Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No.

1, Januari 2009

STRUKTUR GEOLOGI DAN SEDIMENTASI


BATUBARA FORMASI BERAU
Kerjasama
PT. Berau Coal dan Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Achmad Rodhi & Basuki Rahmad


Teknik Geologi, UPN “Veteran” Yogyakarta

ABSTRAK

Perkembangan Sub-Cekungan Batubara Berau selama Tersier di


Kalimantan Timur berada di continental plate margin dalam suatu sistem passive
margin, berhubungan dengan regangan (rifting) Selat Makasar. Formasi Berau
merupakan formasi pembawa batubara di Sub-Cekungan Berau yang berumur
Miosen Tengah. Proses pengendapan batubara Formasi Berau di lingkungan
delta melalui sisi flexure bidang sesar normal halfgraben berupa sliding gravity.
Pengaruh struktur geologi terhadap lapisan batubara baik vertikal
maupun lateral secara langsung berpengaruh terhadap ketebalan lapisan
batubara, kualitas dan kelayakan penambangannya. Baik dalam skala besar
maupun kecil khususnya karakter internal dan eksternal susunan lapisan
batubara atau sedimen pengapitnya. Karakter struktur endapan batubara dapat
untuk memecahkan permasalahan korelasi stratigrafi, perhitungan cadangan /
sumber daya batubara dan sebaran kualitas batubara sebelum dilakukan
rancangan penambangan. Pertimbangan struktur geologi tersebut untuk
mengetahui pola sebaran batubara dan sejauh mana pengaruh sebaran
batubaranya. Tulisan ini disusun selama penulis mengikuti kegiatan eksplorasi di
Binungan Blok 1 – 4, dan pengamatan singkapan di Binungan Blok 1 - 4 PIT K,
dan Sambarata PIT Gaharu.

KAJIAN TEORI STRUKTUR GEOLOGI LAPISAN BATUBARA

1. FAKTOR SYN-DEPOSITIONAL
Secara umum sedimen pembawa batubara diendapkan mulai dari tepi
hingga tengah cekungan, sedangkan struktur geologi sangat berpengaruh
terhadap akumulasi sedimen dan jumlah suplai material rombakan yang
diperlukan guna mengetahui runtunan lapisan batubara, sebaran dan ciri
lingkungan pengendapanya. Efek diagenesa selama akumulasi sedimen
berlangsung bisa menyebabkan deformasi struktur (pensesaran dan perlipatan),
seperti gaya tekan ke arah bawah terhadap semua lapisan sedimen dan
batubara.

2. FAKTOR MIKRO-STRUKTUR
Gabungan akumulasi ketebalan sedimen dan kecepatan penurunan
cekungan menyebabkan ketidak stabilan terutama di bagian tepi cekungan.
Akibat adanya struktur pembebanan ketika sedimen masih dalam bentuk fluida,
menyebabkan sedimen pembawa batubara terlihat berbentuk struktur slumping,
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 1, Januari 2009

ciri lain seperti: injeksi sedimen ke dalam lapisan bagian atas dan bawah (klastik
dike) Contoh injeksi lapisan batubara yang menerobos lapisan sedimen seperti di
high wall Binungan Blok 7, PIT K seam O.
Kehadiran perselingan mudstone, sandstone dan batubara dibawah
kondisi struktur pembebanan, bisa menyebabkan perubahan variasi lapisan
batubara seperti : erosi di bagian dasar lapisan batubara oleh channel
sandstone, flame structure, distorted dan dislocated ripples, fold and contorted
bedding (Gambar 1).
Gangguan ketidakstabilan lingkungan pengendapan, merupakan salah
satu petunjuk adanya reaktifasi kembali sesar-sesar normal akibat struktur
pembebanan dari akumulasi sedimen di cekungan, umumnya menghasilkan
sedimen sistem aliran gravitasi (gravity flow) (Gambar 2)

3. FAKTOR MAKRO-STRUKTUR
Sesar dalam cekungan sedimen bisa menerus dan aktif kembali
sehingga bisa mempengaruhi lapisan batubaranya, seperti : ketebalan serta
karakter susunan lapisan sedimennya. Pengaruh sesar growth fault dalam
cekungan tektonik bisa menyebabkan penebalan lapisan batubara secara
setempat, hal ini disebabkan penurunan cekungan akibat pensesaran.
Sedangkan di daerah paparan relatif stabil dan kecepatan penurunan relatif lebih
lambat. Dengan demikian kecepatan progradasi pengendapan sedimen yang
dikontrol oleh growth fault relatif lebih cepat dibandingkan pengendapan di
daerah paparan.
Sesar growth fault berpengaruh terhadap proses pengendapan sedimen,
bidang sesar growth fault tersebut merupakan zona bidang gelincir (failure)
menyebabkan gravity sliding berupa longsoran sedimentasi di cekungan
tersebut. Tekanan yang sangat kuat terhadap batupasir lempungan yang belum
kompak menyebabkan gradient patahannya besar. Bagian atasnya curam dan
landai ke arah bidang lapisan patahan (flexure) di sepanjang roof lapisan
batubara. Sesar-sesar tersebut akan mengerosi sebagian, sebelum sedimennya
longsor ke bawah.
Lapisan batubara yang mengalami splitting (bercabang) merupakan
petunjuk adanya sesar growth fault. Reaktivasi kembali sesar-sesar tersebut
dapat menghasilkan bentuk lapisan batubara yang melengkung ke bawah dan ke
atas, dan selanjutnya diikuti lapisan sedimen non batubara yang bentuknya
melengkung juga (Gambar 3).
Perubahan secara periodik di level dasar lingkungan delta plain serta
pengaruh pergerakan sesar, menyebabkan perubahan karakter perkembangan
batubara, hal ini seiring dengan naiknya muka air rawa. Dengan demikian
batubara akan berkembang lebih intensif, sedangkan pengaruh masuknya
material rombakan non batubara sangat kecil, sehingga kandungan abu (ash)
batubaranya rendah. Jika terjadi penurunan muka air, maka akumulasi batubara
akan terhambat perkembangannya, sedang material rombakan sedimen semakin
besar menyebabkan kandungan abu (ash) tinggi atau bahkan seluruh lapisan
batubara ashnya bisa tinggi. Di sisi lain batubara yang terendam air (low moor)
kemungkinan bisa terkontaminasi air laut, sehingga menghasilkan kandungan
sulfur yang lebih tinggi terutama di bagian top lapisan batubara
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 1, Januari 2009

Coal Coal

Gambar 1. Struktur deformasi akibat pembebanan


sedimen menghasilkan distorted dan dislocated bedding
terhadap lapisan batubara.

Gambar 2. Ketidakstabilan cekungan batubara


di beberapa tempat, menyebabkan reaktifasi kembali
sesar normal half graben, terjadi longsoran gravity sliding
(slumping).
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 1, Januari 2009
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 1, Januari 2009

Gambar 3 Menjelaskankan kemungkinan


terbentuknya splitting lapisan batubara yang
disebabkan perubahan pergerakan sesar selama
pengendapan gambut berlangsung.

Keterangan gambar 3.
Gambar 3(A), Pergerakan sesar mengakibatkan pelengkungan lapisan batubara.
Gambar 3(B), Ketika lapisan gambut mengalami pelengkungan, di atasnya
diendapkan sedimen mudstone, dan setelah aktifitas berhenti akumulasi
gambut berkembang lagi menyesuaikan level semula dari bagian top
lapisan gambut yang tidak mengalami splitting.
Gambar 3(C), Pergerakan sesar terhadap lapisan batubara memberikan 2
pengertian, sebagian mengalami pengangkatan sebagai awal batubara
tersebut akan splitting dan sebagian mengalami penurunan
menghasilkan splitting batubara.

Growth fold bisa mempengaruhi pola pengendapan cekungan batubara,


adanya kecepatan erosi dan sedimentasi menyebabkan pengendapan batubara
di beberapa tempat. Adanya pemotongan channel oleh suplai rombakan
sedimen yang terus membumbung dapat membentuk sand bar.
Akumulasi gambut yang terus berkembang dalam runtunan lapisan
sedimen mudstone yang tebal, membentuk lipatan oversteeply, hal ini
disebabkan mudstone tersebut terkompresi ke arah bawah di kedalaman
tertentu, menyebabkan lapisan sedimen tertekan ke atas, akibatnya secara
setempat di daerah tersebut membentuk antiklin- sinklin, selain itu terlihat intrusi
sedimen klastik dari bawah menorobos lapisan sedimen di atasnya.
Sub-Cekungan Batubara Berau, umumnya pola strukturnya tersusun
stabil di batuan yang berumur Tersier. Bentuk antiklinnya mulai dari landai
hingga curam atau bahkan menunjam dan merupakan satu kesatuan antara
sesar normal dan steep reverse fault yang berada di sekitar sumbu lipatan.
Sinklin yang terbentuk relatif luas dan lebar dengan kemiringan dip kecil,
sedangkan transisi antara dua struktur tersebut merupakan dasar adanya
representasi jenis sesar steep reverse fault. Pembentukan lipatan growth fold
disebabkan oleh sliding gravity melalui bidang sesar steep reverse fault. Lipatan
growth fold terbentuk karena gravity sliding yang telah lanjut dan berasosiasi
dengan akumulasi sedimen yang sangat tebal seperti di Sub-Cekungan Batubara
Berau serta pengaruh tegasan tension akibat rifting.
Pola struktur tersebut dapat dilihat di Sub-Cekungan Berau yaitu berupa
antiklin dan sinklin, contoh : Blok Sambarata PIT Gaharu, PIT Agatis merupakan
sayap antiklin-sinklin, dip relatif ke arah ke barat, besar dip 50° – 55°,
diasumsikan bahwa dip besar di sayap antiklin-sinklin tersebut merupakan
bagian kepala dari bentuk slumping, pergerakan bidang sesar thrust fault relatif
searah bidang perlapisan batuan. Kedudukan dip yang besar di bagian kepala
slumping menyebabkan penebalan lapisan batubara dan peningkatan nilai kalori.
Sinklin Rantau Panjang merupakan sinklin simetri dengan dip relatif landai 10° –
15°, tebal batubara hingga 3,5 meter, diasumsikan kedudukan dip landai
merupakan manifestasi dari bentuk ekor dari slumping.
Progradasi pengendapan sedimen di lingkungan delta berlangsung
cepat sesuai dengan arah pengendapannya (resultant) hingga menuju
lingkungan fluvial (fase regresi), menyebabkan jumlah lapisan batubara menjadi
multiple seam.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 1, Januari 2009

4. POST - DEPOSITIONAL
Struktur geologi yang dihasilkan dari post-depositional adalah : kekar,
sesar, dan lipatan. Kehadiran mineral presipitasi seperti gypsum juga
merupakan hasil post-depositional.

a. SESAR
Sesar normal sebagai produk tegasan utama vertikal hasil gaya
gravitasi,sesar normal umum dijumpai di lapisan batubara yaitu di bagian sayap-
sayap lipatan,pergeserannya dapat mencapai beberapa meter, dip bidang sesar
normal mulai 60° – 70° (Gambar 4).
Sesar dapat menyebabkan seretan (drag) sepanjang bidang patahan,
sehingga batuan sekelilingnya juga bergeser sepanjang arah pergeseran dari
sesar tersebut. Apabila berupa sesar besar (major fault) maka sesar tersebut
dapat menggeser seluruh lapisan batuan dan batubara hingga beberapa meter,
dimana zona sesar tersebut berupa bidang hancuran dan bisa terlihat di high
wall tambang batubara terbuka (gambar 5). Zona hancuran dari zona sesar
tersebut dapat dilihat, salah satunya di Binungan Blok 7, PIT K. high wall.
Pembentukan sesar normal dalam skala besar disebabkan oleh gaya
tension yang tertarik karena regangan (rifting) di continental crust, searah
dengan sesar-sesar normal yang terjadi secara di lokal area, sesar normal skala
besar tersebut membentuk struktur geologi half grabben.

Coal

Coal

Gambar 4. sesar normal di lapisan batubara dengan


throw 2 meter.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 1, Januari 2009

Gambar 5. Zona sesar di high wall tambang terbuka.

Bidang sesar sudut kecil menyebabkan pergerakannya relatif turun


disebut sebagai sesar lag fault. Lag fault berasal dari retardation hanging wall
selama pergerakan berlangsung. Sesar Lag Fault terletak di bagian atas dari
thrust fault, sesar ini terbentuk karena retardation selama pergeseran
berlangsung (gambar 6).

Gambar 6. Sesar Lag Fault di atas Thrust Fault


Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 1, Januari 2009

Pembentukan sesar reverse fault disebabkan oleh system arah tegasan


utamanya horizontal sedang tegasan terkecil adalah vertical. Reverse fault
dengan bidang sesar sudut besar, merupakan zona struktur yang luas dan
berasosiasi dengan pengangkatan regional Sub-Cekungan Batubara Berau
(Neogen Syn-Orogenic Regression Phase), hal ini terbukti dengan adanya
intrusi batuan beku andesit di Sub -Cekungan Berau. Sesar reverse fault dengan
bidang sesar sudut kecil (< 45°) lebih umum ditemukan (Gambar 7).

Coal

Coal

Gambar 7. Pergeseran lapisan batubara


akibat reverse fault, throw 1,5 meter

Apabila bidang sesar sudutnya kecil, pergeseranya lateral, maka sesar


tersebut bisa digolongkan sebagai thrust fault. Bentuk sudut kecil sesar reverse
fault dikontrol oleh batuan-batuan yang tersesarkan, terutama sekali bahwa
bidang sesar thrust fault pergerakannya relatif mengikuti bidang perlapisan
batuan dan sebagian memotong perlapisan batuan.
Susunan lapisan batubara, terdiri dari seat earth dan mudstone dengan
sisipan batupasir, kadang-kadang bila bidang sesar sudut kecil pergerakannya
sering mengikuti roof atau floor dari lapisan batubara. Dampak dari peristiwa
tersebut adalah penurunan kualitas kualitas batubara, karena terkontaminasi
oleh rombakan batuan sekelilingnya.
Tegasan tektonik yang bekerja terhadap lapisan batubara menghasilkan
shear-shear dan pensesaran lapisan batubara, shear tersebut membentuk pola
shear arcuate.

b. LIPATAN
Batubara dalam susunan runtunan lapisan umumnya terlipat menjadi
beberapa jenis lipatan.
Kendala di lapangan adalah pembuktian bahwa dip tersebut adalah true
dip atau apparent dip harus hati-hati, demikian juga adanya dissected terrain dip
bisa nampak di sisi lembah. Hal ini kemungkinan bukan sebagai true dip
perlapisan tetapi refleksi tinggian stuktural secara lokal, umumnya berupa tepi
cekungan yang tidak stabil, menyebabkan terjadi pergerakan massa sedimen
berbentuk slumping dan terlihat seperti perlapisan atau lipatan, dengan demikian
kemiringan dip lapisan tampak sangat curam.
Gaya kompresi terhadap lapisan batubara selama perlipatan
menghasilkan lipatan antiklin landai disertai adanya thrust sepanjang tonjolan
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 1, Januari 2009

(nose) dari lipatan tersebut, bentuk seperti ini adalah jenis antiklin queue.
Lapisan bisa mengalami penipisan di bagian tengah (pinch out) sepanjang
sayap lipatan fold limb dan terlihat seperti aliran sepanjang sumbu antiklin
(Gambar 8). Peristiwa tersebut kira-kira berasal dari 2 arah normal antara satu
dengan lainnya, batubara tersebut terkonsentrasi sehingga membentuk struktur
pepper-pot, gambaran umum seperti ini hanya dijumpai di daerah tektonik kuat,
sehingga mengalami deformasi yang intensif.

Gambar 8. Pembentukan sesar naik melalui proses lipatan

Barat Kepala (D)


Timur
Sand Bar
Slumping
Ekor Thrust Fault
Slumping
Reverse Fault

(B)
Coal
Formasi
Reverse Fault Berau

Growth fault
Half Graben (normal fault)

Gambar 9. Model rekonstrusi pengendapan progradasi delta Formasi Berau di


Sub-Cekungan Berau. Slumping – Lipatan (Growth Fold) – Growth Fault
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 1, Januari 2009

5. RESUME

1. Formasi Berau merupakan formasi pembawa batubara di Sub-Cekungan


Berau selama Miosen Tengah diendapkan melalui proses progradasi delta,
berupa sliding gravity membentuk struktur slumping, perlipatan (growth fold)
berupa antiklin-sinklin, dan growth fault (thrust fault, reverse fault). Rezim
tegasan yang bekerja adalah ekstensional, produk rifting, membentuk
halfgraben berupa sesar-sesar normal.
Akibat sliding gravity menyebabkan penimbunan akumulasi sedimen
yang tebal menghasilkan struktur pembebanan slumping berupa growth fold
kemudian diikuti dengan pembentukan growth fault. Perkembangan growth
fault dimulai dengan pembentukan thrust fault (sudut kecil), dimana sudut
bidang sesar < 45° pergerakannya relatif mengikuti bidang lapisan,
kemudian berkembang menjadi reverse fault (sudut besar) dimana sudut
bidang sesarnya > 45° dan pergerakannya akan memotong bidang lapisan
batuan.
Dampak lain akibat struktur pembebanan saat diagenesa berlangsung
adalah reaktivasi kembali sesar-sesar basement, menyebabkan splitting
lapisan batubara dan injeksi fluida sedimen menerobos batuan sekitarnya
dan pembentukan zona milonit di litologi shale.
Struktur pembebanan sangat berperan penting menghasilkan tegasan
gravitasi membentuk shear-shear fracture dan shear tersebut memotong
bidang perlapisan batuan dan relatif searah dengan bidang bidang
perlapisan batuan, dengan demikian shear tersebut merupakan bidang shear
flexure dan sangat berpotensi terjadi longsoran. Perkembangan shear-shear
tersebut akan membentuk sesar normal, secara umum throw pergeseran
sesar normal hanya beberapa meter. kasus ini bisa dilihat di high wall
Binungan 7 PIT K.
Asumsi penulis, bentuk geometri slumping terdiri dari kepala dan ekor.
Bagian kepala mempunyai kedudukan dip besar (> 45°), Sambarata PIT
Gaharu kemiringan dip lapisan antara 50° – 55°, sedangkan bentuk ekor
mempunyai dip rendah (landai), Sinklin Lati merupakan sinklin sudut kecil
(landai), terbentuknya sinklin tersebut karena pengaruh tegasan deformasi
hasil pergerakan sesar-sesar antara thrust fault dan reverse fault dengan
dimensi relatif sempit, sedangkan pembentukan antiklin – sinklin dimensi
jarak antara thrust fault dan reverse fault adalah lebih lebar. Ketebalan
batubara di bagian kepala dari struktur slump dengan dip curam lebih tebal
dan rank batubaranya lebih tinggi dibanding lapisan batubara di bagian ekor
slump dengan dip landai.
Siklus perulangan sistem progradasi delta akan diikuti dengan siklus
pembentukan rawa gambut sehingga jumlah lapisan batubara yang
dihasilkan menjadi multiple seam, seperti yang ada di Sub-Cekungan Berau.
Bentuk dan pola pengendapan delta memberikan pengaruh yang cukup
besar terhadap pola sesar-sesar yang ada di wilayah Sub-Cekungan Berau.

2. Faktor-faktor pembentukan struktur geologi di Sub-Cekungan Berau.


a. Syn-depositional, bersamaan dengan proses diagenesa sedimen
berlangsung.
b. Mikro-Struktur
Deformasi struktur akibat pembebanan seperti injeksi fluida sedimen
menerobos batuan sekitarnya, pelengkungan sedimen (lipatan mikro),
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 1, Januari 2009

zona milonite (shale) dan sesar-sesar minor di bagian bottom lapisan


batubara.
c. Makro-Struktur
Pembentukan struktur slump – lipatan growth fold – sesar growth fault
d. Post-depositional : kekar, sesar normal, lipatan.

3. Sedimen-Sedimen Pembawa Lapisan Batubara adalah :


Endapan Overbank (coal swamp), Endapan Splay, Endapan Levee dan
Endapan Channel diendapkan di lingkungan delta plain. Singkapan endapan-
endapan tersebut di lapangan tertutup oleh endapan batupasir Sand Bar.

4. Gangguan sedimentasi batubara terutama aktifitas pergerakan channel bisa


menyebabkan terjadi washout, parting dan splitting batubara.

5. Variasi jenis tumbuhan pembentuk, bentuk morfologi dasar cekungan rawa


dan perubahan muka air, sangat berpengaruh terhadap penebalan dan
penipisan lapisan batubara. Adanya penebalan-penipisan dari setiap lapisan
batubara, hal ini harus menjadi pertimbangan bagi evaluation geologist dalam
menentukan interval seam ketika akan berpindah dari pilot hole ke target hole.

REFERENSI

Anonim, 1999, Geology Map PT. Berau Coal, East Kalimantan, (unpublished).
Anonim, Cropline Coal Map, Binungan 1 – 2, PT. Berau Coal, East Kalimantan
(unpublished).
Anonim, Geo. Operation Job Descriptions PT. Berau Coal, East Kalimantan
(unpublished).
Koesoemadinata.R.P.2000,Outline of Tertiary Coal Basin of Indonesia.
Reading. G.H., 1982, Sedimentary Environments and Facies, Department of
Geology and Mineralogy, University of Oxford, Balckwell Scientific
Publications. 15 – 59p, 97 – 142p.
Thomas. L., 1992, Practical Coal Geology. John Wiley & Sons Ltd. 66 – 93p.

Anda mungkin juga menyukai