Anda di halaman 1dari 10

Utang Budi Kedokteran Modern

Kontribusi umat Islam bagi peradaban manusia adalah fakta yang tak terbantahkan. Para
sejarawan sains Barat dalam sebuah konferensi mengakui bahwa dunia kedokteran modern 
berutang begitu banyak terhadap para ilmuwan Muslim di era keemasan Islam. Betapa tidak,
dokter Muslim di era kekhalifahan merupakan perintis diagnosis dan penyembuhan beragam
penyakit.

Dr Emilie Savage-Smith dari St Cross College di Oxford mengungkapkan, Islam adalah


peradaban pertama yang memiliki rumah sakit. Menurut dia, rumah sakit pertama di dunia
dibangun Kekhalifahan Abbasiyah di kota Baghdad, Irak sekitar tahun 800 M. ”Rumah sakit 
yang berdiri di Baghdad itu lebih mutakhir dibandingkan rumah sakit di Eropa Barat yang
dibangun beberapa abad setelahnya,” papar Savage-Smith seperti dikutip  Independent.

Savage-Smith mengungkapkan, rumah sakit (RS) Islam terbesar di zaman keemasan dibangun
di Mesir dan Suriah pada abad ke-12 dan 13 M. Pada masa itu, RS Islam sudah menerapkan
sistem perawatan pasien berdasarkan penyakitnya. Menurut Savage-Smith, pembangunan
sebuah sistem rumah sakit yang begitu luas merupakan salah satu pencapaian terbesar dalam
peradaban Islam pada abad pertengahan.

”Peradaban Islam pada abad ke-10 M untuk pertama kalinya memperkenalkan sistem
pendidikan kedokteran secara langsung di rumah sakit,” papar Savage-Smith. Ia pun
mengagumi Islam yang mengajarkan umatnya untuk merawat seluruh jenis penyakit tanpa
memandang status ekonomi pasiennya.

Menurut dia, rumah sakit Islam pada era kejayaannya terbuka bagi semua; laki-laki, perempuan,
warga sipil, militer, kaya, miskin, Muslim dan non-Muslim. Pada masa itu, kata Savage-Smith,
rumah sakit memiliki beragam fungsi yakni sebagai; pusat perawatan kesehatan, rumah
penyembuhan bagi pasien yang sedang dalam tahap pemulihan dari sakit atau kecelakaan.

Selain itu, ungkap Savage-Smith, peradaban Islam juga sudah memiliki rumah sakit jiwa atau 
insane asylum.   Menurut dia, masyarakat Muslim juga tercacat sebagai yang pertama
mendirikan dan memiliki  rumah sakit jiwa. Rumah sakit pada era keemasan Islam juga berfungsi
sebagai tempat perawatan para manusia lanjut usia (manula) yang keluarganya kurang
beruntung.
Smith-Savage menuturkan, para dokter Muslim menguasai dunia kedokteran berkat upaya
penerjemahan terhadap karya-karya  kedokteran Yunani klasik. Tak cuma menerjemahkan,
namun para dokter Muslim pun mengembangkan, menemukan  serta menulis buku-buku
kedokteran.

Para dokter Muslim pun berhasil menemukan sejumlah penyakit, cara pengobatan hingga
penyembuhannya. Menurut Smith-Savage, dokter Muslim telah mampu menjelaskan beragam
jenis penyakit infeksi seperti cacar air. Selain itu, kedokteran Islam juga menemukan penyakit
yang sebelumnya tak diketahui manusia, seperti kataraks. Bahkan, kedokteran Islam juga telah
berhasil melakukan operasi atau bedah.

Peradaban Barat pun belajar dan mengembangkan hasil penemuan dan penelitian di bidang
kedokteran. Tanpa kontribusi kedokteran Islam, boleh jadi dunia Barat tak akan menguasai ilmu
kedokteran seperti saat ini.

Ilmuan Islam Perintis Pengobatan Penyakit Jiwa

Peradaban Barat kerap mengklaim bahwa Philipe Pinel (1793) merupakan orang pertama yang
memperkenalkan metode penyembuhan penyakit jiwa. Tak cuma itu, Barat juga menyatakan
rumah sakit jiwa (RSJ) pertama di dunia adalah  Vienna’s Narrenturm  yang dibangun pada
tahun 1784.  Benarkah klaim peradaban Barat itu?

Klaim itu tentu sangat tak berdasar. Sebab, jauh sebelum Barat mengenal metode
penyembuhan penyakit jiwa berikut tempat perawatannya, pada abad ke-8 M di Kota Baghdad.
Menurut  Syed Ibrahim B PhD dalam bukunya berjudul  “Islamic Medicine: 1000 years ahead of
its times”, mengatakan, rumah sakit jiwa atau  insane asylums telah didirikan para dokter dan
psikolog Islam  beberapa abad sebelum peradaban Barat menemukannya.

Hampir semua kota besar di dunia Islam pada era keemasan telah memiliki rumah sakit jiwa.
Selain di Baghdad  ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah   insane asylum juga terdapat di kota Fes,
Maroko. Selain itu,  rumah sakit jiwa juga sudah berdiri di Kairo, Mesir  pada tahun 800 M. Pada
abad ke-13 M,  kota Damaskus dan Aleppo juga telah memiliki rumah sakit jiwa.

Mari kita bandingkan dengan Inggris. Negara terkemuka di Eropa itu baru membuka rumah sakit
jiwa pada t1831 M. Rumah sakit jiwa pertama di negeri Ratu Elizabeth itu adalah Middlesex
County Asylum yang terletak di Hanwell sebelah barat London. Pemerintah Inggris membuka
rumah sakit jiwa setelah mendapat desakan dari Middlesex County Court Judges. Setelah itu
Inggris mengeluarkan Madhouse Act 1828 M.

Lalu bagaimana peradaban Islam mulai mengembangkan pengobatan kesehatan jiwa?  Menurut
Syed Ibrahim, berbeda dengan para dokter Kristen di abad pertengahan yang mendasarkan
sakit jiwa pada penjelasan yang takhayul, dokter Muslim justru lebih bersifat rasional.

Para dokter Muslim mengkaji justru melakukan kajian klinis terhadap pasien-pasien yang
menderita sakit jiwa. Tak heran jika para dokter Muslim berhasil mencapai kemajuan yang
signifikan dalam bidang ini. Mereka berhasil menemukan psikiatri dan pengobatannya berupa
psikoterapi dan pembinaa moral bagi penderita sakit jiwa.

”Selain itu, para dokter dan psikolog Muslim juga mampu menemukan bentuk pengobatan
modern bagi penderita sakit jiwa seperti, mandi pengbatan dengan obat, musik terapi dan  terapi
jabatan,” papar Syed Ibrahim.

Konsep kesehatan mental atau  al-tibb al-ruhani pertama kali diperkenalkan dunia kedokteran
Islam oleh seorang dokter dari Persia bernama Abu Zayd Ahmed ibnu Sahl al-Balkhi (850-934).
Dalam kitabnya berjudul  Masalih al-Abdan wa al-Anfus (Makanan untuk Tubuh dan Jiwa), al-
Balkhi berhasil menghubungkan penyakit antara tubuh dan jiwa. Ia biasa menggunakan istilah 
al-Tibb al-Ruhani untuk menjelaskan keseharan spritual dan kesehatan psikologi.

Sedangkan untuk  kesehatan mental dia kerap menggunakan istilah  Tibb al-Qalb . Ia pun sangat
terkenal dengan teori yang dicetuskannya tentang kesehatan jiwa yang berhubungan dengan
tubuh. Menurut dia, gangguan atau penyakit pikiran sangat berhubungan dengan kesehatan
badan. Jika jiwa sakit, maka tubuh pun tak akan bisa menikmati hidup dan itu bisa menimbulkan
penyakit kejiwaan,  tutur al-Balkhi.

Menurut al-Balkhi, badan dan jiwa bisa sehat dan bisa pula sakit. Inilah yang disebut
keseimbangan dan ketidakseimbangan. Dia menulis bahwa ketidakseimbangan dalam tubuh
dapat menyebabkan demam, sakit kepala, dan rasa sakit di badan. Sedangkan,
ketidakseimbangan dalam jiwa dapat mencipatakan kemarahan, kegelisahan, kesedihan, dan
gejala-gejala yang berhubungan dengan kejiwaan lainnya.

Dia juga mengungkapkan dua macam penyebab depresi. Menurut dia, depresi bisa disebabkan
alasan yang diketahui, seperti mengalami kegagalan atau kehilangan. Ini bisa disembuhkan
secara psikologis. Kedua, depresi bisa terjadi oleh alasan-alasan yang tak diketahui, kemukinan
disebabkan alasan psikologis. Tipe kedua ini bisa disembuhkan melalui pemeriksaan ilmu
kedokteran.

Selain  al-Balkhi, peradaban Islam juga memiliki dokter kejiwaan bernama Ali ibnu Sahl Rabban
al-Tabari. Lewat  kitab  Firdous al-Hikmah yang ditulisnya pada abad ke-9 M, dia telah
mengembangkan psikoterapi untuk menyembuhkan pasien yang mengalami gangguan jiwa.  Al-
Tabari menekankan kuatnya hubungan antara psikologi dengan kedokteran.

Menurut dia, untuk mengobati pasien gangguan jiwa membutuhkan konseling dan dan
psikoterapi. Al-Tabari menjelaskan, pasien kerap kali mengalami sakit karena imajinasi atau
keyakinan yang sesat. Untuk mengobatinya, kata al-Tabari, dapat dilakukan melalui ”konseling
bijak”. Terapi ini bisa dilakukan oleh seorang dokter yang cerdas dan punya humor yang tinggi.
Caranya dengan membangkitkan kembali kepercayaan diri pasiennya.
Melalui kitab yang ditulisnya yakni  El-Mansuri dan  Al-Hawi , dokter Muslim legendaris al-Razi 
juga telah berhasil mengungkapkan definisi symptoms (gejala) dan perawatannya untuk
menangani sakit mental dan masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan mental.

Al-Razi juga tercatat sebagai dokter atau psikolog pertama yang membuka ruang psikiatri di
sebuah rumah sakit di Kota Baghdad.  Pemikir Muslim lainnya di masa keemasan Islam yang
turut menyumbangkan pemikirannya untuk pengobatan penyakit kejiwaan adalah Al-Farabi.
Ilmuwan termasyhur ini secara khusus menulis risalah terkait psikologi sosial dan berhubungan
dengan studi kesadaran.

Selain itu, Ibnu Zuhr, alias Avenzoar  juga  telah berhasil mengungkap  penyakit syaraf secara
akurat. Ibnu Zuhr juga telah memberi sumbangan yang berarti bagi neuropharmakology modern.
Yang tak kalah penting lagi, Ibnu Rusyd atau Averroes  ilmuwan Muslim termasyhur – telah
mencetuskan adanya penyakit Parkinson’s.

Sejarawan Francis Bacon menyebut Al-Haitham sebagai ilmuwan yang meletakkan dasar-dasar
psychophysics dan psikologi eksperimental. Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukannya,
Bacon merasa yakin bahwa Al-Haitham adalah sarjana pertama yang berhasil menggabungkan
fisika dengan psikologi, dibandingkan Fechner yang baru menulis  Elements of Psychophysics
pada tahun 1860 M. Begitulah, kedokteran dan psikologi Islam mengembangkan pengobatan
penyakit jiwa.

Al-Baitar : Sang Penemu Hindiba

Abu Muhammad Abdallah Ibn Ahmad Ibn al-Baitar Dhiya al-Din al-Malaqi, itulah nama lengkap
ilmuwan Muslim legendaris yang biasa dipanggil al-Baitar. Ia adalah seorang ahli botani
(tetumbuhan) dan farmasi (obat-obatan) pada era kejayaan Islam. Terlahir pada akhir abad ke-
12 M di kota Malaga (Spanyol), Ibnu Al-Baitar menghabiskan masa kecilnya di tanah Andalusia
tersebut.

Minatnya pada tumbuh-tumbuhan sudah tertanah semenjak kecil. Beranjak dewasa, dia pun
belajar banyak mengenai ilmu botani kepada Abu al-Abbas al-Nabati yang pada masa itu
merupakan ahli botani terkemuka. Dari sinilah, al-Baitar pun lantas banyak berkelana untuk
mengumpulkan beraneka ragam jenis tumbuhan.
Tahun 1219 dia meninggalkan Spanyol untuk sebuah ekspedisi mencari ragam tumbuhan.
Bersama beberapa pembantunya, al-Baitar menyusuri sepanjang pantai utara Afrika dan Asia
Timur Jauh. Tidak diketahui apakah jalan darat atau laut yang dilalui, namun lokasi utama yang
pernah disinggahi antara lain Bugia, Qastantunia (Konstantinopel), Tunisia, Tripoli, Barqa dan
Adalia. Setelah tahun 1224 al-Baitar bekerja untuk al-Kamil, gubernur Mesir, dan di percaya
menjadi kepala ahli tanaman obat.

Tahun 1227, al-Kamil meluaskan kekuasaannya hingga Damaskus dan al-Baitar selalu
menyertainya di setiap perjalanan. Ini sekaligus dimanfaatkan untuk banyak mengumpulkan
tumbuhan. Ketika tinggal beberapa tahun di Suriah, Al-Baitar berkesempatan mengadakan
penelitian tumbuhan di area yang sangat luas, termasuk Saudi Arabia dan Palestina, di mana dia
sanggup mengumpul kan tanaman dari sejumlah lokasi di sana. Sumbangsih utama Al-Baitar
adalah Kitab al-Jami fi al-Adwiya al- Mufrada.

Buku ini sangat populer dan merupakan kitab paling terkemuka mengenai tumbuhan dan
kaitannya dengan ilmu pengobatan Arab. Kitab ini menjadi rujukan para ahli tumbuhan dan obat-
obatan hingga abad ke-16. Ensiklopedia tumbuhan yang ada dalam kitab ini mencakup 1.400
item, terbanyak adalah tumbuhan obat dan sayur mayur termasuk 200 tumbuhan yang
sebelumnya tidak diketahui jenisnya. Kitab tersebut pun dirujuk oleh 150 penulis, kebanyakan
asal Arab, dan dikutip oleh lebih dari 20 ilmuwan Yunani sebelum diterjemahkan ke bahasa Latin
serta dipublikasikan tahun 1758. Karya fenomenal kedua Al-Baitar adalah Kitab al-Mughni fi al-
Adwiya al-Mufradayakni ensiklopedia obat-obatan.

Obat bius masuk dalam daftar obat terapetik. Ditambah pula dengan 20 bab tentang beragam
khasiat tanaman yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Pada masalah pembedahan yang
dibahas dalam kitab ini, Al-Baitar banyak dikutip sebagai ahli bedah Muslim ternama, Abul
Qasim Zahrawi. Selain bahasa Arab, Baitar pun kerap memberikan nama Latin dan Yunani
kepada tumbuhan, serta memberikan transfer pengetahuan.

Kontribusi Al-Baitar tersebut merupakan hasil observasi, penelitian serta peng klasifikasian
selama bertahun-tahun. Dan karyanya tersebut di kemudian hari amat mempengaruhi
perkembang an ilmu botani dan kedokteran baik di Eropa maupun Asia. Meski karyanya yang
lain K itab Al-Jamibaru diterjemahkan dan dipublikasikan ke dalam bahasa asing, namun banyak
ilmuwan telah lama mempelajari bahasan-bahas an dalam kitab ini dan memanfaatkannya bagi
kepentingan umat manusia.

Warisan Pengobatan Turun-temurun Pengobatan Islam

Dunia medis mencatat penyakit jantung merupakan menyebab nomor wajhid kematian di
belahan dunia. Pada 2002, penyakit jantung telah menyebabkan 17 juta kasus kematian di
dunia. Penyakit ini masih tetap menjadi ”mesin pembunuh” yang harus terus diwaspadai.  Pada
2020 mendatang, para ahli memperkirakan, kematian akibat penyakit jantung akan mencapai 20
juta kasus.
Dunia kedokteran Islam telah mengenal dan menguasai penyakit jantung  sejak 900 tahun
silam.  Menurut Rabie E Abdel-Halim dan Salah R Elfaqih  dalam karyanya bertajuk  ”Pericardial
Pathology 900 Years Ago: A Study and Translations from an Arabic Medical Textbook,” dunia
medis Islam di era kekhalifahan sudah menguasai ilmu pengobatan penyakit jantung.

Menurut Abdel-Halim,  dokter Muslim yang sudah mengkaji dan mengasai pengobatan penyakit
jantung  di zaman keemasan Islam adalah  Ibnu Zuhr (1091-1161 M). Berdasarkan hasil kajian
dari Kitab al-Taysir, karya dokter Muslim legendaris  dari Andalusia itu, para sejarawan sains
menemukan fakta bahwa  Ibnu Zuhr sudah menguasai pengobatan pericarditis.

Pericarditis  merupakan penyakit peradangan pada pericardium (kantong yang mengelilingi


jantung). Pericarditis dapat menyebabkan cairan menumpuk di dalam pericardium dan menekan
jantung, membatasi kemampuan jantung untuk mengisi dan memompa darah.

Ibnu Zuhr membahas dan mengkaji pengobatan tentang pericarditis dalam kitab berbahasa Arab
yang berjudul Kitab al-Taysir fi al-Mudawat wal Tadbir. Kitab itu  terdiri dari dua volume dalam
satu edisi.  Kajian tentang pericarditis dikupas sang dokter dalam bab khusus bertajuk Dhikru
amradh al-qalb.

Dalam kitab itu, Ibnu Zuhr telah menyebutkan adanya fenomena penumpukan cairan yang
membuat kemampuan jantung menjadi terbatas. Ibnu Zuhr menyebut cairan itu sebagai Dhikru
al-Ruttubah allati Ta’ridd fi Ghisha al-Qalb.

Dalam kitab kedokterannya, Ibnu Zuhr meletakkan pembahasan penyakit jantung, setelah
penyakit paru-paru dan sebelum penyakit hati. Menurut Abdel-Halim dan Elfaqih,  Ibnu Zuhr
membuka kajiannya tentang penyakit jantung dengan sebuah pernyataaan, “Penyakit jantung
dapat menyebabkan organ-organ lain menderita.”

Ibnu Zuhr membahas berbagai penyakit jantung dimulai dengan tawarrum (pembengkakan),
ikhtilaj (deyutan) dan khafaqan (debaran).  Sang dokter membahas ketiganya  dalam judul yang
terpisah. Setelah membahas ketiga masalah jantung itu, Ibnu Zuhr lalu membahas tentang
pericarditis.

“Pembahasan mengenai pericarditis merupakan karya tertua dari empat manuskrip yang
ditulisnya,” ujar Abdel-Halim. Hal itu juga dibahas oleh Al-Khoori M dalam karyanya Kitab Al-
Taysir Fi Al-Mudawat wa-’l-Tadbir by Marwan Ibn Zuhr.

Menurut Halim dan Elfaqih,  masalah pericarditis diterjemahkan dari halaman 183 dan 184 dari
Kitab al-Taysir.  Berikut penjelasan Ibnu Zuhr tentang pericarditis, ”Kumpulan cairan dapat
menutupi jantung: Di jantung, dapat terjadi penumpukan cairan yang mirip urine. Cairan itu
ditemukan menutupi jantung. Kejadian ini bisa menyebabkan kematian pada pasien.”

Ibnu Zuhr menuturkan, perawatan terhadap kondisi itu belum pernah dijelaskan dokter mana pun
sebelumnya, termasuk Galen. Ia lalu mencari solusi untuk mengobati penyakit pericarditis itu
dengan caranya sendiri. ”Pengobatan aromatik dengan cairan, tonik dan pelembab berkualitas,
mungkin bermanfaat,” tutur Ibnu Zuhr.

Selain itu, Ibnu Zuhr juga menawarkan pengobatan lainnya dengan memakan apel atau minum
susu segar yang diperoleh dari kambing muda serta mandi dengan air yang hangat. Ia juga
menawarkan pengobatan dengan menggunakan sirup “Rayhan”  atau sirup dari  Cendana. Sang
dokter juga menginstruksikan pasiennya untuk secara teratur menghirup aroma segar.
”Jika dokter menunda (perawatan) bahkan untuk waktu yang singkat, pasien akan mati karena
jantung merupakan salah satu organ vital,” tuturnya. Sejatinya,  Ibnu Zuhr tidak hanya
menjelaskan jenis-jenis pericarditis yang serius, namun juga secara akurat memotret temuannya
mengenai penyakit dalam fibrinous pericarditis.

Menurut DeBono DP dalam karyanya berjudul Diseases of the Cardiovascular System,”


penjelasan Ibnu Zuhr tentang cairan yang menutup pericardium seperti ”air urine”  sangat sesuai
dengan temuan kedokteran modern.  “Ini, juga, menunjukkan bahwa ia telah melihat dan
mengamati kumpulan  cairan yang belum pernah diperoleh kecuali oleh pericardiocentesis atau
bedah mayat.”

Ibnu Zuhr tampaknya telah melakukan bedah jantung, karena mampu menjelaskan tentang  “zat
padat yang terkumpul di dalam jantung yang menutupi lapisan atas dari lapisan membran”. 
Abdel-Halim dalam karyanya berjudul Pediatric Urology 1000 Years Ago mengungkapkan,  Kitab
al-Taysir Ibnu Zuhr mengikuti skema al-Razi (Rhazes, 841-926 M) dalam mengklasifikasi
penyakit menurut organ terpengaruh.

Setiap bab dimulai dengan definisi kolektif dan klasifikasi utama penyakit yang diikuti dengan
ringkasan  dari organ yang normal dan abnormal, menganalisis struktur asal dari gangguan
penyakit. kemudian membahas gambar klinis, diferensial diagnosa dan prognosa.

“Selain itu, ia mengkritisi tinjauan pandangan orang dahulu dari pengalamannya sendiri,” jelas
Neuburger M dalam karyanya History of Medicine.  Dalam penjelasannya,  Ibnu Zuhr
menyatakan bahwa jantung merupakan sebuah organ vital yang  pokok dan utama.  Dunia Islam
telah menyumbangkan begitu banyak penemuan bagi dunia kedokteran modern.

Jejak Hidup Sang Dokter

Abu Marwan Abdal-Malik Ibnu Zuhr. Itulah nama lengkap Avenzoar atau Ibnu Zuhr yang terlahir
di Seville, Spanyol, pada tahun 1091 M. Dia dikenal sebagai dokter, apoteker, ahli bedah,
sarjana Islam, dan seorang guru. Beberapa sejarawan menyebut Ibnu Zuhr sebagai orang
Yahudi, namun Bapak Sejarah Sains, George Sarton memastikan bahwa sang dokter adalah
seorang Muslim.

Ia menimba ilmu kedokteran di Universitas Cordoba. Ibnu Zuhr merupakan keturunan dari
keluarga Bani Zuhr yang melahirkan lima generasi dokter, termasuk dua di antaranya wanita.
Ibnu Zuhrpertama kali belajar praktik kedokteran dari ayahnya bernama Abu’l-Ala Zuhr (wafat
tahun 1131 M). Kakeknya juga adalah seorang dokter yang termasyhur di Andalusia.

Setelah merampungkan studinya, sastra, hukum, dan doktrin, Ibnu Zuhr mulai mendalami ilmu
kedokteran secara khusus, Ibnu Zuhr lalu mendedikasikan dirinya untuk penguasa Dinasti Al-
Murabitunpenguasa Spanyol Islam setelah padamnya Kekhalifah an Umayyah. Hubungannya
dengan penguasa Dinasti Murabitun memburuk ketika Ali Ibnu Yussuf Ibnu Tachfine berkuasa.

Ibnu Zuhr lalu dipenjara selama 10 tahun di Marrakech. Setelah kekuasaan dinasti itu berakhir,
Ibnu Zuhr kembali ke Andalusia dan mengabdi pada Abd al-Mu’minpenguasa pertama Dinasti Al-
Muwahidun. Ia adalah teman, murid, dan guru seorang dokter serta filsuf terkemuka Ibnu Rushd.
Di era kekuasaan Dinasti Muwahidun, Ibnu Zuhr menulis karya-karyanya. Ia tutup usia pada
1161 M di tanah kelahirannya, Seville. Meski begitu, ia tetap dikenang dan namanya masih tetap
abadi.
Ibnu Zuhr mewariskan beberapa kitab kedokteran penting bagi peradaban manusia modern,
seperti: Kitab at-Taysirfi al-mudawat wa at-tadbir (Perawatan dan Diet). Ini adalah ensiklopedia
kedokteran yang membuktikan bakat dan keahlian Ibnu Zuhr. Dia lalu menawarkan kepada
temannya, Ibnu Rushd, untuk mengumpulkan bukunya dalam Generalities in Medicine.

Kedua buku itu saling melengkapi satu sama lain. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa
Latin pada 1490 M dan masih digunakan sebagai referensi hingga abad ke-17 M. Salinan buku
kompilasi antara karya Ibnu Zuhr dan Ibnu Rushd itu masih tersimpan di banyak perpustakaan,
seperti di Perpustakaan Umum Rabat, perpustakaan-perpustakaan di Paris, Oxford di Inggris,
dan Florence di Italia.

Kitab al-Iktisad fi Islah an-Nufus wa al-Ajsad (Curing souls and bodies) adalah rangkuman
berbagai penyakit, perawatannya, pencegahan, kesehatan, dan psikoterapi. Salinan kitab ini
masih tersimpan di Perpustakaan Istana di Rabat.

Kitab al-Aghdia wa al-adwya (Nutrition and Medication). Dalam kitab ini, Ibnu Zuhr menjelaskan
beragam jenis makanan bergizi, obat-obatan, serta dampaknya bagi kesehatan risalah. Dua
salinannya masih tersimpan dengan baik di Perpustakaan Istana di Rabat. Lewat karya-karyanya
itulah pemikiran Ibnu Zuhr hingga kini tak pernah mati.

Kanker merupakan penyakit mematikan yang ditakuti umat manusia. Badan kesehatan dunia,
WHO memperkirakan pada 2010, kanker akan menjadi penyakit penyebab kematian nomor
wahid di dunia mengalahkan serangan jantung. Menurut prediksi WHO, pada 2030, akan ada 75
juta orang yang terkena kanker di seluruh dunia. Sejatinya, kanker bukanlah penyakit baru. Di
era kejayaan peradaban Islam, para dokter Muslim telah mampu mendiagnosis dan mengobati
penyakit kanker. Tak hanya itu, dokter Muslim, seperti Ibnu Sina dan al-Baitar pun telah
menemukan obat untuk menyembuhkan penyakit yang mematikan itu.

Adalah al-Baitar, seorang ilmuwan Muslim abad ke-12 M yang berhasil menemukan ramuan
herbal untuk meng obati kanker bernama Hindiba. Ramuan Hindiba yang ditemukan al-Baitar itu
mengandung zat antikanker yang juga bisa menyembuhkan tumor dan ganguan-gangguan
neoplastic.

Kepala Departemen Sejarah dan Etika, Universitas Istanbul, Turki, Prof Nil Sari dalam karyanya
Hindiba: A Drug for Cancer Treatment in Muslim Heritage, telah membuktikan khasiat dan
kebenaran ramuan herbal Hindiba yang ditemukan al-Baitar itu. Ia dan sejumlah dokter lainnya
telah melakukan pengujian secara ilmiah dan bahkan telah mempatenkan Hindiba yang
ditemukan al-Baitar.

Menurut Prof Nil Sari, Hindiba telah dikenal para ahli pengobatan (pharmacologis) Muslim, serta
herbalis di dunia Islam. Umat Muslim telah menggunakan ramuan untuk menyembuhkan kanker
jauh sebelum dokter di dunia Barat menemukannya, ungkap Prof Nil Sari. Setelah melakukan
pengujian secara ilmiah, Prof Nil Sari menyimpulkan bahwa, Hindiba memiliki kekuatan untuk
mengobati berbagai penyakit. Hindiba dapat membersihkan hambatan yang terdapat pada
saluran-saluran kecil di dalam tubuh, khususnya dalam sistem pencernaan. Tapi domain yang
paling spektakuler adalah kekuatannya yang dapat menyembuhkan tumor ungkapnya.

Untuk melacak khasiat dan ramuan Hindiba, Prof Nil Sari pun melakukan penelitian terhadap
literatur pengobatan masa lalu. Ia melacak dua masterpiece ilmuwan Muslim, yakni Ibnu Sina
lewat Canon of Medicine serta ensiklopedia tanaman yang ditulis al-Baitar.
Ketika kami melihat teks lama secara lebih dekat, kami melihat adanya kebenaran yang sedikit
sekali kami ketahui tentang ramuan tanaman (herbal) di masa lalu,ungkapnya. Dalam teks
peninggalan kejayaan Islam itu dijelaskan bahwa Hindiba dan berbagai jenis herbal lainnya
dibagi menjadi dua kelompok utama, yakni herbal yang diolah dan herbal yang tak diolah.

Menurut teks pengobatan kuno, keampuhan pengobatan kanker dengan menggunakan Hindiba
didasarkan atas pertimbangan teoritis pengobatan, yakni efek obat-obatan medis beroperasi
sesuai dengan sifat dari konstituen. Menurut Prof Nil, konstituen yang dihasilkan dari
dekomposisi akan memiliki efek yang disebut energi. Potensi kualitas panas dan dingin dalam
sifat obat akan keluar sebagai hasil dekomposisi dalam tubuh.

Komponen aktif komponen alami yang panas akan segera bereaksi. Akan tersebar melalui
jaringan secara efektif. Konstituen panas bereaksi sebelum konstituen dingin dan membersihkan
hambatan dalam saluransaluran kecil pada bagian tubuh dan memperlancar penyebaran
konstituen dingin. Kemudian, unsur dingin itu datang dan mulai berfungsi menjalankan
fungsinya.

Dalam risalah kedokteran berbahasa Arab, peninggalan era keemasan Islam, disebutkan bahwa
semua jenis pembengkakan seperti kutil atau benjolan telah menyebabkan gangguan pada
saluran. Sedangkan kanker digambarkan sebagai massa yang keras. Diidentifikasi sebagai
pembengkakan yang keras, kanker berkembang dari kecil kemudian menjadi besar ditambah
dengan rasa sakit.

Mengutip catatan Ibnu Sina dalam Canon of Medicine, Prof Nil Sari mengungkapkan, tumor atau
kanker, bila di biarkan akan semakin bertambah ukur annya. Sehingga kanker itu akan
menyebar dan merusak. Akarnya dapat menyusup di antara elemen jaringan tubuh. Prof Nil Sari
menemukan gambaran serupa tentang kanker dalam manuskrip pengobatan di era Usmani.

Menurut Ibnu Sina, tumor digolongkan menjadi dua, yakni tumor panas dan dingin. Tumor yang
berwarna dan terasa hangat saat disentuh biasanya disebut tumor panas, sementara tumor yang
tidak berwarna dan terasa hangat disebut tumor dingin. Ibnu Sina menyebut kanker sebagai
bentuk tumor yang berada di antara tumor dingin.

Khasiat Hindiba diteliti Prof Prof Nil Sari dengan menyajikan data yang mendalam mengenai
latar belakang teori percobaan invivo dan invitro dengan sari herbal dari Turki. Ia memulai dari
filsafat Turki Usmani, yang berakar dari pengobatan Islam. Dalam karyanya ini, disebutkan
bahwa obat Cichorium intybus L dan Crocus sativus L diidentifikasi sebagai alternatif tanaman
yang identik satu sama lain yang merupakan komponen aktif untuk pengobatan kanker.

Prof Nil Sari dan rekannya Dr Hanzade Dogan mencampurkan C intybus L dan kunyit (saffron)
dari Safranbolu, seperti yang dijelaskan teks pengobatan lama. Yang lebih menarik adalah hasil
penelitian laboratorium kami yang menunjuk kan bahwa dari ekstrak C intybus L yang ditemukan
menjadi paling aktif pada kanker usus besar, ujar Prof Nil Sari. Menurut dia, Hindiba terbukti
sangat efektif mengobati kanker. Sayangnya, kata dia, pada zaman dahulu, Hindiba lebih
banyak disarankan sebagai obat untuk perawatan tumor. Hal itu terungkap dalam kitab Ibnu al-
Baitar. Menurut al-Baitar, jika ramuan Hindiba dipanaskan, dan busanya diambil dan disaring
kemudian diminum akan bermanfaat untuk menyembuhkan tumor.

Pakar pengobatan di era Kesultanan Turki Usmani, Mehmed Mumin, mengung kapkan bahwa
Hindiba bisa meng obati tumor dalam organ internal. Namun, lebih sering dianjurkan untuk
perawatan tumor pada tenggorokan. Jika kayu ma nis di campurkan pada jus Hindiba (khu sus
yang diolah dengan baik) dapat digunakan un tuk obat kumurkumur serta ber manfaat pula untuk
perawatan tumor, sakit dan radang tenggorokan.

Anda mungkin juga menyukai