Anda di halaman 1dari 5

SKORING TUBERKULOSIS ANAK

Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat dilakukan skoring pada
pasien anak yang dicurigai menderita tuberkulosis. Sistem skoring untuk Diagnosis
Tuberkulosis Anak di Indonesia ini disusun oleh Kementerian Kesehatan dan Ikatan
Dokter Anak Indonesia.[1,9]

Tabel 1. Sistem Skoring Diagnosis Tuberkulosis Anak di Indonesia

Parameter 0 1 2 3
Laporan keluarga,
kontak dengan
Kontak dengan Kontak dengan
Tidak pasien BTA
pasien pasien BTA
jelas negatif atau tidak
tuberkulosis positif
tahu , atau BTA
tidak jelas
Positif (≥10 mm,
atau ≥ 5 mm
Uji Tuberkulin Negatif
pada keadaan
imunosupresi)
Gizi kurang:
Gizi buruk: BB/TB
Berat Badan / BB/TB<90%
<70% atau BB/U
Keadaan Gizi atau
<60%
BB/U<80%
Demam tanpa
≥ 2 minggu
sebab yang jelas
Batuk ≥ 3 minggu
Pembesaran
≥ 1 cm. Jumlah
kelenjar limfe koli,
≥ 1, tidak nyeri.
aksila, inguinal
Pembengkakan
tulang/sendi Ada
panggul, lutut, pembengkakan
falang
Normal
Sugestif
Foto dada / tidak
Tuberkulosis
jelas
Selain itu, ada beberapa catatan mengenai skoring tersebut:
 Diagnosis dengan skoring ditegakkan oleh dokter
 Apabila terdapat skrofuloderma (infeksi tuberkulosis pada leher), langsung
didiagnosis tuberkulosis
 Berat badan dinilai saat pasien datang
 Semua anak dengan reaksi BCG cepat (< 7 hari) harus segera dievaluasi
dengan skoring tuberkulosis anak
 Anak didiagnosis dengan jumlah skor ≥6 (maksimal 13)
 Pasien balita yang mendapat skor 5 dirujuk untuk ke rumah sakit untuk dilakukan
evaluasi.

Pemeriksaan penunjang lain seperti pungsi lumbal, computed tomography scan (CT-


scan), pungsi pleura, funduskopi, dan pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan
apabila skor kurang dari 6, tetapi secara klinis terdapat kecurigaan menderita
tuberkulosis. [1]
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan skoring, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia membuat alur diagnosis tuberkulosis untuk memudahkan diagnosis
pada pasien dengan suspek tuberkulosis yang tertera dalam Gambar 1.
Gambar 1. Alur diagnosis tuberkulosis

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi dua tahap: tahap awal/intensif (2 bulan


pertama) dan tahap lanjutan (4 bulan/10 bulan). OAT diberikan rutin setiap hari dalam
kedua tahap. Dosis OAT disesuaikan dengan berat badan pasien. Berikut adalah dosis
OAT:

 Isoniazid (H) : 7-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari


 Rifampisin (R) : 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari
 Pirazinamid (Z) : 30-40 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2000 mg/hari
 Etambutol (E) : 15-25 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1250 mg/hari
 Streptomisin (S) : 15-40 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1000 mg/hari[1,9,10,11]

Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, OAT disediakan dalam bentuk Kombinasi


Dosis Tetap (KDT), KDT memiliki 2 macam tablet: Tablet RHZ untuk tahap intensif,
dan tablet RH untuk tahap lanjutan. Dalam penggunaannya, tablet KDT disesuaikan
dengan berat badan anak. Penggunaan KDT dapat dilihat pada Tabel 3. [1]

Tabel 3. Dosis KDT berdasarkan Berat Badan

Berat Badan 2 Bulan Tiap Hari RHZ 4 Bulan Tiap Hari RH


(Kg) (75/50/150) (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet
Keterangan:
 Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit
 Anak dengan BB ≥ 33 kg, diberikan dosis dewasa
 Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
 OAT KDT dapat diberikan dengan cara ditelan secara utuh atau digerus sesaat
sebelum diminum.

Apabila KDT belum tersedia, digunakan paket OAT Kombipak Anak selama 2 bulan
untuk fase intensif dan 4 bulan untuk fase lanjutan. Dosis OAT kombipak untuk masing-
masing fase dapat dilihat pada tabel 4 dan 5.

Tabel 4. OAT Kombipak untuk Fase Intensif

Jenis Obat BB <10 Kg BB 10-20 Kg (Kombipak) BB 20-32 Kg

Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

Pirazinami
d 150 mg 300 mg 600 mg

Tabel 5. OAT Kombipak untuk Fase Lanjutan

Jenis Obat BB <10 Kg BB 10-20 Kg (Kombipak) BB 20-32 Kg

Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

Anda mungkin juga menyukai