarction) ->
membantu menentukan strategi penanganan berikutnya apakah konservatif atau
invasif.
o Skor TIMI ≥3 direkomendasikan melakukan strategi invasif yang melibatkan
angiografi koroner untuk mengkonfirmasi obstruksi pembuluh darah dan
memastikan indikasi revaskularisasi koroner
 Selain itu juga dapat dilakukan stratifikasi risiko GRACE (Global Registry of Acute
Coronary Events) -> mengelompokkan pasien menjadi 4 kategori berdasarkan profil
risikonya untuk menentukan waktu dalam melakukan angiografi (strategi invasif).
 Tindakan revaskularisasi (percutaneous coronary intervention dan CABG) ditentukan
berdasarkan status klinis, komorbiditas, dan beratnya penyakit.

Obat-obatan
1. Anti Iskemia
a. Penyekat Beta (beta blocker)
 Memiliki efek terhadap reseptor beta-1 untuk menurunkan konsumsi oksigen
miokardium.
 Direkomendasikan pada NSTEMI dan UAP terutama jika terdapat hipertensi dan/atau
takikardia.
b. Nitrat
•Memiliki efek dilatasi vena -> preload dan volume akhir diastolik ventrikel kiri berkurang, ->
mengurangi konsumsi oksigen miokardium. Juga mendilatasi pembuluh darah koroner.
•Tidak diberikan pada pasien tekanan darah sistolik <90 mmHg atau >30 mmHg di bawah nilai
awal, bradikardia berat (<50 kali permenit), takikardia tanpa gejala gagal jantung atau infark
ventrikel kanan.
•Diindikasikan pada pasien dengan iskemia persisten, gagal jantung, hipertensi dalam 48 jam
pertama UAP/NSTEMI

c. Penyekat Kanal Kalsium (calcium channel blockers/CCBs)


•Memiliki efek vasodilator arteri koroner
• direkomendasikan untuk pasien NSTEMI dengan kontraindikasi terhadap penyekat beta (beta
blocker).

2. Antiplatelet
 Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin (DAPT : dual antiplatelet
therapy) sesegera mungkin dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada kontraindikasi
seperti risiko perdarahan berlebih
 Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole) diberikan bersama DAPT pada
pasien dengan riwayat perdarahan saluran cerna atau ulkus peptikum dan perlu diberikan
pada pasien dengan faktor risiko yaitu, infeksi H. pylori, usia 65 tahun dan konsumsi
bersama dengan antikoagulan atau steroid.

4. Antikoagulan
• Harus ditambahkan pada semua pasien dengan terapi antiplatelet secepat mungkin
• Fondaparinux memiliki profil keamanan berbanding risiko paling baik
• Heparin tidak terfraksi (UFH) atau heparin berat molekul rendah (LMWH) diberikan saat
fondaparinux atau enoxaparin tidak tersedia

5. Penghambat angiotensin converting enzyme (ACE) dan penghambat reseptor


angiotensin
•Diberikan untuk mengurangi remodeling dan menurunkan angka kematian paska infark
miokard dengan gangguan fungsi sistolik jantung dengan atau tanpa gejala klinis gagal jantung
•Penghambat ACE diindikasikan penggunaannya untuk jangka panjang pada pasien dengan
diabetes melitus, hipertensi atau penyakit ginjal kronik kecuali terdapat kontraindikasi
•Penghambat reseptor angiotensin adalah alternatif pada pasien intoleran penghambat ACE

6. Statin
• Harus diberikan pada semua penderita NSTEMI/UAP tanpa melihat nilai awal kolestrol
LDL dan tanpa mempertimbangkan modifikasi diet

PEMBAHASAN KASUS
Tatalaksana pasien di UGD :

 Brilinta loading dose 180 mg, dilanjutkan 2 x 90 mg


o Sesuai dengan literatur yaitu diberikan penghambat reseptor ADP (Ticagrelor)
 Arixtra 1 x 2,5 ml
o Pemberian antikoagulan sudah sesuai dengan literatur yaitu harus ditambahkan
pada semua pasien dengan terapi antiplatelet (pasien mengkonsumsi Aspirin dan
Ticagrelor)
 Ranitidine 50 mg IV
o Sesuai dengan literatur bahwa penghambat pompa proton diberikan bersama
DAPT (pemberian penghambat reseptor ADP dan Aspirin) pada pasien dengan
risiko perdarahan (>65 tahun dan mengkonsumsi antikoagulan).
 Obat rutin dilanjutkan
o Nitrat dan Aspirin sudah masuk dalam obat – obatan rutin pasien (Miniaspi 1 x 80
mg dan Nitrokaf Retard 2 x 2,5 mg)
o Morfin dan Oksigen tidak diberikan diperkirakan karena tidak adanya indikasi

Tatalaksana pasien di ruang rawat inap :

 Obat rutin dilanjutkan


o Metformin 2 x 500 mg -> diabetes melitus
o Atorvastatin 1 x 40 mg -> perbedaan dosis pada literatur diduga atas dasar pasien
memiliki risiko kardiovaskular sangat tinggi -> memerlukan penurunan LDL
>50% dan konsentrasi <70 mg/dL
o Ramipril 1 x 5 mg -> penghambat ACE -> diindikasikan penggunaannya untuk
jangka panjang pada pasien dengan diabetes melitus dan hipertensi -> mengurangi
remodeling serta mencegah gangguan fungsi sistolik jantung
o Concor 1 x 2,5 mg -> penyekat beta -> direkomendasikan pada pasien NSTEMI
terutama jika terdapat hipertensi
o Lansoprasol 1 x 30 mg -> mencegah risiko perdarahan saluran cerna

Anda mungkin juga menyukai