Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Air merupakan salah satu kebutuhan bagi keseluruhan makhluk hidup yang
menopang keberlangsung kehidupan yang sangat berperan penting. Ketersediaan air
sangatlah melimpah dipermukaan bumi yang dapat dijumpai pada sungai, danau, dan
laut. Penyaluran air pun bisa berupa dari irigasi, kali, selokan dan lain sebagainya
yang menjadi poin penting dikarenakan merupakan saluran terbuka.
Saluran terbuka (open channel) adalah saluran dimana air mengalir dengan
muka air bebas yang terbuka terhadap tekanan atmosfir. Masalah aliran saluran
terbuka dijumpai dalam aliran sungai, aliran saluran-saluran irigasi, aliran saluran
pembuangan dan saluran lain yang bentuk dan kondisi geometrinya bermacam-
macam (Haris et al., 2016).
Aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka (open
channel flow) maupun aliran pipa (pipe flow). Perbedaannya adalah pada aliran
saluran terbuka harus memiliki permukaan bebas (free surface), sedangkan aliran
pipa tidak, karena pada aliran pipa air harus mengisi seluruh saluran. Permukaan
bebas dipengaruhi oleh tekanan udara. Pada aliran pipa, air yang terkurung dalam
saluran tertutup tidak terpengaruh secara langsung dengan tekanan udara (Fathona
Fajri Junaidi, 2014).
Dewasa ini banyak sekali faktor yang dapat menimbulkan ketidakstabilan
aliran air pada saluran terbuka salah satunya dari penyempitan dengan beberapa
kontur tanah, sampah pada saluran, sehingga pergerakan air yang muncul dan
mengalami perubahan pada debit, kecepatan aliran, tinggi muka air (Sugis Aribawa,
2017).
Oleh karena itu, kami dari Kelompok VI (enam) Sipil melakukan praktikum
Hidrolika dan Saluran Terbuka percobaan Pemodelan Saluran Terbuka di
Laboratorium Keairan dan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Halu
Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara pada hari Sabtu, 05 November 2022 sebagai
bentuk penerapan hidrolika untuk saluran buatan dan dapat membuahkan hasil yang
cukup sesuai dengan kondisi sesungguhnya. Adapun praktikum yang dilakukan pada
percobaan Pemodelan Saluran Terbuka yaitu aliran seragam pada saluran licin, aliran
tidak seragam akibat pembendungan, aliran dibawah pintu sorong, gaya yang bekerja
pada pintu sorong, pengaruh kedalaman kritis terhadap energi spesifik, hydraulic
jump, aliran melalui syphon spillway, aliran melalui parshall flume.

I.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada percobaan Pemodelan Saluran Terbuka, yaitu :
I.2.1 Aliran Seragam pada Saluran Licin
Adapun rumusan masalah pada aliran seragam pada saluran licin, yaitu :
a. Bagaimana cara mendemonstrasikan aliran seragam pada saluran licin?
b. Bagaimana cara menentukan koefisien kekasaran Chezy pada saluran
tersebut?
c. Bagaimana cara mengetahui gaya-gaya pada aliran dan momentum pada
aliran seragam?

I.2.2 Aliran Tidak Seragam Akibat Pembendungan


Adapun rumusan masalah pada aliran tidak seragam akibat pembendungan,
yaitu :
a. Bagaimana cara mendemonstrasikan aliran tidak seragam akibat
pembendungan?
b. Bagaimana cara menunjukkan perbedaan koefisien Chezy pada kedalaman
normal dan pada aliran terbendung?
c. Bagaimana cara mengetahui gaya-gaya pada aliran dan momentum pada
aliran tidak seragam?

I.2.3 Aliran Di Bawah Pintu Sorong


Adapun rumusan masalah pada aliran di bawah pintu sorong, yaitu :
a. Bagaimana cara mendemonstrasikan aliran melalui pintu sorong?
b. Bagaimana cara menunjukkan bahwa pintu sorong dapat digunakan sebagai
alat ukur dan pengatur debit?
I.2.4 Gaya yang Bekerja pada Pintu Sorong
Adapun rumusan masalah pada gaya yang bekerja pada pintu sorong, yaitu :
a. Bagaimana cara menentukan gaya yang bekerja pada pintu sorong?
b. Bagaimana cara menentukan posisi perlawanan gaya terhadap pintu sorong?

I.2.5 Pengaruh Kedalaman Kritis Terhadap Energi Spesifik


Adapun rumusan masalah pada pengaruh kedalaman kritis terhadap energi
spesifik yaitu bagaimana cara menyelidiki hubungan antara energi spesifik
terhadap kedalaman kritis?

I.2.6 Hydraulic Jump


Adapun rumusan masalah pada hydraulic jump, yaitu :
a. Bagaimana cara menyelidiki perubahan aliran akibat hydraulic jump?
b. Bagaimana cara menghitung head loss yang terjadi akibat hydarulic jump?

I.2.7 Aliran Melalui Syphon Spillway


Adapun rumusan masalah pada aliran melalui syphon spillway, yaitu :
a. Bagaimana cara mendemonstrasikan aliran melalui syphon spillway?
b. Bagaimana cara menunjukkan bahwa bangunan pelimpah siphon dapat
digunakan sebagai alat ukur debit?

I.2.8 Aliran Melalui Parshall Flume


Adapun rumusan pada aliran aliran melalui parshall flume, yaitu :
a. Bagaimana cara mendemonstrasikan aliran melalui parshall flume?
b. Bagaimana cara menunjukkan bahwa bangunan parshall dapat digunakan
sebagai alat ukur debit?

I.3 Tujuan Percobaan


Adapun tujuan dari percobaan Pemodelan Saluran Terbuka, yaitu :
I.3.1 Aliran Seragam pada Saluran Licin
Adapun tujuan dari aliran seragam pada saluran licin, yaitu :
a. Untuk mendemonstrasikan aliran seragam pada saluran licin.
b. Untuk menentukan koefisien kekasaran Chezy pada saluran tersebut.
c. Untuk mengetahui gaya-gaya pada aliran dan momentum pada aliran
seragam.

I.3.2 Aliran Tidak Seragam Akibat Pembendungan


Adapun tujuan dari aliran tidak seragam akibat pembendungan, yaitu :
a. Untuk mendemonstrasikan aliran tidak seragam akibat pembendungan.
b. Untuk menunjukkan perbedaan koefisien Chezy pada kedalaman normal
dan pada aliran terbendung.
c. Untuk mengetahui gaya aliran dan momentum pada aliran tidak seragam.

I.3.3 Aliran Di Bawah Pintu Sorong


Adapun tujuan dari aliran di bawah pintu sorong, yaitu :
a. Untuk mendemonstrasikan aliran melalui pintu sorong.
b. Untuk menunjukkan bahwa pintu sorong dapat digunakan sebagai alat ukur
dan pengatur debit.

I.3.4 Gaya yang Bekerja pada Pintu Sorong


Adapun tujuan dari gaya yang bekerja pada pintu sorong, yaitu :
a. Untuk menentukan gaya yang bekerja pada pintu sorong.
b. Untuk menentukan posisi perlawanan gaya terhadap pintu sorong.

I.3.5 Pengaruh Kedalaman Kritis Terhadap Energi Spesifik


Adapun tujuan pengaruh kedalaman kritis terhadap energi spesifik yaitu
untuk menyelidiki hubungan antara energi spesifik terhadap kedalaman kritis.

I.3.6 Hydraulic Jump


Adapun tujuan dari hydraulic jump, yaitu :
a. Untuk menyelidiki perubahan aliran akibat hydraulic jump.
b. Untuk menghitung head loss yang terjadi akibat hydarulic jump.
I.3.7 Aliran Melalui Syphon Spillway
Adapun tujuan dari aliran melalui syphon spillway, yaitu :
a. Untuk mendemonstrasikan aliran melalui syphon spillway.
b. Untuk menunjukkan bahwa bangunan pelimpah siphon dapat digunakan
sebagai alat ukur debit.

I.3.8 Aliran Melalui Parshall Flume


Adapun tujuan dari aliran melalui parshall flume, yaitu :
a. Untuk mendemonstrasikan aliran melalui parshall flume.
b. Untuk menunjukkan bahwa bangunan parshall dapat digunakan sebagai alat
ukur debit.

I.4 Manfaat Percobaan


Adapun manfaat dari percobaan Pemodelan Saluran Terbuka, terdiri dari :
I.4.1 Manfaat Untuk Individu
Manfaat praktikum percobaan Pemodelan Saluran Terbuka adalah sebagai
pemenuhan dan salah satu syarat kelulusan mata kuliah Hidrolika dan Saluran
Terbuka, serta menambah wawasan praktikan dalam memahami segala fenomena
dalam saluran terbuka serta penerapan ilmu teknik sipil.

I.4.2 Manfaat Untuk Instansi


Manfaat percobaan Pemodelan Saluran Terbuka adalah sebagai pedoman
atau literatur dalam perencanaan dan pemanfaatan dari saluran terbuka yang ada
bagi masyarakat serta dapat dijadikan sebagai sumber penelitian kedepannya.

I.4.3 Manfaat Untuk Pengetahuan


Manfaat praktikum percobaan Pemodelan Saluran Terbuka untuk ilmu
pengetahuan adalah dapat menjadi salah satu unsur sarana pembangun ilmu
pengetahuan kedepannya serta dapat dijadikan sebagai literatur atau patokan pada
praktikum percobaan Pemodelan Saluran Terbuka kedepannya dan bahkan bisa
membantah beberapa teori yang ada dalam bentuk praktikum percobaan.
I.5 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dari percobaan Pemodelan Saluran Terbuka,
yaitu:
I.5.1 Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan percobaan, manfaat
percobaan, dan sistematika penulisan.
I.5.2 Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi teori-teori dasar yang berhubungan dengan praktikum sebagai
landasan teoritis.
I.5.3 Bab III Metodologi Praktikum
Bab ini berisi tentang metodologi praktikum mengenai waktu dan tempat,
alat dan bahan, sketsa alat uji, dan prosedur percobaan.
I.5.4 Bab IV Analisa Data
Bab ini berisi tentang pembahasan yang menyangkut pengolahan data yang
diperoleh dari hasil praktikum.
I.5.5 Bab V Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil praktikum yang ditarik dari tujuan serta
saran yang diharapkan dapat memberikan masukan untuk praktikum selanjutnya.
BAB II
TINJAUAUN PUSTAKA

II.1 Aliran Fluida Zat Cair


Fluida adalah suatu zat yang dapat mengalir. Istilah fluida mencakup zat cair
dan gas karena zat cair seperti air atau zat gas seperti udara dapat mengalir. Air,
minyak pelumas, dan susu merupakan contoh zat cair. Semua zat cair itu dapat
dikelompokan ke dalam fluida karena sifatnya yang dapat mengalir dari satu tempat
ke tempat yang lain (Abidin & Wagiani, 2013).
II.1.1 Aliran pada Saluran Terbuka
Saluran terbuka adalah saluran dimana air mengalir dengan muka air bebas.
Kajian tentang perilaku air dikenal dengan mekanika fluida (fluid mechanis). Hal
ini menyangkut sifat-sifat fluida dan pengaruhnya terhadap pola aliran dan gaya
yang akan timbul di anatar fluida dan pembatas (dinding). Telah diketahui secara
umum bahwa akibat adanya perilaku terhadap aliran untuk memenuhi kebutuhan
manusia, menyebabkan terjadinya perubahan alur aliran dalam arah horizontal
maupun vertikal.
Berbagai permasalahan teknik yang berhubungan dengan aliran terkadang
tidak dapat diselesaikan dengan analitis, maka harus melakukan pengamatan
dengan membuat suatu bentuk saluran atau alat peraga, bentuk saluran ini
mempunyai bentuk yang sama dengan permasalahan yang diteliti, tetapi ukuran
dimensi lebih kecil dari yang ada di lapangan (Harseno & Setdin, 2007).

II.1.2 Aluran pada Saluran Tertutup


Pipa adalah saluran tertutup yang berpenampang lingkaran digunakan untuk
mengalirkan fluida dengan aliran penuh. Fluida yang dialirkan dapat berupa zat
cair atau gas. Tekanan di dalam pipa bisa lebih kecil atau lebih besar dari tekanan
atmosfer.
Dalam hal ini yang termasuk dalam saluran tertutup adalah pipa. Pipa adalah
saluran tertutup yang biasanya berpenampang lingkaran yang digunakan untuk
mengalirkan fluida dengan tampang aliran penuh (Ratih Diah Andayani, 2022).
II.1.3 Perbedaan Karakteristik dan Sifat-Sifat antara Aliran pada Saluran
Terbuka dan Tertutup
Perbedaan mendasar antara aliran pada saluran terbuka dan aliran pada pipa
adalah adanya permukaan yang bebas yang (hampir selalu) berupa udara pada
saluran terbuka. Jadi, seandainya pada pipa alirannya tidak penuh sehingga masih
ada rongga yang berisi udara maka sifat dan karakteristik alirannya sama dengan
aliran pada saluran terbuka. Misalnya aliran air pada gorong-gorong. Pada kondisi
saluran penuh air, desainnya harus mengikuti kaidah aliran pada pipa, namun bila
mana aliran air pada gorong- gorong didesain tidak penuh maka sifat alirannya
adalah sama dengan aliran pada saluran terbuka. Perbedaan yang lainnya adalah
saluran terbuka mempunyai kedalaman air (y), sedangkan pada pipa kedalam air
tersebut ditransformasikan berupa (P/y). Oleh karena itu konsep analisis aliran
pada pipa harus dalam kondisi pipa terisi penuh dengan air (Selpan M., 2013).

II.2 Klasifikasi Saluran Terbuka


II.2.1 Berdasarkan Asalnya
Bersadarkan asalnya saluran terbuka dapat berasal dari sungai (natural
channel). Air sungai merupakan contoh aliran terbuka yang paling dapat kita
saksikan secara langsung. Profil memanjang sungai adalah penampang sungai dari
hulu hingga muara sungai.
Aliran air dapat dibedakan menjadi beberapa jenis aliran menurut beberapa
tinjauan. Aliran ditinjau dari sisi waktu yaitu aliran permanen dan aliran tidak
permanen. Aliran ditinjau dari sisi arah aliran yaitu aliran seragam dan aliran
tidak seragam. Aliran ditinjau dari nilai bilangan Reynolds (Re) bilangan yang
menyatakan perbandingan antara kecepatan rerata dengan kekentalan kinematik
(Bambang Triatmojo).
II.2.2 Berdasarkan Konsistensi Bentuk Penampang
Klasifikasi berdasarkan konsistensi bentuk penampang dan kemiringan
dasar, pada saluran terbuka terdiri atas dua yaitu saluran prismatik (prismatic
channel) dan saluran non prismatil. Saluran prismatik yaitu saluran yang bentuk
penampang melintang dan kemiringan dasarnya tetap. Contoh: saluran drainase
dan saluran irigasi. Sedangkan Saluran non prismatik (non prismatic channel),
yaitu saluran yang bentuk penampang melintang dan kemiringan dasarnya
berubah-ubah. Contoh: sungai.

II.3 Dimensi pada Saluran Terbuka


Saluran terdiri dari saluran tertutup dan saluran terbuka. Saluran tertutup
contohnya saluran yang menggunakan pipa, dan saluran terbuka contohnya saluran
air untuk drainase kota. Menurut Triatmodjo B., (1993) saluran terbuka yang
ekonomis adalah saluran yang dapat mengalirkan debit yang besar dan keliling basah
mininum. Bentuk saluran yang demikian dapat diperoleh dari penampang berbentuk
setengah lingkaran.
Saluran yang berpenampang dengan bentuk setengah lingkaran sangat sulit
proses pembuatannya jika dibandingkan dengan saluran yang mempunyai
penampang berbentuk segiempat atau trasesium. Oleh karena itu walaupun bentuk
saluran setengah lingkaran paling ekonomis, namun bentuk ini sangat jarang
digunakan di lapangan. Alternatif lain yang diterapkan di lapangan adalah dengan
memakai saluran berbentuk segiempat untuk dinding beton dan pasangan batu, dan
saluran tanah didesain dengan bentuk trapesium. Hal ini bertujuan untuk
mempertahankan mutu dan keamanan bangunan saluran (Haris et al., 2016).
a. Saluran Trapesium
Penampang saluran dikatakan ekonomis apabila pada debit aliran tertentu
luas penampang saluran minimum dengan R maksimum atau P minimum.
Untuk saluran trapesium, penampang ekonomis dapat dihitung sebagai
berikut:
Gambar 2.1 Saluran Trapesium
(Sumber: Jurnal Teknik Sipil, 2016)
Luas penampang:
A=h(B+mh) ....pers (2.1)

Keliling basah:
P=B+2 h √ 1+ m2 ....pers (2.2)

Jari-jari hidraulis:
A
R ....pers (2.3)
P

Kecepatan:
Q
V= ....pers (2.4)
A
Keterangan :
A = Luas penampang basah (m2)
B = Lebar bawah (m)
h = Tinggi muka air (m)
m = Kemiringan dinding saluran
R = Jari-jari hidraulis (m)
P = Keliling basah saluran (m)
V = Kecepatan aliran
Q = Debit (m3)

b. Saluran Segiempat
Perencanaan saluran dengan model segiempat banyak dipilih untuk talang
jaringan irigasi di daerah perkotaan besar. Penggunaan tebing yang tegak
menjadikan model saluran ini lebih dihindari dari saluran model trapesium.
Hal ini disebabkan untuk membuat dinding yang tegak memerlukan
konstruksi yang kuat dan lebih mahal. Saluran dengan model segiempat ini
dipilih karena ada dua kelebihan yaitu memiliki nilai estetika dan cocok
untuk lahan yang terbatas. Untuk saluran segiempat dapat dihitung sebagai
berikut:

Gambar 2.2 Saluran Trapesium


(Sumber: Jurnal Teknik Sipil, 2016)

Luas penampang basah:

A=Bb ....pers (2.5)

Keliling basah:

P=B+2 h ....pers (2.6)

Jari-jari hidraulis:

A
R= ....pers (2.7)
P

Kecepatan:
Q
V= ....pers (2.8)
A
Keterangan :
A = Luas penampang basah (m2)
B = Lebar bawah (m)
h = Tinggi muka air (m)
m = Kemiringan dinding saluran
R = Jari-jari hidraulis (m)
P = Keliling basah saluran (m)
V = Kecepatan aliran
Q = Debit (m3)
c. Saluran Setengan Lingkaran
Bentuk atau model saluran model setengah lingkaran merupakan
perencanaan saluran terbaik ketiga setelah penampang segiempat dan
trapesium. Model ini mampu menampung debit air yang banyak dan juga
dindingnya kuat. Kapasitas penampung debit airnya hampir sama dengan
penampang segiempat dan trapesium. Model ini dapat dipilih jika lahan
yang tersedia sempit dan anggaran juga sedikit. Jika dilihat dari
kemampuannya dalam menampung air, model setengah lingkatran ini lebih
banyak jika dibandingkan dengan segiempat dan trapesium. Namun dalam
prakteknya, model ini sangat sulit untuk dibuat. Oleh karena itu model
trapesiumlah yang menjadi pilihan yang bayak digunakan dalam pembuatan
saluran. Untuk saluran setengah lingkaran dapat dihitung sebagai berikut:

Gambar 2.3 Saluran setengah lingkaran


(Sumber: Jurnal Teknik Sipil, 2016)
Luas penampang:
1
A= π r 2 ....pers (2.9)
2

Keliling basah:
P=π r ....pers (2.10)

Jari-jari hidraulis:
A
R= ....pers (2.11)
P

Kecepatan:
Q
V= ....pers (2.12)
A
Keterangan :
A = Luas penampang basah (m2)
r = Jari-jari (m)
R = Jari-jari hidraulis (m)
P = Keliling basah saluran (m)
V = Kecepatan aliran
Q = Debit (m3)

II.4 Jenis-Jenis Aliran pada Saluran Terbuka


Aliran melalui saluran terbuka adalah saluran dimana air mengalir dengan
muka bebas serta tekanan di permukaan air adalah sama (tekanan atmosfir). Kondisi
aliran dalam saluran terbuka yang rumit berdasarkan kenyataan bahwa kedudukan
permukaan yang bebas cenderung berubah sesuai waktu dan ruang, dan juga bahwa
kedalaman aliran, debit dan permukaan bebas adalah tergantung sama lain. Kondisi
fisik saluran terbuka jauh lebih bervariasi dibandingkan dengan pipa. Kombinasi
antara perubahan setiap parameter saluran akan mempengaruhi kecepatan yang
dimana kecepatan tersebut akan menentukan keadaan dan sifat aliran.
Aliran saluran terbuka dapat diklasifikasikan menjadi berbagai jenis dan
diuraikan dengan berbagai cara. Berikut adalah beberapa jenis aliran pada saluran
terbuka (Fathona Fajri Junaidi, 2014):
II.4.1 Aliran Permanen dan Tidak Permanen
Jika kecepatan aliran pada suatu titik tidak berubah terhadap waktu, maka
alirannya disebut aliran permanen atau tunak (steady flow), jika kecepatan pada
suatu lokasi tertentu berubah terhadap waktu maka alirannya disebut aliran tidak
permanen atau tidak tunak (unsteady flow).
Dalam hal-hal tertentu dimungkinkan mentransformasikan aliran tidak
permanen menjadi aliran permanen dengan mengacu pada koordinat referensi
yang bergerak. Penyederhanaan ini menawarkan beberapa keuntungan, seperti
untuk kemudahan visualisasi, kemudahan pada penulisan persamaan yang terkait,
dan sebagainya. Penyederhanaan ini hanya mungkin jika bentuk gelombang tidak
berubah dalam perambatannya. Misalnya, bentuk gelombang kejut (surge) tidak
berubah ketika merambat pada saluran halus, dan konsekuensinya perambatan
gelombang kejut yang tidak permanen dapat dikonversi menjadi aliran permanen
dengan koordinat referensi yang bergerak dengan kecepatan absolut gelombang
kejut (Frida Amanda, 2017).

II.4.2 Aliran Seragam dan Tidak Seragam


Jika kecepatan aliran pada suatu waktu tertentu tidak berubah sepanjang
saluran yang ditinjau, maka alirannya disebut aliran seragam (uniform flow).
Namun, jika kecepatan aliran pada saat tertentu berubah terhadap jarak, alirannya
disebut aliran tidak seragam atau aliran berubah (nonuniform flow or varied flow).
Hal tersebut bergantung pada laju perubahan kecepatan terhadap jarak, aliran
dapat diklasifikasikan menjadi aliran berubah lambat laun (gradually varied flow)
atau aliran berubah tiba-tiba (rapidly varied flow) (Frida Amanda, 2017).
Aliran disebut seragam apabila berbagai variabel aliran seperti kedalaman,
tampang basah, kecepatan dan debit di sepanjang saluran adalah konstan.
Demikian juga sebaliknya aliran tidak seragam itu terjadi apabila variabel aliran
tersebut tidak konstan (Fathona Fajri Junaidi, 2014).
II.4.3 Aliran Berdasarkan Densitas
Kerapatan (density) adalah merupakan jumlah atau kuantitas dari suatu zat.
Nilai kerapatan (density) dapat dipengaruhi oleh temperatur, semakin tinggi
temperatur maka kerapatan suatu fluida semakin berkurang karena disebabkan
gaya kohesi dari molekulmolekul fluida semakin berkurang.
Kerapatan suatu fluida didefinisikan sebagai massa tiap satuan volume pada
suatu temperatur dan tekanan tertentu. Kerapatan dinyatakan dengan ρ dan
dirumuskan sebagai berikut (Eko Singgih Priyanto, 2012) :

massa m
P= = (Kg/m3) ....pers (2.13)
satuanvolume v

Keterangan :
P = Kerapatan (Kg/m3)
m = Massa (Kg)
v = Satuan volume (m3)

II.4.4 Aliran Berdasarkan Bilangan Reynolds


Tipe aliran dapat dibedakan menggunakan bilangan Reynolds. Menurut
Reynolds tipe aliran dibedakan sebagai berikut (Eko Singgih Priyanto, 2012) :
a. Aliran laminer adalah suatu tipe aliran yang ditunjukkan oleh gerak partikel-
partikel menurut garis-garis arusnya yang halus dan sejajar. Dengan nilai
Reynolds (Re < 3200).
b. Aliran transisi biasanya sulit untuk diamati dan nilai bilangannya Reynolds
(Re = 3200).
c. Aliran turbulen mempunyai nilai bilangan Reynolds (Re > 3200). Aliran ini
tidak mempunyai garis-garis arus yang lebih dan sejajar sama sekali.

Persamaan untuk menghitung Bilangan Reynolds adalah sebagai berikut:


U.I
ℜ= ....pers (2.14)
v
Keterangan :
Re = Bilangan Reynolds
U = Kecepatan aliran (m/det)
I = Panjang karakteristik (m)
v = Viskositas kinematik (m2/det)

II.4.5 Aliran Berdasarkan Bilangan Froude


Aliran dikatakan kritis apabila kecepatan aliran sama dengan kecepatan
gelombang gravitasi dengan amplitudo kecil. Gelombang gravitasi dapat
dibangkitkan dengan merubah kedalaman. Jika kecepatan aliran lebih kecil
daripada kecepatan kritis, maka alirannya disebut subkritis, dan jika kecepatan
alirannya lebih besar daripada kecepatan kritis, alirannya disebut superkritis.
Parameter yang menentukan ketiga jenis aliran tersebut adalah nisbah antara
gaya gravitasi dan gaya inertia, yang dinyatakan dengan bilangan Froude (Fr).
Untuk saluran berbentuk persegi, bilangan Froude didefinisikan sebagai berikut
(Frida Amanda, 2017) :

U
Fr= ....pers (2.15)
√g. h

Keterangan :
Fr = Bilangan Froude
U = Kecepatan aliran (m/det)
g = Percepatan gravitasi (m/det2)
h = Kedalaman aliran (m)

Nilai kecepatan (U) diperoleh dengan rumus :

Q
V= ....pers (2.16)
A
Keterangan :
V = Kecepatan aliran (m/det)
Q = Debit aliran (m3/det)
A = Luas saluran (m2)

Nilai luas saluran (A) diperoleh dengan rumus :

A=b . H ....pers (2.17)

Keterangan :
A = Luas saluran (m2)
b = Lebar saluran (m)
H = Tinggi saluran (m)
II.4.6 Aliran Berdasarkan Pergerakan Partikel Fluida
Fluida adalah suatu zat yang dapat mengalir dapat berupa cairan atau gas.
Salah satu cabang ilmu fisika yang membahas tentang fluida adalah dinamika
fluida. Dinamika fluida memberi gambaran tentang gerak fluida dalam batas
ruang tertentu. Salah satu contoh fluida adalah air. Aliran air yang ada di alam ini
memiliki bentuk beragam, karena berbagai sebab dari keadaan alam baik bentuk
permukaan tempat mengalirnya air juga akibat arah arus yang tidak mudah untuk
digambarkan. Untuk dapat menjelaskan tentang gerak fluida maka gerak ini lebih
dahulu harus dapat diketahui semua persamaan diferensial yang dapat diselesaikan
secara analitik maupu numerik. Persamaan dasar yang dibutuhkan adalah
persamaan kontinuitas dan persamaan gerak yang berkaitan dengan hukum
Newton II.
Dalam mekanika fluida, maka aliran fluida dapat dibagi menjdi 3 jenis,
yaitu: aliran laminer, aliran turbulen, dan aliran transisi. Aliran laminar terjadi
apabila partikel-partikel zat cair bergerak teratur dengan membentuk garis lintasan
kontiniu dan tidak saling berpotongan, aliran laminar juga dapat terjadi jika aliran
rendah, ukuran saluran sangat kecil dan zat cair mempunyai kekentalan. Aliran
dengan fluida yang bergerak dalam lapisan-lapisan, atau lamina-lamina dengan
satu lapisan meluncur secara lancar. Dalam aliran laminar ini viskositas berfungsi
untuk meredam kecendrungan terjadinya gerakan relatif antara lapisan (Maria
Ulfah Handayani, 2016).

II.5 Faktor Kekasaran pada Saluran Terbuka


Menurut (Triatmojo 1996), pada zat cair ideal aliran melalui bidang batas
mempunyai distribusi kecepatan merata. Sedang pada zat cair riil, karena adanya
pengaruh kekentalan, kecepatan di daerah dekat bidang batas mengalami
perlambatan dan pada bidang batas kecepatan adalah nol. Lapis zat cair di dekat
bidang batas dimana pengaruh kekentalan dominan disebut dengan lapis batas.
Konsep adanya sub lapis laminer di dalam lapis batas pada aliran turbulen
dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku kekasaran permukaan. Apabila
permukaan bidang batas dibesarkan, akan terlihat bahwa permukaan tersebut tidak
halus. Tinggi efektif ketidakteraturan permukaan yang membentuk kekasaran disebut
dengan tinggi kekasaran k. Perbandingan antara tinggi kekasaran dan jari-jari
hidraulis (k/R) atau diameter pipa (k/D) disebut dengan kekasaran relatif (Selpan M.,
2013).
Adapun rumus kekasaran adalah sebagai berikut:

I 2/ 3 1/ 2
n= R I ....pers (2.18)
V
Keterangan :
n = Koefisien kekasaran
V = Kecepatan aliran (m/s)
R = Jari-jari hidraulis (m)
S = Kemiringan melintang normal perkerasan jalan (%)
I = Kemiringan saluran samping (%)
II.6 Aliran melalui Bendung Persegi Panjang
Bendung merupakan konstruksi untuk menaikkan permukaan air di sungai dan
berfungsi juga sebagai sarana pengukur debit aliran. Di samping itu bendung juga
merupa kan bentuk bangunan pelimpah yang paling sederhana. Sifat-sifat aliran yang
melalui bendung pada awalnya dikenal sebagai dasar perencanaan pelimpah dengan
mercu bulat, yakni profil pelimpah yang ditentukan sesuai dengan bentuk-bentuk
permukaan tirai luapan bawah atas bendung mercu tajam. Debit yang mengalir di
atas bendung dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Q=2045,1 x H 2,5994 ....pers (2.19)


Keterangan :
Q = Debit (m3)
H = Tinggi saluran (m)

Bendung selain digunakan sebagai peninggi elevasi muka air, juga dapat
digunakan sebagai alat ukur debit air. Bendung dan bendungan masing-masing
memiliki fungsi yang berbeda. Bendung dibuat sebagai peninggi elevasi muka air
sehingga dengan kondisi permukaan air yang telah dibendung air akan dialirkan ke
tempat yang kita inginkan. Sedangkan bendungan digunakan untuk menampung
aliran, bila terjadi overflow diharapkan tidak terjadi banjir besar yang diakibatkan
terlalu tingginya elevasi permukaan air yang mengalir pada saluran tersebut, atau
dengan kata lain fungsi daripada bendungan tersebut sebagai pengendali banjir
(Anwar, 2016).

II.7 Aliran melalui Pintu Sorong


Pintu sorong (sluice gate) merupakan bangunan hidrolik yang sering digunakan
untuk mengatur debit intake pada embung atau di saluran irigasi. Di dalam sistim
saluran irigasi, pintu sorong biasanya ditempatkan pada bagian pengambilan dan
bangunan bagi sadap balk itu sekunder maupun tersier. Selain itu, alat ini juga dapat
digunakan pada industri misalnya di saluran pengolahan atau pembuangan (Dua
K.S.Y. Klaas, 2010).

Anda mungkin juga menyukai