Anda di halaman 1dari 16

Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan

LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017


ISBN : 978-602-50181-0-7

PRINSIP DAN PENERAPAN BERWIRAUSAHA YANG BERETIKA


PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH

Lindiawatie
Program Studi Pendidikan Ekonomi,
Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial
Universitas Indraprasta PGRI Jakarta
Email : lindiawatie@ymail.com

Abstract; In the real life, We often found someone ignores the role of ethics in
entrepreneurship. Various entrepreneurship are not ethical among others not transparent in
delivering information products that result in consumer harm and others. Principles and
ethical values which should be held in entrepreneurship. This article was created to expose
the principle and the application of ethical entrepreneurship not only refers to the positive
law but also refers to the rules of the Shariah Economy. Method of article is the
qualitative by study of literature is through data capture-data derived from regulatory
legislation, the Quran and the Hadith, the research journals and textbooks that support the
writing of it. Then analyzed and taken his conclusion.In fact the role of ethics in
entrepreneurship very important standard, reference and basic grounding. Because
entrepreneurship who ignore ethics will harm its business rapidly or slowly.
Entrepreneurship that run in unethical will reduce consumer confidence and ultimately
reduce sales and profits. Therefore very important implementing the principle and the
application of ethical entrepreneurship refers to provisions of the regulators as well as the
principles and rules of Islamic economy that was substantially is universal.

Keywords : Entrepreneurship, Ethic, Shariah Economy

PENDAHULUAN
Pekerjaan dan usaha apa saja yang dijalani oleh setiap orang hendaknya
dilaksanakan secara benar dan profesional, termasuk berwirausaha. Tidak semua orang
memiliki keinginan berwirausaha karena berwirausaha membutuhkan niat, ketekunan,
kesabaran, ilmu pengetahuan serta kerja keras yang berproses secara kontinu. Wirausaha
merupakan upaya seseorang untuk menciptakan pekerjaan bagi dirinya sendiri bekerja
sama dengan orang lain menciptakan dan menawarkan barang dan jasa. Berwirausaha
adalah keputusan yang mulia karena membantu orang lain memperoleh pekerjaan. Pada
awalnya berwirausaha dapat dilakukan secara individu melalui jenis usaha-usaha tertentu
yang berskala rumah tangga yang bersifat usaha ultra mikro (10 juta Rupiah) atau usaha
mikro (kurang dari 50 juta Rupiah), misalnya pembuatan kue skala mikro. Jika ditekuni
dengan kesabaran dan terus-menerus berinovasi serta pantang menyerah maka peluang
usaha sekecil apa pun dapat menjadi besar. Namun tidak semua orang mampu
melakukannya. Kebanyakan orang tidak sabar, mudah menyerah dan malas berinovasi
karena kurang pengetahuan yang menyebabkan kegiatan usahanya kurang berkembang dan
tidak maju.
Pada hakikatnya berwirausaha merupakan kegiatan ekonomi yang sangat besar
manfaatnya untuk membangun dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab
itu perlu diciptakan aturan yang memudahkan setiap orang untuk berwirausaha dan kondisi
lingkungan yang mendorong persaingan usaha yang sehat. Pada kenyataannya tidaklah

PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia” 181


Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan
LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017
ISBN : 978-602-50181-0-7

mudah berwirausaha di tengah lingkungan masyarakat yang tidak menciptakan persaingan


yang sehat, sehingga muncullah sikap dan perilaku wirausaha yang cenderung
mengabaikan nilai etika dan moral baik hukum positif dan agama. Persaingan yang tidak
sehat dalam menjalankan usaha akan mendorong mereka yang tidak sabar mengambil jalan
pintas yang relatif cenderung melanggar hukum dan agama. Berbagai macam kasus
banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari yang dilakukan mulai dari rakyat biasa
hingga korporasi seperti penimbunan BBM dan barang-barang kebutuhan pokok dengan
tujuan untuk menaikkan harga, menjual produk oplosan, iklan yang menipu, kredit fiktif,
investasi palsu, vaksin kesehatan palsu dan mengandung babi dan lain sebagainya.
Akibat persaingan yang tidak sehat tersebut menyebabkan jenis usaha yang berada
di tingkatan mikro (aset kurang dari 50 juta rupiah) atau pemula dalam berwirausaha relatif
sulit maju dan berkembang karena selalu kalah dalam dunia usaha yang berlaku hukum
rimba. Kendala klasik masalah permodalan menjadi alasan bagi pemula kesulitan
mengembangkan jaringan bisnisnya. Akhirnya kegiatan usaha tersebut hanya bisa naik
satu tingkat dari usaha mikro menjadi tingkatan usaha kecil (aset 50 – 500 juta Rupiah)
dan beruntung bisa naik tingkatan menjadi usaha menengah (500 juta – 10 Milyar atau 50
Milyar Rupiah).
Butuh waktu bertahun-tahun merintis usaha menuju tingkatan atas atau posisi
puncak piramida yaitu jenis usaha skala besar dengan tingkatan konglomerasi (holding).
Proses tahap demi tahap mencapai tingkatan-tingkatan dalam berwirausaha mulai dari
tahap ultra mikro, mikro, kecil, menengah dan atas membutuhkan ekstra kesabaran,
ketekunan, dan semangat pantang menyerah menyikapi keadaan dunia usaha yang
cenderung berlaku hukum rimba, dimana jenis usaha yang kuat dari segala aspek mulai
dari permodalan, jaringan bisnis, kemampuan lobi dan kolusi baik dengan penguasa,
regulator, serta aparat keamanan, penguasaan dan kedalaman ilmu pengetahuan,
teknologi dan berhimpun dalam asosiasi bisnis atau kartel (mafia), maka jenis usaha yang
demikian pada era modern ini cenderung relatif akan lebih mudah bertahan di tengah
lingkungan persaingan yang semakin ketat.
Oleh sebab itulah selain diperlukan kesabaran, ketekunan dan kerja keras, seiring
dengan proses yang berjalan, dalam berwirausaha pun juga dibutuhkan sikap dan tindakan
yang berlandaskan nilai-nilai etika, moral, susila, hukum dan agama.Berdasarkan
permasalahan tersebut, Penulis terdorong keinginannya untuk berbagi ilmu pengetahuan
mengenai bagaimana berwirausaha yang beretika sesuai aturan dalam pandangan ekonomi
syariah. Atas dasar itulah artikel ini ditulis. Artikel ini ditulis dengan tujuan untuk
memberikan pengetahuan kepada pemula dalam berwirausaha untuk memahami secara
mendalam aspek etika baik secara hukum dan agama yang harus dijadikan landasan
dasar dalam menjalani proses usaha. Prinsip dan penerapan berwirausaha yang beretika
diambil dari sudut pandang ekonomi syariah.
Mengapa penulis tertarik menggali prinsip dan penerapan berwirausaha yang
beretika dari sudut pandang ekonomi syariah? Karena pengetahuan yang terdapat dalam
ilmu ekonomi syariah bersifat sangat komprehensif yang menjangkau aspek materi dan
non materi.Artinya berwirausaha dalam pandangan ekonomi syariah tidak semata-mata
mencari profit dengan landasan nilai etika (akhlak) dan moral saja tetapi terdapat
kekuatan tauhid (invisible hand) yang menjadi landsan utama, akar dan fondasi yang
sangat kuat dalam menjalankan wirausaha sehingga lebih mampu bertahan di tengah
persaingan yang tidak sehat. Keadaan ini sulit dijumpai pada lingkungan persaingan bisnis
di era modern ini. Ada pun, kerangka berpikirnya adalah sebagai berikut:

PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia” 182


Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan
LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017
ISBN : 978-602-50181-0-7

Persaingan usaha Hukum rimba


yang tidak sehat dunia bisnis
(kapitalisme)

1. Mengabaikan nilai etika, moral,


hukum dan agama
2. Melanggar hukum dan agama

Menghambat usaha menjadi


maju dan berkembang

Prinsip dan penerapan berwirausaha yang beretika


Menurut perspektif ekonomi syariah

Gambar 1. Kerangka Berpikir

TINJAUAN PUSTAKA
a. Wirausaha
Menurut Winarno (2011), “wirausaha adalah seseorang yang mampu menghasilkan
atau menciptakan nilai tambah melalui pematangan ide-idenya dan menyatukan sumber
daya yang dimilikinya serta mewujudkannya”.
Kasmir (2013), “wirausah aadalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko
untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan”. Sementara itu, Ating Tedjasutisna
(2004) mengemukakan bahwa: ”Wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai
kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber-
sumber data yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dan tindakan yang tepat guna
dalam memastikan kesuksesan”.

b. Etika
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) etika adalah ilmu tentang baik
dan buruk dan tentang kewajiban hak dan moral (akhlak). Menurut Velasquez (2005) ,
meskipun etika berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas,
etika adalah semacam penelaahan sedangkan moralitas merupakan subjek. Arti moral
dalam KBBI adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan,
sikap, kewajiban dan sebagainya. Moral merupakan ajaran budi pekerti, akhlak atau
susila. Etika menurut Keraf (1991) dalam Sofyan (2011), memberikan ruang untuk
melakukan kajian dan analisis kritis terhadap nilai dan norma moral yang mengatur
perilaku hidup manusia baik pribadi maupun kelompok. Etika adalah upaya untuk
menegakkan realitas. Sofyan (2011) sebagaimana mengutip dari Fisher dan Lovell (2003),
Etika dekat dengan nilai, tetapi keduanya memiliki perbedaan. Etika adalah bidang ilmu
yang harus dipelajari, sedangkan nilai adalah perasaan yang datang dengan sendirinya
dan merupakan keyakinan tentang benar dan salah yang selalu mengarahkan perilaku kita

PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia” 183


Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan
LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017
ISBN : 978-602-50181-0-7

pada perbedaan. Etika diambil dari buku dan diskursus soal teori dan filosofi tentang benar
dalam kehidupan sehari-hari. Nilai diperoleh dari interaksi dengan keluarga, teman sekerja
atau organisasi. Nilai tidak dipelajari tetapi dipahami melalui interaksi.
Menurut Sofyan (2011), karena etika menyangkut tentang hal baik dan buruk, mau
tidak mau etika berhubungan dengan dengan agama dan hukum. Agama merupakan
sumber moral atau sumber nilai yang menentukan baik dan buruk bahkan memaksa
manusia mengamalkan tingkah laku yang baik dan menghindari yang buruk. Sementara
hukum merupakan norma yang ditetapkan negara dan adat untuk memaksa manusia
mengikutinya dan memberikan hukuman bagi yang melanggarnya agar tercipta
ketentraman dan ketenangan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Kesadaran moral
berada di hati nurani sehingga penerapan etika sangat berhubungan dengan hati nurani.

c. Ekonomi Syariah
Chapra (2000) menyatakan bahwa Islam adalah keimanan universal yang
sederhana, mudah dimengerti dan dinalar. Ia didasarkan pada 3 prinsip fundamental yaitu
tauhid (keesaan), khilafah (perwakilan) dan ‘adalah (keadilan).
1. Tauhid
mengandung arti bahwa alam semesta didesain dan diciptakan secara sadar oleh Tuhan
Yang Maha Kuasa, yang bersifat esa dan ia tidak terjadi karena kebetulan. Segala sesuatu
yang diciptakannya memiliki tujuan.
2. Khilafah
Manusia adalah khalifah-Nya atau wakil-Nya di bumi. Ia telah dibekali dengan semua
karakteristik mental dan spiritual serta materiil untuk memungkinkannya hidup dan
mengemban misinya secara efektif. Dalam kerangka kekhalifahannya, ia bebas dan
mampu berpikir dan menalar untuk memilih mana yang baik, yang buruk, jujur atau tidak
jujur dan mengubah kondisi kehidupannya, masyarakat dan perjalanan sejarah. Secara
fitrah, ia baik dan mulia. Konsep khilafah memiliki implikasi persaudaraan universal,
sumber-sumber daya di muka bumi adalah amanat, sikap dan gaya hidup sederhana,
prinsip kebebasan manusia (sesama manusia tidaak bisa memperbudak sesamanya).
3. ‘Adalah
Islam sangat menjunjung tinggi nilai keadilan. Penegakan keadilan dan penghapusan
semua bentuk ketidakadilan telah ditekankan dalam Alquran sebagai misi utama para
Rasul Allah. Keadilan merupakan bentuk ketaqwaan. Komitmen Islam terhadap
persaudaraan universal dan keadilan menuntut semua sumber-sumber daya di tangan
manusia sebagai suatu titipan dari Allah dan harus direalisasikan dan dimanfaatkan untuk
tujuan syariah (maqashid syariah).
Ilmu ekonomi Islam menurut Mannan (1997), adalah ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.
Permasalahan dasar ilmu ekonomi antara ekonomi modern dengan ekonomi Islam adalah
sama yaitu sama-sama mencari solusi atas kelangkaan sumber daya. Perbedaan antara
keduanya terletak pada aspek spiritualnya. Ilmu ekonomi Islam memandang manusia
sebagai makhluk sosial religius yang dikendalikan oleh nilai-nilai Islam (menjunjung
tinggi sikap spiritual), sedangkan ilmu ekonomi modern memandang manusia sebagai
makhluk sosial yang mementingkan kepentingan individu dan tidak mempermasalahkan
pertimbangan nilai-nilai (mengabaikan sikap spiritual)
Menurut Nasution et al (2007), Ilmu ekonomi Islam memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Harta kepunyaan Allah dan manusia adalah khalifah atas harta tersebut
b. Ekonomi terikat dengan akidah, syariah dan akhlak

PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia” 184


Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan
LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017
ISBN : 978-602-50181-0-7

c. Keseimbangan antara kerohanian dan kebendaan


d. Keseimbangan antara kepentingan umum dengan kepentingan individu.
e. Jaminan kebebasan individu
f. Negara berhak mengatur kegiatan perekonomian
g. Bimbingan dalam perilaku konsumsi, produksi dan investasi
h. Pengeluaran zakat
i. Larangan riba

METODE
Paper ini ditulis dengan metode studi literatur. Sumber data-data yang digunakan
adalah sumber-sumber literatur yang mendukung penulisan paper ini yaitu dengan
mempelajari berbagai literatur yang terkait dengan penelitian meliputi buku-buku, artikel-
artikel, hasil penelitian dan kajian, jurnal dan lain-lain.Terkait dengan judul artikel ini yang
menjadikan ekonomi syariah sebagai acuan dalam berwirausaha yang beretika maka
Penulis lebih banyak mengambil sumber referensi dari buku-buku yang bertemakan
ekonomi syariah. Penulis akan lebih banyak mengkaji prinsip dan penerapan berwirausaha
yang bersumber dari Sumber hukum Islam Alquran dan Hadist yang merangkum garis
besar pemahaman Islam sehingga muncullahprinsip-prinsip ekonomi syariah secara umum.
Kemudian menghubungkan prinsip-prinsip ekonomi syariah tersebut dengan bagaimana
seharusnya seorang pemula dalam berwirausaha menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Pada akhirnya terwujudlah bagaimana berwirausaha yang beretika sesuai aturan ekonomi
syariah.Teknik analisis pustakanya dengan cara mengumpulkan referensi, menganalisa,
dan menarik kesimpulan. Secara umum gambaran kerangka teknik analisis pustakanya
seperti berikut ini:

Alquran Tauhid

Prinsip Penerapan dalam Berwirausaha


Khilafah
Ekonomi syariah berwirausaha yang beretika

Hadist
Keadilan
(keseimbangan)

Gambar 2. Teknik Analisis Pustaka

PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia” 185


Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan
LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017
ISBN : 978-602-50181-0-7

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penerapan Prinsip Ekonomi Syariah dalam Berwirausaha
Seorang pemula dalam berwirausaha ataupun mereka yang sudah menjalani
wirausaha perlu menyadari akan pentingnya berwirausaha yang beretika. Berwirausaha
memang tidak mudah dijalani karena pasti akan menemukan banyak persoalan demi
persoalan untuk dapat meningkatkan kapasitas dan tingkatan usahanya dari skala paling
mikro sampai menuju puncak piramida usaha (konglomerasi). Meskipun terkadang
terdapat beberapa wirausaha yang mengalami kesulitan untuk mencapai satu tingkat di
atasnya, akan tetapi masih lebih baik usaha tersebut tetap bertahan di tengah-tengah
kondisi persaingan yang menjurus kepada persaingan tidak sehat.
Sering pelaku usaha kurang menyadari bahwa kelangsungan usaha mereka
(sustainable) dapatbertahan bahkan dapat berlanjut menuju tingkatan usaha yang lebih
tinggi apabila mereka menjalani secara komprehensif bagaimana berwirausaha yang
beretika dengan berlandaskan pada fondasi yang paling prinsipil yaitu prinsip-prinsip
berwirausaha yang mengacu kepada prinsip-prinsip yang berasal dari keyakinan agama.
Penulis mengacu kepada prinsip-prinsip berwirausaha yang beretika berdasarkan sudut
pandang ekonomi syariah, karena substansi ekonomi syariah pada dasarnya bersifat
universal yang bermakna substansi tersebut dapat diterima oleh agama berbeda. Substansi
tersebut adalah nilai-nilai kejujuran (transparansi), keadilan, tanggungjawab sosial
lingkungan dan lain-lain. Oleh sebab itulah penting bagi wirausahawan untuk memahami
prinsip-prinsip berwirausaha yang berlandaskan keyakinan agama. Dan bagi seorang
muslim penting memahami prinsip-prinsip berwirausaha yang mengacu pada prinsip-
prinsip ekonomi syariah yang pastinya bersumber dari Alquran dan Hadist Nabi
Muhammad Saw.
Berdasarkan penelusuran studi literatur dari beberapa pustaka, maka Penulis
mendapatkan alur pemikiran bahwa apabila penerapan dari prinsip-prinsip ekonomi
syariah dalam berwirausaha dijalani secara menyeluruh dari berbagai segi mulai dari segi
manajemen organisasi dan budaya, pemasaran, produksi, keuangan, SDM serta
tanggungjawab sosial terhadap lingkungan sekitar yang terdiri dari lingkungan masyarakat
dan lingkungan fisik (tanah, udara, sungai, dan sebagainya), maka usaha tersebut relatif
lebih mudah bertahan bahkan dapat berlanjut sampai tingkatan di atasnya (sustainable).
Ekonomi syariah menyatakan usaha yang berkelanjutan adalah usaha yang barakah/berkah.
Usaha yang berkah adalah cerminan usaha yang sukses meraih kemenangan (falah) dunia
dan akhirat. Skema alur pemikiran dapat dilihat pada Gambar 3.
Penjelasan Alur pemikiran penerapan prinsip-prinsip ekonomi syariah dalam
berwirausaha adalah sebagai berikut: Terdapat 3 prinsip-prinsip yang harus menjadi
landasan bagi seorang wirausahawan baik pemula atau yang sudah menjalani usahanya
yaitu prinsip keesaan terhadap sang pencipta (tauhid), prinsip keadilan (‘adalah) dan
prinsip khilafah/khalifah (manusia sebagai pemimpin di muka bumi).
1. Prinsip pertama;adalah prinsip tauhid. Prinsip ini adalah prinsip yang paling
fundamental dan sangat prinsipil. Prinsip ini bersifat absolut berupa keyakinan
yang mendalam akan keesaan Sang pencipta yaitu Allah swt. Prinsip ketauhidan
akan melahirkan pemikiran yang selalu positif, yakni berupa keyakinan bahwa
rezeki telah digariskan oleh-Nya. Tetapi prinsip ini tidak menyebabkan seseorang
pasrah melainkan akan mewujudkan kesabaran, ketekunan, pantang menyerah
dalam meraih kesuksesan (falah) dunia akhirat serta selalu berusaha berinovasi
dengan menambah ilmu pengetahuan. Sikap ini akan memunculkan rasa tidak
khawatir akan persaingan dunia usaha di era modern yang cenderung menjurus
pada persaingan hukum rimba (Darwinisme sosial). Sikap ini juga selalu

PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia” 186


Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan
LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017
ISBN : 978-602-50181-0-7

menjalankan usahanya dengan menjaga kehalalan usahanya. Usaha yang halal baik
produk maupun tekniknya adalah kunci usaha yang berkelanjutan (sustainable)
karena mendapat ridho-Nya.
2. Prinsip kedua; adalah prinsip keadilan (‘adalah). Perwujudan dari prinsip
ketauhidan akan menimbulkan perilaku adil atau keseimbangan antara kepentingan
jasmani dan rohani, antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Prinsip
keadilan ini akan melahirkan kepentingan mendahulukan hak Allah Swt selaku
Sang Pencipta (al-Khalik) berupa shalat tepat waktu, kewajiban zakat, bersedekah
dan wakaf. Prinsip ini pun akan melahirkan sikap pelayanan prima terhadap
konsumen atau pembeli berupa sikap mempermudah bukan mempersulit. Jadi sikap
adil merupakan sikap yang menempatkan segala sesuatu sesuai porsi atau yang
telah menjadi ketentuan yang berlaku.
3. Prinsip khilafah/khalifah;adalah prinsip yang menyatakan bahwa manusia adalah
pelaku yang menjalankan kehidupan di muka bumi. Manusia adalah khalifah atau
pemimpin yang bertugas menjalani kemakmuran di muka bumi. Prinsip ini akan
mewujudkan kesejahteraan bersama. Prinsip ini akan melahirkan perilaku tidak
egois tidak serakah, kepedulian terhadap sesama dan lingkungan fisik di sekitarnya.
Kepedulian terhadap sesama terwujud dalam kepedulian berbagi atas hasil
usahanya dengan melakukan tanggungjawab sosial baik berupa pemberian bantuan
beasiswa penndidikan, bantuan kesehatan, bermitra dengan usaha kecil,
memberikan pendampingan dan pelatihan terhadap usaha yang lemah dan lain-lain.
Kepedulian terhadap lingkungan dengan melaksanakan ekonomi hijau (green
economy) dan ekonomi biru (blue economy).

Prinsip-prinsip Tauhid Penerapan:


Ekonomi Syariah Keadilan -Manajemen dan budaya organisasi
Khilafah -Pemasaran
-SDM
-Keuangan
-Produksi
- Tanggungjawab sosial/lingkungan

Terwujudnya harmonisasi :
Meraih kemenangan Usaha yang berkah/berkelanjutan -Allah
atau sukses (falah) (sustainable) -Sesama manusia
dunia dan akhirat -Lingkung sekitar (hewan,
tumbuhan, tanah, udara,
sungai, hutan dan lain-lain)

Gambar 3. Alur Pemikiran Penerapan Prinsip-Prinsip Ekonomi Syaraih dalam


Berwirausaha

Perwujudan prinsip-prinsip ekonomi syariah tersebut hendaknya dilakukan secara


komprehensif dan tidak parsial, artinya perwujudan prinsip-prinsip tersebut meliputi

PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia” 187


Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan
LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017
ISBN : 978-602-50181-0-7

segenap aspek mulai dari manajemen dan budaya organisasi, pemasaran, SDM, keuangan,
produksi dan tanggunjawab terhadap sesama serta lingkungan sekitar (hewan, tumbuhan,
hutan, udara, tanah, sungai, laut, dan danau). Implikasi dari penerapan secara menyeluruh
terhadap semua aspek tersebut akan menyebabkan terwujudnya harmonisasi hubungan
dengan Sang Pencipta Allah, sesama manusia dan lingkungan sekitar. Makna harmonisasi
ini sangat mendalam yang berarti bahwa kegiatan wirausaha yang dijalani mendapat restu
atau ridho-Nya, bermanfaat buat sesama dan menjaga kelestarian lingkungan. Wirausaha
yang demikian pada akhirnya akan melahirkan kegiatan usaha yang mampu bahkan naik
menuju tingkatan di atasnya. Wirausaha yang demikian dalam istilah ekonomi syariah
adalah wirausaha yang mendapatkan barakah/berkah (sustainable).
Konsep barakah menurut Ahmad (1995) adalah sesuatu yang diberkati oleh tangan
tak terlihat (Barakah is an invisible blessing). Konsep barakah adalah sesuatu yang tidak
berwujud tetapi terlihat secara kasat mata. Konsep barakah meliputi seluruh aspek perilaku
kehidupan manusia. Konsep barakah tidak bisa diukur dengan satuan uang. Konsep
barakah sebenarnya berkaitan dengan perwujudan perilaku etis atau tidak etis yang telah
dilakukan seseorang. Konsep barakah akan akan melahirkan perilaku yang berbeda.
Dengan kata lain Semakin baik dan benar perilaku seseorang maka semakin hadir
keberkahan (barakah). Sebaliknya semakin buruk perilaku seseorang menandakan
ketidakhadiran keberkahan dalam hidupnya. Secara lebih spesifik konsep Barakah
mengandung sebuah jaminan terhadap kesuksesan dan penghargaan (reward) bagi
seseorang yang berperilaku baik dan benar, seseorang akan mendapatkannya baik
secara langsung atau tidak langsung atas jerih payahnya berusaha. Seperti firman
Allah dalam Quran surat 129 ayat 7-8 yang menyatakan:

“Barang siapa yang berbuat kebaikan walau sebesar zarrah pasti akan
memperoleh kebaikan, dan barang siapa yang berbuat keburukan walau sebesar zarrah,
akan mendapat balasan.”
Wirausaha yang dijalankan dengan menjaga dan mengedepankan perilaku etis yang
akan mendapatkan keberkahan/kesuksesan.Dengan menjalankan wirausaha yang berkah
maka tujuan akhir dari kehidupan di muka bumi tercapai yaitu meraih kemenangan atau
kesuksesan yang tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat. Itulah arti kebahagiaan yang
hakiki yaitu meraih kemenangan (falah) dunia dan akhirat.Secara ringkas gambaran ketiga
prinsip tersebut diperlihatkan pada Tabel .1 berikut ini:

Tabel 1. Garis Besar Perwujudan Sikap Penerapan Prinsip-prinsip Ekonomi Syariah


dalam Berwirausaha

No Prinsip Perwujudan Sikap

1. Ketauhidan Bersikap sabar dan tekun; pantang menyerah; kreatif


berinovasi;menjalankan usaha halal (produk, teknik dsb); berpikir positif
terhadap-Nya; dan lain-lain

2. Keadilan Menjaga sholat tepat waktu; menunaikan zakat, sedekah dan wakaf;
pelayanan prima terhadap konsumen, tidak mempersulit konsumen tetapi
mempermudah; transparansiproduk dan keuangan; memperlakukan pekerja
dengan adil; menjaga hubungan baik dengan mitra bank dan pemasok;
mematuhi undang-undang regulator dan lain-lain, menjauhi riba, maysir,
israf, gharar

PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia” 188


Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan
LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017
ISBN : 978-602-50181-0-7

dsb
3. Khilafah Tidak egois; tidak serakah; berbagi dan membantu sesama dengan
melakukan tanggungjawab terhadap masyarakat melalui bantuan beasiswa
pendidikan; bantuan kesehatan; pendampingan dan pelatihan terhadap
usaha lemah; melaksanakan green dan blue economy yaitu kegiatan usaha
yang berwawasan dan peduli terhadap kesehatan dan kenyaman
lingkungan.

Adapun penjabaran secara terperinci dari prinsip-prinsip tersebut diuraikan berikut ini:

1. Penerapan Prinsip Ketauhidan dalam Berwirausaha


Prinsip pertama yang paling fundamental dan sangat prinsipil adalah prinsip
ketauhidan. Prinsip ini harus dijaga kontinuitasnya dan merupakan persyaratan
mutlak dalam kesuksesan usaha dunia dan akhirat. Prinsip ketauhidan pada intinya
adalah berusaha menjaga harmonisasi atau hubungan baik dengan Sang Pencipta
alam semesta yaitu Allah SWT. Hubungan baik dengan Sang Pencipta tidak hanya
sekedar bersaksi mengucapkan syahadat “Tiada Tuhan selain Allah dan
Muhammad Saw Utusan-Nya,” tetapi yang lebih penting adalah bagaimana
pengaplikasiannya dalam kehidupan nyata khususnya berwirausaha. Upaya-upaya
yang dilakukan untuk menjaga hubungan baik dengan Allah Sang Pencipta dengan
menjalankan Rukun Islam (Syahadat, Sholat, Puasa wajib dan sunnah, Sedekah
wajib dan sunnah (ziswaf) dan menunaikan haji) dan meyakini Rukun Iman (Iman
kepada Allah, Malaikat, Nabi dan Rasul, Kitab-kitab-Nya, Hari akhir/kiamat dan
Qadha/Qadar). Penerapan prinsip ketauhidan dalam berwirausaha ini diperlihatkan
pada Tabel. 2 di bawah ini:

Tabel 2. Penerapan Prinsip Ketauhidan dalam Berwirausaha


No Aspek-aspek Penerapan
1. Manajemen dan budaya Menjaga sholat tepat waktu dengan berhenti
organisasi beraktivitas saat jam sholat; budaya
mengucapkan salam dan senyum terhadap
sesama karyawan dan konsumen; mengadakan
majelis tausiyah untuk pekerja (kultum);
menyediakan ruang sholat yang memadai; selalu
menjaga kebersihan pakaian, ruangan dan
lingkungan sekitar
2. Pemasaran Menjalankan pola pemasaran yang syariah
melalui teknik dan produk yang halal
3. Sumber Daya Manusia (SDM) Memberikan reward perjalanan umroh/haji bagi
pekerja yang berprestasi; membudayakan puasa
sunnah
4. Mitra Menjaga dan menjalin ukhuwah; selalu
mempererat silaturahim
5. Keuangan Menggunakan aplikasi akuntansi syariah berupa
aplikasi yang membuat laporan keuangan yang
transparan dan akuntabel
6. Produksi Menggunakan bahan baku halal, teknik produksi
halal baik substansi maupun aplikasinya
7. Tanggungjawab sosial Menunaikan kewajiban zakat; sedekah sosial
8. Tanggungjawab lingkungan Melaksanakan hak lingkungan berupa aplikasi

PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia” 189


Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan
LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017
ISBN : 978-602-50181-0-7

green dan blue economy

2. Penerapan Prinsip Keadilan dalam Berwirausaha


Prinsip ketauhidan merupakan prinsip yang berusaha menjaga hubungan
yang harmonis dengan Sang Pencipta Allah swt, sedangkan prinsip keadilan adalah
prinsip yang berusaha menjaga harmionisasi hubungan dengan sesama manusia dan
lingkungan sekitarnya. Seseorang yang menjalankan prinsip keadilan artinya dia
mampu menempatkan segala sesuatu sesuai porsi atau ketentuan yang seharusnya
dijalankan. Keadilan ini bermakna universal yang berarti nilai keadilan diterimaa
semua manusia dari suku, agama dan ras apa pun. Semua manusia berhak
diperlakukan dengan adil. Keadilan tidak hanya mencakup keadilan untuk manusia
tetapi juga keadilan untuk lingkungan sekitarnya juga perlu dijaga. Keadilan adalah
fitrah semua manusia, hak asasi setiap individu. Penerapan prinsip keadilan sesuai
ekonomi syariah diperlihatkan pada Tabel 2. Berikut ini:

Tabel 3. Penerapan Prinsip Keadilan dalam Berwirausaha

No Aspek-aspek Penerapan
1. Manajemen dan budayaBudaya tepat waktu mengawali dan mengakhiri
organisasi aktivitas, disiplin dan bekerja, menjaga kinerja
tetap positif
2. Pemasaran Memenuhi hak-hak konsumen seperti
menawarkan produk dan pelayanan yang
berkualitas, pengantaran tepat waktu, jujur dalam
menimbang
3. Sumber Daya Manusia (SDM) Membayar gaji tepat waktu; memberikan
insentif, bonus terhadap karyawan. Memberikan
perlindungan/jaminan kesehatan dan tenaga
kerja; jaminan hari tua; tidak membebani pekerja
di luar kapasitasnya; mempekerjakan sesuai
pengetahuan dan kapasitasnya, memberikan
pelatihan karyawan
4. Keuangan Menjalankan transparansi keuangan, kejujuran
dalam pencatatan, mengikuti pedoman sesuai
ketentuan akuntansi yang berlaku
5. Mitra (bank, regulator, investor, Membayar pinjaman tepat waktu, mematuhi
pemasok) undang-undang regulator, membagi dividen
sesuai hak pemegang saham, tidak melakukan
riba terhadap investor
6. Produksi Tidak berlebih-lebihan (israf) menggunakan
bahan baku. Menggunakan bahan baku yang
aman dikonsumsi dan halal.
7. Tanggungjawab sosial Merekrut pekerja yang berasal dari masyarakat
sekitar; memberikan bantuan sosial kepada`
masyarakat sekitar, menjaga hubungan baik
dengan masyarakat sekitar
8. Tanggungjawab lingkungan Mengikuti prosedur AMDAL, daur ulang
(recycle), menggunakan bahan-bahan ramah
lingkungan yang mudah didaur ulang, tidak
merusak hutan dan berburu hewan-hewan yang
dilindungi, melakukan reboisasi, melaksanakan

PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia” 190


Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan
LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017
ISBN : 978-602-50181-0-7

prinsip zero waste (blue economy)

3. Penerapan Prinsip Khilafah dalam Berwirausaha


Prinsip khilafah merupakan prinsip amanah/mandat yang diberikan dari
Sang Pencipta Allah SWT kepada manusia supaya manusia melaksanakan
kemakmuran secara bersama-sama. Implikasinya adalah terwujudnya kesejahteraan
sosial masyarakat yang berkelanjutan (pembangunan berkelanjutan) dan
melestarikan lingkungan fisik. Prinsip khilafah ini menuntut tanggungjawab
manusia terhadap sesama dan lingkungannya tentang bagaimana caranya setiap
individu di masyarakat dapat hidup berdampingan secara harmonis dari aspek
sosial ekonomi. Dimana yang kaya membantu yang lemah, seperti pepatah “berat
sama dipikul ringan sama dijinjing” Prinsip ini membuahkan kepedulian sosial
yaitu prinsip yang melahirkan pemikiran bagaimana membantu yang lemah
berdaya secara ekonomi dan sosial. Penjabaran prinsip khilafah dalam
berwirausaha diuraikan pada Tabel berikut:

Tabel 4. Penerapan Prinsip Khilafah dalam Berwirausaha

No Aspek-aspek Penerapan
1. Manajemen dan budaya Membudayakan salam, kepemimpinan
organisasi demokratis, mengatasi konflik secara
musyawarah dan kekeluargaan, saling
menghargai dan menghormati, membudayakan
saling membantu meringankan kesulitan baik
karyawan sesama karyawan atau manajemen
terhadap karyawan, menjaga solidaritas sesama
2. Pemasaran Bersaing secara sehat, tidak beriklan bohong dan
memojokkan pesaing, menjual produk dengan
jujur, bermitra dengan pesaing,
3. Sumber Daya Manusia (SDM) Membagikan bonus/jasa produksi (surplus
profit) terhadap pekerja, mengadakan family
gathering, mempermudah urusan pekerja seperti
promosi kepangkatan/jabatan
4. Keuangan Mempublikasi laporan keuangan kepada
publik/masyarakat mengenai laba rugi, kas
masuk dan keluar; tidak korupsi/manipulasi data
keuangan
5. Mitra (bank, regulator, investor, Membagi keuntungan sesuai
pemasok) proporsinya;menjaga komitmen dengan bank;
mematuhi undang-undang regulator; membayar
pajak sesuai proporsinya dan tepat waktu
melaporkan SPT pajak
6. Produksi Memproduksi barang-barang halal yang baik dan
bermanfaat tidak hanya mendatangkan profit
tetapi bermanfaat buat masyarakat, bukan
barang-barang yang merusak atau jasa palsu
(investasi palsu)
7. Tanggungjawab sosial Memberdayakan kehidupan ekonomi masyarakat
sekitar (menjalin kerjasama usaha); membantu
usaha ekonomi lemah
8. Tanggungjawab lingkungan Green dan Blue Economy (kegiatan usaha yang

PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia” 191


Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan
LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017
ISBN : 978-602-50181-0-7

tidak merusak lingkungan dan membuat limbah


menjadi nol) seperti sistem perkebunan atau
pertanian tumpang sari, menggunakan limbah
untuk produk bermanfaat misalnya ampas ikan
menjadi menjadi pupuk organik, green product,
green tourist, industri berwawasan lingkungan.

Penerapan Etika Nabi Muhammad SAW dalam Berwirausaha


Sumber utama pengambilan hukum dalam ekonomi syariah adalah AlQuran
kemudian Hadist Nabi Muhammad Saw. Tuntunan yang berasal dari Nabi Muhammad
Saw merupakan teladan yang menjadi panutan bagi umat Islam. Nabi Muhammad Saw
adalah referensi yang menjadi sumber acuan dalam setiap aspek kehidupan termasuk
kegiatan berwirausaha. Antonio (2011), memaknai bahwa hakikat berdagang Nabi
Muhammad Sawtidak hanya menjual produk tetapi juga menjual nilai-nilai. Rasulullah
Saw melakukan perniagaan dengan Allah artinya beliau menjadikan aktivitas berdagang
sebagai bagian dari beribadah kepada-Nya yang semata-mata mengharapkan keridhaan-
Nya. Secara ringkas hakikat Berwirausaha Nabi Muhammad Saw diuraikan pada Tabel 5
berikut ini:

Tabel 5. Hakikat Berwirausaha Nabi Muhammad Saw

Menjual Produk Menjual Nilai-nilai


 Produk yang halal dan dibutuhkan oleh  Sopan saat bersikap, santun kala berucap
masyarakat banyak  Jujur saat menjelaskan sifat/karakter
 Produk tersebut diperoleh secara haq suatu produk
(benar caranya)  Proporsional dalam menentukan laba dari
 Jelas kadar sifat dan jenis produk yang setiap produk
ditawaarkan (transparan/kejujuran)  Memberikan kelonggaran pembayaran
kepada pelanggan yang tidak mampu
 Berlaku adil dan transparan terhadap
pelanggan atau mitra bisnis
Sumber : Antonio (2011)

Penerapan etika Nabi Muhammad Saw dalam berwirausaha merupakan perwujudan dari
sifat-sifat beliau yaitu siddiq, amanah, fatanah dan tabligh. Sebagaimana Antonio (2011)
menjabarkan profesionalisme beliau dalam berniaga adalah sebagai berikut:

1. Karakter Siddiq (Kejujuran)


Kejujuran adalah prinsip dan dan nilai dasar yang sangat dipegang oleh Beliau
karena bersikap tidak jujur sama dengan mengkhianati atau membohongi
pelanggan. Penerapan karakter jujur Nabi Muhammad Saw dalam berwirausaha
adalah sebagai berikut:
a. Tidak mengingkari janji yang telah disepakati
b. Tidak menyembunyikan cacat atas transaksi
c. Tidak mengelabui harga pasar

2. Karakter Amanah (Terpercaya)


Amanah berarti dapat dipercaya. Dalam konteks berwirausaha berarti tidak
mengurangi atau menambah sesuatu dari yang seharusnya atau dari yang telah
disepakati. Penerapan sifat amanah yang dilakukan oleh beliau dengan jalan selalu

PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia” 192


Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan
LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017
ISBN : 978-602-50181-0-7

memberikan hak pembeli dan orang-orang yang mempercayakan modalnya kepada


beliau.

3. Karakter Fatanah (Cerdas)


Fatanah berarti cerdas atau cakap. Di dunia bisnis yang penuh persaingan syarat
cerdas dan cakap mutlak diperlukan bagi sesesorang yang akan berwirausaha.
Penerapan sifat ini adalah sebagai berikut:
a. Mengadministrasikan dokumen transaksi
b. Menjaga profesionalisme atau kualitas layanan
c. Selalu kreatif dan inovatif
d. Selalu tanggap terhadap perubahan yang terjadi baik di pasar, produk, teknologi,
harga atau pun persaingan

4. Karakter Tabligh
Arti tabligh adalah menyampaikan. Dalam konteks bisnis artinya seseorang
pebisnis harus mampu berargumentasi dan menjalin komunikasi dengan pelanggan
dan mitra usaha. Pebisnis harus mampu menyampaikan produknya dengan
transparan. Sangat penting bagi seorang pebisnis memiliki sifat komunikatif.

Secara ringkas karakter Nabi Muhammad Saw dalam berwirausaha terangkum


dalam Tabel 6 berikut ini sebagaimana dikutip dari Antonio (2011) :

Tabel 6. Perwujudan Karakter Nabi Muhammad Saw dalam Berwirausaha


No Karakter Perwujudan
1. Jujur Jujur dalam berniaga
2. Berpikiran maju Membantu paman beliau (Abu Talib) ikut berniaga saat belia
3. Memberi inspirasi Diikuti oleh seluruh umat Islam
4. Kompeten Ahli berniaga
5. Cerdas Mampu menjual barang tanpa menzhalimi orang lain
6. Adil Tidak pernah mengurangi takaran dan timbangan
7. Berpandangan luas Jeli melihat peluang, selalu memberikan pelayanan terbaik
kepada pelanggan dan mitra bisnis
8. Selalu Mendukung Selalu mendukung sahabat-sahabatnya untuk mencari karunia-
Nya
9. Terus terang Tidak menyembunyikan cacat barang
10. Dapat diandalkan Menjalankan tugas dengan profesional, selalu memberi
keuntungan pada mitranya
11. Mudah Kerjasama Mampu bekerjasama dengan baik dengan pemodal
12. Tegas Menolak keras menjual barang-barang yang diharamkan
Menolak keras transaksi bisnis yang merugikan seperti riba,
gharar, judi. Tadlis dsb
13 Berdaya imajinasi Mampu menghitung atau mengetahui kira-kira keuntungan yang
akan diperoleh ketika bekerjasama dengan pemodal
14. Berambisi Memiliki motivasi tinggi untuk meningkatkan taraf ekonominya
15. Berani Tidak takut dengan risiko kerugian jika ditipu orang/dirampok
dsb
16. Dewasa Dewasa dalam berpikir dan bertindak
17. Setia Amanah mengelola modal orang lain
18. Perhatian Menaruh perhatian terhadap hak-hak pembeli dan mitranya
19. Mampu mengontrol diri Tidak tergoda dengan perilaku hidup mewah, berlebih-lebihan
sendiri (hedonisme)
20. Mandiri Dapat hidup mandiri dan teguh terhadap kebenaran
Sumber : Antonio (2011)

PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia” 193


Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan
LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017
ISBN : 978-602-50181-0-7

Hubungan Wirausaha Beretika dengan Barakah-Nya


Berwirausaha yang menjalankan prinsip-prinsip ekonomi syariah dalam semua
aspek (manajemen, budaya organisasi, pemasaran, SDM, keuangan, produksi,
tanggungjawab sosial lingkungan dan mitra) serta mengikuti tauladan Nabi Muhammad
Saw akan mendatangkan kesuksesan yang dalam istilah ekonomi syariah adalah barakah.
Barakah merupakan penghargaan dari Allah Swt atas kerja keras seseorang yang dilandasi
prinsip-prinsip ekonomi syariah dan mengikuti cara Nabi Muhammad berwirausaha.
Apabila seseorang berwirausaha dengan cara-cara demikian pada dasarnya menyebarkan
harmonisasi atau hubungan harmonis dengan Sang Pencipta, Allah Swt, sesama manusia
dan lingkungan sekitar (tanah, udara, air, hewan, hutan, tumbuhan dan sebagainya).
Menurut pandangan Penulis, konsep barakah ini sama dengan konsep energi
positif yang dikemukakan oleh Poniman, dkk (2014). Energi posuitif ini merupakan energi
kebaikan atau manfaat yang telah dilakukan oleh seseorang untuk Sang Pencipta, dirinya,
sesamanya dan lingkungannya. Sebagaimana pandangan Poniman dkk (2014), Manusia
mengeluarkan energi dalam hidupnya. Energi yang dikeluarkan oleh manusia tersebut
bersifat kualitatif, artinya besarannya tidak konstan (E = MC2). Nilainya berubah
tergantung jenis usahanya, kualitas usahanya baik atau buruk. Apabila seseorang
melakukan kebaikan maka kebaikan itu akan kembali kepadanya (positif energi), demikian
pula apabila seseorang mengeluarkan keburukan pun akan kembali kepadanya dalam
bentuk keburukan/negatif energi. Kenyataan tersebut sesuai dengan Hukum Kekekalan
Energi (HKE) yang menyatakan bahwa:

“ Energi di dunia ini bersifat tetap dan tidak akan diciptakan lagi, tidak akan
pernah hilang, yang ada hanyalah perubahan bentuk energi.”

Selain itu menurut Poniman dkk (2014), siklus energi manusia itu bersifat
tertutup, artinya energi yang dikeluarkan pasti akan kembali pada orang yang sama, cepat
atau lambat. Kebaikan akan berbuah kebaikan sebagaimana keburukan akan berbuah
keburukan. Pada alam semestalah energi tersebut dititipkan. Bahwa barakah seseorang
diperoleh dari perilaku alam sebagaimana dinyatakan oleh Ahmad (1995). Pendapat yang
dikemukakan oleh Ahmad (1995) memperkuat pandangan Poniman dkk (2014) bahwa
Tuhan menciptakan alam semesta untuk kepentingan manusia semata-mata. Alam semesta
menyediakan energi untuk manusia, dan pada alam semesta manusia menitipkan energi
tersebut. Karena tabungan energi tidak bisa dibawa ke akhirat, maka energi tersebut akan
dicairkan oleh alam baik berupa kebaikan apabila seseorang berwirausaha secara baik dan
benar atau keburukan apabila berwirausaha secara buruk dan merugikan pelanggan.
Berwirausaha secara baik dan benar sesuai prinsip-prinsip ekonomi syariah serta
mengikuti tauladan Nabi Muhammad Saw selain akan mengeluarkan kebaikan yang akan
kembali kepada orang tersebut, maka akan menghasilkan harmonisasi hubungan dengan
Sang Pencipta, Allah Swt. Menurut Poniman dkk (2014), energi Tuhan hanya
memancarkan energi positif (kebaikan). Tidak pernah memancarkan kemubaziran, kesia-
siaan apalagi energi negatif. Tuhan adalah sumber energi utama bagi makhluk-Nya.
Jumlahnya sangat berlimpah dan dibagikan kepada seluruh makhluk-Nya. Oleh sebab
itulah seseorang yang berwirausaha sangat penting menjalankan wirausaha yang beretika
sesuai prinsip-prinsip dan tauladan Nabi Muhammad Saw karena energi Tuhan hanya
memancarkan energi positif yang akan diterima oleh seseorang yang mengeluarkan energi
positif atau manfaat bagi sesama dan lingkungannya. Alamlah yang akan berperan untuk
mencairkannya. Energi Tuhan yang positif hanya akan mengalir melalui perantara yang
positif pula. Itulah yang dinamakan ilmu, hikmah dan hidayah-Nya.

PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia” 194


Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan
LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017
ISBN : 978-602-50181-0-7

Mengapa seseorang perlu menyerap energi positif dari Tuhan-Nya? Menurut


Poniman dkk (2014), ada beberapa alasan mengapa manusia perlu menjadi perantara
penerimaan energi positif dari Tuhan, yaitu:
a. Menaikkan tingkatan usaha seseorang menjadi lebih baik; usaha yang baik akan
mendatangkan hasil usaha yang baik pula. Dalam konteks wirausaha kenaikan
tingkatan usaha yang dimaksud adalah jenis usaha mikro naik tingkat menjadi
usaha kecil lalu usaha kecil menjadi usaha menengah dan seterusnya. Dengan
menjalankan wirausaha yang beretika sesuai prinsip-prinsip ekonomi syariah dan
tauladan Nabi Muhammad Saw itu sama saja seseorang melakukan atau menanam
kebaikan/manfaat. Kebaikan atau manfaat positif itulah yang menyebabkan energi
Tuhan mengalir kepada seseorang tersebut. Itulah barakah. Artinya Tuhan ridha
dengan orang tersebut.
b. Perjalanan hidup akan terjaga; dalam konteks wirausaha, itu artinya perjalanan
usaha tersebut akan senantiasa berkelanjutan (sustainable). Usaha yang dijalani
akan tetap bertahan jika seseorang konsisten mempertahankan prinsip-prinsip
ekonomi syariah dan tauladan Nabi Muhammad Saw. Kekonsistenan tersebut
itulah yang menyebabkan energi positif dari Tuhan akan selalu bersama orang
tersebut.
c. Dipenuhi dengan keberuntungan; Tuhan hanya mengalirkan energi positif kepada
seseorang yang selalu menjalani wirausaha yang penuh dengan nilai-nilai positif,
seperti kejujuran, kesederhanaan, amanah dan sebagainya. Energi positif yang
diberikan sangat berlimpah.
d. Mampu menembus semua keterbatasan; Kesulitan demi kesulitan mampu
dilewati karena keyakinan yang mendalam akan keberadaan Sang Pencipta yang
selalu membantu di balik kesulitan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulannya bahwa apabila


seseorang menjalankan wirausaha yang beretika maka usaha yang dijalaninya akan
mampu naik tingkatan menjadi lebih baik, tetap bertahan di tengah persaingan dunia
usaha yang ketat, selalu meraih profit dan mampu bangkit dari keterpurukan
usaha.Wirausaha yang demikian hanya dapat diperoleh apabila seseorang mendapatkan
energi positif Sang Pencipta yang hanya akan dikeluarkan melalui seseorang yang
menjalankan prinsip-prinsip ekonomi syariah dalam berwirausaha serta meneladani
perilaku Nabi Muhammad Saw dalam berwirausaha.Itulah jenis berwirausaha yang
mendapat barakah/kesuksesan (falah) dunia dan akhirat.

SIMPULAN DAN SARAN


Wirausaha yang barakah hanya dapat diperoleh seseorang apabila seseorang dalam
berwirausaha konsisten menjalankan prinsip-prinsip yang terkandung dalam ekonomi
syariah serta berusaha meneladani Nabi Muhammad saw dalam berwirausaha. Barakah
dalam berwirausaha ditandai dengan karakteristik sebagai berikut: usahanya naik menuju
tingkatan di atasnya (dari mikro menjadi usaha kecil dan seterusnya); usaha tetap berlanjut
(sustainable), selalu memperoleh profit; jika terpuruk akan cepat bangkit.
Tujuan berwirausaha yang barakah dapat dijalankan dengan syarat selalu menjaga
harmonisasi hubungan dengan Tuhan Sang Pencipta, sesama manusia dan lingkungan alam
sekitarnya (tanah, air, udara, hutan, dan sebagainya). Karena kebaikan/manfaat wirausaha
positif yang dijalani seseorang akan kembali kepada orang tersebut. Energi positif Tuhan
hanya akan mengalir melalui kegiatan wirausaha yang bermanfaat positif. Maka bagi
seorang pemula atau yang telah menjalani wirausaha sangat penting menjadikan prinsip-

PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia” 195


Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan
LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017
ISBN : 978-602-50181-0-7

prinsip ekonomi syariah dan meneladani Rasulullah Saw sebagai landasan dalam
berwirausaha yang beretika.

DAFTAR PUSTAKA
AlQuranul Karim
Ahmad, Mushtaq. 1995. Business Ethics in Islam. Academic Disertation. International
Institute of Islamic Thought and International Institute of Islamic Economic.
Islamabad. Pakistan.
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2010. Bisnis dan Kewirausahaan. Ensiklopedia Leadership
& Manajemen Muhammad Saw “The Super Leader Super Manager”. Tazkia
Publishing. Jakarta.
Chapra, Umer. 2000. Islam dan Tantangan Ekonomi. Edisi Terjemahan. Gema Insani
Press bekerjasama dengan Tazka Institute. Jakarta.
Harahap, Sofyan S. 2011. Etika Bisnis Perspektif Islam. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
asmir, 2013. Kewirausahaan.Edisi revisi . Penerbit Grafindo. Jakarta.
Mannan, Abdul. M, Prof. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. PT. Dana Bhakti
Wakaf. Yogyakarta.
Nasution, Mustafa Edwin et al. 2007. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Edisi Kedua.
Penerbit Kencana Prenada Media group. Jakarta.
Poniman, dkk. 2014. Kubik Leadership Solusi Esensial Meraih Sukses dan Hidup Mulia.
Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Tedjasutisna, Ating. 2004. Memahami Wirausaha. Penerbit Armico. Bandung.
Velasquez, Manuel G. 2005. Etika Bisnis Konsep dan Kasus. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Winarno. 2011. Pengembangan Sikap Entrepreneurship dan Intrapreneurship. Penerbit
Indeks Jakarta.
Internet:
Situs http: www.kbbi.web.id. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diakses pada 22 Juli 2017.

Ucapan Terima Kasih

Karya ini kepersembahkan untuk Allah SWT, Almarhumah Ibunda Marhamah, Ayahanda
Muhamad Manaf dan suami Indiyanton Agus bWibowo serta Anak-anakku tercinta Tazkya
Kamila, Tahrir Thariq dan Tsabit Hamdan. Terima kasih atas dukungannya. Semoga
artikel ini bermanfaat bagi yang membutuhkannya.

PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia” 196

Anda mungkin juga menyukai