Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bimbingan dan konseling diselenggarakan di sekolah sebagai bagian dari keseluruhan
usaha sekolah dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Sebagai sub sistem pendidikan di
sekolah, bimbingan dan konseling dalam pelaksanaannya tidak pernah lepas dari perencanaan
yang seksama dan bersistem. Sebagai suatu kegiatan, apabila dilakukan secara sembarangan,
tak terencana, dapat dipastikan hasilnya tidak akan diketahui secara pasti. Apabila bimbingan
dan konseling tidak dilakukan secara terencana dan sembarangan maka tidak akan dapat
diketahui seberapa hasil yang telah dicapai dalam konteks kontribusinya bagi pencapaian
tujuan pendidikan di sekolah. Sedangkan program itu merupakan rencana kerja. Menurut T.
Raka Joni (Suherman, 2010: 6) program adalah kegiatan yang dirancang dan dilakukan
secara kait mengkait untuk mencapai tujuan tertentu. Bimbingan dan konseling memiliki
konsep dan peran yang ideal, karena dengan berfungsinya bimbingan dan konseling secara
optimal semua kebutuhan dan permasalahan siswa di sekolah akan dapat ditangani dengan
baik. Suatu program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak mungkin akan
tersusun, terselenggara dan tercapai apabla tidak dikelola dalam suatu sistem manajemen
yang bermutu. Manajemen yang bermutu adalah ditemukannya kemampuan manajer
pendidikan di sekolah dalam merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, dan
mengendalikan sumberdaya yang ada. Optimalisasi pelayanan bimbingan dan konseling perlu
dilakukan sehingga pelayanan binbingan dan konseling benar-benar memberikan kontribusi
pada penetapan visi, misi, dan tujuan sekolah yang bersangkutan. Kegiatan ini didukung oleh
manajemen pelayanan yang baik guna tercapainya peningkatan mutu pelayanan bimbingan
dan konseling.
Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan
Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru Bimbingan dan
Penyuluhan di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari
tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Pengangkatan Guru Bimbingan dan
Penyuluhan di sekolah mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan
Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara legal formal diakui tahun 1989
dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menp an/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru
dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut
ditetapkan secara resmi adanya kegiatan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah.
Akan tetapi pelaksanaan di sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal untuk
mendukung misi sekolah dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan
mereka.Sampai tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas,
parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan
BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalah, kalau
orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak orang tua terpikir bahwa anaknya
di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah. Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993
tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan
tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu
dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Perwujutan nyata perkembangan Bimbingan dan Konseling Indonesia dengan upaya
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia yang telah melahirkan dokumen-dokumen
untuk menata hal-hal yang terkait dengan profesi bimbingan dan konseling di Indonesia,
maka seorang konselor dituntut untuk memiliki kompetensi seperti tercantum dalam Standar
Kompetensi Konselor Indonesia (SKKI) yang tertuang dalam RambuRambu
Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Oleh karena itu,
Bimbingan dan Konseling sebagai suatu profesi profesional dalam pelaksanaannya menuntut
keahlian tertentu melalui pendidikan formal, serta rasa tanggung jawab dalam pelaksanaan
profesi. Tuntutan itu mengantarkan pada penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang
harus dilakukan oleh orang-orang dengan dasar pengetahuan dan keterampilan yang dilandasi
oleh suatu keahlian. Hal ini senada dengan amanah penggagas dan pengawal profesi
Bimbingan dan Konseling Indonesia Prof. Dr. Munandir, MA yang berisikan dalam
pidatonya niat profesi, tujuan profesi, cara profesional, itulah kesetiaan profesi, profesi kita,
profesi pelayanan bantuan, pengembangan, dan pemberdayaan insan, profesi bimbingan dan
konseling, itulah lahan ibadah/pengabdian kita. Definisi Bimbingan dan Konseling
Bimbingan adalah suatu proses membantu seseorang dalam menentukan pilihan yang penting
yang mempengaruhi kehidupannya (Gladding, 2012). Bimbingan dapat dilihat dalam bentuk
kegiatan membantu siswa membuat keputusan tentang pendidikan yang akan diambilnya atau
kejuruan yang diharapkannya. Makna Konseling menurut the American Counseling
Association (ACA) (dalam Gladding, 2012), konseling adalah penerapan prinsip-prinsip
kesehatan mental, perkembangan psikologis atau manusia, melalui intervensi kognitif,
afektif, perilaku, atau sistemik, dan strategi yang mencanangkan kesejahteraan, pertumbuhan
pribadi, atau perkembangan karir, dan juga patologi. Definisi ini dikemukakan untuk
mencoba dan memenuhi kebutuhan berbagai tipe dan gaya konseling yang dipraktekkan oleh
anggota ACA. Unsur-unsur definisi tersebut sangat penting untuk difahami Menurut
Tambuwal (2010), Bimbingan adalah proses membantu seseorang yang dilaksanakan secara
langsung, dalam bentuk kegiatan memberikan pemahaman, pengelolahan, pengarahan, dan
terfokus pada pengembangan; sedangkan Konseling dapat dilihat sebagai proses penanganan
masalah individu yang dibantu oleh seorang profesional yaitu konselor secara sukarela untuk
mengubah perilakunya, mengklarifikasinya sikap, ide-ide dan tujuannya sehingga
masalahnya mungkin terpecahkan. Menurut Dorcas (2015) bimbingan adalah kombinasi
layanan, sedangkan konseling adalah salah satu layanan di bawah bimbingan. Menurut
Durojaiye (1974) layanan bimbingan termasuk layanan konseling bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman diri seseorang dalam bidang pendidikan, sosial, emosional, fisik,
kejuruan dan kebutuhan moral.
Perwujutan nyata perkembangan Bimbingan dan Konseling Indonesia dengan upaya
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia yang telah melahirkan dokumen-dokumen
untuk menata hal-hal yang terkait dengan profesi bimbingan dan konseling di Indonesia,
maka seorang konselor dituntut untuk memiliki kompetensi seperti tercantum dalam Standar
Kompetensi Konselor Indonesia (SKKI) yang tertuang dalam RambuRambu
Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Oleh karena itu,
Bimbingan dan Konseling sebagai suatu profesi profesional dalam pelaksanaannya menuntut
keahlian tertentu melalui pendidikan formal, serta rasa tanggung jawab dalam pelaksanaan
profesi. Tuntutan itu mengantarkan pada penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang
harus dilakukan oleh orang-orang dengan dasar pengetahuan dan keterampilan yang dilandasi
oleh suatu keahlian. Hal ini senada dengan amanah penggagas dan pengawal profesi
Bimbingan dan Konseling Indonesia Prof. Dr. Munandir, MA yang berisikan dalam
pidatonya niat profesi, tujuan profesi, cara profesional, itulah kesetiaan profesi, profesi kita,
profesi pelayanan bantuan, pengembangan, dan pemberdayaan insan, profesi bimbingan dan
konseling, itulah lahan ibadah/pengabdian kita.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Manajemen Bimbingan Dan Konseling?
2. Bagaimana Perkembangan Bimbingan Konseling Di dunia dan Indonesia ?
A. Sejarah Bimbingan Konseling
Bimbingan adalah suatu proses membantu seseorang dalam menentukan pilihan yang
penting yang mempengaruhi kehidupannya (Gladding, 2012). Bimbingan dapat dilihat
dalam bentuk kegiatan membantu siswa membuat keputusan tentang pendidikan yang
akan diambilnya atau kejuruan yang diharapkannya. Makna Konseling menurut the
American Counseling Association (ACA) (dalam Gladding, 2012).
konseling adalah penerapan prinsip-prinsip kesehatan mental, perkembangan
psikologis atau manusia, melalui intervensi kognitif, afektif, perilaku, atau sistemik,
dan strategi yang mencanangkan kesejahteraan, pertumbuhan pribadi, atau
perkembangan karir, dan juga patologi. Definisi ini dikemukakan untuk mencoba dan
memenuhi kebutuhan berbagai tipe dan gaya konseling yang dipraktekkan oleh
anggota ACA. Unsur-unsur definisi tersebut sangat penting untuk difahami.
Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari
dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan)
pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah
satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang
kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 – 24 Agustus 1960. Perkembangan
berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1971 beridiri Proyek Perintis Sekolah
Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP
Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP
Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga berhasil
disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan “pada
PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas didalamnya memuat
Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP
dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk
mengisi jabatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah yang sampai saat itu
belum ada jatah pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan. Pengangkatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah mulai
diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan. Keberadaan
Bimbingan dan Penyuluhan secara legal formal diakui tahun 1989 dengan lahirnya SK
Menpan No 026/Menp an/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam
lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut
ditetapkan secara resmi adanya kegiatan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di
sekolah. Akan tetapi pelaksanaan di sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal
untuk mendukung misi sekolah dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan
pendidikan mereka.Sampai tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di
sekolah tidak jelas, parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan
kurang bersahabat dengan BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik
dengan anak yang bermasalah, kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru
BP dibenak orang tua terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada
masalah. Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru
dan Angka Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan tentang Bimbingan dan
Konseling di sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut
melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud ini istilah
Bimbingan dan Penyuluhan diganti menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan
dilaksanakan oleh Guru Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling di sekolah mulai jelas.

B. Bimbingan dan Konseling Sebagai Ilmu


Upaya untuk memahami ilmu dapat dilakukan dengan cara memahami terlebih
dahulu tentang istilah atau definisi ilmu itu sendiri, baik secara etimologis maupun
secara konseptual. Pemahaman ilmu secara etimologis dapat diartikan sebagai upaya
penelusuran istilah berdasarkan asal usul istilah ilmu itu sendiri, sedangkan pemahaman
ilmu secara konseptual merupakan pengertian ilmu dari sudut konsep yang melakukan
kajian konseptual terhadap sisi atau substansi dari istilah ilmu tersebut (Hanurawan
(2012). Secara etimologis istilah ilmu dalam berbagai referensi berbahasa Inggris
menggunakan istilah science. Menurut Sadulloh (2008) istilah science berasal dari
bahasa Latin yaitu scire yang dalam bahasa Inggris diatikan sebagai to know, dimana
dalam artian sempit diartikan sebagai ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kuantitaif
dan objektif. Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Hanurawan (2012) istilah
science merupakan turunan (derivasi) atau hasil dari proses adaptasi dari istilah scientia
yang berasal dari bahasa Latin yang secara harfiah istilah Latin scientia memiliki
makna sebagai aktivitas-aktivitas untuk mengetahui. Menurut Hepner, Wampold, &
Kivlinghan (2008) ilmu merupakan cara untuk mengetahui, cara membangun basis
pengetahuan yang relevan untuk profesi Menurut Marczyk (Hanurawan, 2012) ilmu
secara konseptual didefinisikan secara sederhana sebagai suatu pendekatan metodologis
dan sistematik untuk memperoleh pengetahuan baru. Definisi ini memberikan
gambaran umum tentang ciri-ciri yang membedakan pengetahuan keilmuan yang
dimiliki oleh para ilmuwan dengan pengetahuan biasa (ordinary knowledge) yang
dimiliki oleh orang-orang awam. Para ilmuwan memperoleh ilmu pengetahuan melalui
observasi secara cermat dan menggunakan pendekatan yang bersifat sistematis,
terkontrol dan metodologis. Lebih terkait dengan hal ini menurut Hepner, Wampold, &
Kivlinghan (2008) Metode ilmiah adalah seperangkat asumsi dan aturan tentang
mengumpulkan dan mengevaluasi data. Pusat untuk metode ilmiah adalah
pengumpulan data yang memungkinkan seorang ilmuwan untuk menempatkan ide-ide
mereka melalui sebuah tes empiris, di luar atau terpisah dari bias pribadi.
Namun demikian, hal yang tidak boleh dikesampingkan bahwa beberapa
keilmuan lain juga memperkaya ilmu bimbingan dan konseling. Hal inilah yang
memunculkan berbagai paradigm dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling, seperti:
paradigm medis organis, system ikrelasional, kontekstual, dan psikologis (Cottone,
1992). Ilmu sosiologi berkontribusi dalam memberi pengertian tentang
kelompokkelompok manusia dan pengaruhnya terhadap pranata dan perubahan sosial.
Antropologi membantu para konselor dalam memahami manusia berdasarkan
pemahaman terhadap budaya-budaya yang dimiliki manusia tersebut, yang pada
gilirannya menyediakan rambu-rambu bagi cara bersikap dan memandang
anggotaanggotanya. Biologi membantu konselor memahami organisme manusia beserta
segala keunikannya. Ilmu kesehatan membantu konselor dalam memahami pentingnya
kesejahteraan hidup dan pencegahan dari penyakit, penyimpangan dan gangguan baik
mental mapun fisik (Gibson, R.L. & Mitchel, 2011). Berbagai keilmuan lain yang juga
menempatkan manusia sebagai objek dan subjek bahasannya, diyakini terkait dengan
bimbingan dan konseling. Meskipun tidak dapat dinafikan, memang, pada faktanya
psikologi dijadikan dan dianggap sebagai ilmu yang paling mendominasi warna
keilmuan bimbingan dan konseling. Sebuah pemandangan umum yang tergambar dari
jenis-jenis mata kuliah yang dibelajarkan terhadap mahasiswa bimbingan dan
konseling. Suatu anggapan umum yang harus kembali ditinjau dan disangsikan.
Jenis-Jenis Bimbingan Konseling
Layanan bimbingan dan konseling memiliki berbagai macam jenis. Menurut pendapat
Prayitno (2004: 254) bahwa ada tujuh jenis layanan bimbingan dan konseling yaitu:
a) Layanan Orientasi Layanan orientasi merupakan layanan yang memungkinan peserta didik
memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah dan obyekobyek yang dipelajari,
untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru
itu, sekurangkurangnya diberikan dua kali dalam satu tahun yaitu pada setiap awal semester.
b) Layanan Informasi Layanan informasi adalah layanan yang memungkinan peserta didik
menerima dan memahami berbagai informasi (seperti : informasi diri, sosial, belajar,
pergaulan, karier, pendidikan lanjutan).
c) Layanan Pembelajaran Layanan pembelajaran merupakan layanan yang memungkinan
peserta didik mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai
materi belajar atau penguasaan kompetensi yang cocok dengan kecepatan dan kemampuan
dirinya serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya.
d) Layanan penempatan dan Penyaluran Layanan penempatan dan penyaluran merupakan
layanan yang memungkinan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran di dalam
kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, kegiatan ko/ekstra
kurikuler sesuai dengan potensi, bakat, minat erta kondisi pribadinya.
e) Layanan Penguasaan Konten Layanan penguasaan konten merupakan layanan yang
membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terutama kompetensi dan atau kebiasaan
yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga, dan masyarakat.
f) Layanan Konseling Perorangan Layanan konseling perorangan merupakan layanan yang
memungkinan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan)
dengan guru pembimbing untuk membahas dan mengentaskan permasalahan yang
dihadapinya dan perkembangan dirinya.
g) Layanan Bimbingan Kelompok Layanan bimbingan kelompok merupakan layanan yang
memungkinan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok
memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang
pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, baik sebagai individu maupun sebagai
pelajar, kegiatan belajar, karir/jabatan, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan
tertentu melalui dinamika kelompok.
Tujuan dari Bimbingan Konseling
Tujuan dari bimbingan dan konseling yaitu untuk:
a. Membantu setiap individu dalam mengembangkan diri secara optimal dan sesuai
dengan tahap perkembangan
b. Mengatasi kesulitan yang dihadapi dalam studic.
c. Serta dapat menyesuaikan diri sesuai dengan tuntutan positif dari
lingkungan tempat tinggalnya.

Prosedur Pelaksanaan Bimbingan Konseling


Prosedur pelaksanaan konseling individu Proses konseling dibagi menjadi 3 tahap,
yaitu sebagai berikut:
1.Tahap awal konseling atau tahap defenisi Ditahap ini konselor bersama klien
mendefinisikan masalah yang dialami oleh klien.
2.Tahap pertengahan konseling atau tahap intiDitahap ini konselor dan klien
mengerjakan masalah yang dialami oleh klien.
3.Tahap akhir konseling atau tahap tindakanDitahap ini klien menciptakan
tndakan-tindakan positif seperti perbuahan perilaku dan emosi, perencanaan hidup
dimasa depan serta dapat mengatasi masalahnya sendiri.

SEJARAH PERKEMBANGAN BIMBINGAN DAN KONSELING


A. Sejarah Bimbingan dan Konseling di Dunia Internasional
Latar belakang perkembangan profesi konseling tidak dapat dipisahkan dari dua jalur
penanganan terhadap masalah-masalah yang dihadapi masyarakat Barat, yaitu tradisi
gangguan mental dan penanganan masalah-masalah pendidikan dan pekerjaan di sekolah.
Evolusi profesi konseling dapat terlihat pada rangkaian perjalanan profesi ini yang
disusun secara kronologis sebagai berikut :

1. Era Tahun 1900-1909 (Era Perintisan)


Tiga tokoh utama pada periode ini adalah Jesse B. Davis, Frank Parsons, dan
Clifford Beers. Davis adalah orang pertama yang mengembangkan program bimbingan
yang sistematis di sekolah-sekolah. Pada tahun 1907, sebagai pejabat yang bertanggung
jawab pada the Grand Rapids (Michigan) school system, ia menyarankan agar guru kelas
yang mengajar English Composition untuk mengajar bimbingan satu kali seminggu yang
bertujuan untuk mengembangkan karakter dan mencegah terjadinya masalah. Sementara
itu, Frank Parsons di Boston melakukan hal yang hampir sama dengan Davis. Ia
memfokuskan pada program pengembangan dan pencegahan. Ia dikenal karena
mendirikan Boston’s Vocational Bureau pada tahun 1908. Berdirinya biro ini
mempresentasikan langkah maju diinstitusionalisasikannya bimbingan karier (vocational
guidance).
Pada tahun yang sama ketika Frank Parsons mendirikan Vocational Bureau (1908),
William Heyle juga mendirikan Community Psychiatric Clinic untuk pertama kalinya.
Selanjutnya, The Juvenille Psychopathic institute didirikan untuk memberi bantuan
kepada para pemuda di Chicago yang mempunyai masalah. Dalam keadaan tersebut
terlibat pula para psikolog. Tentu saja tidak mungkin berbicara soal kesehatan mental
tanpa melibatkan orang-orang yang cukup terkenal, seperti Sigmund Freud dan Joseph
Breuer.

2. Era Tahun 1910-1970

Pada era ini konseling mulai diinstitusionalisasikan dengan didirikannya the


National Vocational Guidance Association (NVGA) pada tahun 1913. Selain itu,
pemerintah Amerika Serikat mulai memanfaatkan pelayanan bimbingan untuk
membantu veteran perang.
Istilah bimbingan (guidance) ini kemudian menjadi label populer bagi gerakan
konseling di sekolah-sekolah selama hampir 50 tahunan. Program bimbingan yang
terorganisasikan mulai muncul dengan frekuensi tinggi di jenjang SMP sejak 1920-an,
dan lebih intensif lagi di jenjang SMA dengan pengangkatan guru BK yang khusus
dipisahkan untuk siswa laki-laki dan siswa perempuan. Titik inilah era dimulainya
pemfungsian disiplin, kelengkapan daftar hadir selama satu tahun ajaran dan tanggung
jawab administrasi lainnya. Akibatnya banyak program pendidikan dekade ini
menitikberatkan pada upaya membantu siswa-siswa yang mengalami kesulitan
akademis atau pribadi dengan mengirimkan mereka ke guru BK untuk mengubah
perilaku atau memperbaiki kelemahan.
Selain jenjang SMP dan SMA, gerakan konseling untuk SD tampaknya juga
dimulai di akhir dekade 1920-an hingga awal dekade 1930-an, dipicu oleh tulisan-
tulisan dan kerja keras William Burnham yang menekankan peran guru untuk
memajukan kesehatan mental anak yang memang banyak diabaikan diperiode
tersebut.
Pada dekade 1940-an ditandai munculnya teori konseling Non-Directive yang
dipelopori oleh Carl Rogers. Ia mempublikasikan buku yang berjudul Counseling and
Psychotherapy pada tahun 1942. Pada tahun 1950-an muncul pula berbagai organisasi
konseling yaitu the American Personnel and Guidance Association (APGA).
Selanjutnya disahkannya the National Defense Education Act (NDEA) pada tahun
1958. Undang-undang ini memberikan dana bagi sekolah untuk meningkatkan
program konseling sekolah. Konseling mulai melakukan diversifikasi ke area yang
lebih luas diawali pada tahun 1970. Konseling mulai berkembang di luar sekolah
seperti di lembaga-lembaga komunitas dan pusat-pusat kesehatan mental.

3. Era Tahun 1980-an


Dekade ini profesi konseling sudah mulai berkembang dengan munculnya
standarisasi training. Pada tahun 1981 dibentuk the Council for Accreditation of
Counseling and Related Educational Program (CACREP). CACREP berfungsi untuk
melakukan standarisasi pada program pendidikan konseling di tingkat master dan
doktor pada bidang konseling sekolah, konseling komunitas, konseling kesehatan
mental, konseling perkawinan dan keluarga, dan konseling di Perguruan Tinggi.

4. Era Tahun 1990-an


Pada akhir ke-19-an, spesialis psikiatri telah mendapat tempat berdampingan
dengan spesialis pengobatan lain. Dengan makin stabilnya posisi psikiatri dalam
penanganan gangguan psikologis atau yang lebih dikenal dengan sakit mental,
muncullah psikiatri sebagai spesialisasi baru. Spesialisasi baru ini dipelopori oleh Van
Ellenberger Renterghem dan Van Eeden.
Selama tahun 1980-an dan 1990-an, sejumlah permasalahan sosial
mempengaruhi anak-anak yang pada gilirannya mengakselerasi pertumbuhan
konseling SD. Isu-isu seperti penyalahgunaan obat, penganiayaan anak, pelecehan
seksual dan pengabaian anak, plus meningkatnya minat dan atensi, bagi
pencegahannya, mengarah kepada pemandatan konseling SD.
B. Sejarah Bimbingan dan Konseling di Indonesia
1. Sebelum Kemerdekaan
Masa sebelum kemerdekaan yaitu pada masa penjajahan Belanda dan Jepang,
kehidupan rakyat Indonesia berada dalam cengkeraman penjajah (Pendidikan
diselenggarakan untuk kepentingan penjajah). Para siswa dididik untuk mengabdi
demi kepentingan penjajah. Dalam situasi seperti ini upaya bimbingan sudah tentu
diarahkan bagi perwujudan tujuan pendidikan masa itu yaitu menghasilkan manusia
pengabdi penjajah. Akan tetapi, rasa nasionalisme rakyat Indonesia ternyata sangat
tebal sehingga upaya penjajah banyak mengalami hambatan.
Rakyat Indonesia yang cinta akan nasionalisme dan kemerdekaan berusaha
untuk memperjuangkan kemandirian bangsa Indonesia melalui pendidikan. Salah satu
di antaranya adalah Taman Siswa yang dipelopori oleh K.H. Dewantara yang dengan
gigih menanamkan nasionalisme di kalangan para siswanya. Dari sudut pandangan
bimbingan hal tersebut pada hakikatnya adalah dasar bagi pelaksanaan bimbingan.

2. Dekade 40-an (Perjuangan)


Dalam bidang pendidikan, pada dekade ini lebih banyak ditandai dengan
perjuangan merealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan. Masalah kebodohan dan
keterbelakangan merupakan masalah besar dan tantangan yang paling besar bagi
pendidikan pada saat itu. Tetapi yang lebih mendalam adalah mendidik bangsa
Indonesia agar memahami dirinya sebagai bangsa yang merdeka sesuai dengan jiwa
Pancasila dan UUD 1945. Hal ini pulalah yang menjadi fokus utama dalam bimbingan
pada saat itu.

3. Dekade 50-an (Perjuangan)


Kegiatan bimbingan pada masa dekade ini lebih banyak tersirat dalam
berbagai kegiatan pendidikan. Upaya membantu siswa dalam mencapai prestasi lebih
banyak dilakukan oleh guru di kelas atau di luar. Akan tetapi, pada hakikatnya
bimbingan telah tersirat dalam pendidikan dan benar-benar menghadapi tantangan
dalam membantu siswa di sekolah agar dapat berprestasi meskipun dalam situasi yang
amat darurat.

4. Dekade 80-an
Pada dekade 80-an ini bimbingan diupayakan agar mantap. Pemantapan terutama
diusahakan untuk menuju kepada perwujudan bimbingan yang profesional. Dengan
demikian, maka upaya-upaya dalam dekade 80-an lebih mengarah kepada
profesionalisasi yang lebih mantap.

Pada saat ini, profesi konselor secara legal formal telah diakui dalam sistem
pendidikan nasional. Konselor sekolah atau guru bimbingan dan konseling merupakan
profesi yang sudah diakui keberadaannya di sekolah. Hal ini dapat dilihat pada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru pada
pasal 15 yang mengatakan bahwa guru bimbingan dan konseling atau konselor adalah
guru pemegang sertifikat pendidikan.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Gerakan bimbingan dan konseling sekolah yang selama bertahun-tahun beroperasi
secara unik di dalam pendidikan di Amerika serikat, awalnya hanya berfokus pada bimbingan
siswa untuk memilih karir yang akan dipilihnya nanti. Namun, setelah beberapa dekade
berlalu, fokus awal itu sekarang sudah menyebar lantaran beberapa faktor.
Di Indonesia sendiri awalnya bimbingan dan konseling sebagai suatu ilmu merupakan
suatu hal yang masih baru. Walaupun demikian, hal ini tidak berarti bahwa bimbingan dan
konseling di Indonesia belum ada sama sekali. Sesungguhnya, bimbingan dan konseling telah
lama dikenal di Indonesia, hanya saja berbeda dalam pendekatannya.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai