Prolog
“Pria yang tampan dan baik hati serta romantis adalah dambaan setiap gadis. Berlainan dengan
seseorang yang suka bossy walaupun dia memang bos ku”.
~Cherry Bua~
“Aku ini pria tampan dan baik hati serta romantis. Tapi tidak ke nona bermulut kasar dan kaki
besar. Seorang pria sekaligus tuan muda yang berwibawa”.
~Tin Nelson~
.
.
.
Cherry Bua. Gadis berlesung pipi dengan gigi gingsul sangat manis saat tersenyum. Sangat
menggoda dan memikat. Mencintai uang dan punya banyak hutang. Bagi Cherry, menjadi apapun
asal menghasilkan uang akan ia lakukan. Termasuk menjadi seorang home cleaning service
layanan ke rumah.
Tin Nelson. Pria tampan dengan wajah datar dan hidung mancung yang dilengkapi kulit putih
pucat. Anak dari CEO SW Entertainment sekaligus aktor yang sedang naik daun. Sang pemilik
rumah yang berhati dingin dan bossy. Tuan muda yang cerewet dan pemilih serta terobsesi pada
kebersihan.
Cahaya keemasan menyapu wajah putih dengan rahang kokoh dan hidungnya yang mancung
melewati tirai putih yang dibuka seorang wanita berambut panjang kecoklatan. Membangunkan si
wajah putih yang terlelap dalam mimpi. Menyentakannya kembali ke rutinitas pagi yang sama.
Sang pelayan bukannya menjawab malah mengambil piring lantas menyiapkan roti lalu
mengoleskan dengan selai srikaya, favorit tuannya.
“Akan ku katakan saat anda selesai makan tuan muda”
“Baiklah. Kita bicara setelah sarapan”
Tin dengan cekatan menyantap roti di piringnya dengan lahap. Serta menikmati kopi robusta
favoritnya. Meniup tiap uap dari mug kopi dengan perlahan. Seraya memikirkan apa yang ingin
disampaikan Selma, pelayannya selama 3 tahun belakangan ini. Seorang gadis yang berasal dari
desa.
Tin langsung memulainya begitu sarapan selesai. Mug kopi miliknya masih menyisakan uap
tipis bekas kopi. Selma menunduk dengan tangan bergetar.
Selma menunduk semakin dalam. Memang dirinya sebatang kara, tapi tinggal di sini bersama
seorang tuan muda menyiksa batinnya. Dirinya tak mampu membendung perasaan cinta yang
tumbuh karna kebersamaan mereka.
“Baiklah, itu keputusanmu. Aku hargai keinginanmu. Kapan kau ingin kembali?”
“Jika tuan muda mengijinkan, aku ingin pergi hari ini.”
“Apa? Secepat itu?”
Tin terperangah, dia tidak menduga sekali. Selma memang gadis dari desa. Tin mengajaknya
dengan alasan bekerja karena menyukai kepolosan gadis itu. Tapi kini, gadis itu ingin kembali ke
desa setelah sekian lamanya. Pasti ada sesuatu yang tak diketahuinya.
Tin berlalu mengambil kunci mobil La Ferrari kebanggaannya. Lantas mengeluarkan mobilnya
ke jalan. Selma menarik kopernya dengan hati yang bimbang. Dia tidak ingin pergi tapi merasa
harus pergi agar Tin, sang tuan merasa ada tempat yang harus di isi seseorang dengan status.
Bukan sebagai pelayan-majikan.
***
Sementara itu, di sebuah rumah kecil tanpa ventilasi dan jendela. Seorang gadis masih terpekur
di kasur dengan iler di mulut kecilnya. Jam weker hampir meledak membangunnya. Tangan sang
gadis menggapai ke arah jam mencoba mematikannya. ‘klik' bunyi hasil tekanan jari gadis pada
tombol di balik jam weker.
Cherry, sang gadis menguap selebarnya dan beranjak membuka pintu kamarnya. Mencoba
mendapati ayah, ibu serta adiknya. Semalam dia pulang larut sekali dan langsung tertidur. Setelah
kemarin kelelahan menjajaki mall terbesar di Seoul. Rencananya hari ini dia ingin pergi belanja ke
Gangnam. Daerah elite yang menyediakan apapun.
“Baiklah. Aku tak melihat tanda kehidupan di rumah ini selain aku.”
“Apa aku harus ke tempat kerja papa hari ini? Aku ingin ke Gangnam untuk berbelanja. Papa
pasti punya uang. Mama juga pasti punya uang”
Cherry bergumam sendiri sambil menggosok lembut sabun ke tubuhnya. Membalasnya dengan
air hangat dari shower. Cherry bergegas mengambil baju kaos warna hitam dan mengenakannya.
Membalut tubuh bagian bawahnya dengan rok levis putih 10 cm di atas lututnya. Baju kaos yang
dipakainya memaksa perutnya terbuka 2 cm. Sebagai langkah terakhir dia mengambil hem putih
polos dan tas Supreme kesayangannya dipadukan kets putih polos. Cherry seorang gadis dengan
style modis. Di tak pernah mengenakan baju yang sama dalam sebulan. Cherry selalu membeli
apapun yang dia rasa membantu style dan fashionnya. Cherry menuju Campus dengan langkah
bangga. Tanpa tahu apa yang sedang terjadi.
“Cherry Buaa”
Suara berat yang menyebut namanya membuatnya berhenti. Cherry menoleh arah suara. Seorang
pria yang tampak lebih tua darinya 2 tahun berdiri tak jauh darinya. Di belakang orang itu ada
beberapa preman yang bertampang sangar juga ikut memelopori ke arah Cherry.
Pria itu berlalu meninggalkan Cherry yang masih terbengong menatap punggungnya. Cherry
berlari ke arah berlawanan menuju rumahnya. Mendobrak masuk dan mencoba mencari sesuatu.
Tak kunjung menemukannya dia berlari sampai tempat ayahnya biasa bekerja.
Pernyataan orang tadi membuat Cherry lemas. Apakah itu betul jika keluarganya berhutang.
Kakinya berpacu lagi menuju sebuah salon milik orang yang bernama Yang.