Potensi kopi rakyat di Kabupaten Malang, Jawa Timur, cukup besar
terutama jenis robusta. Sentra tanaman tersebut telah berkembang sejak jaman Belanda yang tersebar di wilayah Kecamatan Ampel Gading, Tirtoyudo, dan Dampit, yang diistilahkan Amtirdam. Hingga kini warga di kawasan tersebut masih mengandalkan pendapatan dari pembudidayaan tanaman kopi, dimana lahannya dioptimalkan dengan tanaman semusim lainnya. Informasi yang diperoleh menyebutkan, total produksi kopi robusta di kawasan Amtirdam sekitar 6.000 ton per tahun dalam bentuk kopi berasan atau green bean. Hasil panen kopi lazim diserap oleh para pedagang perantara di tingkat kecamatan untuk memenuhi kebutuhan pabrikan kopi maupun eksportir. Masalahnya, sejauh ini pemanenan kopi serta penanganan pasca panennya belum sempurna, sehingga petani belum memperoleh harga jual yang bagus akibat kualitas biji kopinya tergolong masih rendah. Kondisi tersebut mendorong Rizal Kertosastro, CEO PT Akar Tana, perusahaan perkebunan dan perdagangan kopi di Malang, untuk meningkatkan penyuluhan terhadap petani kopi tentang pentingnya menangani pembudidayaan kopi secara baik. Lelaki yang berperawakan sedang itu juga merupakan generasi ketiga yang mewarisi Pabrik Pengolahan Kopi Margosuko di Dampit, yang telah beroperasi sejak 1922. Sehingga dia merasa memiliki beban moral atas pengembangan kualitas kopi rakyat, yang sejak puluhan tahun lalu memasok hasil panen ke pabrik tersebut. Kegiatan pabrik Margosuko sendiri berhenti sejak bertahun-tahun lalu, dan akan diaktifkan kembali.
Naikkan harga 40%
Program yang dikembangkan Rizal adalah mengedukasi para petani agar melakukan pemanenan kopi manakala buahnya sudah merah atau matang. Pola pemetikan semacam itu akan berdampak terhadap peningkatan kualitas hasil panen, yang berujung pada peningkatan harga jualnya. Selama ini petani dinilai tidak sabaran, dengan melakukan pemetikan tatkala buah kopi belum merah sepenuhnya yakni masih bercampur hijau. “Kami mencanangkan program Gerakan Petik Merah saat musim panen kopi pada Juli-Agustus. Kami sadar upaya ini tidak bisa berhasil dengan cepat, melainkan selangkah demi selangkah. Tapi kami sudah memulainya dengan memberikan penyuluhan di desa-desa sentra pertanaman kopi di kawasan Amtirdam,” tutur Rizal. Menurut dia, masalah utama dalam menyosialisasikan gerakan tersebut adalah petani ingin cepat mendapatkan uang atas budidaya kopi. Sehingga tidak sabar menunggu hingga buah kopi menjadi merah. Karena itu, diperlukan penguatan kelembagaan petani guna mengakses dana kredit lunak dari bank, yang difungsikan untuk memberikan pinjaman dana kepada petani saat mulai musim panen kopi. Dana pinjaman tersebut dapat dimanfaatkan petani untuk memenuhi kebutuhan hidup sambil menunggu pemetikan buah kopi saat telah merah seluruhnya. Kemudian dana itu dikembalikan sesudah petani memperoleh uang dari penjualan kopi. “Tentunya kami tidak bisa sendiri, dibutuhkan pihak-pihak yang memiliki perhatian terhadap kondisi perkopian rakyat tersebut,” papar Rizal. Penyuluhan lainnya yang dilakukan Rizal berupa pemberian pelatihan fermentasi dan pengeringan kopi [menggunakan sinar matahari] secara baik. “Target saya melalui penyuluhan dapat meningkatkan kopi robusta di Amtirdam menjadi kopi specialty, sehingga harga jual kopi rakyat menjadi lebih tinggi dibandingkan selama ini,” papar Rizal seraya meyakini pencapaian specialty kopi rakyat mampu menaikkan harga jual hingga 40%. Selain pembenahan di sektor hulu kopi, Rizal pun memberikan penyuluhan tentang hilirisasi komoditas tersebut dengan mendatangkan ahli kopi specialty yakni DR. Manuel Diaz dari Coffee Quality Institute, North America. Materi pelatihan berupa roasting/penggorengan kopi dalam bentuk teori dan praktek menggunakan peralatan moderen. Kegiatan tersebut telah dilakukan selama tiga hari pada September lalu di Kota Malang, yang diikuti 13 roasterry. Dijadualkan pelatihan sistem kelas itu akan dilanjutkan lagi dengan peserta lainnya pada waktu mendatang, yang ditujukan juga terhadap para barista. “Pengolahan kopi biji dengan roasting yang tepat bisa menghasilkan kopi seduh dengan rasa istimewa. Petani pun perlu diajari cara roasting kopi, jangan asal hitam saja,” papar Rizal, yang juga membuka kafe di bilangan Jl. Arjuno, Malang. Edukasi tentang penanganan kopi baik, secara tidak langsung juga ‘mengedukasi’ penggemar kopi agar menjadi penikmat kopi dan bukan sekadar peminum kopi. (ia)