PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bimbingan dan konseling diselenggarakan di sekolah sebagai bagian dari keseluruhan
usaha sekolah dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Sebagai sub sistem pendidikan di
sekolah, bimbingan dan konseling dalam pelaksanaannya tidak pernah lepas dari perencanaan
yang seksama dan bersistem. Sebagai suatu kegiatan, apabila dilakukan secara sembarangan,
tak terencana, dapat dipastikan hasilnya tidak akan diketahui secara pasti. Apabila bimbingan
dan konseling tidak dilakukan secara terencana dan sembarangan maka tidak akan dapat
diketahui seberapa hasil yang telah dicapai dalam konteks kontribusinya bagi pencapaian
tujuan pendidikan di sekolah. Sedangkan program itu merupakan rencana kerja. Menurut T.
Raka Joni (Suherman, 2010: 6) program adalah kegiatan yang dirancang dan dilakukan
secara kait mengkait untuk mencapai tujuan tertentu. Bimbingan dan konseling memiliki
konsep dan peran yang ideal, karena dengan berfungsinya bimbingan dan konseling secara
optimal semua kebutuhan dan permasalahan siswa di sekolah akan dapat ditangani dengan
baik. Suatu program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak mungkin akan
tersusun, terselenggara dan tercapai apabla tidak dikelola dalam suatu sistem manajemen
yang bermutu. Manajemen yang bermutu adalah ditemukannya kemampuan manajer
pendidikan di sekolah dalam merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, dan
mengendalikan sumberdaya yang ada. Optimalisasi pelayanan bimbingan dan konseling perlu
dilakukan sehingga pelayanan binbingan dan konseling benar-benar memberikan kontribusi
pada penetapan visi, misi, dan tujuan sekolah yang bersangkutan. Kegiatan ini didukung oleh
manajemen pelayanan yang baik guna tercapainya peningkatan mutu pelayanan bimbingan
dan konseling.
Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan
Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru Bimbingan dan
Penyuluhan di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari
tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Pengangkatan Guru Bimbingan dan
Penyuluhan di sekolah mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan
Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara legal formal diakui tahun 1989
dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menp an/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru
dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut
ditetapkan secara resmi adanya kegiatan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah.
Akan tetapi pelaksanaan di sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal untuk
mendukung misi sekolah dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan
mereka.Sampai tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas,
parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan
BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalah, kalau
orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak orang tua terpikir bahwa anaknya
di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah. Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993
tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan
tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu
dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Perwujutan nyata perkembangan Bimbingan dan Konseling Indonesia dengan upaya
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia yang telah melahirkan dokumen-dokumen
untuk menata hal-hal yang terkait dengan profesi bimbingan dan konseling di Indonesia,
maka seorang konselor dituntut untuk memiliki kompetensi seperti tercantum dalam Standar
Kompetensi Konselor Indonesia (SKKI) yang tertuang dalam RambuRambu
Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Oleh karena itu,
Bimbingan dan Konseling sebagai suatu profesi profesional dalam pelaksanaannya menuntut
keahlian tertentu melalui pendidikan formal, serta rasa tanggung jawab dalam pelaksanaan
profesi. Tuntutan itu mengantarkan pada penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang
harus dilakukan oleh orang-orang dengan dasar pengetahuan dan keterampilan yang dilandasi
oleh suatu keahlian. Hal ini senada dengan amanah penggagas dan pengawal profesi
Bimbingan dan Konseling Indonesia Prof. Dr. Munandir, MA yang berisikan dalam
pidatonya niat profesi, tujuan profesi, cara profesional, itulah kesetiaan profesi, profesi kita,
profesi pelayanan bantuan, pengembangan, dan pemberdayaan insan, profesi bimbingan dan
konseling, itulah lahan ibadah/pengabdian kita. Definisi Bimbingan dan Konseling
Bimbingan adalah suatu proses membantu seseorang dalam menentukan pilihan yang penting
yang mempengaruhi kehidupannya (Gladding, 2012). Bimbingan dapat dilihat dalam bentuk
kegiatan membantu siswa membuat keputusan tentang pendidikan yang akan diambilnya atau
kejuruan yang diharapkannya. Makna Konseling menurut the American Counseling
Association (ACA) (dalam Gladding, 2012), konseling adalah penerapan prinsip-prinsip
kesehatan mental, perkembangan psikologis atau manusia, melalui intervensi kognitif,
afektif, perilaku, atau sistemik, dan strategi yang mencanangkan kesejahteraan, pertumbuhan
pribadi, atau perkembangan karir, dan juga patologi. Definisi ini dikemukakan untuk
mencoba dan memenuhi kebutuhan berbagai tipe dan gaya konseling yang dipraktekkan oleh
anggota ACA. Unsur-unsur definisi tersebut sangat penting untuk difahami Menurut
Tambuwal (2010), Bimbingan adalah proses membantu seseorang yang dilaksanakan secara
langsung, dalam bentuk kegiatan memberikan pemahaman, pengelolahan, pengarahan, dan
terfokus pada pengembangan; sedangkan Konseling dapat dilihat sebagai proses penanganan
masalah individu yang dibantu oleh seorang profesional yaitu konselor secara sukarela untuk
mengubah perilakunya, mengklarifikasinya sikap, ide-ide dan tujuannya sehingga
masalahnya mungkin terpecahkan. Menurut Dorcas (2015) bimbingan adalah kombinasi
layanan, sedangkan konseling adalah salah satu layanan di bawah bimbingan. Menurut
Durojaiye (1974) layanan bimbingan termasuk layanan konseling bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman diri seseorang dalam bidang pendidikan, sosial, emosional, fisik,
kejuruan dan kebutuhan moral.
Perwujutan nyata perkembangan Bimbingan dan Konseling Indonesia dengan upaya
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia yang telah melahirkan dokumen-dokumen
untuk menata hal-hal yang terkait dengan profesi bimbingan dan konseling di Indonesia,
maka seorang konselor dituntut untuk memiliki kompetensi seperti tercantum dalam Standar
Kompetensi Konselor Indonesia (SKKI) yang tertuang dalam RambuRambu
Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Oleh karena itu,
Bimbingan dan Konseling sebagai suatu profesi profesional dalam pelaksanaannya menuntut
keahlian tertentu melalui pendidikan formal, serta rasa tanggung jawab dalam pelaksanaan
profesi. Tuntutan itu mengantarkan pada penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang
harus dilakukan oleh orang-orang dengan dasar pengetahuan dan keterampilan yang dilandasi
oleh suatu keahlian. Hal ini senada dengan amanah penggagas dan pengawal profesi
Bimbingan dan Konseling Indonesia Prof. Dr. Munandir, MA yang berisikan dalam
pidatonya niat profesi, tujuan profesi, cara profesional, itulah kesetiaan profesi, profesi kita,
profesi pelayanan bantuan, pengembangan, dan pemberdayaan insan, profesi bimbingan dan
konseling, itulah lahan ibadah/pengabdian kita.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Manajemen Bimbingan Dan Konseling?
2. Bagaimana Perkembangan Bimbingan Konseling Di dunia dan Indonesia ?
A. Sejarah Bimbingan Konseling
Bimbingan adalah suatu proses membantu seseorang dalam menentukan pilihan yang
penting yang mempengaruhi kehidupannya (Gladding, 2012). Bimbingan dapat dilihat
dalam bentuk kegiatan membantu siswa membuat keputusan tentang pendidikan yang
akan diambilnya atau kejuruan yang diharapkannya. Makna Konseling menurut the
American Counseling Association (ACA) (dalam Gladding, 2012).
konseling adalah penerapan prinsip-prinsip kesehatan mental, perkembangan
psikologis atau manusia, melalui intervensi kognitif, afektif, perilaku, atau sistemik,
dan strategi yang mencanangkan kesejahteraan, pertumbuhan pribadi, atau
perkembangan karir, dan juga patologi. Definisi ini dikemukakan untuk mencoba dan
memenuhi kebutuhan berbagai tipe dan gaya konseling yang dipraktekkan oleh
anggota ACA. Unsur-unsur definisi tersebut sangat penting untuk difahami.
Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari
dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan)
pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah
satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang
kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 – 24 Agustus 1960. Perkembangan
berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1971 beridiri Proyek Perintis Sekolah
Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP
Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP
Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga berhasil
disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan “pada
PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas didalamnya memuat
Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP
dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk
mengisi jabatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah yang sampai saat itu
belum ada jatah pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan. Pengangkatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah mulai
diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan. Keberadaan
Bimbingan dan Penyuluhan secara legal formal diakui tahun 1989 dengan lahirnya SK
Menpan No 026/Menp an/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam
lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut
ditetapkan secara resmi adanya kegiatan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di
sekolah. Akan tetapi pelaksanaan di sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal
untuk mendukung misi sekolah dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan
pendidikan mereka.Sampai tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di
sekolah tidak jelas, parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan
kurang bersahabat dengan BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik
dengan anak yang bermasalah, kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru
BP dibenak orang tua terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada
masalah. Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru
dan Angka Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan tentang Bimbingan dan
Konseling di sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut
melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud ini istilah
Bimbingan dan Penyuluhan diganti menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan
dilaksanakan oleh Guru Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling di sekolah mulai jelas.
4. Dekade 80-an
Pada dekade 80-an ini bimbingan diupayakan agar mantap. Pemantapan terutama
diusahakan untuk menuju kepada perwujudan bimbingan yang profesional. Dengan
demikian, maka upaya-upaya dalam dekade 80-an lebih mengarah kepada
profesionalisasi yang lebih mantap.
Pada saat ini, profesi konselor secara legal formal telah diakui dalam sistem
pendidikan nasional. Konselor sekolah atau guru bimbingan dan konseling merupakan
profesi yang sudah diakui keberadaannya di sekolah. Hal ini dapat dilihat pada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru pada
pasal 15 yang mengatakan bahwa guru bimbingan dan konseling atau konselor adalah
guru pemegang sertifikat pendidikan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Gerakan bimbingan dan konseling sekolah yang selama bertahun-tahun beroperasi
secara unik di dalam pendidikan di Amerika serikat, awalnya hanya berfokus pada bimbingan
siswa untuk memilih karir yang akan dipilihnya nanti. Namun, setelah beberapa dekade
berlalu, fokus awal itu sekarang sudah menyebar lantaran beberapa faktor.
Di Indonesia sendiri awalnya bimbingan dan konseling sebagai suatu ilmu merupakan
suatu hal yang masih baru. Walaupun demikian, hal ini tidak berarti bahwa bimbingan dan
konseling di Indonesia belum ada sama sekali. Sesungguhnya, bimbingan dan konseling telah
lama dikenal di Indonesia, hanya saja berbeda dalam pendekatannya.
DAFTAR PUSTAKA