Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Ilmiah Domestic Case Study

Disiapkan sebagai standar kualifikasi

Pengembangan Taman Nasional Baluran sebagai Destinasi


wisata Unggulan Berbasis Alam
di Situbondo Jawa Timur
Hervianto Trie Budi Nugroho
1702717

Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta

Abstract : Makalah ini merupakan hasil laporan Domestic Case Study untuk syarat publikasi
ilmiah di Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta Dengan Judul Pengembangan
Taman Nasional Baluran Sebagai Destinasi Wisata Unggulan Berbasis Alam Di Situbondo Jawa
Timur.

1. Pendahuluan
Domestic Case Study (DCS) adalah program peninjauan serta pengamatan secara
langsung yang diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo (STiPRAM) pada
jenjang semester ke II pada D3 dan semester VIII pada S1 Transfer, dimana para mahasiswa
diharuskan mampu menggambarkan, mencatat dan menganalisa segala kegiatan yang mereka
kunjungi. Para mahasiswa juga dibekali dengan program seminar tentang Kepariwisataan yang
mana hasil penelitian tersebut ditulis dalam bentuk karya tulis jurnal ilmiah [1].
Penulis yang sedang menjalani program Transfer dari D3 ke S1, juga berkewajiban
membuat jurnal ilmiah DCS ini, meski sudah mengerjakan ketika D3 kemarin. Penulisan jurnal
kali ini berdasar pada seminar alam yang diikuti oleh penulis pada bulan Januari 2018 yang
bertempat di Bumi Perkemahan Kaliurang, dengan ada 3 pembicara yang menurut penulis
sendiri sangat berbobot hal yang disampaikannya. Selalu yang disampaikan adalah Prinsip
Sustainable dalam penerapan wisata pada masa sekarang ini. Begitu juga mengenai yang
disampaikan dalamseminar kemarin, membahas mengenai Ekowisata, Desa Wisata yang
merupakan turunan dari Sustainable Tourism, dan juga Bioekologi yang memanfaatkan alam
dengan sebaik - baiknya untuk memenuhi kebutuhan kita. Dan juga dengan pembicara terakhir
yang merupakan mantan Police Tourism atau Polisi Pariwisata juga menyampaikan pentingnya
keamanan dan korelasi yang terjadi antara keamanan dan pariwisata. Dari 3 pembicara pada
seminar tersebut, penulis menyimpulkan bahwa pariwisata adalah sesuatu hal yang kompleks,
yang juga mampu memberikan feedback yang begitu banyak bagi industri lain [2].
Kata “Pariwisata” berasal dari bahasa sansekerta, yang terdiri atas dua kata, yaitu
“pari” dan “wisata”. “Pari” yang memiliki arti banyak, berkal-kali dan “Wisata” berarti
perjalanan, bepergian. Atas dasar itu, pariwisata siartikan sebagai perjalanan yang dilakukan
berkali-kali, dari suatu tempat ke tempat yang lainnya, yang dalam bahasa inggris disebut
dengan Tour [3].
Pariwisata merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan
perjalanan yang dilakukan secara sukarela dan bersifat sementara untuk menikmati objek dan
daya tarik wisata, serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut (UU Republik Indonesia No.
9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan) [4].
Margenroth dalam Yoeti (1997:117) menjelaskan bahwa pariwisata adalah lintas
orang-orang yang meninggalka tempat tinggalnya untuk sementara waktu, untuk berpesiar ke
tempat lain, semata-mata sebagai konsumen dari buah hasil perekonomian dan kebudayaan
guna memenuhi kebutuhan hidup dan kebudayaan atau keinginan yang beranekaragam dari
pribadinya [5].
Pengertian pariwisata menurut Pendit (1994:35) Pariwisata adalah kegiatan orang-
orang sementara dalam jangka waktu pendek, ke tempat-tempat tujuan di luar tempat tinggalnya
dan temoat bekerjanya, serta diluar kegiatan mereka, dan selama di tempat tujuan mempunyai
berbagai maksud, termasuk kunjungan wisata [6].
Berdasarkan definisi Pariwisata yang telah dijelaskan diatas, dapat disimpulkan
bahwa pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang
diselenggarakan dari satu tempat ke tempat lainnya, dengan maksud bukan untuk berusaha
(Business) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata hanya untuk
menikmati perjalanan tersebut [7].
Destinasi wisata adalah sebuah susunan sistematis dari tiga elemen. Seorang
dengan kebutuhan wisata adalah inti/pangkal (keistimewaan apa saja atau karekteristik suatu
tempat yang akan mereka kunjungi) dan sedikitnya satu penanda (inti informasi) [8]. Seseorang
melakukan perjalanan wisata dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menjadi daya tarik yang
membuat seseorang rela melakukan perjalanan yang jauh dan menghabiskan dana cukup besar.
Suatu daerah harus memiliki potensi daya tarik yang besar agar para wisatawan mau
menjadikan tempat tersebut sebagai destinasi wisata [9,10].
Pada jurnal kali ini, penulis ingin mengangkat suatu Taman Nasional yang berada
di ujung timur pulau Jawa, yaitu Taman Nasional Baluran yang sering disebut dengan Africa
Van Java, atau Afrika yang berada di Pulau Jawa. Yang menarik disini adalah Baluran ini
adalah Taman Nasional yang berarti masih memiliki ekosistem hewan dan tumbuhan yang
begitu banyak dan mungkin di sebagian tempat sudah punah. Penulis disini akan membahas
mengenai pengembangan Taman Nasional ini dengan prinsip Sustainable yang juga secara tidak
langsung ikut melestarikan alam namun industri Pariwisata masih tetap bisa berlanjut.
a. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan laporan jurnal ilmiah Domestic case study ini
adalah sebagai syarat untuk penulis dapat menempuh proposal ilmiah akhir yang digunakan
sebagai syarat kelulusan dan juga penulis dapat mendapatkan nilai maksimal pada mata kuliah
Technical Writing. Penulisan laporan jurnal ilmiah ini juga untuk menambah pengetahuan
penulis yang mungkin akan berguna di dunia industri nantinya.
Selain itu manfaat penulisan ini juga sebagai tambahan ilmu bagi pembaca, sehingga pembaca
bisa mengetahui lebih jauh tentang daya tarik wisata dan pengetahuan seputar Taman Nasional
Baluran.
b. Lokasi dan Jadwal Seminar
Hari & Tanggal : Sabtu, 13 Januari 2018
Waktu : Pk. 09.00 - 14.00 WIB
Tempat : Bumi Perkemahan Kaliurang
Tema Seminar : Pengelolaan Wisata berbasis Ekowisata
Pembicara :
1. Prof. Dr. Baiquni MA
2. Prof. Dr. Asril Azhari, Ph.D
3. AKBP Sinungwati SH. M.IP

2. Pembahasan
2.1 Tentang Taman Nasional Baluran
Taman Nasional Baluran adalah salah satu Taman Nasional di Indonesia yang
terletak di wilayah Banyuputih, Situbondo dan Wongsorejo, Banyuwangi (sebelah utara), Jawa
Timur, Indonesia. Nama dari Taman Nasional ini diambil dari nama gunung yang berada di
daerah ini, yaitu Gunung Baluran. Gerbang untuk masuk ke Taman Nasional Baluran berada di
7°55'17.76"S dan 114°23'15.27"E. Taman nasional ini terdiri dari tipe vegetasi sabana, hutan
mangrove, hutan musim, hutan pantai, hutan pegunungan bawah, hutan rawa dan hutan yang
selalu hijau sepanjang tahun. Tipe vegetasi sabana mendominasi kawasan Taman Nasional
Baluran yakni sekitar 40 persen dari total luas lahan.
Taman Nasional Baluran sebagai salah satu kawasan konservasi yang terletak di
Kabupaten Situbondo yang berbatasan dengan Banyuwangi. Letak Taman Nasional Baluran
juga sangat strategis, karena berada di jalur pantura yang dimana pasti dilewati oleh para
wisatawan yang akan pergi ke Banyuwangi menuju Bali, didalamnya Baluran memiliki
berbagai macam flora dan fauna dan ekosistem memiliki beragam manfaat baik manfaat bersifat
tangible (dalam pemanfaatan skala terbatas) maupun manfaat yang bersifat intangible, berupa
produk jasa lingkungan, seperti udara bersih dan pemandangan alam. Kedua manfaat tersebut
berada pada suatu ruang dan waktu yang sama, sehingga diperlukan suatu bentuk kebijakan
yang mampu mengatur pengalokasian sumberdaya dalam kaitannya dengan pemenuhan
kebutuhan masyarakat dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan dan aspek sosial
ekonomi masyarakat sekitarnya.
Taman Nasional Baluran memiliki beberapa obyek dan daya tarik wisata alam
yang cukup beragam, terdiri dari kombinasi berbagai bentang alam mulai dari ekosistem laut
hingga pegunungan, savana, dan keanekaragaman jenis satwa dan tumbuhan. Beberapa daerah
di Taman Nasional Baluran yang sering dikunjungi wisatawan dan masyarakat untuk berbagai
keperluan terutama yang dimanfaatkan sebagai daerah tujuan wisata antara lain: Gua Jepang,
Curah Tangis, Sumur Tua, Evergreen Forest, Bekol, Bama, Manting, Dermaga, Kramat,
Kajang, Balanan, Lempuyang, Talpat, Kacip, Bilik, Sejileh, Teluk Air Tawar, Batu Numpuk,
Pandean, dan Candi Bang. Adapun wisatawan yang berkunjung ke Taman Nasional Baluran
meliputi wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara. Dari berbagai obyek wisata yang
ada di Taman Nasional Baluran sebagian telah dikembangkan menjadi produk wisata, antara
lain Gua Jepang, Curah Tangis, Visitor Centre, Candi Bang, Savana Semiang, Savana Bekol,
Evergreen Forest Bekol, dan Pantai Bama.
2.2 Kondisi Umum
a. Sejarah, Letak dan Luas Kawasan
Sebelum tahun 1928, AH. LOEDEBOER seorang pemburu kebangsaan Belanda
memiliki daerah Konsesi perkebunan di Labuhan Merak dan Gunung Mesigit. Beliau telah
menaruh perhatian bahwa Baluran mempunyai nilai penting untuk perlindungan satwa mamalia
besar.
Pada tahun 1930 KW. DAMMERMAN yang menjabat sebagai Direktur Kebun
Raya Bogor mengusulkan perlunya Baluran ditunjuk sebagai hutan lindung. Pada tahun 1937,
Gubernur Jenderal Hindia Belanda menetapkan Baluran sebagai Suaka Margasatwa dengan
ketetapan GB. No. 9 tanggal 25 September 1937 Stbl. 1937 No. 544. Selanjutnya ditetapkan
kembali oleh Menteri Pertanian dan Agraria RI dengan Surat Keputusan Nomor. SK/II/1962
tanggal 11 Mei 1962. Pada tanggal 6 Maret 1980 bertepatan dengan hari Strategi Pelestarian se-
Dunia, Suaka Margasatwa Baluran oleh menteri Pertanian diumumkan sebagai Taman Nasional.
Kawasan TN Baluran terletak di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Propinsi Jawa
Timur dengan batas-batas wilayah sebelah utara Selat Madura, sebelah timur Selat Bali, sebelah
selatan Sungai Bajulmati, Desa Wonorejo dan sebelah barat Sungai Klokoran, Desa
Sumberanyar.Berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 279/Kpts.-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997
kawasan TN Baluran seluas 25.000 Ha. Sesuai dengan peruntukkannya luas kawasan tersebut
dibagi menjadi beberapa zona berdasarkan SK. Dirjen PKA No. 187/Kpts./DJ-V/1999 tanggal
13 Desember 1999 yang terdiri dari: zona inti seluas 12.000 Ha, zona rimba seluas 5.537 ha
(perairan = 1.063 Ha dan daratan = 4.574 Ha), zona pemanfaatan intensif dengan luas 800 Ha,
zona pemanfaatan khusus dengan luas 5.780 Ha, dan zona rehabilitasi seluas 783 Ha.
1.Sedangkan dari segi pengelolaan kawasan TN Baluran dibagi menjadi dua Seksi Pengelolaan
Taman Nasional, yaitu: Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Bekol, meliputi Resort
Bama, Balanan dan Perengan, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Karangtekok
meliputi Resort Watu Numpuk, Labuhan Merak dan Bitakol.
b. Iklim
Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson kawasan TN Baluran beriklim kering
tipe F dengan temperatur berkisar antara 27,2ºC-30,9º C, kelembaban udara 77 %, kecepatan
angin 7 nots dan arah angin sangat dipengaruhi oleh arus angin tenggara yang kuat. Musim
hujan pada bulan November-April, sedangkan musim kemarau pada bulan April-Oktober
dengan curah hujan tertinggi pada bulan Desember-Januari. Namun secara faktual, perkiraan
tersebut sering berubah sesuai dengan kondisi global yang mempengaruhi.
c. Geologi dan Tanah
Secara geologi TN Baluran memiliki dua jenis golongan tanah, yaitu tanah
pegunungan yang terdiri dari jenis tanah aluvial dan tanah vulkanik, serta tanah dasar laut yang
terbatas hanya pada dataran pasir sepanjang pantai daerah-daerah hutan mangrove. Tanah
vulkanik berasal dari pelapukan basalt, debu vulkanik, batuan vulkanik intermedia yang
berbentuk suatu urutan bertingkat dari kondisi tanah yang berbatu-batu di lereng gunung yang
tinggi dan curam sampai tanah aluvial yang dalam di dataran rendah. Keadaan tanahnya terdiri
dari jenis yang kaya akan mineral tetapi miskin akan bahan-bahan organik, dan mempunyai
kesuburan kimia yang tinggi tetapi kondisi fisiknya kurang baik karena sebagian besar berpori-
pori dan tidak dapat menyimpan air dengan baik.
Tanah yang berwarna hitam yang meliputi luas kira-kira setengah dari luas daratan
rendah, ditumbuhi rumput savana. Daerah ini merupakan daerah yang sangat subur, serta
membantu keanekaragaman kekayaan makanan bagi jenis satwa pemakan rumput. Tanah-tanah
ini lebih mudah longsor dan sangat berlumpur pada musim penghujan. Sebaliknya pada saat
musim kemarau keadaan permukaannya menjadi pecah-pecah dengan patahan sampai mencapai
kedalaman 80 cm. Keadaan jenis tanah ini sangat menyulitkan untuk kontruksi jalan, karena
selalu terjadi pemuaian dan penyusutan sesuai dengan musim.
d. Hidrologi
TN Baluran mempunyai tata air radial, terdapat sungai-sungai besar termasuk
sungai Kacip yang mengalir dari kawah menuju Pantai Labuhan Merak, Sungai Klokoran dan
Sungai Bajulmati yang menjadi batas TN Baluran di bagian Barat dan Selatan. Banyak dasar
sungai yang berisi air selama musim penghujan yang pendek, akan tetapi banyak air yang
meresap melalui abu vulkanik yang berpori-pori sampai mencapai lapisan lava yang keras di
bawah tanah dan keluar lagi pada permukaan tanah sebagai mata air -mata air pada sumber air
di daerah pantai (Popongan, Kelor, Bama, Mesigit, Bilik, Gatal, Semiang dan Kepuh), daerah
kaki bukit (sumber air Talpat), pada daerah ujung pantai (teluk Air Tawar) dan air laut (dekat
Tanjung Sedano). Pada musim hujan, tanah yang hitam sedikit sekali dapat ditembus air dan air
mengalir di permukaan tanah, membentuk banyak kubangan (terutama di sebelah selatan daerah
yang menghubungkan Talpat dengan Bama). Pada musim kemarau air tanah di permukaan
tanah menjadi sangat terbatas dan persediaan air pada beberapa mata air tersebut menjadi
berkurang.
e. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat
Kawasan TN Baluran berbatasan dengan dua desa yaitu Desa Wonorejo dan Desa
Sumberanyar. Sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani dan buruh
tani. Kondisi iklimnya yang kering dengan musim kemarau yang panjang membuat hasil
pertanian di daerah ini kurang baik. Untuk menunjang kehidupannya penduduk sekitar kawasan
sering masuk ke hutan untuk mencari buah asam, biji acacia, kemiri, gadung, kayu rencek dan
pupus gebang. Mata pencaharian lain penduduk adalah nelayan, peternak, pedagang, pegawai
negeri dan wiraswasta dan lain-lain.
f. Fasilitas
Bagi pengunjung yang ingin menginap, pihak pengelola TNB menyediakan
fasilitas penginapan. Ada tiga penginapan di Bekol, sedangkan di Pantai Bama terdapat dua
penginapan.
Penginapan/wisma di Bekol tidak memiliki kantin, dan kamar mandinya diluar wisma. Ada 3
wisma di sini, yaitu :
1. Wisma Rusa (Jumlah Kamar: 7, daya tampung 12 org), Harga Rp.
35.000/org
2. Wisma Merak (Jumlah Kamar: 3, daya tamping 3 org), Harga Rp.
50.000/org
3. Wisma Banteng (Jumlah Kamar: 2, daya tampung 4 org), Harga Rp.
250.000/unit
4. Extra bed Rp 25.000
Sedangkan di Pantai Bama terdapat 2 buah wisma yang posisinya menghadap ke pantai :
1. Wisma Kapidada (Jumlah Kamar: 4, daya tampung 8 org), Harga Rp.
75.000/org
2. Wisma Pilang (Jumlah Kamar: 1, daya tampung 6 org, ada AC), Harga
Rp. 300.000/unit
3. Extra bed Rp 25.000
Tarif penginapan tersebut untuk tahun 2013/2014, untuk saat ini kemungkinan ada
sedikit perubahan. Dengan tarif yang lebih mahal, penginapan di Pantai Bama mempunyai
fasilitas yang lebih lengkap. Di sini tersedia kantin, mushola, beberapa kamar mandi untuk bilas
dan ruang ganti, serta outbond ground.
2.3 Objek Wisata di Taman Nasional Baluran
Taman Nasional Baluran memiliki cukup banyak objek wisata yang bisa dijelajahi
oleh para wisatawan, disambut dengan Savana Bekol yang tandus dan panas seperti dataran
Afrika yang dihiasi oleh Gunung Baluran sebagai background. Jika beruntung kita akan bertemu
kera ekor panjang dan beberapa hewan liar lain seperti kerbau, rusa, dll.Berikut adalah beberapa
objek wisata yang sudah dikelola oleh pihak Baluran :
a. Pantai Bilik Sijile
Bagi pengunjung yang menginginkan ketenangan, Pantai Bilik dan Sejile
merupakan tujuan wisata yang sayang untuk dilewatkan. Pantai berpanorama indah ini terletak
di sebelah utara wilayah perairan Taman Nasional Baluran. Selain tenang dan bersih dari polusi,
pantai ini akan tampak khas pada saat air laut surut, karena akan tampak daratan berpasir putih
yang berbentuk menyerupai lidah, sehingga dinamakan Sejile (bahasa Madura) yang berarti
lidah.
Selain panorama pengunjung dapat melihat pemandangan bawah air yang
menakjubkan. Terumbu karang yang masih utuh serta aneka ikan hias menjadikan
pemandangan bawah laut pantai ini telah terkenal di kalangan turis mancanegara. Di sekeliling
pantai ini terdapat juga panorama hutan mangrove yang menarik untuk dijelajahi.
Pantai Bilik dan Sejile dapat dicapai melalui jalan darat (pintu masuk SPTN W II Karangtekok)
maupun jalan laut dengan menggunakan perahu.
b. Pantai Bama
Pantai dengan hamparan pasir putih ini terletak ± 3 km dari Savana Bekol, dan
dikelilingi oleh hutan mangrove sebagai habitat berbagai jenis burung dan satwa primata. Di
tempat ini pengunjung dapat menikmati indahnya sunrise dan atraksi kera abu-abu yang sedang
memancing menggunakan ekornya di pantai pada pagi hari.
Selain kera abu-abu (Macaca fascicularis), di sekitar Pantai Bama pengunjung dapat
menemukan satwa lutung (Trachypitecus auratus), biawak (Varanus salvator), dan aneka jenis
burung. Selain panorama darat, Pantai Bama menyimpan keindahan panorama bawah air yang
menawan. Aneka terumbu karang dan ikan hias dapat ditemui disini. Pantai Bama ramai
dikunjungi pada saat musim liburan sekolah.
c. Gunung Baluran
Bagi pengunjung yang menyukai petualangan dan uji nyali, dengan ditemani
petugas taman nasional, anda dapat mendaki Gunung Baluran setinggi ± 1.240 m dpl. Di atas
Gunung Baluran pengunjung dapat menemui kaldera sepanjang ± 600 m dan sumber mata air
Kacip yang tidak pernah kering sepanjang tahun.
d. Savana Bekol
Savana Bekol sebagai salah satu obyek wisata alam andalan Baluran memiliki luas
kawasan ± 300 Ha yang meliputi hamparan savana alami terluas di Pulau Jawa, dengan latar
belakang Gunung Baluran menjadikan pengunjung serasa berada di Afrika. Apabila ingin
melihat panorama Savana Bekol secara keseluruhan, pengunjung dapat naik ke menara
pandang, dan akan mendapatkan panorama yang indah. Dengan bantuan binokuler, pengunjung
dapat melihat savana Bekol dari atas menara sekaligus melihat pantai Bama dan Gunung
Baluran. Selain panorama, pengunjung dapat melihat atraksi satwa setiap harinya terutama pada
pagi dan sore hari.
Adanya tanaman Acacia nilotica yang menginvasi savana, dalam
perkembangannya memiliki fungsi yang penting sebagai sumber pakan satwa herbivor pada saat
musim kemarau.
Tempat ini berjarak ± 12 km dari pintu masuk Baluran, dan pengunjung dapat menjangkaunya
dengan kendaraan sepeda motor maupun mobil. Sepanjang jalan menuju Bekol, pengunjung
dapat menjumpai burung merak (Pavo muticus), ayam hutan (Gallus sp.), dan berbagai jenis
burung.
2.4 Flora Fauna di Taman Nasional Baluran
Di dalam kawasan ini terdapat sekitar 444 jenis tumbuhan yang tergolong ke dalam
87 familia meliputi 24 jenis tumbuhan eksotik, 265 jenis tumbuhan penghasil obat dan 37 jenis
merupakan tumbuhan yang hidup pada ekosistem mangrove. Jenis-jenis yang penting antara
lain: Pilang (Acacia leucophloea Wild), Mimbo (Azadiracta indica A. Juss), Gebang (Corypha
utan Lamk.), Asam (Tamara indica Linn.), Kepuh (Sterculia foetida Wall.), Widoro bukol
(Zyziphus jujuba Lamk.), Kesambi (Schleichera oleosa), Ketapang (Terminalia catappa Linn.),
Manting (Syzyqium polyanthum).
Secara garis besar keanekaragaman fauna dalam kawasan Taman Nasional Baluran
dapat dikelompokkan kedalam ordo mamalia (28 jenis), aves (196 jenis), pisces dan reptilia.
Dari jenis-jenis yang diketahui tersebut 47 jenis merupakan satwa yang dilindungi undang-
undang yaitu insektivora 5 jenis, karnivora 5 jenis, herbivora 4 jenis, burung 32 jenis dan
reptilia 1 jenis.
Mamalia besar yang khas di Taman Nasional Baluran adalah banteng (Bos
javanicus), kerbau liar (Bubalus bubalis), rusa (Cervus timorensis), kijang (Mutiacus muntjak),
babi hutan (Sus scrova), macan tutul (Panthera pardus), kucing batu (Felis bengalensis), kucing
bakau (Felis viverrina) dan ajag (Cuon alpinus). Sedangkan untuk jenis primata adalah kera
ekor panjang (Macaca fascicularis) dan lutung / budeng (Trachypithecus auratus cristatus). Dari
± 196 jenis burung di TN Baluran jenis-jenis yang mudah untuk dijumpai antara lain adalah
merak hijau (Pavo muticus), ayam hutan merah (Gallus gallus), ayam hutan hijau (Gallus
varius), kangkareng (Anthracoceros convexus) dan rangkong (Bucheros rhinoceros).
2.5 Tipe Hutan Baluran
Banyak orang menyebut Taman Nasional Baluran adalah miniatur hutan Indonesia
karena hampir semua tipe hutan terdapat di Taman Nasional Baluran. Mulai dari hutan hujan
tropis pegunungan sampai gugusan terumbu karang yang tersebar dari Pantai Bama di Timur
wilayah Baluran sampai pantai Bilik di sebelah Utara wilayah Baluran. Dan yang paling khas
dari wilayah ini adalah hamparan savana yang luasnya menutupi kurang lebih 40% wilayah
Baluran.
Keberagaman tipe hutan inilah yang membuat banyak peneliti dan akademisi tertarik untuk
melakukan penelitian maupun study wisata.
Berikut beberapa jenis hutan yang ada di Taman Nasional Baluran :
a. Hutan Pantai
Pantai Baluran terdiri dari pasir hitam, putih, batu pantai yang hitam kecil, atau lereng karang,
tergantung daerahnya. Vegetasi pantai yang tumbuh adalah formasi Baringtonia yang
berkembang baik (antara Pandean dan Tanjung Candibang, di Labuan Merak), pandan
(Pandanus tectorius) di Tanjung Bendi, Pemphis acidula di Air Karang, Acrophora, Porites
lutea, Serioptophora histerix dan Stylophora sp.
b. Hutan Mangrove dan Rawa Asin
Tipe hutan ini terdapat di daerah pantai Utara dan Timur kawasan Taman Nasional Baluran,
seperti di Bilik, Lambuyan, Mesigit, Tanjung Sedano dan di Kelor. Mangrove pendek yang
tumbuh dengan agak baik di atas lumpur, terdapat di Kelor dan Bilik yang dikuasai oleh kayu
api (Avicenia sp), Bogen (Sonneratia spp), Bakau-bakauan (Rhizopra spp), cantigi (Ceriops
tagal) serta Rhizopora apiculata. Rawa asin yang hampir gundul yang berasal dari hutan
mangrove yang ditebang habis, terdapat di Utara Pandean, Mesigit, Sebelah Barat Bilik dan
beberapa tempat lainnya. Beberapa pohon kecil yang tumbuh di sini antara lain Avicennia sp
dan Lumitzera racemosa tetapi tidak terdapat tumbuhan bawah.
c. Hutan Payau
Hutan payau sangat disukai satwa liar, karena tersedianya air tawar sepanjang tahun. Hutan
payau yang terbesar terdapat di Sungai Kepuh sebelah Tenggara dan daerah lebih kecil di
Popongan, Kelor, Bama di bagian Timur dan Gatal di bagian Barat Laut. Vegetasi yang ada
disini adalah Malengan (Excoecaria agallocha), Manting (Syzygium polyanthum), dan poh-
pohan (Buchanania arborescens).
d. Padang Rumput Savana
Padang rumput savana merupakan klimaks kebakaran yang sangat dipengaruhi oleh aktivitas
manusia. Savana ini dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu savana datar dan savana
bergelombang. Savana datar ; tumbuh diatas tanah hitam alluvial muda yang berbatu-batu seluas
sekitar 1.500 – 2.000 ha di bagian Tenggara suaka, yaitu sekitar Plalangan dan Bekol.
e. Hutan Hujan Pegunungan
Terletak di Gunung Baluran sampai pada ketinggian 1200 m dpl. Merupakan hutan yang masih
sangat perawan karena aksesibilitasnya yang sangat susah. wilayah ini mempunyai peran
penting sebagai daerah tangkapan air. Sumber air yang keluar di wilayah Baluran mempunyai
peran vital sebagai sumber air minum bagi satwa, terutama ketika memasuki musim kemarau.
f. Hutan Musim
Hutan musim yang terdapat di Baluran dapat dipisahkan ke dalam 2 kelompok, yaitu hutan
musim dataran rendah dan hutan musim dataran tinggi. Hutan musim dataran rendah luasnya
sekitar 1.500 ha yang berbatasan dengan hutan jati, evergreen forest, dan savana Bekol serta
savana Kramat. Sedangkan hutan musim dataran tinggi terdapat di lereng gunung Baluran,
Gunung Klosot dan Gunung Periuk.
g. Padang Lamun
Formasi padang lamun di Taman Nasional Baluran tersebar pada pantai-pantai dengan
kelerengan landai dan tidak memiliki gelombang air yang terlalu ekstrim. Pantai-pantai itu
antara lain terdapat di sekitar pantai Bama, Kajang, Balanan, Lempuyang terus ke arah barat
sampai ke Pantai Bilik-Sijile dan Air Karang. Formasi Lamun ini banyak yang dimanfaatkan
oleh masyarakat untuk mencari ikan, karena lokasinya yang berdekatan dengan hutan
mangrove, formasi ini Lamun menyediakan hasil laut yang berlimpah, salah satunya yang
bernilai ekonomis tinggi yaitu bandeng (Chanos chanos), cumi-cumi dan lain sebagainya.
h. Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang di Taman Nasional Baluran dapat dijumpai di perairan pantai Bama,
Lempuyang, Bilik, Air Karang, Kajang, Balanan dan Kalitopo. Terumbu karang yang ada di
Taman Nasional Baluran adalah jenis karang tepi yang memiliki lebar beragam dan berada pada
kisaran kedalaman 0,5 meter – 40 meter. Bentuk – bentuk karang yang hidup pada lokasi
tersebut meliputi Acropora Branching, Acropora Encrusting, Acropora Tubulate dan Mushroom
Coral.

2.5 Pengelolaan Taman Nasional Baluran Berbasis Ekowisata


Ekowisata menjadi salah satu tren yang berkembang pada saat ini. Selain itu
ekowisata juga menjadi sumber pendapatan masyarakat disekitar dan merupakan sumber PNBP
bagi negara yang terbilang cukup besar setiap tahunnya. Oleh karena itu perlu dipastikan bahwa
pengunjung melakukan perjalanan yang bertanggung jawab, membantu melindungi satwa liar
yang mereka kunjungi dan memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat lokal.
Konsep ekowisata tidak hanya menghasilkan manfaat ekonomi kepada masyarakat lokal saja,
namun mendukung konservasi dan mengurangi dampak dari aktivitas wisata.
Menjawab perkembangan trend tersebut, Balai Taman Nasional Baluran pada
tanggal 21-22 November 2017 menyenggarakan kegiatan Pembentukan Kelompok dan
Pelatihan Pemandu Wisata yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan
kepada pramuwisata bagaimana melakukan memandu dan mendampingi tamu dengan konsep-
konsep berbasis lingkungan. Dalam kegiatan ini diisi oleh Narasumber-Narasumber yang sangat
berpengalaman di Dunia Pariwisata seperti, Agus Wiyono, Spd yang merupakan Ketua Forum
Ekowisata Jawa Timur, Dra. Yoni Astuti dari Himpunan Pramuwisata Indonesia dan Dikarjanto
Pemandu Wisata Senior di Taman Nasional Baluran. Adapun peserta acara dalam pelatihan ini
diikuti oleh 30 calon pemandu wisata taman nasional baluran yang terdiri dari berbagai elemen
seperti masyarakat desa penyangga, Karang Taruna Gema Wonorejo, Pegawai tidak tetap
Taman Nasional Baluran dan Tour Guide Club Situbondo.
Namun ada satu sosok dalam perkembangan Baluran untuk menuju Ekowisata,
yang selalu getol dan semangat dalam mengajarkan masyarakat sekitar mengenai Ekowisata
meski menggunakan uang pribadi. Sosok itu adalah Bapak Nurdin Razak, seorang dosen di
salah satu PTN di Surabaya. Lewat konsep ekowisata, masyarakat bisa diberdayakan untuk
bersama - sama mengelola desa wisata secara mandiri. Ia mempraktikkan ilmunya dalam
mengelola ekowisata di sekitar Taman Nasional Baluran. Dengan menggunakan uang pribadi, ia
melatih masyarakat di Desa Wonorejo untuk bisa menjadi pelaku pariwisata atas daerahnya
sendiri. Yang bisa mengelola, menjaga dan memetik hasil dari pariwisata.
Bapak Nurdin selama 11 tahun terakhir ini aktif mempromosikan ekowisata TN
Baluran agar bisa didatangi wisatawan asing. Salah satu paket yang ia tawarkan adalah
petualangan wisata menyaksikan hewan liar di taman nasional pada malam hari. Selain itu, ia
menawarkan paket menjadi penggembala kambing bersama penduduk sekitar. Wisatawan pun
sengaja dijemput menggunakan gerobak sapi milik penduduk sekitar. Dengan itu Pak Nurdin
mengharapkan agar masyarakat memiliki mindset untuk menjaga budaya mereka, tidak
tergoyah untuk modern dalam hal ekowisata ini, ia tidak mau jika para peternak kambing dan
sapi ini sampai menjual ternak dan alat ternak mereka hanya untuk membeli mobil atau motor
yang digunakan untuk menjadi ojek para wisatawan asing.
Tidak hanya itu, Pak Nurdin juga melatih penduduk setempat untuk menjadi pemandu wisata
bagi para wisatawan asing. Dalam mendatangkan wisman ia juga memiliki cara tersendiri yang
terbilang unik, karena Pak Nurdin tidak segan - segan untuk menjemput para wisman di
Yogyakarta. Wisman yang ditemuinya umumnya sengaja datang ke Indonesia untuk menikmati
wisata alam liar di Taman Nasional, namun masih banyak wisman yang belum tau akan
keindahan Baluran, hingga ia menjual paket - paket wisata tersebut justru di Yogyakarta, Bali,
dan Taman Nasional lain.
A. Peran Pemerintah Terhadap Perkembangan Taman Nasional Baluran
Disini sudah sangat jelas pemerintah memegang peran yang sangat besar bagi
kelangsungan hidup Taman Nasional Baluran. Dari pengelola, fasilitas dan akses semua
dibangun oleh pemerintah untuk mendukung kehidupan Baluran, juga begitu banyak program
kerja pemerintah yang bertujuan untuk mengembangkan Taman Nasional ini, seperti upaya
melestarikan Banteng Jawa yang terancam punah. Dalam upaya pelestarian ini pemerintah juga
melibatkan Perhimpunan Kebun Binatang se-Indonesia (PKSBI) untuk melakukan konservasi
dengan lebih detail dalam melestarikan satwa endemis yang ada di Baluran.
Pemerintah juga mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk pengelolaan dan pengembangan
TN Baluran ini. Seperti dalam kasus Pohon Akasia yang dianggap sebagai musuh abadi
Baluran, karena pertumbuhannya yang bisa merusak Savana dan bisa juga merusak rantai
makanan yang terjadi di sana. Pemerintah setiap 8 tahun selalu melakukan pembasmian secara
masal agar saban tetap bisa hidup dan disitulah rantai makanan terjadi.
B. Peran Industri Terhadap Perkembangan Taman Nasional Baluran
Meski bukan sebagai pemeran utama dalam Pengembangan TN Baluran ini, namun
ternyata Industri memiliki peran yang saling melengkapi bagi pemerintah. Mulai dari industri
kecil hingga besar semua turut serta dalam roda pengembangan Baluran.
Industri Penginapan dan Restoran menjadi amenitas dalam syarat terbentuknya pariwisata.
Karena tanpa adanya fasilitas seperti penginapan dan restoran bukan tidak mungkin wisatawan
tidak mau berkunjung ke Baluran, karena pada dasarnya istirahat adalah kebutuhan setiap
manusia. Juga dengan mencicip makanan lokal, itu semua memberikan pengalaman tersendiri
bagi para wisatawan.
Industri kecil rumahan atau home industry juga menjadi pelengkap terakhir bagi
para wisatawan. Karena dengan adanya mereka, wisatawan bisa mempelajari mengenai budaya
lokal dan tentunya mereka bisa berjualan souvenir atau buah tangan yang bisa memberikan
kenangan tersendiri bagi wisatawan dan menghasilkan dampak ekonomi yang positif bagi
mereka.
Yang terakhir adalah industri perjalanan atau Biro Perjalanan yang berperan
sebagai tokoh didepan layar dalam promosi dan mendatangkan wisatawan ke Baluran. Industri
inilah yang berperan mendatangkan wisatawan baik dari mancanegara maupun lokal.
C. Peran Masyarakat Terhadap Perkembangan Taman Nasional Baluran
Masyarakat dalam kenyataannya di lapangan berfungsi dalam pengelolaan wisata
langsung di lapangan. Mereka merasa bisa lebih menguasai daerah dan mampu menjadi tour
guide. Selain itu juga bisa mengatur parkir dan berjualan makanan dan minuman ringan di
sekitar pantai tersebut, asal tetap menjaga kebersihan warung mereka. Sebagian masyarakat juga
menjadi tukang ojek bagi para wisman yang datang tidak dengan kendaraan pribadi, karena
wisman sering kali travelling atau backpacker. Mereka tidak memiliki seragam khusus dalam
bertugas sebagai guide, mereka hanya berpakaian rapi dan cara membedakan dengan petugas,
petugas mengenakan seragam dalam bertugas.
Sejauh ini ternyata pemerintah, masyarakat dan industri memiliki tujuan yang sama
dalam menjadi pelaku pariwisata di Baluran. Mereka sama-sama ingin mengelola dan
mengembangkan Baluran sebagai Taman Nasional yang bisa dikenal lebih luas dan berguna
bagi industri wisata juga sebagai sarana belajar dan penelitian. Karena semakin maraknya
perburuan liar diluar sana yang membuat banyak hewan punah dan bisa jadi anak cucu kita
kelak tidak bisa melihat secara langsung hewan - hewan tersebut.

3. Penutup
A. Simpulan
Penulis menyimpulkan bahwa Taman Nasional Baluran adalah destinasi wisata
sekaligus pelestarian alam yang harus dijaga dan dilestarikan. Karena sangat berguna bagi
industri pariwisata juga sebagai sarana belajar dan penelitian satwa endemis. Ekowisata bisa
menjadi jawaban bagi pengelolaan Taman Nasional Baluran ini, karena konsepnya yang
memberdayakan masyarakat lokal serta melestarikan alam, dan juga menghasilkan nilai
ekonomi dari pariwisata. Maka tidak ada satupun pihak yang dirugikan dalam pengelolaan
berbasis Ekowisata, dengan penerapan prinsip Sustainable yang bisa melestarikan satwa dan
tumbuhan endemis di Baluran.

B. Saran
Menurut penulis pengelolaan Baluran sudah cukup bagus, namun ada beberapa hal
yang harus diperhatikan. Seperti melarang tegas membuang sampah sembarangan baik itu
wisatawan maupun pedagang lokal. Karena tanpa adanya sangsi maka sebuah aturan tidak akan
diindahkan. Juga memberi penunjuk arah di sabana dan hutan, karena saat penulis melakukan
penelitian disana sempat kebingungan karena sabana yang sangat luas. Dan yang terakhir
pengelola harus lebih sering melakukan promosi namun tidak hanya didaerah Jawa Timur, ada
baiknya jika melakukan promosi di Bali, Yogyakarta maupun Surabaya, karena promosi yang
masih sangat kurang membuat Baluran kurang dikenal di citra pariwisata Indonesia.

References
[1]. Data Observasi Domestic Case Study Taman nasional Baluran
[2]. Seminar Alam Jamboree Nasional di Bumi Perkemahan Kaliurang, Yogyakarta, 10 - 12
Januari 2018
[3]. Susilo, Y. S., & Soeroso, A. (2014). Strategi pelestarian kebudayaan lokal dalam
menghadapi globalisasi pariwisata: Kasus Kota Yogyakarta. Jurnal Penelitian BAPPEDA
Kota Yogyakarta, 4, 3-11.
[4]. Prakoso, A. A. (2016). Dampak Multiganda Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Daerah (RIPPARDA) terhadap Kepariwisataan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal
Kepariwisataan, 10(1), 1-26.
[5]. Nugraha, B. S., & Suprihanto, J. (2016). SOCIAL IMPACTOF TOURISM
SUSTAINABLE DEVELOPMENT Case of Baron Beach, Gunung Kidul,
DIY. International Journal of Tourism and Hospitality Study, 1(1).
[6]. Soeroso, A., & Susuilo, Y. S. (2008). Strategi Konservasi Kebudayaan Lokal
Yogyakarta. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan| Journal of Theory and Applied
Management, 1(2).
[7]. Susetyarini, O., & Masjhoer, J. M. (2018). PENGUKURAN TINGKAT KEPUASAN
WISATAWAN TERHADAP FASILITAS UMUM, PRASARANA UMUM, DAN
FASILITAS PARIWISATA DI MALIOBORO PASCAREVITALISASI
KAWASAN. Jurnal Kepariwisataan, 12(1), 41-54.
[8]. Prakoso, A. A., & Irawati, N. (2018). Performa Hutan Mangrove Wanatirta berbasis
Ekowisata
[9]. Sudiro, S. (2014). PENGEMBANGAN EKOWISATA TAMAN NASIONAL
KARIMUNJAW. Jurnal Kepariwisataan, 8(1), 55-70.
[10]. Suhendroyono, S. (2014). EKOWISATA TAMAN NASIONAL LORENTZ
PAPUA. Jurnal Kepariwisataan, 8(1), 1-12.

Anda mungkin juga menyukai