Anda di halaman 1dari 21

BAB II

PEMBAHASAN
A. RAGAM DILEMA ETIKA DALAM SAINS DAN TEKNOLOGI
1. Perubahan etika/moral akibat perkembangan teknologi
Etika adalah seperangkat prinsip moral atau prinsip nilai yang
mengatur individu masyarakat untuk berperilaku dan bertindak benar. Etika
merupakan cabang filsafat yang mengkaji mengenai prinsip-prinsip moral
yang mengatur perilaku seseorang sehingga sering disebut dengan filsafat
moral (Dua, 2011). Etika juga merupakan instrument untuk menilai
perilaku/tindakan manusia baik atau buruk. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia dilema berarti situasi yang sulit yang mengharuskan seseorang
untuk memilih diantara dua kemungkinan yang sama-sama tidak
menguntungkan atau tidak menyenangkan atau bisa berarti situasi yang sulit
dan membingungkan. Menurut Arens (1991) dilema etika merupakan situasi
yang dihadapi seseorang dimana keputusan mengenai perilaku yang layak
harus di buat. Oleh karena itu dilema etika merupakan gambaran situasi
dimana individu mengalami beberapa pilihan keputusan yang bersangkutan
dengan moral yang dimilikinya. Contoh sederhananya adalah jika seseorang
menemukan cincin berlian, ia harus memutuskan untuk mencari pemilik
cincin atau mengambil cincin tersebut. Menurut Thompson (1981) dilema
etika merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang
memuaskan atau situasi alternatif tidak sebanding.

Berikut merupakan beberapa contoh perubahan etika/moral akibat


perkembangan teknologi Gilory (2013):
a. Predictive Policing, teknologi yang dapat menganalisis dan mengambil data
untuk mengantisipasi, mencegah, dan merespons kejahatan di masa
mendatang secara efektif. Beberapa sumber prediksi berasal dati peta
kejahatan, data kamera lalu lintas, rekaman pengawasan, dan analisis
jaringan sosial media. Namun teknologi ini menimbukan dilema kapan
seseorang harus dihukum atas kejahatan yang mungkin saja akan mereka
lakukan berdasarkan sumber ini.

1
b. Cyborg buatan sendiri, merupakan kit yang disebut Robo Roach yang
memungkinkan pengguna menggunakan kecoak untuk dirakit bersama Robo
Roach untuk menjadi perangkat cyborg dengan tujuan memahami sistem
mikrostimulasi saraf. Dalam hal ini timbul dilema mengenai apakah etis
menjadikan makhluk hidup sebagai cyborg.
c. Implan Chip Data, merupakan perangkat micro yang dapat menyimpan
berbagai data dalam diri seseorang yang dapat memudahkan manusia
memantau posisi anak mereka, catatan medis, catatan keuangan, hingga data
pendidikan. Namun hal berpotensi menimbulkan peretasan informasi
individu.
d. Robot Seks, teknologi bot ini tidak terbatas pada penggunaan secara
seksual, tetapi juga dirancang untuk mengekspresukan cinta dan kasih
sayang dengan mengembangkan kecerdasan sesuai dengan minat pembeli.
Namun teknologi ini tentu menimbulkan masalah baru dalam kehidupan
manusia, kemungkinan terjadi perubahan norma dan nilai dalam interaksi
antar manusia, pembentukan ikatan sosial hanya dengan robot, candu seks,
pemindahan harapan individu dari hubungan robot ke hubungan manusia.
e. Mata Uang Virtual, merupakan cara murah seseorang untuk menukar uang
secara online tanpa campur tangan otoritas pusat. Namun mata uang virtual
dianggap sebagai transaksi berbahaya yang tidak di atur dan dapat
berfluktuasi secara liar dalam waktu singkat. Berbagai masalah etika akibat
perubahan teknologi uang virtual, termasuk pajak, pencucian uang,
pembelian barang ilegal, dan hacking pada dompet uang virtual.
f. Neurienhancement, atau pil pintar merupakan stimultan seperti Ritalin &
Adderall yang menstimulasi otak yang digunakan untuk pengobatan kondisi
neurologis dan perilaku, namun saar ini teknologi yang sama digunakan
untuk membantu meningkatkan kemampuan otak manusia di luar
kemampuan alaminya. Teknologi ini menimbulkan pertanyaan bahwa
haruskan manusia memiliki tanggungjawab menjadi manusia terbaik yang
mereka bisa?
g. Geoengineering, merupakan teknologi yang memanipulasi lingkungan
berskala besar yang sengaja digunakan untuk mengatasi pemanasan global.
Namun, teknologi ini membawa dampak kepada lingkungan sekitarnya.
Keputusan suatu negara untuk menggunakan geoengineering dapat
berdampak langsung dan merugikan kesejahteraan negara lain serta
mempengaruhi kesehatan manusia. Dapat dikatakan bahwa teknologi ini
berdampak pada etika keadilan lingkungan.
h. Hak Milik Luar Angkasa, teknologi yang memungkinkan manusia untuk
menambang benda-benda luar angkasa yang dinilai memliki kandungan
yang kaya dan langka seperti platinum, iridium, dan palladium dari pada
yang ada dibumi. Perkembangan teknologi ini berdampak pada etika
normatif, untuk apa perusahaan tertentu memiliki hak milik luar angkasa
apabila mereka adalah pihak satu-satunya yang dapat menambang di luar
angkasa.
i. Penegak Hukum Otomatis, robot saat ini dikembangkan untuk melakukan
pengawasan, analisis, dan penegak kejahatan yang efektif dan efisien.
Dimasa mendatang, perkembangan teknologi ini dapat menggantikan naluri
dan penilaian manusia dalam bidang penegakan hukum.
j. Mesin Antar Muka, teknologi ini dikembankan dengan tujuan membantu
orang yang menderita kelumpuhan untuk dapat mengendalikan secara
mental robot penggerak atau protesis robot. Pemulihan kontrol otak
terhadap orang tuli hingga rekayasa memori melalui teknik menumbuhkan
jaringan biologis sintetik yang mengandung kabel berskala nano yang
biokompatibel. Pada prinsipnya, ilmuan dapat mengubah sebagian bentuk
tubuh menjadi komputer. Pada aspek ini, norma kemanusiaan menjadi
terancam.
2. Prinsip Dilema Etika
Etika terkait dengan karsa karena manusia memiliki kesadaran moral.
Akal dan moral dua dimensi manusia yang saling berkaitan. Etika terkait
dengan karsa karena manusia memiliki kesadaran moral (Rukiyanti, L.
Andriyani, Haryatmoko, Etika Pendidikan, hal. 43).
Dari kutipan di atas kita bisa menarik kesimpulan bahwa karsa
merupakan suatu unsur yang tidak terpisahkan dari perilaku manusia. Karsa ini
pun berhubungan dengan nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang dianut oleh
seseorang, disadari atau pun tidak. Nilai-nilai atau prinsip-prinsip inilah yang
mendasari pemikiran seseorang dalam mengambil suatu keputusan yang
mengandung unsur dilema etika.
a. Melakukan, demi kebaikan orang banyak.
b. Menjunjung tinggi prinsip-prinsip/nilai-nilai dalam diri Anda.
c. Melakukan apa yang Anda harapkan orang lain akan lakukan kepada diri
Anda.
3. Paradigma Dilema Etika
Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi
dilema etika yang bisa dikategorikan seperti di bawah ini:
a. Individu lawan masyarakat (individual vs community) Dalam paradigma
ini ada pertentangan antara individu yang berdiri sendiri melawan sebuah
kelompok yang lebih besar di mana individu ini juga menjadi bagiannya.
Bisa juga konflik antara kepentingan pribadi melawan kepentingan orang
lain, atau kelompok kecil melawan kelompok besar. Dilema individu
melawan masyarakat adalah bagaimana membuat pilihan antara apa yang
benar untuk satu orang atau kelompok kecil, dan apa yang benar untuk yang
lain, kelompok yang lebih besar. Guru kadang harus membuat pilihan
seperti ini di dalam kelas. Bila satu kelompok membutuhkan waktu yang
lebih banyak pada sebuah tugas, tapi kelompok yang lain sudah siap untuk
ke pelajaran berikutnya, apakah pilihan benar yang harus dibuat? Guru
mungkin menghadapi dilema individu lawan kelompok.
b. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy) Dalam paradigma ini
ada pilihan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan
sepenuhnya. Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan
yang sama bagi semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena
kemurahan hati dan kasih sayang, di sisi lain.
c. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty) Kejujuran dan kesetiaan
seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika.
Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku
setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur
menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai
kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat
sebelumnya. Hampir dari kita semua pernah mengalami harus memilih
antara mengatakan yang sebenarnya atau melindungi teman (saudara) yang
dalam masalah. Ini adalah salah satu contoh dari pilihan atas kebenaran
melawan kesetiaan.
d. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
Paradigma ini paling sering terjadi dan mudah diamati. Kadang perlu untuk
memilih antara yang kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik
untuk masa yang akan datang. Paradigma ini bisa terjadi di level personal
dan permasalahan sehari-hari, atau pada level yang lebih luas, misalnya
pada issue-issue dunia secara global, misalnya lingkungan hidup dll. Orang
tua kadang harus membuat pilihan ini. Contohnya: Mereka harus memilih
antara seberapa banyak uang untuk digunakan sekarang dan seberapa
banyak untuk ditabung nanti. Pernahkah Anda harus memilih antara
bersenang-senang atau melatih instrumen musik atau berolahraga? Bila iya,
Anda telah membuat pilihan antara jangka pendek melawan jangka panjang.

B. DILEMA ETIKA SAINS DAN TEKNOLOGI DALAM BIDANG


PENDIDIKAN
1. Dilema Digital di Tingkat Pelajar

Pada jurnal Digital Ethical Dilemmas in Teaching (Rachel, 2019)


pemerataan dan teknologi pendidikan ada hubungan yang erat antara prestasi
pendidikan dan status sosial ekonomi. Semakin kaya konteks siswa, semakin
baik prestasi pendidikan mereka. Mengingat prestasi pendidikan siswa yang
kurang beruntung secara ekonomi, dorongan untuk teknologi pendidikan di
sekolah dapat memperburuk ketidaksetaraan ini, terutama ketika biaya
perangkat jatuh ke keluarga siswa. Penelitian komparatif telah menunjukkan
bahwa penggunaan teknologi komputasi di sekolah tidak mengarah pada hasil
pendidikan yang lebih baik (Selwyn 2016). Ada dilema etika seputar
kesetaraan bagi siswa kebijakan seperti “Bawa Perangkat Anda Sendiri”
[BYOD]. Dalam lingkungan kebijakan BYOD, sekolah tidak menyediakan
komputer untuk siswa, melainkan menetapkan bahwa siswa menyediakan
laptop mereka sendiri atau yang serupa. Siswa yang kurang mampu secara
ekonomi lebih cenderung membawa ke sekolah model atau perangkat lama
atau bekas seperti tablet dan ponsel yang kurang optimal di lingkungan laptop.
Siswa seperti itu juga cenderung tidak dapat memperbaiki atau mengganti
perangkat mereka jika rusak di lingkungan sekolah. Lingkungan BYOD lebih
sulit untuk dikerjakan oleh guru karena tidak ada jaminan bahwa semua siswa
di kelas memiliki aplikasi yang sama di perangkat atau bahwa semua perangkat
cocok untuk berbagai aktivitas berbasis komputer yang mungkin ingin
digunakan guru dalam pengajaran.

2. Dilema Digital untuk Guru


Pada jurnal Digital Ethical Dilemmas in Teaching (Rachel, 2019) siapa
yang bertanggung jawab untuk meningkatkan keterampilan guru di sekitar alat
yang akan mereka gunakan? Tujuan untuk mendapatkan lebih banyak
komputer di sekolah berarti bahwa guru diharuskan untuk menggunakannya,
tidak hanya dalam pengajaran tetapi juga untuk administrasi dan
pengembangan profesional. Sementara guru tidak rentan seperti siswa (menjadi
orang dewasa), masih ada dilema etika seputar penggunaan teknologi digital
oleh guru. Jika penggunaan komputer diharapkan oleh sekolah, apakah sekolah
bertanggung jawab untuk memastikan bahwa sekolah memiliki pengembangan
profesional yang diperlukan? Di banyak yurisdiksi, guru diharapkan lebih
banyak menggunakan teknologi digital tanpa diberikan pengembangan
profesional apa pun dan sangat sedikit dukungan. Jika guru diberikan komputer
oleh majikan mereka, sampai sejauh mana mereka dapat menggunakan
perangkat ini untuk tujuan pribadi mereka sendiri? Apakah majikan mereka
memiliki semua yang diletakkan guru di komputer mereka?
a. Penggunaan Pribadi versus Profesional
Pada jurnal Digital Ethical Dilemmas in Teaching (Rachel, 2019)
meningkatnya penggunaan teknologi digital dapat memfasilitasi runtuhnya
batas-batas pribadi/publik dan mengarah pada intensifikasi pekerjaan. Selain
itu, banyak guru menggunakan Internet untuk membuat jaringan profesional
mereka sendiri dan melakukan pengembangan profesional secara informal
(misalnya, melalui penggunaan grup Facebook dan obrolan Twitter).
Masalah etika dapat muncul karena media sosial dapat menjadi publik dan
kepala sekolah dan pejabat departemen pendidikan diketahui mengikuti
obrolan guru di ruang publik ini dan mendisiplinkan guru jika mereka
merasa guru tidak mewakili sekolah atau sistem sekolah mereka dengan
hormat. Apakah guru memiliki hak privasi jika menggunakan identitas guru
secara online dan jika menggunakan teknologi yang disediakan di tempat
kerja?
b. Dilema Perbatasan
Pada jurnal Digital Ethical Dilemmas in Teaching (Rachel, 2019) jarak
sosial antara guru dan siswa telah diperpendek dengan ketersediaan koneksi
di situs jejaring sosial. Guru telah dipecat karena posting yang mereka buat
di Facebook dan berada dalam masalah karena Facebook "berteman"
dengan siswa mereka. Sejauh mana guru memiliki hak untuk mengikuti
norma sosial dan berpartisipasi dalam budaya digital ketika hal ini
bertentangan dengan persyaratan moral profesi mereka?
3. Dilema Digital Sekolah
a. Privasi dan Pengawasan
Pada jurnal Digital Ethical Dilemmas in Teaching (Rachel, 2019)
meningkatnya penggunaan teknologi untuk tujuan di luar pengajaran dan
pembelajaran telah menyebabkan munculnya dilema seputar privasi anak-
anak versus kebutuhan yang dirasakan untuk mengawasi mereka agar tetap
aman (Levinson dan Fay 2019) atau untuk tujuan yang beragam seperti
memantau pembelajaran mereka, tingkat kesehatan dan kebugaran mereka,
dan kesejahteraan sosial dan emosional mereka (Williamson 2017).
Keberadaan siswa dilacak melalui biomonitoring. Kebugaran diukur dengan
teknologi yang dapat dikenakan pemindai ibu jari dan tag frekuensi radio
dapat digunakan untuk memastikan kehadiran siswa. Berbagai metode
digunakan untuk mengawasi dan memantau berbagai faktor seperti
penampilan, pertumbuhan, perkembangan, kesehatan, hubungan, suasana
hati, perilaku, dan prestasi pendidikan. Data pendidikan dikumpulkan dan
disimpan di platform komersial yang memiliki motif keuntungan untuk
keterlibatan mereka (Williamson 2017).
Selain itu, persepsi Internet sebagai tempat yang berbahaya bagi anak-anak
telah menyebabkan perkembangan undang-undang di Amerika Serikat yang
menetapkan bahwa sekolah yang menerima dana federal harus membatasi
akses siswa ke materi berbahaya dan mendidik anak-anak tentang
cyberbullying serta memantau mereka. aktivitas online (Levinson dan Fay
2019). Sebagai tanggapan, paket perangkat lunak canggih sedang digunakan
di sekolah yang menyediakan berbagi layar dan pemantauan, pelacakan kata
kunci, penangkapan keystroke, analisis konten pekerjaan dan aktivitas
siswa, pengambilan video, dan pemantauan penggunaan media sosial.
Sementara guru selalu memantau perilaku siswa, keterjangkauan teknologi
ini memerlukan pemikiran etis tentang sejauh mana siswa memiliki hak atas
privasi dan tingkat pengawasan apa yang dapat diterima.
b. Tujuan Pendidikan
Pada jurnal Digital Ethical Dilemmas in Teaching (Rachel, 2019) mengubah
teknologi telah menyebabkan argumen bahwa ada ketidakcocokan mendasar
dalam proses pembelajaran yang terlibat dalam pengaturan pendidikan dan
orang-orang di luar kelas. Di luar pengaturan pendidikan formal, siswa
bertindak sebagai peserta aktif yang menavigasi jalan mereka secara mandiri
melalui lingkungan multimodal yang kompleks, sementara di sekolah
mereka diharapkan tunduk pada rezim pedagogik yang secara fundamental
didasarkan pada transmisi dan pengujian pengetahuan dan keterampilan
yang didekontekstualisasikan dan yang didominasi oleh teknologi yang
didukung oleh filosofi yang sangat berbeda. Ketidaksesuaian antara
kemampuan siswa dan harapan sistem pendidikan ini adalah masalah tujuan.
Apa tujuan pendidikan, dan apa tujuan memberikan alat digital kepada
siswa?
4. Dilema Digital Sekolah
a. Sistem Big Data
Pada jurnal Digital Ethical Dilemmas in Teaching (Rachel, 2019)
pembuatan dan pengumpulan data pendidikan mengarah pada
pengembangan bentuk-bentuk baru analisis dan perbandingan pendidikan.
Pialang data mengumpulkan data pendidikan, menganalisis dan
menggabungkannya, lalu menjualnya kembali ke pemangku kepentingan
pendidikan (Williamson 2017). Kompleksitas data yang meningkat dan
penggunaan data yang baru ini mengubah ukuran keberhasilan dan tujuan
pendidikan–gagasan tentang pendidikan berbasis data (dipinjam dari bisnis)
menjadi lebih menonjol dan mengubah cara departemen pemerintah
mengevaluasi dan menganalisis kinerja sekolah dan guru. Implikasi etis dari
norma-norma yang berubah ini belum dibongkar.
b. Penilaian Berkelanjutan
Pada jurnal Digital Ethical Dilemmas in Teaching (Rachel, 2019) inovasi
perangkat lunak yang digunakan di sekolah mengubah pengertian
kurikulum. Dengan akses siap ke Internet, menghafal informasi menjadi
kurang diperlukan. Kurikulum sebagai pengetahuan konten bergeser ke
gagasan kurikulum adaptif berdasarkan pembelajaran yang dipersonalisasi
dan penilaian berkelanjutan (Williamson 2017). Inovasi seperti bot guru dan
pengujian adaptif komputer menggeser praktik pendidikan dari penilaian
waktu tetap pembelajaran siswa ke program yang menilai siswa secara
terus-menerus dan memberikan tanggapan "waktu nyata". Perubahan
tersebut didorong oleh pengembangan solusi teknis yang disodorkan oleh
kepentingan komersial yang berpendapat bahwa mereka dapat memecahkan
proses pembelajaran dengan cara yang disiplin ilmu seperti psikologi
pendidikan, filsafat, dan sosiologi sejauh ini tidak mampu (Williamson
2017). Sejauh mana tujuan pendidikan ditentukan dan didorong oleh isu-isu
komersial?
5. Dilema Etika di TEE
Pada jurnal Resolving Ethical Dilemma in Technology Enhanced
Education through smart mobile devices (AbdulHafeez, 2015) etika adalah
bagian penting dari semua jenis pendidikan. Ini adalah nilai dan prinsip
moral yang diterima oleh masyarakat sebagai benar versus salah. Apalagi
menyangkut nilai-nilai, integritas dan moralitas yang dinilai tentang baik
buruknya sesuatu. Sayangnya, inovasi dan perkembangan teknologi telah
memperluas banyak masalah yang berkaitan dengan masalah moral dan
etika. Di antara isu-isu tersebut, ketidakjujuran akademik di institusi
merupakan salah satu tantangan etika utama yang berdampak negatif pada
karakter dan kepribadian mahasiswa. Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa perkembangan moral dan etika di kalangan lulusan semakin menurun
dan mereka berperilaku tidak etis dalam beraktivitas. (Stahl dkk, 2009) juga
menyoroti beberapa masalah moral yang mungkin terjadi dari teknologi
terbaru termasuk privasi, pengumpulan data, kepercayaan, keamanan, tidak
ada kontak manusia dan ketergantungan yang berlebihan pada teknologi.
(Kracher & Cynthia, 2004) mengidentifikasi enam masalah etika
yang serius karena penggunaan sumber daya elektronik dan teknologi:
Akses, kekayaan intelektual, privasi dan persetujuan, perlindungan anak-
anak dan keamanan informasi. (Olt, 2002) juga mengakui beberapa
pelanggaran akademik karena penggunaan internet dan sumber daya
elektronik oleh siswa yang meliputi siswa dapat bekerja sama di antara
mereka sendiri saat dalam kegiatan penilaian, siswa dapat menggunakan
sumber daya ilegal dalam menyelesaikan tugas mereka, Copy/Paste dari
internet adalah praktik umum di kalangan siswa, dan siswa dapat
mengambil keuntungan dari kesalahan teknologi seperti gangguan internet.
(Taris dkk, 2011). menggambarkan efek perangkat seluler pintar
dalam pembelajaran yang ditingkatkan teknologi dan menyebutkan bahwa
sebagian besar siswa tidak memperhatikan studi mereka dan mengalihkan
diri mereka dengan bermain dan kemewahan lainnya melalui perangkat
mereka di lingkungan online. Selanjutnya, dua penelitian lagi juga telah
mengeksplorasi peningkatan pesat plagiarisme di institusi akademik karena
penggunaan teknologi informasi yang tidak etis dan menyarankan perlunya
penyelidikan lebih lanjut.
(Kuldeep, 2006) menyarankan bahwa masalah etika dan moral
seperti plagiarisme, kecurangan, ketidakjujuran akademik dan pelanggaran
hak cipta dapat dikendalikan oleh konfigurasi yang tepat dan penggunaan
alat dalam Sistem Manajemen Pembelajaran (LMS).

6. Model yang Diusulkan untuk menyelesaikan dilema etika


Pada jurnal Resolving Ethical Dilemma in Technology Enhanced
Education through smart mobile devices (AbdulHafeez, 2015) jelas dari
bagian di atas bahwa pendidikan adalah alat utama untuk membangun
profesional masa depan untuk kesejahteraan masyarakat tetapi lingkungan
belajar yang fleksibel memiliki banyak peluang ketidakjujuran akademik dll
kurang untuk menghasilkan para profesional yang memiliki nilai-nilai etika
dan moral. Selain itu, proses pendidikan membutuhkan lima elemen yaitu
guru, konten, tujuan yang ingin dicapai dan lingkungan belajar untuk hasil
yang efektif tetapi TEE kurang menghasilkan hasil yang bermanfaat karena
evolusi dalam elemen-elemen ini. Pemangku kepentingan telah menyadari
untuk mendesain ulang proses pendidikan dengan lingkungan belajar yang
berkembang ini dan peran yang berubah. Pendekatan kami adalah
melibatkan anggota masyarakat seperti orang tua dan wali siswa bersama
dengan guru dalam proses pendidikan. Ini adalah sumber utama
menanamkan nilai dan hilang dalam TEE yang akan membantu untuk
mengirimkan nilai-nilai etika dan moral dengan mengendalikan dilema etika
melalui SMD. Model kami didukung adalah peningkatan saran yang
diberikan oleh Kuldeep bahwa kita dapat mengontrol kejujuran akademik
dengan konfigurasi yang tepat dari alat TIK di LMS. Model kami tidak
hanya membantu mengendalikan ketidakjujuran akademik tetapi juga
membantu memasukkan nilai-nilai etika kepada siswa dalam LMS institusi
akademik. Paragraf berikut menunjukkan peran dan fungsi yang
didefinisikan ulang dari anggota masyarakat dan guru dalam sistem
Manajemen Pembelajaran.

a. Masyarakat
Pada jurnal Resolving Ethical Dilemma in Technology Enhanced Education
through smart mobile devices (AbdulHafeez, 2015) anggota masyarakat
termasuk orang tua dan wali memainkan peran utama dalam perkembangan
moral siswa. Mereka adalah pengamat dan hakim terbaik dari moralitas
individu yang lebih menderita dalam kasus perilaku buruk individu.
Anggota ini diharapkan dapat terlibat dalam Learning Management System
institusi akademik. Pada awal semester akademik, setiap mahasiswa harus
menugaskan perwakilan keluarga relawan yang harus mendaftar bersama
dengan pendaftaran kursus mahasiswa dengan berkonsultasi dengan institusi
akademik. Relawan harus menandatangani perjanjian dengan institusi
akademik bahwa dia harus tulus, setia dan membantu institusi. Sebagai
relawan akan menjadi anggota terdaftar dan pengguna LMS. Dia akan
memiliki hak untuk mengakses sistem dan akan dapat berinteraksi dengan
peserta lain dan memantau dan mengamati kemajuan siswa yang relevan.
Kuesioner tentang penilaian etika siswa harus dikembangkan dengan
bantuan ahli dan guru yang juga harus diberikan kepada perwakilan di awal.
Juga harus memuat pertanyaan tentang sikap, perilaku dan kegiatan
mahasiswa yang akan diambil kembali pada akhir semester. Itu harus dinilai
dan dimasukkan dalam evaluasi akhir siswa.
b. Guru
Pada jurnal Resolving Ethical Dilemma in Technology Enhanced Education
through smart mobile devices (AbdulHafeez, 2015) guru adalah otoritas
utama untuk menilai dan mengevaluasi kemajuan siswa secara keseluruhan.
Ia dengan kolaborasi relawan dan ahli harus menyiapkan kuesioner. Guru
harus berinteraksi dan berkomunikasi dengan relawan yang ditugaskan dan
mendorong untuk memberikan umpan balik yang diperlukan. Guru harus
memberikan penilaian akhir siswa dengan mengumpulkan penilaian
perkembangan moral beserta penilaian domain pengetahuan.
c. Sistem Manajemen Pembelajaran
Pada jurnal Resolving Ethical Dilemma in Technology Enhanced Education
through smart mobile devices (AbdulHafeez, 2015) saran-saran tersebut di
atas harus diintegrasikan dalam LMS institusi. LMS memiliki kemampuan
untuk menambah relawan yang dapat mengakses, memantau kemajuan
akademik dan berkolaborasi dengan guru dan siswa. (Syawar dkk, 2007)
mengatakan bahwa jumlah interaksi memainkan peran besar dalam
efektivitas proses pendidikan. LMS memiliki banyak alat untuk melakukan
interaksi antara guru, siswa dan anggota masyarakat. Kami menyarankan
untuk menggunakan fasilitas SMS yang disediakan oleh Blackboard
Learning Management System yang merupakan cara komunikasi termudah
dan tercepat. Relawan harus menerima semua pembaruan pada SMD
mereka dari sistem. Selain itu, institusi akademik harus memiliki kebijakan
etika yang ketat yang harus diterapkan oleh perangkat di atas LMS. Kami
merekomendasikan untuk menggunakan Respondus LockDown Browser
yang dapat dengan mudah diintegrasikan dengan hampir semua LMS dan
menghasilkan lingkungan pengujian yang terfokus dan terkontrol, ketika
siswa menggunakan browser ini untuk pengujian, mereka tidak
diperbolehkan melakukan aktivitas lain seperti salin/tempel. Mereka tidak
memiliki hak untuk mengaktifkan aplikasi atau URL lain hingga tes
dikirimkan. Selain itu dapat digunakan untuk mengatur dan mengontrol
aktivitas online siswa. Selain itu, setiap institusi harus memiliki infrastruktur
TIK yang memadai di mana sistem harus memberi tahu dan
memperingatkan secara otomatis ketika ada pelanggaran atau pelanggaran
etika yang diamati oleh siswa. Selain itu, harus ada lingkungan belajar
virtual yang terfokus untuk memantau dan mengendalikan kegiatan yang
tidak etis.

C. DAMPAK TEKNOLOGI MENGUBAH ETIKA/MORAL


Pengaturan teknologi tradisional, etika dilihat sebagai peryaratan
prosedural yang bersifat keharusan yang harus dipenuhi pada upaya awal
penelitian ilmiah. Perkembangan pesat teknologi tidak jarang membuat
pertentangan dengan nilai dan norma tradisional yang telah berlaku, sehingga
menjadi tantangan bagi para pemangku kebijakan harus mengkaji
pertimbangan etis tentang dampak penelitian dan inovasi (Kritikos, 2014).
Inovasi teknologi yang semakin cepat menimbulkan potensi transformasi
secara kompleks atas kemajuan ilmu pengetahuan san teknologi. Namun, laju
perkembangan teknologi dapat mengganggu norma sosial sehingga etika sering
berubah menyesuaikan perkembangan teknologi.
Kritikos (2014) menjelaskan bahwa etika merupakan ketentuan yang
harus dipenuhi sejak awal perencanaan penelitian ilmiah, misalnya pada
domain teknologi yang mengharuskan partisipasi manusia ataupun hewan.
Artinya, peneliti tidak dapat melakukan penelitian jika tidak mendapatkan
persetujuan etika sebelumnya. Namun, akibat etika yang terlalu ketat terkait
kemunculan teknologi baru, konsep etika berdasarkan desan dan inovasi yang
bertanggungjawab menjadi lebih diutamakan seperti kebijakan dalam konteks
teknologi nano, rekayasa gen, dan berbagai teknogi informasi yang muncul.
Tidak hanya mempengaruhi penyesuaian etika, teknologi baru juga mulai
mendorong perubahan sosial secara mendalam mulai dari berbagai prinsip
moral, nilai kemanusiaan dan orientasi normatif (Kritikos, 2014). Kemajuan
teknologi juga dapat mengubah asumsi dan praktik pada etika dan norma sosial
seputar apa yang dapat diterima, yang dianggap normal, dan yang etis. Seperti
misalnya teknologi baru seperti pengujian genom dan teknologi pembuatan
profil. Rekayasa genetik dan mesin otonom memicu perubahan norma dan
etika tradisional seperti berubahnya otonomi dan tanggungjawab manusia
terhadap suatu hal. Selain itu, perkembangan teknologi seperti kamera
menimbulkan perubahan etika tradision seputar privasi, kerahasiaan, dan
anonimitas. Selanjutnya teknologi robotik mempengaruhi tanggungjawab dan
kerangkai nilai (Kritikos, 2014).
Teknologi yang mempengatuhi etika juga berpengaruh besar
terhadap pembentikan suatu kebijakan (Kritikosm 2014). Kepatuhan terhadap
standar etika merupakan persyaratan mutlak dalam berbagai bidang termasuk
peraturan komersial produk obat dan bioteknologi. Contoh kebijakan yang
muncul akibat perkembangan teknologi yang mempengaruhi etika adalah kode
etik untuk insinyur robot, kode untuk komite etika penelitian, lisensi untuk
desainer, dan lisensi untuk pengguna. Kebijakan ini dikembangkan untuk
memperkenalkan rancangan berbasis proses yang terperinci untuk etika
perkembangan teknologi.
Piagam robotika yang terkandung dalam penggabungan pendekatan
etika yang digunakan untuk menanamkan etika ke dalam struktur pelaksanaan
pembenbangan teknologi yang mengancam. Resolusi inisiatif legislatif suatu
peraturan etika hatus menjadi bagian perubahan yang mencakup perubahan
prinsip etika baru seperti hak yang tidak diukur, penyalahgunaan kecerdasan
buatan dan internet, hak atas manusia. Kebijakan ini juga dapat memicu
perngembangan model penilaian etis yang baru untuk memperkaya prosedur
evaluasi dan perdebatan tentang ”etika sebagai kendala”. Melalui peraturan
yang mengatur perkembangan teknologi perlu memperkenalkan langkah dan
prosedur yang memberikan pilihan desain teknologi yang dibahas dari sudut
pandang etis sebagai bagian penting dari penilaian teknologi yang lebih luas.
Berbagai pertimbangan atas inovasi yang bertanggungjawab dan menempatkan
etika dengan desain pengembangan teknologi dapat membuat peneliti
pengedepankan peran dan batasan etis sebagai sumber otoritas. Pengenalan
standar hukum integritas penelitian, penilaian dampak etika, audit etika, tindak
lanjut dan prosedur akteditasi yang harmonis dengan komite etik penelitian
harus dipertimbangkan sebagai respon atas pluralisme nilai dan ketidak pastian
moral akibat teknologi yang muncul.
Berbagai dampak akibat perkembangan teknologi yang merubah
nilai dan moral dalam Astuti (2014):
1. Timbulnya kemalasan untuk belajar.
Perkembangan teknologi berupa komputer dan handphone menyediakan
berbagai kebutuhan baik berupa informasi atapun hiburan. Akibat adanya
perubahan ini, nilai-nilai kewajiban manusia untuk selalu belajar mulai
terancam. Masyarakat lebih memilih memanfaatkan teknologi untuk
memperoleh kesenangan dan hiburan belaka sehingga kewajiban untuk
selalu mengembangkan kemampuan diri menjadi terhambat.
2. Pelanggaran asusila
Perkembangan teknologi menyebabkan pengaburan nilai-nilai kebenaran.
Lingkungan media sosial yang kurang baik dan perkembangan teknologi
yang semakin memfasilitasi tindakan-tindakan susila mengaburkan
penilaian masyarakat terhadap nilai-nilai kebenaran sehingga pelanggaran
asusila banyak terjadi.
3. Penyalahgunaan pengetahuan untuk melakukan tindak kriminal
Perkembangan pengetahuan dan teknologi yang semula dilakukan untuk
membantu kehidupan manusia seringkali diselewengkan dengan berbagai
alasan. Misalnya hacker atau peretas data untuk tujuan tertentu yang tidak
bertanggungjawab.
4. Penyalahgunaan sistem pengolahan data yang menggunakan teknologi
Melalui perkembangan pengolahan data yang memudahkan peneliti untuk
mengolah data yang diperoleh, seringkali justru digunakan untuk
memanipulasi data dengan tujuan pribadi sehingga nilai kebenaran pada
penelitian menjadi terabaikan.
5. Mengancam privasi
Dengan perkembengan kecanggihan teknologi, dapat memudahkan akses
informasi dari satu divice ke divice lainnya dengan tujuan tertentu. Misalnya
terjadi kebocoran soal ujian, atau kebocoran informasi pribadi seseorang.

D. UPAYA MENYELESAIKAN DILEMA ETIKA SAINS & TEKNOLOGI


Dilema etika merupakan situasi seseorang untuk mengambil keputusan
mengenai perilaku layak yang harus diperbuat (Arens & Loebbecke, 1991:71).
Untuk dapat mengambil keputusan dan menyelesaikan dilema etika yang
dihadapi, maka dapat menerapkan langkah-langkah penyelesaian masalah/
dilema etik.
1. Model pemecahan masalah menurut Megan (1998) menjelaskan terdapat
lima langkah pemecahan masalah dalam dilema etik, yaitu
a. Mengkaji situasi permasalahan.
b. Mendiagnosa masalah etik moral dengan mengenali aspek apa yang
mempengaruhi dan melanggar etika/moral.
c. Membuat tujuan dan rencana pemecahan
d. Melaksanakan rencana.
e. Evaluasi hasil.
2. Kerangka pemecahan dilemma etik menurut Kozier & Erb (2011)
a. Mengembangkan data dasar mengenai siapa yang terlibat, tindakan yang
akan dilakukan, dan konsekuensi yang mungkin timbul.
b. Mengidentifikasi konflik masalah melalui: membuat tindakan alternatuf
atas tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan konsekuensi
tindakan tersebut, menemukan siapa yang terlibat dan suapa yang
mengambil keputusan, mengidentifikasi kewajiban atas rencana,
mengembil keputusan.
3. Langkah-langkah Thompson & Thompson (1981)
a. Meninjau situasi untuk menentukan masalah, keputusan yang diperlukan,
komponen etis dan petunjuk individual.
b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk klarifikasi situasi.
c. Identifikasi issue etik
d. Menentukan posisi moral pribadi dan profesional
e. Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait
f. Mengidentifikasi nilai yang ada.

Nikel, Kunida, Poel (2022) dalam jurnalnya menjelaskan secara terinci


mengenai dilema etika yang dihadapi masyarakat akibat perkembangan
teknologi. Beberapa cara untuk mengatasi dilema etika ini antara lain:
1) Penyelidikan Moral
Ketidakpastian moral akibat perkembangan teknologi atau yang
dikenal dengan dilema etika dapat diselesaikan dengan proses penyelidikan
terhadap tanggapan tekanan keyidak pastian moral. Dewey (1922)
menekankan penyelidikan model memungkinkan seseorang untuk
memperbaiki tekanan dilema etika dengan merevisi komitmen moral yang
harus sesuai dengan permasalahan yang mengganggu, dimana rutinitas
moral yang ada menjadi terlihat dan mengalami perubahan. Pengalaman
masa lampau menjadi dasar untuk merevisi rutinitas moral sampai mencapai
respons yang tepat terhadap dilema etika yang terjadi. Meskipun
penyelidikan moral mungkin tidak selalu menyelesaikan berbagai masalah,
namun dapat digunakan sebagai penafsiran kembali terhadap suatu rutinitas
moral. Penyelidikan moral dilakukan dengan proses penelitian terbimbing
yang dapat menghasilkan perubahan moral melalui penyelidikan,
ditemukannya suatu rutinitas, tanggapan, dan aturan baru yang
menyelesaikan dilema etika.
2) Inkuiri
Penyelidikan untuk menyelesakan suatu dilema dapat dilakukan
secara inkuiri dan dimulai oleh individu dimana keberhasulan inkuiri dalam
mengatasi dilema etika membutuhkan kelompok yang relavan untuk
menerima pembaruan sebagai sousi kegelisahan moral. Inkuiri dilakukan
sebagai proses penafsiran makna dan pengumpulan berbagai alasan terkait
apa yang membantu mengatasi tekanan dilema etika.

3) Perbaikan Teori
Selanjutnya teori-teori yang direvisi atau mengalami perbaikan
membantu memahami dlema etika dan perubahan moral, sehingga
menambah kedalaman dan kompleksitas pemahaman tentang dilema etika.
Pemahaman ini memberikan tambahan informasi untuk menjelaskan sebab
dilema etika dapat menimbulkan gangguan atau menghasilkan revolusi
moral. Selanjutnya, dengan menarik pemahaman tentang gangguan moral
dan proses sosial, dilema etika dapat terselesaikan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut Arens (1991) dilema etika merupakan situasi yang dihadapi


seseorang dimana keputusan mengenai perilaku yang layak harus di buat. Oleh
karena itu dilema etika merupakan gambaran situasi dimana individu mengalami
beberapa pilihan keputusan yang bersangkutan dengan moral yang dimilikinya.
Dilema Etika Sains Dan Teknologi Dalam Bidang Pendidikan terbagi
menjadi Dilema Digital di Tingkat Pelajar, Dilema Digital untuk Guru, Dilema
Digital Sekolah, dan Model yang Diusulkan untuk menyelesaikan dilema etika.
Dampak teknologi mengubah etika/moral berbagai pertimbangan atas
inovasi yang bertanggungjawab dan menempatkan etika dengan desain
pengembangan teknologi dapat membuat peneliti pengedepankan peran dan
batasan etis sebagai sumber otoritas. Pengenalan standar hukum integritas
penelitian, penilaian dampak etika, audit etika, tindak lanjut dan prosedur
akteditasi yang harmonis dengan komite etik penelitian harus dipertimbangkan
sebagai respon atas pluralisme nilai dan ketidak pastian moral akibat teknologi
yang muncul.
Upaya menyelesaikan dilema etika sains & teknologi menurut Nikel, Kunida,
Poel (2022) adalah penyelidikan moral, inkuiri dan perbaikan teori

B. Saran
Dalam hal penggunaan Teknologi Informasi memang perlu adanya
pengawasan baik dari internal maupun eksternal. Kode Etik dan Etika ini
merupakan hal utama yang pada pelaksanaannya akan efektif bila diterapkan oleh
masing-masing individu itu sendiri baik professional maupun user. Saya
menyarankan untuk selalu berhati-hati dalam penggunaan teknologi informasi
demi kenyamanan privasi dan juga manfaatkanlah sebijak mungkin dari kemajuan
peradaban ini.

19
DAFTAR PUSTAKA
2022. Dilema etika: apa yang mereka, tipe dan 4 contoh yang akan membuat Anda
berpikir. https://id.yestherapyhelps.com/ethical-dilemmas-what-are-they-
types-and-4-examples-that-will-make-you-think-14215
AbdulHafeez Muhammad, Farooq Ahamd, Asadullah Shah. 2015. Resolving
Ethical Dilemma in Technology Enhanced Education through smart
mobile devices. International Arab Journal of e-Technology, Vol. 4, No. 1,
January 2015
Arens, Alvin A., Loebbecke, James. 1991. Auditing an Integrated Approach.
California: Prentice Hall.
Astuti. 2014. Teknologi Komunikasi dan Perilaku Remaja. Dari:
http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?
article=1762554&val=11711&title=TEKNOLOGI%20KOMUNIKASI
%20DAN%20PERILAKU%20REMAJA
Baron, Jessica (2020). Top 10 Ethical Dilemmas in Science for 2020. Laboratory
equipment.
Berman, A. Snyder, S. Kozier, B. Erb, G. 2011. Kozier & Erb Buku Ajar Praktik
Keperawatan Klinis (Kozier & Erb’s Techniques In Clinical Nursing)
Edisi V. Jakarta : EG.
Febriliana, Cindy Ika (2019). Implikasi Etis dari Teknologi Informasi. Jakarta:
Universitas Mercu Buana.
Gilory, G. William. 2013. Emerging Ethical Dilemmas in Science and
Technology. Dari: https://phys.org/news/2013-12-emerging-ethical-
dilemmas-science-technology.html
Kracher, B., & Cynthia, L. (2004). “Is there a special e-commerce ethics?”,
Corritore Business Ethics Quarterly, Vol 14, No. 1,pp. 71-94.
Kritikos, Mohalis. 2014. What if Technologies Challenged Our Ethical Norms?
Dari: https://epthinktank.eu/2018/09/06/what-if-technologies-challenged-
our-ethical-norms-scientific-and-technology-podcast/
Kuldeep Nagi (2006). “Solving Ethical Issues in eLearning” ,Third International
Conference on eLearning for Knowledge-Based Society, August 3-4,
2006, Bangkok, Thailand.
Levinson, M., & Fay, J. (2019). Democratic discord in schools. Cambridge, MA:
Harvard University Press
Nikel, Kudina, Poel. 2022. Moral Uncertainty in Technomoral Change:
Brindging the Explanatory Gap. DOI:
https://doi.org/10.1162/posc_a_00414
Olt, M. R. (2002). “Ethics and distance education: Strategies for minimizing
academic dishonesty in online assessment”, Online Journal of Distance
Learning Administration, vol 5, No.3.
Rachel Buchanan. 2019. Digital Ethical Dilemmas in Teaching. Springer Nature
Singapore Pte Ltd. 2019 M. A. Peters (ed.), Encyclopedia of Teacher
Education, https://doi.org/10.1007/978-981-13-1179-6_150-1. School of
Education, University of Newcastle, Newcastle, Australia.
Selwyn, N. (2016). Is technology good for education? Cambridge, UK: Polity
Press.
Shawar, B., Al-Sadi, J. & Sarie, T. (2007). “Integrating the Learning Management
System with Mobile Technology.” Proceeding of 2007 International

20
Conference on e-learning, eBusiness, Enterprise Information Systems, and
eGovernment, USA, June 25-28, 2007 pp. 31-36.
Stahl, B.C., Rogerson, S. & Wakunuma, K. J. (2009), “Future technologies: The
matter of emergent ethical issues in their development”, Computation
World: Future Computing, Service Computation, Adaptive, Content,
Cognitive, Patterns, ComputationWorld 2009; Athens; 15- 20 November
2009, pp.603-607
Tarish A., Laurel, E., Roben, S., & Ruth, W. (2011). “The ethics of m-learning:
Classroom threat or enhanced learner agency?”10th World Conference on
Mobile and Contextual Learning, Beijing, China, 18-21 October 2011.
Willemarung. 2022. Dilema Etika. Dari:
https://www.kompasiana.com/willemrawung/61fe7868870000336027e233
/dilema-etika

Anda mungkin juga menyukai